LAPORAN PENDAHULUAN 1. KONSEP DASAR MEDIS A. Definisi
Tumor tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu: papiler, folikuler, anaplastik dan meduler. Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih l ebih sering menyebabkan pertumbuhan pert umbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan. Tumor tiroid sering kali membatasi kemampuan menyerap yodium dan membatasi kemampuan menghasilkan hormon tiroid, tetapi kadang menghasilkan cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme. Kanker tiroid terjadi pada sel-sel s el-sel kelenjar tiroid (organ berbentuk mirip kupu-kupu terletak di pangkal leher), yang berfungsi memproduksi hormon untuk mengatur kecepatan jantung berdetak, tekanan darah, suhu tubuh dan berat badan. B. Etiologi
Kanker tiroid lebih sering ditemukan pada orang-orang yang pernah menjalani terapi penyinaran di kepala, leher maupun dada. Faktor resiko lainnya adalah adanya riwayat keluarga yang menderita kanker tiroid dan gondok menahun serta tetangga atau penduduk sekampung ada yang menderita kelainan kelenjar gondok (endemis). Hal ini lebih kepada pola hidup dan letak geografis yang tidak mendukung pada pemenuhan intake yodium. Selain itu, terdapat penyebab spesifik berdasarkan klasifikasi atau pembagian tipe kanker tiroid, yaitu sebagai berikut: 1) Kanker Papiler
60-70% dari kanker tiroid adalah kanker papiler. 2-3 kali lebih sering terjadi pada wanita. Kanker papiler lebih sering ditemukan pada orang muda, tetapi pada usia lanjut kanker ini lebih cepat tumbuh dan menyebar. Resiko tinggi terjadinya kanker papiler ditemukan pada orang yang pernah menjalani terapi penyinaran di leher. 2) Kanker Folikuler
15-20% dari kanker tiroid adalah kanker folikuler. Ini merupakan jenis kanker yang paling tidak ganas dan paling mudah diobati. Kanker folikuler juga lebih sering ditemukan pada wanita, usia 20-50 tahun. Mirip tiroid normal namun
dapat berkembang lambat dan bermetastase cepat. Pada penderita yang tidak diobati, kematian disebabkan karena perluasan lokal atau karena metastasis jauh mengikuti aliran darah dengan keterlibatan yang luas dari tulang dan paru-paru. 3) Kanker Anaplastik
Kurang dari 10% kanker tiroid merupakan kanker anaplastik. Ini merupakan jenis kanker tiroid yang sangat ganas. Kanker ini paling sering ditemukan pada wanita usia lanjut. Kanker anaplastik tumbuh sangat cepat dan biasanya menyebabkan benjolan yang besar di leher. Kanker ini mengakibatkan kematian dalam beberapa minggu (bulan). Biasanya terjadi pada pasien pasien tua dengan riwayat goiter yang lama dimana kelenjar tiba-tiba (dalam waktu beberapa minggu atau bulan) mulai membesar dan menghasilkan gejala-gejala penekanan, disfagia atau kelumpuhan pita suara, kematian akibat perluasan lokal yang masif biasanya terjadi dalam 6-36 bulan. Kanker ini sangat resisten terhadap pengobatan. 4) Kanker Meduler
Pada kanker meduler, kelenjar tiroid menghasilkan sejumlah besar kalsitonin (dari sel C). Kanker meduler ini sangat jarang terjadi dan merupakan penyakit keturunan. 5-10% dari semua kasus. Karakteristiknya adalah bentuk tumor bulat, keras yang terletak di lobus tengah dan atas kelenjar tiroid. Kanker cenderung menyebar melalu sistem getah bening ke kelenjar getah bening dan melalui darah ke hati, paru-paru dan tulang. Pada metastase stadium dini dapat merupakan komplikasi dari masalah kelenjar lain ( sindroma neoplasia endokrin multipel ), yakni Pheochromocytomo (kelainan pada kelenjar adrenal) dan pertumbuhan pesat kelenjar paratiroid. Kanker ini lebih agresif dari pada kanker papiler atau folikuler tetapi tidak seagresif kanker tiroid anaplastik C. Patofisiologi
Terapi penyinaran di kepala, leher dan dada, riwayat keluarga yang menderita kanker tiroid dan gondok menahun serta gondok pada daerah endemis dapat
mencetuskan
timbulnya
neoplasma
yang
menyebabkan
timbulnya
pertumbuhan kecil (nodul) di dalam kelenjar tiroid seseorang. Hal ini dipengaruhi oleh pelepasan TRH oleh Hipotalamus. Dimana karena pengaruh TRH, Hipofisis
