KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Alhamdulillah karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus “Demam Dengue” ini
tepat pada waktunya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang membaca, agar penulis dapat mengkoreksi dan dapat membuat laporan kasus yang lebih baik kedepannya. Demikianlah laporan kasus ini dibuat sebagai tugas dari kegiatan klinis di stase Pediatri serta untuk menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Jakarta, Juli 2017
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………1 DAFTAR ISI…………………………………………………………………………..2 BAB I : LAPORAN KASUS 1.1
Identitas………………………………………………………………..3
1.2
Anamnesis……………………………………………………………..4 Anamnesis……………………………………………………………..4
1.3
Pemeriksaan Fisik…………………………………………………….. Fisik……………………………………………………..7 7
1.4
Pemeriksaan Penunjang………………………………………………1 Penunjang………………………………………………11 1
1.5
Resume………………………………………….........……………....12 Resume………………………………………….........…………… ....12
1.6
Assesment………………………………………….........……………12 Assesment………………………………………….........…………… 12
1.7
Diagnosa Kerja……………………………………………………….12 Kerja……………………………………………………….12
1.8
Penatalaksanaan………………………………………………………12 Penatalaksanaan……………………………………………………… 12
1.9
Follow Follow Up………………………………………….........……………13 Up………………………………………….........…………… 13
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi………………………………………………………………….14 Definisi………………………………………………………………….14 2.2. Etiologi………………………………………………………………….16 Etiologi………………………………………………………………….16 2.3. Patofisiologi...………………………………………………………… Patofisiologi... …………………………………………………………..17 ..17 2.4. Diagnosis Klinis……………………………………………………… Klinis………………………………………………………...20 ...20 2.5. Penatalaksanaan………………………………………………………… Penatalaksanaan…………………………………………………………23 23 BAB III : KESIMPULAN ………...…………………………………………………3 ………...…………………………………………………31 1 DAFTAR PUSTAK A………………………………………………………………..32 A………………………………………………………………..32
2
BAB I STATUS PASIEN 1.1 IDENTITAS PASIEN
No Rekam Medik
: 00 97 05 **
Nama
: An. MH
Jenis Kelamin
: Perempuan
TTL
: Medan, 15 januari 2008
Usia
: 9 tahun 6 bulan
Alamat
: Jl. Pelintah DSN VIII
Tanggal Masuk RS
: 2 Juli 2017
Ruang Perawatan
: Paviliun Badar
No Kamar
: 12
Dokter Anak
: dr. Yulia, Sp.A
3
1.2 ANAMNESIS
Anamnesis di Bangsal pada tanggal 2 Juli 2017
Keluhan Utama
: Demam naik turun 4 hari yl SMRS
Keluhan Tambahan
: Tidak mau makan 2 hari yl SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
: OS datang ke RS dengan keluhan demam 4 hari yl SMRS, demam naik turun. Keluhan disertai pusing (+), lemas (+), dan nyeri sendi (+). OT OS mengatakan OS lemas saat berjalan dan nafsu makan menurun. Timbul bintik2 merah, awalnya bintik2 timbul dikaki lalu ke tubuh yang lainnya. OS sempat berobat 5 hari yl tapi tidak ada perbaikan, lalu OS berobat ke klinik tadi pagi lalu dirujuk ke RSIJ.
Riwayat Penyakit Dahulu
: OS tidak pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya. OS tidak memiliki penyakit atopik. Riwayat trauma disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
: Tidak memiliki riwayat penyakit atopik pada keluarga dan tidak terdapat penyakit kelainan pembekuan darah..
Riwayat Pengobatan
: Tidak sedang menjalani pengobatan suatu penyakit. (OAT / OAE)
Riwayat Pola Makan
: 4
Nafsu makan baik, makan 3x/hari.
Riwayat Kehamilan
: Selama hamil ibu OS rutin periksa kehamilan (Antenatal Care) ke dokter, rajin meminum vitamin
atau
obat
penambah
darah,
mengkonsumsi sayuran dan tidak pernah terkena infeksi dan sakit selama hamil.
