LAPORAN PRAKTIKUM FITOFARMASI FORMULASI DAN EVALUASI KAPSUL CABE JAWA (Piper retrofractum Vahl)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Disusun oleh : Putu Argianti M Trias Alfiliatiningsih Khurmatul Walidah T.A Wahyu Wahidatur Kinanthi Putri Rizki Arjun Nurfawaidi Mahmudatus Sholihah Gati Dwi Sulistyaningrum Nur Fauziah Matra Amelya Prastica Herlita P. Silalahi Hawwin Elina A. Tri Rizqi M. Ica Evita Maulidah Maulina Hari P
122210101003 122210101005 122210101009 122210101011 122210101015 122210101017 122210101019 122210101021 122210101023 122210101031 122210101037 122210101039 122210101041 112210101043 112210101046
LABORATORIUM BIOLOGI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER 2015
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Praktikum Mahasiswa dapat membuat sediaan kapsul bahan alam yang terstandar.
1.2 Latar Belakang Cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya yang memiliki banyak manfaat dan sering digunakan oleh masyarakat sebagai obat tradisional. Tanaman ini memiliki manfaat sebagai analgesik, diaforetik, karminatif, stimulan, antiinflamasi, antipiretik , antioksidan dan afrodisiak (Anwar 2001).Tanaman cabe jawa juga diketahui memiliki efek stimulan terhadap sel-sel syaraf sehingga mampu meningkatkan stamina tubuh. Di Indonesia biasanya cabe jawa digunakan sebagai bumbu pada beberapa masakah seperti gulai, kare, soto, sate padang, sambal, oseng tempe serta minuman seperti wedang secang, bir pletok, bandrek, bajigur, wedang jahe, dan kopi jamu. Cabe jawa merupakan tanaman tahunan yang banyak tumbuh di dataran rendah sampai pada ketinggian 600 m dpl. Daerah sentra produksi cabe jawa diantaranya adalah Madura, Kabupaten Lamongan, dan Lampung (Rostiana et al. 1994; Yuliani et al. 2001). Bagian tanaman yang sering digunakan adalah buah yang sudah tua, akar, dan daun yang dikeringkan. Buah cabe jawa mengandung zat-zat aktif seperti minyak atsiri, piperina, piperidina, asam palmitat, asam tetrahidropiperat, undecylenyl 3-4 methylenedioxy benzene, N-isobutyl decatrans-2 trans-4 dienamida,
sesamin,eikosadienamida,
eikpsatrienamida,
guinensina,
oktadekadienamida, protein, karbohidrat, gliserida, tannin, dan kariofelina (Aliadi et al. 1996; Hargono 1992; Depkes 2008). Cabe jawa dapat digunakan sebagai afrodisiaka. Afrodisiaka berasal dari naa Aphrodite, dewi kecantikan, cinta, dan seks dalam mitos Yunani. Secara umum pengertian afrodisiak adala semua bahan (obat dan makanan) yang mampu membangkitkan gairah seksual (Pallavi et al., 2011). Sedangkan
berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) afrodisiak merupakan zat kimia yg digunakan untuk merangsang daya seksual atau obat perangsang kegiatan seksual. Cabe jawa digunakan sebagai afrodisiaka karena mempunyai efek androgenik, untuk anabolik, dan sebagai antivirus. Kandungan kimia atau senyawa kimia yang berperan sebagai afrodisiaka adalah turunan steroid, saponin, alkaloid, tannin dan senyawa lain yang dapat melancarkan peredaran darah. Bagian yang dimanfaatkan sebagai afrodisiaka adalah buahnya dan diduga senyawa aktif yang berkhasiat afrodisiaka di dalam buahnya adalah senyawa piperine. Obat tradisional yang bersifat afrodisiak banyak digunakan sebagai alternatif pengobatan di Indonesia, contohnya tanaman obat pasak bumi (Aglaia odoratissima Bl.), akar ginseng (Panax ginseng C. Meyer), buah cabe jawa (Piper retrofractum Vahl), daun tapak liman (Elephantopus scaber L.), rimpang jahe (Zingiber officinaleRosc.), kencur ( Kaempferia galanga L.), lempuyang (Zingiber aromaticum Val.) dan lain-lain (Didik Gunawan, 2006). Terlebih penderita masalah hiogonad biasanya malu untuk datang ke dokter sehingga lebih memilih menggunakan obat tradisional. Herbal juga memiliki daya tarik tersendiri, karena sifatnya yang alamiah, lebih aman, lebih mudah ditoleransi tubuh, lebih mudah didapat dan juga relatif lebih murah (Juckett, 2004). Ekstrak cabe jawa ini tampaknya mempunyai prospek positif untuk dapat dikembangkan menjadi fitofarmaka androgenik melalui berbagai aspek penelitian secara klinik (Nukman Moeloek dkk, 2010). Istilah androgen digunakan secara kolektif untuk senyawa-senyawa yang kerja bilogiknya sama dengan testosteron. Fungsi utama kelompok hormon ini adalah merangsang perkembangan dan aktivitas organ-organ reproduksi dan sifat-sifat seks sekender, sedang keja kombinasinya disebut kerja androgenik. Androgen utama pada seorang laki-laki adalah testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig atau interstitiel di dalam testis. Sediaan yang dibuat adalah kapsul piperin. Adapun alasan dipilihnya sediaan kapsul antara lain dapat menutupi rasa pahit dan tidak enak dari bahan obat (ekstrak). Sebagian besar ekstrak tumbuhan memiliki rasa yang pahit atau
getir sehingga dengan pemilihan sediaan kapsul dapat menutupi rasa yang tidak enak dan dapat meningkatkan keberterimaan (akseptabilitas) pasien terhadap sediaan yang telah diformulasi.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi tanaman cabe jawa Cabe jawa (Piper retrofractumVahl) termasuk famili Piperaceae, yang tumbuh memanjat danmerupakan salah satu jenis tanaman obat yang banyak digunakan di Indonesia. Di Indonesia cabe jawa banyak ditemukan terutama di Jawa, Sumatera, Bali, Nusatenggara dan Kalimantan. Daerah sentra produksi utamanya adalah di Madura (Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep), Lamongan dan Lampung. Sampai saat ini belum diketahui apakah karakteristik tanaman cabe jawa yang dibudidayakan tersebut sama atau tidak (Wawan, 2009).Taksonomi cabe jawa : Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi
: Magnoiophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Magnolidae
Ordo
: Peperales
Famili
: Piperaceae
Genus
: Piper
Species
: Piper retrofractum Vahl
Nama umum : Cabe jawa Nama derah
: Lada panjang (melayu), cabe jawa (melayu, jawa), cabi solah
(madura)
2.2 Deskripsi Tanaman Tanaman ini dapat tumbuh pada dataran rendah hingga ke bukit dataran tinggi, tanaman cabe jamu dapat tumbuh pada ketinggian 1-600 mdi atas permukaan laut,dengan suhu udara 20-30oC, curah hujan 1.200-3.000 mm /tahun serta kelembaban udara 40 – 8 0%, tanah liat berpasir,gembur,berdraenasi baik dan memiliki pH tanah 5,5-7,0. ( Amin,2008)
Akar Tanaman Tanaman cabe jamu memiliki dua macam akar, pertama: akar yang tumbuh dari biji (akar tanah),akar ini yang selanjutnya menjadi akar yang menunjang pertumbuhan tanaman (berfungsi menyerap air dan hara). Akar ini menyebar kedalam tanah, membentuk percabangan baik akar cabang vertical dan horizontal. Akar jenis ini serupa dengan akar yang berasal dari pertumbuhan setek batang. Kedua, akar rekat yang tumbuh hanya dari buku-buku batang/sulur utama, akar ini berfungsi untuk merekat kepermukaan tegakan atau di atas bebatuan. Akar rekat dapat membentuk percabangan terbatas (serupa dengan sirip ikan, dengan bentuk selendris memanjang berdiameter sekitar 0,7-1,0 mm, panjang 12,5 cm, dan akar berjumlah sekitar 4-9 buah. Akar yang baru muncul dari buku batang berwarna putih kemudian berubah coklat muda Akar tersebut akar mengering jika tidak mendapat rekatan pada permukaan tegakan/tanah/bebatuan( Amin,2008). Batang Tanaman Batang tanaman cabe jamu membentuk sulur berupa tabung dengan berbuku-buku (beruasruas) jarak antar buku 3-9 cm., pada buku-buku muncul akar-akar rekat dan cabang-cabang. Batang akan memanjat pada tegakan dan atau merambat pada permukaan tanah/bebatuan.Batang dapat memanjat hingga 3-9 m. Batang dapat berdiameter 0,1-0,5 cm, batang yang berasal dari biji pada awalnya cenderung lebih kecil, demikian pula dengan batang yang muncul dari buku-buku dasar (pada atau dekat permukaan tanah). Akar tersebut disebut dengan istilah sulur cacing. Permukaan batang pada awalnya halus kemudian kasar bila batang telah tumbuh dewasa/tua. Cabang-cabang tumbuh pada bagian ketiak daun batang utama, cabang-cabang tersebut tidak memunculkan akarpada bukubukunya. Cabang-cabang ini diistilahkan dengan cabang produktif, karena dari buku-buku cabang tersebut muncul bunga dan disisi lain daun. Jaditata letak buah dan daun berhadapan atau bersebrangan. Pola jalur batang dan percabangan dalam pertumbuhannya membentuk siksak/batang dan cabang tidak lurus namun antara dua ruas cenderung membentuk sudut tumpul sekitar 165 derajat( Amin,2008).
Daun Daun cabe jamu termasuk daun tidaksempurna, daun hanya memiliki helai dantangkai daun. Bentuk helai daun daun ada dua macam, pertama berbentuk serupa bentuk hati dan kedua berbentuk lebih lonjong. Bentuk daun lebih lonjong hanya dijumpai di lokasi Bangkalan. Tangkai daun melekat pada buku batang. Permukaan helai daun halus dan berwarna hijau gelap. Pinggiran/tepi daun lurus melengkung atau
tidak bergerigi
(rata), dengan ujung daun runcing.