anterior akan merangsang peningkatan sekresi TSH sebagai reaksi adanya neoplasma. Peningkatan TSH ini akan meningkatkan massa tiroid yang akan berdiferesiasi sehingga memunculkan kanker tiroid. Kanker ini umumnya akan meluas dengan metastasis dan invasi kelenjar dan organ tubuh. Berikut perluasan kanker pada organ tubuh yang lain : 1) Pada kanker papiler, kanker ini biasanya meluas dengan metastasis dalam
kelenjar dan dengan invasi kelenjar getah bening lokal. Selama bertahun-tahun tumbuh sangat lambat dan tetap berada dalam kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening lokal. Pada pasien tua kanker ini bisa jadi lebih agresif dan menginvasi secara lokal ke dalam otot dan trakea. Selain itu, dapat tumbuh cepat dan berubah menjadi karsinoma anaplastik. Pada stadium lanjut, dapat menyebar ke paru-paru. 2) Pada kanker folikuler cenderung menyebar melalui aliran darah, menyebarkan
sel-sel kanker ke berbagai organ tubuh. Kanker ini sedikit lebih agresif dari pada kanker papiler dan menyebar dengan invasi lokal kelenjar getah bening atau dengan invasi pembuluh darah disertai metastasis jauh ke tulang atau paru. Kanker-kanker ini sering tetap mempunyai kemampuan untuk mengkonsentrasi iodin radioaktif untuk membentuk tiroglobulin dan jarang untuk mensintesis T3 dan T4. 3) Pada kanker anaplastik, terjadi invasi lokal pada stadium dini ke struktur di
sekitar tiroid lalu bermetastasis melalui saluran getah bening dan aliran darah. 4) Kanker cenderung menyebar melalui sistem getah bening ke kelenjar getah
bening dan melalui darah ke hati, paru-paru dan tulang. Pada metastase stadium dini dapat merupakan komplikasi dari masalah kelenjar l ain ( sindroma neoplasia endokrin multipel ). D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala kanker tiroid adalah: 1) Terdapat pembesaran kelenjar tiroid atau pembengkakan kelenjar getah
bening di daerah leher (karena metastasis). 2) Nodul ganas membesar cepat, dan nodul anaplastik cepat sekali (dihitung
dalam minggu), tanpa nyeri. 3) Merasakan adanya gangguan mekanik di daerah leher, seperti gangguan
menelan yang menunjukkan adanya desakan esofagus, atau perasaan sesak yang menunjukkan adanya desakan / infiltrasi ke trakea.
4) Suara penderita berubah atau menjadi serak.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang diagnostik dilakukan untuk mengevaluasi nodul tiroid dapat berupa pemeriksaan laboratorium untuk penentuan status fungsi dengan memeriksa kadar TSHs dan hormon tiroid, pemeriksaan Ultrasonografi, sidik tiroid, CT scan atau MRI, serta biopsi aspirasi jarum halus dan terapi supresi Tiroksin untuk diagnostik. 1) Pemeriksaan laboratorium dimaksudkan untuk memperoleh hasil pemeriksaan
fungsi tiroid baik hipertiroid maupun hipotiroid yang dapat mendeteksi kemungkinan keganasan. Pemeriksaan TSH yang meningkat berguna untuk tiroiditis. Pemeriksaan kadar antibodi antitiroid peroksidase dan antibodi antitiroglobulin penting untuk diagnosis tiroiditis kronik Hashimoto yang sering timbul nodul uni/bilateral. Sehingga masih mungkin terdapat keganasan. 2) Pemeriksaan calcitonin merupakan pertanda untuk kanker tiroid jenis
medulare, sedangkan pemeriksaan kadar tiroglobulin cukup sensitif untuk keganasan tiroid tetapi tidak spesifik. Karena bisa ditemukan pada keadaan lain seperti tiroiditis dan adenoma tiroid. 3) Pemeriksaan Ultrasonografi yang merupakan pemeriksaan noninvasif dan
ideal. Khususnya dengan menggunakan ''high frequency real-time'' (generasi baru USG). Dengan alat ini akan diperoleh gambaran anatomik secara detail dari nodul tiroid, baik volume (isi), perdarahan intra-noduler, serta membedakan nodul solid/kistik/campuran solid-kistik. Gambaran yang mengarah keganasan seperti massa solid yang hiperkoik, irregularitas, sementara gambaran neovaskularisasi dapat dijumpai pada pemeriksaan dengan USG. Dari satu penelitian USG nodul tiroid didapatkan 69% solid, 12% campuran dan 19% kista. Dari kista tersebut hanya 7% yang ganas, sedangkan dari nodul yang solid atau campuran berkisar 20%.
