LAPORAN PRAKTIK LAPANGAN
EVALUASI PENERAPAN SISTEM HACCP PADA PROSES PRODUKSI MARGARIN DI PT. WILMAR NABATI INDONESIA GRESIK
REZA FEBRYANTARA
LAPORAN PRAKTIK LAPANGAN
EVALUASI PENERAPAN HACCP PADA PROSES PRODUKSI MARGARIN DI PT. WILMAR NABATI INDONESIA GRESIK
OLEH : REZA FEBRYANTARA F34140132
LEMBAR PENGESAHAN PERUSAHAAN
EVALUASI PENERAPAN HACCP PADA PROSES PRODUKSI MARGARIN DI PT. WILMAR NABATI INDONESIA GRESIK
Oleh:
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas karunia Nya-lah penulis dapat menyelesaikan kegiatan Praktik Lapangan beserta laporannya di PT. Wilmar Nabati Indonesia Gresik yang berlangsung dari tanggal
20 Juli 2017 hingga 31 Agustus 2017 dengan judul laporan “EVALUASI
PENERAPAN HACCP PADA PROSES PRODUKSI MARGARIN DI PT.
WILMAR NABATI INDONESIA”.
Kegiatan praktik lapangan ini dapat berjalan lancar berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penghargaan dan ucapan terimakasih punulis tujukan kepada: 1. Ayah dan Ibu serta saudara-saudara yang telah memberikan dukungan moril maupun materil. 2. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA, selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis dengan sangat baik mulai dari persiapan hingga tahap penyusunan laporan praktik lapangan. 3. Dr. Ir. I Wayan Astika, M.Si, selaku koordinator panitia pelaksanaan praktik lapangan Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan bimbingan selama persiapan hingga penyusunan loparan praktik lapangan. 4. Arif Darmawan, STP. MT dan Dr. Ir. Endang Warsiki, MT,sebagai koordiantor pelaksanaan praktik lapangan Departemen Teknologi Industri Pertanian,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................vii DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii DAFTAR TABEL ................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1 Tujuan .................................................................................................................. 1 Tujuan instruksional ......................................................................................... 2 Tujuan institusional .......................................................................................... 2 Tempat dan Waktu Pelaksanaan .......................................................................... 2 Metodologi ........................................................................................................... 2 KEADAAN UMUM PERUSAHAAN.................................................................... 3 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ............................................................... 3
Tujuh prinsip dasar HACCP .......................................................................... 11 Evaluasi Penerapan HACCP.......................................................................... 12 Analisa Bahaya .................................................................................................. 13 Bahan Tambahan Pangan .................................................................................. 14 Impuritas dan Benda Asing ............................................................................... 15 PEMBAHASAN ................................................................................................... 15 Deskripsi Produk ............................................................................................... 15 Diagram Alir dan Proses Produksi Margarin .................................................... 15 Proses Pemurnian Minyak Kelapa Sawit ....................................................... 15 Proses Pendahuluan ....................................................................................... 16 Proses Degumming ........................................................................................ 16 Proses Bleaching ............................................................................................ 16 Proses Filtrasi ................................................................................................. 16 Proses Pemanasan Bertahap........................................................................... 17 Proses Penghilanan FFA dan Deodorisasi ..................................................... 17 Proses Pendinginan dan Penyaringan Akhir .................................................. 17 Proses Fraksinasi Minyak Kelapa Sawit ........................................................... 17
PENUTUP ............................................................................................................. 34 Simpulan ............................................................................................................ 34 Saran .................................................................................................................. 35 LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................... 36
Tabel 2.2 Jadwal kerja karyawan shift Tabel 3.1 Batasan pemakaian beberapa BTP Tabel 4.1 Deskripsi produk margarin Tabel 4.2 Analisa bahaya proses pemurnian minyak kelapa sawit Tabel 4.3 Analisa bahaya proses fraksinasi RPO/RPKO Tabel 4.4 Analisa bahaya proses hidrogenasi Tabel 4.5 Analisa bahaya pada proses pemurnian produk hidrogenasi / post-refine Tabel 4.6 Analisa bahaya pada proses pembuatan margarin Tabel 4.7 Analisa lanjut dan penentuan titik kritis
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Lokasi geografis PT. WINA Gambar 2.2 Citra satelit kawasan PT. WINA Gambar 3.1 Alur proses pemurnian minyak kelapa sawit (Barison 2005) Gambar 3.2 Pohon keputusan penentuan titik kendali kriti s (BSN 1998)
DAFTAR LAMPIRAN
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Margarin menjadi salah satu produk turunan minyak kelapa sawit yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Tingkat konsumsi margarin di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya berdasarkan survey yang dilakukan oleh Indocommercial (2010) dimana tingkat konsumsi meningkat dari 101,277 ton menjadi 140,253 ton semala kurun waktu 2004-2009. Kondisi tersebut mendorong para produsen margarin untuk menghasilkan produk yang unggul agar dapat bersaing di pasaran. Produk margarin yang unggul dapat dihasilkan bukan hanya dengan mempertimbangkan mutu akhir produk saja, namun juga harus mempertimbangkan sisi keamanannya. Wiryanti dan Witjaksono (2001) menjelaskan bahwa saat ini, konsumen cenderung menuntut produk-produk olahan pangan yang aman untuk dikonsumsi. Pola pikir konsumen saat ini sudah bergeser dari yang awalnya mengandalkan atau mempercayakan kegiatan pengujian produk akhir, bergeser ke pendekatan berdasarkan atas tindakan pencegahan dan pengujian pada tahapan-tahapan pembuatan suatu produk. Hal ini menjadikan self regulatory quality control memiliki peran penting terutama bagi perusahaan swasta. Sehingga, bermunculan
2 Tujuan instruksional
Tujuan instruksional dari praktik lapangan adalah : a. Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan mahasiswa melalui latihan kerja dan aplikasi ilmu yang telah diperoleh sesuai dengan bidang keahliannya. b. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengidentifikasi, merumuskan, memecahkan permasalahan sesuai dengan bidang keahliannya di lapangan secara sistematis dan interdisplin. Tujuan institusional
Tujuan institusional dari praktik lapangan adalah memperkenalkan dan mendekatkan IPB, khususnya Fakultas Teknologi Pertanian IPB dengan masyarakat, dan mendapatkan masukan bagi penulisan kurikulum dan peningkatan kualitas pendidikan yang sesuai dengan kemajuan iptek dan kebutuhan masyarakat pengguna. Secara khusus tujuan praktik lapangan adalah sebagai berikut: a. Mengevaluasi setiap tahap penerapan HACCP yang telah diterapkan di proses produksi margarin. b. Mendapatkan pengalaman kerja sesuai dengan bidang profesi serta menambah kemampuan dalam beradaptasi dengan dunia kerja yang sebenarnya. c. Menguatkan hubungan antar PT. Wilmar Nabati Indonesia dengan Institut Pertanian Bogor dan Fakultas Teknologi Pertanian.
3 3. Kerja Mandiri dan Kerja Terbimbing Kerja mandiri dan terbimbing dilakukan untuk memperoleh pengalaman kerja dan mempelajari kesesuaian antara teori dan praktik berkenaan dengan aspek atau topik yang di bahas. 4. Studi Pustaka Dilakukan untuk mencari referensi dan literatur berkaitan dengan aspek atau topik yang di bahas pada pelaksanaan kegiatan praktik lapangan. 5. Pengolahan dan Analisa data Pengolahan dan analisa data dilakukan untuk menganalisa data dan informasi yang diperoleh dengan menggunakan metode analisa kesenjangan. 6. Pembahasan dan Penulisan Laporan Pembahasan dan penulisan laporan dilakukan dengan menganalisa data dan informasi yang diperoleh kemudian dituangkan ke dalam bentuk laporaran secara sistematis.
KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Wilmar Nabati Indonesia pada awalnya berdiri sebagai perusahaan yang memproduksi es dengan nama PT Karya Prajona Nelayan (KPN). Perusahaan
4 Limited. Pada tanggal 8 Agustus 2008 group perusahaan ini memasuki bisnis proses hilir pengolahan minyak kelapa sawit dengan membangun pabrik pemurnian, oleokimia, dan biodiesel di Gresik dengan nama PT. Wilmar Nabati Indonesia, dengan luas area pabrik saat ini mencapai 102,05 hektar. Pabrik ini pada awalnya memiliki dua unit pemurnian minyak kelapa sawit, pada tahun 2010 pabrik ini membangun unit palm kernel crushing , pemisahan dan destilasi asam lemak, dua unit hidrogenasi oleokimia, glycerine distillation, beading, soap Noodle, dua unit produksi biodiesel, fraksinasi metil ester, fraksinasi CPKO, consumer pack, dan NPK. Pada tahun yang sama, sekitar tahun 2010, group perusahaan memasuki bisnis gula dengan membangun Perkebunan tebu di Merauke dan membeli beberapa pabrik gula, salah satunya PT. Duta Sugar Internasional di Banten. Tahun berikutnya, 2011, pabrik unit Gresik, PT. WINA, kembali melakukan pembangunan dengan membangun unit palm kernel crushing, pemisahan asam lemak, dan distilasi giserin yang kedua. Pada tahun 2012, pengembangan dilakukan kembali dengan membangun unit pemurnian dan splitting yang ketiga serta pembangunan unit distilasi alam lemak, soap Noodle dan NPK yang kedua. Pada tahun 2013 dibangun kembali unit pemurnian yang keempat, unit fraksinas i CPKO yang kedua, unit biodiesel yang ketiga, dan unit metil ester yang kedua. Di tahun yang sama pula bisnis PT. WINA memasuki produk sabun batang, metil ester sulfonat , fatty alcohol , biorefinery, dan gliserolisis. Pada tahun 2014 dibangun unit palm kernel solvent, unit NPK yang ketiga, dan PT. WINA membangun unit flour mill. Pada tahun 2014 dibangun unit biodiesel yang keempat dan unit beading yang kedua. Di tahun 2016, PT WINA tanpa henti melakukan pengembangan dengan
5
Gambar 2.1 Lokasi geografis PT. Wilmar Nabati Indonesia
6 Wilmar Nabati Indonesia menerapkan struktur organisasi yang dibagi menjadi 4 bagian, yaitu: unit/divisi, subdivisi, departemen, dan section. PT. Wilmar Nabati Indonesia unit/divisi Gresik ini merupakan bagian dari PT. Wilmar Nabati Indonesia. Unit/divisi PT. Wilmar Nabati Indonesia ini terdiri dari sebelas subdivisi yang memiliki beberapa departemen. Sementara section adalah pembagian di bawah tingkat departemen. Adapun gambaran lebih jelas mengenai struktur organisasi PT. Wilmar Nabati Indonesia unit/divisi Gresik dapat dilihat pada Lampiran 1. Ketenagakerjaan Karyawan Non-shift (regular) Karyawan Non shift adalah karyawan yang memiliki jam kerja tetap setiap minggunya yaitu 8 jam pada weekday dan 5 jam pada weekend. Jam kerja karyawan non-shift dapat dilihat pada tabel berikut, Tabel 2.1 Jadwal kerja karyawan non-shift (regular) Hari Jam kerja Istirahat 08.00-16.15 12.00-13.00 Senin-Jumat 08.00-13.00 12.00-13.00 Sabtu Libur Libur Minggu Karyawan Shift Karyawan shift adalah karyawan yang memiliki jumlah jam kerja yang sama dengan karyawan non-shift namun berbeda pada jadwal kerjanya. Jam kerja karyawan shift dapat dilihat pada tabel berikut,
7
TINJAUAN PUSTAKA Pemurnian dan Fraksinasi Minyak Kelapa Sawit Pemurnian Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit yang diperoleh dari pabrik kelapa sawit masih mengandung komponen pengotor seperti serat, pasir, fosfolipid, logam, warna, bahan volatif, asam lemak bebas, dan sebagainya. Semua komponen pengotor tersebut harus dihilangkan untuk memperoleh minyak kelapa sawit murni sebagai bahan baku untuk proses berikutnya. Tahapan proses yang dilakukan untuk
8 asam sitrat pada konsentrasi tertentu. Minyak kelapa sawit diinjeksi dengan asam dan dialirkan ke tangki pencampuran untuk dihomogenasi. Proses Bleaching Pemucatan minyak kelapa sawit bertujuan untuk menghilangkan partikel partikel zat warna alami dalam minyak yaitu β -karoten. Sehingga, diharapkan produk setelah proses ini memiliki penampakan warna yang lebih menarik. Ion Al 3+ dari bleaching earth (BE) dengan komposisi SiO 2 dan Al2O3 yang digunakan sebagai absorben pada proses ini akan mengikat zat warna alami tersebut (Astuti 2006). BE ditambahkan dengan konsentrasi 0.5 sampai 2.5%, namun konsentrasi tersebut pada prakteknya bergantung dari kualitas minyak hasil proses degumming yang masuk sebagai umpan. Bahan pemucat atau adsorben yang digunakan dalam formulasi BE biasanya terdiri dari bentonit dan arang aktif (Syah 2006). Kedua bahan ini sering digunakan secara terpisah maupun bersamaan dengan perbandingan arang aktif:bentonit 1:10 sampai 1:20 (Ali et al 2005). Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa kondisi optimum dari penyerapan warna oleh BE dipengaruhi oleh perbandingan adsorben, temperatur, dan waktu. Abdullah (2010) mengungkapkan bahwa hasil optimum akan diperoleh pada kondisi perbandingan arang aktif dan bentonit 0:1, temperatur 100-110oC, dan waktu reaksi selama 3 jam. Proses Deodorisasi Deodorisasi bertujuan untuk menghilangkan bau atau odor dan asam lemak bebas yang ada di dalam minyak. Bau dan odor yang berasal dari senyawa-senyawa
9 Hidrogenasi Hidrogenasi merupakan proses yang dilakukan untuk meningkatkan titik didih dari minyak atau lemak nabati. Hidrogenasi dilakukan dengan menambahkan gas hidrogen terhadap ikatan rangkap mono dan polyunsaturated yang terkandung dalam asam lemak menggunakan katalis Ni. Proses hidrogenasi dapat dengan mudah dikontrol dan dihentikan sesuai dengan kebutuhan proses. Proses hidrogenasi dapat menyebabkan penurunan angka iodium. Angka ini adalah bilangan yang menunjukkan kejenuhan suatu molekul. Penurunan angka iodium setelah proses hidrogenasi terjadi karena ikatan rangkap akan terhidrogenasi membentuk ikatan yang jenuh. Pada prakteknya, proses hidrogenasi selalu diikuti dengan proses penyaringan dan pemurnian seperti pada pemurnian minyak kelapa sawit dengan tujuan untuk menghilangkan residu katalis nikel yang ditambahkan sebagai bahan pembantu proses. Margarin Margarin merupakan produk yang dibuat dengan tujuan untuk menggantikan mentega yang lebih dulu berkembang. Margarin dibuat dengan karakteristik bau, warna, rupa, dan nilai gizi yang hampir sama dengan mentega. Menurut SNI 013541-2014, margarin merupakan produk pangan dengan bentuk emulsi air dalam minyak (w/o) berfase padat, semi padat, atau cair, yang dibuat dari lemak makan dan/ atau minyak makan nabati dan air dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Persyaratan yang tecantum pada Codex Stan-32 menerangkan bahwa suatu produk dikategorikan sebagai
10 diatur dalam keamanan pangan dan permintaan konsumen (Thaheer 2005). Pedoman GMP di Indonesia diatur di dalam surat keputusan Menteri Kesehatan N0.23/MEN.KES/SK/1978 yang mencakup lokasi pabrik, bangunan, produk akhir, peralatan pengolahan, bahan produksi, hiegine personal, pengendalian proses pengolahan, fasilitas sanitasi, laboratorium, kemasan dan transportasi. Sedangkan SSOP atau Standard Sanitation Operating Procedure merupakan alat bantu dalam aplikasi GMP dalam aspek keamanan pangan. Sanitasi pangan berdasarkan UU RI Nomor 7 (1996) didefinisikan sebagai upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembangnya mikroorganisme pembusuk dan patogen dalam bahan pangan yang dapat membahayakan manusia. Menurut FDA (1995), SSOP mencakup delapan aspek yang meliputi keamanan air, kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan, pencegahan kontaminasi silang, kebersihan karyawan/ pekerja, perlindungan dari adulterasi, pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin yang tepat, pengawasan kondisi kesehatan karyawan/ pekerja dan pencegahan dan pemberantasan hama. GMP dan SSOP menjadi program pra syarat atau pre-requisite programs penerapan HACCP di suatu industri.
