LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITAIF “UJI KUALITATIF VITAMIN C”
Disusun Oleh : Nama
: Christina T Dareda
NIM
: 16101101021
Jurusan
: Kimia
Kelompok
: IV
Tanggal
:
Acc
:
Dosen/Asisten
LABORATORIUM KIMIA ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO 2016
UJI KUALITATIF VITAMIN C I.
Tujuan
Menguji secara kualitatif vitamin C pada minuman
II. Dasar Teori
Vitamin adalah kelompok senyawa organic berbobol molekul kecil yng memiliki fungsi vital dalam metabolisme organisme. Dipandang dari sisi enzimologi, vitamin adalah kofaktor dalam reaksi kimia yang dikatalisai oleh enzim. Sebagai salah satu komponen gizi, vitamin diperlukan untuk memperlancar proses metabolisme tubuh dan tidak menghasilkan energy. Vitamin terlibat dalam proses enzimatik. Tubuh memerlukan vitamin dalam jumlah yang sedikit, tetapi jika kebutuhan yang sedikit ini diabaikan, akan mengakibkan terganggunya metabolmee dalam tubuh kita, karena fungsinya tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Kondisi kekurangan vitamin disebut dengan avitaminosis (Ketnan, 2005). Berdasarkan kelarutannya vitamin dibagi menajdi dua kelompok, yaitu vitamin yang larut dalam air (vitamin C dan semua golongan vitamin B) dan yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K). Oleh karena sifat kelarutannya tersebut, vitamin yang larut dalam air tidak dapat disimpan dalam tubuh, sedangkan vitamin yang larut dalam lemak dapat disimpan dalam tubuh (Ketnan, 2005). Vitamin C adalah salah satu jenis vitamin yang larut dalam air dan memiliki peranan penting dalam menangkal berbagai penyakit.Vitamin ini juga dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat. Vitamin C termasuk golongan vitamin antioksidan karena sangat mudah troksidasi oleh panas, cahaya, dan logam. Oleh karena itu vitamin C mampu menangkal berbagai radikal bebas ekstraseluler. Buah-buahan seperti jeruk, merupakan sumber utama vitamin C (Girinda, 1986). Vitamin C atau asam askorbat merupakan kristal putih yang larut dalam air. Vitamin C cukup stabil dalam keadaan kering, namun dalam keadaan terlarut vitamin C mudah rusak karena teroksidasi. Oksidasi dipercepat karena adanya tembaga dan besi. Struktur asam askorbat (vitamin C) adalah turunan heksosa dan diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat berkaitan
dengan monosakarida, sehingga strukturnya sangat mirip glukosa pada sebagian besar mamalia yaitu L-asam askorbat (bentuk tereduksi) dan L-asam dehodroaskorbat terjadi bila bersentuhan dengan tembaga, panas dan alkali ( Iswari, 2006). Vitamin C berhasil diisolasi untuk pertama kalinya pada tahun 1928 dan pada tahun 1932 ditemukan bahwa vitamin ini merupakan agen yang dapat mencegah sariawan. Albert SzentGyorgyi menerima penghargaan nobel dalam fisiologi atau kedokteran pada tahun 1937 untuk penemuan ini. Selama ini vitamin C atau asam askorbat dikenal peranannya dalam menjaga dan memperkuat imunitas terhadap infeksi (Girinda, 1986). Pada beberapa penelitian lanjutan ternyata vitamin C juga telah terbukti berperan penting dalam meningkatkan kerja otak. Dua peneliti di Texas Woman's University menemukan bahwa murid SMTP yang tingkat vitamin C-nya dalam darah lebih tinggi ternyata menghasilkan tes IQ lebih baik daripada yang jumlah vitamin C-nya lebih rendah (Girinda, 1986). Vitamin adalah suatu zat organik yang diperlukan tubuh sebagai pengaturan proses fisiologis tubuh.Walaupun diperlukan dalam jumlah sedikit tetapi fungsinya tidak dapat digantikan dengan zat-zat lain.Tanpa vitamin manusia, hewan dan makhluk hidup lainnya tidak akan dapat melakukan aktifitas hidup dan kekurangan vitamin dapat menyebabkan memperbesar peluang terkena penyakit pada tubuh kita (Hart, 2003). Vitamin C disebut juga asam askorbat. Vitamin C banyak terdapat pada buah-buahan dan sayuran berwarna hijau. Kekurangan vitamin C mengakibatkan skorbutum, pendarahan pada kulit, kerusakan sendi, dan gusi. Vitamin C sering disebut sebagai rajanya vitamin, itu karena vitamin C memang memiliki banyak manfaat. Selain bersifat antioksidan yang mampu melawan radikal bebas, vitamin C juga berperan dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh (Hart, 2003). Dosis konsumsi vitamin C yang ideal adalah 75 miligram per hari. Perempuan hamil dan ibu menyusui sudah tentu harus mengonsumsi vitamin C lebih besar dari jumlah itu. Ada juga yang berpendapat cukup mengonsumsi 200 miligram sehari. Bagi orang yang hidup dengan stres atau mereka yang tinggal di kota besar yang penuh polusi, dosis 500 miligram adalah dosis yang cukup baik (Hart, 2003).
