BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di zaman sekarang ini pengobatan tradisional yang menggunakan bahan-bahan alam telah sangat berkembang hingga saat ini, dan sangat menarik minat masyarakat pada umumnya untuk kembali menggunakan bahan-bahan alam sebagai obat karena mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan obat-obat sintesis. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemisahan senyawa benrmanfaat dari tamanan untuk dapat di manfaatkan secara maksimal.
Istilah kromatografi mula-mula ditemukan oleh Michael Tswett (1908), seorang ahli botani Rusia. Diambil dari bahasa Yunani (chromato = penulisan dan grafe = warna). Yang berarti penulisan dengan warna. Kromatografi adalah cara pemisahan campuran yang didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (stationary) dan fasa bergerak (mobile). Dimana dalam kromatografi fasa diam dapat berupa zat padat atau zat cair, sedangkan fasa bergerak dapat berupa zat cair atau gas.
Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan senyawa yang akan dipisahkan. Kromatografi digunakan sebagai untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponennya, misalnya senyawa Flavonoida yang terdapat pada tahu, tempe, bubuk isoflavon memiliki banyak manfaat.
Kromatografi kolom konvensional adalah metode kromatografi klasik yang sampai saat ini masih banyak digunakan. Metode ini banyak digunakan oleh peneliti-peneliti bahan alam pada umumnya dan juga digunakan oleh percobaan-percobaan praktikan mahasiswa.
Adapun Tujuan digunakannya metode ini adalah untuk memisahkan senyawa –senyawa dalam jumlah banyak. Prinsip kerja dari kromatografi kolom jenis ini adalah kecendrungan komponen kimia untuk terdistribusi kedalam fase diam atau fase gerak dengan proses elusi berdasarkan gaya gravitasi.
Rumusan masalah
Apa defenisi umum dan bagaimana prinsip kerja alat kromatographi kolom konvensional
Apakah pengaruh penggunaan eluen dengan berbagai perbandingan terhadap proses isolasi ?
Apa hasil yang dapat diperoleh dari metode Kromatography Kolom Konvensional?
Maksud dan Tujuan Praktikum
Maksud
Adapun maksud dari percobaan kali ini adalah untuk mengetahui dan memahami cara penggunaan serta prinsip kerja kromatografi kolom kovensional menggunakan fraksinasi kasar daun bagore (Caesalpinia crista L.).
Tujuan
Untuk memisahkan senyawa kimia fraksinasi kasar daun bagore (Caesalpinia crista L.) menggunakan kromatografi kolom konvensional berdasarkan warna dan tingkat kepolaran.
Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ini yaitu praktikan dapat mengetahui prinsip dan mekanisme kerja dari kromatografi kolom dalam memisahkan senyawa dengan berbagai perbandingan eluen dari kepolaran rendah hingga kepolaran yang tinggi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Uraian Tanaman
Klasifikasi Ilmiah (Itis.gov.2014)
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Famili : Caesalpiniaceae
Genus : Caesalpinia
Spesies : Caesalpinia crista L.
Nama simplisia : Daun Bagore
Kandungan kimia : Alkaloid, karbohidrat, glikosida, tannin, flavonoid, dan kumarin
Metode Isolasi
Isolasi adalah proses pemisahan komponen kimia yang terdapat dalam suatu ekstrak. Hal ini dilakukan ketika ingin mengambil bahan aktif dari ekstrak kasar (crude extract) (Skalika-Wozniak et al, 2008).
