LAPORAN PRAKTIKUM
PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TERPADU
Oleh :
Apriliane Briantika Louise
NIM A1L013055
Rombongan A2
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
LABORATORIUM PERLINDUNGAN TANAMAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Pengelolaan Hama dan Penyakit Terpadu. Laporan ini disusun untuk melengkapi acara praktikum mata kuliah Pengelolaan Hama dan Penyakit Terpadu.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
Tim pengampu mata kuliah Pengelolaan Hama dan Penyakit Terpadu yang telah memberikan banyak ilmu yang bermanfaat kepada kami.
Asisten praktikum Pengelolaan Hama dan Penyakit Terpadu yang telah membimbing selama pelaksanaan acara praktikum.
Rekan-rekan dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan laporan ini.
Penulis berharap Laporan Pengelolaan Hama dan Penyakit Terpadu ini bisa bermanfaat bagi para pembaca yang berkepentingan. Meskipun telah disusun dengan cermat laporan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik agar laporan selanjutnya bisa lebih baik.
Purwokerto, 18 November 2015
Penulis
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TERPADU
ACARA I
AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
Oleh :
Apriliane Briantika Louise
NIM A1L013055
Rombongan A2
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
LABORATORIUM PERLINDUNGAN TANAMAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Lingkungan yang baik akan mendukung pertumbuhan tanaman sehingga dapat berproduksi dan memiliki kualitas yang baik, begitu pula sebaliknya. Agroekosistem merupakan salah satu bentuk ekosistem binaan manusia yang bertujuan menghasikan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan manusia. Awalnya manusia hanya mengambil bahan makanan hanya yang ada, namun manusia terus berkembang dan mulai menanam tumbuhan yang dianggap bagi kelangsungan hidupnya. Manusia belajar dari pengalaman yang didapat, mulai dari teknologi sederhana untuk mengembangkan pertanian sampai teknologi canggih.
Kacang panjang (Vigna sinensis) termasuk dalam famili papilionaceae dan merupakan tipe tanaman kacang-kacangan yang buahnya berbentuk semacam tali yang panjang. Tanaman kacang panjang membutuhkan penyangga ketika tumbuh, dan tanaman ini memiliki daun yang majemuk berwarna hijau tua dan terlihat bulu-bulu halus pada permukaannya. Tanaman ini membutuhkan unsur hara nitrogen yang tinggi untuk bisa tumbuh dengan cara maksimal.
Keberadaan hama dan penyakit di areal pertanaman kacang panjang dapat mengakibatkan berkurangnya hasil dan penurunan kualitas yang dihasilkan. Hama tanaman merupakan binatang pengganggu tanaman antara lain berupa tungau dan nematoda dan hama ini ada yang menyerang daun dan polongnya. Penyakit adalah suatu penyimpangan fisiologis tanaman normal yang menimbulkan merugikan terhadap mutu dan menurunkan nilai ekonomis dari tanaman. Hama yang menyerang tanaman kacang panjang adalah hama belalang yang dapat menghabiskan seluruh bagian daun bahkan tulang daun, lalat kacang menyebabkan bintik-bintik putih dan tanaman layu mati, kutu kebul menimbulkan bintik-bintik klorotik mengakibatkan berkurangnya jumlah klorofil, dan siput mengakibatkan daun berlubang. Penyakit pada tanaman kacang panjang adalah mozaik kuning, dan bercak cescospora. Pengendalian dapat dilakukan dengan pergiliran tanaman dengan bukan kacang-kacangan, penggunaan mulsa, pencabutan dan pemusnahan tanaman terserang dan penyemprotan insektisida.
Pengelolaan agroekosistem harus diupayakan tanpa menyebabkan kerusakan lingkungan maupun menurunkan kualitas sumber daya lahan, dan sebaiknya diarahkan pada perbaikan struktur fisik, komposisi kimia, dan aktivitas biota tanah yang optimum bagi tanaman. Interaksi antara komponen-komponen biotik dan abiotik tanah memberikan keseimbangan yang optimal bagi ketersediaan hara dalam tanah, yang selanjutnya menjamin keberlangsungan produktivitas lahan dan keberhasilan usaha tani. Sistem ini diharapkan dapat membentuk agroekosistem yang stabil dan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman tanpa menurunkan kualitas lingkungan.
Tujuan
Mengetahui jenis dan fungsi agroekosistem
Mengenal komponen ekosistem pertanian
Menentukan keputusan pengelolaan agroekosistem
Memberi kesempatan praktikan menjadi ahli di lahannya sendiri
TINJAUAN PUSTAKA
Kacang panjang (Vigna sinensis L) merupakan tanaman hortikultura yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia, baik sebagai sayuran maupun sebagai lalapan. Kacang panjang termasuk dalam famili papilionaceae yang tergolong tanaman semusim berbentuk perdu yang bersifat membelit atau setengah membelit. Tanaman kacang panjang saat berumur masih muda daunnya dapat dipakai sebagai bahan pangan. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran sebagai sumber vitamin dan mineral (Rasyid, 2012).
Kacang panjang dapat ditaman setiap saat dan dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 0-800 m dpl. Jenis tanah yang cocok untuk pertumbuhannya adalah latosol (lempung berpasir), regosol dan alluvial dengan pH 5,5-6,5. Suhu udara yang dibutuhkan adalah 18-32ºC dengan suhu optimal 25ºC. Tanaman ini membutuhkan banyak sinar matahari dan curah hujan berkisar antara 600-2.000 mm/tahun. Waktu tanam yang baik adalah awal atau akhir musim hujan (Pitojo, 2006).
Agroekosistem adalah sebuah sistem lingkungan yang telah dimodifikasi dan dikelola oleh manusia untuk kepentingan produksi pangan, serat dan berbagai produk pertanian lain. Manusia atau petani melakukan intervensi terhadap sistem lingkungan dengan tujuan utama meningkatkan produktivitas sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhan hidup bagi keluarganya. Masyarakat juga ikut mendukung intervensi semacam ini karena kepentingan yang lain yaitu untuk menghasilkan pangan dengan harga yang terjangkau bagi mereka-mereka yang tidak bekerja di sektor pertanian, seperti para pekerja di sektor-sektor industri di perkotaan (Conway, 2007).
Agroekosistem berbeda dengan ekosistem alam karena dalam agroekosistem sumber energi tidak hanya terbatas dari sinar matahari, air dan tanah tetapi juga berasal dari sumber-sumber lain yang sudah dikonsolidasikan oleh manusia, seperti pupuk, pestisida dan teknologi. Tingkat keanekaragaman hayati pada agroekosistem cenderung rendah, didominasi oleh varietas-varietas yang seragam serta kontrol dikendalikan oleh faktor eksternal sehingga dalam agroekosistem. Manusia adalah faktor yang memegang peranan sangat penting untuk tidak mengatakan sentral (Hernanto, 2009).
Perkembangan hama dan penyakit dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim baik langsung maupun tidak langsung seperti tanah, cuaca, air dan kelembapan yang berpengaruh langsung terhadap siklus hidup, lama hidup, serta kemampuan diapause serangga. Sebagai contoh hama kutu kebul mempunyai suhu optimum 32,5ºC untuk pertumbuhannya (Bonaretal, 2007).
Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh faktor iklim terhadap vigor dan fisiologi tanaman inang, yang akhirnya mempengaruhi ketahanan tanaman terhadap hama. Suhu berpengaruh terhadap sintesis senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, falvonoid yang berpengaruh terhadap ketahanan hama. Pengaruh tidak langsungnya adalah kaitannya dengan musuh alami hama baik predator, parasitoid dan patogen. Sebagai contoh adalah perkembangan populasi kutu kebul pada kacang panjang lebih tinggi pada musim kemarau, selain karena laju pertumbuhan intrinsik juga disebabkan oleh tingkat parasitasi dan tingkat infeksi patogen yang rendah (Sobirin, 2004.).
Pengaruh perubahan iklim dapat dilihat dari tanaman yang mengalami tekanan atau stres karena perubahan iklim yaitu lebih rentan terhadap serangan organisme pengganggu tanaman. Serangan hama dan mikroba termofilik lebih diuntungkan dengan makin panjangnya musim panas atau kemarau dan meningkatnya temperatur. Perubahan iklim sangat mengganggu keseimbangan antara populasi serangga hama (musuh alami tanaman) dan tanaman inangnya. Dampak perubahan iklim terhadap populasi serangga hama adalah adanya gangguan sinkronisasi antara tanaman inang dan perkembangan serangga hama terutama pada musim penghujan atau musim dingin. Peningkatan temperatur juga akan lebih mendukung perkembangan serangga hama dan daya tahan hidupnya pada musim penghujan atau musim dingin (Pustaka, 2012).
Meningkatnya kadar CO2 dapat menurunkan kualitas pakan serangga pemakan tumbuhan karena meningkatnya kadar nitrogen pada daun tanaman. Musim kemarau (meningkatnya suhu) akan menguntungkan golongan patogen itemofilik (golongan parasit yang mampu menimbulkan penyakit pada inangnya). Meningkatnya temperatur udara, distribusi geografis serangga vektor patogen penyakit tumbuhan berpotensi menjadi meluas sehingga menambah jumlah individu serangga penyerang tumbuhan (Lingga, 2006).
Musim dingin/musim penghujan berdampak pada meningkatnya serangan jamur patogen yang semula hanya dianggap sebagai penyakit minor. Musim dingin berpotensi meningkatkan serangan jamur penyebab penyakit yang sangat tergantung pada tekanan/stres yang dialami oleh inangnya, seperti jamur patogen yang menyerang akar tanaman. Berkurangnya hari hujan diperkirakan dapat menurunkan serangan jamur patogen yang menyerang daun. Efek perlindungan mikroba terhadap penyakit akar dapat dipengaruhi oleh perubahan suhu atau kelembaban tanah (Pustaka, 2012).
Pengelolaan agroekosistem agar lebih baik dapat dilakukan dengan:
Menggunakan lahan pada daerah hulu secara rasional sehingga dapat mewujudkan sistem pertanian yang tangguh dan secara menyeluruh menciptakan pengelolaan sumberdaya alam dalam suatu DAS yang berkelanjutan.
Pengolahan lahan secara agroforestry untuk daerah hulu karena dapat menerapkan sistem konservasi tanah dan air, namun apabila petani juga menginginkan hasil produksi yang tinggi dapat diterapkan sistem multiple cropping seperti tumpang sari.
Melakukan pengolahan tanah minimum agar kerusakan struktur tanah dapat dihindari dan aliran permukaan maupun erosi berkurang.
Meningkatkan aplikasi pemberian bahan organic seperti pupuk anorganik berupa pupuk kandang maupun puuk hijau untuk memperbaiki pH tanah, kondisi fisik, kimia dan biologi tanah, serta penambahan seresah yang juga melindungi lahan dari tetesan air hujan secara langsung sehingga dapat mengurangi laju erosi (Kartawi, 2009).
METODE PRAKTIKUM
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah kertas plano/ manila, alat tulis, buku catatan, pensil warna, spidol hitam, dan kamera. Bahan-bahan yang digunakan adalah pertanaman holtikultura (tanaman kacang panjang), dan jaring serangga.
Prosedur Kerja
Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil sesuai dengan pembagian dalam setiap rombongan.
Alat dan bahan disiapkan.
Mahasiswa ditugaskan ke lapangan dan diamati komponen agroekosistemnya, yang meliputi agroekosistem tanaman hortikultura (tanaman kacang panjang).
Keadaan umum agroekosistem yang diamati digambar.
Hasil pengamatan dituliskan pada kertas plano/manila.
Serangga yang bertindak sebagai hama dan musuh alami, juga tanaman/bagian tanaman yang bergejala sakit dikoleksikan.
Hasil pengamatan dipresentasikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
Lingkungan merupakan sistem yang komplek yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman maka perlu dilakukan penggolongan faktor-faktor lingkungan. Faktor-faktor lingkungan dapat digolongkan menjadi faktor biotik dan abiotik. Faktor abiotik terdiri atas tanah, cuaca, air, dan kelembapan, sedangkan lingkungan biotik terdiri dari organisme-organisme hidup diluar lingkungan abiotik (manusia, tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme). Organisme hidup didalam sebuah sistem yang ditopang oleh berbagai komponen yang saling berhubungan dan saling berpengaruh. Sistem inilah yang disebut dengan ekosistem. Ekosistem adalah tempat dimana terjadinya proses saling interaksi dan ketergantungan antara makhluk hidup sebagai komponen biotik, dengan lingkungan hidupnya yang merupakan komponen abiotik.
Pengamatan agroekosistem ini dilaksanakan Desa Kebanggan Kec. Sumbang dengan komoditas tanaman yang berbeda, yaitu tanaman kacang panjang, jagung, buncis, talas, tebu, dan pisang. Agroekosistem kacang panjang ditemukan berbagai macam serangga yang berperan sebagai hama, musuh alami dan serangga alami. Serangga hama yang menyerang adalah belalang, kutu kebul, lalat kacang dan siput sedangkan yang berperan sebagai musuh alaminya adalah capung, serangga netral yang terdapat pada agroekosistem ini adalah semut, kupu-kupu dan burung pipit. Pola pertanaman yang terdapat pada agroekosistem ini adalah monokultur, dengan kacang panjang sebagai tanaman pokoknya dan tanaman lain yang ada merupakan komoditas berbeda (jagung, buncis, talas, tebu, dan pisang). Lahan ini menggunakan pengairan irigasi, dengan kondisi kelembapan sedang, cuacanya cerah dan kondisi tanah subur. Kondisi gulma di lahan ini sangat banyak karena tidak dilakukan pengendalian, jenis gulma yang umum ditemukan adalah rumput teki, babandotan.
Agroekosistem tanaman kacang panjang yang ada di Kec. Sumbang memiliki lahan seluas 250 m², meskipun disekitar lahan kacang panjang tersebut terdapat tanaman jagung, buncis, talas, tebu dan pisang tetapi tidak dapat disebut sebagai pertanaman tumpang sari karena tidak dilakukan dalam satu areal lahan. Beberapa komponen natural dalam agroekosistem antara lain meliputi faktor-faktor biotik seperti tanah, air, cuaca, kelembapan, yang satu sama lain berinteraksi dalam suatu mekanisme tertentu sehingga perubahan pada komponen yang satu akan berpengaruh pada keberadaan komponen yang lain. Kondisi agroekosistem lahan ini sebenarnya termasuk dalam kondisi yang tidak sehat akan tetapi dusun ini mempunyai topografi daerah yang cukup bagus, karena desa ini tidak terlalu terletak pada daerah pegunungan sehingga pembentukan lahan untuk pertanian masih bisa ditata secara baik.