Terlalu banyak mengonsumsi Vitamin C akan memiliki efek samping seperti sakit kepala, mual, muntah, perut sakit, kelelahan, mengantuk, gangguan pencernaan, kram usus, diare, insomnia, batu ginjal, iritasi di kerongkongan, hingga pengeroposan gigi. Untuk mengetahui ada tidaknya kandungan vitamin C dalam sebuah sampel minuman, kita dapat menggunakan titrasi iodometri dalam laboratorium. Titrasi iodometri dapat menggunakan larutan amilum Iodida atau bisa juga menggunakan betadine (Hart, 2003). Vitamin adalah golongan senyawa organik sebagai pelengkap makanan yang sangat diperlukan oleh tubuh. Vitamin memiliki peran yang sangat penting untuk pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan, dan fungsi-fungsi tubuh lainnya agar metabolisme berjalan normal. Vitamin dalam bahan makanan hanya dalam jumlah relatif kecil (Winarno, 1988). Bentuk vitamin berbeda-beda, diantaranya ada yang berbentuk provitamin atau calon vitamin (precursor), setelah diserap oleh tubuh, provitamin dapat diubah menjadi vitamin yang aktif.Karbohidrat, protein, dan lemak dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah besar untuk menyediakan energi dan menghasilkan prekursor organik sebagai komponen tubuh. Namun demikian, vitamin memiliki fungsi khusus yang tidak dapat digantikan oleh zat lain. Kekurangan vitamin berati kekurangan zat esensial dalam tubuh sehingga dapat menimbulkan penyakit tertentu. Kondisi kekurangan vitamin disebut avitaminosis dan dapat disembuhkan dengan memberikan vitamin yang kurang (Poedjiadi, 1994). Vitamin C mempunyai banyak fungsi yaitu berperan membantu enzim spesifik dalam melakukan fungsinya. Vitamin C juga bekerja sebagai antioksidan. Perusahaan kadang – kadang menambahkan vitamin C pada produk makanannya untuk menjaga kandungan bahan tertentu. Vitamin C juga penting untuk membentuk kolagen, serat, struktur protein. Kolagen dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan gigi dan juga untuk membentuk jaringan bekas luka (Winarno, 1988). Vitamin C juga meningkatkan ketahanan tubuh terhadap infeksi dan membantu tubuh menyerap zat besi.Vitamin C atau asam askorbat mempunyai massa molekul 176 gram/mol dengan rumus molekul C6H8O6. Dalam bentuk kristal tidak berwarna, titik cair 190-192ºC. Bersifat larut dalam air, sedikit larut dalam aseton atau alkohol yang mempunyai berat molekul rendah (Winarno, 1988).