Duduk/pangkal daun terdapat dua macam, pada daun-daun sulur cacing dan sulur utama pada awal tumbuh dudukan daun menekuk kedalam dengan posisi semetris. Berbeda dengan dudukan daun pada cabang produktif yang cenderung tidak semetris atau satu sisi lebih menonjol keluar. Tulang daun ada yang semetris (istilah madura temo orat) dan tidak semestris. (Amin,2008) Bunga. Bunga cabe jamu tergolong bunga majemuk yang berbentuk bulir . Bakal bulir muncul seiring dengan awal pemunculan daun muda pada cabang produktif. Bakal bunga ini awalnya berwarna hijau gelap dan selanjutnya berubah warna sesuai perkembangan bunga, munculnya/mekarnya kelopak bunga berkisar 10-20 hari. Bulir berbentuk tabung tegak ke atas di atas buku batang berhadapan dengan dengan daun pada cabang produktif. (Amin,2008) Buah Perubahan warna mahkota mengindikasikan telah terjadinya penyerbukan, walaupun tidak diketahui apakah penyerbukan tersebut berakhir dengan terjadinya pembuahan. Bulir bunga setelah penyerbukan akan tumbuh dan berkembang seiring dengan waktu hingga mencapai ukuran maksimum (diameter 4,5-6,1mm bagian atas dan bagian bawah berkisar 9 mm-100mm, dengan panjang 3-5,2 cm). Sedang tangkai buah dapat mencapai ukuran 2 cm. Di dalam bulir buah terdapat sejumlah biji (± 10-101 biji). (Amin,2008)
2.3 Kandungan Kimia Cabe Jawa Buah cabe jawa mengandung zat pedas piperine, chavicine, palmetic acids, tetrahydropiperic acids, 1-undecylenyl-3, 4-methylenedioxy benzene, piperidin,
minyak atsiri , N-isobutyldeka-trans-2-trans-4- dienamide, dan sesamin. Piperine mempunyai daya antipiretik, analgesik, antiinflamasi, dan menekan susunan saraf pusat. Bagian akar mengadung piperine, piplartine, dan piperlonguminine.Bahan aktif minyak atsiri cabe jawa memiliki kandungan utamaterpenoid. Terpenoid sendiri terdiri dari n-oktanol, linanool, terpinil asetat,sitronelil asetat, piperin, alkaloid, saponin, polifenol, resin (kavisin) (Irdania, 2009)
2.4 Bioaktivitas Cabe Jawa Senyawa sitral dan linanool dapat digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri Rhodopseudomonas sphaeroides,Escherichia coli, Proteus vulgaris,Micrococeus luteus, Bacillus subtilis,Enterobacter aerogenes dan Staphylococeusaureus.
Pemberian
minyak
atsiri
cabe
jawa
juga
dapat
meningkatkan limfosit pada darah hewan uji (Agus, 2011) Di Madura cabe jawa digunakan sebagai ramuan penghangat badan yang dapat dicampur dengankopi, teh, dan susu. Cabe jawa juga dapat digunakan sebagai obat luar, diantaranya untuk pengobatan penyakit beri-beri dan reumatik. Cabe jawa dapat dimanfaatkan untuk mengobati tekanan darah rendah, influenza, cholera, sakit kepala, lemah sahwat, bronchitis menahun dan sesak napas. Penggunaan buah cabe jawa dalam bentuk seduhan menurut Sa’roni et al. (1992) cukup aman karena termasuk jenis simplisia yang tidak berbahaya (relatively harmless)(Wawan, 2009) Cabe jawa merupakan salah satu tanaman yang diketahui memiliki efek stimulan terhadap sel saraf sehingga mampu meningkatkan stamina tubuh. Efek hormonal dari tanaman ini dikenal sebagai afrodisiaka. Berdasarkan penelitian secara ilmiah, cabe jawa digunakan sebagai afrodisiaka karena mempunyai efek androgenik, untuk anabolik, dan sebagai antivirus. Dari suatu tinjauan pustaka dikatakan bahwa secara umum kandungan kimia atau senyawa kimia yang berperan sebagai afrodisiaka adalah turunan steroid, saponin, alkaloid, tannin dan senyawa lain yang dapat melancarkan peredaran darah. Bagian yang dimanfaatkan sebagai afrodisiaka adalah buahnya dan diduga senyawa aktif yang berkhasiat afrodisiaka di dalam buahnya adalah senyawa piperineBerbagai hasil penelitian sebelumnya menunjukan bahwa ekstrak cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.),
mempunyai efek androgenik dan meningkatkan kadar hormon testosteron tikus percobaan serta sudah diketahui karakterisasinya baik sebagai simplisia maupun ekstrak etanol 95% serta cukup aman ( Nukman, 2010).
2.5. Metode Ekstraksi Buah Cabe Jawa Penapisan dilakukan dengan cara menghaluskan simplisia Retrofracti Fructus hingga terbentuk serbuk kasar. Penapisan terhadap serbuk kasar tersebut dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawanya. Proses ekstraksi suatu tanaman dipilih sesuai dengan kandungan apa yang ingin diambil dari tanaman tersebut. Serbuk kasar simplisia Retrofracti Fructus diekstraksi dengan etanol dengan metode maserasi pada suhu kamar (3 kali 24 jam). Metode maserasi digunakan dalam ekstraksi cabai jawa karena maserasi mudah dilakukan dan peralatan relatif mudah diusahakan. Maserasi dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dengan diluar sel, maka larutan yang terpekat dipaksa keluar. Peristiwa tersebut terjadi berulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan didalam dan diluar sel (Voight, 1995). Larutan penyari yang digunakan adalah etanol, karena etanol dapat meningkatkan permeabilitas dinding sel sehingga zat-zat non polar dapat keluar (Voight, 1995). Serbuk kering Retrofracti Fructus diekstraksi dengan etanol 96% dengan maserasi 1 bagian simplisia dengan 5 bagian pelarut pada suhu kamar. Maserat yang didapat kemudian dipekatkan dengan rotavapor sehingga diperoleh ekstrak kental. Kemudian dilakukan pemeriksaan parameter ekstrak untuk mengetahui kualitas ekstrak dengan melihat sifat fisik dan kandungan kimianya. Pemeriksaan parameter tersebut terdiri dari organoleptis ekstrak, rendemen ekstrak, bobot jenis ekstrak, kadar air ekstrak, pola KLT dan dinamolisis. Setelah didapatkan ekstrak, dilakukan proses fraksinasi. Fraksinasi digunakan untuk mengelompokkan komponen campuran senyawa hasil ekstraksi atau maserasi agar lebih sederhana. Fraksi-fraksi yang didapat dianalisis dengan metode kromatografi lapis tipis, menggunakan penjerap silika gel GF 254 dan fase
gerak campuran pelarut n-heksana : etil asetat (8:2), hasil dari KLT dilihat dibawah sinar UV 366 nm. Kemudian dilanjutkan dengan KLT dua dimensi pada fraksi vial ke-5. Kemudian diamati hasil KLT dengan pengembang pola kromatogram dibawah sinar UV 366 nm. Jika pada saat dilihat dibawah lampu UV 366 nm terdapat hanya satu spot saja maka KLT dilanjutkan kembali, pelat silika diputar 90o. Kemudian dicelupkan ke dalam chamber yang telah berisi pengembang campuran toluene : etil asetat (3:7) yang telah jenuh. Setelah naik sampai kebatas atas, pelat silika dikeluarkan dan kemudian dilihat lagi pada sinar UV 366 nm. Berdasarkan fraksi polar ini dapat dilakukan perbandingan seberapa besar cabai jawa memberikan efek terhadap indikasi tertentu.
2.6. Metode Pengeringan Ekstrak Pengeringan adalah pemindahan sebagian air dari bahan dengan sengaja sampai batas tertentu. Pada pengeringan biasa dibantu dengan alat – alat pengering. Dalam hal ini Nasution (1982) membedakan proses pengeringan menjadi tiga kategori, yaitu pengeringan udara dengan kontak langsung di bawah pengaruh tekanan atmosfir, pengeringan vakum, dan pengeringan beku. a.