Kromatografi adalah proses melewatkan sampel melalui suatu kolom, perbedaan kemampuan adsorpsi terhadap zat-zat yang sangat mirip mempengaruhi resolusi zat terlarut dan menghasilkan apa yang disebut kromatogram (Khopkar, 2008)
Untuk kromatografi kolom, Kolom yang diisi dengan bahan penjerap /sorpsi yang disebut kolom pemisah. Penggunaan kolom tergantung dari masalah pemisahan yaitu kolom berfilter dengan gelas bepori, yang pada ujung bawah menyempit (tabung allihan) yang pada bagian bawah menyempit dan dilengkapi dengan kran sedangkan tabung bola jarang digunakan. Perbandingan panjang tabung terhadap diameter pada umumnya ialah 40:1. Pengisian kolom dengan adsorben yang juga disebut pengemasan kolom. Agar pemisahan rata, tabung diisi sambil diketuk-ketuk menggunakan tangan atau benda lunak lainnya pada dinding kolom (Stahl,1991).
1. Kromatografi Kolom Konvensional
Kromatografi kolom adalah suatu metode pemisahan yang di dasarkan pada pemisahan daya adsorbsi suatu adsorben terhadap suatu senyawa, baik pengotornya maupun hasil isolasinya. Sebelumnya dilakukan percobaan tarhadap kromatografi lapis tipis sebagai pencari kondisi eluen. Misalnya apsolsi yang cocok dengan pelarut yang baik sehingga antara pengotor dan hasil isolasinya terpisah secara sempurna (Kasiman, 2006).
Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom, penjerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam atau bahkan tabung plastik. Pelarut (fase gerak0, dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau di dorong dengan tekanan. Pita senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari atas kolom (Sudjadi, 1986).
Kromatografi kolom dikemas kering dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan kemasan maksimum. Vakum dihentikan, pelarut yang kepolarannya rendah dituangkan ke permukaan penjerap lalu divakumkan lagi dan siap di pakai. Cuplikan dilarutkan dalam pelarut yang cocok, dimasukkan langsung pada bagian atas kolom atau pada lapisan prapenjerap dan dihisap perlahan-lahan kedalam kemasan dengan memvakumkannya. Kolom dielusi dengan campuran pelarut yang cocok, kolom dihisap sampai kering pada setiap pengumpulam fraksi (Sudjadi, 1986).
Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi klasik yang masih banyak digunakan. Kromatografi kolom digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah yang banyak berdasarkan adsorpsi dan partisi. Kemasan adsorben yang sering digunakan adalah silika gel G-60, kieselgur, Al2O3, dan Diaion (Hargono, 1986)
Cara pembuatannya ada dua macam (Hargono, 1986):
1. Cara kering yaitu silika gel dimasukkan ke dalam kolom yang telah diberi kapaskemudian ditambahkan cairan pengelusi.
2. Cara basah yaitu silika gel terlebih dahulu disuspensikan dengan cairan pengelusi yangakan digunakan kemudian dimasukkan ke dalam kolom melalui dinding kolom secarakontinyu sedikit demi sedikit hingga masuk semua, sambil kran kolom dibuka. Eluen dialirkan hingga silika gel mapat, setelah silika gel mapat eluen dibiarkan mengalir sampai batas adsorben kemudian kran ditutup dan sampel dimasukkan yang terlebih dahulu dilarutkan dalam eluen sampai diperoleh kelarutan yang spesifik. Kemudian sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam kolom melalui dinding kolom sedikit demi sedikit hingga masuk semua, dan kran dibuka dan diatur tetesannya, serta cairan pengelusi ditambahkan. Tetesan yang keluar ditampung sebagai fraksi-fraksi.
Kolom dapat dibuat dari berbagai jenis material, seperti stainless steel, aluminium, tembaga, gelas dan paduan silika. Sebagian besar sistem kolom modern terbuat dari gelas atau paduan silika. Kolom konvensional dibuat dari material pendukung yang dilapisi fase diam dari berbagai pembebanan yang dikemas di dalam kolom. Kolom kapiler terdiri dari tabung kapiler panjang yang didalamnya dilapisi dengan fase diam (fase diam dapat juga direkatkan langsung pada permukaan silika). Sebagian besar kolom kapiler terbuat dari paduan silika yang dilapisi polimer di bagian luarnya. Paduan silika sangat mudah pecah sedangkan lapisan polimer tersebut bertindak sebagai pelindungnya (Seno, 1997).
