LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian 1. Buli (Kandung Kemih, vesika Urinaria)
Buli disebut juga kandung kemih, vesika urinaria, urinar y bladder. Buli-buli bekerja sebagi penampung urine. Organ ini berbentuk seperti buah pir. Letaknya di dalam panggul besar, dibelakang simfisis pubis (Pearce, 2009). Buli-buli menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme berkemih. Dalam menampung urine, buli buli mempunyai kapasitas maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa kurang lebih adalah 300-450 ml (Purnomo, 2009).
2. Pelvis
Pelvis adalah cincin tulang di bagian bawah tubuh. Terdiri dari tiga bagian (ilium, iskium dan pubis) dan empat tulang (dua tulang inominata atau tulang panggul, sakrum dan koksigis) (Stright, 2004). Pelvis dibatasi oleh sakrum dan koksigis di posterior dan os inominata di anterolateral. Saat dewasa, tulang inominata telah menyatu seluruhnya pada asetabulum. Asetabulum adalah ronggga jeluk, berbentuk cawan yang dibentuk oleh pertemuan tiga tulang pubis membentuk bagian depan, ilium bagian atas, dan iskium bagian belakang. Asetabulum bersendi dengan femur dalam formasi gelang panggul (Pearce, 2009). 3. Pubis
Tulang kemaluan (pubis) terdiri atas sebuah badan dan dua ramus. Badannya berbentuk persegi empat dan di atasnya menjulang krista pubis. Tulang pubis bersatu di depan pada simfisis pubis (Pearce, 2009).
4. Femur
Femur (tulang paha) adalah tulang terpanjang dari tubuh. Tulang itu bersendi dengan asetabulum dalam formasi persendian panggul dan dari sini ia menjulur medial ke lutut dan membuat sendi dengan tibia. Tulangnya berupa tulang pipa dan mempunyai sebuah batang dan dua ujung (Pearce,2009)
5. Ruptur Buli (Trauma Buli-buli)
Ruptur buli disebut juga trauma buli-buli atau trauma vesika urinaria merupakan keadaan darurat bedah yang memerlukan penatalaksanaan segera, bila tidak ditanggulangi dengan segera dapat menimbulkan komplikasi seperti perdarahan hebat, peritonitis dan sepsis. Secara anatomi buli-buli terletak di dalam rongga pelvis terlindung oleh tulang pelvis sehingga jarang mengalami cedera. Rudapaksa kandung kemih terbanyak karena kecelakan lalu lintas atau kecelakaan kerja yang menyebabkan fragmen patah tulang pelvis mencederai buli-buli. Fraktur tulang panggul dapat menimbulkan ruptur kandung kemih (Sjamsuhidajat, 1998). Ruptur kandung kemih dapat bersifat intraperitoneal dan ekstraperitoneal. Ruptur buli ekstraperitoneal biasanya akibat tertusuk fragmen fraktur tulang pelvis pada dinding depan kandung kemih yang penuh. Cedera pada abdomen bawah sewaktu kandung kemih penuh menyebabkan ruptur buli intraperitoneal (Sjamsuhidajat, 1998).
6. Fraktur
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. Terjadinya suatu fraktur lengkap atau tidak lengkap ditentukan oleh kekuatan, sudut dan tenaga, keadaan tulang, serta jaringan lunak di sekitar tulang (Helmi, 2011).
Secara umum, keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai fraktur terbuka, fraktur tertutup dan fraktur dengan komplikasi. Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan/dunia luar. Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat terbentuk dari dalam maupun luar. Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi seperti malunion, delayed union, nounion dan infeksi tulang (Bucholz, 2006). 7. Fraktur Pelvis
Tulang sakrum, ilium dan pubis yang membentuk tulang pelvis, yang merupakan cincin tulang stabil dan menyatu pada orang dewasa. Fraktur pelvis dapat disebabkan karena jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, atau cedera remuk (Smeltzer, 2001). Fraktur pelvis menyebabkan terbukanya cincin pelvis dan dapat mengakibatkan ketidakstabilan. Derajat ketidakstabilan tergantung dari cincin bagian mana yang terputus. Ketidakstabilan secara mekanik dapat mengakibatkan
ketidakstabilan
hemodinamik
bila
disertai
dengan
kerusakan vaskuler dalam rongga pelvis.
8. Fraktur Femur
Fraktur femur adala rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Batang femur dapat mengalami fraktur akibat trauma langsung, puntiran atau pukulan pada bagian depan yang berada dalam posisi fleksi ketika kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2000).
B. Etiologi Trauma buli sering disebabkan rudapaksa dari luar, dan sering didapatkan bersama dengan dengan fraktur pelvis. Penyebab lain adalah trauma iatrogenik (FK UI, 1995). Penyebab fraktur adalah trauma. Mayoritas fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Trauma lainnya adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja dan kecelakaan/cedera olah raga (FK UI, 1995).