Vitamin C sukar larut dalam kloroform, eter dan benzena. Dengan logam membentuk garam. Sifat asam ditentukan oleh ionisasi gugus enol pada atom C nomor 3.Vitamin C lebih stabil pada pH rendah daripada pH tinggi. Vitamin C mudah teroksidasi, terutama apabila terdapat katalisator Fe, Cu, enzim askorbat oksidase, sinar, dan temperatur tinggi. Larutan encer Vitamin C pada pH kurang dari 7,5 masih stabil apabila tidak ada katalisator seperti di atas. Oksidasi Vitamin C menghasilkan asam dehidroaskorbat (Winarno, 1988). Vitamin adalah molekul organik sederhana yang diminta oleh tubuh. Vitamin bukan karbohidrat, protein maupun lipid. Tubuh tidak dapat mensintesis vitamin-vitamin. Karena larut dalam air, vitamin C mudah diserap dalam usus halus, dari mana ia langsung masuk ke dalam darah vena porta ke hati dan dari sana ke seluruh tubuh. Vitamin ini disimpan dalam banyak jaringan, tetapi terutama banyak sekali dalam organ yang berhubungan dengan aktivitas metabolisme (Harjadi, 1986). Asam askorbat atau lebih dikenal dengan nama vitamin C adalah vitamin untuk jenis primat tetapi tidak merupakan vitamin bagi hewan-hewan lain. Asam askorbat adalah suatu reduktor kuat. Bentuk teroksidasinya, asam dehidroaskorbat, mudah direduksi lagi dengan berbagai reduktor seperti glutation (GSH) (Harjadi, 1986). Peranan asam askorbat sebagai koenzim belum dapat dipastikan karena asam ini tidak dapat berikatan dengan protein yang manapun. Vitamin C memiliki sifat yang larut dalam air dan mudah rusak oleh panas udara, alkali enzim, stabil pada suasana asam. Gejala yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin C antara lain pendarahan ringan. Sedangkan gejala yang berat antara lain gigi rontok, luka pada gusi, luka sukar sembuh dan tulang mudah patah (Harjadi, 1986). Vitamin C dapat ditemukan pada buah jeruk, tomat, dan juga beberapa buah-buahan lainnya. Vitamin C diperlukan pada pembentukan zat kolagen oleh fibroblast hingga merupakan bagian dalam pembentukan zat intersel. Keadaan kekurangan vitamin C akan mengganggu integrasi dinding kapiler. Vitamin C diperlukan juga pada proses pematangan eritrosit dan pada pembentukan tulang dan dentin. Vitamin C mempunyai peranan penting pada respirasi jaringan (Rachmawati et al, 2009). Sumber vitamin C adalah buah-buahan segar terutama buah jeruk dan sayuran. Fungsinya yang pasti tidak diketahui, kecuali bahwa askorbat ikut berperan pada kerja enzim-enzim prolil
dan lisil hidrolakse serta pehidroksifenil-piruvat oksidase, dan pada pembentukan nondrenalin (Rachmawati et al, 2009). Kebutuhan orang dewasa 60 mg lebih banyak dalm laktasi, 35 – 45 mg untuk bayi dan anak-anak. Peningkatan kebutuhan dapat terjadi karena stress. Vitamin C pertama-tama diisolasi oleh Szent Gyorgy (1928) dari jeruk, kol dan adrenal korteks. Ia namakan senyawa tersebut asam heksuronik karena molekulnya mempunyai enam karbon dan mempunyai sifat mereduksi (Rachmawati et al, 2009). Vitamin C adalah derivate heksosa dan cocok digolongkan sebagai suatu karbohidrat. Vitamin ini dalam bentuk Kristal berwarna putih, sangat larut dalam air dan alcohol. Vitamin C stabil dalam keadaan erring tetapi mudah teroksidasi dalam keadaan larutan apalagi dalam suasana basa (Rachmawati et al, 2009). Vitamin C diperlukan untuk sintesis kolagen, komponen struktural penting dari pembuluh darah,
tendon,
ligamen,
dan
tulang. Vitamin
C
juga
berperan
penting
dalam
sintesis neurotransmitter , norepinefrin (Fessenden, 1982). Neurotransmiter sangat penting untuk fungsi otak dan diketahui mempengaruhi suasana hati. Selain itu, vitamin C diperlukan untuk sintesiskarnitin , molekul kecil yang sangat penting untuk pengangkutan lemak menjadi organel sel yang disebut mitokondria , di mana lemak diubah menjadi energi. Penelitian juga menunjukkan bahwa vitamin C adalah terlibat dalam metabolisme kolesterol untuk asam empedu , yang mungkin memiliki implikasi terhadap kadar kolesterol darah dan kejadian batu empedu (Fessenden, 1982). Vitamin C juga sangat efektif terhadap antioksidan protein. Bahkan jumlah kecil vitamin C dapat melindungi molekul yang sangat diperlukan dalam tubuh, seperti, lipid (lemak), karbohidrat, dan asam nukleat (DNA dan RNA), dari kerusakan oleh radikal bebas dan reaktif oksigen spesies yang dapat dihasilkan selama metabolisme normal maupun melalui hubungan ke racun dan polutan (misalnya, asap rokok)(Fessenden, 1982). Vitamin C juga mungkin dapat beregenerasi antioksidan lain seperti vitamin E. Satu studi terbaru perokok ditemukan bahwa vitamin C vitamin E regenerasi dari bentuk teroksidasinya (Fessenden. 1982).
