LAPORAN PENDAHULUAN “ Kista Ovarium” Ovarium” A. Landasan Teoritis Penyakit 1. Definisi Istilah kista berasal dari perkataan Yunani “kustis “ kustis”” yang berarti kantong dimana ia merupakan suatu abnormalitas pada pertumbuhan jaringan. Dalam pengertian secara histopatologi, kista adalah ronaaa vans dilapisi sel epitel. Pada kista terdapat duktus yang terdilatasi yang biasanya disebabkan oleh obstruksi, hiperplasia epitel, sekresi berlebihan dan distorsi struktural. Sebagian kista timbul dari sisa-sisa epithelia ektopik atau sebagai hasil nekrosis di tengah-tengah massa epitel. Kista dapat bersifat konaenital atau didaeatka. Cairan kista biasanya bening dan tidak berwama namun dapat iolga viskuos atau mengandung kristal kolestrol sebagai hasil dari nekrosis jaringan. "True cysts" atau
kista parasitik yang memiliki tekanan tinggi. Biasanya cairan kista iniberwarna kuning kecokelatan, yang diduga berasal dari parenkim yang nekrosis. Penyakit po polik likisti istik k
hepar
menu enunjukkan
gamba mbaran ran
honeycomb
appearance
dengankavitas yang multipel, dengan lesi yang tersebar merata di seluruh hepar. Baik lesi soliter maupun polikistik tumbuh secara perlahan dan relatif tidak bergejala. Sebuah massa di kuadran kanan atas yang tidak nyeri adalah keluhan yangpaling sering, dan ketika gejala muncul, biasanya dihubungkan dengan penekananpada organ yang berdekatan. Nyeri abdominal yang akut dapat mengikuti komplikasitorsi, hemoragik intrakistik, atau rupturintraperitoneal. Pemeriksaan klinis dapatmengidentifikasi massa, dan ginjal juga dapat teraba. Ikterus jarang ditemukan.Fungsi hepar biasanya tidak menunjukkan abnormalitas. CT scan, USG, danarteriografi dapat digunakan untuk menentukan posisi intrahepatik dari massa, danperitoneoskopi dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Kista soliter yang asimtomatik dan penyakit polikistik hepar biasanya tidak membutuhkan penanganan khusus. Kista yang besar, soliter, dan simtomatik
pembuluh darahyang terkompresi. Kista soliter dapat berasal dari duktus yang tumbuh abnormal sebagai akibatdari hiperplasia inflamatorik atau obstruksi kongenital. Kista ini dapat mengenaisemua usia. 90% dari kista jenis ini unilokular, dan memiliki ukuran yang bervariasi.Sebuah kista yang mengandung 2,5 liter cairan telah dilaporkan pada pasien berusia 2tahun. Penyebab dari kista jenis ini tidak diketahui, namun diduga muncul secaracongenital. Kista ini memiliki epitel tipe bilier, dan mungkin berasal dari dilatasiprogresif mikrohemartroma bilier. Kista ini jarang mengandung empedu, hipotesisyang paling diterima adalah kegagalan mikrohemartroma untuk membentuk hubungan normal dengan saluran empedu. Secara khas, cairan yang terkandung didalam kista ini memiliki komposisi elektrolit yang menyerupai plasma. Empedu,amylase, dan sel darah putih tidak ditemukan. Cairan kista ini disekresikan secaraterus-menerus oleh sel-sel epitel di tepi kista. Karena alasan inilah, aspirasi cairan dari simple cyst tidak bersifat kuratif. Apabila ukuran kista besar, mungkin terdapat keluhan yang berhubungandengan penekanan organ akibat massa yang besar di kuadran kanan atas. Sebagianbesar kista soliter