H azard Analysis Critical Control Point (HACCP) Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) merupakan suatu sistem pengendalian keamanan pangan dengan cara mengidentifikasi bahaya yang berpeluang muncul pada setiap titik atau tahapan proses dan menetapkan upaya pengendalian. Menurut Fardiaz (1996), HACCP diarahkan untuk tindakan
11 pengasapan, dll), pengemasan, kondisi penyimpanan, dan daya tahan serta metode distribusinya. Tahap 3: Identifikasi rencana penggunaan Rencana penggunaan harus didasarkan pada kegunaan-kegunaan yang diharapkan dari produk oleh pengguna atau konsumen. Tahap ini juga berperan untuk menentukan hal-hal tertentu seperti klasifikasi kelompok-kelompok/ populasi yang rentan. Tahap 4: Penyusunan bagan alir Bagan alir yang dibuat oleh tim HACCP harus memuat semua tahapan dalam operasional produksi. Apabila HACCP diterapkan pada suatu operasi tertentu, maka harus dipertimbangkan tahapan sebelum dan sesudah operasi tersebut. Tahap 5: Konfirmasi bagan alir di lapangan Bagan alir yang sudah dibuat oleh tim HACCP kemudian dikonfirmasi ke lapangan yang meliputi semua tahapan dan jam operasi serta bilamana perlu mengadakan perubahan bagan alir. Tujuh prinsip dasar HACCP Secara garis besar, HACCP diimplementasikan berdasarkan 7 prinsip atau yang biasa disebut ‘tujuh prinsip dasar HACCP’ . Ketujuh prinsip dasar tersebut menurut Fardiaz (1996) adalah sebagai berikut: Prinsip 1: Analisa bahaya/penetapan bahaya (bahan/kondisi bahaya) dan resiko penetapan bahaya, serta risiko yang berhubungan dengan bahan pangan mulai dari pemeliharaan, penanganan, pemi lihan bahan baku dan bahan tambahan, penyimpanan bahan, pengolahan. distr ibusi, dan
12
13 6. Munculnya pola ketidaksesuaian (indikasi kegagalan manajemen pengendalian yang sistematis) 7. Penilaian rutin yang memang telah dijadwalkan oleh perusahaan. Terdapat dua tahap utama dalam menilai kondisi dari penerapan HACCP di suatu perusahaan, pertama, me-review dokumen-dokumen sebelum penilaian langsung di lapangan dan penilaian langsung di lapangan. Tahap review dokumen ini dapat membantu penilai untuk menentukan personil yang tepat untuk diskusi secara terperinci, menyusun pertanyaan-pertanyaan spesifik, dan menentukan bidang mana yang akan difokuskan pada tahap penilaian di lapangan. Setelah tahap pertama selesai dilakukan. Penilai dapat langsung menilai kondisi penerapan HACCP di lapangan. Penilai disarankan untuk mendapatkan data pendukung berupa profil personil yang diwawancarai, dokumen yang diperiksa, peralatan yang diperiksa, detail produk/ proses, ketidakpatuhan, dan area-area yang tidak masuk dalam ruang lingkup penilaian. Analisa Bahaya Analisa bahaya merupakan prinsip pertama dalam penerapan HACCP di suatu industri pengolahan pangan. Bahaya dapat saja diartikan sesuai dengan kepentingan evaluasi. Penerapan HACCP pada beberapa negara memasukkan unsur kejorokan dan penipuan ekonomi ke dalam jenis bahayanya. Segala sesuatu yang berpeluang menimbulkan deviasi diyakini berpotensi menimbulkan bahaya, meskipun belum tentu semuanya potensial. Bahaya potensial dapat diidentifikasi menggunakan berbagai perangkat kuisioner. Bahaya potensial akan dievaluasi apakah penting (signifikan) atau tidak menggunakan berbagai
14 Bahan Tambahan Pangan Bahan tambahan pangan (BTP) merupakan suatu bahan yang ditambahkan ke dalam makanan namun biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan/ penyiapan, perlakuan, pengemasan, dan penyimpanan (Cahyadi 2006). Jenis BTP berdasarkan peraturan dalam mengonsumsinya terbagi menjadi dua, yaitu GRAS ( Generally Recognized as Safe) dimana BTP ini aman dikonsumsi dan tidak bersifat toksik, dan ADI ( Acceptable Daily Intake) dimana penggunaan atau pun konsumsinya dibatasi dengan tujuan untuk menjaga atau melindungi kesehatan konsumen. Oleh karena itu di Indonesia dibuat peraturan yang mengatur berbagai jenis BTP yang aman dan dilarang untuk dikonsumsi. beberapa bahan tambahan pangan yang diijinkan untuk dikonsumsi dalam batas tertentu menurut Permenkes RI N. 722/Menkes/Per/IX/1998 diantaranya adalah antioksidan, antikempal, pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih dan pematang telur, pengemulsi, pemantap dan pengental, pengawet, pewarna, flavor, penguat rasa, dan sequestran. Industri yang memproduksi produk pangan pada umumnya tidak hanya mengacu pada peraturan dalam negeri saja. Industri pangan, seperti industri margarin, akan mengacu pada berbagai peraturan yang berlaku di negara yang menjadi pangsa pasar mereka. Namun, peraturan yang umum dijadikan sebagai acuan adalah peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga internasional seperti lembaga obat dan makanan Amserika Serikat ( Foods and Drugs Administration/ FDA) dan peraturan yang dikeluarkan oleh FAO/WHO yang dilaksanakan oleh
15 Pengatur keasaman Asam sitrat Garam
(GMP)
GRAS
GMP
Impuritas dan Benda Asing Impuritas menurut ICH diklasifikasikan menjadi impuritas organik, impuritas anorganik dan residu pelarut. Impuritas organik dapat berasal dari bahan baku, produk sampingan, synthetic intermedieates, dan degradasi produk. Impuritas anorganik dapat berasal dari material selama proses yang dikenal sebagai reagen, ligan, garam anorganik, logam berat, katalis, filter aid , arang aktif, dan lain-lain. Sedangkan residu pelarut berasal dari pelarut yang tidak bereaksi atau tetap tinggal setelah proses selesai. Sedangkan benda asing menurut USDA (2013) diklasifikasikan ke dalam 5 kelas. Kelas pertama merupakan benda asing yang tidak dapat dilihat oleh kasat mata seperti telur lalat, larva, serangga, rambut, bulu, dan benda-benda yang berukuran kurang dari 2 mm. Kelas kedua merupakan benda asing yang dapat langsung dilihat oleh kasat mata namun memerlukan penilaian khusus dengan organolaptik seperti benda-benda yang berukuran 2 mm sampai 7 mm. Kelas ketiga merupakan benda asing yang sangat mudah dilihat, mudah dikenal, berukuran lebih dari 7 mm dan berdampak serius bila dimakan. Kelas keempat merupakan benda asing yang mudah dilihat dan sangan mudah dikenali serta berpotensi menimbulkan bahaya bila dikonsumsi seperti batu, baut, sekrup,
16 pendinginan. Adapun bagan alir proses dari pemurni an minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Lampiran 2. Proses Pendahuluan Minyak kelapa sawit yang berasal dari tangki penampungan dialirkan melaui penyaring strainer ukuran 100 mesh dengan tenaga pendorong dari pompa. Setelah disaring, minyak kelapa sawit dinaikkan suhunya sampai sekitar 105 oC dengan menggunakan dua plat heat exchanger yang disusun seri, plat pertama memanfaatkan panas dari Refined Palm Oil / RPO sementara plat kedua menggunakan steam untuk menaikkan suhu minyak kelapa sawit. Penaikkan suhu minyak ini bertujuan untuk mengkondisikan minyak agar mudah dalam penanganan dan pemrosesan pada tahap pemurnian selanjutnya. Proses Degumming Penghilangan gum atau Degumming Process dilakukan dengan menambahkan asam fosfat dan asam sitrat. Asam fosfat dengan konsentrasi 85% diinjeksikan ke jalur minyak dengan dosis sekitar 0.03 sampai 0.06% sementara asam sitrat 60% diinjeksikan dengan dosis 0.02%. Minyak yang telah diijeksikan dengan asam kemudian dialirkan menuju dinamic acid mixer dan static acid mixer. setelah itu minyak masuk ke dalam tangki mixer. Fosfatida/ fosfolipid yang terkandung pada minyak akan berinteraksi dengan asam dan terpisah dari fase minyak kelapa sawit. Proses Bleaching Minyak yang telah melalui proses penghilangan gum masih mengandung