Pengeringan di bawah pengaruh tekanan atmosfir Dalam hal ini panas dipindahkan menembus bahan pangan, baik dari udara
maupun dari permukaan yang dipanaskan. Uap air (atau pelarut lain) dipindahkan ke udara (Nasution, 1982). Udara panas disirkulasikan menggunakan kipas. Bahan yang dikeringkan bisa berbentuk padat atau semi padat (Geankoplis, 1983). b. Pengeringan vakum Pengeringan vakum menjadi semakin penting dalam industri makanan untuk mengurangi biaya dan energi serta mengembangkan bahan baru dan produk. Pusat pengolahan makanan telah memasang pengering vakum yang menyediakan pengeringan terus menerus, lembut, dan aman pada produk makanan di suhu rendah. Pengeringan Vacuum adalah metode dehidrasi yang sangat cocok untuk produk yang mengalami fase lengket dan atau sangat kental seperti buah dan sayuran, jus sari buah dan sayuran, protein hewan dan nabati, bubuk bumbu dan ekstrak ragi. Di pusat pengolahan makanan, berbagai pilihan
dehidrasi tersedia untuk uji perbandingan proses yang berjalan, produk baru dan evaluasi bahan. Prinsip kerja dari pengering vakum (vacuum belt drying): Konsentrat yang bisa dipompa secara merata digunakan pada belt dengan alat pemercik berputar (satu untuk masing-masing sabuk) pada suhu dan konsentrasi konstan. Ruang hampa di mana pasta ini meninggalkan alat pemercik yang memiliki efek yang diinginkan dan menyebabkan Pasta untuk memiliki konstituensi berbusa seperti yang diendapkan sebagai lapisan yang relatif tinggi pada sabuk. Ini memberikan kondisi yang paling menguntungkan untuk panas dan transfer material untuk mengeringkan produk menjadi bentuk yang mudah dilepaskan dari poros batang. Peluncur Sabuk di atas piring pemanas, yang dibagi menjadi zona pemanasan individu. Zona terakhir biasanya berfungsi untuk mendinginkan produk. Bahan kering dimasukkan turun di ujung sabuk dan ditransfer ke kran pembuangan otomatis. Keuntungan dalam pengeringan vakum didasarkan pada kenyataan bahwa penguapan terjadi lebih cepat pada tekanan rendah daripada tekanan tinggi. Panas yang dipindahkan dalam pengeringan vakum pada umumnya secara konduksi, kadang – kadang secara pemancaran (Nasution, 1982). Sesuai dengan namanya, proses ini dilakukan pada kondisi vakum. Cara ini digunakan untuk mengeringkan bahan-bahan yang peka terhadap suhu atau bahan yang mudah teroksidasi (Geankoplis, 1983). Sedangkan kelemahan oven vakum adalah biaya operasinya relatif mahal karena memerlukan peralatan pendukung, seperti pompa vakum, ejektor, dan kondensor (Loesecke, 1955). Keuntungan lain:
Waktu pengeringannya cepat
Meminimalkan hilangnya bau
Produk yang hilang sedikit
Produk tidak teroksidasi
Tidak ada tekanan mekanik
Memungkinkan pelarut kembali
Temperaturnya rendah
Energi yang digunakan sedikit
Sistemnya tertutup
Tidak menimbulkan polusi pada lingkungan
Reaksi milard dapat dikendalikan
Produk dapat langsung kering Pengeringan dengan vakum digunakan dalam masalah proses pengering
konvensional. Keuntungan vakum diantaranya: 1. Menurunkan
titik
didih
dalam
cairan
yang
diekstraksi,
sehingga
memungkinkan pengeringan lebih sensitif 2. Untuk produk yang sulit mengering seperti bubuk dan granul, proses vakum memungkinkan tingkat pengeringan yang lebih cepat karena menggunakan tekanan yang rendah. 3. Di dalam vakum, memiliki risiko oksidasi selama proses termal 4. Perbedaan pada konveksi, bahan dalam bentuk serbuk dikeringkan tanpa turbulensi 5. Menyediakan basis untuk mengontrol ekstraksi dan kondensasi pada pengeringan uap, yang memungkinkan bahan awal dapat digunakan kembali atau dibuang c. Pengeringan Beku Pada pengeringan beku, uap air disublimasikan keluar dari bahan beku. Struktur bahan tetap dipertahankan dengan baik pada kondisi ini ( Nasution, 1982). Proses ini digunakan untuk mengeringkan bahan – bahan yang labil ( biasanya bahan – bahan biologis ) supaya karakteristik aslinya tidak berubah (Loesecke, 1955). Bila suatu bahan biologis dikeluarkan airnya maka konsentrasi garamnya meningkat dan akan mengakibatkan keluarnya air di dalam sel. Keluarnya air karena gaya osmosis ini dapat merusak dinding sel. Osmosis dapat dicegah dengan membekukan bahan tersebut dan pengeluaran air dilakukan secara sublimasi sehingga struktur sel tetap utuh ( Jackson, 1983). Selain strukturnya, rasa dan aroma bahan juga dipertahankan ( sedikit sekali perubahannya). Suhu rendah mengurangi resiko reaksi degradasi selama pengeringan. Biaya pengeringan beku menjadi relatif mahal karena laju pengeringannya lambat dan memerlukan kondisi vakum (Geankoplis, 1983). Metode pengeringan yang dilakukan dapat berupa : evaporasi, vaporasi,
sublimasi, konveksi, kontak, radiasi, dielektrik. Sedangkan macam-macam alat yang dapat digunakan antara lain : tabung penguap dengan daur otomatik, tabung penguap dengan gaya daur ulang diperkuat, penguap film, penguap lapis tipis dengan instalasi berputar, dan penguap berputar sentrifugal. Dengan teknik pengeringan semprot (spray drying) dan dengan teknik pengeringan beku (free drying). Pengeringan semprot dilakukan pada suhu tinggi, yang akan mempengaruhi rasa dari produk akhir, tetapi biaya produksinya jauh lebih rendah dibandingkan dengan pengeringan menggunakan pengeringan beku. Pada teknik ini, ekstrak dipompa ke dalam atomizer, yang menghasilkan partikel bahan berukuran kecil dan seragam. Didalam ruang pengering yang dialiri dengan udara pemanas, partikel-partikel tersebut mengalami proses pemanasan secara mendadak dan cepat sehingga air keluar secara cepat, menghasilkan produk kering berbentuk partikel halus. Untuk meningkatkan daya larut di dalam air dan membentuk butiran yang lebih kasar, biasanya dilakukan proses aglomerasi. Bubuk hasil pengeringan semprot dibasahi kembali, agar saling bergabung untuk kemudian dikeringkan kembali menggunakan fluid bed drier. Pada pengeringan beku, tahapan proses pengeringan ekstrak kopi adalah pembekuan ekstrak, penggilingan ekstrak beku untuk menghasilkan granula beku, sublimasi air pada kondisi vakum dan pemanasan sedang (suhu produk umumnya tidak lebih dari 5070°C). c. Pengeringan dengan Microwave Microwave adalah suatu gelombang energi elektromagnetik dengan frekuensi
antara
300
kekuatan magnetron yang
MHz
dan 300
dikombinasikan
GHz, dari
yang
dihasilkan
dari
elektron dan medan
magnet yang tegak lurus satu sama lain. Pada bidang microwave dibuat dari logam, yang tidak panas. Logam digunakan sebagai medium untuk microwave, dan sebagai dinding untuk oven microwave. Sebagai peralatan farmasi dibuat dari stainless steel, ruang vakum berfungsi
sebagai penutup pada microwave dengan memantulkan kembali ke
dalam ruangan atau wadah.
Pemanasan microwave adalah metode langsung dari pemanasan. Dalam medan listrik bolak-balik cepat yang dihasilkan oleh gelombang mikro, kutub orientasi bahan dan reorientasi diri sesuai dengan arah diajukan.
2.7. Metode Analisis Ekstrak dengan KLT-Densitometer Penetapan kadar marker yang memenuhi kriteria spesifitas setidaknya digunakan densitometer. Densitometer adalah instrumen kuantitatif standar untuk penetapan kadar marker. Dengan sistem ini senyawa target akan berupa bercak tunggal yang terpisah dari senyawa lain dari dalam ekstrak sehingga aspek spesifitas terpenuhi. Berikut beberapa metode analisis ekstrak Piperis Retrofrakti Fructus dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dari beberapa sumber, diantaranya: Berdasarkan penelitian Djunaidi, analisis menggunakan KLT terhadap ekstrak yang diperoleh menggunakan fase diam silika gel G 60 dan fase gerak campuran benzen : etil asetat (19:1) dan penampak bercak larutan vanilin 1% dalam asam sulfat pekat. Berdasarkan skripsi Istiqomah, pengukuran penetapan kadar piperin dengan metode KLT-Densitometer yaitu dengan cara : a. Pembuatan larutan Standar Piperin dengan konsentrasi 2000 ppm, dengan cara ditimbang 20 mg standar piperin, dilarutkan dalam etanol pa secukupnya sampai tanda batas 10 ml. b. Pembuatan larutan standar piperin dengan cara pengenceran larutan induk menjadi konsentrasi 200 ppm, 400 ppm, 800 ppm dan 1000 ppm. c. Pembuatan larutan uji Timbang seksama lebih kurang 50 mg ekstrak etanol 95% buah cabe jawa (Piperis retrofacti Fructus), larutkan dalam 25 ad etanol p.a di dalam tabung reaksi. Saring kedalam labu terukur 50 ml, bilas kertas sarinya dengan etanol p.a secukupnya sampai tanda sehingga didapat konsentrasi 1000 ppm. Kemudian diencerkan menjadi 800 ppm. d. Pengukuran Totolkan masing-masing 1µl larutan deret standar dan larutan uji pada lempeng KLT silika gel 60 F 254, kembangkan dengan fase gerak
diklorometan P, ukur dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Densitometer pada panjang gelombang 254 nm. Berdasarkan skripsi Trisnawati, Hasil ekstraksi dan standar piperina dengan beberapa macam konsentrasi ditotolkan pada lempeng Kiesel Gel 60 F 254, kemudian dielusi dengan benzena : etil asetat (7:3). Hasil analisa kuantitatif didapatkan harga Rf = 0.75, warna noda biru ungu (dilihat pada sinar UV) dan spektra panjang gelombang maksimum 335 nm, yang memberikan hasil sama dengan standar piperina. Berdasarkan penelitian Padmadisastra, hasil pengujian senyawa penanda dengan KLT densitometri menggunakan pengembang n-heksana : etil asetat (3:2) dengan penampak bercak dragendrof (pereaksi umum alkaloid) menunjukkan terbentuknya dua spot berwarna merah jingga dengan Rf 0.53 dan 0.45 yang sejajar antara ekstrak dengan kelima formula tablet yang menunjukkan bahwa zat aktif alkaloid yang terdapat dalam ekstrak juga terdapat dalam tablet. Berdasarkan penelitian Sri Harti dan Moh Alisyahbana. Analisis KLT pada buah cabe jawa menggunakan silika gel GF 254 P dan fase gerak campuran n-butanol, etanol 96% P, amonia P dan air (60:40:5:10) serta penampak bercak campuran anhidrida asetat P dan asam sulfat P (27:3) menghasilkan 3 bercak yang berpisah secara baik. Sedangkan metode KLT menggunakan Kiesel gel GF 254 p dan fase gerak campuran toluen p, dietil eter P, dan dioksan P (62.5: 21: 16) serta penampak bercak larutan pereaksi vanilin-asam sulfat menghasilkan 4 bercak yang terpisah secara sempurna. Berdasarkan penelitian Siti Nurhayati dan Ertina, analisis KLT pada ekstrak buah cabe jawa menggunakan fase diam silika gel, fase gerak dengan komposisi toluen : dietileter : dioksan (62.5 : 21.5 : 6) dengan pereaksi penampak noda menggunakan pereaksi vanilin asam sulfat, menunjukkan adanya bercak khas cabe jawa yaitu bercak berwarna kuning. Analisis KLT pada ekstrak buah cabe jawa menggunakan silika gel G dan cairan eluasi campuran benzen : eter : metanol (4:1:1). Senyawa marker yang digunakan adalah piperin (Djoko Hargono, 1992).