dapat tampak pola yang berbeda dari penyakit ini, seperti kista yang unilobar dan ukuran kista yangbervariasi. Kista dapat ditemukan pada lien, pancreas, ovarium, paru-paru, dan ginjal.Insidens meningkat seiring usia dan lebih sering pada wanita dibandingkan pria. PCLD pada dewasa bersifat kongenital dan biasanya berhubungan dengan autosomal dominant polycystic kidney disease ( AD PKD). Pada pasien ditemukanmutasi dari gen PKD1 dan PKD2. Namun dalam beberapa kasus, PCLD ditemukantanpa adanya PKD. Pada dengan PKD, kista ginjal biasanya lebih dominandibandingkan kista pada hepar. PKD sering menyebabkan gagal ginjal, sedangkankista hepar sangat jarang menyebabkan fibrosis hepar dan kegagalan fungsi hati. Tidak seperti kista non-parasitik soliter, penyakit polikistik hepar seringdiasosiasikan dengan kista pada organ lain; 51,6% polikistik hepar diasosiasikandengan polikistik ginjal. Polikistik hepar juga diimplikasikan sebagai penyebab yang jarang
dari
hipertensi portal,
dan juga diasosiasikan dengan atresia duktus biliaris,kolangitis, dan hema ngioma. Pada pasien dengan gejala yang signifikan terkait efek massa dari polikistik
memiliki dua lapisan yang terdiri atas ektokista, yang berupa cangkang fibrous nonselularyang berfungsi proteksi, dan sebuah endokista, yang merupakan bagian yang aktif dari kista tersebut. Endokista mensekresi cairan bening yang mengisi kista danmemproduksi kapsul-kapsul (yang dikenal dengan hydatid sand ) dan kista anakan.Selama bertahun-tahun kemudian, hydatid ini membesar dengan beberapa liter cairandan kista anakan yang tak terhitung jumlahnya. Pasien dengan kista multivesikular yang simpel atau belum berkompliasibiasanya tidak bergejala. Gejala hanya timbul bila terjadi tekanan pada organ disekitarnya. Nyeri tumpul abdomen adalah keluhan yang paling sering ditemukan (80%). Ikterus, demam, pruritus, nausea, dan vomitus ditemukan pada kurang darisepertiga pasien. Fungsi hepar ditemukan abnormal dan pembesaran hepar yang dapatdipalpasi pada pemeriksaan fisis ditemukan pada 50% pasien, dan eosinofilia hanyaditemukan pada 5-15% individu yang terinfeksi. Komplikasi dari kista hidatid di antaranya :
e) Sebagai alternatif, kista dapat dikeluarkan melalui reseksi hepar, atau bila cukupekstensif, dapat dilakukan marsupialisasi dan pengisian dengan omentum. 2) Kista Neoplastik Lesi kistik neoplastik hepar, jarang merupakan kistadenoma bilier primer ataukistadenokarsinoma. Lesi ini lebih sering merupakan metastasis dari tumor kistik dariorgan lain, seperti pancreas atau ovarium, atau sekunder dari degenerasi kistik tumorhepar solid primer atau metastatik. Kistadenoma (benigna) atau kistadenokarsinoma (maligna) hepar lebih seringterjadi pada wanita (lebih dari 75%) dan biasanya muncul sebagai nyeri tumpul danrasa penuh di perut bagian atas. Lesi ini biasanya dapat didiagnosis dengan USG dan CT scan, yang menunjukkan sebuah massa kistik dengan dinding yang tebal bertepirata dan septa internal. Sebuah massa solid yang berhubungan dengan dinding kistabiasanya dideskripsikan sebagai komponen maligna yang membutuhkan reseksi yang lebih radikal. Angiografi akan menunjukkan SOL yang avaskular dan bayangantumor pada perifer yang disebabkan oleh proyeksi dinding tumor. Tumor ini
mengandungdarah, empedu, dan jaringan hepar yang nekrotik. Lapisan epithelial yang sedikitmenggambarkan bahwa sebenarnya kista traumatik adalah pseudokista. Bila riwayattrauma tidak jelas, kista ini biasanya tidak dapat dibedakan dari kista kongenitalsoliter, dan memiliki penanganan yang sama. Pembedahan dianjurkan bagi pasienyang mengeluhkan gejala. Pada saat laparotomi, kista traumatik biasanya dapatdibedakan dari kista congenital dengan adanya dinding yang sangat fibrotik dan mengandung hemosiderin. Kista yang simptomatik harus dieksisi secara utuh apabiladimungkinkan. Apabila sebagian dinding kista tidak dapat direseksi dengan mudah,evaluasi frozen section harus dilakukan untuk meyakinkan bahwa tidak akan terjadiproses neoplastik setelahnya. Walaupun kista traumatic dapat terinfeksi sekunder,kista ini dapat diharapkan memiliki hasil penanganan yang baik.