Prinsip kerja kromatografi kolom adalah dengan adanya perbedaan daya serap dari masing-masing komponen, campuran yang akan diuji, dilarutkan dalam sedikit pelarut lalu di masukan lewat puncak kolom dan dibiarkan mengalir kedalam zat menyerap. Senyawa yang lebih polar akan terserap lebih kuat sehingga turun lebih lambat dari senyawa non polar terserap lebih lemah dan turun lebih cepat. Zat yang di serap dari larutan secara sempurna oleh bahan penyerap berupa pita sempit pada kolom. Pelarut lebih lanjut / dengan tanpa tekanan udara masin-masing zat akan bergerak turun dengan kecepatan khusus sehingga terjadi pemisahan dalam kolom (Seno, 1997).
2. Kromatografi Cair Vakum
Kromatografi Suction Column and Vacuum liquid chromatography (VLC) atau kromatografi cair vakum (KCV) adalah suatu bentuk kromatografi kolom yang khususnya berguna untuk fraksinasi kasar yang cepat terhadap suatu ekstrak. Dimana kondisi vakum adalah alternatif untuk mempercepat aliran fase gerak dari atas ke bawah. Dan metode ini juga sering digunakan untuk fraksinasi awal dari suatu ekstrak yang non-polar atau ekstrak semipolar (Raymond, 2006).
Suction coloumn merupakan alat kromatografi yang merupakan modifikasi kromatografi kolom serapan. Prinsip pemisahannya sama dengan kromatografi kolom serapan. Bedanya terletak pada adanya isapan pompa vakum di bagian bawah kolom ini. Alat ini dirancang mengingat pada kromatografi kolom serapan yang pengerjaannya memakan waktu yang cukup lama. Prinsip pemisahan komponen kimia berdasarkan adsorpsi dan partisi serta dipercepat dengan isapan pompa vakum. Seperti halnya kromatografi kolom serapan, senyawa yang akan dipisahkan dilarutkan dengan pelarut yang cocok kemudian dimasukkan dalam kolom isap, selanjutnya ditambahkan eluen, eluen yang mengalir turun yang disebabkan oleh isapan pompa vakum. Hasil pemisahan ditampung dalam setiap fraksi. Volume penampungan 25 ml/fraksi dan untuk berat sampel q 10 - 30 gram volume penampungan 50 ml/fraksi. Adsorben yang digunakan sedikit lebih berbeda yaitu 35 gram silica gel 7733 dan 10 gram silika gel 7731 (Gritter, 1991).
Manfaat dari kromatografi ini yaitu menentukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek yang bermanfaat, yang ditunjukkan oleh ekstrak tumbuhan kasar bila diuji dengan sistem biologi. Dalam hal ini kita harus memantau cara ekstraksi dan pemisahan pada setiap tahap, yaitu untuk melacak senyawa aktif tersebut sewaktu dimurnihkan. Kadang-kadang keaktifan hilang selama proses fraksinasi akibat ketidakmantapan senyawa itu, dan akhirnya mungkin saja diperoleh senyawa berupa kristal tetapi keaktifan seperti yang ditunjukkan oleh ekstrak asal(Harborne, 1987).
Fasa diam yang digunakan dikemas dalam kolom yang digunakan dalam KCV. Proses penyiapan fasa diam dalam kolom terbagi menjadi dua macam, yaitu(Sarker, 2006):
a) Cara Basah
Preparasi fasa diam dengan cara basah dilakukan dengan melarutkan fasa diam dalam fase gerak yang akan digunakan. Campuran kemudian dimasukkan ke dalam kolom dan dibuat merata. Fase gerak dibiarkan mengalir hingga terbentuk lapisan fase diam yang tetap dan rata, kemudian aliran dihentikan.
b) Cara kering
Preparasi fasa diam dengan cara kering dilakukan dengan cara memasukkan fase diam yang digunakan ke dalam kolom kromatografi. Fase diam tersebut selanjutnya dibasahi dengan pelarut yang akan digunakan.
