2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abalon merupakan salah satu jenis kerang yang telah menjadi komoditi perikanan dunia. Saat ini, abalon sedang mengalami peningkatan permintaan terutama dari pasar internasional seperti Hongkong, China, Jepang, Singapura, Korea, dan wilayah Eropa. Abalon ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi yakni mencapai Rp 400.000 per kilogram. Abalon juga merupakan hewan yang bersifat low trophic level, sehingga dari sisi ekonomis biaya produksinya relatif murah (Setyono, 2004). Daging abalone mempunyai gizi yang cukup tinggi dengan kandungan protein 71,99%, lemak 3,20%, serat 5,60%, abu 11,11%, dan kadar air 0,60%. Cangkang abalone mempunyai nilai estetika yang dapat digunakan untuk perhiasan, pembuatan kancing baju dan berbagai bentuk barang kerajinan lainnya (Anonim, 2011).
Pengembangan abalon menjadi suatu industri akuakultur di Indonesia, bukan hanya untuk melakukan diversifikasi produk perikanan dalam budidaya tetapi disebabkan oleh adanya pasar bagi produk tersebut sejak tahun 2002 dan permintaan pasar yang terus meningkat, sementara produk semakin terbatas karena sebagian besar hanya diperoleh dari penangkapan di alam. Oleh karena itu, budidaya abalon merupakan suatu langkah yang tepat dalam memenuhi permintaan pasar tersebut (Anonim, 2010).
Budidaya di laut adalah suatu cara yang sangat potensial dilakukan untuk pembenihan abalon. Banyak perusahaan dan balai budidaya pemerintah yang bergerak dalam usaha pembenihan abalon diantaranya yaitu Balai Budidaya Laut Lombok, Nusa Tenggara Barat. Balai budidaya ini merupakan salah satu unit usaha abalon yang telah mampu menerapkan teknologi pembenihan secara intensif dan telah mampu menerapkan teknologi pembenihan secara modern.
Peluang untuk mengembangkan budidaya abalone tersebut cukup besar, karena Balai Budidaya Laut Lombok yang berlokasi di Kecamatan Sekotong, Lombok Barat telah mampu menghasilkan benih yang kualitasnya baik, benih abalone yang bisa diproduksi cukup banyak mencapai 10.000 ekor per bulan dan pembenihan dilakukan Stasiun Grupuk (Lombok Tengah), Stasiun Sekotong (Lombok Barat) dan Stasiun Karangasem (Bali). Benih abalone yang diproduksi oleh Balai Budidaya Laut Lombok sebagian dikrim ke Nusa Tenggara Timur (NTT), Ambon, Jepara dan Batam. Berkaitan dengan nilai ekonomis abalon yang tinggi dan kemampuan Balai Budidaya Laut Lombok, Nusa Tenggara Barat dalam penerapan teknologi, maka penulis memilih kegiatan pembenihan abalon yang berlokasi di Balai Budidaya Laut Lombok, Nusa Tenggara Barat.
1.2 Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang yang sudah diuraikan di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
Bagaimana pembenihan Abalon Haliotis squamata di Balai Budidaya Laut (BBL) Sekotong , kab. Lombok Barat , Nusa Tenggara Barat ?
Sarana dan prasarana apa saja yang dibutuhkan dalam proses pembenihan Abalon Haliotis squamata di Balai Budidaya Laut (BBL) kab. Lombok Barat , Nusa Tenggara Barat ?
Kendala-kendala apa saja yang dihadapi pada saat pembenihan Abalon Haliotis squamata di Balai Budidaya Laut (BBL) kab. Lombok Barat , Nusa Tenggara Barat?
1.3 Tujuan
Tujuan dari diadakanya Praktek Kerja Lapang ini adalah untuk :
Mengetahui teknik pembenihan Abalon Haliotis squamata di Balai Budidaya Laut (BBL) kab. Lombok Barat , Nusa Tenggara Barat.
Mengetahui sarana dan prasarana yang digunakan dalam proses pembenihan Abalon Haliotis squamata di Balai Budidaya Laut (BBL) Sekotong , kab. Lombok Barat , Nusa Tenggara Barat.
Mengetahui dan memahami segala permasalahan dalam Abalon Haliotis squamata dengan jelas dan cara mengatasinya.
1.4 Manfaat
Diharapkan dari Praktek Kerja Lapang ini dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman penulis tentang teknik pembenihan Abalon Haliotis squamata.
1.5 Luaran
Dengan adanya kegiatan Praktek Kerja Lapang ini, hasilnya dalam bentuk laporan dapat dijadikan sebagai bahan informasi kepada masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam usaha budidaya Abalon Haliotis squamata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Abalon Haliotis squamata
Adapun klasifikasi Abalon Haliotis squamata (Mustopa, 2010) adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Animalia
Filum : Molusca
Class : Gastropoda
Upakelas : Orthogastropoda
Superordo : Vetigastropoda
Ordo : Archeogastropoda
Superfamili : Haliotoidea
Famili : Haliotidae
Genus : Haliotis
Spesies : Haliotis squamata
Morfologi
Hewan yang tergolong ke dalam Genus Haliotidae memiliki beberapa ciri di
antaranya bentuk cangkang bulat sampai oval, memiliki 2 - 3 buah puntiran (whorl), memiliki cangkang yang berbentuk telinga (auriform), biasa disebut ear shell. Puntiran yang terakhir dan terbesar (body whorl) memiliki rangkaian lubang yang berjumlah sekitar 4 - 8 buah tergantung jenis dan terletak di dekat sisi anterior (Zafran, 2007) . Abalon merupakan satu di antara golongan gastropoda yang paling primitif bentuk maupun strukturnya yang hidup di daerah karang yang memiliki arus kuat. Abalon memiliki single shell (cangkang) berbentuk bulat, elips atau berbentuk daun telinga (ear-shaped) dan memiliki barisan pori-pori pernafasan (tremata) yang terletak di sepanjang sisi kiri dari cangkang. Jumlah pori-pori pernafasan terbuka meningkar mengikuti pertumbuhannya dan pada tiap spesies berbeda jumlahnya (Cox , 1962 dalam Hahn, 1989). Abalon mempunyai sepasang mata, satu mulut dan satu tentakel penghembus yang berukuran besar. Di dalam mulutnya terdapat lidah parut (radula) yang berfungsi mengerik alga menjadi ukuran yang dapat dicerna. lnsang terletak dengan pernapasan. Sirkulasi air berlangsung di bagian bawah tepi cangkang kemudian mengalir menuju ke insang dan dikeluarkan melalui pori yang terdapat di bagian cangkang. Abalon (Holiotis spp.) tidak memiliki struktur otak yang jelas dan nyata, sehingga hewan ini dianggap sebagai salah satu hewan primitif. Hewan ini juga memiliki hati yang terletak di bagian sisi atas (Fallu, R. 1991).
Gambar 1. Morfologi abalone
Serangkaian lubang sepanjang kiri margin atas mendefinisikan sebagai suatu kelompok tertentu (genus) dari siput, disebut Haliotis. Lubang atau pernafasan pori – pori adalah outlet lewat air laut, sebagian di lucuti oksigen oleh insang, untuk di keluarkan bersama dengan air kencing, kotoran, dan baik sperma atau telur. Kepala dan mulut abalon yang diapit oleh dua pasang tentakel sensorik lebih pendek sepasang mata luar. Abalon tidak mempunyai gigi sebagai organ ekasternal dalam mengoyak makanan, akan tetapi abalon di lengkapi dengan organ pengganti disebit radula yang digunakan untuk air mata, mengusir, dan menelan makanan, yang terutama terdiri dari bahan tanaman (Susanto, 2007)
Bagian dalam cangkang abalone berwarna seperti pelangi, putih keperakan, sampai hijau kemerahan. Haliotis iris dapat berwarna campuran merah muda dan merah dengan warna utama biru tua, hijau, dan ungu. Dilihat dari fisiknya, ukuran abalone berbeda beda tergantumg jenisnya, berukuran panjang cangkang mulai dari 20 mm (seperti Haliotis pulcherrima) sampai 200 mm atau lebih (seperti Haliotis rufescen) (Fleming A,E. , and P.W. Hone. 1996).
Abalon memiliki cangkang tunggal atau monovalve dan memenuhi hampir seluruh tubuhnya. Pada umumnya cangkang abalone berbentuk oval dengan sumbu memanjang dari depan (anterior) ke belakang (posterior) bahkan beberapa spesies berbentuk lonjong. Pada umunya siput, cangkang abalone berbentuk spiral. Namun tidak membentuk kerucut melainkan berbentuk gepeng (Sofyan, 2005).
Reproduksi dan Biologi
Abalone tergolong hewan berumah dua atau diocis, yaitu betina dan jantan terpisah. Kematangan gonad induk jantan maupun betina berlangsung sepanjang tahun dengan puncak musim memijah terjadi pada bulan-bulan Juli dan Oktober. Telur yang siap dipijahkan berdiameter 100 µm, di laboraturium telur yang dipijahkan berdiameter rata-rata 183 µm (Gordon, 2004). Siklus hidup abalone dapat dilihat pada Gambar 2. berikut ini :
Gambar 2. Daur hidup abalone (Anonim, 2011)
Habitat dan Penyebaran
Zafran (2007) menyatakan bahwa suku Haliotidae memiliki penyebaran yang luas dan meliputi perairan seluruh dunia, yaitu sepanjang perairan pasir kecuali perairan pantai Atlantik di Amerika Selatan, Karibia, dan pantai timur Amerika Serikat. Abalone paling banyak di temukan di perairan dengan suhu yang dingin, di belahan bumi bagian selatan yaitu perairan di pantai Selandia Baru, Afrika Selatan dan Australia. Sedangkan di belahan bumi utara adalah perairan pantai barat Amerika dan Jepang.
Menurut Setyono (2004), abalone paling banyak di temukan di daerah beriklim empat musim, hanya sedikit jenis yang dapat di temukan di daerah tropis. Abalone menyukai daerah bebatuan di pesisir pantai, terutama pada daerah yang banyak ditemukan alga. Perairan dengan sal initas yang tinggi dan suhu yang rendah juga merupakan syarat hidup abalone. Abalone dewasa lebih memilih hidup di tempat - tempat dimana banyak ditemukan makroalga. Di daerah utara (Alaska sampai British Columbia), abalone umumnya berada pada kedalaman 0- 5 m, tetapi di California abalone berada pada kedalaman 10m.