3. Pemeriksaan Penunjang dan diagnostik
immunoassay , EIA) dapat digunakan untuk mendeteksiantibodi spesifik untuk E. Histolytica. Pemeriksaan histologik dari kista dilakukan dengan tujuan untuk menyingkirkan kemungkinan suatu keganasan, seperti kistadenokarsinoma. Secarahistopatologik kista hepar yang benigna mengandung cairan yang bersifat serosa dandindingnya terdiri dari selapis sel epitel kuboidal dan stroma fibrosa yang tipis. Pemeriksaan Radiologik
Sebelum tersedia modalitas pencitraan abdominal secara luas termasuk ultrasonografi (USG) dan CT scan, kista hepar didiagnosa hanya apabila ia sudahsangat membesar dan bisa dilihat sebagai massa di abdomen atau sebagai penemuantidak sengaja saat melakukan laparotomy. Saat ini, pemeriksaan radiologik seringmenemukan lesi yang asimptomatik secara tidak sengaja. Terdapat beberapa pilihanpemeriksaan radiologik pada pasien dengan kista hepar, seperti USG yang bersifatnon-invasif namun cukup sensitif untuk mendeteksi kista hepar. CT scan juga sensitif dalam mendeteksi kista hepar, dan hasilnya lebih mudah
4. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan Pengobatan secara medikamentosa untuk penanganan kista hepar non-parasitik maupun kista parasitik mempunyai manfaat yang terbatas. Tidak ada terapikonservatif yang ditemui berhasil untuk menangani kista hepar secara tuntas. Aspirasi perkutaneous dengan dibantu oleh USG atau CT scan secara teknismudah untuk dilaksanakan namun sudah ditinggalkan karena mempunyai kadarrekurensi hampir 100%. Tindakan aspirasi yang dikombinasikan dengan sklerosandengan menggunakan alkohol atau bahan lain berhasil pada sebagian pasien namunmempunyai tingkat kegagalan dan kadar rekurensi yang tinggi. Sklerosis akanberhasil hanya terjadi dekompresi sempurna dari dinding kista. Hal ini tidak mungkinterjadi jika dinding kista menebal atau pada kista yang sangat besar. Tidak terdapatpengobatan medikamentosa untuk PCLD dan kistadenokarsinoma. Kista hidatid dapat diobati dengan agen antihidatid yaitu albendazole danmebendazole, namun biasanya tidak efektif. Obat-obatan ini digunakan sebagai terapiadjuvan dan tidak dapat menggantikan peran penanganan bedah atau pengobatanperkutaneus dengan teknik PAIR ( Puncture, Aspiration, Injection, Reaspiration).Pengobatan medikamentosa
2) Marsupialisasi (dekapitasi) Dekapitasi atau unroofing kista dilakukan dengan cara mengeksisi bagiandari dinding
kista
yang
melewati
permukaan
hepar.
Eksisi
seperti
ini
menghasilkanpermukaan kista yang lebih dangkal pada bagian kista yang tertinggal hinggacairan yang disekresi oleh epitel yang masih tertinggal merembes kedalam ronggaperitoneal
dimana
ia
diabsorbsi.