Riwayat Kelahiran
: OS lahir normal spontan, cukup bulan, langsung menangis tanpa harus dirangsang, tidak ada kekuningan. BBL: 3500 gram, PBL: 50 cm.
Riwayat Imunisasi
: OT mengatakan hanya pernah 2x dilakukan imunisasi saat usia 3 hari dan usia 1 minggu.
(Kesan imunisasi dasar belum lengkap )
Riwayat Tumbuh Kembang
: Pertumbuhan dan perkembangan saat bayi sesuai dengan usia
ersosialisasi dengan lingkungan sekitar
Anak selalu mendapatkan prestasi yang bagus
(Kesan: Pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia)
Riwayat Alergi
:
5
Tidak terdapat riwayat alergi obat, makanan, suhu dan debu. (Kesan : tidak ada alergi)
Riwayat Psikososial
:
Tinggal dengan ibu serta ayahnya. Lingkungan rumah bersih dan udara masuk ke dalam rumah. Ayah bukan seorang perokok.
6
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
-
Suhu
: 37oC (di bangsal)
- Nadi
: 110x/menit
-
: 28x/menit
Pernapasan
Antropometri
-
BB
: 22 kg
-
TB
: 130 cm
-
LK
: 50 cm
Status Gizi
-
BB/U x 100 % 7/10,8 X 100% = 64,81 %
-
buruk
TB/U x 100 % 69/76 X 100% = 90,78 %
-
Gizi
Mild
Stunting
BB/TB x100 % 7/10,8 X 100% = 64,81 %
Gizi
buruk
7
Status Generalis
-
Wajah
: Simetris dextra dan sinistra, tidak terdapat tanda-tanda peradangan, tidak terdapat adanya purpura, sianosis.
-
Rambut
: Hitam, distribusi merata, tidah mudah dicabut (tidak
rontok).
-
Kepala
:
Normocephal,
tidak
mikrosefalus
maupun
hidrosefalus,bentuk bulat, ubun-ubun belum tertutup dan datar, tidak terdapat tanda-tanda peradangan.
-
Mata
: Edema palpebra (-/-), Konjungtiva anemis (-/-), Sklera
ikterik (-/), refleks cahaya direk dan indirek (+/+), pupil isokor.
-
Hidung
: Pernapasan cuping hidung (-/-), darah (-/-), sekret (-/-), septum deviasi (-), tidak terdapat luka bekas trauma.
-
Telinga
:Normotia, serumen (-/-), tidak terdapat tanda-tanda
peradangan.
-
Mulut
: Bibir pucat (-), bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor
dan tremor (-), stomatitis (-).
-
Tenggorokan
: Faring hiperemis (+), tonsil membesar (-/-).
-
Leher
: Pembesaran KGB mandibular (-/-), pembesaran
kelenjar tiroid (-/-).
8
-
Thorax Pulmo :
Inspeksi
: Terlihat pengembangan dinding thorax yang simetris dextra sinistra, tidak terdapat retraksi dinding thorax, tidak
terdapat bagian dinding thorax yang tertinggal saat inspirasi, tidak terdapat tanda-tanda peradangan. Palpasi
: Teraba pengembangan dinding thorax yang simetris
dextra sinistra, Vocal fremitus simetris. Perkusi
: Terdengar suara sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Terdengar suara vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing ( -/- ) Cor
:
Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi
: Ictus cordis tidak teraba.
Perkusi
: Batas kiri linea midclavicularis sinistra Batas kanan linea parasternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni regular, murmur (-), gallop (-)
9
-
Abdomen Inspeksi
: Tidak ada distensi abdomen, tidak edema, tidak terdapat tanda-tanda peradangan
atau
tanda
perembesan plasma seperti petekie dan ekimosis. Auskultasi : Bising usus (+) normal. Palpasi
:
Tidak teraba pembesaran hepar dan spleen, turgor
:
Terdengar suara
kulit elastis. Perkusi
timpani
pada seluruh
lapang
abdomen.
