LAPORAN KASUS SEORANG PEREMPUAN 61 TAHUN DENGAN KELUHAN LUKA DI KAKI KANAN
Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Tugurejo Semarang
Disusun Oleh :
Idha Kurniasih H2A008025 Pembimbing : dr. Zulfahmi Wahab, Sp.PD
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD TUGUREJO SEMARANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2013
II. DAFTAR MASALAH Tanggal
AKTIF
14/05/2013 1. Ulkus diabetikum grade II
Tanggal
14/05/2013
INAKTIF
1. Pola
2. Dispepsia 3. Diabetes Mellitus tipe 2 4. Hipertensi grade I
makan
kurang terjaga 2.
Kurang
menjaga
kebersihan kaki
5. Anemia normositik normokromik 6. Trombositosis 545 7. Hipoalbumin 2,4 8. Hipocloremi 9. Hiponatremi 10. Leukositosis
1
II. DAFTAR MASALAH Tanggal
AKTIF
14/05/2013 1. Ulkus diabetikum grade II
Tanggal
14/05/2013
INAKTIF
1. Pola
2. Dispepsia 3. Diabetes Mellitus tipe 2 4. Hipertensi grade I
makan
kurang terjaga 2.
Kurang
menjaga
kebersihan kaki
5. Anemia normositik normokromik 6. Trombositosis 545 7. Hipoalbumin 2,4 8. Hipocloremi 9. Hiponatremi 10. Leukositosis
1
III. STATUS PENDERITA
I.
II.
IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Ny. Ngatemi
Umur
: 61 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Mijen RT 1 RW 2 Mijen Semarang
Pekerjaan
: tidak bekerja
Agama
: Islam
Bangsal
: Mawar
No RM
: 191756
Tanggal Masuk
: 5 Mei 2013
ANAMNESA
Anamnesis dilakukan di bangsal mawar tanggal 14 Mei 2013 pukul 14.00 secara autoanamnesis dan alloanamnesis a.
Keluhan Utama
: Luka di telapak kaki kanan
b.
Riwayat Penyakit Sekarang
± 1,5 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh timbul luka di kaki kanannya . Awalnya luka hanya berupa lubang kecil di sela-
sela jari kelingking, lama- lama luka menjadi lebih besar, lebih dalam, membengkak dan bernanah. Pasien tidak mengeluhkan nyeri pada luka. Pasien mengaku kaki tidak terkena barang tumpul maupun tajam sebelumnya, sehari- hari pasien menggunakan kaos kaki. Pasien mencoba mengobati lukanya dengan betadine tapi luka tidak kunjung sembuh. Sebelumya pasien sering merasakan kesemutan pada kedua kakinya. ± 10 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh perut terasa mual, lemas, perut terasa perih dan terbakar terutama pada ulu hati yang dirasakan sedikit membaik setelah makan. Pasien juga
merasakan badan terasa menggigil . Kurang lebih 10 tahun yang lalu pasien mengeluh sering haus, sering merasa lapar dan sering kencing, kemudian pasien juga mengeluh berat badannya terus
2
menurun, lalu pasien memeriksakan diri ke RSUD Tugurejo, dan
dikatakan bahwa pasien memiliki penyakit gula dan dianjurkan untuk rutin meminum obat. Saat masuk rumah sakit pasien memeriksakan diri di poli RSUD Tugurejo, pasien mengeluh luka pada kaki tidak kunjung sembuh sejak 1,5 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan perut terasa sakit di ulu hati, mual dan badan semakin lemas. Pasien hanya makan sedikit, tidak muntah, BAB dan BAK tidak ada kelainan. Pasien mengaku badan masih sering menggigil. Kemudian pasien disarankan oleh dokter untuk rawat inap. c.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat dengan gejala yang sama sebelumnya : disangkal - Riwayat Hipertensi
: (+) sejak tahun 2008, berobat
rutin setiap bulan di RSUD Tugurejo
- Riwayat Diabetes Mellitus
: (+) sejak tahun 2003, berobat
rutin setiap bulan di RSUD Tugurejo
d.
- Riwayat Penyakit jantung
: disangkal
- Riwayat asma
: disangkal
- Riwayat Penyakit maag
: disangkal
- Riwayat luka sukar sembuh
: disangkal
- Riwayat Alergi obat
: disangkal
- Riwayat operasi
: disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan seperti ini
e.
- Riwayat Hipertensi
:disangkal.