Abalone merupakan hewan yang tergolong dioecious Uantan dan betina terpisah) seperti moluska lainnya. Abalone memiliki satu gonad, baik jantan maupun betina yang terletak di sisi kanan tubuhnya. Abalone jantan dan betina dewasa mudah dibedakan, karena testis menampakan warna krem sedangkan ovarium menampakan warna kehijau - hijauan saat gonad matang. Pembuahan terjadi di luar (fertilisasi eksternal). Gamet jantan dan betina dilepaskan ke suatu perairan, kemudian terjadi pembuahan (Setyono, 2004; Zafran, 2007).
2.5 Makanan dan Kebiasan Makan
Abalone termasuk hewan yang bersifat endemik. Pada stadia larva di alam memakandiatom bentik, sedangkan balon dewasa memakan makroalgayang di golongkan ke dalam tiga kelompok berdasarkan dari perbedaan warnanya, yaitu alga merah (Rhodophyta), alga coklat (Phaeophyta) dan alga hijau (chlorophyta). Alga merah Gracillaria sp, adalah jenis pakan alami yang dilaporkan baik bagi induk abalone H. asinina (Singhagraiwan dan Doi,1993) dan H. squamata (Susanto et al., 2007). Namun juga diketahui bahwa abalone juga sangat menyukai jenis alga hijau yang bertekstur lunak seperti Ulva sp., sedangkan alga coklat diantaranya Sargassum sp, dilaporkan kaya akan kandungan asam lemak tak jenuh (Chen,1984; Rusdi et at., 2009 . Ketersediaan makanan bagi abalon yang baru memasuki masa post larvae adalah penting, karena hal ini berkaitan dengan kelangsungan hidupnya (Takami et. at., 2000 dalam Zafran, 2007). Laju pertumbuhan pada fase hidup awal abalon bergantung pada ketersediaan makanan dan kemampuan masing - masing individu dalam memanfaatkan makanan yang tersedia. Kompetitor abalone dalam mencari makan dan ruang hidup adalah bulu babi. Persaingan tersebut biasanya dimenangkan oleh bulu babi. Telur dan larva abalon merupakan mangsa bagi ikan penyaring (filter feeding fish) dan moluska, sedangkan pemangsa bagi abalone yang masih juvenil maupun yang telah dewasa adalah kepiting, lobster, gurita, bintang !aut, ikan, anjing laut dan gastropoda lain. Abalone yang ditemukan di daerah perairan yang dihuni oleh anjing !aut, pada umumnya berukuran lebih kecil, sehingga cangkangnya lebih mudah untuk diretakkan (Zafran, 2007).
Pengelolaan Kualitas Air
Pengelolaan air dilakukan menggunakan system air mengalir dan penyiponan pada dasar bak yang dilakukan setiap hari. Debit air yang digunakan sekitar 0.1 liter/detik. Kemudian jika terdapat abalon yang mati langsung dibuang, kran inlet ditutup dan ¾ air dalam bak di buang. Kematian abalon dapat diketahui dengan aroma yang tidak sedap (amis) pada bak. Kegiatan penyiponan dilakukan denganmengugunakan pipa paralon yang dihubungkan dengan selang. Kegiatan ini bertujuan untuk mengeluarkan kotoran serta sisa rumput laut yang tidak termakan. Untuk menjaga kualitas air, air laut yang dialirkan untuk pemeliharaan larva, benih, serta kultur pakan alami massal disaring menggunakan cartridge filter dengan filter (serat) berukuran 1 mikron dan bahan penyaring dapat diganti setelah ± 3 minggu. Sedangkan air laut yang dialirkan ke dalam bak pemeliharaan induk, penyimpanan rumput laut, dan penetasan telur tidak menggunakan cartridge filter. Bak pemijahan menggunakan filter fisik berupa pasir sungai, pasir kuarsa, arang aktif, karang, keranjang krat, dan pipa yang telah dilubangi. Semua bahan filter tersebut dimasukkan ke dalam tandon yang berada di dalam hatchery. Pemantauan Kualitas air di hatchery dilakukan 2 kali dalam satu bulan. Parameter kualitas air yang diamati adalah DO, pH, Salinitas, dan Suhu (Reeve, 1848).
Pembenihan
Seleksi Induk
Sebelum dilakukan penebaran induk, terlebih dahulu dilakukan penyeleksian dengan mengecek kondisi tubuh serta cangkang. Adapun kriteris induk yang sehat yakni tidak terdapat cacat atau luka pada tubuh, dapat melekat dengan kuat, aktif bergerak, cangkamg mengkilat dan berwarna cerah. Setelah itu dilakukan proses aklimatisasi selama 1–2 bulan yang dilanjutkan dengan pemisahan induk jantan dan induk betina untuk menghindari spontaneous spawning. Proses aklimatisasi ini dilakukan dengan cara induk ditebar dengan kepadatan rendah yaitu 100 ekor/bak kemudian dilakukan sirkulasi air yang besar, mengalir kontinyu serta dijaganya kualitas air yang dilakukan dengan cara disiphon setiap hari. Setelah itu diberikan pakan rumput laut yang bervariatif (Gordon, H.R. and P.A. Cook. 2004).
Untuk membedakan induk jantan dan betina, dapat dilakukan dengan melihat langsung pada gonadnya. Terdapat perbedaan warna antara gonad jantan dan betina. Gonad pada induk jantan berwarna oranye sedangkan gonad induk betina berwarna hijau kebiruan. Induk yang siap memijah adalah induk yang gonadnya telah terisi sel telur dan sperma minimal 60% dari panjang gonadnya (Sofyan, 2005).
2.7.2 Pemijahan
Pemijahan abalon yang dilakukan yakni pemijahan massal. Pada pemijahan massal digunakan bak fiber berukuran (3x1x0.6) m3 dengan volume air sebanyak 1500 L. pada wadah dipasang 3 buah kotak industri berukuran (0.6×0.5×0.4) m3 yang dirangkai menjadi satu sebagai wadah induk. Dua kotak untuk menyimpan induk batina dan satu kotak untuk menyimpan induk jantan. Perbandingan induk jantan dengan betina adalah 1 : 3.
Pada persiapan wadah pemijahan dilakukan dengan mengeringkan wadah terlebih dahulu lalu disikat sampai bersih. Setelah itu bak di rendam menggunakan kaporit atau klorin dan dibiarkan selama dua hari kemudian dikeringkan kembali dan dibilas menggunakan air laut. Kotak industry dan shelter dibersihkan dari kotoran serta sisa pakan lalu dijemur dibawah terik matahari.
Selanjutnya, bak fiber dipasang batu aerasi dan timah pemberat sebanyak 5 titik dan air laut dialirkan dari inlet bak pemijahan dan bagian outlet dipasang pipa PVC 1 inchi berbentuk T (di dalam bak) yang dilengkapi filter berupa waring. Kemudian meletakkan box egg collector (penampung telur) berupa ember plastik dan saringan plankton dengan mesh size 60 dan 180 µm pada bak, tepatnya di bawah saluran keluar (Setyono 2004).
Penghitungan dan Pemanenan Telur
Pemanenan telur dilakukan saat abalon telah memijah yang ditandai dengan bau amis dari air di dalam bak. Telur yang telah terbuahi akan berada di dasar bak dan kemudian akan menetas menjadi trochopore yang melayang di permukaan air dan akan keluar melalui outlet. Trochopore yang keluar melalui outlet akan terkumpulkan ke dalam saringan penampung telur (egg collector) yang diikatkan pada wadah kotak plastik (egg collector box) berdimensi 55 x 40 x 33 cm yang terdapat di luar pipa outlet bak dan dilengkapi dengan plankton net dengan mesh size 60 µm. Telur atau trochopore yang telah terkumpul di dalam egg collector box diambil dengan menggunakan gayung dan disaring. Proses penyaringan trochopore menggunakan 2 tingkat penyaringan. Penyaringan pertama melalui plankton net denganmesh size 200 µm, untuk menyaring kotoran yang terbawa. Penyaringan kedua melalui plankton net dengan mesh size 60 µm, untuk menyaring telur atau trochopore. Saat proses penyaringan harus tetap terendam oleh air. Telur atau trochopore yang terkumpul pada plankton net dengan mesh size 60 µm akan terlihat dengan mata telanjang (Latuihamalo, 2009).
Setelah proses pemanenan selesai, trocophore yang terkumpul dimasukkan ke dalam wadah berupa toples berbentuk tabung dengan volume 20 L dan diberi aerasi kecil agar trochopore menyebar rata pada wadah. Pwnghitungan trochopore dilakukan dengan menggunakan metode volumetric dimana diambil sampel sebanyak 1 ml, kemudian diletakkan pada cawan petri atau piringan putih lalu dihitung jumlah trochopore yang ada. Pengambilan sampel dilakukan sebnayak tiga kali ulangan. Setelah didapatkan jumlah rata – rata trochopore kemudian dikalikan jumlah total volume air (Setyono, 2004; Zafran, 2007).
Pemeliharaan Larva Dan Benih
Persiapan wadah
Wadah yang digunakan dalam pemeliharaan larva dan benih adalah bak fiber berukuran (3x1x0.6) m3 yang berisi feeding plate. Tahapan awal dalam persiapan wadah pemeliharaan larva yakni pencucian dan pengurasan bak agar patogen serta mikroorganisme lain yang dapat mengganggu pemeliharaan larva dapat disingkirkan (Rusdi, 2009).