-
-
Ekstremitas superior Akral
: Hangat (+/+)
Edema
: (-/-)
Sianosis
: (-/-)
RCT
: <2 detik
Ekstremitas inferior Akral
: Hangat (+/+)
Edema
: (-/-)
Sianosis
: (-/-)
RCT
: <2 detik
-
Kelenjar inguinal
: Tidak terdapat adanya pembesaran kelenjar.
-
Anus dan rectum
: Tidak terdapat tanda-tanda peradangan dan tidak
terdapat adanya perdarahan.
10
-
Genitalia
: Laki-laki, fimosis (-), tidak terdapat tanda-tanda
peradangan. -
Kulit
: Tidak pucat, tidak sianosis, turgor elastis kembali dengan cepat, tidak terdapat adanya tanda perembesan plasma seperti petekie, ekimosis.
-
Status Neurologis
: GCS: 15 Reflek fisiologis + Reflek patologis Tanda Rangsang Meningeal –
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal
Jam
Hb
Leukosit
Ht
Trombosit
2 juli 2017
19.14
11,6
2.130
35
83.000
3 juli 2017
09.11
12,2
3.480
37
60.000
3 juli 2017
17.49
12,1
3.930
37
52.000
4 juli 2017
08.12
12,9
4.590
39
52.000
4 juli 2017
18.36
12,4
5.430
38
79.000
11
1.5 RESUME
An. M usia 9 tahun datang dengan keluhan demam ± 4 hari yl, lemas (+) dan nyeri sendi (+). Pada pemeriksaan fisik ditemukan S: 36,7 oC, Nadi: 98 x/mnt, Pernapasan: 24 x/mnt, petekie pada tangan, kaki dan kening. Pada pemeriksaan neurologis GCS 15, tanda rangsang meningeal ( – ). Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan: leukosit : 2.130 µL, trombosit: 83.000 µL. 1.6 ASSESSMENT
:
Demam Berdarah Dengue
Demam Dengue
Demam Typhoid
1.7 DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Klinis
: Demam Dengue
Diagnosis Gizi
: Gizi Kurang
Diagnosis Imunisasi : Imunisasi dasar tidak lengkap
Diagnosis Tum-Bang : Pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia
1.8 TERAPI Planning :
a. Infus
: Cairan IVFD Asering 20 tpm
b. Oral
:
Praxion forte syr
3x1 cdo
Imbost syr
3x1 cdo
Ranitidin
2x25 mg
12
1.9 FOLLOW UP Hari/tanggal
S
O
A
2 juli 2017
Demam (+),
S: 37 C
DHF
(13.30)
pusing (+),
RR : 28 x/m
DD
nyeri sendi
N: 110 x/m
(+), tidak
Ext: bintik2 merah
nafsu makan
pada kaki, lengan
P
Terapi Lanjutan
dan kening. 2 juli 2017
Demam (-),
S: 36,8 C
DHF
(19.00)
pusing (+),
RR : 25 x/m
DD
nyeri sendi
N: 102 x/m
(+), tidak
Ext: bintik2 merah
nafsu makan.
pada kaki, lengan
Terapi Lanjutan
dan kening
3 juli 2017
Badan & kaki
S: 36,6 C
DHF
(10.30)
pegal2, lemas
RR : 20 x/m
DD
(+), nafsu
N: 100 x/m
makan
Ext: bintik2 merah
membaik.
mulai berkurang.
3 juli 2017
Lutut &
S: 36,5 C
DHF
(20.30)
panggul
RR : 22 x/m
DD
nyeri, nafsu
N: 100 x/m
makan
Ext: bintik2 merah
membaik.
berkurang
Terapi Lanjutan
Terapi Lanjutan
13
4 juli 2017
Nyeri sendi
S: 36 C
DHF
(14.30)
(+), nafsu
RR : 24 x/m
DD
makan baik.
N: 98 x/m
Terapi Lanjutan
Ext: bintik2 merah tinggal sedikit 4 juli 2017
Nyeri sendi
S: 36,8 C
DHF
(17.30)
(+), nafsu
RR : 22 x/m
DD
makan baik.
