LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK II KESETIMBANGAN UAP CAIR PADA SISTEM BINER
NamaPraktikan NIM Kelompok Fak/Jurusan Nama asisten
: Mohamad Jamaludin : 141810301016 : 4 (empat) : MIPA/KIMIA : Mulik Kholifa
LABORATORIUM KIMIA FISIK JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2017
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Larutan biner merupakan suatu larutan atau campuran yang terdiri dari dua komponen. Komponen merupakan spesies yang ada dalam sistem, seperti zat terlarut dan pelarut dalam larutan biner. Air murni adalah sistem satu komponen dan campuran etanol dan air adalah sistem dua komponen. Larutan yang memenuhi hukum Raoult disebut larutan ideal, sedangkan larutan yang tidak memenuhi hukum raoult disebut larutan non ideal. Termodinamika juga diterapkan terhadap campuran yang komposisinya tidak tetap. Tekanan parsial merupakan kontribusi satu komponen dalam campuran gas terhadap tekanan totalnya, untuk mengetahui sifat kesetimbangan campuran cairan, diperlukan pengetahuan tentang kebergantungan potensial kimia cairan pada komposisinya. Pengetahuan tentang kebergantungan potensial kimia cairan pada komposisinya, untuk menghitung nilainya menggunakan kenyataan bahwa potensial kimia zat dalam bentuk uap encer harus sama dengan potensial kimianya dalam cairan pada kesetimbangan. Berdasarkan keterangan tersebut maka dilakukan percobaan kesetimbangan uap-cair larutan biner untuk mengetahui sifatnya menggunakan grafik temperatur dan komposisi . 1.2 Tujuan Percobaan
Percobaan ini mempunyai tujuan, yaitu mempelajari sifat larutan biner dengan membuat diagram temperatur versus komposisi.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 M ater ial Safety Data Sheet (M SDS)
2.1.1
Akuades Akuades disebut juga Aqua Purificata (air murni) H2O dengan. Air murni adalah air yang
dimurnikan dari destilasi. Satu molekul air memiliki dua hidrogen atom kovalen terikat untuk satu oksigen. Sifat fisika dan kimia yaitu berpenampilan cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau. Berat molekul sebesar 18,0 g/mol. PH antara 5-7. ˚
˚
Titik didih akuades sebesar 100 C +
-
dan titik bekunya sebesar 0 C. Ionisasi H2O menjadi H3O dan OH . Akuades ini memiliki allotrop berupa es dan uap. Senyawa ini tidak berwarna, tidak berbau dan tidak meiliki rasa. Akuades merupakan elektrolit lemah. Air dihasilkan dari pengoksidasian hidrogen dan banyak digunakan sebagai bahan pelarut bagi kebanyakan senyawa dan sumber listrik (Anonim, 2017). 2.1.2 Etanol Etanol mempunyai yang rumus molekul C2H5OH. Etanol ini berupa cairan yang tidak berwarna dan bersifat higroskopis. Massa molar etanol yaitu 46,07 g/mol. Etanol ini memiliki titik didih sebesar 78,40˚C dan titik lebur sebesar -11,30˚C. Etanol sejenis cairan mudah menguap, mudah terbakar dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, etanol sangat berbahaya apabila terkontaminasi dengan tubuh. Pertolongan pertama apabila terjadi kontak antara kulit dengan senyawa ini yaitu kulit segera dibasuh dengan banyak air selama minimal 15 menit, apabila terkontaminasi dengan mata segera basuh dengan air yang banyak selama minimal 15 menit, sesekali kelopak mata dikedipkedipkan. Pertolongan ketika terhirup dalam jumlah yang cukup banyak sebaiknya segera berpindah ke tempat yang udaranya lebih segar. Pertolongan jika tidak bisa bernafas, napas buatan dapat diberikan, segera cari pertolongan medis apabila terjadi resiko serius (Anonim, 2017). 2.2 Dasar Teori
Komponen-komponen (pelarut dan zat terlarut) dalam larutan ideal mengikuti Hukum Roult pada seluruh selang konsentrasi. Larutan encer yang tak mempunyai interaksi kimia di antara komponen-komponennya. Hukum Roult berlaku bagi pelarut, baik ideal maupun tak ideal, tetapi Hukum Roult tak berlaku pada zat terlarut pada larutan tak ideal encer. Perbedaan ini