Agroekosistem pada daerah ini dikatakan tidak sehat karena pada daerah ini tanah atau lahan pertaniannya sudah terlalu banyak mengandung bahan kimia karena para petani di desa tersebut sering menggunakan pupuk kimia dibandingkan dengan pupuk organik. Kondisi yang seperti itu sebenarnya sudah sangat merugikan namun hal ini disebabkan karena semakin banyak kandungan kimia yang terkandung dalam tanah maka akan merusak tekstur serta struktur dari tanah di daerah tersebut. Musuh alami bagi hama yang menyerang tanaman para petani juga tampak sedikit karena sudah keracunan dengan terlalu seringnya menggunakan bahan-bahan kimia seperti pestisida yang berlebihan.
Agroekosistem dari daerah tersebut tidak bagus karena tidak ada yang dapat menyeimbangkan populasi dari hama dan seharusnya jumlah populasi hama yang ada harus ada penyeimbangnya yaitu adanya populasi dari musuh alami. Campur tangan manusia pun seharusnya tidak begitu banyak. Manusia hanya bertugas untuk mengontrol adanya ambang ekonomi dari suatu hama. Jika musuh alami sudah tidak dapat memakan hama yang begitu banyak barulah manusia turut andil dalam pembasmian hama tersebut, tetapi pada daerah ini musuh alaminya sedikit dan para petani lebih senang menggunakan pupuk kimia dan juga terlalu banyak menggunakan pestisida yang dosis pemakainannya juga sudah tidak pada takaran yang seharusnya. Pupuk yang digunakan juga difungsikan sebagai bahan untuk memperbaiki tanah mereka yang sudah kering dan sedikit kandungan bahan organiknya.
Agroekosistem merupakan ekosistem yang dimodifikasi dan dimanfaatkan secara langsung atau tidak langsung oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan akan pangan. Menunjang pemanfaatan tersebut setiap agroekosistem mempunyai karakteristik yang berbeda-beda tergantung sifat ekologis agroekosistem yang ada. Pengembangan suatu sumber daya alam harus didekati secara komprehensif sehingga harus menekankan pada hubungan satu sama lain antara pengaruh suatu sumberdaya alam terhadap sumber daya lain. Kondisi yang berpengaruh pada suatu ekosistem adalah tutupan lahan oleh vegetasi yang merupakan bagian penting yang tidak terpisahkan dalam penanganan pengelolaan baik dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang.
Pada saat pengamatan angin bertiup cukup kencang karena lahan tidak ternaungi. Lahannya sistem irigasi sehingga lahan terlihat kering. Kondisi lahan tersebut cukup banyak terdapat gulma. Pada saat pengamatan tanaman kacang panjang belum berbuah dan banyak hama yang ditemukan seperti hama belalang, lalat kacang, kutu kebul dan siput. Praktikan juga menjumpai predator seperti semut hitam dan burung pipit. Serangga netral yang dijumpai yaitu capung. Komponen abiotik dan biotik tersebut saling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga terjadi aliran energi. Sebelumnya lahan tersebut ditanami tanaman mentimun.
Sebaiknya tanaman kacang panjang ditanam dengan sistem tumpangsari agar hama dapat berkurang dan penyebaran penyakit dapat dikendalikan. Pemeliharaan tanaman kacang panjang sangat diperlukan seperti pengairan, pemupukan, penyiangan, penyulaman, pemangkasan serta pemberian pestisida. Dalam melakukan pengendalian hama dan penyakit tanaman kacang panjang sebaiknya dilakukan dengan pengendalian hama terpadu (PHT). Pengendalian dilakukan dengan memperhatikan lingkungan, memanfaatkan agensi hayati, melakukan pemangkasan pada tanaman yang terserang, serta menggunakan pestisida yang ramah lingkungan.
Prinsip utama dalam pengelolaan agroekosistem untuk pengendalian hama adalah menciptakan keseimbangan antara herbivora dan musuh alaminya melalui peningkatan keragaman hayati. Peningkatan keragaman vegetasi dan penambahan biomassa, dapat meningkatkan keragaman hayati dalam suatu agroekosistem. Peningkatan keragaman vegetasi dilakukan melalui pola tanam polikultur dengan pengaturan agronomis yang optimal. Penambahan biomassa dilakukan dengan mengaplikasikan mulsa, penambahan pupuk hijau dan pupuk kandang (Lingga, 2006).
Intensitas serangan hama pada pertanaman kacang panjang hampir 55 %, hal ini terjadi karena pemeliharaan tanaman tidak dilakukan secara rutin sehingga populasi hama meningkat terutama hama belalang. Intensitas serangan ini menyebabkan produksi tanaman kacang panjang menurun. Pada lahan pertanaman terdapat capung yang berfungsi sebagai predator yang akan memakan lalat kacang. Capung akan merobek-robek tubuh mangsanya dan terus mengunyahnya sampai berbentuk gumpalan sebelum akhirnya menelannya.
Kacang panjang yang ditanam di dataran rendah dibudidayakan secara massal di lahan sawah pada musim kemarau dan di lahan kering pada musim penghujan. Kacang panjang memerlukan ajir. Jenis sayuran ini diperlukan dalam volume besar terutama untuk sayur asem. Umumnya, jenis sayuran yang secara sengaja dibudidayakan di dataran rendah hanyalah yang nilai komersialnya relatif baik. Kacang panjang lebih menyukai sinar matahari penuh sehingga tanaman yang ada di dataran rendah lebih bagus. Pada tanaman kacang panjang dataran rendah masa panen polongnya lebih awal yaitu 85 hari setelah tanam. Kacang panjang dataran tinggi relatif lebih lama dan produksinya lebih rendah. Pada tempat yang agak terlindungi pertumbuhan tanaman agak lambat dan kurus serta buahnya sedikit.
Intensitas serangan hama pada dataran rendah lebih tinggi dari pada pertanaman dataran tinggi karena pada dataran rendah daur hidup lalat kacang dari telur hingga lalat berkisar 21 hari sedangkan pada dataran tinggi berlangsung sekitar 40 hari, sehingga kerusakan lebih tinggi di datara rendah. Pemasangan ajir pada kacang panjang sebagai alat penyangga pada kacang panjang terbuat dari bambu atau kayu lurus untuk menyokong tanaman kacang panjang.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Agroekosistem adalah komunitas tanaman dan hewan yang saling berhubungan dengan lingkungannya (baik fisik maupun kimia) yang telah diubah oleh manusia untuk menghasilkan pangan, pakan dan produk-produk lainnya.
Agroekosistem terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik yaitu air, tanah, kelembaban, cahaya, suhu dan iklim. Sedangkan komponen biotik yaitu manusia, patogen, gulma, dan hama
Pengelolaan agroekosistem meliputi kegiatan budidaya seperti teknik penanaman, pemeliharaan dan pengendalian hama penyakit dengan memperhatikan kondisi lingkungan atau pengendalian hama terpadu.
Tindakan yang akan dilakukan praktikan jika menjadi pemilik lahan tersebut yaitu menanam tanaman kacang panjang secara tumpangsari misalnya dengan tanaman caisim, melakukan penyiangan gulma, melakukan pemupukan, pengendalikan hama dan penyakit secara terpadu.
Saran
Sebaiknya sebelum praktikum, semua praktikan diberi pengarahan supaya praktikan paham betul untuk kegiatan praktikum yang akan dilaksanakan. Sebaiknya lahan yang dipilih dalam analisis ini, lahan kacang panjang lebih luas lagi. Selain itu, persiapan pemahaman materi sebelum menuju lahan juga diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Bonaretal. 2007. Teknik Budidaya Kacang Panjang dan Analisis Usaha Tani. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.
Conway. 2007. Hortikultura Aspek Budidaya Edisi Revisi. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Hernanto. 2009. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kartawi. 2009. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-hasil Pertanian. Rajawali Pers. Jakarta.
Lingga. 2006. Budidaya Kacang-kacangan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Pitojo. 2006. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pustaka. 2012. Teknologi Budidaya Sayuran. Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian. Jakarta.
Rasyid. 2012. Pengaruh Jenis Pupuk Terhadap Pertumbuhan Kacang Panjang. Pustaka Buana. Bandung.
Sobirin. 2004. Pemasaran Kacang Panjang dari Lahan Petani. Universitas Lampung. Lampung.
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TERPADU
ACARA II
PENGENALAN DAN PENGAMATAN SERANGAN HAMA PADA TANAMAN KACANG PANJANG
Oleh :
Apriliane Briantika Louise
NIM A1L013055
Rombongan A2
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
LABORATORIUM PERLINDUNGAN TANAMAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kacang panjang merupakan salah satu sayuran yang banyak dikomsumsi masyarakat karena memiliki banyak khasiat untuk kesehatan. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kacang panjang petani tidak terlepas dari pengaruh faktor lingkungan yang ada di sekitar pertanaman tanaman. Faktor lingkungan tersebut dapat menunjang maupun menghambat pertumbuhan tanaman. Masalah yang dihadapi diantaranya masalah serangan hama dan penyakit.
Produksi tanaman kacang panjang dapat menurun akibat adanya serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) salah satunya yaitu hama. Hama yang banyak menyerang tanaman kacang panjang adalah lalat kacang, belalang, kutu kebul dan siput. Gejala serangannya itu dapat berupa kerusakan pada bagian daun dan tulang daun, polong yang masih muda menjdi kosong dan polong berbintik hitam.
Perkembangan hama perlu diketahui dengan melakukan pengamatan terhadap hama yang meliputi lokasi, intensitas, luas serangan, tingkat populasi dan penyebaran hama. Pengamatan tersebut merupakan salah satu komponen utama dari sistem pengendalian hama terpadu, hasil pengamatan akan menjadi bahan penentu dalam pengambilan keputusan perlu tidaknya dilaksanakan pengendalian. Pengendalian hama mutlak dilakukan agar usaha budidaya yang dilakukan tidak mengalami kerugian bagi petani.
Tujuan
Mengenal jenis hama utama pada tanaman hortikultura
Mengenal gejala serangan hama utama pada tanaman hortikultura
Membuat analisis agroekosistem berdasarkan hasil pengamatan
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman hortikultura terdiri dari tanaman pangan, sayuran, buah, dan obat. Salah satu tanaman sayuran yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah tanaman kacang panjang. Kacang panjang (Vigna sinensis) termasuk jenis sayuran polong semusim yang berumur pendek. Tanaman ini berbentuk semak atau perdu. Pada musim penghujan, kacang panjang bisa dibudidayakan di lahan kering (tanah tegalan). Tetapi pada musim kemarau, kacang panjang hanya bisa dibudidayakan di lahan sawah atau lahan yang berpengairan teknis (Cahyono, 2003).
Berdasarkan data BPS (2012), produksi kacang panjang selama 5 tahun terakhir cenderung meningkat dari tahun sebelumnya. Produksi tanaman kacang panjang dari tahun 2008 sampai dengan 2012 berturut-turut yaitu 367,111 ton/tahun, 358,014 ton/tahun, 403,827 ton/tahun, 526,917 ton/tahun dan 458,392 ton/tahun. Hal ini menunjukan bahwa petani semakin banyak yang berminat untuk menanam kacang panjang, sehingga target untuk memenuhi permintaan konsumen akan sayuran kacang panjang setiap tahun dapat terpenuhi.
Kacang panjang dapat tumbuh pada ketinggian 0-800 m dpl. Jenis tanah yang cocok untuk pertumbuhannya adalah latosol (lempung berpasir), regosol dan alluvial dengan pH 5,5-6,5. Suhu udara yang dibutuhkan adalah 18-32ºC dengan suhu optimal 25ºC. Tanaman ini membutuhkan banyak sinar matahari dan curah hujan berkisar antara 600-2.000 mm/tahun. Waktu tanam yang baik adalah awal atau akhir musim hujan.
Tanaman kacang panjang petani tidak terlepas dari masalah diantaranya adalah masalah serangan hama dan penyakit. Adapun hama utama tanaman kacang panjang yaitu:
Lalat Kacang
Siklus hidup dari kacang yaitu lalat kacang dewasa berukuran 1,9-2,2 mm berwarna hitam, lalat dewasa meletakan telur sejak tanaman muncul diatas tanah sampai sekitar 2 minggu setelah tanam. Telur diletakan terpisah dalam lubang di pangkal helai daun pertama atau kedua. Seekor induk betina lalat mampu meletakan telur 94-183 butir menetas 48 jam setelah diletakan. Larva berbentuk ramping panjang maksimal 3,75 mm dan lebar 0,15 mm memakan daun selama 2 hari. Stadia larva berkisar 7-11 hari. Pupa terbentuk di bawah kulit pangkal akar. Siklus hidup lalat kacang berkisar 17-26 hari.
Serangannya berupa bintik-bintik putih pada keping biji dan daun. Bintik tersebut adalah bekas tusukan alat peletak telur dan kemungkinan juga bekas pengisapan cairan daun untuk makanan imago. Pada umumnya larva mulai memakan dan merusak jaringan keping biji bila umur tanaman 6 hari. Gejala liang gerekan larva pada keping biji dan daun tampak berupa garis lengkung berwarna coklat. Serangan sebelum umur 13 hari setelah tanam dapat menyebabkan kematian tanaman (Cahyono, 2003).
Belalang
Siklus hidup belalang yaitu telur belalang berwarna keputih-putihan dan berbentuk buah pisang, tersusun rapi dalam tanah sedalam sekitar 10 cm. menetas setelah 10-50 hari. Nimfa mengalami lima kali ganti kulit (lima instar, Stadiaum nimfa terjadi selama 38 hari. Imago betina yang memiliki warna coklat kekuning-kuningan siap meletakkan telur setelah lima sampai 20 hari setelah dewasa bergantung temperatur. Imago betina hanya membutuhkan satu kali kawin untuk meletakkan telur-telurnya dalam kantong-kantong. Sementara Imago jantan yang memiliki warna kuning mengkilap berkembang lebih cepat dibandingkan dengan betinanya. Lama hidup dewasa adalah 11 hari. Siklus hidup rata-rata 76 hari .
Gejala serangannya biasanya daun bagian pertama yang diserang dan termakan hampir keseluruhan daun termasuk tulang daun jika serangannya parah. Pengendalian hama belalang dapat dilakukan dengan cara: 1. Pengendalian hayati misalnya Metharrizium anisopliae var. acridium, Beauveria bassiana, Enthomophaga sp. dan Nosuma cocustal, 2. Mengatur pola tanam dengan tanaman alternatif yang tidak atau kurang disukai belalang seperti, kedelai, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, kacang panjang, tomat, 3. Mekanis yaitu kelompok telur diambil dan dimusnahkan, kemudian lahannya segera ditanami kembali dengan tanaman yang tidak disukai belalang, 4.Kimiawi misalnya jenis insektisida berbahan aktif organofosfat seperti fenitrothion (Talanca, 2008).