Preparasi sampel cara basah dilakukan dengan melarutkan sampel dalam pelarut yang akan digunakan sebagai fasa gerak dalam KCV. Larutan dimasukkan dalam kolom kromatografi yang telah terisi fasa diam. Bagian atas dari sampel ditutupi kembali dengan fasa diam yang sama. Sedangkan cara kering dilakukan dengan mencampurkan sampel dengan sebagian kecil fase diam yang akan digunakan hingga terbentuk serbuk. Campuran tersebut diletakkan dalam kolom yang telah terisi dengan fasa diam dan ditutup kembali dengan fase diam yang sama (Sarker, 2006).
Kromatografi Vakum Cair mempunyai keuntungan yang utama dibandingkan dengan kolom konvensional yaitu (Kasiman, 2006):
1. Konsumsi fase gerak KCV hanya 80% atau lebih kecil disbanding dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10-100μl/menit).
2. Adanya aliran fase gerak lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal jika digabung dengan spectrometer massa.
3. Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solute lebih pekat karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel klinis.
3. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
Kromatografi dalam bidang kimia merupakan sebuah tehnik analisis yang digunakan untuk memisahkan sebuah campuran ataupun persenyawaan kimia. Tehnik ini ditemukan pada tahum 1906 oleh Mikhail Tswett seorang ahli botani dari Italia yang lahir di Rusia. Tehnik pemisahan ini dilakukan terhadap pigmen tumbuhan (klorofil), dengan cara menuangkan ekstrak petroleum eter dari daun tumbuhan diatas sebuah kolom kaca yang berisi serbuk kalsium karbonat dalam arah yang tegak lurus (Najib, 2013).
Dalam perkembangan selanjutnya metode ini tidak hanya digunakan untuk mengidentifikasi noda, akan tetapi juga untuk mengisolasi ekstrak. Metode ini kemudian dikenal sebagai KLT preparatif. Metode ini paling sederhana dan murah untuk mengisolasi komponen kimia dari suatu bahan alam, dengan menggunakan lempeng yang besar terbuat dari kaca dengan ukuran 20 x 20 cm (Najib, 2013).
Metode kerjanya meliputi penotolen ekstrak bahan alam dalam bentuk pita pada lempeng. Hal ini memungkinkang sampel dalam jumlah besar dapat muat pada lempeng KLT, lempeng dikembangkan dalam pelarut yang telah diketahui mampu memisahkan komponen, yang paling penting adalah harus digunakan metode deteksi yang tidak merusak sampel (Najib, 2013).
Pada KLT preparatif, cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan berupa garis pada salah satu sisi plat lapisan besar dan dikembangkan secara tegak lurus pada garis cuplikan sehingga campuran akan terpisah menjadi beberapa pita. Pita ditampakkan dengan cara yang tidak merusak jika senyawa itu tahan warna, dan penjerap yang mengandung pita dikerok dari plat kaca. Kemudian cuplikan dielusi dari penjerap dengan pelarut polar. Cara ini berguna untuk memisahkan campuran reaksi sehingga diperoleh senyawa murni untuk telaah pendahuluan, untuk menyiapkan cuplikan analisis, untuk meneliti bahan alam yang lazimnya berjumlah kecil dan campurannya rumit, dan untuk memperoleh cuplikan yang murni untuk mengkalibrasi KLT kuantitatif (Gritter, 1991).
Jika sebuah fraksi dipekatkan dan didinginkan serta pelarutnya dibiarkan menguap lambat, Kristal dapat membentuk senyawa yang murni Kristalisasi dapat dilakukan dengan sedikit penggosokan pada bagian dalam dinding kaca selanjutnya membiarkannya di tempat dingin,bahkan dalam lemari pendingin.Beberapa deposit mungkin merupakan kristalin dan harus di cek dengan bantuan lensa tangan untuk meyakinkan bahwa deposit tersebut bukan bahan yang amorf yang berasal dari larutan saat pendinginan terjadi (Harborne,1987).