N: 90 x/m
Terapi Lanjutan
Ext: bintik2 merah tinggal sedikit 5 juli 2017
Demam (-),
S: 36 C
DHF
(05.30)
pusing (-),
RR : 26 x/m
DD
nyeri sendi (-
N: 102 x/m
), nafsu
Pem. Lab: trombosit
makan baik.
meningkat
Rencana pulang
14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Penyakit febris virus akut yang seringkali disertai dengan tanda-tanda klinis berupa nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam, sakit kepala hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, gangguan rasa mengecap, trombositopenia ringan, dan petekie spontan.
2.2
Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 mm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan flavivirus lain seperti yellow fever, japanese encehphalitis dan west nille virus. Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus, kelinci,anjing, kelelawar, dan primate. Survei epidemiologi pada hewan ternak di dapatkan antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada artropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus aedes (stegomyia) dan toxorhynchites. 2.3
Epidemiologi
Penyakit ini terdapat di daerah tropis, terutama di negara asean dan pasific barat. terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah yaitu di tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air disekitar rumah.
15
Infeksi primer maupun sekunder dengue pada orang dewasa mungkin menimbukan perdarahan gastrointestinal yang parah. begitu juga kasus peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Contoh, tahun 1988 di Taiwan, banyak orang dewasa yang mengalai pedarahan yang berat yang di hubungkan dengan DEN -1 juga mengalami penyakit ulkus peptikum. Masa inkubasi ekstrinsik berlangsung selama 8 – 10 hari. Infeksi virus dengue pada manusia disebabkan oleh gigitan nyamuk Masa inkubasi instrinsik sekitar 4 – 13 hari (rata – rata 4 – 7 hari ) Viraemia tampak sebelum awitan gejala dan berlangsung selama rata – rata lima hari setelah awitan. Penularan vertikan dapat terjadi, yang mungkin penting bagi kelangsungan hidup virus, tetapi tidak dalam siklus epidemi.
2.4
Klassifikasi
Klasifikasi DHF berdasarkan patokan dari WHO (1999) DBD dibagi menjadi 4 derajat : 1.
Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanoa perdarahan spontan uji torniquet (+), trombositopenia dan hemokonsentrasi. 2.
Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain. 3.
Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari. 4.
Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur. Dengue Shock Syndrome ( DSS ) Dengue shock syndrome ( DSS ) adalah sindroma syok yang terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau demam berdarah dengue. Dengue syok sindrom bukan saja merupakan suatu permasalahan kesehatan masyarakat yang menyebar dengan luas atau tiba – tiba, tetapi juga merupakan suatu permasalahan klinis, karena 30 – 50 % penderita demam berdarah
16
dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan demam suatu kematian terutama bila tidak ditangani secara dini dan adekuat.
2.5
Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia,seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran – pembesaran kelenjar – kelenjar getah bening, hati dan limfa. Ruam pada DHF disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF adalah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena penglepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intra vaskular. Hal ini berakibat
berkurangnya
volume
hemokonsentrasi,hipoproteinemia,efusi
plasma,terjadinya dan renjatan.