Pada pemeliharaan larva abalon, hal yang harus diperhatikan adalah ketersediaan pakan alami saat larva ditebar pada wadah pemeliharaan. Pakan untuk larva abalon berupa diatom yang menempel yakni Nitzschia, Ampora, dan Navicula. Substrat menempel bagi diatom ini berupa feeding plate yang dibuat dari vynil gelombang berbentuk persegi panjang berukuran (50×40) cm2. Enam lembar vynil gelombang disatukan dengan batang aluminium berdiameter 0.5 cm dan panjang 20 cm yang dirangkai menjadi satu unit feeding plate. Antar lembar vynil dipisahkan oleh potongan pipa paralon sepanjang 3-4 cm. Feeding plate yang telah dibuat disusun di dalam bak yang telah berisi air laut dengan posisi berjajar memanjang di kedua sisi bak. Bak kemudian diberi aerasi kuat. Bibit Nitzchia sp. Sebanyak ±100-125 liter (4-5 toples ukuran 25 L) yang telah dikultur ditebar ke dalam bak kultur tanpa dilakukan pengaliran air. Kemudian dibiarkan selama ± 2 minggu sampai pakan menempel pada feeding plate. Biasanya wadah yang telah ditebar pakan alami menimbulkan warna keruh pada wadah. Wadah baru dapat digunakan sampai warna air terlihat jernih kembali atau semua pakan menempel pada feeding plate (lbnu Rusdi,2009).
Penebaran Larva
Setelah dipanen melalui egg collector, trochopore harus segera ditebar di bak pemeliharaan larva. Namun, sebelum ditebar pakan alami untuk larva harus telah tersedia di bak pemeliharaan karena stadia larva merupakan stadia kritis bagi abalon. Pakan alami berupa Nitzchia sp yang telah tumbuh ditandai dengan warna kecoklatan yang menempel pada feeding plate serta dinding bak. Larva abalon yang ditebar berasal dari hasil breading induk alam yakni trochopore dengan ukuran sekitar 80 mikron. Padat tebar yang dilakukan adalah 100-250 trochopore/liter atau 150.000-300.000 trochopore/bak 1.5 ton (Boarder, S.J. & Shpigel, M. 2001).
Pemberian Pakan
Pemberian pakan pada larva abalon disesuaikan dengan sifatnya yakni benthic atau melekat pada dasar bak. Pakan yang diberikan untuk larva abalon adalah Nitzschia sp atau Navicula sp yang diperoleh melalui kultur di laboratorium yang kemudian ditebar ke bak pemeliharaan larva selama tiga minggu sebelum larva ditebar. Agar pakan alami dapat tumbuh dengan baik, maka pada bak pemeliharaan ditambahkan pupuk (Steel, 1993; Zafran, 2007).
Pencegahan dan Pengobatan Penyakit
Salah satu penyakit yang sering menyerang abalone H. squamata adalah vibriosis (Chen,1984; Rusdi et at., 2009). Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan sterilisasi bak saat persiapan bak serta menyaring air yang masuk dengan filter. Selain itu, untuk menghilangkan organism yang dapat menjadi kompetitor bagi larva, maka dilakukan penyemprotan feeding plate dengan cara mengangkat feeding plate secara perlahan keluar dari bak kemudian ditempatkan pada wadah plastik berisi air laut lalu direndam dan digosok hingga bersih lalu dialirkan air laut bersih.
BAB III
OPERASIONALISASI
3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan Praktek Kerja Lapang ini telah dilaksanakan pada tanggal 20 Januari - 20 Februari 2014, bertempat di Balai Budidaya Laut (BBL) Kab. Lombok Barat , Nusa Tenggara Barat
3.2 Materi dan Alat
3.2.1 Materi
Materi yang digunakan pada Praktek Kerja Lapang ini adalah :
Induk jantan Abalon Haliotis squamata
Induk betina Abalon Haliotis squamata
Pakan untuk induk dan larva Abalon Haliotis squamata
3.2.2 Alat
Alat yang digunakan pada kegiatan Praktek Kerja Lapang ini adalah :
Bak pemeliharaan induk
Bak pemeliharaan larva
Bak pemijahan
Peralatan untuk pengukuran kualitas air
Wadah kultur pakan alami
Wadah penyimpanan rumput laut
3.3 Metode
Metode yang akan digunakan pada Praktek Kerja Lapang ini adalah metode survey, sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, partisipasi aktif, dan studi literatur.
Observasi
Metode observasi yaitu metode yang dilakukan untuk pengamatan terhadap gejala atau fenomena yang diselidiki tanpa mengajukan pertanyaan (Marzuki, 1986).
Wawancara
Wawancara mencakup cara yang digunakan pada seseorang dengan tujuan untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan bercakap-cakap, berhadapan muka dengan orang tersebut (Irauda, 2006).
Partisipasi aktif
Partisipasi aktif adalah mengikuti secara aktif atau langsung suatu kegiatan (Arikunto, 1998). Dalam Praktek Kerja Lapang ini partisipasi aktif yang akan dilakukan meliputi : seleksi induk, pemberian pakan, pengukuran kualitas air, kegiatan pembenihan dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan usaha pembenihan Abalone Haliotis squamata.
Studi literatur
Studi literatur yaitu pengumpulan data berdasarkan referensi buku-buku atau literatur yang sudah ada yang berhubungan dengan pembenihan Abalon Haliotis squamata.
Data yang diperoleh terdiri dari :
- Data primer
- Data sekunder
3.4 Prosedur Praktek Kerja Lapang
Adapun prosedur Praktek Kerja Lapang yang dilakukan sebagai berikut :
Tahap Persiapan Teknik
Pengurasan media ( air )
Persiapan tempat untuk budidaya
Persiapan induk
Tahap Pelaksanaan PKL
Tahap Pemijahan
Persiapan sarana dan prasarana pemijahan
Penyediaan induk
Seleksi induk
Pemijahan
Manajemen pakan induk
Pengendalian hama dan penyakit induk
Tahap Pemeliharaan Larva
Penyediaan bak larva
Penetasan telur
Pemeliharaan larva
Manajemen pakan larva
Pengendalian hama dan penyakit
Tahap Pemanenan
Teknik pemanenan
Sarana dan prasarana panen
Packing
Distribusi dan pemasaran
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Lokasi
Balai Budidaya Laut Lombok merupakan suatu instansi pemerintah yang terletak di bagian tengah dan barat provinsi Nusa Tenggara Barat. Balai Budidaya Laut Lombok memiliki 3 stasiun, dimana 2 stasiun terletak di pulau Lombok yaitu stasiun Gerupuk dan stasiun Sekotong, sereta 1 stasiun terletak di pulau Bali yaitu stasiun Karang Asem.
Stasiun yang menjadi lokasi praktek lapangan akuakultur ini adalah stasiun Sekotong yang terletak di Dusun Gili Genting Desa Sekotong, Kecamatan Sekotong Barat, Kabupaten Lombok Barat terletak pada 115°46' - 116°28' BT dan 8°12' - 8°55' LS dengan ketinggian tempat 5 meter yang diukur dari permukaan air laut (topografi). Jarak antara Balai Budidaya Laut Lombok dengan ibu kota provinsi Nusa Tenggara Barat (Mataram) sekitar 70 km. Lokasi Balai Budidaya Laut Lombok memiliki batas – batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah timur berbatasan dengan Balai Pengembangan Budidaya Perairan Pantai (BPBPP) Dinas Perikanan dan Kelautan Propivinsi NTB dan Dusun Pengawisan.
Sebelah barat berbatasan dengan perkampungan Dusun Gili Genting.
Sebelah utara berbatasan dengan Selat Lombok.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kedaru.
Balai Budidaya Laut Lombok stasiun Sekotong terletak di perairan teluk Sekotong dengan kondisi perairan di kawasan tersebut masih cukup bersih dan jernih, memiliki karang berpasir, salinitas 32 – 35 % dan pH berkisar antara 7,8 – 8,3. Tidak terdapat aktivitas berarti seperti kegiatan industry, jalur pelayaran, maupun aktivitas masyarakat setempat yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran di sekitar kawasan tersebut.
Gambar 3. Peta lokasi Balai Budidaya Laut (BBL) Lombok
4.2 Struktur Organisasi
Pada tahun 1992 Balai Budidaya Laut Lombok masih merupakan salah satu stasiun pengembangan dari Balai Budidaya Laut Lampung. Stasiun pengembangan ini yang pertama kali dibangun di pesisir teluk Gerupuk, Dusun Gerupuk, Desa Seringkol, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah NTB. Stasiun ini diharapkan dapat menginventarisir dab mengembangkan budidaya laut di kawasan tengah Indonesia.
Pada tahun 1994, stasiun stasiun meningkat menjadi Loka Budidaya Laut Lombok yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) atau sebuah instansi Eselon IV di bawah pembinaan Direktorat Pembenihan, Direktorat Jendral Perikanan Departemen Pertanian. Tahun 2000, seiring dengan lahirnya Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan, Loka Budidaya Laut berada di bawah pembinaan Direktorat Jendral Perikanan Budidaya memperoleh peningkatan anggaran dan penambahan sarana produksi di Dusun Gili Genting, Desa Sekotong Barat, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat.
Pada tahun 2002, berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor KEP.47/MEN/2002 tentang organisasi dan tata kerja Balai Budidaya Laut (BBL) ditetapkan Loka Budidaya Laut (LBL) Lombok sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jendral Perikanan Budidaya di bidang pembudidayaan ikan laut. Dimana instansi ini berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jendral Perikanan Budidaya dengan wilayah kerja meliputi seluruh provinsi di pulau Kalimantan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Pada tahun 2006, melalui peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan no. PER.10 MEN/2006, status Loka Budidaya Laut Lombok meningkat menjadi Balai Budidaya Laut Lombok dengan wilayah kerja meliputi seluruh provinsi di pulau Kalimantan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Balai Budidaya Laut Lombok mempunyai tugas pokok melaksanakan penerapan teknik pembenihan dan pembudidayaan ikan air laut serta pelestarian sumberdaya induk/benih ikan air laut dan lingkungan ikan laut.
Visi Balai Budidaya Laut Lombok adalah mewujudkan BBL Lombok sebagai pusat pengembangan budidaya laut yang mandiri, terkemuka dalam forum pengembangan kerjasama reagional, nasional serta internasional yang siap memberikan pelayanan teknis bagi masyarakat pembudidaya serta menjadi pusat berbagai percontohan sistem usaha budidaya.
Misi Balai Budidaya Laut Lombok adalah mengembangkan rekayasa teknologi budidaya air laut yang berbasis agribisnis, melaksanakan alih teknologi ikan air laut kepada pelaku perikanan, meningkatkan kapasitas kelembagaan, meningkatkan sistem informasi IPTEK perikanan, meningkatkan jasa pelayanan dan sertifikasi, serta melaksanakan upaya pelestarian sumberdaya ikan (plasma nuftah) dan lingkungan. Tugas pokok Balai Budidaya Laut Lombok yaitu melaksanakan penerapan tekhnik pembenihan dan pembudidayaan air laut serta pelestarian sumberdaya induk/benih, dan lingkingan ikan laut.