Manfaat dari kromatografi ini yaitu menentukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek yang bermanfaat, yang ditunjukkan oleh ekstrak tumbuhan kasar bila diuji dengan sistem biologi. Dalam hal ini kita harus memantau cara ekstraksi dan pemisahan pada setiap tahap, yaitu untuk melacak senyawa aktif tersebut sewaktu dimurnihkan. Kadang-kadang keaktifan hilang selama proses fraksinasi akibat ketidakmantapan senyawa itu, dan akhirnya mungkin saja diperoleh senyawa berupa kristal tetapi keaktifan seperti yang ditunjukkan oleh ekstrak asal (Harborne, 1987).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Alat dan Bahan
Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah batang pengaduk panjang, botol Coklat 60 ml, cawan porselin, corong kaca, DPPH, gelas kimia, gelas ukur, kertas saring, sendok tanduk besi, klem, pipa kapiler, lempeng KLT, pipet tetes, statif, timbangan analitik, vial.
Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah aluminium foil, fraksi methanol daun bagore (Caesalpinia crista L.), etil-Asetat, kapas, kertas saring, methanol, n-Hexan, silica gel kasar, tisu.
Prosedur Kerja
Cara kerja kromatografi kolom konvensional :
Pengemasan Silika
Proses pengemasan silica dilakukan dengan cara basah. Dimana 30 gram silica kasar dimasukkan ke dalam gelas kimia. Kemudian ditambahkan pelarut n-heksan. Diaduk dengan batang pengaduk hingga tercampur rata sambil dimampatkan dan n-heksan sudah menutupi pori terbuka pada silica kasar. Setelah mampat silica kemudian dimasukkan ke dalam kolom yang telah diberi selapis kapas tipis pada bagian dasar kolom, dan pelarutnya dikeluarkan.
Penyiapan ekstrak
Ekstrak daun bagore (Caelaspina cristal) ditimbang sebanyak 2 gram lalu dimasukkan pada cawan porselin dan dilarutkan dengan methanol.
Proses isolasi
Kolom yang telah dirangkai pada statif dan telah dimasukkan silica kemudian dimasukkan kertas saring dalam kolom pada permukaan silica. Kemudian ekstrak daun bagore (Caelaspina cristal) dimasukkan ke dalam kolom. Lalu pelarut n-heksan : etil asetat dimasukkan ke dalam kolom mulai dari kepolaran rendah hingga kepolaran tinggi (10 : 0, 9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 7:3, 8:2, 1:9, dan 0:10). Kemudian hasil isolasi ditampung pada masing-masing vial yang telah dikalibrasi sebanyak 5 mL. Diamati warna yang dihasilkan dan dipisahkan sesuai perbandingan eluen yang digunakan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Praktikum
Pelarut/eluen
Perbandingan
(mL)
Vial ke
Warna
n-heksan : etil asetat
n-heksan : etil asetat
n-heksan : etil asetat
n-heksan : etil asetat
n-heksan : etil asetat
n-heksan : etil asetat
n-heksan : etil asetat
n-heksan : etil asetat
n-heksan : etil asetat
n-heksan : etil asetat
n-heksan : etil asetat
10:0
9 : 1
8 : 2
7 : 3
6 : 4
5 : 5
4 : 6
3 : 7
2 : 8
1 : 9
0 : 10
1-3
4-10
11-14
15-18
20-29
30-39
40-48
49-57
58-67
68-76
78-87
88-96
97-106
Bening
Kekuningan – Kuningan
Kuning
Hijau – hijau pekat
Hijau pekat
Hijau pekat
Hijau pekat
Hijau
Kuning
Kekuningan
Kekuningan
Kuning pucat
Kuning pucat
Pembahasan
Isolasi adalah proses pemisahan komponen kimia yang terdapat dalam suatu ekstrak. Kromatografi adalah proses melewatkan sampel melalui suatu kolom, perbedaan kemampuan adsorpsi terhadap zat-zat yang sangat mirip mempengaruhi resolusi zat terlarut dan menghasilkan apa yang disebut kromatogram.