Sisa
epitel
dapat
juga
diablasi
denganmenggunakan sinar koagulator argon atau elektrokauter. Sebelumnya penanganankista seperti ini memerlukan tindakan laparotomi ( open unroofing ) namun seiringdengan perkembangan alat dan teknik, ia bisa dilakukan secara laparoskopik. Dari hasil penelitian yang dijalankan, didapatkan bahwa unroofing kista secara laparoskopik mempunyai tingkat morbiditas yang rendah, waktu reokupasiyang lebih singkat dan bisa kembali ke aktivitas normal lebih cepat dibandingkanopen unroofing secara laparotomi. Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhiterjadi rekurensi dengan teknik ini adalah deroofing yang adekuat, kista yangterletak dalam atau berada di segmen posterior dari hepar, penggunaan sinar
Anatomisegmental hepar yang pertama dijelaskan oleh Couinaud pada tahun 1957membagi
hepar
menjadi
delapan
segmen
dimana
setiap
segmen
mempunyaicabang arteri hepatikum, vena porta dan traktus biliaris yang tersendiri. Hal inimemungkinkan
untuk
mereseksi
setiap
segmen
ini
secara
individual
apabiladiperlukan, dan mengurangi pemotongan tidak perlu dari jaringan hepar yangnormal. Kehilangan darah bisa dikurangi dengan menggunakan teknik oklusivaskular (manoeuvre Pringle ). Tujuan dari teknik oklusi vaskular adalah untuk mereseksi hepar denganperdarahan seminimal mungkin. Penting untuk diperhatikan bahwa dibutuhkanfungsi hepar residual yang cukup setelah dilakukan reseksi, untuk mencegahinsufisiensi hepatik post-operatif. Kehilangan darah yang banyak diasosiasikandengan peningkatan morbiditas peri-operatif. Dalam prakteknya, lebih mudah untuk mereseksi segmen hepar secarakeseluruhan. Walaupun pemisah antarsegmen tidak dapat terlihat melaluipermukaan hepar, segmen dapat diidentifikasi dengan melakukan oklusi terhadap aliran inflow terhadap segmen yang dituju, maka akan terjadi iskemik dan akanterlihat pembagian fungsional hepar dari permukaan.
mobilisasis lobus kanan hepar. Ligamentum triangularesinistra dipisahkan untuk mobilisasi lobus kiri hepar. 5. Prognosis Pasien dengan kista non-parasitik yang menjalani teknik dekapitasi kistasecara laparoskopik untuk kista hepar benigna mengalami kadar penyembuhan lebihdari 90%, sedangkan pada pasien dengan PCLD ( Policystic Liver Disease) mempunyai presentase kesembuhan yang lebih rendah dengan teknik yang sama.Penanganan yang paling efisien untuk PCLD dan kista neoplastik adalah denganreseksi hepar, sedangkan efisiensi penanganan kista hidatid dengan teknik PAIRberbanding penganan operatif lain masih kontroversial.
ASUHAN KEPERAWATAN KISTA
3.1 Pengkajian
a. Data Klinis Identitas : Nama, usia, jenis kelamin, alamat, agama, tanggal masuk RS, nomor registrasi Pemeriksaan Penunjang : Tanda-tanda vital ( RR, Nadi, Suhu, TD), tinggi badan, dan berat badan b. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama Ada beberapa keluhan utama yang dirasakan klien dengan kista diantaranya nyeri hebat di perut, perasaan penuh dan tertekan di daerah abdomen.
Riwayat Kesehatan sekarang Keluhan utama klien sehingga dibawa ke Rumah Sakit seperti nyeri,
Palpasi terhadap nyeri tekan dan massa
Tanyakan tentang perubahan pola defekasi
Kaji status balutan
Kaji terhadap nyeri atau mual
Periksa laporan operasi terhadap tipe anestesi yang diberikan dan menanyakan lamanya dibawah anestesi.