Fungsi Balai Budidaya Laut Lombok di antaranya :
Pengkajian, pengujian dan bimbingan penerapan standar pembenihan dan pembudidayaan air laut,
Pengkajian standar dan pelaksana sertifikasi sisitem mutu dan sertifikasi personil pembenihan serta pembudidayaan ikan air laut,
Pengkajian sistem dan tata laksana produksi dan pengelolaan induk dan induk dasar ikan laut,
Pelaksanaan pengujian teknik pembenihan dan pembudidayaan ikan laut,
Pengkajian standar pengawasan benih, pembudidayaan, serta pengendalian hama dan penyakitikan laut,
Pengkajian standar pengendalian lingkungan dan sumberdaya induk/benih ikan laut,
Pelaksanaan sistemjaringan laboratorium pengujian, pengawasan benih, dan pembudidayaan ikan laut,
Pengelolaan dan pelayanan system informasi dan publikasi pembenihan dan pembudidayaan ikan laut,
Pelaksanaan urusan tata usaha.
Kepala Balai Budidaya Laut LombokKasubag Tata Usaha
Kepala Balai Budidaya Laut Lombok
Kasubag Tata Usaha
Pelakasana UmumPelaksana Tata Usaha
Pelakasana Umum
Pelaksana Tata Usaha
Kasi Standarisasi dan InformasiKasi Pelayanan Teknik
Kasi Standarisasi dan Informasi
Kasi Pelayanan Teknik
Dokumentasi dan Informasi
Dokumentasi dan Informasi
Pelaporan dan PublikasiPengelola PerpustakaanDiseminasi Dan InformasiAdministrasi Pelayanan Teknik
Pelaporan dan Publikasi
Pengelola Perpustakaan
Diseminasi Dan Informasi
Administrasi Pelayanan Teknik
Koordinator Jabatan Fungsional
Koordinator Jabatan Fungsional
Divisi KeslingDivisi Fin FishDivisi Rumput LautDivisi Pakan AlamiDivisi Non Fin Fish
Divisi Kesling
Divisi Fin Fish
Divisi Rumput Laut
Divisi Pakan Alami
Divisi Non Fin Fish
Gambar 4. Struktur Organisasi di Balai Budidaya Laut Lombok
Jumlah pegawai di BBL Lombok stasium Sekotong hingga bulan Agustus 2010 tecatat sebanyak 70 orang dengan jumlah orang pegawai negeri sipil (PNS) sebanyak 54 orang dan 16 orang tenaga kerja kontrak. BBL Lombok telah berhasil mengembangkan rekayasa teknologi.
Tabel 1. Sumberdaya Balai Budidaya Lombok
Pendidikan`
Jumlah
S2
5
S1
5
D1
17
D3
7
SMA
20
TOTAL
54
Salah satu fungsi BBL adalah melakukan pelayanan informasi dan publikasi mengenai perkembangan teknik budidaya kepada masyarakat. Sebagai salah satu langkahmya, BBl Lombok membuat media penyebaran informasi berupa leaflet, petunjuk teknis, jurnal, pelatihan, praktek kerja lapang atau magang, dan alih teknologi melalui praktek dan penelitian oleh mahasiswa. Serta pelayanan yang dilakukan oleh BBL diantaranya jasa penyediaan benih Abalon, Tiram Mutiara, dan ikan Kereapu, jas penyediaan benih Rumput Laut, jasa konsultasi teknologi dan supervisi, jasa survey, diagnostic penyakit, dan ananlisis Laboratorium.
4.3. Prasarana
Prasarana yang dimiliki oleh BBL Lombok stasiun Sekotong dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2. Prasarana yang ada di BBL Lombok Stasiun Sekotong
Prasarana
Jumlah ( buah / unit)
Luas
Bangunan
Kantor / administrasi
Laboratorium
Kultur plankton
Pakan alami Mutiara
Pakan alami abalon
Kesehatan ikan dan lingkingan
Asrama
Mushola
Rumah karyawan
Guest House
Koperasi
Rumah jaga
Rumah genset
Rumah pompa
Dermaga
Worksop
Lapangan olahraga
Tempat parkir
Taman
1
1
1
1
1
1
1
29
1
1
3
1
1
1
1
2
2
-
625 m²
342 m²
-
74 m²
250 m²
45 m²
151 m²
70 m²
-
4 m² dan 25 m²
12 m²
12 m²
± 300 m
-
100 m²
-
-
-
Transportasi
Kendaraan roda empat
Kendaraan roda dua
Speed Boat
Prasrana Fungsional Laut
KJA
Longline
Rakit tiram mutiara
6
2
3
2
2
1
-
-
-
4.4 Fasilitas Fisik
4.4.1. Fasilitas utama
Balai Budidaya Laut Lombok memiliki beberapa fasilitas umum yang digunakan dalam proses pembenihan abalon antara lain wadah pemeliharaan induk, wadah pemijahan induk, wadah penetasan telur, wadah pemeliharaan larva, wadah pemeliharaan benih, wadah kultur pakan alami, dan wadah penyimpanan rumput laut. Terdapat pula sistem suplai air berupa suplai air laut dan suplai air tawar. Berikut tabel wadah pembenihan abalon di Balai Budidaya Laut Lombok
4.4.1.1. Wadah dan Tata Letak
4.4.1.1.1. Wadah Pemeliharaan Induk
Wadah pemeliharaan induk yang digunakan terdapat di dalam hatchery pembenihan abalon berupa bak dengan bak fiber dan bentuk persegi panjang. Bak fiber ini memiliki dimensi 3 x 1 x 0.6 m dengan volume air sebanyak 1500 liter. Bak pemeliharaan induk yang digunakan di dalam hatchery abalon ini berjumlah 10 unit. Terdapat 4 titik aerasi di dalam bak pemeliharaan imduk abalon. Inlet air berupa pipa PVC berdiameter 1 inchi yang dilengkapi dengan kran dan outlet berupa pipa PVC berbentuk L berdiameter 1 ½ inchi yang dapat mengatur ketinggian air bak melaului pipa outlet ini. Di dalam bak pemeliharaan induk terdapat shelter berupa potongan (melintang) pipa PVC berdiameter 6 inchi, panjang 30 – 40 cm sebagaitempat berlindung induk abalone, terdapat 2 – 3 shelter di dalam bak tersebut. Terdapat pula bak pemeliharaan induk yang tidak menggunakan shelter, melainkan hanya menggunakan keranjang bulat atau keranjang krat, dimana jumlah keranjang ini berbeda setiap bak dan rata – rata terdapat 2 – 3 keranjang di dalamnya, dan di dalam keranjang di tambah shelter berupa potongan pipa PVC berdiameter 6 inchi, panjang 30 – 40 cm.
Gambar 5. Wadah pemeliharaan induk
b) c)
Gambar 6.(a) shelter; (b) keranjang bulat; (c) keranjang Krat
4.4.1.1.2. Wadah Pemijahan Induk
Wadah pemijahan induk terletak di dalam hatchery abalon dan berada bersebelahan dengan bak pemeliharaan induk. Bak pemijahan induk berupa bak fiber dengan bentuk persegi panjang berdimensi 3 x 1 x 0.6 m serta memiliki volume air 1500 liter. Bak pemijahan ini berjumlah 4 unit yang masing – masing dilengkapi dengan 4 titik aerasi dan inlet berupa pipa PVC berdiameter 1 inchi dan 2 buah outlet berupa pipa PVC 1 inchi berbentuk T (didalam bak) yang dilengkapi filter berupa waring agar hanya trochopore yang keluar melalui outlet ini dan outlet ini memiliki tinggi yang sama dengan outlet di luar bak, serta pipa PVC berbentuk L berdiameter 1 ½ inchi yang digunakan sebagai pengatur ketinggian air di dalam bak pemjahan.
Di dalam bak pemijahan pun terdapat 3 buah keranjang krat yang dirangkai menjadi yang disebut juga kotak industri, dimana berfungsi untuk membedakan jumlah induk jantan dan betina yang akan dipijahkan ( 2 buah kotak induk betina dan 1 buah kotak induk jantan). Induk jantan dan betina diletakkan dalam keranjang yang terpisah, 2 keranjang ( per 35 ekor ) induk betina dan 1 keranjang ( per 25 ekor ) induk jantan, jadi dalam 1 bak fiber ada 100 ekor induk jantan dan betina. Posisi keranjang induk jantan terletak diantara keranjang induk betina, dalam 1 bak hanya terdapat 1 set kotak industri berukuran 0.6 x 0.4 x 0.3m. Di dalam masing – masing keranjang krat terdapat shelter berupa potongan pipa PVC berdiameter 15 cm, panjang 50 cm, dan pipa PVC berdiameter 14cm, panjang 24 cm, dan jumlahnya 2 – 3 buah shelter dalam 1 keranjang krat.