- Riwayat Diabetes Mellitus
:diakui, ibu pasien
- Riwayat Asma
: disangkal
- Riwayat Penyakit jantung
:disangkal
Riwayat kebiasaan : -
Riwayat merokok
: disangkal
-
Riwayat minum alkohol
: disangkal
-
Riwayat olahraga
: disangkal
3
-
Riwayat makan : sehari 3 (tiga) kali, konsumsi makanan manis dan asin (+)
f.
-
Riwayat memakai sandal : diakui
-
Riwayat menggunting kuku : 2 minggu sekali
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang Ibu rumah tangga dengan 2 orang anak. Pasien tidak bekerja. Biaya kesehatan ditanggung oleh jamkesmasnas. g.
Riwayat Gizi
Sebelum sakit, pasien makan tidak teratur tiga hingga empat kali sehari dengan nasi, sayur, tahu, dan tempe, terkadang daging, telur dan ikan. Jarang mengkonsumsi buah-buahan. Beberapa hari terakhir, sejak sakit nafsu makan pasien menurun,makan dalam jumlah sedikit. Pasien sering mengkonsumsi makanan asin dan manis, pasien belum menjaga pola makannya. III.
ANAMNESIS SISTEM
Keluhan utama
:
luka di telapak kaki kanan
Kepala
:
Sakit kepala (-), pusing (-), nggliyer (-), jejas (-), leher kaku (-)
Mata
:
Penglihatan kabur (+), pandangan ganda (-),
pandangan berputar (-), berkunang-kunang (-).
Hidung
:
Pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-)
Telinga
:
Pendengaran berkurang (-) , berdenging (-), keluar cairan (-), darah (-).
Mulut
:
Sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir pecah-pecah (-), gusi berdarah (-), mulut kering (-).
Tenggorokan
:
Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-).
Sistem respirasi
:
Sesak nafas (-), batuk (-), dahak (-),
batuk
darah (-), mengi (-), tidur mendengkur (-)
Sistem kardiovaskuler :
Sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada (-), berdebar-debar (-), keringat dingin (+)
4
Sistem gastrointestinal :
Mual (+), muntah (-), perut mules (-), diare (-), nyeri ulu hati (+), nafsu makan menurun (+), BB turun (+).
Sistem muskuloskeletal :
Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-)
Sistem genitourinaria
Sering kencing (+), nyeri saat kencing (-),
:
keluar darah (-), berpasir (-), kencing nanah (-), sulit memulai kencing (-), warna kencing kuning jernih, anyang-anyangan (-) , berwarna seperti teh (-).
Ekstremitas: Atas
:
Luka (-), kesemutan (-), bengkak(-), sakit sendi (-), panas (-), berkeringat (-), palmar eritema ()
Bawah jari
:
Luka (+) di pedis dextra , gemetar (-), ujung
dingin (-), kesemutan di
kaki (-), sakit sendi (-),
bengkak (-) kedua kaki
Sistem neuropsikiatri
:
Kejang (-),
gelisah
(-),
kesemutan
(+),
mengigau (-), emosi tidak stabil (-)
Sistem Integumentum :
Kulit kuning (-), pucat (+), gatal (-), bercak merah kehitaman di bagian dada, punggung, tangan dan kaki (-)
IV.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 14 Mei 2013 : A. Keadaan Umum : tampak lemas B. Kesadaran
: Compos mentis
C. Vital sign
:T
: 140/80 mmHg
N
: 88 x/menit isi dan tegangan cukup
R
: 20 x/menit
S
: 37,1 C
Tinggi badan
: 150 cm
Berat badan
: 54 kg
Status Gizi
: normoweight
5
D. Kepala
: Mesocephal, distribusi rambut merata, tidak
mudah rontok E. Mata
: Conjunctiva Palpebra Anemis (+/+), Sclera
Ikterik (-/-), pupil isokor diameter 3mm/3mm, reflek cahaya (+/+) F. Telinga
: discharge (-), napas cuping hidung (-)
G. Hidung
: secret (-)
H. Mulut
: lidah kotor (-), pernapasan mulut (-)
I.
: hipopigmentasi (-), hiperpigmentasi (-)
Kulit
J. Leher
: JVP tidak meningkat, pembesaran kelanjar
getah bening (-), deviasi trakea (-) K. Thorak i.