2.8. Kapsul
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang kapsul umumnya terbuat dari gelatin tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (DepKes RI, 1995). Kapsul digunakan karena kepraktisannya untuk memberikan kenyamanan bagi konsumen obat. Obat yang memiliki rasa tidak enak seperti pahit, anyir, manis, dan bau dapat ditutupi jika dibuat dalam bentuk kapsul. Selain itu cangkang kapsul juga berfungsi untuk menjaga bahan aktif dan pengaruh lingkungan sehingga bisa menjaga stabilitasnya. Cangkang kapsul dapat mewadahi berbagai bentuk obat mulai dari serbuk, granula, cair dan semipadat. Kerugian sediaan kapsul adalah kalrutan tinggi umumnya tidak dapat digunakan pada kapsul gelatin keras, kapsul tidak cocok untuk bahan obat yang dapat mengembang. Beberapa bahan tambahan pada formulasi massa kapsul diantaranya: Bahan pengisi Untuk mencukupkan massa kapsul sampai pada bobot yang digunakan. Bahan lubrikan Untuk meningkatkan aliran serbuk atau granul sehingga memperbaiki sifat alir dengan memperkecil gesekan antar partikel. Adsorben Untuk melindungi bahan berkhasiat dan pengaruh kelembaban. Kapsul buah cabe jawa telah digunakan dalam jamu yang ada dipasaran, salah satunya adalah kapsul herbalcabe jawa yang berisi Piperis retofracti Fructus extractumisi. Selain kapsul, cabe jawa bisa dibuat krim contohnya pada sediaan krim ekstrak etanol cabe jawa menggunakan basis krim tipe o/w. Ekstrak etanol cabe jawa dibuat menggunakan basis asam stearat, cera alba, vaselin alba, TEA, propilen glikol dengan variasi kadar asam stearat dan cera alba 75:25 ; 50:50 ; 25:75. Ekstrak cabe jawa juga bisa dibuat gel dengan metode sokhletasi dengan kombinasi karbopol dan HPMC 2:1, 1:1, 1:2. Selain itu cabe jawa juga dapat diformulasi dalam bentuk tabel dengan formulasi seperti berikut : Komponen
Ekstrak cabe jawa
Formula A Formula B Formula C Formula D Formula E (%)
(%)
(%)
(%)
(%)
21.4
21.4
21.4
21.4
21.4
kering Vivapur pH
20
30
40
50
60
Laktosa
52.1
42.1
32.1
22.1
12.1
Aerosol 200
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
Mg Stearat
1
1
1
1
1
Talk
5
5
5
5
5
102
(Padmadisastra, 2009)
2.8. Evaluasi Sediaan Kapsul 1. Evaluasi mutu fisik granul ekstrak 1.1. Kelembaban granul Kelembaban granul diukur dengan moisture balance analyzer, dengan persyaratan 3-5% (Voight, 1994) 1.2. Uji kecepatan alir dan sudut diam granul Uji kecepatan alir dan sudut diam granul dilakukan dengan cara memasukkan 100 gram granul ke dalam corong yang ditutup bagian bawahnya. Kecepatan alir ditentukan dengan mengukur waktu yang dibutuhkan oleh serbuk mengalir keluar sampai habis. Sudut diam dapat ditentukan dengan rumus : Sudut diam (tg α) = tinggi kerucut (h) (cm) Jari-jari (r) (cm) Sudut granulat dikatakan baik apabila sudut diamnya α = 20o-40o 1.3. Kerapuhan granul Kerapuhan granul ditentukan dengan cara mengayak 10 gram sampel granul dengan pengayak 212 µm (setara dengan mesh 70). Granul hasil ayakan diletakkan pada piringan alat uji kerapuhan yang diputar pada 25 rpm selama 5 menit. Setelah itu, sampel diayak dengan ayakan 212 µm lalu ditentukan persen serbuk sebagai indeks dari kerapuhan granul. Syarat untuk uji kerapuhan granul adalah tidak lebih dari 1%.
2. Uji mutu fisik kapsul Uji mutu fisik kapsul dilakukan terhadap formula optimum, meliputi uji keseragaman bobot dan waktu hancur kapsul. Uji keseragaman bobot kapsul mengikut ketentuan Farmakope Indonesia III (Anonim, 1979). Uji waktu hancur kapsul dilakukan dengan cara yang tercantum pada Farmakope Indonesia IV (Anonim, 1995). Waktu hancur kapsul tidak lebih dari 15 menit (Anonim, 1979). 2.1. Keseragaman bobot kapsul Timbang 20 kapsul dan timbang lagi kapsul satu per satu. Keluarkan semua isi kapsul, timbang seluruh bagian cangkang kapsul. Hitung bagian isi kapsul terhadapa bobot rata-rata tiap kapsul. Perbedaan dalam persen bobot tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul tidak boleh lebih dari yang ditetapkan pada kolom A dan untuk setiap 2 kapsul tidak boleh lebih dari yang ditetapkan kolom B.
Bobot rat-rata kapsul
Perbedaan bobot isi kapsul dalam (%) A
B
120 mg atau lebih
± 10 %
± 20 %
Lebih dari 120 mg
± 7.5 %
± 10 %
2.2. Uji variasi berat Uji variasi berat yang ditentukan oleh USP XX merupakan uji yang berurutan, timbang 20 kapsul dan ditentukan berat rata-ratanya. Persyartan uji dipenuhi jika tidak satu pun dari berat masing-masing kapsul yang kurang dari 90% atau lebih dari 110% dari berat rata-rata. Jika ke-20 kapsul tidak memenuhi kriteria tersebut, berat netto masingmasing ditentukan, diambil rata-ratanya dan perbedaan ditentukan antara masing-masing isi netto dengan rat-rata. Persyaratan dipenuhi jika: a. Tidak lebih dari dua perbedaan yang lebih dari 10% terhadap ratarata. b. Tidak satupun yang mempunyai perbedaan lebih besar dari 25%.
Jika lebih dari 2 tetapi kurang dari 6 berat yang ditentukan dengan uji tersebut lebih dari 10% tetapi kurang dari 25% . Isi netto ditentukan untuk 40 kapsul tambahan, dan rata-rata diambil dari 60 kapsul. Terhitung ada 60 penyimpangan dari berat rata-rata yang baru. Persyaratan dipenuhi jika: a.
Perbedaan tidak melebihi 10 % dari rata-rata dalam lebih 6 dari 60 kapsul.
b.
Tidak ada perbedaan yang lebih dari 25%.
2.3. Uji keseragaman isi Uji keseragaman isi dilakukan dengan menimbang 30 kapsul, 10 diantaranya diperiksa dengan prosedur khusus. Persyaratan dipenuhi jika 9 dari 10 kapsul mempunyai kisaran potensi spesifik dari 85 sampai 115 %, dan yang kesepuluh tidak diluar 75 sampai 125 %. Jika lebih dari 1 tetapi kurang dari 3, dari 10 kapsul yang pertama berada diluar batas 85 sampai 115 %, Ke-20 sisa diperiksa. Persyaratan dipenuhi jika ke-30 kapsul berada dalam kisaran spesifik 75 sampai 125 % dan tidak kurang dari dari 27 dari 30 kapsul berada dalam kisaran 85 sampai 115%.
2.4. Penentuan pH Pengujian dilakukan sama seperti penentuan pH ekstrak yaitu nilai pH larutan ditentukan secara potensiometri dengan menggunakan elektroda kaca, elektroda referensi dan pH meter digital. pH meter dioperasikan
sesuai
petunjuk.
Pertama
aparat
dikalibrasikan
menggunakan penyangga dari pH 4.9 dan 7. 1 gram bubuk ekstrak diambil dan dilarutkan dalam 100 mL air demineral. Elektroda direndam dalam larutan dan pH diukur. Untuk kapsul yang digunakan adalah bubuk dari satu kapsul. 2.5. Uji desintegrasi untuk kapsul Satu
kapsul
dimasukkan
ke
masing-masing
tabung
dan
menambahkan disk untuk setiap tabung, dan ditambah 100 mL air. Wire mesh pada titik tertinggi adalah minimal 25 mm dibawah permukaan air,
dan dititik rendah setidaknya 25 mm diatas bagian bawah gelas. Aparat dioperasikan dan dijaga pad suhu 37o ± 2oC. Catat waktu yang dibutuhkan untuk semua kapsul hancur dan melewati wire mesh. 2.6. Uji disolusi untuk kapsul. Uji disolusi dilakukan untuk kapsul menggunakan alat uji disolusi, 900 mL dari 5 N HCl digunakan sebagai medium. Media disolusi dihangatkan sampai 36.5o-37.5o. untuk uji disolusi kapsul, menggunakan disolusi tipe keranjang. Alat segera dioperasikan pada kecepatan 50 rpm selama dua jam. Setelah dua jam, 25 ml spesimen ditarik dari daerah pertengahan antara permukaan dari medium disolusi dan atas pisau berputar atau keranjang. Untuk masing-masing kapsul diuji, jumlah bahan aktif yang terlarut dihitung sebagai persentase yang terlarutkan dalam dua jam.