C. Patofisiologi
Kurang lebih 90% trauma tumpul buli-buli adalah akibat fraktur felvis. Robeknya buli-buli karena fraktur pelvis bisa juga terjadi akibat fragmen tulang pelvis merobek dindingnya. Dalam keadaan penuh terisi urine, buli buli mudah robek sekali jika mendapatkan tekanan dari luar berupa benturan pada perut sebelah bawah. Buli-buli akan robek pada bagian fundus dan menyebabkan ekstravasasi urine ke rongga intraper itoneum (Purnomo, 2009). Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai ja ringan lunak yang kemungkinan
dapat
terjadi
luar(Sjamsuhidajat, 1998).
infeksi
terkontaminasi
dengan
udara
D. Manifestasi Klinik
Umumnya fraktur tulang dan pelvis disertai pendarahan hebat sehingga tidak jarang penderita datang dalam keadaan anemik bahkan sampai shok. Pada abdomen bagian bawah tampak jelas atau hematom dan terdapat nyeri tekan pada daerah supra publik ditempat hematom. Pada ruptur buli-buli intraperitonial urine yang seriong masuk ke rongga peritonial sehingga memberi tanda cairan intra abdomen dan rangsangan peritonial. Lesi ekstra peritonial memberikan gejala dan tanda infitrat urine dirongga peritonial yang sering menyebabkan septisema (Sjamsuhidajat, 1998). E. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik kandung kemih : Setelah mengalami cedera pada abdomen sebelah bawah, pasien mengeluh nyeri pada bagian suprasimfisis, kencing bercampur darah atau mungkin pasien tidak dapat buang air kecil. Gambaran klinis yang lain tergantung pada etiologi trauma, bagian buli-buli yang mengalami cedera yaitu intra/ekstraperitoneal, adanya organ lain yang mengalami cedera, serta penyulit yang terjadi akibat trauma. Dalam hal ini mungkin didapatkan tanda fraktur pelvis (Purnomo, 2009). TEKHNIK TEMUAN Inspeksi: Perhatikan abdomen bagian bawah, kandung kemih adalah organ berongga yang mampu membesar u/ mengumpulkan me ngumpulkan dan mengeluarkan urin yang dibuat ginjal Perkusi: Pasien dalam posisi terlentang Perkusi dilakukan dari arah depan Lakukan pengetukan pada daerah kandung kandung kemih, daerah suprapubis Palpasi: Lakukan palpasi kandung kemih pada daerah suprapubis
Normalnya kandung kemih terletak di bawah simfibis pubis tetapi setelah membesar meregang ini dapat terlihat distensi pada area suprapubis Bila kandung kemih penuh akan terdengar dullness a tau redup Pada kondisi yang berarti urin dapat dikeluarkan secara lengkap pada kandung kemih. Kandung kemih tidak teraba. Bila ada obstruksi urin normal maka urin tidak dapat dikeluarkan dari kandung kemih maka akan terkumpul. Hal ini mengakibatkan distensi kandung kemih yang bias di palpasi di daerah suprapubis
b. Pemeriksaan pembantu Tes buli-buli : • Buli-buli dikosongkan dengan kateter, lalu dimasukkan 500 ml larutan
garam faal yang sedikit melebihi kapasitas buli-buli. buli -buli. • Kateter di klem sebentar, lalu dibuka kembali, bila selisihnya cukup besar
mungkin terdapat rupture buli-buli.
Pemeriksaan Fisik Fraktur : Look : pada fraktur femur terbuka terlihat adanya luka terbuka pada paha dengan deformitas yang jelas. Kaji seberapa luas kerusakan jaringan lunak yang terlibat. Kaji apakah pada luka terbuka ada fragmen tulang yang keluar dan apakah terdapatnya kerusakan pada jaringan beresiko meningkat respon syok hipovolemik. Pada fase awal trauma kecelakaan lalu lintas darat yang mengantarkan pada resiko tinggi infeksi. Pada fraktur femur tertutup sering ditemukan kehilangan fungsi,deformitas, pemendekan ekstremitas atas karena kar ena kontraksi otot, kripitasi, pembengkakan, dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini dapat terjadi setelah beberapa jam atau beberapa setelah cedera. Feel : adanya keluhan nyeri tekan dan adanya kripitasi
Move : daerah tungkai yang patah tidak boleh digerakan, karena akan memberika respon trauma pada jaringan lunak disekitar ujung fragmen tulang yang patah (Muttaqin, 2011).
F. Pemeriksaan Penunjang Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah: Pemeriksaan rontgen: Menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma Scan tulang, temogram, scan CT / MRI: Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikerusakan jaringan lunak. Hitung darah lengkap: Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).Peningkatan jumlah SDP (sel darah putih)adalah respons stress normal setelahtrauma. Kreatinin: Trauma otot meningkatkan bebankreatinin untuk klir ens ginjal.