Kromatografi kolom konvensional adalah metode kromatografi klasik yang sampai saat ini masih banyak digunakan. Kolom kromatografi digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah banyak.
Prinsip dari kromatografi kolom jenis ini adalah kecenderungan komponen kimia untuk terdistribusi ke dalam fase diam atau fase gerak dengan proses elusi berdasarkan gaya gravitasi.
Mekanisme dari kolom konvensional dalam isolasi yaitu eluen akan berpenetrasi masuk ke dalam fase diam (silica gel) kemudian terjadi proses isolasi dan didapatkan isolate.
Pada praktikum ini proses pengemasan silica dibuat dalam cara basah karena cara basah lebih efektif dibandingkan cara kering dalam pengemasan silica karena silica dilarutkan dengan n-heksan terlebih dahulu hingga homogen sehingga proses untuk ekstrak melewati fase diam cepat dan pemisahannya lebih baik.
Eluen dialirkan untuk pemisahan komponen dengan kecepatan alir sekitar 100 tetesan per menitnya.Aliran eluen diatur agar tidak terlalu cepat agar komponen dapat terpisah. Alirannya pun diusahakan tidak terlalu lambat agar proses tidak terlalu lama. Eluen mengalir mengelusi sampel menyusuri fase diam di sepanjang kolom dengan memanfaatkan gaya gravitasi.
Proses pengemasan silica dilakukan dengan cara basah. Dimana 30 gram silica kasar dimasukkan ke dalam gelas kimia. Kemudian ditambahkan pelarut n-heksan. Diaduk dengan batang pengaduk hingga tercampur rata sambil dimampatkan dan n-heksan sudah menutupi pori terbuka pada silica kasar. Setelah mampat silica kemudian dimasukkan ke dalam kolom yang telah diberi selapis kapas tipis pada bagian dasar kolom, dan pelarutnya dikeluarkan.
Ekstrak daun bagore (Caesalpinia crista L.) ditimbang sebanyak 2 gram lalu dimasukkan pada cawan porselin dan dilarutkan dengan methanol.
Untuk proses isolasi. Kolom yang telah dirangkai pada statif dan telah dimasukkan silica kemudian dimasukkan kertas saring dalam kolom pada permukaan silica. Kemudian ekstrak daun bagore (Caesalpinia crista L.) dimasukkan ke dalam kolom. Lalu pelarut n-heksan : etil asetat dimasukkan ke dalam kolom mulai dari kepolaran rendah hingga kepolaran tinggi (10 : 0, 9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 7:3, 8:2, 1:9, dan 0:10). Kemudian hasil isolasi ditampung pada masing-masing vial yang telah dikalibrasi sebanyak 5 mL. Diamati warna yang dihasilkan dan dipisahkan sesuai perbandingan eluen yang digunakan.
Alasan penggunaan eluen dengan tingkat kepolaran yang rendah terlebih dahulu dimasukkan ke dalam kolom yaitu karena jika yang dimasukkan terlebih dahulu adalah pelarut polar maka ditakutkan senyawa non polar pada sampel akan tertarik juga sementara kita akan melakukan proses pemisahan antara senyawa polar dan polar. Dan pada akhir dari proses isolasi tidak ada lagi senyawa non polar yang akan ditarik jika pelarut non polar digunakan lebih akhir.