Kutu Kebul
Kutu kebul dewasa memiliki panjang tubuh sampai 0.8mm dan berwarna putih salju, yang disebabkan oleh sekresi lilin di sayap dan tubuhnya. Selama makan atau beristirahat kutu kebul dewasa menutupi tubuhnya dengan sayap. Ketika menyimpan telur, betina akan meletakkan telur 5-400 butir dengan ukuran mulai dari 0.10mm sampai 0.25mm di bagian bawah daun. Kutu kebul betina adalah diploid dan muncul dari telur yang dibuahi sedangkan lalat putih jantan adalah haploid dan muncul dari telur yang tidak dibuahi. Telur diletakkan berkelompok. Telur awalnya berwarna keputihan dan berubah menjadi coklat sampai menetas dalam waktu 5-7 hari. Setelah tahap telur, tukik berkembang melalui 4 tahap instar. Kutu kebul dewasa ukurannya sekitar 4 kali ukuran telurnya dengan tubuh berwarna kuning terang dan sayap putih.
Gejala kerusakan yaitu terserapnya nutrisi tanaman, rusaknya daun, gugurnya daun, kematangan tidak teratur pada tomat, daun tomat keriting karena virus kuning vektor.
Pengendalian kutu kebul dapat dilakukan dengan cara: 1. Penyemprotan dengan insektisida akan mampu menurunkan populasi kutu kebul, 2. Pengendalian fisik dan mekanik misalnya tindakan penyiangan gulma, pengairan/perbaikan pola tanam, 3.Pengelolaan ekosistem melalui bercocok tanam, untuk membuat lingkungan tanaman menjadi kurang sesuai bagi kehidupan serangga hama, 4. Penggunaan agensia hayati yaitu penggunaan musuh alami seperti predator kutu kebul dari famili Anthocoridae dan Cendawan dari golongan entomophtorales (Conidiobolus spp., Entomopthora spp. dan Zoophthora spp).
Siput
Siklus hidup dari keong mas sanggup hidup 2-6 tahun dengan keperidian yang tinggi. Telur diletakkan dalam kelompok pada tumbuhan, telur berwarna merah muda, dengan diameter telur berkisar antara 2,2-3,5 mm tergantung pada lingkungan. Telur diletakkan berkelompok sehingga menyerupai buah murbei. Warna kelompok telur berubah menjadi agak muda menjelang menetas. Tiap kelompok telur keong mas berisi 235-860 butir dengan rata-rata 485±180 butir. Daya tetas berkisar antara 61-75%. Telur menetas setelah 8-14 hari. Ukuran keong yang baru menetas 2,2-3,5 mm dan menjadi dewasa dalam 60 hari atau lebih, bergantung pada lingkungan. Mortalitas keong sangat rendah, dalam stadia juvenile selama 30 hari survival dari juvenile yang berdiameter 0,5 cm antara 95-100% (Kurniawati, 2007).
Gejalanya terjadi pada seluruh bagian tanaman. Tanaman yang terserang akan terpotong-potong tidak beraturan, berlubang, batang patah dan tampak berlendir karena siput mengeluarkan lendir saat berjalan. Lendir tampak berkilat jika sudah mengering. Pengendaliannya dengan pestisida hayati tumbuhan kelompok metabolit yang mengandung senyawa bioaktif seperti alkaloid, terpenoid, fenolik (Martono, 2004).
METODE PRAKTIKUM
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah gunting tanaman, kantong plastik, jaring serangga, kertas label, alat tulis, kertas plano, buku catatan, dan kamera. Bahan-bahan yang digunakan adalah pertanaman hortikultura (pertanaman kacang panjang) dan petani sebagai narasumber.
Prosedur Kerja
Praktikan dikelompokkan sesuai dengan rombongannya (tiap kelompok 4-5 mahasiswa).
Setiap kelompok ditugaskan untuk melakukan pengamatan gejala serangan patogen di lapang sesuai pembagian kelompok kerjanya.
Gejala serangan dicatat.
Intensitas serangannya di prediksikan
Bagian tanaman yang diamati tersebut dibawa ke laboratorium sebagai koleksi.
Hasil analisis agroekosistem ditulis pada kertas plano, yang meliputi :
Gambar keadaan umum agroekosistem
Data hasil pengamatan
Serangga netral
Pembahasan
Simpulan
Rencana tindak lanjut
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh praktikan di Desa Kebanggan Kec. Sumbang pada hari Sabtu, 31 Oktober 2015, petani yang mengelola lahan tersebut bernama Bapak Sikar. Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan dan informasi yang kami dapat dari hasil wawancara petani, pada agroekosistem tanaman kacang panjang terdapat komponen abiotiknya adalah tanah yang subur, cuaca yang cerah, perairan atau irigasi dan kelembaban yang kering. Pertanaman kacang panjang yang dibudidayakan yaitu secara monokultur. Hama yang ditemukan pada tanaman kacang panjang yaitu hama belalang, lalat kacang, kutu kebul dan siput.
Adapun pengendalian yang dilakukan oleh petani yaitu:
Belalang
Menggunakan insektisida
Kutu Kebul
Rotasi tanaman
Penggunaan musuh alami seperti kumbang dan laba-laba
Penggunaan/penyemprotan insektisida
Lalat Kacang
Penanaman secara serentak
Penggunaan mulsa pada awal pertanaman
Pengunaan insektisida
Siput
Diambil kemudian dibunuh atau sebagai makanan itik
Penggunaan racun
Hama belalang merupakan faktor penghambat dalam program peningkatan produksi tanaman. Belalang ini mempunyai sifat cenderung untuk membentuk kelompok yang besar dan suka berpindah-pindah, sehingga dalam waktu yang singkat dapat menyebar pada areal yang luas. Kelompok yang berimigrasi dapat memakan tumbuhan yang dilewatinya selama dalam perjalanan. Perilaku makan belalang dewasa biasanya diwaktu hinggap pada sore hari sampai malam dan pada pagi hari sebelum terbang. Kelompok Nimfa yang berimigrasi dapat memakan tumbuhan yang dilokasi selama dalam perjalanan. Belalang ini cenderung memilih makanan yang lebih disukainya juga menyerang daun-daun tanaman dari golongan.
Pengendalian hama belalang selain dengan insektisida, petani juga melakukan pengendalian dengan mengatur pola tanam dan menanam tanaman alternatif yang tidak disukai oleh belalang, melakukan pengolahan tanah pada lahan yang diteluri sehingga telur tertimbun dapat diambil, mencari kelompok belalang di lapangan dengan menggunakan kayu, ranting, sapu dan jaring perangkap serta penggunaan Pestisida nabati adalah kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendali hama insekta seperti tanaman serai.
Varietas tanaman kacang panjang yang digunakan oleh petani adalah Kacang panjang 1 (KP-1). Keunggulan dari varietas ini adalah tahan terhadap serangan hama penggerek polong dan cendawan busuk polong namun rentan terhadap virus sapu. Tanaman ini berbunga pada umur 28 hari, batang berwarna hijau muda, berbentuk segi enam, bentuk daun delta dengan ujung runcing. Tiap daun majemuk terdiri dari tiga daun dan permukaan daunnya rata, berbuku halus dan berwarna hijau tua. Bunganya berbentuk kupu-kupu dan berwarna biru muda. Polongnya berbentuk gilig langsing, warna polong muda hijau tua. Rasanya renyah dan agak manisdan memiliki biji berbentuk bulat dan agak gepeng dengan warna cokelat tua kadang berbelang putih. Jumlah polong tiap tanaman 4-15 buah dengan panjang 40-75 cm dan dapa dipanen pada umur 59-79 hari1. Produksi rata-rata polong muda ini mencapai 6,2 ton per hektar. Bila panen dalam bentuk biji kering hasilnya sekitar 0,4 ton/ha.
Hama yang menyerang tanaman kacang panjang salah satunya adalah hama siput. Habitat hama siput biasanya di tempat lembab karena tidak tahan dengan sinar matahari dan biasanya menyerang di malam hari. Intensitas serangan hama siput di lahan masih sedang karena jumlah siput yang ada masih sedikit. Hama bekicot ini biasanya menyerang daun sehingga tampak berlubang-lubang, polong mengalami busuk dalam dan daun menguning atau kering. Pengendalian yang dilakukan oleh petani yaitu dengan cara dipungut karena siput ini dapat dijadikan makanan ternak.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hama utama yang menyerang tanaman kacang panjang adalah hama belalang, kutu kebul, lalat kacang dan siput.
Gejala serangan hama belalang dapat menghabiskan seluruh bagian daun dan tulang daun, kutu kebul mengakibatkan bintik-bintik klorotik sehingga klorofil pada daun berkurang, lalat kacang mengakibatkan kematian pada tanaman dan siput menyerang tanaman di persemaian dan ditandai daun berlubang kecil.
Analisis agroekosistem pada lahan pertanaman kacang panjang yaitu banyak terdapat hama seperti hama belalang, kutu kebul, lalat kacang dan siput karena musim kering sehingga kondisi suhu udara tinggi dan kelembaban rendah. Hama sangat menyukai suhu udara yang panas. Petani hanya menggunakan pestisida sehingga populasi hama yang resisten semakin meningkat. Oleh karena itu perlu adanya pengendalian hama secara terpadu.
Saran
Sebaiknya semua praktikan mengikut asistensi agar lebih paham mengenai kegiatan praktikum yang akan dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2012. Produksi Kacang Panjang. Biro Pusat Statistik. Jakarta.
Cahyono. 2003. Kacang Panjang Teknik Budidaya dan Analisis Usahataninya. CV. Aneka Ilmu. Semarang.
Kurniawati. 2007. Buah dan Sayur untuk Terapi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Martono. 2004. Usahatani Kacang Panjang. Kanisus. Yogyakarta.
Talanca. 2008. Agribisnis Kacang Panjang. Penebar Swadaya. Jakarta.
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TERPADU
ACARA III
PENGENALAN DAN PENGAMATAN SERANGAN PATOGEN PADA TANAMAN KACANG PANJANG
Oleh :
Apriliane Briantika Louise
NIM A1L013055
Rombongan A2
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
LABORATORIUM PERLINDUNGAN TANAMAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kacang panjang merupakan salah satu tanaman sayuran sebagai sumber vitamin dan mineral. Fungsinya sebagai pengatur metabolisme tubuh, meningkatkan kecerdasan dan ketahanan tubuh memperlancar proses pencernaan karena kandungan seratnya yang tinggi. Kacang panjang adalah salah satu jenis sayuran yang sudah sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia maupun dunia.
Kacang panjang merupakan salah satu tanaman yang digemari dan permintaan konsumen terus meningkat tetapi peningkatan ini belum diikuti oleh produktivitas kacang panjang yang semakin menurun. Tercatat pada tahun 2010 produksi kacang panjang sebesar 489.449 ton kemudian pada tahun produksi kacang panjang menurun menjadi 458.307 ton serta pada tahun 2012 produksi kacang panjang kembali turun menjadi 455.615 ton (BPS, 2013).
Permasalahan yang mengakibatkan produksi tanaman kacang panjang kurang maksimal adalah serangan penyakit kuning dan bercak daun cercospora. Gejala awal serangan penyakit kuning adalah muncul bercak kuning pada daun muda, kemudian menyebar ke seluruh permukaan daun dan tulang daun, terjadi malformasi daun serta menyerang polong kacang panjang. Daun yang menunjukkan gejala penyakit kuning cerah akan diikuti oleh nekrosis dan kematian pada tanaman.
Bercak daun disebabkan Cercospora canencens. Jamur ini dapat betahan hidup sampai 2 tahun pada sisa-sisa tanaman sakit didalam biji. Penyebaran cendawan ini dengan perantaraan angin, percikan air, alat pertanian, serangga. Cendawan ini memiliki konidium berwarna putih bening berbentuk gada terbalik bersekat dapat merusak klorofil daun sehingga menyebabkan proses asimilasi berjalan tidak sempurna. Gejalanya yaitu daun berbercak coklat dengan jumlah cukup banyak, bercak berbentuk bulat dengan diameter antara 1-5 mm dan di sekeliling bercak berwarna kuning. Bercak pada permukaan daun bagian bawah berwarna hitam. Serangan cendawan tersebut banyak terdapat pada daun tua. Pada serangan berat daun akan layu dan gugur. Cendawan ini dapat menyerang polong, tangkai daun, biji dan batang. Pada musim kemarau penyakit ini jarang dijumpai. Pengendalian dapat dilakukan dengan penanaman varietas unggul yang tahan penyakit dan pergiliran tanaman.
Tujuan
Mengenal jenis penyakit utama pada tanaman hortikultura
Mengenal gejala serangan penyakit utama pada tanaman hortikultura
Membuat analisis agroekosistem berdasarkan hasil pengamatan
TINJAUAN PUSTAKA
Produksi tanaman kacang panjang dapat menurun akibat adanya penyakit pada tanaman. Penyakit pada tanaman budidaya biasanya disebabkan oleh Cendawan, Bakteri, Virus dan faktor lingkungan (iklim, tanah, dll). Sugandi (2013) menyatakan, Penyakit tanaman adalah sesuatu yang menyimpang dari keadaan normal, cukup jelas menimbulkan gejala yang dapat dilihat, menurunkan kualitas atau nilai ekonomis, dan merupakan akibat interaksi yang cukup lama. Penyakit pada tanaman kacang panjang yaitu bercak daun dan BCMV.
Kacang panjang merupakan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia, namun produktivitas kacang panjang sangat rendah, yaitu 2-3 ton/ha. Gangguan penyakit yang penting pada kacang panjang disebabkan oleh infeksi Bean common mosaic virus (BCMV) dan bercak daun cercospora. Penyakit mosaik kacang panjang menyebabkan kerugian sebesar 65.87% dan BCMV dilaporkan sebagai salah satu penyebab mosaik kuning kacang panjang yang menginfeksi secara tunggal (Kuswanto, 2007).
Produktivitas kacang panjang di Indonesia cenderung mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Penyakit virus memberikan kontribusi yang besar terhadap penurunan produksi kacang panjang terutama di daerah Asia, Amerika Latin, dan Afrika. Salah satu upaya untuk mengendalikan virus adalah dengan pemanfaatan substansi antivirus dari ekstrak tanaman yang dilaporkan mampu mengendalikan beberapa virus karena mengandung ribosome inactivating protein dan juga merupakan salah satu agen yang dapat menginduksi ketahanan sistemik suatu tanaman. Beberapa ekstrak tanaman seperti daun pukul empat, jengger ayam, dan daun patah tulang pernah dilaporkan efektif mengendalikan penyakit ini (BPS, 2012).