BAB 3. METODE PELAKSANAAN
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1
Alat:
Gelas beker
Mikropipet
Spatula
Lempeng KLT
Mortir
Densitometri
Stamper
Batang pengaduk
Timbangan analitik
Rotavapor
Labu ukur
Oven
Vial
3.1.2 Bahan:
Standart piperinb
Mg stearat
Ekstrak cabe jawa
Amilum
Aerosil
Cangkang kapsul
Avicel
Kertas saring
Etanol 96%
3.2
Cara Kerja
3.2.1
Metode ekstraksi maserasi Serbuk simplisia cabe jawa
Timbang 40 g Masukkan serbuk ke dalam maserator Tambahkan etanol 96% 400 ml
Serbuk simplisia dimaserasi
Rendam selama 18 jam Maserat cabe jawa
Saring maserat
Filtrat cabe jawa Pekatkan dengan rotavapor pada suhu 50oC
Ektrak kental cabe jawa
Hitung rendemen
3.2.2 Pengeringan ektrak Ektrak kental
Aduk rata dengan batang pengaduk selama 3-5 menit
Timbang ektrakkental (± 75% dari rendemen)
Ektrak kental 75% dari rendemen
Timbang aerosil 1-2% dari bobot ekstrak
Tambahkan aerosil sedikit demi sedikit pada ektrak kental
Campuran ekstrak dan aerosil
Tambah aerosil sambil digerus ad rata dan kering
Ektrak kering cabe jawa
3.2.3 Penetapan kadar senyawa aktif ektrak Pembuatan larutan pembanding piperin 25 mg standart piperin Dimasukkan dalam labu 25 mL dilarutkan dengan etanol 96% ad tanda Larutan induk 1000 ppm
Dipipet 0,5 ml, masukkan dalam labu 5 ml (100 ppm)
Dipipet 2 ml, masukkan dalam labu 5 ml (400 ppm)
Dipipet 1 ml, masukkan dalam labu 5 ml (200 ppm)
Dipipet 4 ml, masukkan dalam labu 5 ml (800 ppm)
Larutan standart berbagai konsentrasi
Pembuatan larutan uji Ditimbang 250 mg ekstrak
Larutkan dalam ±15 ml etanol 96%
Saring larutan ke dalam labu 25 ml menggunakan kertas saring
Bilas kertas saring dengan etanol 96% ad tanda
Penetapan kadar piperin menggunakan metode KLT Densitometri Siapkan lempeng KLT kering dan bersih
Totol 2 𝜇l larutan pembanding
Totol 10 𝜇l larutan uji (3x replikasi)
Eluasi lempeng dalam chamber jenuh
Keringkan lempeng dengan alat pengering
Scanning lempeng dengan densitometri camag
Hitung kadar piperin dan KV kadar piperin
3.2.4 Formulasi kapsul Dibuat kapsul dengan kadar piperin 4,9%
Bobot tiap kapsul 600 mg dengan mengguankan kapsul no 1 Tambah avicel 4,5 g
Tambah amilum 16,9 g
Campur rata ekstrak kering cabe jawa dengan avicel dan amilum
Campuran zat aktif dan eksipien
3.2.5 Garanulasi basah Campuran zat aktif dan eksipien Tambahkan PVP 7 mL Aduk hingga terbentuk massa yang dapat dikepal
Granulasi basah Ayak dengan menggunakan ayakan no 80 Serbuk granul basah Keringkan dengan oven pada suhu 45oC selama 30 menit Ayak dengan menggunakan ayakan no 60 Tambahkan Mg stearat 0,52 mg Granul kering
3.2.6 Pengisian kapsul Buka penutup kapsul
Badan kapsul ditekan-tekan pada serbuk
Setelah terisi penuh, tutup kapsul
Bersihkan seluruh permukaan cangkang kapsul
Masukkan kapsul ke dalam wadah
3.3
Evaluasi sediaan 3.3.1
Evaluasi mutu fisik granul ekstrak
Uji kecepatan alir
menimbang 100 gram campuran ekstrak kering
menutup dasar corong dan masukkan campura n ekstrak dalam corong
membuka penutup dasar corong dan jalankan pencatat waktu
menghentikan pencatat waktu pada saat semua campuran ekstrak kering melewati corong
mengukur tinggi kerucut (h) dan jari-jari (r)
menghitung sudut diam dengan cara membagi h dan r.
Sudut diam dapat ditentukan dengan rumus : Sudut diam (tg α) = tinggi kerucut (h) (cm) Jari-jari (r) (cm) Sudut granulat dikatakan baik apabila sudut diamnya α = 20o-40o
3.3.2
Uji Mutu Fisik Kapsul Uji keseragaman bobot
Menimbang 20 kapsul
menimbang lagi satu persatu
mengeluarkan semua isi kapsul
menimbang seluruh bagian cangkang kapsul
hitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap kapsul
Perbedaan dalam persen bobot tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul tidak boleh lebih dari yang ditetapkan pada kolom A dan untuk setiap 2 kapsul tidak boleh lebih dari yang ditetapkan kolom B
Bobot rat-rata kapsul
Perbedaan bobot isi kapsul dalam (%) A
B
120 mg atau lebih
± 10 %
± 20 %
Lebih dari 120 mg
± 7.5 %
± 10 %
3.4
Uji Penetapan Kadar Sediaan Pembuatan larutan pembanding piperin 25 mg standart piperin Dimasukkan dalam labu 25 mL
dilarutkan dengan etanol 96% ad tanda Larutan induk 1000 ppm
Dipipet 0,5 ml, masukkan dalam labu 5 ml (100 ppm)
Dipipet 2 ml, masukkan dalam labu 5 ml (400 ppm)
Dipipet 1 ml, masukkan dalam labu 5 ml (200 ppm)
Dipipet 4 ml, masukkan dalam labu 5 ml (800 ppm)
Larutan standart berbagai konsentrasi
Pembuatan larutan uji Ambil kapsul secara acak, keluarkan dan timbang isinya
Larutkan dalam ±15 ml etanol 96%
Saring larutan ke dalam labu 25 ml menggunakan kertas saring
Bilas kertas saring dengan etanol 96% ad tanda
Penetapan kadar piperin dalam kapsul Siapkan lempeng KLT kering dan bersih
Totol 2 𝜇l larutan pembanding
Totol 10 𝜇l, 8 𝜇l, dan 4 𝜇l larutan uji (3x replikasi)
Eluasi lempeng dalam chamber jenuh
Keringkan lempeng dengan alat pengering
Scanning lempeng dengan densitometri camag
Hitung kadar piperin dan KV kadar piperin
Penetapan Kadar Piperin
Penotolan
: 2 µl larutan pembanding dan 10µl larutan uji.
Fase gerak
: diklorometana : etil asetat (30 : 10)
Fase diam
: Silika gel 60 F254
Deteksi
: pada UV 254 nm
Warna noda
: gelap (meredam sinar UV)
Replikasi
: 3X
BAB 4. HASIL PERCOBAAN
4.1 Uji Penetapan Kadar Ekstrak Cabe Jawa LARUTAN
KONSENTRASI
MASSA
AREA
Standar 1
100 ppm
200 ng
1595,17
Standar 2
200 ppm
400 ng
3015,24
Standar 3
400 ppm
800 ng
5680,54
Standar 4
800 ppm
1600 ng
9765,23
Sampel replikasi 1
400 ppm
4921,15
Sampel replikasi 2
400 ppm
4525,93
r = 0,997 y = 5,7842x + 675,92 sampel replikasi 1 4921,15 = 5,7892x + 675,92 x = 733,244 ng / dalam 8 µl dalam 25 ml =>
x 733,244 ng
= 2291388 ng = 2,3 mg x 2,3 mg = 57,5 mg
Berat sampel = 250 mg % b/b
=
x 100 %
= 23 %
4.1 Formulasi kapsul cabe jawa Berdasarkan jurnal R/
Ekstrak cabe jawa
4,9 %
Lactosa
78,5%
PVP K-30
2,23%
Nipagin
0,2%
Nipasol
0,02%
Talk
9,15%
Mg stearat
5%
Berdasarkan buku R/
Ekstrak cabe jawa
4,9 %
Avicel
20%
Amilum
75,1%
m.f.d.in caps No. l s.t.d.d Susunan formulasi yang digunakan R/
Ekstrak cabe jawa
4,9 %
Avicel
20%
Amilum
75,1%
Mg stearat
2%
PVP m.f.d.in caps No. l s.t.d.d Penimbangan bahan -
Menggunakan cangkang kapsul ukuran 1 dimana 1 kapsul berisi 600 mg
-
Membuat 50 kapsul cabe jawa
-
Total serbuk pengisi kapsul:
-
50 x 600 = 30.000 mg = 30 g Piperin -
Terkandung dalam ekstrak kental cabe jawa, ekstrak sampel diketahui % b/b = 23% = x = 21,7 mg ekstrak
-
Menimbang 1102,5 mg ekstrak + dengan aerosil 4% => 0,882 mg
-
Mengandung piperin : = 3,7 % (kandungan ekstrak dalam sediaan) Avicel x 30 g = 6 g Amilum x 30 g = 22,53 g
PVP -
PVP dilarutkan dalam etanol
-
PVP yang ditimbang : 1 gram
-
Pelarut yang digunakan : Etanol 20 ml ( 1 gram / 20 ml)
-
Yang digunakan untuk membasahi serbuk : 7 ml = 140 tetes
-
Mengalami proses granulasi ( pembasahan, pengayakan pertama, pengeringan dengan oven, pengayakan kedua ) sehingga berat menjadi 26 gram
Mg Stearat 2% x 26 gram = 0,52 %
Kandungan Piperin
Hasil penetapan kadar piperin 23% = x= rata-rata per kapsul = 222.37 mg sediaan = x = 2.74 mg piperin/kapsul % b/b =
x 100% = 0.851%
Proses formulasi
Total serbuk = 26. 52 gram
Rata-rata bobot perkapsul= 322,37
4.2 Hasil Evaluasi 1. Sifat alir
Massa granul
: 26.52 g
Tinggi kerucut
: 4.5 cm
Jari-jari
: 8 cm
Waktu alir
: 37 detik
Kecepatan alir
: 0.717 g/s
Tangen sudut diam
: tangen 0.5625
Sudut diam
: 29.36o
Kesimpulan = tidak memenuhi persyaratan sifat alir, karena pergerakan sifat alir 10 g/s. 2. Keseragaman bobot No
Kapsul + isi (gram)
Cangkang (gram)
Isi (gram)
1
0.4083
0.0781
0.3302
2
0.4045
0.0787
0.3258
3
0.3961
0.0815
0.3146
4
0.4396
0.0750
0.3646
5
0.4139
0.0812
0.3327
6
0.3847
0.0743
0.3104
7
0.3841
0.0797
0.3044
8
0.4167
0.0786
0.3381
9
0.3864
0.0794
0.3070
10
0.3953
0.0787
0.3166
11
0.3865
0.0765
0.3100
12
0.3945
0.0776
0.3173
13
0.4075
0.0796
0.3279
14
0.3966
0.0755
0.3211
15
0.3942
0.0755
0.3146
16
0.3921
0.0795
0.3126
17
0.3932
0.0772
0.3160
18
0.4142
0.0779
0.3345
19
0.4028
0.0775
0.3253
20
0.4008
0.0770
0.3238
1.559
6.44755
Total 8.0106
Rata-rata isi kapsul =
= 0.32237 gram = 322.37 mg
Perbedaan bobot antar kapsul =
x 100% = 0.22%
Kesimpulan : memenuhi keseragaman bobot
4.3 Penetapan kadar piperin dalam kapsul Larutan
Konsentrasi
Massa
Area
Rf
Standar 1
100 ppm
200 ng
1404.31
0.56
Standar 2
200 ppm
400 ng
2791.56
0.57
Standar 3
400 ppm
800 ng
5464.14
0.57
Standar 4
800 ppm
1600 ng
9697.84
0.57
920.1 ng
5840.07
737.43 ng
4765.24
587.39 ng
3882.39
Sampel replikasi 1 Sampel replikasi 2 Sampel replikasi 3 r = 0.99788 y =426.2 + 5.884x
Sampel replikasi 1 Dalam 25 ml = 25x103 µl / 10 µl x 920.1 ng = 2300250 ng = 2.3 mg
Sampel replikasi 2 Dalam 25 ml = 25x103 µl / 8 µl x 737.43 ng = 2304468.75 ng = 2.3 mg
Sampel replikasi 3 Dalam 25 ml = 25x103 µl / 4 µl x 587.39 ng = 2447458 ng = 2.4 mg
% b/b sampel replikasi 1 = 2.3 mg / 325 mg x 100% = 0.71% % b/b sampel replikasi 1 = 2.3 mg / 325 mg x 100% = 0.71% % b/b sampel replikasi 1 = 2.4 mg / 325 mg x 100% = 0.74% % b/b rata-rata = 0.71% + 0.71% + 0.74% / 3 = 0.72% % recovery = 0.72% / 0.851 x 100% = 84.61 %