4) Pemeriksaan sidik tiroid dapat memberikan gambaran morfologi fugsional,
hasil pencitraannya merupakan refleksi dari fungsi jaringan tiroid. Bahan radioaktif yang digunakan I-131 dan Tc-99m. Pada sidik tiroid 80-85% nodul tiroid memberikan hasil dingin (cold), sedangkan 10-15% mempunyai risiko ganas. Nodul panas (hot) dijumpai sekitar 5% dengan risiko ganas paling rendah, sedang nodul hangat (warm) 10-15% dari seluruh nodul dengan risiko ganas kurang dari 10%. 5) Pemeriksaan CT scan (Computed Tomographic scanning) dan MRI (Magnetic
Resonance Imaging) diperlukan bila ingin mengetahui adanya perluasan struma substernal atau terdapat kompresi/penekanan pada jalan nafas. 6) Pemeriksaan Biopsi Aspirasi Jarum Halus dianggap sebagai metode yang
efektif untuk membedakan nodul jinak atau ganas pada nodul tiroid yang soliter maupun pada yang multinoduler. Pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus ini mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan spesifisitas 92%. 7) Terapi supresi Tiroksin (untuk diagnostik). Rasionalisasi dari tindakan ini
adalah bahwa TSH merupakan stimulator kuat untuk fungsi kelenjar tiroid dan pertumbuhannya. Tes ini akan meminimalisasi hasil negatif palsu pada biopsi aspirasi jarum halus.
F. Penatalaksanaan Medis
Secara umum, penatalaksanaan kanker tiroid adalah: 1) Operasi
Pada kanker tiroid yang masih berdeferensiasi baik, tindakan tiroidektomi (operasi pengambilan tiroid) total merupakan pilihan untuk mengangkat sebanyak mungkin jaringan tumor. Pertimbangan dari tindakan ini antara lain
60-85% pasien dengan kanker jenis papilare ditemukan di kedua lobus. 5-10% kekambuhan terjadi pada lobus kontralateral, sesudah operasi unilateral. 2) Terapi Ablasi Iodium Radioaktif Terapi ini diberikan pada pasien yang sudah menjalani tiroidektomi total dengan maksud mematikan sisa sel kanker post operasi dan meningkatkan spesifisitas sidik tiroid untuk deteksi kekambuhan atau penyebaran kanker. Terapi ablasi tidak dianjurkan pada pasien dengan tumor soliter berdiameter kurang 1mm, kecuali ditemukan adanya penyebaran. 3) Terapi Supresi L-Tiroksin
Supresi terhadap TSH pada kanker tiroid pascaoperasi dipertimbangkan karena adanya reseptor TSH di sel kanker tiroid bila tidak ditekan akan merangsang pertumbuhan sel-sel ganas yang tertinggal. Harus juga dipertimbangkan segi untung ruginya dengan terapi ini. Karena pada jangka panjang (7-15 tahun) bisa menyebabkan gangguan metabolisme tulang dan bisa meningkatkan risiko patah tulang. Secara khusus (berdasarkan klasifikasi kanker tiroid), penatalaksanaan kanker tiroid adalah: 1) Penatalaksanaan Kanker Papiler Kanker ini diatasi dengan tindakan pembedahan, yang kadang melibatkan pengangkatan kelenjar getah bening di sekitarnya. Nodul dengan diameter lebih kecil dari 1,9 cm diangkat bersamaan dengan kelenjar tiroid di sekitarnya, meskipun beberapa ahli menganjurkan untuk mengangkat seluruh kelenjar tiroid. Pembedahan hampir selalu bisa menyembuhkan kanker ini. Diberikan hormon tiroid dalam dosis yang cukup untuk menekan pelepasan TSH dan membantu mencegah kekambuhan. Jika nodulnya lebih besar, maka