17 benar bersih, sampel minyak dikirimkan ke laboratorium Quality Control / QC untuk dipastikan minyak berada pada rentang kualitas yang diinginkan, kadar asam lemak bebas sesuai, dan warna berada pada rentang spesifikasi yang ditetapkan. Pengecekan oleh QC ini dilakukan diakhir konfigurasi penyaringan, yaitu setelah minyak keluar dari cartridges filter. Proses Pemanasan Bertahap Minyak yang telah disaring dimasukkan ke dalam tangki penyimpanan sementara untuk selanjutnya dilakukan pemanasan bertahap sebelum mas uk proses pengihangan asam lemak bebas dan bau. Pemanasan ini terdiri dari dua tahapan yaitu preheating dan final heating . Pada tahap preheating , minyak dikontakan dengan panas pada plat heat exchanger untuk mencapai suhu 125 oC dengan memanfatkan panas dari RPO. Setalah mencapai suhu 125 oC, minyak dialirkan ke spiral heat exchanger untuk dinaikkan suhunya sampai 230 oC. Pada tahap final heating , minyak dinaikkan suhunya sampai 240 sampai 260 oC dengan menggunakan heat exchanger shell & tube yang sumber panasnya berasal dari steam boiler. Pemanasan bertahap ini dilakukan untuk menekan biaya yang harus dikeluarkan dan untuk menjaga kualitas dari minyak itu sendiri. Proses Penghilanan FFA dan Deodorisasi Pertama, minyak yang telah mencapai suhu sekitar 260 sampai 270 oC dimasukkan ke dalam kolom pre-stripper. Pada kolom ini asam lemak bebas atau FFA akan menguap dan ditangkap oleh sisem vakum, lalu akan dikondensasi dan diperoleh produk samping berupa palm fatty acid distillated yang dapat digunakan
18 dimasukaan ke dalam tangki kristalisasi. Kristalisasi yang dilakukan meliputi prekristalisasi, kristalisasi, post cooling , tempering, dan holding . Pada proses prekristalisasi dan kristaliasi, minyak akan didinginkan secara bertahap hingga suhu 30 sampai 31oC dengan total waktu tinggal sekitar 240 menit. Pada tahap ini inti kristal α stearin mulai terbentuk (inisiasi) dan menjadi prekursor kristal yang berukuran besar. Pada tahap post cooling suhu diturunkan sampai 20 oC. Sementara pada tahap tempering dan holding , bahan didiamkan selama beberapa waktu untuk menstabilkan kristal. Kemudian minyak yang telah melalui tahap kristalisasi dipisahkan antara fraksi olein dan fraksi stearinnya dengan menggunakan membran press filter. Pada tahap ini minyak dipisahkan melalui tahap loading , squeezing , dan blowing . Fraksi stearin yang dipisahkan selanjutnya jatuh ke melting tank dan dicairkan menggunakan suhu 60 sampai 62 oC, baru selanjutnya dialirkan ke tangki penampung stearin. Proses Hidrogenasi dan Post-Refine Proses hidrogenasi minyak hasil pemurnian maupun hasil fraksinasi dilakukan dengan mereaksikan minyak dengan gas hidrogen. Katalis nikel dipergunakanan untuk mempercepat reaksi pemutusan ikatan rangkap pada minyak. Bagan alir proses hidrogenasi dapat dilihat pada Lampiran 4. Katalis nikel sebelum masuk ke bahan perlu dilarutkan terlebih dahulu dengan sejumlah minyak yang berasal dari bahan baku ( feed ). Setelah itu larutan katalis di alirkan ke tangki reaktor dan diaduk hingga homogen. Minyak hasil hidrogenasi yang keluar dari tangki masih bersuhu tinggi, sehingga minyak harus didinginkan terlebih dahulu. setelah minyak berada pada suhu yang telah
19 Persiapan Fase Air Persiapan fase air bertujuan untuk melarutkan bahan-bahan yang larut dalam air seperti garam dan bahan-bahan pengawet. Sebelum dimasukkan kedalam tangki water phase, bahan baku air (reverse osmosis/ RO) dilewatkan melalui lampu UV untuk membunuh mikroorganisme. Setelah air disterilkan, air masuk kedalam tangki water phase dan ditambahkan bahan tambahan larut air. Pengadukan dibantu dengan agitator yang berputar pada kecepatan tetap, suhu sekitar 60 sampai 61 oC dengan penambahan perlakuan sirkulasi untuk memastikan larutan homogen. Pencampuran, Kristalisasi, dan Pembentukan Tekstur Setelah fase minyak dan fase air telah homogen, selanjutnya kedua fase terebut dimasukkan ke dalam tangki mixing yang telah berisi minyak (feed). Namun, sebelum masuk tangki, masing-masing fase disaring terlebih dahulu menggunakan bag filter ukuran 10 mikron yang diatur pada tekanan 1 bar sampai 4 bar untuk . Khusus untuk fase air, sebelum penyaringan, sampel larutan harus dites oleh QC untuk melihat homogenitas dari garam. Setelah kualitas fase air memenuhi syarat, kedua fase dimasukkan ke tangki mixing dan dihomogenisasi. Larutan diaduk pada frekuesni 20 Hz, temperatur 71 sampai 73 oC, selama 25 sampai 30 menit dan dilakukan sirkulasi. Setelah larutan homogen, selanjutnya larutan disaring menggunakan strainer filter ukuran 40 me sh dan dicek kualitasnya dengan mengirimkan sampel uji ke laboratorium QC. Larutan yang telah memenuhi syarat selanjutnya dilewatkan ke heat exchanger untuk mengatur suhu pada titik yang ditentukan, guna mempermudah penanganan dan proses selanjutnya. Larutan yang telah sesuai suhunya kemudian masuk ke proses kristalisasi dan
20 diharapkan mengikuti bentuk box tersebut, sehingga saat proses filing, tidak akan tebentuk lipatan pada plastik. Oleh karena itu, sebelum filling, udara bertekanan dihembuskan kedalam plastik dan akan mendesak semua bagian plasti ke arah luar, menyentuh dinding bagian dalam box. Kemudian kemasan yang telah siap diisi dengan produk margarin. Produk margarin yang keluar dari alat filling memiliki suhu T-10 oC, maksudnya margarin yang keluar berada pada suhu sepuluh derajat di bawah melting point . Sehingga margarin tampak seperti pasta. Produk yang telah masuk kemasan selanjutnya dites untuk melihat apakah tekstur dan kekerasannya telah sesuai dengan spesifikasi produk akhir yang diinginkan. Tes ini dilakukan dengan dara pengambila sampel dan menunggu hingga produk padat kurang lebih satu jam pada suhu ruang. Setelah itu sampel dites dengan alat pengetes tekstur. Apabila teksur sampel belum memenuhi spesifikasi, sejumlah produk terhitung dua jam setelah pengecekan di-rework ke tahap pencampuran-kristalisasi-pembentukan tekstur. Sementara produk yang lolos pengecekan tekstur masuk ke tahap sealing top dan penutupan box karton. Produk akhir tersebut selanjutnya memasuki beberapa tahap inspeksi yang meliputi pendeteksian logam, penimbangan berat produk, dan pengecekan visual produk akhir. Produk-produk yang tidak lolos pengecekan tersebut dipisahkan dan masuk ke tahap remelting menjadi produk reject. Setelah serangkaian tes selesai, produk disusun di atas pallate dan dimasukkan ke gudang produk dan dibiarkan beberapa hari untuk proses aging, baru produk dapat realese ke konsumen. Proses aging bertujuan untuk memudahkan proses penanganan produk selama distribusi dan transportasi.