Gambar 7. Wadah pemijahan massal ( kotak industri )
4.4.1.1.3. Wadah Penetasan Telur
Induk abalone yang telah memijah di dalam wadah melakukan pembuahan (fertilisasi) dan telur – telur tersebut akan keluar melalui outlet bak pemijahan yang telah dilengkapui dengan waring. Telur – telur abalone ini berwarna sedikit bening. Ketika induk abalone telah memijah maka air akan berwarna putih keruh, sedikit berbuih, serta berbau amis pada media pemijahan. Telur yang telah terbuahi akan berada di dasar bak dan kemudian akan menetas menjadi trochopore yang akan melayang di permukaan air dan akan keluar melalui outlet. Dapat dikatakan bak pemijahan juga termasuk kedalam bak penetasan telur. Terdapat 4 titik aerasi di dalam bak penetasan telur abalone. Trochopore yang keluar melalui outlet akan dikumpulkan ke dalam wadah kotak plastik (egg collector box) berdimensi 50 x 40 x 40 cm yang telah dilapisi dengan saringan penampung telur (egg collector) dengan mess size 60 µm. Bila terdapat telur yang belum menetas dilakukan penyifonan dasar bak pemijahan dan penyaring kotoran serta telur dengan saringan yang berukuran 200 dan 60 µm, selanjutnya telur dikumpulkan ke dalam wadah stoples plastik yang berbentuk tabung dengan volume 25 liter, serta diberikan 2 titik aerasi. Inlet air berupa pipa PVC berbentuk T (di dalam bak) yang dilengkapi filter berupa waring.
b)
Gambar 8. (a) egg collector box; (b) keadaan air setelah terjadi pemijahan
4.4.1.1.4. Wadah Pemeliharaan Larva
Wadah pemeliharaan larva terletak di luar hatchery. Wadah pemelihraan ini berbentuk persegi panjang dengan dimensi 3 x 1 x 0.6 m dan volume 1500 liter, bak pemeliharaan larva ini berjumlah 11 unit yang masing masing dilengkapi dengan 5 titik aerasi yang berkekuatan kecil. Bak pemeliharaan larva ini juga dilengkapi dengan substrat / rearing plate berukuran 40 x 40 cm, rearing plate ini terbuat dari bahan plastik bergelombang (seperti asbes) dan permukaan telah diamplas agar trochopore dan pakan alami dapat menempel di rearing plate tersebut. Dalam 1 set terdapat 6 lembaran plastik (plate) dan dalam 1 bak terdapat ± 20 set rearing plate. Inlet air berupa pipa PVC berdiameter 1 inchi yang dilenghkapi dengan kran, outlet bak pemelihraan larva berupa pipa PVC berbentuk L berdiameter 1 ½ inchi yang dapat diatur ketinggian air bak melalui pipa outlet ini.
b)
Gambar 9. (a) wadah pemeliharaan larva; (b) rearing plate
4.4.1.1.5. Wadah Pemeliharaan Benih Abalone
Wadah pemeliharaan benih sama dengan wadah pemeliharaan larva. Bak pemeliharaan benih berbentuk persegi panjang dengan dimensi 3 x 1 x 0,6 m dan memiliki volume 1500 liter. Bak pemeliharaan benih ini berjumlah 9 unit. Terdapat 5 titik aerasi di dalam pemeliharaan benih abalone. Dalam bak pemeliharaan benih ini terdapat wadah berbentuk silinder dengan bahan dari waring dengan diameter 60 cm dan tinggi 48 cm. wadah ini digantung pada kayu liss dengan panjang 1.2 m, di dalam keranjang ditambahkan shelter berupa potongan pipa PVCberdiameter 6 inchi, panjang 30 – 40 cm. Terdapat pula bak pemeliharaan benih yang tidak menggunakan keranjang, melainkan hanya menggunkan shelter, dimana jumlah shelter ini berbeda setiap bak. Inlet air berupa pipa PVC berdiameter 1 inchi yang dilengkapi dengan kran dan outlet berupa pipa PVC berbentuk L berdiametr 1 ½ inchi yang dapat mengatur ketinggian air bak melalui pipa outlet ini.
Gambar 10. Wadah pemeliharaan benih
4.4.1.1.6. Wadah Kultur Pakan Alami
Kultur pakan alami yang dilakukan meliputi kultur skala lab, skala semi massal, dan skala massal. Wadah kultur pakan alami yang digunakan pada skala berupa erlenmeyer berbahan kaca dengan volume 2 liter, serta stoples plastik bervolume 5 liter dan 10 liter. Wadah kultur pakan alami yang digunakan pada skala semi massal berupa stoples plastic yang mempunyai volume 25 liter.
Kultur pakan alami skala massal dilakukan sekaligus pada wadah pemeliharaan larva, yaitu pada waktu persiapan wadah sebelum pemeliharaan, dan selama masa pemeliharaan. Kultur pakan alami dilakukan dengan menebarkan inokulan kultur murni Nitzchia. Pertumbuhan pakan alami ditandai dengan tumbuhnya koloni berwarna kecoklatan pada rearing plate.
a) b) c)
Gambar 11. (a) wadah kultur skala lab; (b) wadah kultur skala semi massal; (c) wadah kultur massal
4.4.1.1.7. Wadah Penyimpanan Rumput Laut
Bak penyimpanan pakan abalone berupa rumput laut berada di luar hatchery pemijahan dan pemeliharaan induk abalone. Wadah penyimpanan rumput laut ini terbuat dari beton dan terdapat 10 unit, dimana rumput laut ini disimpan di dalam wadah berbentuk persegi dengan dimensi 2 x 1.5 x 1 m dan volume 3000 liter. Bak penyimpanan pakan terisi air sebanyak 1500 liter, dan bak penyimpanan rumput laut ini disusun secara seri serta diantara unit diberi sekat beton. Inlet berupa pipa PVC berukuran 1 ½ inchi dan outlet berukuran 2 inchi yang mengarah langsung ke laut.
Gambar 12. Wadah Penyimpanan Rumput Laut
4.4.1.2. Sistem Suplai Air Laut
4.4.1.2.1. Suplai Air Laut
Sumber air laut yang digunakan untuk kegiatan budidaya abalon berasal dari teluk Sekotong yang berada dekat dengan hatchery. Air laut ini disedot dari bibir pantai dengan pompa dan melalui pipa PVC berdimensi 6 inchi dan debit air yang digunakan 100 liter/menit. Panjang pipa yang digunakan 150 meter dari garis pantai, dimana pipa sangat panjang ini difungsikan agar saat surut supply air laut terus tersedia.
Pompa yang digunakan bermerk Showfou sebanyak 2 unit, dimana pompa ini berjeni simple. Air laut tersebut ditampung dalam sebuah tandon beton yang berukuran 20 x 5 x 2 m yang dapat menampung air laut sebnayak 200.000 liter. Pada tandon hanya diberi treatment fisik berupa kapas yang dimasukkan kedalam pipa PVC 6 inchi untuk kemudian dialirkan ke beberapa hatchery (abalon, kerapu, dan tiram mutiara) serta dialirkan pula ke beberapa laboratorium (kesehatan dan lingkungan, dan pakan alami). Air laut yang dialirkan untuk pemeliharaan larva, pemeliharaan benih dan kultur pakan alami massal di treatment terlebih dahulu yaitu dengan sand filter, filter, ozon, pengendapan, karbon, dan UV. Sedangkan air laut yang dialirkan kedalam bak pemeliharaan induk, pwnyimpanan rumput laut, dan penetasan telur tidak di treatment terlebih dahulu. Untuk air laut di bak pemijahan abalon, air di treatment dengan menggunakan filter fisik berupa pasir sungai, pasir kuarsa, arang aktif, karang, keranjang krat, dan pipa yang telah dilubangi. Semua bahan filter tersebut dimasukkan ke dalam tandon yang berada di dalam hatchery.
Sumber air Pompa Tandon
OZON
OZON
Bak Pengendapan Sand filter
UV
UV
Karbon Wadah Pemeliharaan Induk
Wadah Pemijahan Induk
Gambar 13. Sistem Suplai Air Laut
4.4.1.2.2. Suplai Air Tawar
Sumber air tawar yang digunakan oleh BBL, berasal dari 4 unit sumur bor yang berada dekat dengan perumahan karyawan Balai Budidaya Laut Lombok. Pompa yang digunakan terdapat 4 unit dan digunakan secara bergantian 2 unit dengan debit air 10 liter/menit. Saluran inlet dan outlet terbuat dari pipa PVC yang berukuran 1 inchi, sedangkan 2 unit lainnya berkapasitas 19 liter dengan tekanan 10 bar.
Air tawar ini dialirkan ke tandon yang berada dekat dengan lokasi pompa air tawar, kemudian air tawar tersebut dialirkan ke rumah karyawan, asrama, dan ke beberapa hatchery. Karakteristik fisik dari air tawar ini memiliki warna yang cukup jernih dan suhu rata – rata 26,5°c. kualitas sumber air tawar cukup baik sehingga selain digunakan untuk kegiatan pembenihan, air tawar ini juga dapat digunakan untuk keperluan rumah tangga karywan BBL Lombok.
Gambar 14. Sitem suplai air tawar
4.4.1.2.3. Sistem Aerasi
Sitem aerasi yang digunakan di BBL Lombok stasiun Sekotong ini adalah dengan menggunakan 4 buah blower dengan frekuensi 50 Hz dan memiliki kapasitas 4,9 m³/ menit. Blower ini terdapat pada rumah pompa dan digunakan pada hatchery kerapu, pemeliharaan larva abalon, dan hatchery tirm mutiara. Jumlah yang banyak ini digunakan secara bergantian.
b)
Gambar 15. (a) Blower, (b) Panel Pergantian Blower
Pada hatchery abalon digunakan hiblow yang berkekuatan 125 watt. Blower ini digunakan untuk wadah pemeliharaan induk dan pemijahan iduk. Pipa PVC yang digunakan berdiameter ¾ inchi dengan lubang pada pipa sebanyak ± 70 titik. Selang aerasi yang digunakan berbahan plastik berdiameter ¼ inchi sebanyak 90 buah. Batu aerasi yang digunakan berbahan karbon aktif sebanyak 90 buah.
Gambar 16. Hiblow pada pemeliharaan induk dan pemijahan abalon
Pada laboratorium pakan alami digunakan Hiblow dengan frekuensi 50 watt, tekanan 0,045 MPa. Terdapat 32 ttitik aerasi di dalam laboratorium pakan alami ini dan digunakan untuk kultur Nitzchia sp.
Gambar 17. Hiblow pada lab pakan alami
4.4.1.3. Fasilitas Pendukung
4.4.1.3.1. Sumber Energi
Untuk memenuhi kebutuhan listrik BBL Lombok menggunakan sumber listrik dari PLN dan genset. Daya listrik dari PLN sebesar 40 KVA. Untuk cadangan sumber tenaga listrik apabila sewaktu – waktu padam atau mengalami kerusakan, BBL LOombok memiliki 2 generator diesel berkekuatan 40 KVA dan 120 KVA. Sumber energi lainnya berupa bensin dan solar untuk transportasi mobil dan motor, serta gas LPG untuk memanaskan air dalam kultur pakan alami dan sterilisasi alat.
b) c)
d)
Gambar 18. a) panel PLN; b) genset; c) gas LPG; d) mobil
4.4.1.3.2. Sarana
4.4.1.3.2.1. Hatchery Abalon
Balai Budidaya Laut Lombok memiliki satu buah bangunan hatchery abalon serta laboratorium pakan alami. Ruangan di dalam bangunan hatchery digunakan untuk pemeliharaan induk, pemijahan induk, serta pemeliharaan benih. Pada bagian luar hatchery digunakan sebagai tempat pemeliharaan larva dan kultur pakan alami skala massal. Laboratorium pakan alami digunakan sebagai tempat kultur skala semi massal.