Vitamin yang larut dalam air disebut prakoenzim (procoenzyme). Vitamin-vitamin ini dapat bergerak bebas di dalam badan, darah, dan limfa. Karena sifat kelarutannya, vitamin ynag larut dalam air mudah rusak dalam pengolahan dan mudah hilang atau terlarut bersama air selama pencucian bahan (Fessenden, 1982). Di dalam tubuh, vitamin ini disimpan dalam jumlah terbatas dan kelebihan vitamin akan dikeluarkan atau diekskresikan melalui urine. Oleh karena itu untuk mempertahankan saturasi vitamin ini harus sering dikonsumsi. Salah satu vitamin yang larut dalam air adalah vitamin C (asam askorbat) (Fessenden, 1982). Vitamin C dikenal juga dengan nama lain yaitu “cevitamic acid”,“antiscorbutic factor” dan “scurvy preventive dietary essential”. Terdapat dua bentuk vitamin C aktif, yaitu bentuk tereduksi (asam akorbat) dan bentuk teroksidasi (asam dehidro askobat). Bila asam dehidroaskorbat teroksidasi lebih lanjut akan berubah menjadi asam diketoglukonat yang tidak aktif secara biologis (Fessenden, 1982). Pada buah cabai terkandung beberapa vitamin. Salahsatu vitamin dalam buah cabai adalah vitamin C (asam askorbat). Vitamin C berperan sebagai antioksidan yang kuat yang dapat melindungi sel dari agen-agen penyebab kanker, dan secara khusus mampu meningkatkan daya serap tubuh atas kalsium (mineral untuk pertumbuhan gigi dan tulang) serta zat besi dari bahan makanan lain. Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air dan esensial untuk biosintesis kolagen (Poedjiadi, 1994). Vitamin C diperlukan untuk menjaga struktur kolagen, yaitu sejenis protein yang menghubungkan semua jaringan serabut, kulit, urat, tulang rawan, dan jaringan lain di tubuh manusia. Struktur kolagen yang baik dapat menyembuhkan patah tulang, memar, pendarahan kecil, dan luka ringan(Poedjiadi, 1994). Vitamin C juga berperan penting dalam membantu penyerapan zat besi dan mempertajam kesadaran. Sebagai antioksidan, vitamin c mampu menetralkan radikal bebas di seluruh tubuh. Melalui pengaruh pencahar, vitamini ini juga dapat meningkatkan pembuangan feses atau kotoran. Vitamin C juga mampu menangkal nitrit penyebab kanker. Penelitian di Institut Teknologi Massachusetts menemukan, pembentukan nitrosamin (hasil akhir pencernaan bahan
makanan yang mengandung nitrit) dalam tubuh sejumlah mahasiswa yang diberi vitamin C berkurang sampai 81% (Poedjiadi, 1994). Berbagai macam analisis dilakukan untuk mengetahui kadar vitamin C. Penelitian dengan menggunakan metode spektrofotometri dilakukan pada tahun 1966 sampai dengan tahun 1967. Pada spektrofotometri, sample (vitamin C) diletakkan pada kuvet yang disinari oleh gelombang yang memiliki panjang gelombang yang mampu diserap oleh molekul asam askorbat (Helrich, 1990). Analisis Vitamin C juga dilakukan dengan metode titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol) yang dimulai pada tahun 1964 dan berakhir