Penyakit utama pada tanaman kacang panjang yaitu:
Mosaik Kuning
Gejala yang ditimbulkan pada tanaman kacang panjang jika terserang penyakit mosaik kuning adalah pemucatan tulang daun pada daun-daun muda, mengakibatkan jaringan sekitarnya mengalami klorosis, menjadi hijau muda, kemudian berkembang menjadi mosaik kuning disertai dengan malformasi daun, dan tulang daun mengerut sehingga daun bergelombang dan permukaan daun tidak merata, terjadi lepuhan, pengerdilan, dan akhirnya layu pada daun.
Akibat yang ditimbulkan pada tanaman kacang panjang yang terserang penyakit mosaik kuning adalah terhambatnya proses pembungaan, penurunan bobot polong dari 27.5% hingga 85.15%. Cara identfikasi penyakit mosaik kuning yaitu melakukan deteksi BCMV dengan uji serologi yang didasarkan pada reaksi antara antigen (virus) dan antibodi, seperti metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), metode gel double diffusion test, dot immunobinding assay (DIBA), immuno-blotting atau western blotting. Metode yang sering digunakan adalah metode deteksi molekuler polymerase chain reaction (PCR) yang memanfatkan sifat spesifik urutan nukleotida virus (Hardaningsih, 2010).
Daur hidup virus ini yaitu virus menginfeksi sel dan bereplikasi kemudian menyebar. Penularan dari penyakit mosaik kuning pada kacang oleh BCMV yaitu ditularkan oleh kutu daun (A. Craccivora) yang diawali dengan terjadinya pemucatan tulang daun, mosaik, dan malformasi daun. Ciri-ciri penting A. craccivora yaitu imago dengan panjang tubuh 1.35 mm, panjang sifunkuli 0.45 mm, panjang kauda 0.28 mm, jumlah rambut 5-6 helai, dan kepala tempat antena melekat tidak berkembang. Efisiensi penularan BCMV berkolerasi positif dengan jumlah kutu daun yang terdapat pada tanaman. Penularan oleh kutu daun yang mengandung virus tidak terjadi jika kutu daun tidak menghisap jaringan tanaman (Blackman, 2006).
Pengendalian dapat dilakukan dengan:
Menggunakan Kitosan dimana dalam pembuatan larutan kitosan, konsentrasi kitosan yang digunakan 0,1% dan 1%. Kitosan memperpanjang waktu ingkubasi sehingga virus berkembang biak dengan lambat.
Ekstrak kasar daun tumbuhan bunga pagoda, bayam duri, bunga pukul empat, C. amaranticolor, dan sambiloto dibuat dengan menggerus daun dalam air steril dan disaring. Ekstrak tanaman disemprot merata ke seluruh daun kacang panjang yang berumur 9 HST sehari sebelum inokulasi virus. Ekstrak tanaman tersebut juga memperpanjang waktu ingkubasi BCMV (Semangun, 2012).
Penyakit bercak daun
Disebabkan cendawan Cercospora canescens, termasuk dalam famili Dematiaceae. Sporanya dapat disebarkan melalui air hujan, angin, serangga, alat-alat pertanian, manusia. Gejala serangan adalah daun berbercak-bercak kecil berwarna cokelat kekuningan, lama-kelamaan bercak akan melebar dan bagian tepinya terdapat pita berwarna kuning. Bercaknya dapat menyatu sehingga bertambah besar dan mengakibatkan daun mengering dan rontok. Bila sampai menyerang polong, maka polong berbercak kelabu serta biji yang terbentuk kurang padat dan ringan. Ukuran polong dan biji menyusut. Gejala penyakit ini timbul pada umur 30- 35 HST.
Pengendalian yaitu sebelum ditanam benih direndam air panas dengan suhu 48°C selama 30 menit, rotasi tanaman, memotong bagian tanaman yang telah terserang. Penanaman varietas unggul yang tahan penyakit tersebut atau dengan menggunakan fungisida Benlate 50 WP pada waktu tanaman berumur 30 dan 40 hari. Penyemprotan diulang dengan selang waktu 5-15 hari agar lebih efektif (Sumartini, 2013).
METODE PRAKTIKUM
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah kantong plastik, gunting tanaman, buku catatan, kamera, kertas plano/manila, pensil warna, dan alat tulis. Bahan-bahan yang digunakan adalah pertanaman hortikultura (kacang panjang) dan petani sebagai narasumber.
Prosedur Kerja
Praktikan dikelompokkan (tiap kelompok 4-5 mahasiswa)
Setiap kelompok bertugas untuk melakukan pengamatan gejala serangan patogen di lapang sesuai pembagian kelompok kerjanya.
Gejala serangan dicatat dan ditentukan nama penyakit dan patogen penyebabnya
Intensitas serangan diprediksikan
Bagian tanaman yang terserang di bawa ke laboratorium sebagai koleksi.
Hasil analisis agroekosistem dituliskan pada kertas plano/manila, yang meliputi:
Gambar keadaan umum agroekosistem
Data hasil pengamatan
Serangga netral
Pembahasan
Simpulan
Rencana tindak lanjut
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
Analisis penyakit pada tanaman kacang panjang dilakukan pada hari Jumat, 30 Oktober 2015 pukul 14.00 di Desa Kebanggan Kec. Sumbang dengan kondisi cuaca saat itu cerah berawan dan kelembaban sedang sekitar 62%, tanah di sekitar lahan kering. Tanaman kacang panjang ditanam dengan sistem pertanaman monokultur. Penyakit yang ditemukan pada tanaman kacang panjang yaitu penyakit Mozaik kuning dan bercak daun cercospora. Penyakit yang dominan pada tanaman kacang panjang adalah penyakit Mozaik kuning. Tanaman yang terserang penyakit cukup banyak, hampir semua tanaman kacang panjang terserang terutama pada daun muda.
Pada agroekosistem tanaman kacang panjang tersebut komponen abiotiknya adalah tanah yang subur, cuaca yang cerah, perairan/ irigasi (pada saat musim hujan mengandalkan hujan dan kelembaban yang sedang. Untuk komponen biotiknya, tanaman kacang panjang merupakan tanaman pokok dari agroekosistem tersebut, juga ada tanaman lainnya seperti pohon pisang, jagung, buncis, talas, rumput gajah.
Pengendalian penyakit Mozaik kuning dan bercak daun cercospora pada tanaman kacang panjang dapat dikendalikan dengan memotong dan membakar bagian tanaman yang terserang. Pemangkasan ini untuk mengurangi/membuang cabang, ranting, dan daun-daun agar dapat memberikan banyak penetrasi sinar matahari, serta gerakan angin yang bebas sehingga akan mengurangi serangan penyakit. Pembakaran dilakukan pada tempat yang lumayan jauh dari pertanaman kacang panjang tuuannya untuk menghindari terjadinya penyebaran penyakit saat pengangkutan daun. Bagian tanaman yang dipangkas dimasukkan ke karung agar tidak ada daun yang jatuh dan menyebarkan penyakit.
Pengaruh tekstrur tanah terhadap peningkatan penyakit Mozaik kuning dan bercak daun cercospora yaitu pada tanah yang bertekstur ringan, akan mempermudah bagi nematoda untuk berpindah dari satu tanaman ke tanaman lain, sehingga akan membantu penyebaran patogen. Pada tanah bertekstur berat, air akan lebih mudah tertahan oleh tanah, dan akan menyebabkan tanaman inang menjadi lebih sukulentis, sehingga menjadi lebih rentan terhadap patogen. Selain itu tanah yang bertekstur berat juga memiliki aerasi yang kurang baik, sehingga akan mempengaruhi organisme yang hidup di dalamnya.
Patogen yang menyerang tanaman yang subur biasanya adalah parasit biotrof yang hidupnya tergantung pada sel yang hidup, sedangkan patogen yang menyerang tanaman yang lemah biasanya adalah patogen yang bersifat sebagai parasit lemah. Patogen yang bersifat parasit lemah apabila menyerang tanaman yang dalam kondisi subur (kuat) maka tanaman kerusakan yang ditimbulkan tidak akan mengakibatkan kerugian yang cukup berarti, tetapi apabila tanaman dalam kondisi lemah maka akan menimbulkan kerugian yang cukup besar.
Pengendalian yang dilakukan pada penyakit kacang panjan adalah pergiliran tanaman yang bukan dari famili kacang-kacangan bertujuan untuk pemutusan rantai makanan bagi penyakit dan untuk peningkatan produktivitas lahan (terutama lahan kering). Pergiliran ini sering diterapkan oleh petani dalam rangka untuk mencegah perkembangan hama dan penyakit, memelihara atau memperbaiki kesuburan tanah (ketersediaan hara dan sifat-sifat fisik tanah) serta dapat mengurangi erosi lahan. Dalam sistem ini dilakukan penanaman berbagai tanaman secara bergilir dalam 3 kali setahun pada sebidang lahan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penyakit utama yang menyerang tanaman kacang panjang yaitu penyakit Mozaik kuning dan penyakit bercak daun cercospora. Patogen penyakit Mozaik kuning yaitu cendawan cowpea aphid borne mozaik virus. Sedangkan patogen penyakit bercak daun cercospora yaitu Cercospora canencens.
Gejala serangan cendawan cowpea aphid borne mozaik virus yaitu daun yang terserang berwarna hijau muda hingga kuning dan daun tampak berlekuk-lekuk. Gejala awal Cercospora canencens yaitu bercak bulat pada kedua permukaan daun.
Analisis agroekosistem pada lahan pertanaman kacang panjang yaitu terdapat gejala serangan penyakit Mozaik kuning dan penyakit bercak daun cercospora. Intensitas serangan tidak terlalu tinggi karena musim kering sehingga kondisi suhu udara tinggi dan kelembaban rendah. Pathogen sangat lebih banyak berkembang biak pada kelembaban tinggi.
Saran
Sebaiknya semua praktikan mengikuti asistensi agar lebih memahami apa yang harus dilakukan saat praktikum. Selain itu, waktu praktikum dialokasikan lebih lama, agar semua materi yang disampaikan dapat tersampaikan secara menyeluruh.
DAFTAR PUSTAKA
Blackman. 2005. Pengendalian Penyakit pada Kacang Panjang. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Jakarta.
BPS. 2012. Produksi Kacang Panjang. Biro Pusat Statistik. Jakarta.
BPS. 2013. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Panjang. Biro Pusat Statistik. Jakarta.
Hardaningsih. 2010. Hama Tanaman dan Teknik Pengendalian. Bumi Aksara. Jakarta.
Kuswanto. 2007. Bertanam Kacang Panjang. Kanisius. Yogyakarta.
Semangun. 2012. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sugandi. 2013. Potensi Nabati Cengkeh, Lengkuas, dan Mimba untuk Pengendalian Penyakit pada kedelai dan kacang Panang. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TERPADU
ACARA IV
PENGENDALIAN HAMA LALAT BUAH TOMAT
Oleh :
Apriliane Briantika Louise
NIM A1L013055
Rombongan A2
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
LABORATORIUM PERLINDUNGAN TANAMAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan tanaman sayuran yang dapat ditanam sepanjang tahun. Buah tomat dapat dikonsumsi langsung dan dijadikan produk yang banyak digemari oleh orang Indonesia. Kendala utama dalam meningkatkan hasil produksi buah tomat adalah banyaknya serangan hama. Lalat buah merupakan salah satu dari sekian banyak hama yang menyerang tanaman tomat. Serangan lalat buah terjadi saat tanaman tomat memasuki fase pembuahan (umur 45 hari setelah tanam) sampai masa awal panen pertama (umur 90 hari). Gejala yang muncul akibat serangan lalat buah ini adalah buah tomat matang sebelum waktunya, buah tomat membusuk, dan akhirnya gugur.
Menurut Drew dan Hancock (1994), kerugian hasil panen petani buah dan sayuran akibat serangan lalat buah pada tanaman tomat mencapai 95%. Petani telah mencoba upaya pengendalian hama lalat buah, diantaranya dengan membungkus buah menggunakan berbagai alat pembungkus, pengasapan disekitar pohon, pemadatan tanah dibawah pohon untuk memutus siklus hidup, penyemprotan dengan insektisida. Usaha para petani ini dimungkinkan untuk luas lahan yang relatif sempit, tetapi tidak efisien untuk lahan yang luasnya puluhan hektar. Pengendalian lain yang lebih efektif telah dilakukan yaitu dengan menggunakan perangkap beratraktan.
Metil eugenol adalah senyawa kimia yang bersifat attraktan atau sebagai penarik serangga terutama terhadap lalat buah. Attraktan ini tidak meninggalkan residu pada buah dan mudah diaplikasikan pada lahan yang luas karena bersifat volatil (menguap), daya jangkau cukup jauh, mencapai ratusan meter, bahkan ribuan meter, bergantung pada arah angin. Daya tangkap attraktan bervariasi, bergantung pada lokasi, cuaca, komoditas dan keadaan buah di lapangan. Penelitian menunjukkan penggunaan metil eugenol dapat menurunkan intensitas serangan lalat buah pada mangga sebesar 39-59%.
Tujuan
Mangetahui teknik aplikasi feromon seks
Mengetahui tingkat keberhasilan pengendalian hama lalat buah dengan menggunakan feromon seks (metyl eugenol).
Mengetahui keuntungan pengendalian dengan menggunakan feromon seks
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill) memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat pada keunggulan-keunggulannya dalam memenuhi beberapa fungsi penting kehidupan. Fungsi-fungsi tersebut yaitu fungsi pemenuhan kebutuhan pangan, fungsi pemenuhan kebutuhan ekonomi, fungsi kesehatan, dan fungsi estetika. Tomat juga memiliki keunggulan pada jangkauan persebarannya. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah tropis hingga daerah sub-tropis tanpa harus bergantung pada musim tanam (Zulfa, 2006).