c. Data Penunjang Pemeriksaan
laboratorium
pemeriksaan
darah
lengkap
(Hemoglobin,hematokrit, lekosit). Terapi : terapi yang diberikan post operasi baik injeksi maupun peroral sesuai program dari dokter. d. Pola Fungsional Gordon 1) Pola Persepsi dan penanganan kesehatan Kaji apakah klien melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin, kaji penanganan klien terhadap penyakitnya, dan kaji adanya alergi dan
6) Pola Persepsi dan Kognitif Kaji apakah klien bertanya, dapatkah ia meminta apa yang ia perlukan. Apakah klien berbicara dengan orang yang mendukungnya, apakah ia bertanya bebas pada perawatan atau hanya menjawab pertanyaan yang diajukan. Apakah ia memahami yang perawat katakan. Apakah ada tanda-tanda nonverbal terhadap rasa nyeri. Kaji karakteristik nyeri akibat kista yang dideritanya. 7) Pola Persepsi dan Konsep diri Klien mengalami gannguan konsep diri akibat kondisi penyakit yang di deritanya, kaji apakah klien terlihat mengalami depresi, cemas, diam dan takut. 8) Pola Peran dan Hubungan Tanyakan bagaimana fungsi peran klien dalam keluarganya sebelum & sesudah dilakukan operasi, siapa saja sistem pendukung klien dan apakah ada masalah di lingkunagn keluarga ataupun social, apakah
Tinggi badan dan berat badan pasien dengan kista biasanya normal, namun biasanya terjadi peningkatan berat badan jika kista yang dialami klien sudah sangat besar. b) Tekanan Darah. c) Suhu badan nadi dan pernafasan. Pada klien dengan kista hepar biasanya terjadi peningkatan suhu tubuh. Begitupun dengan nadi, keadaan nadi biasanya mengikuti keadaan suhu, karena adanya perdarahan. Pola pernafasan pada klien juga terganggu, pasien mengeluh sesak nafas akibat penumpukan cairan di rongga dada. 2. Pemeriksaan Fisik a. Kepala dan leher. Kaji keadaan kepala dan leher, meliputi kebersihan, kesimetrisan kepala, kebersihan dan kondisi rambut (rontok atau tidak), ada atau tidaknya pembesaran kelenjar pada leher.
3.2 Aplikasi NANDA NOC NIC PRE OPERATIF NO
NANDA
1 Nyeri akut
b.d agen injury
NOC
NIC
Tingkat Kenyamanan
Manajemen Nyeri
Indikator :
Aktifitasi :
a. Melaporkan keadaan fisik membaik
a. Melakukan penilaian nyeri secara komprehensif dimulai dari
b. Melaporkan kepuasan terhadap kontra gejala c. Mengekspresikan kepuasan terhadap
lokasi, karakteristik, durasi, kualitas, dan penyebab. b. Kaji ketidaknyamanan secara nonverbal c. Gunakan
kontrol nyeri Kontrol Nyeri
Indikator:
yang
terpeutik
agar
pasien
dapat
menyatakan pengalamannya tehadap nyeri d. Ajarkan teknik nofarmakologis (relaksasi, imajinasi) e. Monitor kepuasan pasien terhadap manejemen nyeri yang
a. Mengenali faktor penyebab b. Mengetahui serangan nyeri
komunikasi
diberikan f.
Monitor tanda-tanda vital
c. Mengenali gejala/tanda nyeri d. Menggunakan tindakan non analgesik
Tingkat Nyeri
Indikator:
17 | P a g e
a. Keluhan nyeri b. Ekspresi wajah terhadap nyeri c. Perubahan tekanan darah d. Perubahan denyut jantung e. Frekuensi nyeri 2.