bersumber pada kenyataan bahwa molekul-molekul pelarut yang luar biasa banyaknya. Hal ini menyebabkan lingkungan molekul terlarut sangat berbeda dalam lingkungan pelarut murni. Zat terlarut dalam larutan tak ideal encer mengikuti Hukum Henry, bukan Hukum Roult (Petrucci, 1992). Larutan dapat didefinisikan sebagai suatu sistem homogen yang terdiri dari dua komponen atau lebih. Istilah pelarut dan zat terlarut sebenarnya biasa dipertukarkan, tetapi istilah pelarut biasanya digunakan untuk cairan, bila larutan terdiri dari padatan atau gas dalam cairan. Istilah ini untuk jenis larutan lain biasa digunakan untuk menyatakan zat yang terdapat dalam jumlah yang lebih banyak. Komponen-komponen yang terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit bias dinamakan zat terlarut (Bird, 1993). Komponen pelarut mendekati murni maka komponen itu berperilaku sesuai dengan Hukum Roult dan mempunyai tekanan uap yang sebanding dengan fraksi mol. Beberapa larutan menyimpang jauh dari Hukum Roult, dalam hal ini hukum itu semakin dipatuhi jika komponennya berlebih (sebagai pelarut) sehingga mendekati kemurnian. Hukum Roult ini menerangkan pendekatan yang baik untuk pelarut selama larutan ini encer. Diagram fase suatu zat memperlihatkan daerah-daerah tekanan dan temperatur dimana berbagai fase bersifat stabil secara
termodinamis.
Batas-batas
antara
daerah-daerah
itu,
yaitu
batas-batas
fase
memperlihatkan nilai P dan T dimana dua fase berada dalam kesetimbangan. Kimia memberi notasi kuantitatif yang berhubungan dengan zat murni dengan superskrip, sehingga potensial kimia campuran A adalah μA, karena tekanan uap cairan murni pada kesetimbangan kedua potensial kimiawi sama besar, sehingga keduanya dapat dieliminasi (Atkins, 1999). Pengertian dari larutan ideal diadakan untuk perbandingan dengan larutan-larutan yang biasa didapat yaitu larutan non ideal. Larutan ideal cairan dalam cairan jadi merupakan suatu larutan zat cair biner. Larutan ideal adalah larutan yang gaya tarik antara molekul-molekulnya sama, artinya gaya tarik antar molekul pelarut dan zat terlarut, sama dengan gaya tarik molekul pelarutnya atau molekul zat terlarutnya (Sukardjo, 1989).
Syarat larutan gas ideal adalah memenuhi hukum Raoult yang berbunyi sebagai berikut “ tekanan uap pelarut (PA) pada permukaan larutan besarnya sama dengan hasil kali tekanan uap 0
pelarut murni (P A) dengan fraksimol pelarut tersebut didalam larutan (XA). Secara matematis hukum ini dapat ditulis sebagai :
0
PA = XA P
............... (2.1)
A
Zat yang diukur mudah menguap (volatil) sehingga tekanan uapnya dapat diukur, maka tekanan uap zat terlarut dapat dicari dengan rumus yang serupa yaitu: PB = XB P
0 B
............... (2.2)
Diasumsikan bahwa sistem hanya mengandung dua komponen (A dan B), maka tekanan uap total (P) dari sistem dapat dicapai menggunakan hukum Dalton yaitu: P = PA + PB 0
P = XA P A + XB P
............... (2.3) 0 B
............... (2.4)
Sangat jarang ditemui yang dapat sepenuhnya memenuhi hukum Raoult, hal ini disebabkan ideal pada larutan berarti interaksi antara semua komponen adalah sam dan ini sukar unuk dipenuhi (Bird, 1993). Larutan biner yang diuapkan secara parsial, komponen yang mempunyai tekanan uap lebih tinggi akan terkonsentrasi pada fase uapnya, hingga terjadi perbedaan komposisi antara cairan dengan uap yang setimbang. Uap tersebut dapat diembunkan sebagai kondensat. Uap yang diperoleh dengan menguapkan secara parsial kondensat itu akan mempunyai komposisi yang lebih kaya lagi akan komponen yang mudah menguap (Alberty, 1987). Larurtan ideal banyak dipakai sebagai acuan. Larutan ini sedemikian rupa sehingga interaksi antara partikel lain jenis sama dengan yang sejenis. Interaksi itu berupa daya tolak atau daya tarik sesamanya. Larutan ideal dalam satu partikel satu komponen tidak mempengaruhi partikel lain didekatnya. Energi yang dikandung komponen larutan sebelum dan sesudah tercampur sama sehingga ΔH pencampuran bernilai nol. Artinya, dalam pencampuran tidak ada kalor yang diserap atau dilepaskan (Syukri,1999). Larutan dikatakan sebagai larutan ideal apabila: 1.