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1 Mekanisme zat aktif pada cabe jawa Cabe jawa merupakan salah satu tanaman yang diketahui memiliki efek stimulant terhadap sel-sel syaraf sehingga mampu meningkatkan stamina tubuh.Efek hormonal dari tanaman ini dikenal sebagai afrodisiaka.Berdasarkan penelitian secara ilmiah Cabe Jawa digunakan sebagai afrodisiaka karena mempunyai efek androgenik dan anabolik. Dari suatu tinjauan pustaka dikatakan bahwa secara umum kandungan kimia atau senyawa kimia yang berperan sebagai afrodisiaka adalah turunan steroid, saponin, alkaloid, tannin dan senyawa lain yang dapat melancarkan peredaran darah. Bagian yang dimanfaatkan sebagai afrodisiaka adalah buahnya dan diduga senyawa aktif yang berkhasiat afrodisiaka di dalam buahnya adalah senyawa piperine. Selain piperine, senyawa lain dalam buah cabe jawa yang juga diduga memiliki peran afrodisiak yaitu β-sitosterol, yang merupakan senyawa sterol dengan struktur mirip kolesterol dan dapat diubah menjadi pregnenolon. Pregnenolon sendiri merupakan senyawa yang terbentuk pada proses awal sintesis testosteron dari kolesterol. Dengan demikian, kemiripan struktur yang dimiliki βsitosterol dengan kolesterol memungkinkannya untuk dikonversi menjadi hormon steroid, diantaranya testosteron. Dari beberapa hasil penelitian, diketahui bahwa ekstrak Cabe Jawa cukup aman, mempunyai efek androgenik dan meningkatkan kadar hormone testosteron tikus percobaan serta sudah diketahui karakterisasinya baik sebagai simplisia maupun ekstrak etanol 95%. Suatu uji klinik dengan rancangan penelitian single blind clinical trial telah dilakukan pada pasien hipogonad yaitu pasien infertil dengan oligozoospermia dan keluhan penurunan libido atau potensi seks, volume testis < 15 ml, serta kadar hormon testosteron di bawah kisaran normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak Cabe Jawa dapat meningkatkan kadar testosteron darah pada 7 dari 9 pria relawan. Dilaporkan juga bahwa terdapat perbedaan yang signifikan jumlah konsentrasi spermatozoa dan frekuensi koitus relawan setelah pemberian Cabe Jawa.Jumlah sperma meningkat setelah 30 hari pemberian Cabe Jawa dan tetap tinggi setelah pemberiannya dihentikan.Cabe
Jawa dapat meningkatkan libido atau sexual intercourse para relawan.Peningkatan tersebut merupakan nilai tambah dari Cabe Jawa jika diberikan pada pria yang mempunyai keluhan tentang coitus. 5.2 Pemilihan Metode Ekstraksi Metode ekstraksi yang digunakan pada praktikum kali ini adalah metode maserasi, dimana metode maserasi ini merupakan metode ekstraksi cara dingin. Metode ekstraksi cara dingin memiliki keuntungan dalam proses ekstraksi total, yaitu memperkecil kemungkinan terjadinya kerusakan pada senyawa termolabil yang terdapat pada sampel. Metode maserasi sendiri merupakan proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature ruangan (suhu kamar). Penyarian zat aktif dilakukan dengan cara merendam serbuk sampel ke dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan. Dipilih metode ekstraksi maserasi ini karena sediaan cabe jawa mengandung minyak atsiri sehingga jika digunakan metode ekstraksi lainnya yang menggunakan cara panas ditakutkan ada senyawa aktifnya akan rusak. Selain itu tidak digunakan metode maserasi cara dingin lainnya karena metode maserasi lebih mudah untuk dilakukan (lebih sederhana) selain itu lebih murah dan tidak membutuhkan alat khusus. Dari proses ekstrasi yang dilakukan dengan menggunakan metode maserasi dapat menghasilkan rendemen yang cukup besar. Berdasarkan literature Farmakope Herbal 2010 nilai rendemen ekstrak kental buah cabe jawa (Piperis retrofacti fructus extractum spissum) tidak kurang dari 12%.
5.3 Pemilihan Pelarut Menurut Guenther, 1987, pelarut sangat mempengaruhi proses ekstraksi, pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain : 1. Selektivitas Pelarut dapat melarutkan semua zat yang akan diekstrak dengan cepat dan sempurna. 2. Titik didih pelarut Pelarut harus mempunyai titik didih yang cukup rendah sehingga pelarut mudah diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi pada proses pemurnian dan jika diuapkan tidak tertinggal dalam minyak. 3. Pelarut tidak larut dalam air 4. Pelarut bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lain 5. Harga pelarut semurah mungkin. 6. Pelarut tidak mudah terbakar. Pada praktikum kali ini digunakan pelarut etanol 96%. Dipilih pelarut etanol karena etanol dapat digunakan untuk menyari zat yang kepolaran relatif tinggi sampai relative rendah, karena etanol merupakan pelarut universal, etanol tidak meyebabkan pembengkakan membrane sel, dapat memperbaiki stabilitas bahan obat yang terlarut dan juga efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal. Dipilih etanol konsentrasi 96% karena etanol 96% merupakan pelarut dimana kadar alkoholnya lebih kecil atau sedikit dibandingkan dengan kadar airnya, sehingga lebih mudah atau lebih cepat menguap.
5.4 Tahapan Kerja Pada praktikum kali ini pertama yang dilakukan adalah menyerbuk simplisia yang sudah kering menggunakan mesin selep dengan derajat kehalusan yang sudah ditentukan.Selanjutnya serbuk simplisia kering yang didapat dimaserasi. Pada tahap maserasi yang dilakukan pertama kali adalah menimbang 40 gram serbuk kering simplisia cabe jawa lalu dimasukkan ke dalam maserator, ditambahkan etanol 96% sebanyak 400 mL, diaduk, maserator ditutup dan dibiarkan terendam selama 6 jam, diaduk, dibiarkan kembali selama 18 jam, sehingga didapatkan maserat yang kemudian maserat disaring dan dipekatkan
dengan
routavapor pada suhu 500C sehingga didapatkan ekstrak kental.
Selanjutnya dihitung rendemen ekstrak yang didapatkan. Ekstrak kental yang didapatkan selanjutnya dikeringkan dengan menambahkan aerosil sedikit demi sedikit sebanyak 1-2% dari bobot ekstrak kemudian diaduk ad rata dan kering.Penambahan aerosil ini bertujuan untuk mendapatkan ekstrak yang kering.Setelah didapatkan ekstrak kering cabe jawa kemudian dilakukan formulasi kapsul cabe jawa.Dimana kapsul yang digunakan yaitu kapsol No. 1 dengan bobot tiap kapsul 600 mg yang mengandung piperin 4.9%. pertama yang dilakukan adalah menambahkan avicel sebanyak 4.5 g, amilum 16.9 g ke dalam ekstrak kering cabe jawa dan dicampur ad rata. Campuran antara ekstrak cabe jawa, avicel, dan amilum tadi selanjutnya di granulasi dengan menambahkan PVP 7 ml dan diaduk hingga didapatkan massa yang kalis. Setelah itu diayak menggunakan ayakan No. 80 kemudian di oven pada suhu 450C selama 30 menit.Selanjutnya granul yang telah di oven diayak kembali menggunakan ayakan No. 60 yang kemudian ditambahkan dengan Mg stearat sehingga didapatkan granul kering. Setelah proses granulasi dilakukan dan didapatkan granul kering, selanjutnya granul tersebut dimasukkan ke dalam kapsul. Pertama badan dan penutup kapsul dipisahkan dan diletakkan pada tempat untuk pengisian kapsul seperti Gambar 1 yang kemudian badan kapsul diisi dengan serbuk hingga terisi penuh dan selanjutnya tutup kapsul menggunakan penutup kapsul yang tadi telah dipisahkan dengan badannya. Setelah itu cangkang kapsul yang telah terisi sediaan permukaannya dibersihkan. Untuk memastikan sediaan kapsul cabe jawa yang diformulasi merupakan sediaan yang baik dan sesuai dengan parameter yang diinginkan maka dilakukan pengujian evaluasi pada sediaan. Evaluasi yang dilakukan diantaranya yaitu evaluasi mutu fisik granul ekstrak yang terdiri dari uji sifat alirnya yang dilakukan dengan menimbang 100 mg campuran ekstrak kering sediaan kapsul cabe jawa kemudian diletakkan pada alat yang berupa corong yang selanjutnya dihitung berapa lama serbuk tersebut dapat melewati corong dan diukur jari-jari serta ketinggian dari gunungan serbuk yang jatuh melewati corong. Selanjutnya dihitung sudut diamnya dengan membagi tinggi dengan jari-
jari yang terbentuk. Evaluasi selanjutnya yaitu evaluasi mutu fisik kapsul yang terdiri dari uji keseragaman bobot yaitu dengan menimbang 20 kapsul satu persatu, kemudian mengeluarkan semua isi kapsul dan menimbang seluruh bagian cangkang kapsul yang kemudian dihitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap kapsulnya. Perbedaan dalam persen bobot tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul tidak boleh lebih dari yang ditetapkan pada kolom A dan untuk setiap 2 kapsul tidak boleh lebih dari yang ditetapkan kolom B. Selanjutnya uji variasi berat dengan menimbang 20 kapsul dan ditentukan berat rata-ratanya, dimana harus memenuhi persyaratan uji yaitu tidak boleh satu pun dari berat masing-masing kapsul yang kurang dari 90% atau lebih dari 110% dari berat rata-rata, Jika ke20 kapsul tidak memenuhi kriteria tersebut, berat netto masing-masing ditentukan, diambil rata-ratanya dan perbedaan ditentukan antara masing-masing isi netto dengan rata-rata. Selain evaluasi di atas juga dilakukan uji penetapan kadar piperin dalam sediaan. Tahap yang dilakukan pertama kali yaitu membuat larutan pembanding piperin dengan menimbang 25 mg standar piperin dan dilarutkan dengan etanol 96% ad tanda dalam labu ukur 25 mL sehingga didapatkan larutan induk dengan konsentrasi 1000 ppm yang kemudian larutan induk tersebut diencerkan menjadi 100 ppm, 200 ppm, 400 ppm, dan 800 ppm. Selanjutnya dibuat larutan uji dengan mengambil kapsul secara acak dan isinya dikeluarkan kemudian ditimbang. Isi kapsul selanjutnya dilarutkan dalam 15 ml etanol 96%, kemudian disaring menggunakan kertas saring dan di ad kan dengan etanol 96% dalam labu ukur 25 ml. setelah larutan standard an larutan uji siap selanjutnya dilakukan penetapan kadar piperin dalam kapsul. Yang pertama dilakukan yaitu menyiapkan lempeng KLT (pastikan lempeng bersih) kemudian dilakukan penotolan larutan pembanding 2 l dan larutan uji 10 l, 8 l, dan 4 l denga replikasi sebanyak 3 kali. Setelah penotolan selesai dilakukan eluasi lempeng dalam chamber yang sudah jenuh, tunggu sampai fase gerak berjalan sampai batas atas, jika sudah selanjutnya lempeng dikeringkan menggunakan drier kemudian lempeng yang sudah kering discanning menggunakan densitometer CAMAG dan dihitung kadar piperin dan KV kadar piperin.