Gambar 19. Hatchery Abalon
4.5. Kegiatan Praktek Kerja Lapang
A. Kegiatan Pembenihan Abalon Haliotis squamata
4.5.1. Persiapan Wadah
Tahap awal dalam proses budidaya Abalon Haliotis squamata adalah tahap persiapan wadah, dan merupakan tahapan yang sangat mementukan tingkat keberhasilan dalam kegiatan budidaya. Pembersihan bak pemeliharaan induk adalah hal yang pertama kali dilakukan dalam proses persiapan wadah, pembersihan bak pemeliharaan minimal dilakukan sebanyak 2 kali dalam sehari. Pembersihan keranjang krat dan shelter dilakukan dengan menyiram kotak dengan air tawar dan kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari ± 8 jam. Persiapan wadah yang dilakukan dengan cara membuka outlet dengan tujuan untuk mengeringkan bak sampai tidak ada sisa air di dalam bak tersebut. Kemudian bak disiram dengan klorin sebanyak 10 ppm yang telah dicampur dengan 5 liter air tawar, lalu wadah dibiarkan selama ± 1 hari, setelah itu bak disikat dengan tujuan agar semua kotoran di dinding bak hilang. Selanjutnya, di pasang selang aerasi, dan batu aerasi. Kemudian saluran outlet ditutup dan mengisi bak dengan air laut dengan ketinggian air antara 60 -70 cm, pada saluran outlet dipasang waring agar tidak ada abalon yang keluar dari bak / wadah.
4.5.2. Pengadaan dan Penebaran Abalon
Pada tebar induk abalon dalam satu keranjang krat berisi 150 ekor yang berukuran 5 – 7 cm. Padat tebar ini merupakan padat tebar yang optimum, pada padat tebar ini diharapkan populasi abalon dalam satu wadah tidak terlalu padat jika terlalu padat akan menyebabkan tingkat persaingan dalam hal konsumsi makanan, oksigen, dan persaingan untuk menenmpel pada substrat. Induk abalon berasal dari Gili Genting, setelah induk sampai di hatchery di lakukan aklimatisasi selama 3 – 4 jam.
Gambar 20. Induk Abalon
Induk abalon yang ditebar di Balai Budidaya Laut Lombok Stasiun Sekotong ini berasal dari tiga lokasi yang berbeda yaitu Gili Gede, Balai Budidaya Laut Lombok Stasiun Gerupuk, dan Bali. Induk abalon yang ditebar dipisah dan disesuaikan sesuai dengan lokasi. Pemisahan ini bertujuan untuk mengetahui sumber induk dan mengetahui informasi induk yang berkualitas. Dalam bak pemeliharaan induk, induk jantan dan betina tidak di jadikan dalam satu keranjang krat ini bertujuan agar tidak terjadi spontaneous spawning atau pemijahan liar yang tidak terkontrol. Induk induk ini berasal dari alam, penangkapan induk yang berasal dari alam ada kelebihan dan kekurangan nya. Keuntungan induk dari alam adalah dapat langsung mendapatkan induk dengan tingkat kematangan gonad yang penuh dan peluang dalam pemijahannya lebih tinggi bila langsung digunakan, sedangkan kelemahannya adalah sering terjadi kematian akibat perlakuan dalam penangkapan, contoh : induk mengalami luka dan mengalami stress (Anggadiredja, J.T., 2006).
Ciri – Ciri Induk Abalon yang Baik ;
Tingkat kematangan gonad cukup, dicirikan dengan ujung gonad telah berisi penuh sperma / telur, dan sejajar dengan garis cangkang,
Otot kaki atau daging terlihat segar dengan warna gelap dan tidak lembek, dan panjang cangkang berukuran ± 5 cm,
Organ tubuh tidak cacat (luka) dan melekat kuat pada substrat,
Dapat membalikan tubuhnya dengan segera bila diletakkan di dalam air dengan posisi terbalik, dan
Berjalan atau merayap bila dilepaskan dari genggaman.
Usia induk berkisar anatara 6 – 8 bulan.
Induk Betina
Induk Jantan
Gambar 21. Induk Abalon
Gambar 22. Morfologi Abalon
4.5.3. Pemberian Pakan
Abalon termasuk hewan herbivora yang menyukai rumput laut terutama jenis rumput laut merah, rumput laut coklat, dan rumput laut hijau. Pada Balai Budidaya Laut Lombok Stasiun Sekotong menggunakan rumput laut jenis Gracillaria sp. Frekuensi pemberian pakan dilakukan sebanayak 1 kali dalam sehari dengan jumlah 20 – 25 % dari biomassa induk. Pakan di berikan pagi hari antara jam 8 – 9 WITA. Jika jumlah pakan masih memadai tidak mdilakukan penambahan pakan, hal ini dilakukan agar tidak terjadi pembusukan pakan yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan abalon dan bisa mengakibatkan kematian pada induk abalon. Sebelum memberi makan sebaiknya rumput laut Gracillaria sp di bersihkan menggunakan air mengalir agar tidak ada kotoran dan hewan lain yang menempel seperti lumpur, teritip, keong dan udang.
Rumput ;laut Gracillaria sp disimpan pada bak beton berbentuk persegi dengan volume air 1500 liter dan terdapat 10 unit penyimpananan pakan abalon ini. Rumput lauit ini direndam di dalam air untuk menghindari perubahan warna menjadi pucat aibat terkena sinar matahari secara langsung, karena abalon tidak menyukai pakan yang tidak segar. Hal ini sesuai dengan pendapat Susanto et. al., (2007) yang menyatakan pakan terbaik untuk abalon adalah Gracillaria sp, uang masih segar.
Gambar 23. Tempat Penyimpanan Rumput Laut
4.5.4. Pengelolaan Kualitas Air
Pengelolaan kualitas air memiliki peranan penting bagi kelangsungan hidup abalon, dimana kualitas air yang jelek dapat mengakibatkan nafsu makan berkurang dan mengakibatkan abalon gampang terserang penyakit. Kualitas air akan menurun seiring dengan pemeliharaan induk abalon, untuk menjaga kualitas air dilakukan pergantian air dengan cara mengalirkan air baru ke dalam bak pemeliharaan sebanyak 200 % -300 % per hari.
Sumber air laut yang digunakan oleh Balai Budidaya Laut Lombok Stasiun Sekotong untuk hatchery abalon ini berasal dari Teluk Sekotong. Sebelum air sampai pada hatchery abalon, air di treatment dahulu dengan cara, air yang berada dalam tandon dialirkan ke ozon melalui pipa yang sudah di beri kapas, kemudian di diamkan di bak pengendapan selama 1 hari, lalu setelah diendapkan air dialirkan melalui karbon dan sinar UV. Baru setelah itu air mengalir ke dalam hatchery abalon. Pengolahan air tandon yang kedua dilakukan dengan cara mengalirkan air ke dalam tandon yang berisi beberapa filter fisik yaitu pasir sungai, pasir kuarsa, arang aktif, karang, keranjang krat, dan pipa yang telah dilubangi. Kemudian air yang telah melalui tandon air ini dialirkan ke bak – bak pemijahan induk abalon.
Pengelolaan kualitas air juga dilakukan dengan cara penyiphonan bak pemeliharaan induk abalon, penyiphonan dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Penyiphonan dilakukan sebelum pemberian pakan, penyiphonan bertujuan untuk membuang kotoran dan sisa – sisa makanan yang ada di dalam bak pemeliharaan induk. Hal ini sesuain dengan pernyataan Fallu (2009) yang menyatakan bahwa ada beberapa cara untuk meningkatkan kualitas air dalam pembenihan abalon diantaranya membuang semua kotoran dari media budidaya seperti sisa rumput laut yang tidak termakan.
Outlet
Pasir Sungai
Pasir Kuarsa
Arang Aktif
Karang
Kotak Krat Inlet
Pipa Lubang
Gambar 24. Tandon Filter
a) b)
Gambar 25. (a) kegiatan penyiphonan; (b) alat siphon
Tabel 3. Kualitas air bak pemeliharaan induk
No
Parameter Kualitas Air
Satuan
Kisaran
1
Suhu
°C
27 – 28
2
Salinitas
°/ᶱᶱ
33 – 36
3
pH
-
6,4 – 8
4
DO
Mg/l
3,1 – 14, 22
Pada kondisi suhu diaas 30°C dengan periode yang panjang akan mempengaruhi kondisi abalon. Menurut Irwan (2006), suhu yang optimal untuk abalon berkisar antara 24°C—30°C, sedangkan salinitas optimum antara 30—35 ppt. Menurut Fallu (1991), Kisaran salinitas normal yang cocok untuk pertumbuhan abalon yaitu berkisar 33—35 ppt dan pertumbuhan hewan laut tidak optimal pada salinitas di atas 35 ppt.
4.5.5. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit
Penyakit adalah hal yang sangat mengkhawatirkan dalam keberhasilan kegiatan budidaya. Penyakit pada induk abalon akan muncul pada saat keadaan abalon menurun akibat adanya perubahan keadaan tertentu, seperti lingkungan yang kurang terawat yang menyebabkan kualitas air menurun. Ini menyebabkan stress pada abalon. Penyakit yang sering menyerang abalon adalah penyakit karat yang terjadi akibat fluktuasi suhu serta penanganan yang kurang baik. Apabila tidak segera diobati, penyakit tersebut akan menyebabkan kematian (Nicolas, 2002).