Homogen pada seluruh sistem mulai dari mol fraksi 1-0
2.
Tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen – komponen dicampur membentuk larutan ( ∆H pencampuran = 0 )
3.
Tidak ada beda volume pencampuran artinya volume larutan sama dengan jumlah komponen yang dicampurkan ( ∆V pencampuran = 0 )
4.
Memenuhi hukum Raoult 0
P1 = X1 p
Dimana : P1 = Tekanan uap larutan
0
p = Tekanan uap solven murni X1 = mol fraksi larutan Sifat komponen larutan ideal yang satu akan mempengaruhi sifat komponen yang lain, sehingga sifat larutan yang dihasilkan terletak diantara sifat kedua komponennya. Contoh, sistem benzene – toluene. Sedangkan larutan non ideal adalah larutan yang tidak memiliki sifat yang telah disebutkan diatas. Larutan dibagi menjadi dua golongan : a. Larutan non ideal deviasi positif yang mempunyai volume ekspansi, dimana akan menghasilkan titik didih maksimum pada sistem campuran itu. Contoh : sistem aseton – karbondisulfida. b. Larutan non ideal deviasi negative yang mempunyai volume kontraksi, dimana akan menghasilkan titik didih minimum pada sistim campuran itu. Contoh : sistem benzene – etanol dan sistem aseton khloroform (Tim Penyusun Praktikum, 2017).
BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat -
Set alat destilasi
-
Termometer
-
Gelas beaker
-
Piknometer
-
Pipet
-
Gelas ukur
-
Erlenmeyer
-
Pipet mohr
-
Pipet volume
-
Botol kosong
-
Alat sensor gas
3.1.2 Bahan
-
Akuades
-
Etanol
3.2 Skema Kerja
Etanol dan akuades
-
diencerkan dengan komposisi 30%, 40%, 50%, 60% dan 70% masingmasing dalam 25 mL.
-
direfluks tiap konsentrasi campuran dan dicatat titik didihnya masing-masing.diambil 15 mL untuk dilakukan destilasi.
-
didestilasi dan dicatat titik didihnya.
-
dimasukkan destilat dan residu ke dalam botol uji dan ditentukan kandungan alkoholnya dengan sensor alkohol(dilakukan pada masingmasing larutan dengan variasi konsentrasi).
Hasil
-
Dilakukan duplo.