5.5 Rendemen Nilai rendemen ekstrak etanol 96% buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) yang didapat dari hasil ekstraksi maserasi adalah sebesar . Besar kecilnya nilai rendemen menunjukkan keefektifan proses ekstraksi. Efektifitas proses ekstraksi dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan sebagai penyari, ukuran partikel simplisia, metode dan lamanya ekstraksi. Menurut literature Farmakope Herbal 2010 nilai rendemen ekstrak kental buah cabe jawa (Piperis retrofacti fructus extractum spissum) tidak kurang dari 12%.Jadi nilai rendemen ekstrak kental buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus extractum spissum) dengan metode ekstraksi maserasi sesuai dengan literature.
5.6 Penetapan kadar dengan metode KLT Densitometer Ekstrak yang terbentuk harus ditetapkan kadarnya. Penetapan kadar dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa dalam ekstrak tersebut. Senyawa yang ditentukan kadarnya, dapat berupa senyawa aktif maupun senyawa identitas. Senyawa aktif merupakan senyawa yang dapat memberikan efek farmakologi sedangkan senyawa identitas merupakan senyawa khas yang terdapat dalam suatu tanaman. Pada ekstrak ini, kami menetapkan kadar senyawa piperin yang merupakan senyawa aktif sebagai afrodisiak sekaligus sebagai senyawa identitas dari tanaman cabe jawa. Penetapan kadar pada praktikum ini dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) Densitometri. Kromatografi lapis tipis adalah metode
pemisahan senyawa kimia secara kimia fisika bedasarkan
perbedaan kecepatan migrasi atau rasio distribusi dari komponen campuran fase diam dan fase gerak (Kusumaningtyas et al., 2008). Pada ekstrak ini, kami memisahkan senyawa piperin dengan senyawa-senyawa lain yang terdapat pada ekstrak tersebut kemudian menentukan kadarnya menggunakan densitometer. Densitometri merupakan metode yang dapat mengukur kadar suatu zat dengan mengukur kerapatan dari bercak hasil pemisahan pada lempeng yang selanjutnya didefinisikan sebagai luas area. Pengukuran kerapatan ini melalui interaksi radiasi elektromagnetik (REM). Kami membuat larutan standart dengan konsentrasi 100, 200, 400 dan 800 ppm sedangkan larutan uji dibuat dengan konsentrasi ekstrak 400 ppm. Kemudian
ditotolkan pada lempeng KLT sebanyak 2 µL dan larutan uji sebanyak 8 µL. Kemudian dieluasi dan discanning menggunakan densitometer pada panjang gelombang 254 nm (Farmakope Herbal, 2009). Kondisi analisis dalam penetapan kadar ini sudah merupakan hasil dari optimasi. Dari scanning tadi, kita dapat menganalisa piperin dalam ekstrak secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif, kita dapat melihat dari nilai Rf. Nilai Rf dari larutan uji berturut-turut adalah 0,56; 0,56; 0,57;0,57. Nilai ini sama dengan nilai Rf dari standart yaitu rata-rata 0,57. Ini menunjukkan bahwa dalam ekstrak cabe jawa memang terkandung piperin. Secara kuantitatif, kita dapat menghitung kadar dari piperin dalam ekstrak dari luas area yang dihasilkan dari scanning dengan densitometer. Luas area tersebut diekstrapolasikan dalam kurva kalibrasi yang didapat. Kurva kalibrasi dibuat dengan menggunakan persamaan
regresi
linear. Linearitas
merupakan salah satu parameter untuk menilai kesahihan metode analisis dengan melihat nilai hubungan respon dari berbagai konsentrasi zat baku pada suatu kurva baku yang dilihat sebagai nilai koefisien korelasi (Murrukmihadi, 2013). Koefisien korelasi dari ekstrak ini adalah 0,997 nilai ini sudah cukup menunjukkan bahwa metode sudah linier. Dari praktikum ini didapatkan kadar piperin dalam ekstrak cabe jawa adalah 23%. Penetapan kadar ini juga dilakukan untuk sediaan kapsul dengan kondisi analisis yang sama di mana dari kadar yang didapat akan dihitung persen recovery. Persen recovery merupakan prosentase perbandingan antara kadar piperin dalam kapsul dari hasil analisis KLT densitometri dengan kadar piperin dalam kapsul secara teoritis. Persen recovery yang didapat adalah 84,61%
5.7 Formulasi Sediaan Kapsul Setelah penetapan kadar, dilanjutkan dengan formulasi sediaan kapsul. Sebelum ekstrak diformulasi dengan berbagai bahan tambahan, ekstrak harus dikeringkan terlebih dahulu menggunakan suatu adsorben.Adsorben yang digunakan adalah Cab-o-sil.Adsorben seperti silicon dioksida (Aerosil, Syloid dan Cab-O-Sil) berbentuk serbuk yang sangat halus, ringan berwarna putih, tak berbau dengan sedikit rasa sabun.Mempunyai kemampuan yang tinggi dalam
mengadsorbsi air yaitu 50% dari beratnya tanpa kehilangan daya mengalirnya. Terdapatnya adsorben di dalam formula bertujuan untuk : Melindungi bahan obat dari pengaruh lembab. Adsorben akan menarik dan mengikat air yang berasal dari bahan pengikat maupun yang berasal dari udara lembab, sehingga memperkecil kemungkinan kontak antara bahan obat dengan kelembaban. Bahan yang bersifat higroskopis memiliki kecenderungan untuk mengikat air, adanya absorben dapat membatasi/menghalangi kemampuan bahan tersebut untuk mengikat/menarik air. Kombinasi bahan obat tertentu dapat menurunkan titik eutektik, dimana kombinasi tersebut akan menjadi basah dan masa ini akan melengket pada permukaan pencetak tablet. Dapat mencegah pembasahan cangkang kapsul oleh solven yang terdapat di dalam ekstrak Menurut American Pharmaceutical Association and The Pharmaceutical Society of Great Britain, jumlah adsorben yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 3% karenabersifat voluminous dan karsinogenik. Pada praktikum ini, kami menggunakan aerosil sebanyak 4% sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah aerosil yang digunakan melebihi batas yang ditentukan. Hal ini dikarenakan ekstrak yang digunakan kurang pekat atau masih mengandung pelarut sehingga membutuhkan lebih banyak aerosil untuk dapat menghasilkan serbuk kering. Bahan yang digunakan dalam formulasi kapsul cabe jawa diantaranya ekstrak cabe jawa, avicel, amilum, pvp dan mg stearat. Piperin yang diinginkan pada setiap kapsul yaitu sebanyak 5 mg sehingga ekstrak yang digunakan sebanyak 21,7 mg ekstrak untuk 50 kapsul. Avicel digunakan sebagai adsorben, glidant dan pengisi.Avicel dapat mengeringkan ekstrak karena avicel bersifat sebagai adsorbent.Selain itu, digunakan avicel karena avicel dapat memperbaiki sifat alir dari serbuk. Avicel memiliki rumus molekul C6H10O5 dan rumus struktur sebagai berikut :
Gambar 1 Rumus Struktur Avicel Avicel yang digunakan sebanyak 20% atau sebanyak 6 gram untuk 50 kapsul. Pemerian dari avicel yaitu putih, tidak berbau dan berwarna dari berbagai bentuk partikel dan mudah mengalir atau sebagai pengikat.Avicel digunakan dalam formulasi farmasetik oral dan produk makanan dan relatif tidak toksik atau tidak mengiritasi.Avicel tidak diabsorbsi sistemik dan memiliki sedikit toksisitas.Konsumsi avicel dalam jumlah besar dapat menyebabkan efek laksatif. Amilum digunakan sebagai pengisi.Bahan pengisi dibutuhkan untuk mengisi matrix kosong dalam kapsul karena bahan aktif yang digunakan tidak dapat mengisi kapsul secara penuh maka diperlukan bahan pengisi. Amilum yang digunakan sebesar 75,1 % atau sebanyak 22,53 gram. Bahan pengisi yang digunakan adalah amilum karena selain sebagai pengisi, amilum dapat berfungsi sebagai glidan dan disintegran. Rumus struktur dari amilum yaitu
Gambar 2 Rumus Struktur Amilum
PVP atau polyvinylpirolydon merupakan bahan yang berfungsi sebagai pengikat. Dalam formulasi ekstrak cabe jawa digunakan cara granulasi sehingga untuk dapat mengikat semua bahan aktif dan bahan tambahan diperlukan bahan pengikat. PVP yang digunakan merupakan sebanyak 1 gram yang dilarutkan dalam 40 ml etanol dan yang digunakan sebanyak 7 ml atau 140 tetes. Mg stearat berfungsi sebagai pelincir sehingga serbuk dapat mengalir dengan baik. Mg stearat yang digunakan adalah 2% atau sebesar 0,52 gram. Mg stearat dipilih sebagai bahan pelincir karena Mg sterat bersifat inert dan umumnya sebagai bahan pelincir dalam pembuatan kapsul.Rumus struktur dari Mg Stearat yaitu :