Dari proses penampungan hasil isolasi pada vial diperoleh hasil bahwa pelarut n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 10:0 pada vial 1-3 isolat berwarna bening dan vial 4 berwarna bening kekuning-kuningan, 5-10 berwarna kekuningan – kuning, untuk perbandingan 9:1 pada vial 11-14 berwarna kuning dan vial 15-18 berwarna hijau-hijau pekat, untuk perbandingan 8:2 vial 20-29 berwarna hijau pekat begitupun dengan vial 30-39 perbandingan 7:3 dan vial 40-48 dengan perbandingan 6:4. Untuk perbandingan 5:5 diperoleh isolate berwarna hijau pada vial 49-57, vial 58-67 dengan perbandi4ngan 4:6 berwarna kuning, pada vial 68-76 dengan perbandingan 3:7 berwarna kekuningan begitupun dengan vial 78-87 dengan perbandingan 2:8. Sedangkan untuk perbandingan 1: 9 dan 0:10 untuk vial 88-96 dan 97-106 diperoleh warna isolate kuning pucat. Untuk penentuan eluen yang baik dilihat dengan warna yang pekat dimana menunjukkan banyaknya senyawa yang ditarik.
Dari hasil isolasi didapatkan ada sebanyak 12 fraksi yaitu pada vial 4,5, 16, 19, 22, 34, 48, 54, 57, 58, 68, dan 100. Ke 12 hasil fraksi ini kemudian ditotolkan pada lempeng KLT. Dan diamati di bawah sinar UV254 dan UV366. Dan dari hasil penotolan diperoleh hasil noda yang sangat baik adalah pada vial nomor 22. Karena noda yang nampak pada sinar UV nya lebih baik dibandingkan 11 fraksi yang lainnya.
Pada praktikum ini tidak terjadi kesalahan karena pengerjaannya sesaui dengan prosedur dan ditinjau langsung dari asisten kelompok.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan yaitu :
Dari 12 fraksi yang didapatkan hanya fraksi pda vial ke 22 yang menmpakkan noda yang baik dan terang dari 11 fraksi yang lainnya.
Semakin Terang warna yang dihasilkan maka semakin polar dan pekat fraksi yang diperolah seperti warna hijau pekat dan sebaliknya semakin pudar warna yang dihasilkan maka fraksi juga kurang polar dan encer.
Saran
Sebaiknya praktikan memperhatikan baik jalannya praktikum .
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. Penuntun dan Buku Kerja Fitokimia II. Universitas Muslim Indonesia; Makassar.
Hayani, E., 2007. "Pemisahan Komponen Rimpang Temu Kunci Secara Kromatografi Kolom".Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 1.
Khopkar, S.M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press. Jakarta.
Sastrohamidjojo, Hardjono.1985. Kromatografi Edisi kedua, Liberty.Yogyakarta
Soebagio, dkk. 2000. Kimia Analitik II. JICA. Malang
Sumar Hendayana. 2010. Kimia Pemisahan. PT Remaja Rosdakarya: Bandung.
Yazid, Estien. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Andi. Yogyakarta
LAMPIRAN
Gambar 1. Untuk vial 1-10 (10:0)
Gambar 2. Untuk vial 11-19 (9:1)
Gambar 3. Untuk vial 20-29 (8:2)
Gambar 4. Untuk vial 30-39 (7:3)
Gambar 5. Untuk vial 40-48 (6:4)
Gambar 6. Untuk vial 49-57 (5:5)
Gambar 7. Untuk vial 58-67 (4:6)
Gambar 8. Untuk vial 68-76 (3:7)
Gambar 9. Untuk vial 76-87 (2:8)
Gambar 10. Untuk vial 88-96 (1:9)
Gambar 11. Untuk vial 97-106 (0:10)
Gambar 12. Hasil 12 Fraksi yang memiliki warna yang berbeda
Gambar 13. Hasil Fraksi nomor 22 yang memiliki noda yang paling baik
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL
DIANA SYAM MULIADI WAHYUDDIN
150 2012 0131
[Type the document title]