Cemas
b.d Tingkat kecemasan
Mengurangi rasa cemas
kurang
Indicator:
Aktivitas :
pengetahuan
a. Kegelisahan
a. Tenangkan klien dan melakukan pendekatan.
b. Ketegangan otot
b. Kaji perspektif situasi stress klien.
c. Ketegangan wajah
c. Berikan
d. Masalah prilaku
informasi
faktual
mengenai
diagnosis,
terapi,
dan
prognosis.
e. Tekanan darah meningkat
d. Bantu pasien untuk untuk meminimalisir rasa cemas yang timbul.
f. Denyut nadi meningkat
e. Kaji tanda-tanda kecemasan baik secara verbal maupun non verbal.
g. Pernapasan meningkat
f. Cari pemahaman perspektif pasien dalam situasi stress
h. Gangguan tidur
g. Damping pasien untuk meningkatkan keamanan dan mengurangi ketakutan h. Anjurkan aktivitas nonkompetitif, jika diperlukan
Koping
i. Anjurkan untuk mengutarakan perasaan, persepsi dan ketakutan
Indikator :
j. Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi apa yang mempercepat
a. Identifikasi pola koping efektif
kecemasan
18 | P a g e
b. Identifikasi pola koping tidak efektif
k. Dukung penggunaan mekanisme pertahanan yang sesuai
c. Menyesuikan diri dengan perubahan
Tingkatkan pengetahuan
Aktivitas: a. Kaji tingkat pengetahuann pasien dan keluarga b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi fisiologi dengann cara yang tepat c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit Pengetahuan : proses penyakit
dengan cara yang tepat
Indikator:
d. Diskusikan pilihan terapi yang tepat
a. Pasien mampu menjelaskan kembali
e. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second
tentang penyakit
opinion dengan cara yang tepat dan diindikasikan
b. Mengenal kebutuhan perawatan tanpa cemas
3.
Ketidakseimban
Status nutrisi: asupan makanan dan
Monitor Nutrisi
gan
minuman
Aktivitas:
nutrisi
kurang kebutuhan
dari Indikator
a.
tubuh b.d intake b.
a. Monitor adanya mual dan muntah
Asupan makanan melalui mulut
b. Monitor nilai albumin, total protein, hemoglobin dan hematokrit.
Asupan cairan melalui mulut
c. Monitor menu makanan dan pilihannya
19 | P a g e
yang
tidak
c.
Asupan cairan
adekuat
d. Monitor tingkat energi, lelah, lesu, dan lemah e. Monitor intake kalori dan nutrisi f. Monitor lingkungan selama makan Manajemen Nutrisi
Status nutrisi : Asupan nutrisi
Aktivitas:
Indikator
a. Kaji adanya alergi makanan
a. Asupan kalori
4.
Konstipasi
b.d
b.
Asupan protein
c.
Asupan lemak
d.
Asupan karbohidrat
e.
Asupan vitamin
f.
Asupan mineral
g.
Asupan zat besi
Bowl Elimination
kelemahan Indikator:
otot abdominal
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan klien. c. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi d. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Manajemen Konstipasi
Aktivitas:
a. Pola BAB dalam batas normal
a. Identifikasi faktor yang menyebabkan konstipasi
b. Cairan dan serat adekuat
b. Monitor tanda ruptur bowel
c. Aktivitas adekuat
c. Dorong peningkatan aktivitas yang optimal
d. Hidrasi adekuat
d. Jelaskan pada pasien manfaat diet (cairan dan serat) terhadap elimiinasi
20 | P a g e
POST OPERATIF NO
NANDA
1 Nyeri akut
b.d insisi abdominal
NOC
NIC
Tingkat Kenyamanan
Manajemen Nyeri
Indikator :
Aktifitasi :
d. Melaporkan keadaan fisik membaik e. Melaporkan
kepuasan
a. Melakukan penilaian nyeri secara komprehensif dimulai dari
terhadap
kontra gejala
lokasi, karakteristik, durasi, kualitas, dan penyebab. b. Kaji ketidaknyamanan secara nonverbal
f. Mengekspresikan kepuasan terhadap
c. Gunakan
kontrol nyeri
komunikasi
yang
terpeutik
agar
pasien
dapat
menyatakan pengalamannya tehadap nyeri
Kontrol Nyeri
d. Ajarkan teknik nofarmakologis (relaksasi, imajinasi)
Indikator:
e. Monitor kepuasan pasien terhadap manejemen nyeri yang
e. Mengenali faktor penyebab f. Mengetahui serangan nyeri
diberikan f. Monitor tanda-tanda vital
g. Mengenali gejala/tanda nyeri h. Menggunakan
tindakan
analgesic.
non Pemberian analgesic a.