Gambar 3 Rumus Struktur Mg Stearat
Kapsul yang digunakan adalah kapsul gelatin keras sebanyak 50 kapsul.Kapsul gelatin yang keras merupakan jenis yang digunakan oleh ahli farmasi masyarakat dalam menggabungkan obat-obatan secara mendadak dan dilingkungan para penbuat sediaan farmasi dalam memproduksi kapsul umumnya.Cangkang kapsul kosong dibuat dari campuran gelatin, gula dan air, jernih tidak berwarna dan pada dasarnya tidak mempunyai rasa.Gelatin dihasilkan dari hidrolisis sebagian dari kolagen yang diperoleh oleh kulit, jaringan ikat putih dan tulang belakang binatang-binatang.Sehingga dipilih kapsul gelatin karena aman digunakan dan tidak mempunyai efek samping berbahaya bagi tubuh. Evaluasi yang dilakukan dalam pembuatan kapsul ekstrak cabe jawa adalah uji keseragaman bobot dan uji sifat alir. Tujuan dari uji keseragaman bobot yaitu agar diketahui bobot dari setiap kapsul seragam sehingga tiap kapsul dapat memiliki kandungan bahan aktif yang sama. Uji keseragaman bobot dilakukan dengan penimbangan 20 kapsul sekaligus dan ditimbang lagi satu persatu isi tiap kapsul.Kemudian timbang seluruh cangkang kosong dari 20 kapsul tersebut.Lalu dihitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul. Perbedaan bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul, tidak boleh melebihi dari yang ditetapkan pada kolom A dan untuk setiap 2 kapsul tidak lebih dari yang ditetapkan pada kolom B (Depkes RI, 1979). Hasil uji didapatkan bahwa perbedaan bobot antar kapsul sebesar 0,22% sehingga dikatakan bahwa tiap kapsul memiliki keseragaman bobot yang sama. Uji sifat alir dilakukan agar pada proses pencetakan serbuk dapat mengalir dengan baik sehingga didapatkan kapsul yang memiliki bobot yang sama. Sifat alir serbuk berpengaruh pada peningkatan reprodusibilitas pengisian ruang pencetakan kapsul , sehingga menyebabkan keseragaman bobot sediaan lebih
baik, demikian pula efek farmakologinya. Caranya yaitu dengan meletakkan massa cetak dalam corong alat uji kecepatan alir yang bagian bawahnya ditutup. Massa cetak yang keluar dari alat tersebut dihitung kecepatan alirannya dengan menghitung waktu yang diperlukan oleh sejumlah serbuk untuk turun melalui corong alat penguji dengan menggunakan stopwatch dari mulai dibukanya tutup bagian bawah hingga semua massa granul mengalir keluar dari alat uji. Timbunan granul dapat digunakan untuk menghitung sudut istirahat.Diameter rata-rata timbunan granul dan tinggi puncak timbunan granul diukur.Untuk 100 g granul waktu alirnya tidak boleh lebih dari 10 detik.Waktu alir berpengaruh terhadap keseragaman bobot tablet.Dari hasil pengujian didapatkan kecepatan alir yaitu 0,717 g/s dan sudut diam sebesar 29,36o.Berdasarkan hasil pengujian disimpulkan bahwa serbuk memiliki sifat alir yang buruk karena persyaratan sifat alir yang baik yaitu kecepatan alir sebesar 10g/s dan sudut diam <30o (Liebermann & Lachman, 1986).
BAB 6. PENUTUP
6.1 Cabe jawa digunakan sebagai afrodisiaka karena mempunyai efek androgenik dan anabolik, senyawa yang dimanfaatkan sebagai afrodisiaka adalah piperine dan β-sitosterol 6.2 Metode yang digunakan dalam mengekstraksi senyawa aktif dari cabe jawa adalah maserasi, metode ini dipilih karena memperkecil kemungkinan terjadinya kerusakan pada senyawa termolabil yang terdapat pada sampel. 6.3 Pelarut yang digunakan dalam mengekstraksi senyawa aktif dari cabe jawa adalah etanol 96%, pelarut ini dipilih karena merupakan pelarut yang universal, etanol tidak menyebabkan pembengkakan membrane sel, dapat memperbaiki stabilitas bahan obat yang terlarut dan juga efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal 6.4 Nilai rendemen ekstrak etanol
96% buah cabe jawa (Piperis
retrofracti fructus) yang didapat dari hasil ekstraksi maserasi adalah sebesar 23% 6.5 Penetapan kadar piperine menggunakan metode KLT Densitometer dan didapat hasil : Nilai Rf dari larutan uji
: 0,56; 0,56; 0,57; 0,57
Nilai korelasi dari ekstrak cabe jawa
: 0,997
Nilai kadar piperin dalam ekstrak cabe jawa :23% Nilai persen recovery yang didapat
: 84,61%
6.6 Formula yang dirancang untuk membuat kapsul ekstrak cabe jawa adalah absorben yang digunakan sebagai penggering ekstrak, avicel sebagai adsorben, glidant dan pengisi, amilum sebagai pengisi, pvp sebagai pengikat dan mg stearat sebagai pelincir. 6.7 Evaluasi sediaan yang dilakukan meliputi uji keseragaman bobot yang menunujukkan bahwa tiap kapsul memiliki keseragaman bobot yang sama(0.22%) dan uji sifat alir yang menunjukkan bahwa serbuk memiliki sifat alir yang buruk karena persyaratan sifat alir yang baik yaitu kecepatan alir sebesar 10g/s dan sudut diam <30˚.
DAFTAR PUSTAKA Agus Ruhnayat, Rosita Sri Muljati dan Wawan Haryudin. 2011. Respon Tanaman Cabe Jawa Produktif Terhadap Pemupukan Di Sumenep Madura. Bul. Littro. Vol. 22 No. 2, 2011, 136 – 146 Aliadi, A., B. Sudibyo, D. Hargono, Farouq, Sidik, Sutaryadi dan S. Pramono. 1996. Tanaman Obat Pilihan. Yayasan Sidowayah, Jakarta. hlm.42-45. Amin Zuchri. 2008. Habitus Dan Pencirian Tanaman Cabe Jamu (Piper Retrofractum Vahl.) Anonim, 1979. Farmakope Indonesia Edisi 3. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Ansel, H.C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi IV, 255. Penerbit Universitas Indonesia: Jakarta. Anwar, N.S. 2001. Manfaat obat tradisional sebagai afrodisiak serta dampak positifnya untuk menjaga stamina. Makalah pada Seminar Setengah Hari ”Menguak Manfaat Herbal bagi Vitalitas Seksual”, Jakarta, 13 Oktober 2001. 8 hlm. Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi 4. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Depkes (Departemen Kesehatan) RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia Ed I. Depkes RI : Jakarta. Didik Gunawan. 2002. Tanaman obat yang digunakan. Dalam: Ramuan tradisional untuk keharmonisan suami istri. Cetakan 3. Jakarta: Penebar Swadaya. h.42-45. Hargono, D. 1992. Beberapa informasi tentang Retrofracti fructus. Warta TOI Vol. 1 : 4-7. Irdania Putri Aulia. 2009. Efek Minyak Atsiri Cabe Jawa (Piper retrofractum, Vahl) terhadap Jumlah Limfosit pada Tikus Wistar yang Diberi Diet Kuning Telur. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang Juckett, G. 2004. Herbal Medicine in Modern Pharmacology with Clinical Application (Craig,CR & Stitzel, RE : Editors). 6th edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. Halaman: 785. Moeloek, Nukman, Silvia W. Lestari, Yurnadi, Bambang Wahjoedi. Uji Klinik Ekstrak Cabe Jawa (Piper Retrofractum Vahl) Sebagai Fitofarmaka Androgenik Pada Laki-Laki Hipogonad. Maj Kedokt Indon. Volume 60. Nomor 6. Juni 2010
Nukman Moeloek, Silvia W. Lestari,Yurnadi, dan Bambang Wahjoedi. 2010. Uji Klinik Ekstrak Cabe Jawa (Piper Retrofractum Vahl) sebagai Fitofarmaka Androgenik pada Laki-laki Hipogonad. Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 6, Juni 2010 Pallavi KJ, Ramandeep S, Sarabjeet S, Karam S, Mamta F, Vinod S (2011). Aphrodisiac agents from Medicinal Plants : A Review, J. Chem. Pharm.Res.,3(2):911-921 Rostiana, O., W. Haryudin., B. Martono, dan S. Aisyah. 1994. Karakterisasi dan evaluasi plasma nutfah cabe jawa. Laporan Teknis Penelitian Tanaman Obat. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat:90 – 102. Spesifik Madura. Agrovigor Volume 1 No. 1 September 2008 Issn 1979 5777 Voigt, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Diterjemahkan oleh Soendani N. S. Yogyakarta : UGM Press. Wawan Haryudin dan Otih Rostiana. 2009.Karakteristik Morfologi Tanaman Cabe Jawa (Piper Retrofractum. Vahl) Di Beberapa Sentra Produksi. Bul. Littro. Vol. 20 No. 1, 2009, 1 – 10 Yuliani, S, Desmawarni dan N. Harimurti. 2007. Pengaruh laju alir umpan dan suhu inlet spray drying pada karakteristik mikrokapsul oleoresin jahe. J. Pascapanen 4: 18-26
LAMPIRAN
KEMASAN
ETIKET
HASIL DENSITOMETRI