-
dibuat grafik komposisi vs suhu untuk setiap etanol yang telah diukur.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Konsentrasi Etanol (%)
Massa Jenis 3
(gram/cm )
Fraksi Mol
Suhu Destilasi (°C)
Sebelum Destilasi -4
(x10 )
Destilasi -4
(x10 )
Sesudah Destilasi -4
(x10 )
1
0,934
97
0,85
0,8
0,67
1,5
0,932
96
1
1,26
0,7
2
0,962
95
1,8
1,62
0,9
2,5
0,971
94
2,52
3,78
1,08
Tabel 4.1 Hasil Pengolahan Data
4.1
Pembahasan
Percobaan pada praktikum kali ini mengenai kesetimbangan uap-cair pada sistem biner. Larutan biner merupakan larutan yang mengandung komponen zat terlarut dan komponen pelarut. Larutan biner yang digunakan dalam percobaan ini adalah etanol-akuades, dimana etanol berperan sebagai zat terlarut dan akuades sebagai zat pelarutnya. Larutan biner memiliki beberapa sifat yaitu homogen dalam seluruh sistem larutan, tidak mempunyai entalpi pencampuran, dan tidak ada volume pencampuran. Larutan dari fase etanol-akuades akan saling berinteraksi melalui ikatan hidrogen. Hal ini membuat larutan campuran dapat saling melarutkan atau homogen. Etanol memiliki titik didih yang lebih rendah dari akuades. Larutan campuran etanol-akuades akan membentuk suatu azeotrop, dimana azeotrop merupakan campuran zat, dengan fase uap (destilat) dan fase cair (residu) memiliki komposisi yang sama. Hal ini terjadi akibat ikatan antarmolekul pada kedua larutannya. Larutan biner etanol-air dibuat dalam konsentrasi yang berbeda-beda, yaitu 1;1,5;2; dan 2,5 % dengan cara mengencerkan alkohol 99,8% menjadi konsentrasi 10% dan diencerkan lagi menjadi konsentrasi yang diinginkan. Komposisi larutan campuran dibuat berbeda untuk mengetahui jumlah alkohol yang teruapkan dalam proses distilisi sebagai uap yang akan diuji konsentrasi alkohol menggunakan sensor alkohol. Hasil perngukuran masing-masing konsentrasi akan menghasilkan kadar etanol dalam
destilat dan residu. Kedua nilai ini dioleh sehingga menghasilkan fraksi mol zat terlarut dalam destilat dan residu Tahap pertama dalam percobaan ini adalah pengenceran larutan etanol induk pada berbagai konsentrasi. Variasi konsentrasi etanol dalam sistem larutan campuran akan mempengaruhi titik didih larutan dan jumlah komponen etanol dalam fasa uap sebagai distilat dan fasa cair sebagai residu. Prinsip dasar dari distilasi adalah komponen zat yang memikiliki titik didih lebih rendah akan teruapkan terlebih dahulu (pemisahan komponen dalam campuran berdasarkan pada titik didih masing-masing komponen). Larutan yang pertama kali menguap kemungkinan besar adalah etanol. Hal ini dikarenakan etanol memilii titik didih yang lebih rendah dalam sistem larutan campuran. Tetesan uap pertama yang terbentuk merupakan nilai titik didih dari larutan biner. Tetesan tersebut merupakan produk etanol, dimana ikatan diantara etanol dengan air sebagai ikatan hidrogen telah terputus sehingga etanol berhasil teruapkan. Semakin banyak komposisi etanol dalam campuran larutan biner, maka akan semakin mudah poduk etanol murni untuk dihasilkan. Hal ini dikarenakan interaksi diantara etanol dengan air tidak terlalu kuat dan tidak banyak molekul air yang berinteraksi dengan etanol dibandingkan pada campuran dengan komposisi etanol yang rendah. Tetesan uap tersebut juga dijadikan acuan, bahwa proses distilasi sudah berakhir. Titik didih yang dihasilkan merupakan titik eutektik dari larutan biner etanolakuades (dapat dilihat pada tabel hasil 4.1). Berdasarkan hasil percobaan diperoleh data yang menunjukkan adanya penurunan titik didih larutan biner ketika konsentrasi etanol dalam larutan semakin tinggi. Hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah p artikel etanol dalam larutan yang semakin banyak, sehingga larutan akan mendidih lebih rendah dibanding dengan akuades dan lebih tinggi dibanding dengan etanol. Grafik hasil pengeplotan antara komposisi melawan temperatur dari percobaan ini sebagai berikut:
Grafik Hubungan Fraksi Mol dan Suhu 97.5 97
y = -16178x + 97.995 R² = 0.9399
96.5 96 u h 95.5 u S
suhu
95
Linear (suhu)
94.5 94 93.5 0
0.00005 0.0001 0.00015 0.0002 0.00025 0.0003 Fraksi Mol
Gambar 4.1 Grafik kesetimbangan uap-cair larutan biner etanol-akuades sebelum destilasi