Tingkat Nyeri
Indikator:
sebelum mengobati pasien b.
f. Keluhan nyeri g. Ekspresi wajah terhadap nyeri
Menentukan lokasi , karakteristik, mutu, dan intensitas nyeri
Periksa order/pesanan medis untuk obat, dosis, dan frekuensi yang ditentukan analgesik
c.
Cek riwayat alergi obat 21 | P a g e
h. Perubahan tekanan darah i.
Perubahan denyut jantung
j.
Frekuensi nyeri
d.
Tentukan analgesik yang cocok, rute pemberian dan dosis optimal.
e.
Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian obat narkotik dengan dosis pertama atau jika ada catatan luar biasa.
f.
Lakukan tindakan pengamanan pada pasien dengan obat analgesik narkotik
2 Resiko Tinggi Infeksi b.d
pembedahan
Kontrol resiko
Pengontrolan Infeksi
Indicator :
Aktivitas :
a. Menyatakan resiko b. Memantau faktor resiko
lingkungan c. Melakukan strategi kontrol risiko d.
Modifikasi gaya hidup untuk menurunkan resiko
e.
Berpartisipasi dalam skrining untuk
a. Ciptakan lingkungan ( alat-alat, berbeden dan lainnya) yang
nyaman dan bersih terutama setelah digunakan oleh pasien b. Gunakan alat-alat yang baru dan berbeda setiap akan melakukan
tindakan keperawatan ke pasien c. Tempatkan pasien yang harus diisolasi yang sesuai dengan
kondisi pasien d. Terapkan kewaspadaan universal
mengidentifikasi risiko Manajemen Lingkungan
Aktivitas : a. Mencari lingkungan secara rutin untuk memelihara klien bebas
dari bahaya
22 | P a g e
b.
Tempatkan pasien kepada tempat yang nyaman bagi klien dengan aroma terapi
3.
Ketidakseimbangan Status nutrisi: asupan makanan dan Monitor Nutrisi nutrisi kurang dari minuman kebutuhan
tubuh Indikator
Aktivitas: a. Monitor adanya mual dan muntah
b.d keletihan pasca a. Asupan makanan melalui mulut
b. Monitor nilai albumin, total protein, hemoglobin dan hematokrit.
opersi dan nyeri
b. Asupan cairan melalui mulut
c. Monitor menu makanan dan pilihannya
c. Asupan cairan
d. Monitor tingkat energi, lelah, lesu, dan lemah e. Monitor intake kalori dan nutrisi
Status nutrisi : Asupan nutrisi
f.
Indikator
Manajemen Nutrisi
a. Asupan kalori
Aktivitas:
b. Asupan protein
a. Kaji adanya alergi makanan
c. Asupan lemak
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
d. Asupan karbohidrat e. Asupan vitamin f.
Asupan mineral
g. Asupan zat besi
Monitor lingkungan selama makan
nutrisi yang dibutuhkan klien. c. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi d. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
23 | P a g e
Manajemen Energi Status Nutrisi : Energi
Aktivitas:
Kriteria hasil
a. Monitor lokasi ketidaknyamanan atau nyeri selama beraktivitas
a. Kemampuan aktivitas adekuat
b. Monitor intake nutrisi
b. Mempertahankan nutrisi adekuat
c. Instruksikan pada pasien untuk tanda-tanda dan gejala kelelahan
c. Keseimbangan aktivitas dan istirahat d. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan intake d. Menggunakann
teknik
energi
makanan tinggi energy
konservasi e. Mengidentifikasi faktor-faktor fisik yang menyebabkan kelelahan
24 | P a g e