Jantung
Inspeksi : ictus codis tampak
Palpasi
: kuat angkat, teraba 2 jari, ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavikul, pulsus parasternal (-), pulsus epigastrium (-)
Perkusi Kanan jantung
: ICS 4 linea parasternalis dextra
Atas jantung
: ICS 2 linea parasternal sinistra
Pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra Kiri jantung
: ICS 5, 2 cm medial linea
midclavicula sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular, bising (-)
Kesan : normal Paru-paru Depan
Dextra
Sinistra
I: Simetris, retraksi dinding dada
I: Simetris, retraksi dinding
(-)
dada (-)
Pal :Stem fremitus kanan = kiri
Pal :Stem fremitus kanan = kiri
Per: Sonor di kedua lapangan paru
Per: Sonor di kedua lapangan
Aus: suara dasar vesikuler, suara paru tambahan : wheezing (-), ronchi(-)
Aus: suara dasar vesikuler,
6
suara tambahan : wheezing (-), ronchi(-) Belakang
I: Simetris, retraksi dinding dada I: Simetris, retraksi dinding (-)
dada (-)
Pal :Stem fremitus kanan = kiri
Pal :Stem fremitus kanan = kiri
Per: Sonor di kedua lapangan paru
Per: Sonor di kedua lapangan
Aus: suara dasar vesikuler, suara paru tambahan : wheezing (-), ronchi(-)
Aus: suara dasar
vesikuler,
tambahan
:
wheezing
suara (-),
ronchi(-) Depan
Belakang
SDV
RBH, (-), SDV Abdomen Inspeksi
: datar
Auskultasi
: BU (+) N
Palpasi
: Supel, NT (+) epigastrium, Hepar : tidak teraba, Lien : tidak teraba, Tes undulasi (-)
Perkusi 1.
: Timpani, Pekak alih (-), Pekak sisi (-)
Ekstremitas Superior
Inferior
Akral dingin
(-/-)
(-/-)
Edema
(-/-)
(-/-)
Sianosis
(-/-)
(-/-)
Ulkus
(-/-)
(-/+)
-
(+N /↓)
Pulsasi
arteri
7
dorsalis pedis
Pucat
(-/-)
(-/-)
Status Lokalis : Inspeksi : terdapat dua buah luka terbuka di kaki kanan, luka pertama pada telapak kaki dengan panjang 8 (delapan) sentimeter lebar 4 (empat) sentimeter. Terdapat jari nekrose berwarna hitam pada jari kelingking pasien, mengenai lapisan dermis, epidermis, tidak mencapai tendo kaki dan tulang. Luka bernanah. Luka kedua pada punggung kaki kanan dengan panjang 7 (tujuh) sentimeter lebar 4 (empat) sentimeter, luka mengenai epidermis, dermis dan tendo. Luka bernanah Palpasi : perabaan hangat pada kulit (+), krepitasi (-), pulsasi arteri dorsalis pedis melemah pada kaki kanan.
V.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah Rutin 5 Mei 2013 Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
Lekosit
H 30,25
3,8 – 10,6
Eritrosit
L 3,52
4,4 – 5,9
Hemoglobin
L 9,60
13,2 – 17,3
Hematokrit
L 28,90
40 – 52
MCV
82,18
80 – 100
MCH
27,38
26 – 34
MCHC
33,20
32 – 36
8
Trombosit
H 577
150 – 440
RDW
12,20
11,5 – 14,5
Eosinofil absolute
L 0,04
0,045 – 0,44
Basofil absolute
0,01
0 – 0,02
Neutrofil absolute
H 26,50
1,8 – 8
Limfosit absolute
1,48
0,9 – 5,2
Monosit absolute
H 1,72
0,16 – 1
Eosinofil
L 0,10
2 – 4
Basofil
0,00
0 – 1
Neutrofil
H 87,70
50 – 70
Limfosit
L 6,50
25 – 40
Monosit
3,30
2 – 8
b. Kimia Klinik (Serum)
Pemeriksaan
Hasil
GDS
285
SGOT
11
SGPT
11
Kalium
L 3,7
Natrium
L 129
Albumin
L 2,4
c. Sero-imun (Serum)
HbsAg non-reaktif d. EKG
9
i.
Ritme
: Normo sinus
ii.
Frekuensi
: 1500/16 = 94 x/menit
iii.
Regularitas
: Reguler
iv.
Axis
: Lead I (+), AVF (+)
v.
Gel P
: lebar = 2 kotak kecil, tinggi = 1 kotak
kecil normal vi. vii.
Interval PR
: 4 kotak kecil normal
Kompleks QRS: 1 kotak kecil
normal
RSR’ di V1 dan V2
viii. Kesan VI.