Tindakan pencegahan merupakan tindakan yang sangat tepat sebagaai langkah awal dalam meningkatkan keberhasilan dalam budidaya abalon. Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah melakukan karantina atau pemisahan pada abalon yang terkena penyakit.
a)
Gambar 26. Cangkang Abalon yang terkena penyakit
4.5.6. Seleksi Kematangan Gonad
Seleksi bertujuan mendapatkan induk matang gonad yang siap untuk dipijahkan. Waktu seleksi dilakukan menjelang atau sebelum waktu pemijahan yaitu pada saat sebelum bulan terang atau bulan gelap. Hal ini bertujuan untuk menghindari pemijahan lebih awal. Kegiatan seleksi induk yang dilakukan yaitu dengan cara melihat kandungan gonad, dimana secara morfologi sulit untuk membedakan individu jantan atau betina. Induk yang siap dipijahkan memiliki kandungan gonad > 60%, gonad dengan kondisi penuh dianggap 100 %. Gonad abalon dilihat dengan cara menguak otot pada sisi berlawanan dari letak lubang – lubang di bagian cangkang dengan menggunakan spatulayang bersifat lentur. Hal ini bertujuan agar saat otot kaki dikuak tidak mebalami luka. Gonad induk betina ditandai dengan warna hijau dan induk jantan memiliki gonad berwarna orange muda. Biasanya gonad yang belum matang berwarna abu – abu dan belum dapat dibedakan jenis kelaminnya. Menjelang dan saat pemijahan gonad nya menutupi sebagian dari hepatopankreas, induk yang telah di seleksi dengan kematangan gonad > 60% dimasukkan ke dalam bak pemijahan.
Dalam pemeliharaan induk abalon tidak dilakukan treatment / perlakuan khusus untuk mempercepat kematangan gonad, hanya dengan pemberian pakan secara teratur dan pakan yang baik akan mempercepat kematangan gonad induk. Induk abalon yang matang gonaddan sehat akan menghasilkan telur abalon yang baik pula. Ciri – ciri induk abalon yang matang gonad dan sehat sebagai berikut :
Ukuran panjang cangkang > 5 cm
Tidak terdapat luka pada tubuh abalon serta kondisi otot kaki atau daging terlihat segar dengan warna gelap tidak lembek.
Melekat kuat pada substrat dan dapat membalikan tubuhnya dengan segera apabila diletakan pada posisi terbalik
Merayap atau berjalan bila dilepaskan dari genggaman
Tingkat kematangan gonad cukup, ditandai dengan gonadnya yang berisi telur dan sperma
Hal ini sesuai dengan pendapat Sofyan dkk (2005), yang menyatakan karakteristik induk abalon yang baik adalah tingkay kematangan gonad cukup, otot kaki terlihat segar dengan warna gelap dan tidak lembek, melekat kuat pada substrat, dapat membalikan tubuhnya sendiri jika diletakkan dalam keadaan terbalik, sehat, dan organ tubuh tidak luka, ukuran panjang cangkang sekitar 5 cm, merayap atau berjalan jika dilepaskan dari tangan.
(b)
Gambar 27. a) induk betina; b) induk jantan
Tabel 4. Hasil seleksi induk abalon
Tanggal
Jumlah
21 januari
Betina = 87
Jantan = 45
28 Januari
Betina = 25
Jantan = 75
4.5.2. Pemijahan Induk
4.5.2.1 Persiapan Wadah Pemijahan
Tahap awal dalam proses budidaya Abalon Haliotis squamata adalah tahap persiapan wadah, dan merupakan tahapan yang sangat mementukan tingkat keberhasilan dalam kegiatan budidaya. Pembersihan bak pemeliharaan induk adalah hal yang pertama kali dilakukan dalam proses persiapan wadah, pembersihan bak pemeliharaan minimal dilakukan sebanyak 2 kali dalam sehari. Pembersihan keranjang krat dan shelter dilakukan dengan menyiram kotak dengan air tawar dan kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari ± 8 jam. Persiapan wadah yang dilakukan dengan cara membuka outlet dengan tujuan untuk mengeringkan bak sampai tidak ada sisa air di dalam bak tersebut. Kemudian bak disiram dengan klorin sebanyak 10 ppm yang telah dicampur dengan 5 liter air tawar, lalu wadah dibiarkan selama ± 1 hari, setelah itu bak disikat dengan tujuan agar semua kotoran di dinding bak hilang. Selanjutnya, di pasang selang aerasi, dan batu aerasi. Kemudian saluran outlet ditutup dan mengisi bak dengan air laut dengan ketinggian air antara 60 -70 cm, pada saluran outlet dipasang waring agar tidak ada abalon yang keluar dari bak / wadah (Moria, S.B., Haryanti,2006)
4.5.2.2. Pemijahan Massal
Wadah pemijahan induk terletak di dalam hatchery abalon dan berada bersebelahan dengan bak pemeliharaan induk. Bak pemijahan induk berupa bak fiber dengan bentuk persegi panjang berdimensi 3 x 1 x 0.6 serta memiliki volume air 1500 liter. Bak pemijahan ini berjumlah 4 unit yang masing – masing dilengkapi dengan 4 titik aerasi dan inlet berupa pipa PVC berdiameter 1 inchi dan 2 buah outlet berupa pipa PVC 1 inchi berbentuk T (didalam bak) yang dilengkapi filter berupa waring agar hanya trochopore yang keluar melalui outlet ini dan outlet ini memiliki tinggi yang sama dengan outlet di luar bak, serta pipa PVC berbentuk L berdiameter 1 ½ inchi yang digunakan sebagai pengatur ketinggian air di dalam bak pemjahan.
Di dalam bak pemijahan pun terdapat 3 buah keranjang krat yang dirangkai menjadi yang disebut juga kotak industri, dimana berfungsi untuk membedakan jumlah induk jantan dan betina yang akan dipijahkan ( 2 buah kotak induk betina dan 1 buah kotak induk jantan). Induk jantan dan betina diletakkan dalam keranjang yang terpisah, 2 keranjang ( per 35 ekor ) induk betina dan 1 keranjang ( per 25 ekor ) induk jantan, jadi dalam 1 bak fiber ada 100 ekor induk jantan dan betina. Posisi keranjang induk jantan terletak diantara keranjang induk betina, dalam 1 bak hanya terdapat 1 set kotak industri berukuran 0.6 x 0.4 x 0.3m. Di dalam masing – masing keranjang krat terdapat shelter berupa potongan pipa PVC berdiameter 15 cm, panjang 50 cm, dan pipa PVC berdiameter 14cm, panjang 24 cm, dan jumlahnya 2 – 3 buah shelter dalam 1 keranjang krat.
Pemijahan massal menggunakan jantan sebanyak 25 ekor dan inuk betina sebanyak 76 ekor. Jumlah tersebut tidak tentu dan jumlah induk yang akan dipijahkan didasarkan atas ketersediaan induk. Induk betina menghasilkan telur sebanyak 290.000 – 300.000 butir / ekor, pemijahan massal dilakukan berdasarkan lokasi, seperti induk betina dari Gili Gede dipijahkan dengan induk jantan dari Gili Gede. Proses seleksi induk matang gonad ini dilakukan secara cermat karena bulan terang dan bulan gelap hanya terjadi satu bulan sekali.
Gambar 28. Kegiatan Persiapan Wadah
4.5.2.3. Teknik Rangsangan Pemijahan
Pemijahan induk abalon di Balai Budidaya Laut Lombok dilakukan secara alami saat puncak bulan gelap dan bulan terang, bulan gelap dan bulan bulan terang terjadi dalam satu bulan, sehingga dapat dikatakan induk abalon memijah sebanyak 2 kali dalam 1 bulan saat bulan gelap dan bulan terang. Namun, saat sebelum bulan terang dan bulan gelap terjadi, debit air dari inlet wadah fiber dikecilkan. Biasanya abalon memijah pada dini hari sampa pagi hari karena abalon bersifat nocturnal yaitu melakukan aktifitas di malam hari dan beristirahat di siang hari, pemijahan terjadi pada pukul 05.00 – 08.00 WITA.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pembimbing di lapangan, sebelumnya pernah dilakukan rangsangan dengan tekhnik shock dengan suhu. Walaupun terjadi pemijahan tetapi kualitas telur yang dihasilkan kurang baik jika dibandingkan dengan pemijahan yang alami. Oleh karena itu, pemijahan abalon dilakukan secara alami agar kualitas telurnya yang dihasilkan tetap baik. Pemijahan terjadi dengan di tandai dengan terciumnya bau amis dan perubahan warna air pada wadah pemijahan, warna air menjadi keruh karena di penuhihi oleh sperma. Setelah induk jantan mengeluarkan Sperma disusul induk betina mengeluarkan telur dengan selang waktu 30 menit. Akibat adanya rangsangan dari sperma, telur yang dikeluarkan mengendap didasar bak, telur ini berwarna hitam keabuan, sedangkan sperma yang dikeluarkan adalah warna putih susu. Jumlah telur yang dihasilkan yaitu sekitar 290.000 – 300.000 butir / ekor induk betina, dimana tingkat fertilisasi telur 90 % serta daya tetas telur 85 %. Telur atau trochophore sebagian terkumpul di saringan pengumpul telur ukuruan 60µm yang diletakkan pada outlet melalui pipa yang dihubungkan antara bak pemijahan dengan saringan plankton tersebut.
4.5.2.4. Pemanenan Penghitungan Telur
Telur yang sudah terkumpul di dalam egg collector box diambil dengan menggunakan gayung dan disaring. Proses penyaringan telur ini melalui 2 tahap penyaringan. Penyaringan pertama melalui plankton net dengan mesh size 200 µm, tujuan dari penyaringan pertama ini adalah untuk menyaring kotoran yang terbawa padaa saat pengambilan telur, penyaringan pada tahap kedua melaui plankton net dengan ukuran 50 µm, penyaringan kedua ini untuk menyaring telur atau trochophore. (Permana, I.G.N., 2001). Telur abalon berwarna hijau dan biasanya terlihat bergerak, proses pemanenan telur biasanya dilakukan pada pukul 09.00 WITA
Gambar 29. Proses pemanenan telur abalon
Kemudian setelah telur terkumpul, telur dimasukan ke dalam toples yang berisi air ± 20 liter, kemudian di beri aerasi agar telur tersebar keseluruh wadah tersebut. Proses penghitungan telur abalon ada 2 cara yaitu, yang pertama menggunakan teknik menghitung dengan cara manual, pertama mengambil 1 ml sampel dengan pipet tetes kemudian menaruh sampel diatas piring berwarna putih, kemudian menghitung telur yang berwarna hijau. Yang kedua menggunakan alat yang disebut dengan collecting cell, proses penghitungannya adalah dengan memasukan 1 ml sampel telur ke dalam collecting cell kemudian menghitung sampel telur dibawah mikroskop dengan perbesaran 4 atau 10 kali. Penghitungan dengan alat ini mempunyai keuntungan tersendiri yaitu, dapat membedakan telur yang masih hidup dan yang mati, dengan demikian data penghitungan dapat lebih akurat.