Plasma
hipotensi, merembes
selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya pada saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%. Adanya kebocoren plasma ke daerah ekstravaskular dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard yang pada autopsi ternyata melebihi jumlah cairan yang telah diberikan sebelumnya melalui infus. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoreksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah pemberian plasma / ekspander plasma yang efektif, sedangkan pada autopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang destruktif atau akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah mungkin disebabkan mediator farmakologis yang bekerja singkat. Sebab lain kematian pada DHF adalah pedarahan hebat, yang 17
biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak teratasi. Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi. Trombositopenia
yang
dihubungkan
dengan
meningkatnya
megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit. Penyidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadinya dalam
sistem
retikuloendotelial.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan sistem koagulasi disebabkan di antaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terbukti terganggu oleh aktivitas sistem koagulasi. Masakah tidaknya DIC pada DHF / DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat, sejak lama telah menjadi bahan perdebatan. Telah terbukti bahwa DIC secara potensial dapat terjadi juga pada pasien DHF tanpa renjatan. Dikatakan pada masa dini DHF, peran DIC tidak menonjol dibandingkan dengan perembesan plasma, tetapi bila penyakit memburuk dengan terjadinya asidosis dan renjatan, maka renjatan akan memperberat DIC sehingga perannya akan menonjol. 2.6
Manifestasi Klinis
Demam Awalnya akut, cukup tinggi, dan kontinu, berlangsung lama 2 – 7 hari • Setiap manifestasi perdarahan berikut : petekia, purpura, ekimosis,epistaksis, gusi berdarah, dan hematemesis dan / atau melena. • Uji torniquet positif Uji torniquet dilakukan dengan memompa manset tekanan darah sampai suatu titik tengah antara tekanan sistolik dan diastolik selama 5 menit. Hasil uji di nyatakan positif jika tampak 10 atau lebih petekia per 2,5 cm2. Pada kasus DHF, uji tersebut biasanya memberikan hasil yang pasti positif bila tampak 20 petekia atau lebih. Hasil uji mungkin negatif atau agak positif selama fase 18
syok yang dalam. Hasil tersebut kemudian akan menjadi positif, bahkan terkadang sangat positif, jika dilakukan setelah pulih dari syok. • Pembesaran hati (hepatomegali) Tampak pada beberapa tahap penyakit yaitu sekitar 90 – 98 % pada anak anak di thailand, tetapi di negara lain frekuensinya mungkin bervariasi. • Syok Di tandai dengan denyut yang cepat dan lemah di sertai tekanan denyut yang menurun ( 20 mmHg atau kurang ), atau hipotensi, juga dengan kulit yang lembab, dingin, dan gelisah. •
Temuan laboratorium
-
Trombositipenia ( 100.000 / mm3 atau kurang )
-
Hemokonsentrasi, peningkatan jumlah hematokrit sebanyak 20% atau
lebih. Dua kriteria klinis pertama, di tambah dengan trombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan jumlah hematokrit, sudah cukup untuk menetapkan diagnosis klinis DHF. Efusi pleura ( tampak melalui rontgen dada ) dan / atau hipoalbuminemia menjadi bukti penunjang adanya kebocoran plasma. Bukti ini sangat berguna terutama pada pasien yang anemia dan / atau mengalami perdarahan berat. Pada kasus syok, jumlah hematokrit yang tinggi dan trombositipenia memperkuat diagnosis terjadinya DHF / DSS. 2.7
Pemeriksaan Penunjang
•
Darah Pada DHF umumnya dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Uji tourniquetyang positif merupakan pemeriksaan penting. Masa pembekuan masih dalam batas normal, tetapi masa perdarahan biasanya memanjang. Pada analisis kuantitatif ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX, dan X. Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta
19
hipokloremia. SGPT, SGOT, ureum dan pH darahmungkin meningkat, sedangkan reserve alkali merendah. •
Air Seni Mungkin ditemukan albuminuria ringan.
•
Sumsum Tulang Pada awal sakit biasanya hiposelular, kemudian menjadi hiperselular
pada hari ke – 5 dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari ke – 10 biasanya sudah kembali normal untuk semua sistem. •
Serologi
Uji serulogi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan atas dua kelompok besar, 1.
yaitu:
Uji serulogi memakai serum ganda, yaitu serum yang diambil pada masa
akut dan masa konvalesen. Pada uji ini yang dicari adalah kenaikan antibodi antidengue sebanyak minimal empat kali. Termasuk dalam uji ini pengikatan komplemen ( PK ), uji neutralisasi ( NT ) dan uji dengue blot. 2.
Uji serulogi memakai serum tunggal. Pada uji ini yang dicari ada
tidaknya atau titer tertentu antibodi antidengue. Termasuk dalam golongan ini adalah uji dengue blot yang mengukur antibodi antidengue tanpa memandang kelas antibodinya ; uji IgM antidengue yang mengukur hanya antibodi antidengue dari kelas IgM.