biasanya dilakukan pengangkatan sebagian besar atau seluruh kelenjar tiroid dan seringkali diberikan yodium radioaktif, dengan harapan bahwa jaringan tiroid yang tersisa atau kanker yang telah menyebar akan menyerapnya dan hancur. Dosis yodium radioaktif lainnya mungkin diperlukan untuk memastikan bahwa keseluruhan kanker telah dihancurkan. Kanker papiler hampir selalu dapat disembuhkan. 2) Penatalaksanaan Kanker Folikuler Pengobatan untuk kanker ini adalah pengangkatan sebanyak mungkin kelenjar tiroid dan pemberian yodium radioaktif untuk menghancurkan jaringan maupun sel kanker yang tersisa. 3) Penatalaksanaan Kanker Anaplastik Pemberian yodium radioaktif tidak berguna karena kanker tidak menyerap yodium radioaktif. Pemberian obat anti kanker dan terapi penyinaran sebelum dan setelah pembedahan memberikan hasil yang cukup memuaskan. Operasi reseksi diikuti radiasi dan kemoterapi. 4) Penatalaksanaan Kanker Meduler Pengobatannya
meliputi
pengangkatan
seluruh
kelenjar
tiroid.
Lebih dari 2/3 penderita kanker meduler yang merupakan bagian dari sindroma neoplasia endokrin multipel, bertahan hidup 10 tahun; jika kanker meduler berdiri sendiri, maka angka harapan hidup penderitanya tidak sebaik itu. Kadang kanker ini diturunkan, karena itu seseorang yang memiliki hubungan darah dengan penderita kanker meduler, sebaiknya menjalani penyaringan untuk kelainan genetik. Jika hasilnya negatif, maka hampir dapat dipastikan orang tersebut tidak akan menderita kanker meduler. Jika hasilnya positif, maka dia akan menderita kanker meduler; sehingga harus dipertimbangkan untuk menjalani pengangkatan tiroid meskipun gejalanya belum timbul dan kadar kalsitonin darah belum meningkat. Kadar kalsitonin yang tinggi atau peningkatan
kadar
kalsitonin
yang berlebihan
setelah
dilakukan
tes
perangsangan, juga membantu dalam meramalkan apakah seseorang akan menderita kanker meduler.
2. KONSEP DASAR KEPERAWATAN A. Asuhan Keperawatan 1) Riwayat kesehatan klien dan keluarga. Sejak kapan klien menderita
penyakit tersebut dan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama. 2) Kebiasaan hidup sehari-hari seperti Pola makan, Pola tidur (klien
menghabiskan banyak waktu untuk tidur), Pola aktivitas. 3) Tempat tinggal klien sekarang dan pada waktu balita 4) Keluhan utama klien, mencakup gangguan pada berbagai s istem tubuh:
a)
Sistem pulmonary
b)
Sistem pencernaan
c)
Sistem kardiovaskuler
d)
Sistem musculoskeletal
e)
Sistem neurologik dan Emosi/psikologis
f)
Sistem reproduksi
g)
Metabolik
5) Pemeriksaan fisik mencakup.
a) Penampilan secara umum; amati wajah klien terhadap adanya edema disekitar leher, adanya nodule yang membesar disekitar leher. b) Perbesaran jantung, disritmia dan hipotensi, nadi turun, kelemahan fisik. c) Parastesia dan reflek tendon menurun. d)
Suara parau dan kadang sampai tak dapat mengeluarkan suara.
e) Bila nodule besar dapat menyebabkan sesak nafas. 6) Pengkajian psikososial a) Klien sangat sulit membina hubungan sasial dengan lingkungannya,
mengurung diri/bahkan mania. b) Keluarga mengeluh klien sangat malas beraktivitas, dan ingin tidur
sepanjang hari.
c)
Kajilah bagaimana konsep diri klien mencakup kelima komponen konsep diri.
d) Pengkajian yang lain menyangkut terjadinya Hipotiroidisme atau
Hipertiroidisme B. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b/d obstruksi jalan napas (tumor). 2)
Gangguan menelan b/d obstruksi mekanis (tumor).