Grafik Hubungan Fraksi Mol dan Suhu 97.5 97
y = -8895.3x + 97.159 R² = 0.8273
96.5 96 u h 95.5 u s
suhu
95
Linear (suhu)
94.5 94 93.5 0
0.0001
0.0002
0.0003
0.0004
Fraksi Mol
Gambar 4.2 Grafik kesetimbangan uap-cair larutan biner etanol-akuades
Grafik Hubungan Fraksi Mol dan Suhu 97.5 y = -65193x + 100.96 R² = 0.9323
97 96.5 96 u h 95.5 u s
suhu
95
Linear (suhu)
94.5 94 93.5 0
0.00002 0.00004 0.00006 0.00008 0.0001 0.00012 Fraksi Mol
Gambar 4.3 Grafik kesetimbangan uap-cair larutan biner etanol-akuades Larutan campuran biner etanol-akuades merupakan deviasi negatif dari Hukum Raoult. Menurut Moore (1980), mengatakan bahwa kecenderungan etanol untuk teruapkan dalam larutan akan lebih rendah jika dibandingkan dalam larutan murni etanol. Hal tersebut dikarenkan gaya tarikan diantara molekul yang tidak sukai (air) akan lebih besar daripada gaya tarikan molekul yang disukai dalam larutan murninya. Grafik yang diperoleh tersebut sangat jauh dari kualitas grafik ideal kesetimbangan uap-cair larutan non ideal deviasi negatif. Hal tersebut dapat terjadi karena dalam proses destilasi yang terlalu singkat dan dalam larutan etanol masih tedapat campuran yang belum mengalami proses destilasi akibatnya masih ada etanol
yang tidak
menguap dan masih terkandung dalam labu leher tiga. Waktu yang sempit dan proses destilasi yang dilakukan pada berbagai macam konsentarasi menyebabkan destilasi yang dilakukan hanya sebentar sehingga kadar etanol pada residunya masih banyak. Seharusnya semakin tinggi konsentrasi etanol, maka akan semakin banyak pula jumlah etanol yang teruapkan sebagai distilat karena interaksi dengan molekul air yang tidak terlalu kuat dan banyak. Adapun data sitem biner untuk larutan etanol-akuades adalah sebagai berikut berdasarkan literatur:
Berdasarkan hasil data diatas, diketahui bahwa penurun titik didih dari larutan biner disebabkan karena adanya jumlah etanol yang lebih banyak teruapkan sebagai uap dibandingkan jumlah mol etanol dalam sistem larutan. Hal tersebut akan membua t titik didih larutan semakin rendah. Menurut Budiman et al ., (2004), mengatakan bahwa waktu kontak pada saat distilasi uapcair yang relatif singkat kadang belum memungkinkan terjadinya kesetimbangan fasa. Peningkatan konsetrasi etanol dalam distilat dikarenakan semakin banyak jumlah partikel etanol dalam larutan biner, maka fraksi etanol yang akan teruapkan juga semakin banyak karena etanol akan teruapkan lebih dahulu dibanding dengan akuades.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum kesetimbangan uap – cair adalah Larutan biner merupakan larutan yang terdiri dari dua komponen yang saling bercampur dengan sempurna dan nilai x1 + x 2 = 1 serta dalam keadaan mudah menguap.Semakin besar % komposisi destilat dan residu pada etanol maka semakin rendah suhu yang dibutuhkan untuk menguap, sehingga hasilnya adalah berbanding terbalik.
5.2 Saran
Adapun saran dalam praktikum kesetimbangan uap-cair pada sistem biner adalah praktikan harus berdisiplin selama praktikum berlangsung. Praktikan harus menguasai materi yang akan dilakukan. Hal tersebut dilakukan supaya meminimalisir terjadinya kesalahan hasil data dan prosedur kerja. Sebaiknya dilakukan kalibrasi alat yang akan digunakan supaya hasil yang diperoleh memiliki akurasi dan presisi yang tinggi. Praktikan harus mengerti mengenai lab safety use dan SOP setiap alat yang akan digunakan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2017. MSDS Akuades. [Serial Online]. www.sciencelab.com/akuades.
diakses
tanggal 23 april 2017. Anonim, 2017. MSDS Etanol. [Serial Online]. www.sciencelab.com/etanol. diakses tanggal 23 april 2017. Alberty, A.R. 1987. Kimia Fisik Jilid I Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Atkins, P.W.1999. Kimia Fisik Jilid II Edisi IV . Jakarta: Erlangga. Bird, Tony. 1993. Kimia Fisika Untuk Universitas. Jakarta: Pusaka Utama. Petrucci. 1992. Kimia Dasar: Prinsip-Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta:Erlangga. Sukardjo. 1989. Termodinamika Kimia. Jakarta: Erlangga. Syukri, S. 1999. Kimia Dasar . Bandung: Penerbit ITB. Tim Kimia Fisika. 2017. Penuntun Praktikum Kimia Fisik II . Jember: FMIPA Universitas Jember.