pada tahun 1966. Pada titrasi ini, persiapan sampel ditambahkan asam oksalat atau asam metafosfat, sehingga mencegah logam katalis lain mengoksidasi vitamin C (Helrich, 1990). Metode spektrofotometri dan titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol) jarang dilakukan karena memerlukan biaya yang mahal, titrasi lain yang dapat dilakukan adalah titrasi Iodium. Metode ini paling banyak digunakan, karena murah, dan tidak memerlukan peralatan laboratorium yang canggih. Titrasi ini memakai Iodium sebagai oksidator yang mengoksidasi vitamin C dan memakai amilum sebagai indikatornya. Kekurangan dari metode ini yaitu ketidakakuratan nilai yang diperoleh karena vitamin C dapat dipengaruhi oleh zat lain. Titrasi Iodium adalah salah satu metode analisis yang dapat digunakan dalam menghitung kadar Vitamin C. Dimana, suatu larutan vitamin C (asam askorbat) sebagai reduktor dioksidasi oleh Iodium, sesudah vitamin C dalam sampel habis teroksidasi, kelebihan Iodium akan segera terdeteksi oleh kelebihan amilum yang dalam suasana basa berwarna biru muda (Wijanarko, 2002). Kadar vitamin C dapat diketahui dengan perhitungan 1ml 0,01 N larutan Iodium = 0,88 mg asam askorbat (Wijanarko , 2002). Terdapat beberapa metode untuk mengetahui kadar vitamin C pada suatu bahan pangan. Diantaranya adalah metode titrasi dan metode spektrofotometri. Metode titrasi dapat terdiri dari metode titrasi iodium, Metode Titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol), dan Titrasi Asam-Basa (Henry, 1995). Menurut Janeatta (1994), Beberapa metode untuk mengetahui kadar vitamin c : a.
Iodium (titrasi Iodium)
Metode ini paling banyak digunakan, karena murah, sederhana, dan tidak memerlukan peralatan laboratorium yang canggih. titrasi ini memakai Iodium sebagai oksidator yang mengoksidasi vitamin C dan memakai amilum sebagai indikatornya. b. Titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol)
Metode ini menggunakan 2,6 D dan menghasilkan hasil yang lebih spesifik dari titrasi yodium. Pada titrasi ini, persiapan sampel ditambahkan asam oksalat atau asam metafosfat, sehingga mencegah logam katalis lain mengoksidasi vitamin C. Namun, metode ini jarang dilakukan karena harga dari larutan 2,6 dan asam metafosfat sangat mahal. c.
Titrasi Asam-Basa
Metode titrasi Asam Basa merupakan contoh analisis volumetri, yaitu, suatu cara
atau metode, yang menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepaskan dari perangkat gelas yang disebut buret. Bila larutan yang diuji bersifat basa maka titran harus bersifat asam dan sebaliknya. Untuk menghitungnya kadar vitamin C dari metode ini adalah dengan mol NaOH = mol asam Askorbat. d. Metode spektrofotometri Metode spektrofotometri larutan sampel (vitamin C) diletakkan pada sebuah kuvet yang disinari oleh cahaya UV dengan panjang gelombang yang sama dengan molekul pada vitamin C yaitu 269 nm.
III.