Pemeriksaan radiologik lain untuk menunjang diagnosis adalah si stografi, yang dapat memberikan keterangan ada tidaknya ruptur kandung kemih, dan lokasi ruptur apakah intraperitoneal atau ekstraperitoneal (Sjamsuhidajat, 1998).
G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan Ruptur Buli
Pada ruptur intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparotomi untuk mencari robekan pada buli-buliserta kemungkinan cedera organ lain. Rongga intraperitoneum dicuci, robekan pada buli-buli dijahit 2lapis, kemudian dipasang kateter sistostomi yang dilewatkan di luar sayatan laparotomi. Dilepaskan kateter pada hari ke 7. Pada cedera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana dianjurkan untuk memasang kateter 7-10 haritetapi dianjurkan juga untuk melakukan penjahitan disertai pemasangan kateter sistostomi.
Untuk memastikan buli-buli telah sembuh, sebelum melepas kateter uretra/kateter sistostomi, terlebihdahulu dilakukan pemeriksaan sistografi untuk melihat kemungkinan masih adanya ekstravasasi urin (Purnomo, 2009).
Penatalaksanaan Fraktur
Penatalaksanaan fraktur menurut standart pelayanan Adam Malik adalah, pada pertolongan pertama, dilakukan pemasangan bidai pada anggota gerak yang diduga patah untuk mengurangi pergerakan antar fragmen tulang sehingga dapat mengurangi nyeri, perdarahan dan menghindari kerusakan jaringan lebih lanjut. Pada patah tulang terbuka perlu tindakan dibridemen dan disertai dengan pemberian antibiotik profilaksis (RSUP HAM, 2011). Empat prinsip penanganan fraktur menurut ChairudinRasjad (1998) adalah: Recognition : diagnosa dan penilaian fraktur Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anannesis, pemeriksaan klinis dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan : lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yangmungkin yangmungkin terjadi selama s elama pengobatan. Reduction: Reduction: tujuannya untuk mengembalikan panjang & kesegarisan tulang. Dapat dicapai yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi. Reduksi tertutup terdiri dari penggunaan traksimoval untuk menarik fraktur kemudian memanupulasi untuk mengembalikan kesegarisan normal/dengan traksi mekanis.Reduksi terbuka diindikasikan jika reduksi tertutup gagal/tidak memuaskan. Reduksi terbuka merupakan alat frusasi internal yang digunakan itu mempertahankan dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid seperti pen, kawat, skrup dan plat. Reduction interna fixation (orif) yaitu dengan pembedahan terbukakan mengimobilisasi fraktur yang berfungsi pembedahan untuk memasukkan skrup/pen kedalam fraktur yang berfungsi untuk menfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur secara bersamaan.
Retention, Retention, imobilisasi fraktur tujuannya mencegah pengeseran fregmen dan mencegah pergerakan yang dapat mengancam union. Untuk mempertahankan reduksi (ektrimitas yang mengalami fraktur) adalah dengan traksi. Traksi merupakan salah satu pengobatan dengan cara menarik/tarikan pada bagian tulang-tulang sebagai kekuatan dngan kontrol dan tahanan beban keduanya untuk menyokong tulang dengan tujuan mencegah reposisi deformitas, mengurangi
fraktur
dan
dislokasi,
mempertahankan
ligamen
tubuh/mengurangi spasme otot, mengurangi nyeri, mempertahankan anatomi tubuh dan mengimobilisasi area spesifik tubuh. Ada 2 pemasangan traksi yaitu : skin traksi dan skeletal traksi. Rehabilitation, Rehabilitation, mengembalikan aktiftas fungsional seoptimalmungkin. se optimalmungkin.
H. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) s/d Kerusakan jaringan ( trauma ) pada daerah bladder, ditandai dengan :
Klien mengeluh nyeri pada daerah abdomen bawah yang terkena.
Adanya nyeri tekan pada daerah bladder yang terkena.
Ekspresi wajah meringis / tegang.
Intervensi :
Kaji skala nyeri, catat lokasi, lama, intensitas dan karakteristiknya.( Rasional : Perubahan dalam lokasi atau intensitas tidak umum tetapi dapat menunjukkan adanya komplikasi ).
Atur posisi sesuai indikasi, misalnya semi fowler.( Rasional : Mmemudahkan drainase cairan / luka karena gravitasi dan membantu meminimalkan nyeri karena gerakan ).
Berikan tindakan kenyamanan, misalnya nafas dalam, tekhnik relaksasi / visualisasi.( Rasional : Meningkatkan kemampuan koping dengan memfokuskan perhatian pasien ).