21 4
5
6
7
8 9 10 11
Bleaching di VE611A/B; VE612 Filtrasi di filter niagara FL62(110) Filtrasi di filter heel oil FL629A/B/C 10 mikron Filtrasi di filter cartridges FL6210A/B 7 mic Pemanasan di PHE711 Pemanasan di PHE712 Pemanasan SHE721A/B/C Pemanasan di S&THE722
-
-
-
-
-
-
F
BE yang tidak tersaring BE yang tidak tersaring
BPO/ BPKO
-
-
Ya
BPO/ BPKO
-
-
Ya
F
BE yang tidak tersaring
BPO/ BPKO
-
-
Ya
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
F
22 tidak tersaring. Partikel BE sengaja ditambahkan selama tahapan proses pemurnian untuk menghilangkan warna pada minyak kelapa sawit, namun keberadaannya pada produk minyak hasil pemurnian harus ditekan sampai batas yang dijinkan oleh pemerintah atau lembaga internasional yang dijadikan acuan oleh perusahaan. Sehingga bahaya tersebut dapat dikatakan bersumber dari minyak, RPO/ RPKO, itu sendiri. Sedangkan bahaya fisik yang beresiko muncul pada proses filtrasi akhir di tahapan proses pemurnian, filtrasi dengan filter Cartridges, adalah part ikel BE yang lolos pada proses penyaringan sebelumnya dan impuritas yang masuk ke produk selama tahapan proses berlangsung. Tabel 4.3 Analisa bahaya proses fraksinasi RPO/RPKO Bahaya Sumber Pre-requisites Analisa Tahapan No (K/B/F) Bahaya Lanjut Proses GMP SSOP 1 Penyesuai - an suhu di L2.XP300, L2.XP200, L2.XP400 2 Loading di - CR 9-26 3 Kristalisa- F Partikel pasir, Lingkungan Ya si di CR serangga dan (main-hole 9-2 debu tangki) 4 Fraksinasi F Lingkungan Ya
23 prasyarat tidak dapat diterapkan pada ruang filter press karena kontrol secara penuh tidak dapat dilaksanakan di ruang tersebut. Selain itu, beberapa aktivitas operator dan aktivitas lainnya menjadi kendala bagi perusahaan untuk menerapkan pr ogram prasyarat tersebut. Tabel 4.4 Analisa bahaya proses hidrogenasi Bahaya Sumber Pre-requisites Analisa No Tahapan Proses (K/B/F) Bahaya GMP SSOP Lanjut 1 Pemompaan - 2 Pemanasan - 3 Persiapan katalis F Debu, pasir Lingku√ √ dan benda ngan asing 4 Penambahan - katalis 5 Persiapan gas - hidrogen 6 Penambahan gas - hidrogen 7 Reaksi - hidrogenasi 8 Pendinginan - 9 Loading di - -
24 penambahan yang masih manual memungkinkan bahaya fisik masuk ke bahan. Kondisi alat, tangki persiapan katalis dan filter pulse tube niagara, yang berada di lingkungan terbuka menyebabkan program prasyarat tidak dapat diterapkan, sehingga kedua bahaya pada kedua sub tahapan proses ini perlu dianalisis lanjut. Residu katalis nikel dan filter aid , CaCO3, menjadi bahaya pada produk hidrogenasi bila lolos ke produk. Kedua bahaya tersebut merupakah bahan pembantu proses yang memang sengaja ditambahkan, namun berbahaya bila sampai terkonsumsi oleh manusia, terutama katalis nikel. Oleh karena itu, sub tahapan filtrasi dengan filter pulse tube niagara perlu dianalisis lanjut. Residu katalis nikel dan filter aid serta impuritas lain yang tidak lolos pada filtrasi pulse tube niagara menjadi bahaya fisik yang perlu dianalisis lanjut untuk sub tahapan filtrasi dengan filter bag di akhir proses hidrgenasi sebelum masuk ke proses pemurnian akhir atau post-refine. Tabel 4.5 Analisa bahaya pada proses pemurnian produk hidrogenasi / post-refine Bahaya Sumber Pre-requisites Analisa No Tahapan Proses (K/B/F) Bahaya GMP SSOP Lanjut 1 Pemanasan di HE31; HE312 2 Degumming di MX311; MX312 3 Bleaching di VE611; VE612 4 Filtrasi di filter F Ni, dan BE Hydro oil Ya
25 Proses pemurnian produk hidrogenasi atau post-refine pada dasarnya sama seperti proses pemurnian minyak kelapa sawit, namun tujuannya adalah untuk menghilangkan partikel-partikel katalis nikel dan material lain yang berbahaya bila di konsumsi oleh manusia. Tabel 4.6 Analisa bahaya pada proses pembuatan margarin Bahaya Sumber Pre-requisites Analisa No Tahapan Proses (K/B/F) Bahaya GMP SSOP Lanjut Pembuatan Margarin Persiapan Fase Minyak 1 Penimbangan K BTP berlebih BTP Ya BTP larut F Partikel debu Lingku √ √ minyak dan benda ngan asing yang tidak tersaring 2 Loading BTP ke F Partikel debu Lingku √ √ tangki minyak dan benda ngan asing yang tidak tersaring 3 Filtrasi di filter F Partikel debu Minyak Ya bag PI040104 dan benda
26 8
Filtrasi di bag filter 10 mikron PI030104
F Partikel debu dan serangga yang tidak tersaring Penambahan Antioksidan 9 Pencampuran - minyak 10 Penimbangan K Antioksidan antioksidan berlebih F Partikel debu dan benda asing yang tidak tersaring 11 Loading F Partikel debu antioksidan ke dan benda campuran asing yang minyak tidak tersaring 12 Sirkulasi - 13 Filtrasi di filter F Partikel debu cartridges dan benda FC104/5/6/7 7 asing yang
Minyak
-
-
Ya
-
-
-
-
Antioks idan Lingku ngan
-
-
Ya
√
√
-
Lingku ngan
√
√
-
Minyak
-
-
Ya
27 21
Pendeteksian F Logam yang Peralata logam di in line tidak n metal detector terdeteksi Persiapan Kemasan Box dan Plastik 22 Pembentukan - box 23 Sealing bagian - bawah plastik 24 Pemasukkan - plastik ke box 25 Inspeksi visual F Benda asing Box, kemasan yang tidak plastik terinspeksi Filling, Pengemasan, dan Aging 26 Filling ke dalam B Mikroorganis Lingku box me ngan F Partikel debu, serangga, dan benda asing
Lingku ngan dan operato r (man)
-
-
Ya
-
-
-
-
-
-
-
-
-
√
√
-
√
√
-
√
√
-
√
√
28 kemasan primer, dan pendeteksian logam dengan alat conveyor metal detektor. Tahap penimbangan bahan tambahan pangan fase air, fase minyak maupun penambahan antioksidan beresiko memberikan bahaya pada produk pangan karena komposisi bahan-bahan tersebut apabila berlebih akan membahayakan kesehatan konsumen. Operator timbang harus presisi dalam menimbang bahan-bahan tersebut dan secara berkala alat timbang yang digunakan dikalibrasi. Sementara itu, filtrasi pada setiap akhir tahap penambahan bahan tambahan pangan dapat memberikan bahaya dimana partikel debu dan impurietis tidak tersaring di filter. Oleh karena itu, filter yang digunakan harus dipastikan selalu bekerja dalam kondisi optimum. Logam merupakan kontaminan yang beresiko lolos pada tahap inspeksi metal, baik menggunakan in line metal detector maupun conveyor metal detektor. Bahaya tersebut tidak dapat dieliminasi oleh pre-requisite program, oleh karena itu bahaya pada tahap ini perlu diAnalisa lanjut apakah Signifi-kan dan termasuk titik kendali kritis atau tidak. Tidakan pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengendalikan bahaya metal adalah dengan selalu mengecek kondisi dan ketelitian alat menggunakan speciment test. Demikian pula dengan tahap sealing kemasan primer. Bahaya yang akan muncul bila seal atau segel terbuka adalah kontaminasi partikel debu, impurties dan mikroorganisme, baik yang bersumber dari dalam ruang filling maupun dari kemasan sekunder dan lingkungan selama proses distribusi produk. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan mengecek produk yang telah dikemas, baik sampling atau satu per satu sebelum produk realese. Analisa Lanjut Penentuan Titik Kendali Kritis
29 7
Filtrasi di filter F BE yang tidak cartridges tersaring FL6210A/B 7 mic 14 Filtrasi di filter F BE dan impuritas cartridges yang tidak tersaring FL741A/B 7 mic Fraksinasi Minnyak Kelapa Sawit 3 Kristalisasi di CR F Partikel pasir, 9-2 serangga dan debu 4 Fraksinasi di filter F Partikel pasir, press 1 dan 2 serangga dan debu Hidrogenasi RPO/RKO/RPS/RKS 11 Filtrasi di pulse F Katalis dan filter tube niagara aid yang tidak tersaring 12 Filtrasi di bag filter F Katalis dan filter 10 mikron aid yang tidak tersaring Pemurnian Produk Hidrogenasi 4 Filtrasi di filter F Ni dan BE yang niagara FL621; tidak tersaring FL622