Segmen ST
: di garis isoelektris
: normo-sinus
DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesis 1. luka di kaki kanannya. 2. perut terasa mual, 3. nyeri ulu hati 4. badan lemas 5. badan terasa menggigil 6. sering haus, sering merasa lapar dan sering kencing, 7. berat badannya terus menurun pemeriksaan fisik 8. Tekanan darah 140/80 mmHg 9. Conjungtiva palpebra anemis 10. Nyeri tekan epigastrium 11. Ulkus pedis dextra 12. Pulsasi dorsalis pedis menurun 10
Pemeriksaan penunjang 13. Leukosit H 30,25 14. Hb L 9,60 15. Ht L 28,90 16. eritrosit L 3,52 17. trombosit H 577 18. eosinofil L 0,10 19. neutrofil H 87,70 20. limfosit L 6,50 21. Natrium L 129 22. chlorida L 94 23. Albumin 2,4 24. GDS H285
VII. RESUME
Seorang perempuan berusia 61 tahun, datang poli RSUD Tugurejo dengan keluhan Luka di telapak kaki kanan. pasien mengeluh luka pada kaki tidak kunjung sembuh sejak 1,5 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan perut terasa sakit di ulu hati, mual dan badan semakin lemas. Pasien hanya makan sedikit, tidak muntah, BAB dan BAK tidak ada kelainan. Pasien mengaku badan masih sering menggigil. Kemudian pasien disarankan oleh dokter untuk rawat inap. Pada pemeriksaan mata didapatkan conjungtiva palpebra anemis. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri pada regio epigastrium. Pada pemeriksaan ekstremitas, terdapat ulkus pada kaki kanan, pulsasi arteri dorsalis pedis melemah. Pada darah rutin didapatkan: Leukosit H 30,25, Hb L 9,60, Ht L 28,90, eritrosit L 3,52, trombosit H 577, eosinofil absolut L0,04, netrofil absolut H26,50, monosit absolut 1,72 H, eosinofil L 0,10, neutrofil H 87,70, limfosit L 6,50, Natrium L 129, chlorida L 94, GDS 285. Pada hasil EKG didapatkan: normo-sinus
11
ANALISIS DAN SINTESIS 1. Abnormalitas 1,11, 12, 13, 18,19,20 ulkus diabetikum grade II 2. Abnormalitas 2,3,4,5 ,7,10,13,21,22 dispepsi 3. Abnormalitas 6,7,23,24
diabetes mellitus type II
4. Abnormalitas 8hipertensi grade I 5. Abnormalitas 4,9,14,16 anemia ringan normokromik normositik DAFTAR PROBLEM 1. Ulkus diabetikum grade II 2. Dispepsi 3. Diabetes mellitus type II 4. Hipertensi grade I 5. Anemia ringan normokromik normositik
VIII. Rencana Pemecahan masalah Problem : ulkus diabetikum grade II
-
Ass. Komplikasi :Infeksi
-
Ass. Etiologi
Terdapat tiga factor sebagai latar belakang /yang berperan untuk terjadinya ulkus diabetikum yaitu : angiopati, neuropati, dan infeksi
-
ipDx:
-
menentukan derajat ulkus dengan menggunakan tabel klasifikasi wagner
Grade 0 1 2 3 4
Tabel Kategori derajat luka berdasarkan klasifikasi Wagner Lesi Tidak ada luka terbuka, kulit utuh dan mungkin terdapat deformitas kaki seperti : claw, kalus, hallux, valgus, dll Ulkus superficial dan terbatas di kulit Ulkus dalam, tembus kulit sampai ke tendon, ligament, kapsul sendi, atau fasia bagian dalam tanpa abses atau osteomyelitis Ulkus dalam dengan atau abses, osteomielitis, sepsis sendi Gangrene terbatas pada jari kaki/kaki bagian distal dengan atau tanpa
12
selulitis Gangrene luas seluruh kaki
5
-
Ulkus grade II Terdapat beberapa jenis pemeriksaan diantaranya, Angiografi, Doppler Ultrasonik,
Platismografi
(pulse
volume
recording),
Oksimetri
ranskutan, Doppler Laser, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Angiografi Merupakan pemeriksaan standar baku emas yang bersifat invasive untuk mengetahui adanya oklusi, posisi dan luasnya oklusi serta mempermudah tindakan bedah vaskuler yang dilakukan. Tindakan invasive ini mudah terjadi thrombus sehingga tidak dilakukan sebagai pemeriksaan diagnostik rutin. Doppler Ultrasonik Pemeriksaan dengan mengirimkan gelombang ultrasonic ke pembuluh darah yang diperiksa. Apabila gelombang melanggar objek yang bergerak seperti eritrosit, gelombang akan dipantulkan kembali ke Doppler dengan frekwensi yang berbeda sesuai dengan efek Doppler. Alat Doppler dipakai juga untuk pemeriksaan Ankle Brachial Pressure Index (ABPI), yaitu rasio tekanan darah sistolik di pergelangan kaki dengan tekanan sistolik di pergelangan tangan. Nilai ABPI normal 0,9-1,1. Diagnosa PVP tegak bila nilainya 0,50,9, dikatakan berat jika nilainya < 0,5. Bila tekanan pergelangan kaki < 50 mmHg, ABPI < 0,26 merupakan resiko besar untuk kehilangan kaki.