Tanaman tomat dapat tumbuh pada curah hujan sekitar 750-1.250 mm/tahun. Keadaan ini berhubungan erat dengan ketersediaan air tanah bagi tanaman, terutama di daerah yang tidak terdapat irigasi teknis. Kekurangan sinar matahari dapat menyebabkan tanaman tomat mudah terserang penyakit, baik parasit maupun non-parasit. Suhu untuk pertumbuhan tomat antara 20-27ºC. Jika suhu berada >30ºC atau <10ºC, dapat menghambat pembentukan buah tomat. Kelembaban relatif 25 % dan dapat ditanam di segala jenis tanah, mulai dari tanah pasir sampai tanah lempung berpasir yang subur, gembur, banyak mengandung unsur hara. Kemasaman tanah berkisar 5,0-7,0. Akar tanaman tomat rentan terhadap kekurangan oksigen dan tidak boleh tergenangi oleh air. Tanaman tomat dapat tumbuh di berbagai ketinggian tempat, baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah (Balai Penelitian Tanaman Sayur, 2006).
Sayuran merupakan tanaman kaya nutrisi penting dan vitamin memainkan peran utama dalam pola makan seimbang bagi manusia. Salah satu jenis sayuran penting tersebut adalah tomat. Tomat merupakan sayuran yang sangat penting karena digunakan dalam setiap jenis pola makan vegetarian. Tomat juga dikenal mengandung zat antioksidan seperti likopen. Likopen yang terkandung dalam tomat adalah suatu senyawa karotenoid dengan aktivitas antioksidan yang sangat poten. Dibandingkan senyawa karotenoid yang lain, likopen merupakan eliminator radikal bebas yang paling efektif. Selain likopen, tomat juga mengandung flavonoid dan vitamin C yang juga bekerja sebagai antioksidan dalam tubuh (Zulfa, 2006).
Tomat merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena mempunyai nilai ekonomi tinggi dan berpotensi sebagai produk ekspor. Produksi tomat di Indonesia mulai berkembang, tercatat tahun 2000 hingga 2011 produksinya relatif mengalami kenaikan dari 891,616 ton menjadi 954,046 tonkarena jumlah permintaan yang naik (Badan Pusat Statistik, 2012).
Budidaya tanaman tomat dikalangan petani mengalami kendala yang dapat menyebabkan tingkat produksi tanaman tomat rendah secara kuantitas dan kualitas. Kendala tersebut antara lain akibat hama dan infeksi patogen penyebab penyakit. Penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen seperti busuk daun, becak coklat, busuk buah, busuk lunak, becak bakteri. Hama yang sering ditemui pada tanaman tomat adalah lalat buah. Hama ini menjadi salah satu faktor pembatas produksi tomat karena mengakibatkan kerusakan dan kematian tanaman (Semangun, 2007).
Selama ini pencegahan yang dilakukan selalu menuju ke pemberantasan dengan pupuk dan bahan kimia yang sangat berdampak negatif dan berbahaya pada lingkungan yang mana makin lama akan menjadikan lingkungan semakin rusak. Maka dari itu dibutuhkan pencegahan secara hayati yang tidak membahayakan bagi kehidupan manusia serta ramah lingkungan sehingga lingkungan akan tetap lestari baik dimasa sekarang ataupun untuk masa yang akan datang.
Usaha pengendalian hama, petani banyak menggunakan fungisida sintetis karena cara ini lebih efektif dan dianggap lebih menguntungkan dibandingkan cara lainnya. Walaupun demikian ternyata kandungan bahan kimia sintetis berdampak negatif terhadap kesehatan manusia dan mencemari lingkungan. Hal ini dapat diatasi dengan cara alternatif dalam pengendalian hama, seperti penggunaan feromon seks. Sumber biologi untuk pengendalian hama tanaman merupakan alternatif potensial sebagai pengganti pestisida, dan sering dianjurkan untuk mengganti pengendalian berbasis kimia terhadap hama atau untuk mengendalikan hama yang jika dikendalikan dengan bahan kimia tidak ekonomis (Suryanto, 2009).
Lalat buah adalah hama yang banyak menyerang buah-buahan dan sayuran. Anggota ordo Diptera ini kerap menggagalkan panen yang dinanti petani buah dan sayur. Lalat buah selain menjadi hama tanaman tomat juga merupakan hama bagi tanaman holtikultura lainnya, karena sering membuat produk menjadi turun kualitasnya (busuk dan berbelatung). Hama lalat buah juga dapat menjadi penghambat perdagangan antarnegara, karena bila pada komoditas ekspor suatu produk terdapat telur lalat buah, maka produk tersebut akan ditolak.
Siklus hidup dari lalat ini yaitu satu ekor lalat betina Bactrocera dorsalis menghasilkan telur 1200-1500 butir. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan berkelompok 2-15 butir. Seekor lalat betina dapat meletakkan telur 1-40 butir/hari. Setelah 2 hari telur menetas menjadi larva yang berwarna putih kekuningan atau putih keruh, berbentuk bulat panjang dengan salah satu ujungnya runcing. Caput berbetuk runcing dengan satu sampai dua bintik yang jelas, mempunyai alat kait mulut. Stadia larva terdiri atas tiga instar (Kalshoven, 2010).
Larva lalat buah berkembang melalui tiga tahap, dengan 3 sampai 4 hari untuk setiap tahap. Larva dewasa mencapai sekitar 2/5 inci (10 mm) panjang. Mereka adalah off-mulut hitam putih dengan kait dan cahaya spirakel posterior cokelat. Pakan larva dan berkembang di dalam material host, sehingga tidak layak untuk di konsumsi manusia. Larva makan biasanya menghasilkan buah drop premature (Steck, 2007).
Kerusakan akibat serangan lalat buah ditemukan terutama pada buah yang hampir masak. Gejala awal ditandai dengan adanya lubang kecil di kulitnya yang merupakan bekas tusukan ovipositor (alat peletak telur) lalat betina saat meletakkan telur ke dalam buah. Bekas tusukan semakin meluas sebagai akibat perkembangan larva yang memakan daging buah sehingga terjadi kebusukan sebelum buah masak (Haq, 2012).
Metil eugenol adalah substansi kimia yang dapat memikat lalat buah kelamin jantan yang nanti akan masuk ke dalam perangkap modifikasi dimana dinding bagian dalam perangkap telah diolesi insektisida kontak sehingga lalat buah yang terperangkap akan mati didalam perangkap. Metil eugenol yang diteteskan pada kapas dan di masukan dalam alat perangkap yang terbuat dari botol bekas air mineral memberikan hasil yang baik sebagai senyawa pemikat terhadap lalat buah jantan, cara ini efektif dalam mengurangi populasi serta membatasi masuk dan berkembangnya lalat buah dalam suatu areal.
Metil eugenol hanya mampu menarik lalat buah jantan, karena bersifat feromon (seks feromon) yaitu senyawa yang sama dengan feromon yang dihasilkan oleh serangga betina sehingga menarik lalat jantan untuk datang, sementara penyebab kerusakan pada buah itu sendiri adalah lalat betina yang meletakkan telur pada buah dengan cara memasukkan atau melukai buah dengan ovipositornya. Metil eugenol di alam terdapat pada beberapa jenis tumbuhan antara lain daun Melaleuca dan Selasih. Selasih dan Melaleuca dapat menghasilkan minyak atsiri yang mengandung metil eugenol melalui proses penyulingan. Minyak atsiri dari daun Melaleuca mengandung metil eugenol sekitar 80% sedangkan dari selasih 63% (Gionar, 2007).
Atraktan dapat digunakan untuk mengendalikan hama lalat buah dalam 3 cara, yaitu:
Mendeteksi atau memonitor populasi lalat buah
Menarik lalat buah untuk kemudian dibunuh dengan perangkap
Mengacaukan lalat buah dalam melakukan perkawinan, berkumpul ataupun tingkah laku makan (Kardinan, 2013).
Penggunaan perangkap bertujuan untuk: 1) Menginventarisasi spesies lalat buah, 2) Mengetahui distribusi dan perkembangan populasi lalat buah, 3) Mengetahui sejak dini kehadiran lalat buah di lapangan, 4) Untuk mengevaluasi keefektifan berbagai teknik pengendalian lalat buah. Pengendalian lalat buah menggunakan perangkap dengan umpan atraktan akan berhasil apabila perangkap dipasang secara terus-menerus dan dalam jumlah yang banyak. Bentuk, warna perangkap, dan jenis senyawa kimia atraktan memegang peranan penting terhadap respon lalat buah. Perangkap untuk B. dorsalis sebaiknya terbuat dari bahan yang ringan dan mudah didapat seperti botol plastik, papan kayu, alumunium, dan kertas manila yang tahan air. Pengendalian B. dorsalis menggunakan perangkap dengan atraktan akan berhasil apabila perangkap dipasang secara terus menerus dalam jumlah yang banyak (Sunarno, 2012).
METODE PRAKTIKUM
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah botol aqua bekas, kapas, benang, tali rafia, kantong plastik, label, alat tulis, suntikan, dan kertas plano/ kertas manila. Bahan-bahan yang digunakan adalah metil eugenol dan tanaman tomat
Prosedur Kerja
Praktikan dikelompokan sesuai dengan rombongannya.
Setiap kelompok ditugaskan untuk memasang kapas yang telah diolesi larutan metil eugenol
Alat tersebut dipasang pada pertanaman tomat
Diamati setiap hari sekali selama 3 hari.
Jumlah serangga dewasa lalat buah yang terperangkap dihitung.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 01 november 2015. Praktikan memasang perangkap metil eugenol dengan menggunakan botol kemudian diletakkan dibagian cabang tanaman tomat, didekat buah yang mulai masak. Lokasi praktikum yaitu di Desa Tambaksogra Kec. Sumbang. Kondisi lahan agak subur dan dibawah tanaman tomat tidak terdapat seresah. Pengamatan dilakukan selama 3 hari, mulai tanggal 2-4 November 2015. Lalat buah yang didapat termasuk spesies Bactrocera Dorsalis. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, pengamatan dilakukan terhadap perangkap lalat buah menggunakan umpan kapas yang telah di lapisi feromon seks yang di taruh pada tanaman tomat. Perangkap kami letakkan di cabang tanaman tomat di depan.
Pada hari pertama, terdapat 17 lalat buah hidup dan tidak ada yang mati pada pagi hari sedangkan pada sore harinya terdapat lalat buah yang hidup sebanyak 7 dan yang mati ada 4 pada perangkap.
Pada hari kedua, terdapat 4 lalat buah hidup dan tidak ada yang mati pada pagi hari sedangkan pada sore harinya terdapat lalat buah yang hidup sebanyak 5 dan tidak ada yang mati pada perangkap.
Pada hari ketiga, terdapat 2 lalat buah hidup dan 6 yang mati pada pagi hari sedangkan pada sore harinya terdapat lalat buah yang hidup sebanyak 4 dan yang mati ada 1 pada perangkap.
Pada hari terjadi penurunan jumlah lalat buah yang mati maupun yang hidup. Hal ini mungkin terjadi karena lalat buah yang hidup dapat meloloskan diri dari perangkap karena lubang perangkap yang terlalu besar sehingga memungkinkan lalat buah kabur dari perangkap, sedangkan pada lalat buah yang sudah mati terdapat semut yang memakan lalat buah tersebut sehingga lalat buah yang mati dalam perangkap berkurang. Setelah dilakukannya identifikasi, jenis lalat buah yang berada dalam perangkap adalah jenis Bactrocera papayae karena di samping pohon nangka yang kami amati terdapat pohon papaya sehingga nangka dijadikan inang alternaltif bagi lalat tersebut.
Lalat buah merupakan salah satu hama potensial yang sangat merugikan produksi buah-buahan dan sayuran, baik secara kuantitas maupun kualitas). Pengendaliannya dapat dilakukan dengan tanaman Selasih (Ocimum sanctum L.) yang merupakan tanaman aromatik yang bisa juga digunakan untuk mengendalikan lalat buah, karena tanaman ini mengandung lebih dari 65% metil eugenol. Tanaman selasih juga mengandung metil kavikol (3%) dan senyawa geraniol. Penggunaan daun selasih mengakibatkan banyaknya lalat buah yang terperangkap diduga karena aroma yang dikeluarkan oleh perlakuan selasih lebih kuat sehingga menarik lalat buah dalam jumlah yang lebih banyak.
Pembuatan ekstrak selasih yaitu:
Menggunakan metode perendaman dalam air (meserasi) dan untuk mendapatkan ekstrak daun selasih, diambil daun selasih segar yang muda dengan berat ±500 gram
Daun dirajang kecil-kecil dengan cara dipotong dengan pisau,
Direndam dan diendapkan semalaman.
Cairan yang diperoleh disaring dan diencerkan sampai diperoleh konsentrasi 50%.
Ciri-ciri dari lalat buah yang menyerang tanaman tomat adalah panjang badannya sekitar 8 mm dengan sayap transparan warna tubuhnya hijau kehitaman. Dalam bentuk belatung muda berwarna putih, menjelang tua menjadi kekuningan panjangnya sekitar 1 cm. Belatung ini terletak dalam daging buah. Buah tomat yang terserang lalat buah menjadi busuk, bila dibuka terdapat belatung. Pupa lalat buah hidup dipermukaan tanah.
Ciri-ciri lalat Bactrocera dorsalis Complex:
Telur berwarna putih berukuran dengan panjang 0.8 mm dan lebar 0.2 mm.
Larva berukuran dengan panjang 7.5-10 mm dan lebar 1.5-2 mm, tidak berkaki dan berwarna putih kecoklatan.
Pupa berwarna coklat berbentuk oval dengan panjang 3-5mm.
Imago memiliki thoraks berwarna hitam dengan garis kuning di tepi thoraks, pada bagian abdomen berwana coklat kekuningan, dan sayap yang transparan (panjang satu sayap 4mm-6mm).
Panjang dari imago berukuran 6mm-8mm dengan lebar 1,5-2 mm.
Jenis kelamin Bactrocera dorsalis dapat dibedakan dengan ada atau tidaknya ovipositor pada ujung abdomen. Bila terdapat ovipositor dapat dipastikan betina.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Aplikasi feromon seks dilakukan pada tanaman tomat dengan penggunaan botol aqua bekas yang diberi lubang berbentuk segitiga dan diberi kapas yang telah diberi feromon seks.
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh jumlah lalat buah yang masuk kedalam botol dan mati pada hari pertama sebanyak ekor, pada hari kedua ekor dan pada hari ketiga adalah .
Dengan demikian, diketahui bahwa pengendalian lalat buah menggunakan feromon seks adalah berhasil. Keuntungan dari penggunaan feromon seks adalah menghemat biaya dan efektif dalam pengendalian hama lalat buah.
Saran
Sebaiknya pada saat pengamatan jumlah lalat buah yang terangkap harus teliti dan membawa kaca pembesar agar mengetahui jenis lalat buah itu sendiri. Perlu ada pengamatan lebih lanjut untuk jenis-jenis lalat buah yang terperangkap tersebut agar hasilnya tidak diragukan.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Penelitian Tanaman Sayur. 2006. Teknologi Produksi Tomat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Tomat Nasional. Jakarta.