Alat dan Bahan
3.1 Alat
Gelas reagen
Pipet tetes
Sendok makan
Spatula
Tabung Reaksi
3.2 Bahan
ABC kedelai
ABC sirsak
Air
Aquades
Betadine
Tepung maizena
IV. Prosedur Kerja
Metode 1 1
1. Dibuat larutan kanji : dilarutkan tepung maizena dalam gelas air, diaduk cepat sampai 4
semua tepung larut 2. Disiapkan 3 buah gelas kimia, lalu diberi label 3. Disiapkan sampel sari buah mangga, liang the\ dan nata de coco ke dalam gelas kimia, 1
kemudian ditambahkan gelas air, lalu diaduk 2
4. Diambil 1 sendok makan larutan kanji, dituangkan dalam gelas kimia yang telah diberi label 5. Betadine antiseptik ditetes sebanyak 2 tetes lalu diaduk, dilakukan terus sampai larutan sampel berwarna biru kehitaman 6. Tetesan dihentikan jika warna larutan sudah biru kehitaman (warna biru kehitaman menunjukkan di dalam sampel terkandung vitamin c) 7. Dicatat berapa tetes betadine yang dibutuhkan untuk membuat sampel dari warna kuning menjadi biru kehitaman
Metode 2 1. Disiapkan 4 tabung reaksi yang telah diisi air dengan takaran yang sama 2. Diberi betadine antiseptik sebanyak 3 tetes ke dalam 3 tabung reaksi dan 1 tabung reaksi dibiarkan tetap berisi air putih biasa 3. Diberi ekstrak buah-buahan ke dalam 3 tabung reaksi dan 1 tabung reaksi dibiarkan tetap berisi air putih biasa 4. Setelah itu dicampurkan ekstrak buah-buahan dengan air yang telah diberi betadine hingga larutan tercampur rata dengan cara di goncang perlahan 5. Setelah mengalami perubahan warna, diamati dan di catat
V.
Hasil Pengamatan
Metode 1 No
Sampel
Jumblah Tetes
Perubahan Warna
1
Buavita Leci
40
Cokelat – Orange
2
Ultra kacang ijo
10
Coklat – Kehitaman
3
Aquades
Tidak dilakukan
Cokelat
perlakuan uji
Metode 2 No
Sampel
Jumblah Tetes
Perubahan Warna
1
Buavita Leci
30
Bening – Cokelat kehitaman
2
Ultra kacang ijo
10
Coklat – Biru kehitaman
VI.
Pembahasan
Pada praktikum yang telah dilakukan untuk mengetahui adanya kandungan vitamin C pada beberapa sampel minuman yang beredar dimasyarakat. Vitamin C sendiri biasa disebut dengan asam askorbat yang adalah suatu senyawa yang diperlukan oleh tubuh untuk menjaga kesehatan tubuh dan memiliki banyak fungsi seperti sebagai antioksidan, untuk menangkal beberapa penyakit radikal, dan untuk menjaga sistem kekebalan tubuh. Vitamin C memiliki rumus molekul C6H8O6. Untuk praktikum uji vitamin C kali ini digunakan bahan betadine karena warna daripada betadine yaitu berwarna merah akan menyebabkan lebih mudah dalam mengamati perubahan warna yang akan terjadi. Jika sampel mengandung vitamin C maka jika sampel tersebut bereaksi dengan betadine maka akan berubah warna menjadi warna biru kehitaman pada percobaan. Sampel yang digunakan untuk menguji kandungan vitamin C pada praktikum kali ini, yaitu buavita leci dan ultra kacang ijo. Hal ini dilakukan agar data yang didapatkan lebih akurat dan juga selain itu dapat dibuat perbandingan kandungan vitamin C untuk setiap sampel. Berbeda dengan bahan tambahan makanan lainnya yang berbahaya seperti boraks dan juga formalin vitamin C sangatlah baik dikonsumsi oleh tubuh karena vitamin C memiliki banyak kegunaan bagi tubuh seperti sebagai zat antioksidan, menangkal beberapa senyawa yang bersifat radikal dan juga untuk menjaga sistem kekebalan tubuh. Dalam praktikum pengujian vitamin C kali ini digunakan dua prosedur percobaan yang berbeda untuk lebih dapat memastikan hasil praktikum yang didapatkan agar data yang didapatkan akan lebih akurat jika terdapat dua metode percobaan dan kita bisa dapat membuat perbandingan dari kedua metode tersebut. Bila ingin mengetahui apakah suatu sampel mengandung vitamin C untuk metode percobaan 1 jika suatu senyawa mengandung vitamin C maka tingkat kejernihan daripada suatu sampel tersebut akan terlihat jernih ataupun cukup jernih tetapi suatu senyawa jika berubah menjadi keruh ketika ditambahkan betadine maka sampel tersebut tidaklah mengandung vitamin C atau kadarnya sedikit.