Pletismografi / Pulse volume recording Dilakukan bila tekanan ABPI tingi diatas nilai normal atau terdapat kesulitan mendapatkan pulsasi arteri di dorsalis pedis dengan Doppler. Dengan alat ini akan direkam perubahan-perubahan volume darah yang diukur segmen persegmen. Oklusi dalam pembuluh darah akan memberikan gambaran gelombang yang khas pada segmen yang diukur.
13
Oksimetri Transkutan Dasar pemeriksaannya adalah dengan dijumpainya perbedaan pada tekanan partial oksigen transkutan di daerah tungkai dan di daerah badan, alat ini dapat mengetahui perfusi ke tungkai secara kuantitatif.
Doppler Laser Mengukur secara kuantitatif kecepatan aliran di pembuluh pembuluh darah kulit pada tungkai.
Magnetic Resonance Imaging Digunakan
untuk
menilai
pembuluh
darah,
mengevaluasi
pembedahan arteri dan morfologi dinding pembuluh darah. Pemeriksaan darah rutin dan albumin
-
ipTx:
Macam pengobatan pada umumnya tergantung pada stadiumnya, namun yang utama adalah pengendalian kadar gula darah, hipertensi dan dislipidemi. Infus NaCl 0,9% 20 tpm -
Inj. Cefotaxime 2x1 gr (IV)
-
Metronidazole 3x500 mg (IV)
-
Ganti balut perhari
Pengambilan sample kultur Konsul bedah untuk program debridemen
-
ipMx: Vital sign, Kondisi umum, kondisi luka
-
ipEX:
Hindari rokok, berjalan menggunakan alas kaki, mencuci kaki dengan air hangat.
Perawatan kuku
Pemeriksaan tapak kaki regular setiap hari, antara jari kaki
14
Kaki dibersihkan setiap hari, mempergunakan sabun yang lembut dan mempergunakan krem atau losion.
PROBLEM : Dispepsi -
Ass. Komplikasi Adapun
komplikasi
dari
penyakit
Dispepsia
yaitu:
perdarahan dan ulkus peptikum -
Ass. Etiologi : 1. Penyakit asam lambung 2. Kelainan motilitas : kelainan motilitas pada gastroduodenal dapat berujung pada gangguan distribusi awal makanan, disritmia lambung,
hipomotilitas
antral
dan
keterlambatan
dalam
pengosongan lambung. 3. Hiperalgesia viseral 4. Infeksi helicobacter pylory 5. intoleransi makanan 6. aerofagi -
ipDx :
-
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi dispepsia menjadi tiga tipe : 1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia), dengan gejala: a. Nyeri epigastrium terlokalisas b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid c. Nyeri saat lapar d. Nyeri episodik 2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspesia), dengan gejala: a. Mudah kenyang b. Perut cepat terasa penuh saat makan c. Mual d. Muntah
15
e.Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas) f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan 3. Dispepsia nonspesifik. -
Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urin. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9.
-
Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan.