Gionar. 2007. Budidaya Tomat Secara Komersial. Penebar Swadaya. Bandung.
Haq. 2012. Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah Penting di Indonesia. BB-Biogen. Jakarta.
Kalshoven. 2010. Keanekaragaman dan Kelimpahan Lalat Buah Pada Beberapa Sistem Penggunaan Lahan Di Bukit Rigis. Sumber Jaya. Lampung Barat.
Kardinan. 2013. Beberapa Jenis Tanaman Penghasil Atraktan Nabati Pengendali Hama Lalat Buah. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat. Vol 16(1):17-25.
Semangun. 2007. Pedoman Identifikasi Hama Lalat Buah. Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura. Jakarta.
Sunarno. 2012. Keterarikan Lalat Buah (Bactrocera,spp) terhadap Perangkap dan Umpan Berwarna. Tesis UGM. Yogyakarta.
Steck. 2007. Sebagai Salah Satu Teknik Pengendalian Yang Ramah Lingkungan. Jurnal Lintas Ilmu. Universitas Halmahera. Tobelo.
Suryanto. 2009. Hama Lalat Buah dan Pengendaliannya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Zulfa. 2009. Dasar-Dasar Ekologi Serangga. Bagian Ilmu Hama Tanaman Pertanian IPB. Bogor.
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TERPADU
ACARA V
PENERAPAN KOMPONEN PHT PADA TANAMAN KAKAO
Oleh :
Apriliane Briantika Louise
NIM A1L013055
Rombongan A2
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
LABORATORIUM PERLINDUNGAN TANAMAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman cokelat (Theobroma cacao L) termasuk famili sterculiaceae. Tanaman ini berasal dari hutan-hutan didaerah Amerika Selatan yang kemudian tanaman ini diusahakan penanamannya oleh orang-orang Indian Aztec. Kakao merupakan komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional. Kehilangan hasil kakao akibat serangan OPT di lapang merupakan kendala yang cukup dominan pada budidaya kakao di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari besarnya angka serangan OPT itu sendiri maupun dari besarnya angka input biaya pengendalian dalam pengelolaan tanaman kakao. Kerugian hakibat serangan hama dan penyakit kakao setiap tahun mencapai 30-40%, dan biaya pengendalian hama dan penyakit rata-rata sebesar 40% dari komponen biaya produksi.
Pengendalian hama terpadu (PHT) terhadap tanaman kakao merupakan cara pengendalian yang dianggap perlu bagi petani kakao. Petani berharap dengan adanya PHT kakao ini dapat mengurangi tingkat kerusakan akibat hama. Selain itu, PHT merupakan upaya kombinasi dari berbagai macam perlakuan pengendalian hama dengan mengedepankan kelestarian ekologi. Oleh karena itu, baik petani kakao maupun mahasiswa harus mengetahui teknik PHT tanaman kakao.
Pengendalian OPT harus mengarah dan berpegang pada prinsip bahwa sistem pengendalian pada suatu wilayah adalah efektif dan efisien serta berwawasan lingkungan. Konsepsi pengendalian yang dikombinasikan dari berbagai cara dan dikembangkan secara lebih luas yaitu sebagai suatu sistem pengelolaan populasi hama yang menggunakan semua tehnik yang sesuai dan kompatibel (saling mendukung) untuk menurunkan populasi sampai tingkat dibawah ambang kerugian ekonomi dan konsep ini dikenal dengan konsep Pengendalian hama Terpadu (PHT). Oleh karena itu, pada laporan praktikum kali ini akan dibahas lebih mengenai penerapan komponen PHT pada tanaman kakao, khususnya kegiatan yang dilakukan saat praktikum.
Tujuan
Mengetahui jenis hama dan penyakit pada tanaman kakao
Menerapkan beberapa komponen PHT pada tanaman kakao
Mengetahui keuntungan penerapan masing-masing komponen PHT pada tanaman kakao
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman kakao tumbuh baik di hutan tropik, sebab pertumbuhan kakao sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu. Tanaman kakao yang dapat tumbuh ada di daerah yang terletak diantara 20 LU dan 20 LS dan dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan 1600-3000 mm/tahun atau rata-rata optimumnya sekitar 1500 mm/tahun yang terbagi merata sepanjang tahun. Tanaman kakao sangat peka terhadap kekeringan yang panjang (3-4 bulan) (Sunanto, 2007).
Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon pohon yang tinggi, curah hujan tinggi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta kelembapan tinggi dan relatif sama. Habitat seperti itu, tanaman kakao akan tumbuh tinggi tetapi bunga dan buahnya sedikit. Jika dibudidayakan di kebun, tinggi tanaman umur 3 tahun mencapai 1,8-3,0 m dan pada umur 12 tahun dapat mencapai 4,50-7,0 m. Tinggi tanamannya beragam, dipengaruhi intensitas naungan serta faktor-faktor tumbuh yang tersedia. Tanaman kakao bersifat dimorsisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut tunas air (Abdullah, 2006).
Kakao merupakan tumbuhan tahunan berbentuk pohon yang biasanya mempunyai ketinggian hingga 10 m. Tanaman kakao dapat tumbuh dan berproduksi baik pada keadaan iklim dan keadaan tanah yang sesuai. Kakao merupakan tanaman tropis yang suka akan naungan dengan potensi hasil bervariasi 50-120 buah/ pohon/ tahun (Sudarmo, 2006).
Hama dan penyakit utama tanaman kakao di Indonesia saat ini yaitu Penggerek Buah Kakao (Conopomopha cramerella), kepik pengisap buah (Helopeltis spp.), kutu putih dan penyakit busuk buah, dimana semuanya berpengaruh langsung terhadap penurunan produksi kakao. Hama pada tanaman kakao ini berpengaruh terhadap pencapaian produksi. Hama ini menyebabkan kerugian yang besar bila menyerang buah-buah muda. Serangannya dapat menyebabkan buah berhenti berkembang, bahkan serangan yang berat dapat menyebabkan buah mati sehingga perlu adanya pengendalian secara terpadu agar tanaman dapat terpelihara dengan baik dan tidak merugikan secara ekonomi (BPS, 2010).
Pengendalian hama dan penyakit pada kakao dapat dilakukan secara terpadu. Komponen teknologi yang dapat dipadukan adalah kultur teknis, mekanis, biologis, pemanfaatan tanaman tahan dan kimiawi. Tujuan program PHT adalah pengembangan sistem pengelolaan hama terpadu dan berwawasan lingkungan untuk mewujudkan pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Pengembangan komponen pengendalian OPT yang akrab lingkungan seperti penggunaan agens hayati (predator, parasitoid dan patogen serangga) perlu memperoleh perhatian dan dukungan (Pawar, 2006).
Produktivitas kakao Indonesia masih dibawah rata-rata dunia dan penyebabnya adalah bahan tanaman yang kurang baik, teknologi budidaya yang kurang optimal, tanaman sudah berumur tua, serta masalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Kehilangan hasil akibat OPT mencapai 30% setiap tahunnya bahkan ada penyakit penting yang dapat mengakibatkan kematian tanaman, sehingga dalam budidaya kakao pada umumnya sekitar 40 % dari biaya produksi dialokasikan untuk biaya pengendalian OPT (Sutedjo, 2008).
Beberapa hama dan penyakit yang banyak ditemukan pada tanaman kakao diantaranya hama Penggerek Buah Kakao (Conopomopha cramerella), kepik pengisap buah (Helopeltis spp.), kutu putih dan penyakit busuk buah.
Penggerek Buah Kakao (PBK), Conopomorpha cramerella
Saat ini PBK dianggap sebagai hama utama tanaman kakao yang paling merusak di Indonesia PBK, Conopomorpha cramerella (Famili Gracillariidae: Ordo Lepidoptera) menyerang tanaman kakao hampir di seluruh daerah utama penghasil kakao di Indonesia. Hama ini menyerang buah yang masih muda sampai dengan buah yang sudah masak. Serangan hama ini dapat menyebabkan penurunan produksi buah kakao hingga lebih dari 80% dan relatif sulit dikendalikan. Selain menurunkan produksi serangan hama ini juga menyebabkan kualitas biji menjadi rendah.
Daur hidup Conopomorpha cramerella yaitu Telur berwarna jingga, diletakkan satu persatu pada permukaan kulit buah. Ulat berwarna putih kekuningan atau hijau muda. Panjangnya sekitar 11 mm. Setelah ulat keluar dari dalam buah dia berkepompong pada permukaan buah,daun, serasah, karung atau keranjang tempat buah. Kepompong berwarna putih. Ngengat aktif pada malam hari,yaitu sejak matahari terbenam sampai dengan pukul 20.30. Pada siang harimereka berlindung di tempat yang teduh dan panjang 7 mm. Seekor ngengat betina mampu bertelur 50-100 butir (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2009).
Stadium yang menimbulkan kerusakan dari hama ini adalah berupa larva/ulat yang menyerang buah kakao berukuran 3 cm sampai menjelang masak. Larva merusak buah dengan memakan daging buah, membuat saluran ke biji menyebabkan biji saling melekat, berwarna kehitaman, ukuran mengecil dan berukuran kecil sehingga kualitas biji menjadi rendah. Buah yang terserang ditandai dengan memudarnya warna kulit buah, muncul warna belang hijau kuning atau merah jingga. Buah yang sudah tua apabila diguncang tidak berbunyi karena bijinya saling melekat.
Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan pembungkusan (Kondomisasi) buah kakao yang masih berukuran kecil (muda) dengan menggunakan plastik dengan bagian bawah plastik diberi lubang. Sanitasi pada lahan perkebunan kakao ini juga perlu dilakukan untuk mengurangi kelembaban dan menjaga kebersihan lingkungan. Pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan penggunaan insektisida sesuai dengan anjuran dan kebutuhan pemakaian.
KUTU PUTIH/ Pseudococcus lilacinus (Homoptera: Psudococcidae)
Kutu berwarna putih karena diselimuti lapisan Jilin. Biasanya, kutu bersimbiosis dengan semut hitam atau semut rang-rang. Kutu dewasa seiama hidupnya dapat meletakkan telur sebanyak 300 butir. Perkembangbiakan terjadi pada musim kemarau, hidup secara berkoloni, daur hidup 37-50 hari. Gejala serangan yang disebabkan oleh kutu putih yaitu terjadi infeksi pada pangkal buah, pada bagian yang terlindung, dilanjutkan ke bagian buah yang masih kecil (diameter kurang dari 3 cm). Menghambat pertumbuhan buah, bila kerusakan terlalu berat buah dapat mengering.
Pemeliharaan tanaman secara baik:
Pemanfaatan musuh alami. Keberadaan semut hitam atau semut rang-rang dapat digunakan sebagai predator. Semut dapat diperbanyak dengan memperbanyak sarang semut menggunakan daun-daun kakao kering sebagai bumbung. Pembuatan sarang semut ini dilakukan dengan mengumpulkan daun kakao yang kering kemudian dimasukkan dalam kantong plastik hitam yang berukuran besar. Kumpulan daun dalam plastik tersebut kemudian digantung pada pohon kakao.
Penggunaan insektisida ditambah larutan pelarut lilin agar insektisida dapat langsung kontak dengan tubuh kutu.
Kepik Pengisap Buah (Helopeltis spp.)
Selain PBK, hama yang sering dijumpai pada pertanaman kakao adalah Helopeltis spp. (Famili Miridae: Ordo Hemiptera). Helopeltis spp. merupakan salah satu hama utama kakao yang banyak dijumpai hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Jenis Helopeltis yang menyerang tanaman kakao diketahui lebih dari satu spesies, yaitu H. antonii, H. theivora dan H. Claviver. Stadium yang merusak dari hama ini adalah nimfa (serangga muda) dan imagonya. Nimfa dan imago menyerang buah muda dengan cara menusukkan alat mulutnya ke dalam jaringan, kemudian mengisap cairan di dalamnya. Sambil mengisap cairan, kepik tersebut juga mengeluarkan cairan yang bersifat racun yang dapat mematikan sel-sel jaringan yang ada di sekitar tusukan. Selain buah, hama ini juga menyerang pucuk dan daun muda.
Serangan pada buah muda akan menyebabkan terjadinya bercak yang akan bersatu sehingga kulit buah menjadi retak, buah menjadi kurang berkembang dan menghambat pekembangan biji. Serangan pada buah tua menyebabkan terjadinya bercak-bercak cekung berwarna coklat muda, yang selanjutnya akan berubah menjadi kehitaman. Serangan pada daun menyebabkan daun timbul bercak-bercak berwarna coklat atau kehitaman. Sedangkan serangan pada pucuk menyebabkan terjadinya layu, kering dan kemudian mati (BPS Sumut, 2011).
Pada buah yang besar (lebih dari 5 cm), serangan menyebabkan buah menjadi tidak sempurna dan kualitas menurun karena biji buah akan tetap kecil. Bila serangan tidak berat, buah kakao yang kecil (kurang dari 5 cm) akan mengering. Pada tanaman yang sedang tidak berbuah, serangan terjadi pada tunas atau pucuk daun muda, sehingga bagian tersebut menjadi layu dan kering, daun berguguran dan tampak seperti cabang yang gundul.
Pengendalian :
Pengaturan pohon pelindung karena Helopeitis sangat menyukai kelembapan tinggi dengan suhu udara agak panas. Pemangkasan yang sejajar dengan kerniringan tanah dapat mengurangi kelembapan.
Menghilangkan tanaman inang.
Penggunaan insektisida. Penyemprotan dilakukan pada pukul 18.00-20.00 karena pada saat itu gerakan Helopeltis lamban.
BUSUK BUAH, Penyebab Penyakit: Jamur Phytophthora palmivora
Jamur bersumber dari tanah, batang yang sakit kanker batang, buah yang sakit, dan tumbuhan inang lain. ]amur bertahan dalam tanah, jamur dapat terbawa percikan air hujan ke buah-buah yang dekat dengan tanah. Setelah mengadakan infeksi kemudian menghasilkan banyak sporangium. Sporangium dapat terbawa oleh percikan air dan angin. jamur juga dapat terbawa serangga, misalnya semut, sehingga dapat mencapai buah-buah yang tinggi.
Buah yang terserang berubah warna mulai dari ujung buah atau dekat tangkai, meluas ke seluruh buah. Buah menjadi busuk dalam waktu 14-22 hari. Busuk buah dapat timbul pada berbagai UMW buah menyebabkan buah menjadi hitam. Pada permukaan buah yang sakit timbul lapisan putih bertepung, terdiri atas jamur-jamur sekunder yang banyak membentuk spora. Jamur juga massuk ke dalam buah dan menyebabkan busuk biji tetapi bila serangan muncul menjelang buah masak, biji masih dapat dipungut (Direktorat Perlindungan Perkebunan, 2012).