LAMPIRAN
A. Pengenceran etanol
1. Volume etanol 99,8% yang dibutuhkan untuk pengenceran konsentrasi 10% M 1 V1
V1
V1
V1
M 2 V2 M 2 V2 M1 10% M 100 mL 99,8 % M 10 mL
2. Volume etanol 10% yang dibutuhkan untuk pengenceran konsentrasi 1% M 1 V1
V1
V1
V1
M 2 V2 M 2 V2 M1 1 % M 100 mL 10 % M 10 mL
3. Volume etanol 10% yang dibutuhkan untuk pengenceran konsentrasi 1,5% M 1 V1
V1
V1
V1
M 2 V2 M 2 V2 M1 1,5 % M 100 mL 10 % M 15 mL
4. Volume etanol 10% yang dibutuhkan untuk pengenceran konsentrasi 2% M 1 V1
V1
V1
V1
M 2 V2 M 2 V2 M1 2% M 100 mL 10 % M 20 mL
5. Volume etanol 10% yang dibutuhkan untuk pengenceran konsentrasi 2,5% M 1 V1
V1
V1
V1
M 2 V2 M 2 V2 M1 2,5% M 100 mL 10 % M 25 mL
B. Massa Jenis Etanol
Massa Jenis 1% Masa piknometer kosong = 32,417 gram
= ( )( ) = = =
=
⁄
Massa Jenis 1,5% Masa piknometer kosong = 32,490 gram = ( )( ) = = =
=
⁄
Massa Jenis 2% Masa piknometer kosong = 32,472 gram = ( )( ) = = =
=
⁄
Massa Jenis 2,5% Masa piknometer kosong = 32,476 gram = = ( )( ) = = =
=
⁄
Massa Jenis Vs Konsentrasi 0.975 0.97 0.965 0.96 s i n 0.955 e J a 0.95 s s a 0.945 M 0.94 0.935 0.93 0.925
y = 0.0282x + 0.9004 R² = 0.8534
massa jenis Linear (massa jenis)
0
1
2
Konsentrasi (%)
1.
Fraksi Mol
Sebelum destilasi
Fraksi Mol 1% % etanol = % volume etanol = 0,023 mL Massa Etanol = % volume etanol x etanol
= 0,023 mL x 0,934 = 0,0215 gram n
Vair
=
=
= 0,00047 mol = %volume etanol
3
= 100 mL –0,023 mL = 99,977 mL Massa air
= 99,977 mL 1
= 99,977 gram Xetanol
=
=
= = 0,85
=
Fraksi Mol 1,5% % etanol = % volume etanol = 0,028 mL Massa Etanol = % volume etanol x etanol
= 0,028 mL x 0,932 = 0,026 gram n
Vair
=
=
= 0,00056 mol = %volume etanol = 100 mL –0,028 mL = 99,972 mL
Massa air
= 99,972 mL 1 = 99,972 gram
Xetanol
= =
= = 1
=
Fraksi Mol 2%
% etanol
= % volume etanol = 0,050 Massa Etanol = % volume etanol x etanol = 0,050 mL x 0,962
= 0,0481 gram n
Vair
=
=
= 0,0010 mol = %volume etanol = 100 mL – 0,050 mL = 99,95 mL
Massa air
= 99,95 mL 1
= 99,95 gram Xetanol
= =
= = 1,8
=
Fraksi Mol 2,5% % etanol = % volume etanol = 0,071 Massa Etanol = % volume etanol x etanol = 0,071 mL x 0,971
= 0,068 gram n
Vair
=
=
= 0,0014 mol = %volume etanol = 100 mL – 0,071 mL = 99,929 mL
Massa air
= 99,929 mL 1 = 99,929 gram
Xetanol
= =
= = 2,52
=
Grafik Fraksi mol Vs Suhu Sebelum Distilat
Grafik Hubungan Fraksi Mol dan Suhu 97.5 97
y = -16178x + 97.995 R² = 0.9399
96.5 96 u h 95.5 u S
suhu
95
Linear (suhu)
94.5 94 93.5 0
0.00005 0.0001 0.00015 0.0002 0.00025 0.0003 Fraksi Mol