Kolaborasi untuk pemberian analgesik.( Rasional : Menurunkan laju metabolisme
yang
membantu
menghilangkan
nyeri
dan
penyembuhan ).
2. Gangguan eliminasi urine s/d trauma bladder ditandai dengan hematuria. Intervensi :
Kaji pola berkemih seperti frekwensi dan jumlahnya.( Rasional : Mengidentifikasi
fungsi
kandung
kemih,
fungsi
ginjal
dan
keseimbangan cairan ).
Observasi adanya darah dalam urine.( Rasional : Tanda-tanda infeksi saluran perkemihan / ginjal dapat menyebabkan sepsis ).
Istirahat baring sekurang-kurangnya seminggu sampai hematuri hilang.( Rasional : Menurunkan metabolisme tubuh agar energi yang tersedia difokuskan untuk proses penyembuhan pada ginjal ).
Lakukan tindakan pembedahan bila perdarahan terus berlangsung.( Rasional : Tindakan yang cepat / tepat dapat meminimalkan kecacatan ).
3.
Gangguan pemenuhan aktifitas s/d kelemahan fisik sekunder terhadap trauma, ditandai dengan :
Klien tampak lemah.
Aktifitas dibantu oleh orang lain / keluarga.
Intervensi :
Kaji kemampuan fungsional dengan skala 0 – 4.( 4.( Rasional : Untuk menentukan tingkat aktifitas dan bantuan yang diberikan ).
Ubah posisi pasien setiap 2 jam sekali.( Rasional : Meningkatkan sirkulasi darah seluruh tubuh dan mencegah penekanan pada daerah tubuh yang menonjol ).
Lakukan rentang gerak aktif dan pasif.( Rasional : Menurunkan resiko terjadinya trauma dan mempertahankan fungsi sendi dan mencegah penurunan tonus ).
Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADL.( Rasional : Bantuan yang memberikan sangat bermanfaat untuk menghemat energi
yang
dapat
digunakan
untuk
membantu
proses
penyembuhan luka ) 4.
Potensial syok hipovolemia s/d pemutusan pembuluh darah. Intervensi :
Observasi tensi, nadi, suhu, pernafasan dan tingkat kesadaran pasien.( Rasional : Terjadinya perubahan tanda vital merupakan manifestasi awal sebagai kompensasi hypovolemia dan penurunan curah jantung).
Berikan cairan IV sesuai kebutuhan.( Rasional : Perbaikan volume sirkulasi biasanya dapat memperbaiki curah jantung).
Berikan O2 sesuai kebutuhan.( Rasional : Kadar O2 yang maksimal dapat membantu menurunkan kerja jantung ).
Kolaborasi pemberian obat-obatan anti perdarahan.( Rasional : Untuk menghentikan atau mengurangi perdarahan yang sedang berlangsung ).
Bila perdarahan tetap berlangsung dan KU memburuk pikirkan tindakan bedah.( Rasional : Tindakan yang segera dapat menghindarkan keadaan yang lebih memburuk ).
5.
Potensial infeksi b/d adanya luka trauma. Intervensi :
berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tekhnik cuci tangan yang baik.( Rasional : Cara pertama untuk menghindari infeksi nasokomial ).
Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan seperti adanya inflamasi.( Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya ).
Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam dan menggigil.( Rasional : Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera ).
Berikan antibiotik sesuai indikasi.( Rasional : Terapi profilaktik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma / perlukaan).
6.
Potensial gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan Intervensi :
Pertahankan tirah baring, bantu dengan aktifitas perawatan.( Rasional : Menurunkan beban kerja miokard dan konsumsi oksigen )
Pantau frekwensi dan irama jantung, perhatikan disritmia.( Rasional : Bila terjadi tachikardi, mengacu pada stimulasi sekunder sistem syaraf simpatis untuk menekan respons dan menggantikan
kerusakan
pada
hypovolemia
relatif
dan
hipertensi).
Perhatikan kualitas / kekuatan dari denyut perifer.( Rasional : Pada awal nadi cepat / kuat karena peningkatan curah jantung, nadi dapat menjadi lemah dan lambat karena hipotensi terus menerus ).
Berikan O2 sesuai kebutuhan.( Rasional : Memaksimalkan oksigen yang tersedia untuk masukan seluler ).
DAFTAR PUSTAKA
Sabiton, David, Buku Ajar Bedah, Edisi ke-2, EGC, 1995 2. Marylin E. Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC 3. Safrudin Agus Nursalim & Makdan Anis, Saluran Perkemihan, Gombong
LAPORAN PENDAHULUAN RUPTUR VESIKA URINARIA DI RUANG ICU RSUD PROF.Dr.MARGONO PROF.Dr.MARGONO SOEKARJO SOEKARJO PURWOKERTO
Oleh : EKA WIDIYA OKTAVAINTI 1711040051
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2017