3)
Ketidakseimbangan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
ketidakmampuan untuk menelan. 4)
Hambatan komunikasi verbal b/d defek anatomis (pita suara).
5)
Ansietas b/d ketidaefektifan koping
tubuh
b/d
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No.
Diagnosa keperawatan
Tujuan (NOC)
1.
Nyeri akut b/d obstruksi jalan napas (tumor).
Intervensi (NIC)
NOC : 1. Pengendalian nyeri
2.
Tingkat nyeri
Kriteria Hasil: 1. Menggunakan teknik
relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan 2. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala ringan 3. Mempertahankan selera makan yang baik
2.
Gangguan
menelan
b/d
obstruksi mekanis (tumor).
NOC 1. Status menelan
NIC 1. Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasinya. 2. Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka yang tidak mampu berkomunikasi efektif. 3. Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur. 4. Ajarkan teknik nonfarmakologis. 5. Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat. NIC
Kriteria Hasil : 1. Tidak ada gangguan menelan 2. Status menelan baik
1. Pantau gerakan lidah klien saat makan. 2. Pantau tanda dan gejala aspirasi. 3. Pantau adanya penutupan bibir saat
makan, minum, dan menelan. 4. Kaji mulut dari adanya makanan setelah makan. 5. Ajarkan pasien untuk menggapai partikel makanan di bibir di pipi menggunakan lidah. 6. Bantu pasien untuk mengatur posisi kepala fleksi ke depan untuk menyiapkan menelan. 7. Bantu pasien untuk menempatkan makanan di belakang mulut dan bagian yang tidak sakit. 8. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya (ahli gizi). 3.
Ketidakseimbangan
nutrisi Tujuan (NOC) :
NIC
kurang dari kebutuhan tubuh Status nutrisi. b/d
ketidakmampuan
menelan.
1. Kaji dan dokumentasikan derajat
untuk Kriteria Hasil :
kesulitan menguyah dan menelan.
1. Tidak ada gangguan menelan. 2. Melaporkan yang adekuat.
tingkat
energi
2. Yakinkan lingkungan
pasien
dan
berikan
yang
tenang
selama
makan. 3. Ubah posisi pasien semi fowler atau fowler tinggi untuk memudahkan menelan; biarkan pasien pada posisi ini selama 30 menit setelah makan untuk mencegah aspirasi.
makan, minum, dan menelan. 4. Kaji mulut dari adanya makanan setelah makan. 5. Ajarkan pasien untuk menggapai partikel makanan di bibir di pipi menggunakan lidah. 6. Bantu pasien untuk mengatur posisi kepala fleksi ke depan untuk menyiapkan menelan. 7. Bantu pasien untuk menempatkan makanan di belakang mulut dan bagian yang tidak sakit. 8. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya (ahli gizi). 3.
Ketidakseimbangan
nutrisi Tujuan (NOC) :
NIC
kurang dari kebutuhan tubuh Status nutrisi. b/d
ketidakmampuan
1. Kaji dan dokumentasikan derajat
untuk Kriteria Hasil :
menelan.
kesulitan menguyah dan menelan.
1. Tidak ada gangguan menelan. 2. Melaporkan
tingkat
energi
yang adekuat.
2. Yakinkan
pasien
dan
berikan
yang
tenang
selama
lingkungan makan.
3. Ubah posisi pasien semi fowler atau fowler tinggi untuk memudahkan menelan; biarkan pasien pada posisi ini selama 30 menit setelah makan untuk mencegah aspirasi.
4. Letakkan
makanan
pada
bagian
mulut yang tidak bermasalah untuk memudahkan menelan. 5. Ketika
member
gunakan
spuit
makan jika
perlu
pasien, untuk
memudahkan menelan. 6. Konsultasikan dengan ahli terapi okupasi. 4.