-
Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus kecil dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung. Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik
-
ipTx :
-
sucralfat 3 x 1 cth antecoenam
-
Inj. Ranitidine 2x1 Ampul (IV)
-
ipMx : KU, vital sign
-
ipEx : -
Hindari makanan pencetus serangan
-
Menghindari stress
-
16
-
Stop merokok & alkohol
-
Stop kafein (stimulan asam lambung)
-
Menghindari makanan dan minuman soda
Problem 3 : diabetes mellitus tipe 2 -
Ass. Komplikasi : hiperkoagulasi, hipertensi, penyakit jantung koroner,neuropati perifer, kelainan pembuluh darah
-
ass. Etiologi : predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin
-
-
ipDx o
gula darah puasa dan 2 jam post prandial
o
A1c
o
Profil lipid pada keadaan puasa
o
Albuminuria
o
Keton, sedimen dan protein dalam urin
o
Elektrokardiogram
o
Foto sinar x data
ipTx : pilar penatalaksananan : edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani, intervensi farmakologis
-
Insulin Short Acting 3x 6 IU (SC)
-
ipMx : KU, vital sign, GDS per hari
-
ipEx : menjaga pola makan
problem : hipertensi grade I -
ass komplikasi : kerusakan organ target - pada
jantung : hipertrofi ventrikel kiri, angina atau infark
miokardium, gagal jantung -
otak : stroke atau transient ischemic attack
- penyakit
ginjal kronis
- penyakit
arteri perifer
17
-
retinopati
ass. Etiologi : hipertensi essensial : tidak diketahui penyebabnya hipertensi sekunder : karena adanya penyakit ginjal dsb faktor yang mempengaruhi hipertensi : faktor yang tidak dapat dimodifikasi : umur, jenis kelamin, ras, genetik faktor yang dapat dimodifikasi : obesitas, asupan garam, stress, aktivitas fisik
-
ipDx : pemeriksaan tekanan darah rutin pemeriksaan kimia darah : kolesterol, TG, LDL, HDL, ureum, kreatinin pemeriksaan rutin mata
-
ipTx : -
furosemid 1-0-0
-
captopril 3 x 25 mg
-
ipMx : KU, vital sign
-
ipEx : -
menurunkan asupan garam
-
meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak
latihan fisik
problem : anemia ringan normositik normokromik -
ass komplikasi : dapat menjadi anemia berat yang akan memperberat kerja jantung dan mengancam jiwa
-
ass. Etiologi :
-
Anemia akibat gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang i. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit 1. Anemia defisiensi besi 2. Anemia defisiensi asam folat 18
3. Anemia defisiensi vitamin B12 ii. Gangguan utilisasi besi 1. Anemia aibat penyakit kronik 2. Anemia sideroblastik iii. Kerusakan sumsum tulang 1. Anemia aplastik 2. Anemia mieloplastik 3. Anemia pada keganasan hematologi 4. Anemia diseritropoietik iv. Anemia akibat kekurangan eritropoeitin 1. Anemia pada GGK -
Anemia akibat hemoragi i. Anemia pasca perdarahan akut ii. Anemia akibat perdarahan kronik
-
Anemia hemolitik i. Anemia hemolitik intrakorpuskular 1. Ggg membran eritrosit 2. Ggg enzim eritrosit 3. Ggg hemoglobin c/ thalassemia ii. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular 1. Anemia hemolitik autoimun 2. Anemia hemolitik mikroangiopati 3. Lain - lain
-
Anemia dengan penyebab yang tidak diketahui
-
ipDx : -
Darah rutin dan hapusan darah tepi serta indeks eritrosit (morfologi)
-
Cek TIBC,ferritin serum, besi serum
ipTx :
19
-
Sulfas ferosus 2 x 200 mg (66mg besi elemental
meningkatkan eritropoesis 2 – 3 x) selama 3 hari -
Diet makanan bergizi tinggi protein
-
ipMx : KU, vital sign, Hb
-
ipEx : -
Istirahat dan diet tinggi protein
Ip Px : ad vitam
: dubia ad bonam
ad sanam
: dubia
ad fungsionam
IX.
: dubia
PROGRESS NOTE
Tanggal
15 Mei 2013
S
Perut terasa perih
O Keadaan umum
Tampak sakit sedang
Kesadaran
Compos mentis
TD
130/70 mmHg
N
83 x/m
RR
20 x/m
T
36,0°C
Kepala
mesochepal
Mata
Konjungtivsa pucat ( -/- ), sclera ikterik (-/-)
Leher
KGB membesar (-/-)
Thorax
sela iga tak melebar
Cor
Iktus kordis tak tampak, Konfigurasi jantung dalam batas normal, BJ I-II regula, bising jantung -/-
Pulmo
Taktil fremitus kanan=kiri, perkusi sonor seluruh lapang paru, SDV(+)N, wheezing(-/,-), ronki (-)
Abdomen
Datar, BU(+)normal, tympani, nyeri tekan (+), hepar/lien tidak teraba
Ekstremitas
Dalam batas normal
20
Pemerksaan
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
Penunjang
Lekosit
16,07
3,8 – 11
Eritrosit
3,40
3,8 - 5,2
Hemoglobin