Y
N
Y
Y OPRP
Y
Y
-
-
Y
N
Y
Y OPRP
Y
N
Y
Y OPRP
Y
N
Y
Y OPRP
Y
N
Y
Y OPRP
Y
N
Y
Y OPRP
CCP
30 6
Penimbangan BTP K BTP berlebih larut air 8 Filtrasi di bag filter F Partikel debu dan 10 mikron benda asing yang PI030104 tidak tersaring Penambahan Antioksidan 10 Penimbangan K Antioksidan antioksidan berlebih 13 Filtrasi di filter F Partikel debu dan cartridges benda asing yang FC104/5/6/7 tidak tersaring 14 Filtrasi di bag filter F Partikel debu dan 10 mikron benda asing yang PI020204 tidak tersaring Pembentukan Tekstur 21 Pendeteksian F Logam yang tidak logam di in line terdeteksi metal detector Persiapan Kemasan Box dan Plastik Filling, Pengemasan, dan Aging 30 Pendeteksian F Logam yang tidak logam di conveyor terdeteksi
Y
Y
-
-
CCP
Y
Y
-
-
CCP
Y
Y
-
-
CCP
Y
N
Y
Y OPRP
Y
Y
-
-
Y
N
Y
Y OPRP
Y
Y
-
-
CCP
CCP
31 operasional, perlu ditentukan batas kritis berupa data perubahan tekanan masuk dan tekanan keluar filter. Data perubahan tekanan tersebut dijadikan acuan, apakah proses filtrasi berjalan dengan baik atau tidak, dimana hal ini berkaitan dengan perubahan laju alir bahan/material dan kapasitas produksi per harinya. Berdasarkan data tekanan yang diperoleh dari lapangan, dapat dilihat pada Lampiran 7, proses penggantian filter dilakukan setiap perubahan tekanan terbaca mencapai 1.0 bar. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa batas kritis proses filtrasi di Filter FL741A/B berada di nilai perubahan tekanan 1.0 bar dan bila lebih dari nilai tersebut berarti filter dalam kondisi blocked dan laju alir bahan akan berkurang. Sedangkan apabila nilainya kurang dari batas tersebut, residu impuritas tidak tersaring dengan baik. Parameter yang dimonitoring pada proses filtrasi di FL741A/B meliputi senyawa impuritas yang tertinggal di produk dan perubahan tekanan pada filter berdasarkan data tekanan masuk dan tekanan keluar (discharge). Parameter impuritas dimonitoring melalui dua cara, yaitu tes lab yang dilakukan satu kali sehari oleh QC dan inspeksi kejernihan produk melalui sight glass oleh operator setiap jam. Sedangkan parameter perubahan tekanan dapat dimonitoring dengan mencatat data tekanan masuk, tekanan keluar dan perubahan tekanan yang terjadi di filter setiap satu jam sekali oleh operator. Apabila pada tahap monitoring ditemukan kondisi dimana tahap proses filtrasi berada di luar batas kritis, tindakan koreksi yang harus dilakukan adalah mengalihkan proses filtrasi antara dua filter, FL741A dan FL741B, kemudian dilakukan prosedur penggantian filter yang rusak dengan filter baru.
32 setiap jam. Sedangkan parameter perubahan tekanan dapat dimonitoring dengan mencatat data tekanan masuk, tekanan keluar dan perubahan tekanan yang terjadi di filter setiap satu jam sekali oleh operator. Apabila pada tahap monitoring ditemukan kondisi dimana tahap proses filtrasi berada di luar batas kritis, tindakan koreksi yang harus dilakukan adalah mengalihkan proses filtrasi antara dua filter, FL741A dan FL741B, kemudian dilakukan prosedur penggantian filter yang rusak dengan filter baru. Penimbangan BTP Larut Minyak Berdasarkan pada standar yang dikeluarkan oleh Codex Alimentarius, salah satu pewarna yang umum digunakan pada margarin adalah beta carotene yang penggunaannya dibatasi. Beta carotene kelompok vegetable maksimum penggunaannya adalah 1000 ppm sementara beta carotene kelompon non-vegetable penggunaannya maksimum 25 ppm. Sehingga, pemakaian BTP ini harus dimonitoring agar tidak berpotensi memberikan bahaya. pada prosedur monitoring, bahaya yang harus dimonitoring adalah BTP itu sendiri sengan mencatat jumlah pemakain BTP setiap batch produk oleh operator. Selain itu, untuk memastika bahan yang ditambahkan ke produk sesuai, dilakukan tes oleh QC di laboratorium. Apabila tahapan proses berlangsung diluar batas kritis, atau BTP yang ditambahkan melebihi batas yang dijinkan, maka produk tersebut direject. Filtrasi di PI040104 pada Proses Persiapan Fase Minyak Margarin Filtrasi pada filter bag 10 mikron PI040104 di proses persiapan fase minyak margarin memiliki peluang memberikan bahaya signifikan berupa benda asi ng atau impuritas yang tidak tersaring. Batas kritis yang ditetapkan didasarkan pada
33 ditentukan. Monitoring dilakukan dengan menginspeksi kondisi nyala lampu setiap proses sterilisasi berlangsung dan mencatat durasi pemakaian lampu setiap jam di logsheet. Baik kondisi nyala atau pun durasi pemakaian dimonitoring oleh operator. Data hasil pengamatan untuk proses sterilisasi dengan penyinaran UV menujukan bahwa lampu yang digunakan untuk sterilisasi selalu menyala setiap kali proses berjalan. Data tersebut dapat dilihat pada Lampiran 10. Penimbangan BTP larut Air Salah satu BTP larut air yang penggunaannya pada produk margarin dibatas i oleh Codex Alimentarius adalah potassium sorbate, dimana pemakaiannya tidak boleh melebihi 1000 ppm. Pemakaian BTP ini harus dimonitoring agar tidak membuat produk berpotensi memberikan bahaya. Bahaya yang harus dimonitoring adalah BTP itu sendiri sengan mencatat jumlah pemakain BTP setiap batch produk oleh operator. Selain itu, untuk memastika bahan yang ditambahkan ke produk sesuai, dilakukan tes oleh QC di laboratorium. Apabila tahapan proses berlangsung diluar batas kritis, atau BTP yang ditambahkan melebihi batas yang dijinkan, maka produk tersebut direject. Filtrasi di PI030104 pada Proses Persiapan Fase Air Margarin Filtrasi di filter bag 10 mikron PI040104 pada persiapan fase air margarin beresiko memberikan bahaya yang signifikan berupa impuritas yang tidak tersaring. Sama seperti pada proses penyaringan di titik kendali kritis sebelumnya, batas kritis yang ditetapkan didasarkan pada kandungan impurtas dan rentang tekanan pada filter. Nilai 0.05% menjadi jumlah maksimum kandungan impuritas dalam bahan
34 impuritas, sementara nilai lebih besar sama dengan 4.0 bar mengindikasikan bahwa filter tertutup (bloked). Nilai rentang tekanan ini didukung dengan tiga puluh data pengamatan perubahan tekanan pada filter PI040104 yang dapat dilihat pada Lampiran 9. Prosedur monitoring yang dilakukan sama seperti tahap filtrasi di FL741A/B, dimana parameter yang dimonitoring adalah impuritas dan tekanan pada filter. Namun, inspeksi langsung pada sight glass tidak memungkinkan pada tahap ini, sehingga hanya dilakukan tes di laboratorium oleh QC setiap batch produk. Sedangkan untuk parameter tekanan, prosedur monitoring dilakukan dengan mencatat kondisi tekanan pada filter di logsheet oleh operator setiap jam. Apabila hasil tes laboratorium oleh QC menunjukan impuritas pada bahan melebihi batas, bahan disirkulasi ulang. Sementara bila tekanan pada filter berada di luar batas kritis, proses filtrasi dialihkan ke filter stand by dan filter rusak diganti dengan filter baru. Pendeteksian Logam Produk Akhir Pendeteksian logam terhadap produk akhir atau finished good dilakukan dengan menggunakan alat conveyor metal detector . Batas kritis yang ditetapkan berdasarkan pada peraturan FDA yang mensyaratkan bahwa fragmen material termasuk metal yang dijinkan tertelan baik melalui suatu produk atau tidak mealui produk berada pada rentang 7 sampai 25 mm. Secara spesifik PT. WINA menentukan batas untuk fraksi Fe 2.0 mm (BK), FE 2.5 mm, SS 3.0 mm, dan Non FE 3.0 mm. Sehingga prosedur monitoring dilakukan dengan melewatkan semua produk pada metal detektor untuk menginspeksi kontaminasi logam pada produk.