Gambar 30. Proses pengambilan telur abalon
Tabel 5. Jumlah telur abalon pada Februari 2014
Tanggal
Jumlah Telur
Bak
3 Februari
10 Februari
17 Februari
15.000
352.000
366.666
378.000
270.000
77400
3333
F5
F5
F6
B6
F2
F2
F5
4.5.3. Pemeliharaan Larva dan Benih
4.5.3.1. Persiapan Wadah Abalon
Wadah pemeliharaan larva dan benih adalah bak yang sama dengan bak pemeliharaan induk dan pemijahan induk, perbedaan bak pemeliharaan larva dengan bak pemeliharaan induk yaitu terdapat catridge filter dengan serat filter 1 mikron. Serat filter ini diganti setiap 3 minggu sekali dan serat filter yang telah digunakan di bersihkan dan dikeringkan.
Persiapan bak pemeliharaan dilakukan 3 minggu sebelum puncak bulan terang dan gelap. Pertama hal yang harus dilakukan adalah menguras bak pemeliharaan dengan cara membuka saluran outlet setelah itu, bak disikat untuk membersihkan kotoran yang ada di dinding – dinding bak kemudian, bak dikeringkan dibawah sinar matahri selama ± 6 jam kemudian, bak di isi air dan ditambahkan klorin sebanyak 200 – 250 ml (10 ppm) dan diberi aerasi. Wadah atau bak di biarkan selama 1 hari, kemudain dikeringkan dan dikuras kembali. Pada bak terdapat rearing plate yang digunakan sebagai substrat dalam satu set rearing plate terdapat 6 buah plate dan dalam bak terdapat kurang lebih 20 set rearing plate.
Setelah dikeringkan dan dikuras kembali pakan alami ditebar dan dibiarkan selama kurang lebih 2 minggu, pakan alami abalon berupa Nitzchia sp. Biasanya wadah yang sudah ditebar pakan alami airnya akan keruh, wadah atau bak bisa digunakan sebagai bak pemeliharaan setelah air di dalam bak jernih atau setelah pakan alami menempel pada substrat. Larva ditebar, pada saat substrat terlihat coklat atau pakan alami sudah menempel pada substrat, setelah larva ditebar kran air dimatikan selama 3 hari, ini bertujuan agar larva bisa menempel pada substrat dan menangkap pakan alami.
Gambar 31. Wadah pemeliharaan larva
4.4.3.2. Penebaran Pakan Alami
Biit Nitzchia sp sebanyak 100 – 125 liter dari kultur semi massal ditebar kedalam bak kedalam kultur 2 -3 hari setelah pemberian klorin. Setelah penebaran pakan alami, air tidak dialirkan selama 1 minggu untuk mencegah bibit pakan alami terbuang. Selanjutnya dilakukan pemupukan harian yaitu dengan cara memberikan 1 toples pakan alami kedalam bak pemeliharaan setiap 1 kali sehari, pakan alami dipelihara hingga media terlihat berwarna coklat.
b)
Gambar 32. (a) Penebaran pakan alami; (b) Pakan alami Nitzchia sp
4.5.3.3. Penebaran Telur
Telur yang ditempatkan dalam toples selanjutnya di tempatkan dalam bak untuk diaklimatisasi kurang lebih 1 jam, kemudian telur dimasukan ke dalam bak secara merata. Padat tebar untuk penebar telur pada tiap bak adalah 300.000 – 500.000 ekor.
Setelah telur ditebar, aliran air dimatikan dan di aerasi dengan kekuatan sedang. Pada hari ke – 10 setelah penebaran, larva dianggap sudah menempel pada substrat dan air dapat dialirkan secara perlahan. Hal ini dikarenakan larva masih melayang layang di badan air dan masih memanfaatkan cadangan makanan ( yolk sack) dan setelah cadangan makanan habis, larva akan mencari substrat utuk menempel dan mulai memakan benthik diatom. Ketika larva sudah bersifat benthik dan menempel pada substrat, larva menggunakan radula untuk mengikis diatom yang ada pada permukaan substrat, setelah dewasa abalon akan memakan rumput laut atau makroalga.
4.5.3.4. Pemberian Pakan
Larva abalon memanfaatkan yolk sack (kuning telur) pada awal pemeliharaan, setelah kuning telur habis larva memanfaatkan pakan alami berupa Nitzchia sp. Apabila pakan alami habis, maka dilakukan penambahan pakan alami dari kultur massal, cara penambahan pakan alami tersebut dapat dilakukan dengan menebar kembali inokulan diatom yang telah berumur 5 – 6 hari dengan menuang ke dalam bak pemeliharaan yang persediaan pakan alaminya telah habis. Penambahan terus dilakukan hingga larva berumur 1,5 bulan dan sudah bisa memakan rumput laut.
4.5.3.5. Pengelolaan Kualitas Air
Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan pergantian air, yaitu mengalirkan air baru ke dalam bak pemeliharaan larva. Selain melakukan pergantian air, juga dilakukan penyiphonan dasar bak dan pembersihan rearing plate. Penyiphonan dilakukan 1 hari sekali dengan cara menyedot kotoran yang ada di dasar bak pemeliharaan.
Penggantian filter juga dilakukan dalam pengelolaan kualitas air, penggantian ini dilakukan kurang lebih 3 minggu sekali, tergantung ukuran larva abalon. Penggantian filter dilakukan dengan mengganti catridge yang terdapat di dalam tabung filter.
4.5.3.6. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit
Untuk menghilangkan kompetitor dan predator yang menempel di substrat, dilakukan penyemprotan pada rearing plate dengan cara rearing plate diangkat dari bak dan ditempatkan padah wadah plastik atau akuarium yang berisi air laut kemudian direndam setengah, kemudian disemprot dengan air laut. Ini dilakukan sebulan sekali.
Pada stadia larva, jenis hama yang selalu menyerang larva abalon yaitu cacing (chironoid) dan copepoda. Target yang diserang adalah kompetitor alami. Adapun gejala – gejalanya yang tampak adalah habisnya pakan alami benthik diatom pada substrat dan bak larva sebelum larva ditebar. Hama ini sering sekali dijumpai pada saat penebaran larva. Pencegahan yang dilakukan adalah dengan menggunakan air untuk pemeliharaan larva yaitu air yang telah melewati sistem filtrasi ( karbon aktif, sand filter, ozon, dan UV).
4.5.3.7. Sampling dan Pertumbuhan
Berikut ini adalah sampling pertumbuhan abalon
Tabel 6. Sampling pertumbuhan abalon
No.
Panjang (mm)
Berat (gr)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
25,00
23,00
20,00
31,00
34,00
30,00
42,00
42,00
40,2
49,50
2.28
1,38
1,00
3,74
5,89
3,42
9,45
12,21
8,02
19,02
4.5.3.8. Penghitungan SR (Survival Rate) dan Pemanenan Benih
Pemanenan benih abalon dilakukan setelah benih dapat mengkonsumsi makroalga. Panen dilakukan mulai umur 2 bulan, panen pada umur 3 – 4 bulan yang berukuran 2 – 3 cm lebih aman dilakukan karena ukuran benih telah berkembang dan mempunyai cangkang yang lebih tebal.
Teknik panen dilakukan dnegan cara mengambil benih yang menempel pada rumput laut dengan spatula dan lamgsung ditempatkan pada wadah pendederan. Kemudian benih yang menempel pada lembaran substrat digeser dengan spons secara perlahan kemudian diangkat satu persatu.
Tingkat kelangsungan hidup larva abalon sampai ukuran benih untuk bak F5 adalah 0,2 % sedangkan untuk bak F2 dan F3 0,3 %.
Tabel 7. Penebaran benih
Tanggal
Jumlah Benih (ekor)
Bak Asal
3 Februari
10 Februari
15 Februari
20 Februari
1345
95
63
617
F2
F3
F2
F5
4.5.3.9. Pengepakan dan Transportasi Benih
Dalam proses pengepakan benih digunakan styrofoam ukuran standar dan palstik packing PXL : 50 x 40 cm. Teknik pengepakan dilakukan dengan mengemas benih abalon hidup dalam kantong plastik yang sudah diisi air laut sebanyak ¼ dari volume kantong dengan suhu 24 – 26 ° c dan oksigen murni dengan perbandingan air dan oksigen 1 : 15, kemudian diberei rumput laut segar sebagi substrat untuk menghindari sifat abalon yang suka bergerombol. Untuk mengurangi proses metabolisme pada benoh abalon digunakan es batu. Kepadatan dalam 1 kantong plastik berkisar antara 30 ekor / kantong. Setelah itu kantong plastik yang berisi abalon dimasukan ke dalam styrofoam yang sudah berisi es batu, kemudian styrofoam di tutup dengan rapi menggunakan lakban.
BAB V
KESIMPULAN & SARAN
Kesimpulan
Teknik pembenihan Abalon Haliotis squamata di Balai Budidaya Laut Lombok (BBL) Sekotong, Kab. Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat di lakukan dengan cara alami yaitu dengan menempatkan induk jantan dan betina di satu tempat atau wadah.
Sarana dan prasarana yang di butuhkan dalam proses pembenihan Abalon Haliotis squamata adalah Hatchery abalone, mobil ,dan kapal motor .
Kendala yang di hadapi pada saat melakukan kegiatan pembenihan di Balai Budidaya Laut Lombok ( BBL ) Sekotong, Kab. Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat adalah sering terjadi kematian akibat perlakuan dalam penangkapan, contoh : induk mengalami luka dan mengalami stress.
5.2. Saran
Untuk Balai Budiaya Laut ( BBL ) Lombok sistem pemberian materi tentang komoditas yang diambil oleh masing – masing mahasiswa mohon untuk di berikan agar mahasiswa tersebut lebih mengerti dan memahami komoditas yang diambil.