2.8
Tatalaksana
Setiap pasien tersangka DHF sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan pasien penyakit lain, sebaiknya pada kamar yang bebas nyamuk ( berkelambu ). Penatalaksanaan pada DHF ialah : 1.
Tirah baring
2.
Makanan lunak
Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5 – 2 liter dalam 24 jam ( susu, air gula atau sirop ) atau air tawar ditambah dengan garam saja. 3.
Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat 20
diberikan kompres es di kepala,ketiak, dan inguinal. Antipireti k sebaiknya dari golongan asiminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian asetosal karena bahaya perdarahan. 4. Antibiotik
diberikan
apabila
terdapat
kekuatiran
infeksi
sekunder.
Pasien DHF perlu diobservasi telititerhadap penemuan dini tanda renjatan, yaitu : 1.
Keadaan umum memburuk
2.
Hati semakin membesar
3.
Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia
4.
Hematokrit meninggi pada pemeriksan berkala
Dalam hal ini ditemukan tanda – tanda dini tersebut, infus harus disiapkan dan terpasang pada pasien. Observasi meliputi pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernapasan ; serta Hb dan Ht setiap 4 – 6 jam pada hari – hari pertama pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam. Terapi untuk DSS bertujuan utama untuk mengembalikan volume cairan intravaskuler dengan pemberian segera cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl faali, laktat Ringer atau bila terdapat renjatan yang berat dapat dipakai plasma atau ekspander plasma. Jumlah cairan dan kecepatan pemberian cairan disesuaikan dengan perkembangan klinis. Kecepatan tetesan permulaan ialah 20 ml / kg BB, dan bila renjatan telah diatasi, kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml / kg BB / jam. Pada kasus dengan renjatan berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak tampak perbaikan, di usahakan pemberian plasma atau ekspander plasma atau dekstran atau preparat hemasel dengan jumlah 15 – 29 ml / kg BB. Dalam hal ini perlu diperhatikan keadaan asidosis yang harus dikoreksi dengan Na – bikarbonas.
Pada
umumnya
untuk
menjaga
keseimbangan
volume
intravaskuler, pemberian cairan intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun plasma dipertahankan 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. 21
1.
Pasien dengan perdarahan yang membahayakan ( hematemesis dan
melena 2.
)
Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan
kadar Hb dan Ht. Pemberian kortikolsteroid dilakukan setelah terbukti tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara terapi tanpa atau dengan kortikosteroid. Pada pasien dengan renjatan yang lama ( prolonget shock ), DIC diperkirakan merupakan penyebab utama perdarahan. Bila dengan pemeriksaan hematemesis terbukti adanya
DIC,
heparin
perlu
diberikan.
22
Gambar 1. Alur Tatalaksana DBD grade 1 dan 2
Gambar 2. Alur Tatalaksana DBD grade 3 dan 4
23
DAFTAR PUSTAKA
Peters H, Gilles Wol. Tropical medicine & Parasitology. 3rd. London: Medical Publications ; 1991. WHO. Dengue hemorrhagic fever Diagnosis, treatment, prevention and control . Page: 25,68. Geneva WHO. 1997. UI. Demam Berdarah Dengue: Pelatihan bagi pelatih, dokter spesialis anak, dan dokter spesialis penyakit dalam, dalam tatalaksana kasus DBD . Balai Penerbit FKUI; Jakarta, 1999. Alvin Kliegman Behrman. Ilmu Kesehatan Anak NELSON . Edisi 15 Vol 2. EGC. Garna, Herry, Heda Melinda. Ilmu Kesehatan Anak Pedoman Diagnosis dan Terapi. Edisi 3. Bandung : 2005. Tjokronegoro, Arjatmo, Hendra Utama. Demam Berdarah Dengue. Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia. Jakarta: 2005. Soedarmo, Soemarmo S., dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2008. UI. Pedoman pelayanan medis IDAI . Jilid 1. 2010.
24