Hambatan komunikasi verbal
NOC :
b/d defek anatomis (pita suara). Komunikasi normal atau tidak terganggu.
NIC 1. Kaji
dan
dokumentasikan
kemampuan untuk berbicara. 2. Kaji kemampuan untuk melakukan
Kriteria Hasil:
1. Mampu melakukan komunikasi dengan keluarga. 2. Menggunakan alat bantu komunikasi
komunikasi dengan perawat dan keluarga. 3. Jelaskan kepada pasien mengapa ia tidak dapat berbicara. 4. Beri anjuran kepada pasien dan keluarga tentang penggunaan alat bantu bicara. 5. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan terapi wicara.
4. Letakkan
makanan
pada
bagian
mulut yang tidak bermasalah untuk memudahkan menelan. 5. Ketika
member
gunakan
spuit
makan jika
perlu
pasien, untuk
memudahkan menelan. 6. Konsultasikan dengan ahli terapi okupasi. 4.
Hambatan komunikasi verbal
NOC :
b/d defek anatomis (pita suara). Komunikasi normal atau tidak
NIC 1. Kaji
dan
dokumentasikan
kemampuan untuk berbicara.
terganggu.
2. Kaji kemampuan untuk melakukan komunikasi dengan perawat dan
Kriteria Hasil:
keluarga.
1. Mampu melakukan komunikasi dengan keluarga. 2. Menggunakan alat bantu
3. Jelaskan kepada pasien mengapa ia tidak dapat berbicara. 4. Beri anjuran kepada pasien dan
komunikasi
keluarga tentang penggunaan alat bantu bicara. 5. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan terapi wicara.
5.
Ansietas b/d ketidaefektifan
NOC :
NIC :
koping
1. Ansietas berkurang.
1. Kaji dan dokumentasikan tingkat
2. Pengendalian
diri
terhadap
ansietas.
2. Sediakan
Kriteria Hasil :
batas normal.
informasi
actual
menyangkut diagnosis, terapi dan
1. Ansietas berkurang 2. Tanda-tanda
ansietas pasien.
vital
prognosis. dalam
3. Instruksikan
pasien
tentang
penggunaan teknik relaksasi. 4. Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang biasanya dialami selama prosedur. 5. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
5.
Ansietas b/d ketidaefektifan
NOC :
NIC :
koping
1. Ansietas berkurang.
1. Kaji dan dokumentasikan tingkat
2. Pengendalian
diri
terhadap
ansietas.
ansietas pasien. 2. Sediakan
Kriteria Hasil :
actual
menyangkut diagnosis, terapi dan
1. Ansietas berkurang 2. Tanda-tanda
informasi
vital
prognosis. dalam
3. Instruksikan
batas normal.
pasien
tentang
penggunaan teknik relaksasi. 4. Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang biasanya dialami selama prosedur. 5. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
DAFTAR PUSTAKA
Greenspan & Baxter, 2000, Endokrinologi Dasar Dan Klinik , EGC, Jakarta. Isselbacher, Kurt J, 2000, Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, EGC, Jakarta. Johnson, M, Dkk, 2000, Iowa Intervention Project: Nursing Outomes Classification (NOC) 2nd . Mosby, St.Louis. Mansjoer, Arif, Dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Jakarta. Wilkinson M, Judith. 2017. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC. Http://www.medicastore.com/Med/Detail/Kanker Tiroid/231206/19.46 WIB @Id.(Diakses 28 November 2017. Http://Aniati Rahmawati Ulfa.2017/www.scribd.com. (Diakses 28 November 2017)
DAFTAR PUSTAKA
Greenspan & Baxter, 2000, Endokrinologi Dasar Dan Klinik , EGC, Jakarta. Isselbacher, Kurt J, 2000, Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, EGC, Jakarta. Johnson, M, Dkk, 2000, Iowa Intervention Project: Nursing Outomes Classification (NOC) 2nd . Mosby, St.Louis. Mansjoer, Arif, Dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Jakarta. Wilkinson M, Judith. 2017. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC. Http://www.medicastore.com/Med/Detail/Kanker Tiroid/231206/19.46 WIB @Id.(Diakses 28 November 2017. Http://Aniati Rahmawati Ulfa.2017/www.scribd.com. (Diakses 28 November 2017)