9,30
11,7 – 15,5
Hematokrit
28,0
35 – 47
MCV
83,90
80 – 100
MCH
28,50
26 – 34
MCHC
33,90
32 – 36
583
150 – 440
14,90
11,5 – 14,5
Eosinofil
0,00
2 – 4
Basofil
0,20
0 – 2
Netrofil
59,70
50 – 70
Limfosit
5,70
25 – 40
Monosit
15,0
2 – 8
Trombosit RDW
Pemeriksaan kimia klinik
A
Natrium
128
135-145
Chlorida
3,5
3,5-5,0
Albumin
2,4
3,2 -5,2
Ulkus diabetikum, ht grade I, dm type II, hipoalbumin, anemia normositik normokromik, dispepsi
P
Istirahat
Infus Nacl 0,9% 20 tpm
Inj. Cefotaxime 2x1 gr (IV)
Metronidazole 3x500 mg (IV)
sucralfat 3 x 1 cth antecoenam
Inj. Ranitidine 2x1 Ampul (IV)
Insulin Short Acting 3x 6 IU (SC)
21
furosemid 1-0-0
captopril 3 x 25 mg
diit garam
program : pemberian infus albumin
Tanggal
16 Mei 2013
S
Perut terasa perih
O Keadaan umum
Tampak baik
Kesadaran
Compos mentis
TD
140/80 mmHg
N
82 x/m
RR
19 x/m
T
36,8°C
Kepala
mesochepal
Mata
Konjungtiva pucat ( -/- ), sclera ikterik (-/-)
Leher
KGB membesar -/-
Thorax
sela iga tak melebar
Cor
Iktus kordis tak tampak, Konfigurasi jantung dalam batas normal, BJ I-II regula, bising jantung -/-
Pulmo
Taktil fremitus kanan=kiri, perkusi sonor seluruh lapang paru, SDV(+)N, wheezing(-/-), ronki (-)
Abdomen
Datar, BU (+) normal, tympani, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba
Ekstremitas A
Dalam batas normal
Ulkus diabetikum, ht grade I, dm type II, hipoalbumin, anemia normositik normokromik, dispepsi
P
Terapi lanjut
22
VI. PEMBAHASAN
Pada laporan kasus berikut diajukan kasus seorang perempuan 61 tahun datang dengan keluhan terdapat luka di kaki kanan. pasien mengeluh luka pada kaki tidak kunjung sembuh sejak 1,5 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan perut terasa sakit di ulu hati, mual dan badan semakin lemas. Pasien hanya makan sedikit, tidak muntah, BAB dan BAK tidak ada kelainan. Pasien mengaku badan masih sering menggigil. Kemudian pasien disarankan oleh dokter untuk rawat inap. Pada pemeriksaan mata didapatkan conjungtiva palpebra anemis. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri pada regio epigastrium. Pada pemeriksaan ekstremitas, terdapat ulkus pada kaki kanan, pulsasi arteri dorsalis pedis melemah. Pada darah rutin didapatkan: Leukosit H 30,25, Hb L 9,60, Ht L 28,90, eritrosit L 3,52, trombosit H 577, eosinofil absolut L0,04, netrofil absolut H26,50, monosit absolut 1,72 H, eosinofil L 0,10, neutrofil H 87,70, limfosit L 6,50, Natrium L 129, chlorida L 94, GDS 285. Pada hasil EKG didapatkan: normo-sinus. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang didapatkan pasien menderita sakit diabetes mellitus dan hipertensi yang disertai dengan komplikasi yaitu ulkus pedis diabetikum. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin, atau keduanya. Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat mikrovaskular (retinopati diabetik, nefropati diabetik, neuropati diabetik, dan kardiomiopati) maupun makrovaskular (stroke, penyakit jantung koroner, peripheral vascular disease). Komplikasi lain dari DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetik. Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang disebabkan
oleh
diabetes
mellitus.
Faktor
utama
yang
mempengaruhi
terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Penderita kaki diabetik yang masuk
23
rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak dirasakan oleh penderita Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik. Secara umum faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi:
2
Faktor predisposisi Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan neuropati otonom. Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM yang lain (seperti mata kabur).
Faktor presipitasi
Perlukaan di kulit (jamur).
Trauma.
Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.
Faktor yang memperlambat penyembuhan luka
Derajat luka.
Perawatan luka.
Pengendalian kadar gula darah.
KLASIFIKASI A. Klasifikasi Edmonds ( King’s College Hospital , London, 2004-2005)
1
Stage 1: Normal Foot Stage 2: High Risk Foot Stage 3: Ulcerated Foot Stage 4: Infected Foot Stage 5: Necrotic Foot Stage 6: Unsalvable Foot . 1 B. Klasifikasi Liverpool Klasifikasi primer:
Vaskular
Neuropati
Neuroiskemik
Klasifikasi sekunder: Tukak sederhana, tanpa komplikasi
24
Tukak dengan komplikasi.