35 dan pemurnian akhir, dan proses pembentukan tekstur. Keseluruhan proses produksi tersebut telah memenuhi 7 prinsip dasar HACCP. Berdasarkan pengamatan di lapangan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Diagram alir proses produksi margarin telah sesuai dengan kondisi asli di lapangan. 2. Semua bahaya potensial telah teridentifikasi oleh Tim HACCP. 3. Semua titik kendali kritis telah teridentifikasi oleh tim HACCP. Adapun titik kendali kritis tersebut meliputi, tahap filtrasi akhir di proses pemurnian minyak kelapa sawit, tahap filtrasi di proses pemurnian produk hidrogenasi, tahap penambahahn BTP margarin, tahap sterilisasi air RO untuk pembentukan fase air margarin, tahap filtrasi pada setiap akhir tahap penambahan BTP baik pada tangki utama, fase minyak, atau pun fase air, dan tahap pendeteksian logam produk akhir margarin 4. Batas kritis telah ditentukan dengan baik dan mengikuti peraturan pemerintah atau lembaga internasional. Namun, pada kasus pemakaian antioksidan BHT, batas kritis yang ditentukan oleh perusahaan masih melebihi batas yang ditentukan oleh Codex Alimentarius. Batas kritis yang ditetapkan saat ini mengacu pada peraturan yang dikeluarkan oleh FDA, menimbang pangsa pasar perusahaan yang memeng didominasi area USA. 5. Prosedur monitoring telah dijalankan dengan cukup baik. Namun, dokumen pencatatan tekanan filter, secara umum masih belum dilakukan dengan rapih. 6. Tindakan koreksi pada proses produksi margarin telah dijalankan dengan baik. Namun di beberapa kasus di proses pemurnian produk hidrogenasi ( post-
36
37
Lampiran 1 Struktur organisasi PT. Wilmar Nabati Indonesia
38 Lampiran 2 Bagan alir proses pemurnian minyak kelapa sawit Raw Material
Pumping
Bleached oil storage
Filtering (strainer filter)
Heating drain
drain
Heating
Heating steam H3PO4
drain Heating
Citric acid
drain Degumming Heating BE
Steam
Bleaching
drain
vaccum Deodorisasi
Filtering (niagara filter)
Steam Steam HP boiler boiler
Steam spurging
39
Raw Material
Pendinginan
Pemanasan
Loading
Quality check
yes
Kristalisasi
no
40
Raw Material
Pemompaan
Pemanasan Persiapan Katalis
Hidrogen
Reaktor
Quality check
41
Lampiran 5 Bagan alir proses pembuatan margarin 2
Minyak
1
3
BTP QC
Pencampuran Minyak
Sirkulasi dan Penyaringan
Pemanasan dan Pendinginan
Box Sealing
Penyaringan (strainer)
Metal Detektor
Logam terdeteksi
Pemompaan
QC
Kristalisasi Pengontrolan Berat
Penyaringan (strainer)
Working Beratsesuai standard
Pengondisian Box dan Plastik
Penyaringan (filter bag)
no
yes
Air RO
Tekanan beradapada rentang yes
yes
no
yes
Ganti Filter Bag
6
Pendinginan
no
Penambahan BTP
no
5
yes
Penimbangan BTP
no
4
Garam BTP
Pemanasan
Pembentukan Box
Inline metal detector
no
yes Logam terdeteksi
Pemasukkan Plastik ke Dalam Box
Fase air
VisualCheck
Sealing Plastik Bagian Bawah yes
Palletizing
Remelting
no
BTP
Tempering / Aging no
Pelarutan Fase Minyak
QC
Penyaringan (filter bag)
Penyaringan (filter bag)
yes
no
Drain
Pencampuran dan Buffering
Storage
Visual check
QC
Storage Filling ke Dalam Box QC
no
yes no
Sirkulasi
Draining
yes
yes
Reject plastik
no
Cek tekstur
Storage
yes
Penyaringan (strainer)
Sealing Plastik Bagian Atas
QC yes
2
1
Lampiram 6 Batas kritis dan tindalan monitoring
3
4 3
5
6
Storage
no
42
No
Tahapan proses (CCP)
Bahaya Signifikan
Prosedur Monitoring Batas Kritis
Pemurnian Minyak Kelapa Sawit BE (impuritas) maks 50 17 Filtrasi di F Partikel ppm (Codex) filter bleaching cartridges earth FL741A/B 7 mic
Tekanan pada filter tidak melebihi batas: 1.0 bar
Fraksinasi Minnyak Kelapa Sawit Hidrogenasi RPO/RKO/RPS/RKS Pemurnian Produk Hidrogenasi Impuritas maks 50 ppm 17 Filtrasi di F Katalis, (Codex) filter partikel Benda asing nihil cartridges bleaching FL741A/B earth, dan 7 mic benda asing yang tidak tersaring
Apa
Impuritas
Bagaimana
Frekuensi
Siapa
Tes lab
1 kali/hari
QC
Inspeksi kejernihan minyak di sight glass
Setiap jam
Operator
Tekanan
Pencatatan perubahan tekanan selama proses di log sheet
Setiap jam
Operator
Impuritas
Tes lab
1 kali/hari
QC
Inspeksi kejernihan minyak di sight glass
Setiap jam
Operator
Pencatatan perubahan
Setiap jam
Operator
Tekanan
Tindakan koreksi
Bila ditemukan Impuritas, minyak di kembalikan ke vessel VE611A/B; VE612, filtrasi dialihkan ke filter standby, dan filter yang rusak diganti dengan filter baru
Bila ditemukan Impuritas dan/ atau benda asing, minyak di kembalikan ke vessel VE611/ VE612, filtrasi dialihkan ke filter standby, dan filter yang rusak diganti dengan filter baru
43
Pembuatan Margarin Persiapan Fase Minyak 38 Penimban K BTP berlebih gan BTP larut minyak
41
Filtrasi di filter bag PI040104 10 mic
F Impuritas yang tidak tersaring
Tekanan pada filter tidak melebihi batas: 1.0 bar
tekanan selama proses di log sheet
Beta carotene (vegetable) max 1000 ppm Beta carotene (non vegetable ) max 25 ppm (Codex)
Dosis beta Pencatatan berat Setiap carotene pemakaian BTP pemakaian di logsheet
Impuritas maks 50 ppm (codex)
Impuritas
Tes lab
Tekanan pada filter berada pada rentang 0.54.0 bar
Tekanan
Mencatat kondisi tekanan pada filter di log sheet
Lampu
Inspeksi melalui glass
Lampu
Pencatatan durasi pemakaian log sheet
Tes di labratorium QC
Operator
Setiap batch Setiap batch
QC
Setiap jam
Operator
QC
Bila over dosis, dilakukan reject.