Faktor yang mempengaruhi serangan penyakit busuk buah meliputi : Kelembapan udara, curah hujan, cara bercocok tanam, banyaknya buah pada pohon, dan jenis tanaman. Pengendalian serangan penyakit ini meliputi :
Mempertambah seresah sebagai mulsa di sekitar pangkal batang akan mencegah terjadinya percikan air yang membawa tanah yang terinfeksi jamur. Adanya mulsa akan meningkatkan kegiatan mikroorganisme saprofit yang bersifat berlawanan terhadap jamur.
Mengurangi kelembapan kebun, dengan cara memperbaiki drainase serta pemangkasan tanaman dan pohon pelindung secara teratur.
Menggunakan fungisida, penyemprotan terhadap buah kakao dilakukan pada musim penghujan.
Terdapat beberapa komponen PHT yang dapat diterapkan dalam pertanaman kakao yaitu:
Sanitasi
Sanitasi adalah tindakan membersihkan areal perkebunan kakao dari segala sampah seperti ranting, cabang, dan daun serta bahan lain yang tidak diinginkan. Bahan lain disini seperti sisa-sisa kulit buah hasil panen termasuk juga buah kakao yang terserang hama penyakit, disamping itu juga dilakukan juga pembersihan terhadap gulma atau rumput. Keadaan ini akan menciptakan suatu kondisi yang tidak sesuai dengan lingkungan untuk perkembangbiakan hama PBK.
Pemangkasan
Tujuannya untuk membentuk tanaman dan tajuk kakao yang memacu perkembangan cabang sekunder, merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman seperti merangsang pembungaan dan pembuahan serta untuk pengendalian hama dan penyakit yang menyerang tanaman kakao dan menghasilkan banyak buah. Pemangkasan dilakukan dengan membuang cabang-cabang atau ranting kakao yang saling bertumpang tindih dan mengurangi lingkar tajuk tanaman penaung yang terlalu lebat agar cahaya matahari bisa masuk ke dalam kebun.
Keunggulan dari pemangkasan yaitu ketahanan kakao sangat ditentukan oleh pemangkasan, kalau tidak dilakukan dengan baik maka akan mengurangi hasil kakao selama beberapa bulan bahkan beberapa tahun dan meningkatkan serangan penyakit serta pertumbuhan gulma. Pemangkasan akan menghasilkan pohon dengan tajuk terbuka hingga memungkinkan matahari masuk.
Penyelubungan
Kondomisasi adalah perlakuan memberikan selubung pada buah kakao agar imago hama penggerek buah tidak dapat meletakan telurnya di permukaan buah. Selubungnya dapat menggunakan kantong plastik yang ujung bagian atasnya diikatkan pada tangkai buah yang masih kecil. Plastik yang digunakan untuk kondomisasi minimal berukuran 30x15 cm. Agar kelembaban dalam selubung tidak terlalu tinggi, bagian ujung selubung yang menghadap ke bawah harus dilubangi. Dengan penyelubungan buah tersebut, hama tidak bisa meletakkan telurnya pada kulit buah sehingga buah akan terhindar dari geretan larva.
Pembuatan sarang semut
Semut hitam dapat dimanfaatkan dalam pengendalian hama penghisap buah dan PBK. Semut hitam dapat menjadi kompetitor yang menyebabkan serangga PBK betina kesulitan meletakkan telurnya di permukaan buah kakao. Semut hitam juga dapat memangsa larva (ulat) PBK yang baru keluar dari dalam buah kakao yang hendak mempupa.
Pemupukan
Pemupukan berimbang yang dilakukan sejatinya membantu tanaman untuk tumbuh dan meningkatkan sistem kekebalan tubuhnya. Dengan pemupukan yang tepat dosis, waktu, jenis, dan cara, tanaman akan lebih kuat dalam menghadapi serangan hama ini. Ketersediaan unsur hara berkaitan erat dengan pertumbuhan dan produktivitas yang optimal, maka pengendalian hama bisa dilakukan dengan cara memberikan pupuk yang cukup. Terpenuhinya unsur hara yang dibutuhkan tanaman akan memperlancar proses metabolisme tanaman. Lancarnya poses tersebut akan mempercepat masaknya buah, sehingga akan mengurangi tingkat kerusakan buah dan memungkinkan frekuensi panen lebih sering. Disamping itu pertumbuhan tanaman yang optimal akan mempengaruhi daya tahan tanaman terhadap serangan hama PBK meskipun pengaruhnya tidak begitu besar (Wardojo, 2013).
METODE PRAKTIKUM
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah cangkul, kantong plastik (ukuran 15 x 35 cm dan tebal 0,25 cm) bambu (panjang 4 m), gergaji, gunting pangkas, karet gelang, dan alat tulis. Bahan- bahan yang digunakan adalah tanaman kakao yang sedang berbuah muda, pupuk kandang, dan air.
Prosedur Kerja
Mahasiswa dibagi ke dalam kelompok kecil (3-5 orang)
Bahan dan alat disiapkan
Mahasiswa diajak pergi ke pertanaman kakao
Hama dan penyakit yang ada diamati
Komponen PHT diterapkan dan dievaluasi hasilnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pemangkasan tanaman kakao
Pemupukan
Penyelubungan Buah kakao
Pembuatan Sarang Semut
Pembahasan
Produktivitas dan produksi tanaman kakao ditingkatkan dengan melakukan peninjauan penggunaan media tanam yang digunakan dalam pembibitan dimana media tanam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman kakao. Media tanam dipembibitan umumnya menggunakan tanah lapisan atas dengan pertimbangan lapisan tanah tersebut biasanya subur dan gembur. Kriteria ini penting untuk media tanam di pembibitan, mengingat benih yang telah tumbuh menjadi bibit merupakan tanaman muda yang relatif rentan terhadap kondisi lingkungan tumbuh yang dapat menghambat awal pertumbuhannya.
Menurut Sunanto (2007), hama dan penyakit lain yang menyerang tanaman kakao adalah penggerek cabang,ulat kantong, toxoptera aurantii bayer,kutu jengkal, penyakit kanker batang, penyakit busu buah diplodia, penyakit vascular steak dieback, penyakit bercak daun, penyakit busuk buah monilia dan penyakit akar.
Empat prinsip PHT menurut Andang agustian, 2009 yaitu: (1) budidaya tanaman sehat, (2) pelestarian musuh alami, (3) pengamatan agroekosistem secara rutin, dan (4) petani menjadi ahli PHT dan manajer di kebunnya. Berdasarkan praktikum yang dilakukan, praktikan menggunakan komponen PHT yang alami tanpa menggunakan pestisida apapun. Beberapa pengendalian tersebut antara lain sanitasi, pemupukan, pemangkasan, penyelubungan buah, dan pembuatan sarang semut serta panen sering.
Sanitasi
Cara sanitasi penting untuk mematikan PBK yang ada dalam buah yang sudah dipanen. Jika tidak dimatikan, PBK tersebut dapat berkembangbiak dan menyerang buah yang masih ada di pohon. Setelah buah dipanen, seluruhnya dibelah, kulit buah dimasukkan ke dalam lobang dan ditutup dengan tanah atau dengan plastik untuk membunuh larva yang masih ada/hidup pada buah. Jika tidak segera dikerjakan simpanlah buah dalam karung plastik yang diikat rapat. Cara tersebut mencegah PBK keluar dan menyerang buah yang belum masak di pohon.
Pemupukan
Dampak utama pemupukan terhadap tanaman kakao adalah merangsang pertumbuhan yang baik. Dampak ini meningkatkan ketahanan kakao terhadap PBK. Tanaman kakao yang tumbuh sehat akan lebih tahan terhadap serangan PBK.Karena itu, lakukanlah pemupukan yang benar dengan memperhatikan dosis, jenis,cara, waktu, dan tempat.
Pemangkasan
Pemangkasan dilakukan diatas mata tunas pada batang kakao agar batang tersebut dapat tumbuh lagi. Pemangkasan juga bermanfaat untuk mengendalikan PBK. Melalui pemangkasan kita mengurangi/membuang cabang, ranting, dan daun-daun yang tidak berguna sehingga penggunaan zat makanan lebih efektif, dan tanaman kakao akan semakin baik pertumbuhannya, bukan hanya dalam hal tajuk tetapi juga dalam pertumbuhan buah. Pemangkasan juga akan memberikan banyak penetrasi sinar matahari, serta gerakan angin yang bebas sehingga akan mengurangi serangan PBK.Karena itu, lakukanlah pemangkasan yang tepat waktu dan cara benar, baik dalam pemangkasan bentuk, pemangkasan produksi, maupun pemangkasan pemeliharaan.
Pembungkusan
Kantong plastik yang dipasang pada buah dapat mencegah serangan PBK. Kantong tersebut harus dilobangi di bagian bawah supaya air dapat keluar. Jika tidak dilubangi, mungkin buah kakao akan membusuk. Saat yang tepat pengantongan adalah pada saat ukuran panjang buah sekitar 8 cm.
Pengendalian Hayati
Pada praktikum ini juga dilakukan pembuatan sarang semut dengan cara seresah daun dikumpulkan pada kresek hitam kemudian diberi gula jawa dan diikatkan pada percabangan batang kakao. Semut rangrang atau semut hitam bertindak sebagai predator alami. Serangga kutu putih umumnya bersimbiosis dengan semut. Predatisme terhadap kutu putih terjadi pada semut yang primitif perilakunya. Namun, dapat juga terjadi adanya perlindungan dari semut kepada kutu putih dari musuh alaminya. Simbiosis mutualisme antara semut dan kutu putih yaitu semut melindungi kutu putih dari serangan musuh alaminya, dan dari cuaca yang buruk, serta membantu dalam pemencaran atau penyebaran kutu putih ini. Sebagai imbalannya semut mendapatkan embun madu yang dihasilkan oleh kutu ini sebagai sumber makanan semut tersebut.
Adanya kutu putih pada buah kakao dapat mengundang semut, dan semut tersebut dapat mengusir hama utama penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella) dan penghisap buah kakao (Helopelthis antonii). Pada akhirnya hama tersebut tidak dapat meletakkan telurnya pada buah kakao tersebut. Antara semut dan kutu putih ini berkorelasi positif, yaitu semakin banyak kutu putih yang ada pada tanaman kakao tersebut, maka akan mengundang semut lebih banyak pula, sedangkan antara semut dan serangga hama seperti C. cramerella dan H. antonii berkorelasi negatif, yaitu semakin banyak semut yang ada pada tanaman kakao, maka akan semakin sedikit hama C. cramerella dan H. antonii yang menyerang tanaman tersebut (Nasution, 2008).
Panen sering
Menurunkan jumlah PBK, sebaiknya semua buah yang sudah masak atau masak awal dipanen seminggu sekali. Cara ini menghindari perpanjangan perkembangan atau daur hidup PBK di kebun.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada tanaman kakao, diketahui bahwa terdapat beberapa hama dan penyakit yang menyerang yaitu PBK, kepik penghisap buah, kutu putih dan Busuk buah.
Pengendalian tanaman kakao yang dapat diterapkan meliputi sanitasi, pemangkasan, pemanenan buah tiap minggu, kondomisasi (pembungkusan buah), pengendalian hayati, penggunaan musuh alami dengan semut.
PHT yang diterapkan ini mampu menekan pertumbuhan dan perkembangan hama dan penyakit tanaman kakao, mengurangi biaya produksi, tidak merusak lingkungan, dan mudah untuk diterapkan.
Saran
Sebaiknya kondisi pada saat dilapangan dibuat kondusif, sehingga apa yang dijelaskan dan dipraktikkan dapat dipahami dengan baik. Praktikum dilakukan secara efisien baik waktu pelaksanaan maupun kegiatan praktikum yang dilaksanakan
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. 2006. Bahan Organik Peranannya Bagi Perkebunan Kakao. Warta Puslit Kakao. Bengkulu.
BPS. 2010. Luas dan Total Produksi Tanaman Kakao. BPS. Jakarta.
BPS Sumut. 2010. Luas dan Total Produksi Tanaman Kakao. BPS. Medan.
Nasution. 2008. Penyebaran dan Tingkat Serangan Kutu Putih Pepaya di Sulawesi Utara. Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura. Sulawesi Utara.
Pawer. 2006. IPM & Plant Science Industries in India. Shree Vivekand Research and Training Institute (VRTI). Agrolinks Journal. Gujarat. India.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2009. Buku Pintar Budi Daya Kakao. Agromedia. Jakarta.
Sudarmo. 2006. Kajian Penyarungan Buah Muda Kakao Sebagai Suatu Metode Pengendalian Penggerek Buah Kakao (PBK). Prosiding Seminar Ilmiah Makassar. Sulawesi Selatan.
Sunanto. 2007. Cokelat: Budidaya, Pengolahan Hasil, dan Aspek Ekonominya. Kanisius. Yogyakarta.
Sutedjo. 2008. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.
Wardojo. 2013. Strategi Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) di Indonesia. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Sulawesi Barat.
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TERPADU
ACARA VI
PETUNJUK LAPANGAN
Oleh :
Apriliane Briantika Louise
NIM A1L013055
Rombongan A2
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
LABORATORIUM PERLINDUNGAN TANAMAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok utama kakao dunia. Kondisi ini merupakan suatu peluang yang baik bagi Indonesia karena sebenarnya Indonesia berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia. Faktor yang perlu diperhatikan dalam mengusahakan tanaman kakao adalah penggunaan bibit unggul dan bermutu.
Tanaman kakao merupakan tanaman tahunan, karena itu kesalahan dalam pemakaian bibit akan berakibat buruk dalam pengusahaannya, walaupun diberi perlakuan kultur teknis yang baik tidak akan memberikan hasil yang diinginkan, sehingga modal yang dikeluarkan tidak akan kembali karena adanya kerugian dalam usaha tani. Untuk menghindari masalah tersebut, perlu dilakukan cara pembibitan kakao yang baik.
Pembibitan adalah suatu kegiatan untuk menghasilkan atau memproduksi bibit. Kegiatan yang dilakukan dalam pembibitan terdiri dari perencanaan pembibitan, pembangunan persemaian, penyiapan media bibit, perlakuan pendahuluan terhadap benih sebelum disemaikan, penyemaian benih, penyapihan bibit, pemeliharaan bibit, pengepakan dan pengangkutan bibit serta administrasi pembibitan.