C. Klasifikasi Wagner
1
Wagner 0: Kulit intak/utuh Wagner 1: Tukak superfisial Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang) Wagner 3: Tukak dalam dengan infeksi Wagner 4: Tukak dengan gangren terlokalisasi Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki. 1 D. Klasifikasi Texas Tingkat Stadium
A
0
1
2
3
Tanpa tukak atau pasca tukak, kulit intak/utuh
Luka superfisial, tidak sampai tendon atau kapsul sendi
Luka sampai tendon atau kapsul sendi
Luka sampai tulang/sendi
B
----------------------------Dengan Infeksi----------------------------
C
---------------------------Dengan Iskemia---------------------------
D
--------------------Dengan Infeksi dan Iskemia--------------------
E. Klasifikasi PEDIS (I nter national Worki ng Group of D iabetic F oot , 2003)
Impaired Perfusion
1
1 2 3
None PAD + but not critical Critical limb ischemia
1 2
Superficial full thickness, not deeper than dermis Deep ulcer, below dermis, involving subcutaneous structures, fascia, muscle, or tendon All subsequent layers of the foot involved including
Size/Extent in mm Tissue Loss/Depth
3
bone and or joint Infection
1 2 3
No symptoms or signs of infection Infection of skin and subcutaneous tissue only Erythema > 2 cm or infection involving subcutaneous structure(s).
25
4
Impaired Sensation
1 2
No systemic sign(s) of inflammatory response Infection with systemic manifestation: Fever, leucocytosis, shift to the left Metabolic instability Hypotension, azotemia Absent Present
PENATALAKSANAAN A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan terjadinya ulkus, bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit. Pencegahan primer ini juga merupakan suatu upaya edukasi kepada para penyandang DM baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita kaki diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit. Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkna risiko terjadinya dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetik berdasarkan risiko terjadinya masalah (Frykberg) yaitu: 1 1) Sensasi normal tanpa deformitas 2) Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi 3) Insensitivitas tanpa deformitas 4) Iskemia tanpa deformitas 5) Kombinasi/complicated a) Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas b) Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot. Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya tukak, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut. Dengan memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya ulkus karena faktor mekanik akan dapat dicegah.
1
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Untuk kaki yang insensitif, alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang insensitif tersebut. Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus mengenai alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk kasus dengan permasalahan vaskular, latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk
26
memperbaiki vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang complicated , akan dibahas lebih lanjut pada upaya pencegahan sekunder.
1
B. Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multi-disipliner sangat diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya harus dikelola bersama. 1. M echanical contr ol (pr essur e control )
Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearing area pada plantar pedis. Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar tersebut akan rentan terhadap timbulnya luka. Berbagai cara untuk mencapai keadaan weight-bearing dapat dilakukan antara lain dengan removable cast walker , total contant casting , temporary shoes, felt padding , crutches, wheelchair , electric carts, maupun cradled insoles. 1 Berbagai cara surgikal juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka, seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi bedah (misalnya operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles tendon lengthening , dan partial calcanectomy). 1 2. Wound contr ol
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat mungkin. Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat. Debridement yang baik dan adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian akan sangat mengurangi produksi cairan/pus dari ulkus/gangren.
1
Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau iodine encer, senyawa perak sebagai bagian dari dressing, dll. Demikian pula berbagai cara debridement non surgikal dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pembersihan jaringan nekrotik luka, seperti preparat enzim.
1
Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan beranjak pada proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi. Untuk
27
menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka, dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat perawatan kaki diabetik. 1 3. M icr obiological control (i nf ection control)
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah yang berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004 di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram negatif serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup kuman Gram positif dan negatif (misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazol).
1
4. Vascul ar contr ol
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka. Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis, serta pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara noninvasif maupun invasif dan semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure, toe pressure, TcPO2, dan pemeriksaan echo Doppler serta arteriografi. 1 Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu berupa:
Modifikasi Faktor Risiko 1
Stop merokok
Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis (hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia)
Terapi Farmakologis
28
Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat seperti aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM; tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM.
1
Revaskularisasi Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan revaskularisasi, diperlukan pemeriksaan angiografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih jelas.
1
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas t erbuka. Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovaskular (PTCA). Pada keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi.
1
Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik, sehingga kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai faktor lain yang turut berperan. 1 Selain
itu,
terapi
hiperbarik
dilaporkan
juga
bermanfaat
untuk
memperbaiki vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetik sebagai terapi adjuvant . Walaupun demikian, masih banyak kendala untuk menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki diabetik.
1
5. M etabol ic contr ol
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar gula darah. Sta tus nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik akan membantu kesembuhan luka. Berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi ginjal.
1
6. Educational control
29
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik. Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal.
30
ALUR KETERKAITAN MASALAH
Trauma : mekanik, termis, kemis
Hilang rasa
Atropi interoseus
Deformitas, jari kaki, jar. Lemak, metatarsal menipis
31