Untuk metode percobaan 2 jika suatu senyawa mengandung vitamin C maka yang dilihat dari perubahan warna yang terjadi ketika ditetesi dengan betadine jika berubah menjadi birukehitaman maka sampel tersebut mengandung vitamin C sedangkan jika tidak berubah menjadi biru-kehitaman berarti senyawa tersebut tidaklah mengandung vitamin C (asam askorbat). Pada metode percobaan pertama didapati hasil yang menunjukkan bahwa yang mengandung vitamin C adalah buavita leci dan ultra kacang ijo, namun untuk ultra kajang ijo hanya sedikit sekali kandungan vitamin C-nya. Hal ini dibuktikan dengan adanya perubahan warna menjadi kehitaman pada ultra kajang ijo sedangkan pada buavita leci terjadi perubahan warna menjadi berwarna cokelat namun cokelat jernih. Pada metode percobaan kedua didapati hasil untuk ultra kacang ijo satelah ditetesi betadine antiseptic terjadi perubahan warna menjadi biru kehitaman pada tetesan kesepuluh. Sedangkan pada buavita leci terjadi perubahan warna menjadi cokelat kehitaman pada tetesan ketiga puluh. Hal ini membuktikan bahwa pada metode percobaan kedua terjadi kesalahan karena hasil yang diperoleh tidak sama dengan metode percobaan pertama. Hal ini disebabkan bukan karena buavita tidak mengandung vitamin C tapi karena kandungan vitamin C pada buavita yang besar maka membutuhkan tetesan betadine yang banyak juga, tapi pada saat praktikum praktikan menghentikan proses saat sampel ditetesi dengan betadine padahal sampel belum berubah warna menjadi biru kehitaman. Hal ini tidak sesuai dengan metode percobaan dua. Padahal semakin banyak jumlah tetesan betadine pada sampel maka kandungan vitamin C yang terdapat dalam sampel juga besar. Sedangkan semakin sedikit jumlah tetesan betadine pada sampel maka kandungan vitamin C pada sampel pun hanya sedikit. Untuk menguji apakah suatu sampel mengandung vitamin C tidaklah dapat dilakukan dengan hanya melihat dengan mata sendiri apakah suatu sampel mengandung vitamin C atau tidak karena ada minuman yang rasanya sama dengan sari buah-buahan tetapi tidak mengandung vitamin C melainkan zat tambahan lainnya. Uji tersebut hanya dapat dilakukan didalam laboratorium untuk mengetahui kadar dari vitamin C pada suatu sampel dari makanan.
VII. Penutup 7.1 Kesimpulan
Untuk uji kualitatif yang dilakukan pada minuman buavita leci dan ultra kacang ijo didapati hasil bahwa minuman tersebut mengandung vitamin C.
7.2 Saran
Dalam melakukan praktikum diperlukan ketelitian dan juga selain itu harus lebih menguasai prosedur percobaan yang akan dilakukan agar didapati hasil yang lebih akurat dan tepat.
DAFTAR PUSTAKA Fessenden. 1982. Kimia Organik. Jilid 2. Jakarta, Erlangga. Girindra, A. 1986. Biokimia I. Jakarta, Gramedia. Harjadi. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta, Erlangga. Hart, H. 2003. Kimia Organik. Jakarta, Erlangga. Helrich, S.H.1990. Gizi dan Pengolahan Minuman. Yogyakarta : AdicitaKarya Nusa. Henry, C.S.1995. Biochemistry for dental students. Jurnalmengujikandunganpada vitamin C. 9(10) : 21-23. Iswari, R. 2006. Biokimia. Yogyakarta : Graha Ilmu. Ketnan, J.K.2005. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Pelajar. Erlangga, Jakarata. Poedjiadi, A., 1994. Dasar-dasar Biokimia. UI-Press : Jakarta. Rachmawati R; Defiani M. R, Suriani N. L. 2009. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Kandungan Vitamin C pada Cabai Rawit Putih.(Capsicum frustescens).Jurnal Biologi. 8 (2) : 36 – 40. Tim Penyusun. 2014. Penuntun Praktikum Kimia Analisis Kualitatif dan Kuantitatif . Manado : FMIPA UNSRAT.
LAMPIRAN