Bila impuritas melebihi 50 ppm, trace produk, reject. Bila tekanan filter di luar batas, ganti filter dengan filter baru.
Persiapan Fase Air
43
Penyinara n air RO dengan lampu UV
B Mikroorganis Lampu selalu aktif saat produksi berjalan me
Penggunaan lampu tidak melebihi 12000 jam
Setiap sight proses berjalan
Operator
Setiap proses di berjalan
Operator
Bila lampu tidak menyala, aliran air distop, trace produk, reject. Bila durasi pemakaian lampu melebihi batas, lampu diganti dengan yang baru
44
44
Penimban gan BTP larut air
K BTP berlebih
Potassium sorbate tidak melebihi 1000 ppm (codex)
Dosis potassium sorbate
Pencatatan berat Setiap pemakaian pemakaian potassium sorbate di logsheet Tes di labratorium QC
46
Filtrasi di bag filter 10 mikron PI030104
F Impuritas yang tidak tersaring
Penambahan Antioksidan 48 Penimban K Antioksidan gan berlebih antioksida n
52
Filtrasi di bag filter 10 mikron PI020204
Operator
Setiap batch Satu kali per shift
QC
Setiap jam
Operator
Impuritas maksimal 50 ppm
Impuritas
Tes lab
Tekanan pada filter berada pada rentang 0.34.0 bar
Tekanan
Mencatat kondisi tekanan pada filter di log sheet
Antioksidan tidak melebihi batas: BHT max 100 ppm BHA max 75 ppm
Dosis antioksidan
Mencatat berat Setiap fraksi batch antioksidan di produk logsheet
Operator timbang
Pengecekan di laboratorium Tes lab
QC
F Impuritas dan Impuritas maksimal 50 ppm dan benda asing benda asing nihil yang tidak tersaring
Tekanan pada filter berada pada rentang 1.04.0 bar
Impuritas
Tekanan
Mencatat kondisi tekanan
QC
Satu kali per shift
QC
Setiap jam
Operator
Bila over dosis, dilakukan reject
Bila impuritas melebihi 50 ppm, trace produk, reject. Bila tekanan filter di luar batas, ganti filter dengan filter baru. Bila over dosis, dilakukan penyesuaian;
Bila impuritas melebihi 50 ppm, trace produk, reject. Bila tekanan filter di luar batas, ganti filter dengan filter baru.
45
pada filter di log sheet Pembentukan Tekstur Persiapan Kemasan Box dan Plasktik Filling, Pengemasan, dan Aging
68
Pendeteksi an logam di conveyor metal detector
Alat metal detektor F Logam pada finished good hidup saat inspeksi produk yang tidak terdeteksi Semua produk harus lolos pada tes: Fe = 2.0 Ø mm (BK) Fe = 2.5 Ø mm SS = 3.0 Ø mm Non Fe = 3.5 Ø mm
Alat metal detektor
Tes menggunakan specimen atau produk.
Kandungan logam dan benda asing
Melewatkan Setiap semua produk produk di metal detektor Pencatatan log sheet
di
Lampiran 7 Data pengamatan titik kendali kritis Refinery Fractionation 3 (3000 TPD)
Awal shift, waktu cleaning, dan akhir shift
Operator
Bila alat mati, aliran produk distop, metal detektor diperbaiki. Produk lewat dihold dan diinspeksi ulang.
Otomatis/ Operator
Bila produk terdeteksi logam, produk (finished good) di re-cek. Bila logam terdapat di karton, karton diganti dengan yang baru. Bila logam terdapat di produk, produk direject (remelting)
46
Tanggal
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
N
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Cartridge FL 741A
-
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
Cartridge FL 741B
-
Δ
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1,0 Tanggal
24
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
N
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Cartridge FL 741A
-
v
v
v
v
v
v
v
v
Δ
-
-
-
-
-
Cartridge FL 741B
-
-
-
-
-
-
-
-
-
v
v
v
v
Δ
1,0 v
1,0 Keterangan: Δ = Filter diganti berdasarkan tekanan v = Filter beroperasi - = Filter tidak beroperasi x = Filter diganti waktu stop plant o = berdasarkan waktu
Filter cartridge (RPO)
Frekuensi 17 21 25
Tindakan Target Action Critical limit
Tekanan
max ΔP 1 bar
47
Lampiran 8 Data pengamatan titik kendali kritis Refinery Hydro-IE (300 TPD) Keterangan:
Tanggal
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
N
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Δ = Pergantian filter karena tekanan
O
FL741A
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
0,2
0,3
0,3
0,1
0,3
0,4
0,3
0,3
0,3
0,2
0,2
0,3
0,3
0,3
0,3
FL741B
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tanggal
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
N
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
FL741A
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
SP
-
0,3
0,4
0,4
0,4
0,4
0,5
0,3
0,4
0,4
0,4
0,5
0,5
0,6
0,7
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
Δ
0,3
1,1
FL741B
v + SP
= Pergantian filter karena change product = Pergantian filter karena waktu = Filter beroperasi = Filter tidak beroperasi = Pergantian filter karena stop plant Frekuensi 35 40
Filter cartridge (RPO)
45
Tindakan Target Action Critical limit
Data pengamatan Filter FL 741 A/B (post refine) untuk tanggal 30 dan 31 N
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Jam
17.30
18.30
19.30
20.30
21.30
22.30
23.30
00.30
01.30
02.30
03.30
04.30
05.30
06.30
07.30
ΔP
0
0
0,5
0,3
0
0,4
0,4
0,2
0,4
0,4
0
0
0,3
0,5
0,3
N
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Jam
08.30
09.30
10.30
11.30
12.30
13.30
14.30
15.30
16.30
17.30
18.30
19.30
20.30
21.30
22.30
0,3
0,7
0,8
0,8
1,1
0,5
0,6
0,6
0,6
0,7
0,7
0,3
0,3
0,4
0,4
ΔP
Pergantian filter dilakukan di rentang jam 12.30-13.30
karena tekanan sudah melebihi batas kritis ΔP 1.0 bar.
Tekanan
max ΔP 1.0 bar
48
Lampiran 9 Data pengamatan titik kendali kritis Texturing Plant
Data pemakaian BHA 120 100 ) m 80 p p ( A H 60 B t a r 40 e B
20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Data
Grafik () Data pemakaian BHT
Data pemakaian BHT
49
Lampiran 10 Data monitoring sterilisasi air RO menggunakan lampu UV No
Counter
Status
N
Counter
Status
1
16857,9
v
16
16869,7
v
2
16858,1
v
17
16869,9
v
3
16861,1
v
18
16870,1
v
4
16861,3
v
19
16870,3
v
5
16861,6
v
20
16870,4
v
6
16861,8
v
21
16870,6
v
7
16862,0
v
22
16871,2
v
8
16864,8
v
23
16871,6
v
9
16865,0
v
24
16871,9
v
10
16865,2
v
25
16874,1
v
11
16865,4
v
26
16874,6
v
12
16865,5
v
27
16874,8
v
13
16865,6
v
28
16875,0
v
14
16865,9
v
29
16876,3
v
15
16866,9
v
30
16876,5
v
Keterangan: Keterangan:
50
Lampiran 11 Data monitoring metal detektor Tanggal
Shift 21-Jul
22-Jul
23-Jul
24-Jul
25-Jul
Keterangan: 21 Juli 2017 MD counter: 37 Carton tes: 38 Produk tes: Jam 09.16
N 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Fe 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Ss v v v v v v v v v v v v v v v
30 Juli 2017 MD counter : 253 Carton tes: 254 Produk tes: Jam 01.03
Δ
v v v v v v v v v v v v v v
Non Fe v v v v v v v v v v v v v v v
Tanggal
Shift 26-Jul
27-Jul
28-Jul
29-Jul
30-Jul
N 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Fe 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Ss v v v v v v v v v v v v Δ
v v
v v v v v v v v v v v v v v v
Non Fe v v v v v v v v v v v v v v v