Destilat
Fraksi Mol 1% % etanol = % volume etanol = 0,022 Massa Etanol = % volume etanol x etanol = 0,022 mL x 0,934 = 0,020 gram n
=
=
Vair
= 0,00045 mol = %volume etanol = 100 mL –0,022 = 99,98 mL
Massa air
= 99,98 mL 1
= 99,98 gram Xetanol
= =
= = 0,8
=
Fraksi Mol 1,5% % etanol = % volume etanol = 0,035 Massa Etanol = % volume etanol x etanol = 0,035 mL x 0,932
= 0,033 gram n
Vair
=
=
= 0,0007 mol = %volume etanol = 100 mL –0,035 mL = 99,96 mL
Massa air
= 99,96 mL 1
= 99,96 gram Xetanol
= =
=
=
= 1,26
Fraksi Mol 2% % etanol = % volume etanol = 0,048 Massa Etanol = % volume etanol x etanol
= 0,048 mL x 0,962 = 0,046 gram n
Vair
=
=
= 0,00099 mol = %volume etanol = 100 mL – 0,048 mL = 99,95 mL
Massa air
= 99,95 mL 1 = 99,95 gram
Xetanol
=
=
= = 1,62
=
Fraksi Mol 2,5% % etanol = % volume etanol = 0,100 Massa Etanol = % volume etanol x etanol = 0,100 mL x 0,971
= 0,0971 gram n
Vair
=
=
= 0,0021 mol = %volume etanol = 100 mL – 0,100 mL = 99,9 mL
Massa air
= 99,9 mL 1 = 99,9 gram
Xetanol
=
=
= = 3,78
=
Grafik Fraksi mol Vs Suhu pada Distilat
Grafik Hubungan Fraksi Mol dan Suhu 97.5 97
y = -8895.3x + 97.159 R² = 0.8273
96.5 96 u h 95.5 u s
suhu
95
Linear (suhu)
94.5 94 93.5 0
0.0001
0.0002 Fraksi Mol
Residu
Fraksi Mol 1% % etanol = % volume etanol = 0,018 Massa Etanol = % volume etanol x etanol = 0,018 mL x 0,934
0.0003
0.0004
= 0,017 gram n
Vair
=
=
= 0,00037 mol = %volume etanol = 100 mL –0,018 = 99,98 mL
Massa air
= 99,98 mL 1
= 99,98 gram Xetanol
= =
= = 0,67
=
Fraksi Mol 1,5% % etanol = % volume etanol = 0,020 Massa Etanol = % volume etanol x etanol = 0,020 mL x 0,932
= 0,019 gram n
Vair
=
=
= 0,0004 mol = %volume etanol = 100 mL –0,020 mL = 99,98 mL
Massa air
= 99,98 mL 1
= 99,98 gram Xetanol
=
=
= = 0,7
=
Fraksi Mol 2% % etanol = % volume etanol = 0,024 mL Massa Etanol = % volume etanol x etanol
= 0,024 mL x 0,962 = 0,023 gram n
Vair
=
=
= 0,0005 mol = %volume etanol = 100 mL – 0,024 mL = 99,98 mL
Massa air
= 99,98 mL 1 = 99,98 gram
Xetanol
= =
= = 0,9
=
Fraksi Mol 2,5% % etanol = % volume etanol = 0,027 mL Massa Etanol = % volume etanol x etanol = 0,027 mL x 0,971 = 0,026 gram n
=
=
Vair
= 0,0006 mol = %volume etanol = 100 mL – 0,027 mL = 99,97 mL
Massa air
= 99,97 mL 1
= 99,97 gram Xetanol
= =
= = 1,08
=
Grafik hubungan fraksi mol terhadap suhu pada Residu
Grafik Hubungan Fraksi Mol dan Suhu 97.5 y = -65193x + 100.96 R² = 0.9323
97 96.5 96 u h 95.5 u s
suhu
95
Linear (suhu)
94.5 94 93.5 0
0.00002 0.00004 0.00006 0.00008 Fraksi Mol
0.0001
0.00012