Pembibitan tanaman kakao dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu air, cahaya matahari, unsur hara, suhu, dan kelembaban. Pertumbuhan vegetatif bibit terbagi atas pertumbuhan daun, batang dan akar. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pertumbuhan daun dan batang ialah hormon dan nutrisi,status air dalam jaringan tanaman, suhu udara dan cahaya. Pertumbuhan akar dipengaruhi suhu media tumbuh, ketersediaan oksigen (aerasi), faktor fisik media tumbuh, pH media tumbuh, selain faktor dalam dan status air dalam jaringan tanaman. Pertumbuhan daun dan perluasan batang menentukan luas permukaan daun dan struktur tajuk yang sangat penting sehubungan dengan proses fotosintesis. Perluasan akar akan menentukan jumlah dan distribusi akar yang kemudian akan berfungsi kembali sebagai organ penyerap unsur hara mineral.
Tujuan
Membuat Petunjuk lapang
Mengetahui kegunaan petunjuk lapang.
Berlatih memandu dengan teknis khusus
TINJAUAN PUSTAKA
Perbanyakan tanaman secara vegetatif akan menghasilkan populasi tanaman homogen dalam sifat-sifat genetiknya. Perbanyakan secara vegetatif dilakukan dengan menggunakan bagian-bagian tanaman seperti cabang, ranting, pucuk, daun, umbi dan akar. Prinsipnya adalah merangsang tunas adventif yang ada dibagian-bagian tersebut agar berkembang menjadi tanaman sempurna yang memiliki akar, batang dan daun sekaligus. Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakukan dengan cara cangkok, sambung, setek dan kultur jaringan (AgroMedia, 2007).
Teknologi sambung pucuk adalah penggabungan dua individu klon tanaman kakao yang berlainan menjadi satu kesatuan dan tumbuh menjadi tanaman baru. Teknologi ini menggunakan bibit kakao sebagai batang bawah yang disambung dengan entres dari kakao unggul sebagai batang atas. Bibit batang bawah siap disambung pada umur 2,5–3 bulan.
Menurut Limbongan (2011) sebagian besar petani kakao yang tergabung dalam kelompok tani penangkar memilih menggunakan teknologi sambung pucuk. Hal ini karena teknologi sambung pucuk mudah diterapkan, tingkat keberhasilannya lebih tinggi, bahan yang digunakan mudah diperoleh, dan teknologinya sudah dikenal oleh petani setempat.
Menyambung (grafting) merupakan suatu usaha perbanyakan tanaman dengan cara melukai atau menyayat kedua individu tanaman yang masih satu species atau varietas dengan berbagai keunggulannya. Keduanya digabungkan sehingga kambium mata tunas (entres) dan kambium batang bawah saling melekat satu sama lain dan semakin banyak bagian yang melekat sesama kambium tersebut semakin besar kemungkinannya untuk tumbuh. Keberhasilan penyambungan sangat tergantung pada kualitas batang bawah dan entres. Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada sambung pucuk adalah:
Batang bawah merupakan tanaman yang sehat, mempunyai perakaran yang dalam dan berasal dari jenis unggul. Bila berasal biji, tanaman telah berumur 3-4 bulan.
Batang atas diambil dari cabang atau tunas yang tumbuh ke atas (orthotrop)
Entres diusahakan tidak terinfeksi penyakit dan entres diusahakan dalam keadaan lembab, sebaiknya setelah dipotong dibungkus dengan kertas koran basah dan dimasukkan dalam kotak (box) yang bersih;
Pemeliharan tanaman dan kondisi sambungan sangat diperlukan yaitu membungkus sambungan dan menjaga kelembabannya agar tanaman tidak kekeringan. Tunas akan tumbuh setelah 7-10 hari dan penyambungan berhasil apabila setelah 2 bulan hasil sambungan tumbuh (Ditjenbun, 2006).
Menurut Suhendi (2007), Faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas kakao selain serangan hama dan penyakit, anomali iklim, tajuk tanaman rusak, populasi tanaman berkurang, teknologi budidaya oleh petani yang masih sederhana, penggunaan bahan tanam yang mutunya kurang baik juga karena umur tanaman yang sudah cukup tua sehingga kurang produktif lagi. Tanaman kakao umumnya memiliki produktivitas yang hanya tinggal setengah dari potensi produktivitasnya. Kondisi ini berarti bahwa tanaman kakao yang sudah tua potensi produktivitasnya rendah, sehingga perlu dilakukan rehabilitasi.
Upaya rehabilitasi tanaman kakao bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan potensi produktivitas dan salah satunya dilakukan dengan teknologi sambung pucuk. Menurut Prastowo (2006) sambung pucuk merupakan teknik perbaikan tanaman yang dilakukan dengan cara menyisipkan batang atas (entres) dengan klon-klon yang dikehendaki sifat unggulnya pada sisi batang bawah. Tujuan perbaikan tanaman adalah untuk meningkatkan produktivitas dan mutu biji yang dihasilkan.
Petunjuk lapang adalah petunjuk yang digunakan untuk membantu para calon pemandu dan Pemandu lapang (PL-1 dan PL-2) dalam meberikan materi khusus dihadapan para petani. Akan tetapi meskipun sudah dibuat petunjuk lapang, pemandu juga harus tetap mencari referensi lain terkait permasalahan atau materi yang akan disampaikan kepada petani. Pembuatan petunjuk lapang, perlu memperhatikan hal-hal yang menyangkut tahap-tahap pembuatan dan isi dari petunjuk lapang tersebut.
Petunjuk lapang harus memuat beberapa hal berikut:
Latar Belakang
Berisi uraian penjelasan yang ,melatarbeloakangi topik atau materi yang akan disampaikan.
Tujuan
Memuat tujuan yang akan dicapai dari topik yang akan disampaikan. Tujuan tersebut mengacu kepada peserta yang akan mengikuti Kegiatan lapang / SL- PHT.
Bahan dan alat
Berisi bahan- bahan dan alat yang digunakan selama kegiatan lapang dilakukan, yang mendukung kelancaran kegiatan lapang tersebut
Langkah- langkah atau prosedur pengerjaan di lapang, berisi langkah- langkah yang akan dikerjakan oleh para peserta atau petani, memuat teknis pelaksanaan, seperti pembagian kelompok, penggunaan bahan dan alat, dan sebagainya.
Bahan diskusi
Berisi pertanyaan yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan topik yang disampaikan. Seperti perumusan maslah yang harus diselesaikan
METODE PRAKTIKUM
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan adalah kertas plano, alat tulis dan buku-buku referensi. Bahan yang digunakan adalah bibit tanaman kakao dan entres.
Prosedur Kerja
Praktikan dikelompokkan sesuai dengan rombongannya, tiap kelompok terdiri 2 mahasiswa.
Peserta menyiapkan alat dan bahan
Peserta membuat pembibitan sambung pucuk dengan langkah-langkah:
Bibit kakao disiapkan
Entres disiapkan, satu entris dengan 3 buah mata tunas
Batang bawah (bibit kakao) dipotong dengan menyisakan 3-4 helai daun kemudian belah ujung batang tersebut dengan panjang 3-4 cm
Entres diambil kemudian sayat di kedua sisinya sepanjang 3-4 cm
Entres yang telah disayat ditempel kedalam belahan batang bawah kemudian ikat dengan rapi
Sambungan ditutup dengan menggunakan plastik es yang tersedia kemudian diikat
Sambungan disimpan di tempat yang teduh selama kurang lebih 2 minggu
Sungkup atau penutup sambungan dibuka apabila mata tunas telah tumbuh
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Gambar. Bagan alat dan bahan Petlap
Langkah-langkah sambung pucuk
1. Alat dan bahan 2. Entres disayat 3. Batang bawah dibelah
4. entres ditempel ke bagian tengah 5. Sambungan diikat
6. Sambungan disungkup plastik 7. Sungkup di ikat
Pembahasan
Indonesia merupakan salah satu negara pembudidaya tanaman kakao paling luas di dunia dan termasuk Negara penghasil kakao terbesar ketiga. Tanaman coklat (Theobroma cacao L) termasuk famili Streculiaceae. Tanaman ini berasal dari amerika selatan dan kemudian tanaman ini diusahakan penanamannya oleh orang-orang indian Aztec. Pembibitan dilakukan untuk memperoleh bibit yang sesuai dengan jenis yang diinginkan seperti bibit yang sehat dan mempu beradaptasi dengan baik pada lingkungannya.
Tanaman kakao dapat diperbanyak baik secara generatif maupun vegetatif. Perbanyakan generatif merupakan cara memperbanyak tanaman dengan menggunakan biji. Bibit coklat yang berasal dari biji harus dibebaskan dari pulp yang melekat, pulp menyebabkan tumbuhnya jamur dan serangan semut sehingga biji membusuk. Pada tanaman kakao dikenal dua macam perbanyakan vegetatif yang lazim, yaitu setek (cuttings) dan okulasi (budding). Perbanyakan secara sambungan (grafting) Cangkokan (air layering). Bibit yang baik (klon unggul) dan sehat akan menjamin produksi yang baik pula. Pembibitan dengan metode sambung pucuk mempunyai kelebihan yaitu dapat diperoleh bahan tanam yang identik dengan induk asal entresnya. Berbeda dengan bahan tanam dari biji yang sulit dipastikan apakah bakal memiliki karakteristik yang sama dengan induknya. Selain itu, bibit sambung pucuk memiliki perakaran yang kuat karena batang bawahnya berasal dari biji. Berbeda bibit asal stek yang memiliki akar serabut.
Sulit bagi petani bila mereka tidak memiliki bibit yang diperlukan untuk melakukan rehabilitasi. Karenanya, pembangunan fasilitas pembibitan sendiri akan memberikan beberapa manfaat:
Petani dapat mengatur klon apa yang diinginkan.
Petani dapat mengatur waktu pertumbuhan bibit disesuaikan dengan kepentingan petani dalam melakukan rehabilitasi.
Dapat menjadi tambahan pendapatan petani dengan menjual klon-klon yang telah terbukti unggul.
Dapat digunakan kapan saja, dan tidak tergantung dengan yang sumber lain.
Seleksi Bibit
Untuk memperoleh bibit siap tanam yang seragam, perlu dilakukan sortasi atau pemilihan keseragaman bibit yang digolongkan menjadi bibit-bibit: baik, sedang, dan jelek. Bibit yang baik untuk ditanam di lapangan harus memenuhi mutu baku dari bibit yang siap ditanam, yaitu :
Umur bibit telah 4-5 bulan
Tinggi bibit 50-60 cm
Jumlah daun 20-24 lebar dan minimum mempunyai 4 lebar daun tua
Diameter batang bibit bagian bawah sekitar 8 mm
Bibit dalam keadaan sehat (tidak terserang hama dan penyakit), dan utuh (tidak patah dan sebagainya), serta tumbuh normal (tidak bengkok dan sebagainya).
Sedangkan bibit yang tidak dapat digunakan adalah bibit yang mempunyai tanda-tanda :
Terlalu pendek dari pertumbuhan rata-rata seluruh bibit.
Bibit yang pertumbuhannya menyimpang (disortasi).
Bibit yang sudah membentuk cabang perapatan.
Bibit yang rusak seperti patah, bengkok, terserang hama atau penyakit. Bibit dapat ditanam di lapangan setelah berumur 6-12 bulan.
Adapun bahan yang digunakan adalah bibit tanaman kakao. Alat yang digunakan pisau, tali plastik, gunting pangkas dan kantong plastik sungkup sebagai penutup. Langkah-langkah dari pembuatan sambung pucuk bibit kakao yaitu:
Bibit kakao disiapkan
Entres disiapkan, satu entris dengan 3 buah mata tunas
Batang bawah (bibit kakao) dipotong dengan menyisakan 3-4 helai daun kemudian belah ujung batang tersebut dengan panjang 3-4 cm.
Entres diambil kemudian sayat di kedua sisinya sepanjang 3-4 cm.
Entres yang telah disayat ditempel kedalam belahan batang bawah kemudian ikat dengan rapi.
Sambungan ditutup dengan menggunakan plastik es yang tersedia kemudian diikat.
Sambungan disimpan di tempat yang teduh selama kurang lebih 2 minggu.
Sungkup atau penutup sambungan dibuka apabila mata tunas telah tumbuh
Pada waktu memasukkan entres ke belahan batang bawah perlu diperhatikan agar kambium entres bisa bersentuhan dengan kambium batang bawah. Sambungan kemudian disungkup dengan kantong plastik bening dan agar sungkup plastik tidak lepas bagian bawahnya perlu diikat. Tujuan penyungkupan ini untuk mengurangi penguapan dan menjaga kelembaban udara di sekitar sambungan agar tetap tinggi. Tanaman sambungan kemudian ditempatkan di bawah naungan agar terlindung dari panasnya sinar matahari. Biasanya 2-3 minggu kemudian sambungan yang berhasil akan tumbuh tunas. Sambungan yang gagal akan berwarna hitam dan kering. Pada saat ini sungkup plastiknya sudah bisa dibuka, tetapi pita pengikat sambungan baru boleh dibuka 3-4 minggu kemudian. Selanjutnya tinggal merawat sampai bibit siap dipindah ke kebun.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Petunjuk lapang memudahkan penyuluh dalam memberi penjelasan kepada para peserta / petani.
Petunjuk lapang berisi :
Latar belakang
Tujuan
Bahan dan alat
Langkah-langkah
Bahan diskusi
Sambung pucuk digunakan untuk meningkatkan produksi tanaman kakao karena menghasilkan tanaman yang identik. Keunggulan dari sistem ini adalah memiliki perakaran yang kuat, masa berbuah lebih cepat, ukuran tanaman yang lebih pendek, memiliki sifat genetis yang berasal dari induknya.
Saran
Sebaiknya penyuluh lebih cakap menggunakan bahasa yang sederhana dalam memberi penjelasan.
DAFTAR PUSTAKA
Agromedia. 2007. Manajemen Pembibitan Sambung Pucuk. PT Agromedia Pustaka. Depok.
Ditjenbun. 2006. Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta.
Limbongan. 2011. Kesiapan Penerapan Teknologi Sambung Pucuk untuk Mendukung Program Rehabilitasi Tanaman Kakao. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Makassar. Sulawesi Selatan.
Suhendi. 2007. Komposisi Klon dan Tata Tanam pada Rehabilitasi Tanaman Kakao dengan Teknologi Sambung Pucuk. Warta Puslit Kopi dan Kakao. Makassar.
Prastowo. 2006. Pedoman teknis sambung pucuk kakao. Warta Puslit Kopi dan Kakao. Makassar.