Laporan Kasus
ABSES SUBMANDIBULA
Oleh:
Ayu Syartika, S.Ked
04054821618136 04054821618136
Riana Eka Emas Santi, S.Ked
04011181320010 04011181320010
Pembimbing:
dr. Lisa Apri Yanti, Sp.T.H.T.K.L, F.I.C.S.
D E P A R T E M E N I L M U K E S E H A T A N T H T – K K L FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG PALEMBANG 2017
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan kasus dengan judul: Abses Submandibula
Oleh: Ayu Syartika, S.Ked Riana Eka Emas Santi, S.Ked
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Departemen Ilmu Keshatan THT-KL Fakultas Fakultas Kedokteran Universitas Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang periode 24 Juli – – 28 28 Agustus 2017.
Palembang, Palembang, Agustus 2017
dr. Lisa Apri Yanti, Sp.T.H.T.K.L, F.I.C.S
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan
laporan
kasus
yang
berjudul
“Abses
Submandibula” sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di di Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Lisa Apri Yanti, Sp.T.H.T.K.L, FICS selaku pembimbing laporan kasus ini yang telah memberikan bimbingan dan nasihat nasihat dalam penyusunan laporan laporan kasus ini. Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar laporan kasus ini menjadi lebih baik. Harapan penulis semoga laporan kasus ini bisa membawa manfaat bagi semua orang dan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya.
Palembang, Palembang, Agustus Agustus 2017
Penulis
2
BAB I PENDAHULUAN
Abses adalah kumpulan pus yang terletak dalam satu kantung yang terbentuk dalam jaringan yang disebabkan oleh suatu proses infeksi oleh bakteri, parasit atau benda asing lainnya. Abses merupakan reaksi pertahanan yang bertujuan mencegah agen-agen agen-a gen infeksi menyebar men yebar ke bagian tubuh lainnya. Pus itu sendiri merupakan suatu kumpulan sel-sel jaringan lokal yang mati, sel-sel darah putih, organisme penyebab infeksi atau benda-benda asing dan racun yang dihasilkan oleh organisme dan sel-sel darah.1,2,3 Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah submandibula. Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual s ublingual dan submaksila yang dipisahkan oleh otot milohioid. Ruang submaksila dibagi lagi menjadi ruang submental dan submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam ( deep neck infection). infection). Pada umumnya sumber infeksi pada ruang submandibula berasal dari proses infeksi dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibular. 1 Selain disebabkan oleh infeksi gigi, infeksi di ruang submandibula bisa disebabkan oleh limfadenitis, trauma, atau pembedahan dan bisa juga sebagai kelanjutan infeksi ruang leher dalam lain. Penyebab infeksi dapat disebabkan oleh kuman aerob, anaerob atau campuran. 4 Gejala klinis abses submandibula meliputi demam tinggi, nyeri leher disertai pembengkakan di bawah mandibula dan atau di bawah lidah, mungkin berfluktuasi. Dapat juga terjadi sakit pada dasar mulut, trismus, indurasi submandibula dan kulit di bawah dagu eritema dan oedem. 5 Penatalaksanaan abses submandibula dapat diberikan terapi antibiotik yang adekuat dan drainase abses. Umumnya pasien diberikan antibiotik intravena untuk kuman aerob dan anaerob. Drainase abses abses dapat dapat berupa berupa aspirasi abses atau insisi dan eksplorasi, tergantung pada luasnya abses dan komplikasi yang ditimbulkannya. ditimbulkannya. 5 Dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) tahun 2012, kompetensi seorang dokter umum adalah dapat mendiagnosis abses submandibula
3
dan menentukan rujukan yang paling tepat ke layanan kesehatan yang lebih tinggi. Oleh karena itu laporan kasus ini dibuat untuk mengetahui dasar diagnosis dan mengetahui tata laksana dari abses submandibula sebagai bahan untuk memberikan informasi dan edukasi kepada keluarga pasien.
4
BAB II STATUS PASIEN
1. Identitas Penderita
Nama
: Tn. ZR
Umur
: 35 tahun
Status Poliklinik
: IGD RSMH
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Supir
Alamat
: Meranti, Suak Tapeh, Banyuasin
2. Anamnesis (27 Juli 2017, pukul 10.00 WIB) Keluhan Utama :
Bengkak rahang bawah sebelah kiri dan di bawah dagu. Keluhan Tambahan :
Sulit membuka mulut. Riwayat Perjalanan Penyakit :
± 3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh muncul benjolan sebesar kelereng di rahang bawah sebelah kiri. Benjolan berwarna kemerahan, terasa nyeri, panas dan tidak dapat digerakkan. Pasien masih dapat makan dan minum seperti biasa. Suara serak tidak ada, sesak napas tidak ada, sakit kepala tidak ada, demam ada, sakit gigi ada di geraham kiri bawah sejak 6 bulan yang lalu. Riwayat ketulangan disangkal. Telinga dan hidung tidak ada keluhan. Sejak ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit, benjolan dirasakan semakin lama semakin membesar dan menjalar ke bawah dagu. Benjolan berwarna kemerahan, terasa nyeri dan panas, pasien mengeluh mulai sulit membuka mulut, nyeri menelan ada, sulit menelan ada, demam ada, sakit kepala tidak ada, sesak napas tidak ada. Telinga dan hidung tidak ada keluhan. Pasien lalu datang ke IGD RSMH dan dirujuk ke bagian THT-KL.
5
Riwayat penyakit yang pernah diderita:
Riwayat sakit yang sama sebelumnya disangkal.
Riwayat darah tinggi disangkal.
Riwayat kencing manis disangkal.
Riwayat trauma fisik sebelumnya disangkal.
Riwayat sakit gigi geraham kiri bawah (+) sejak 6 bulan yang lalu.
Riwayat Pengobatan:
Riwayat pengobatan sebelumnya disangkal
Riwayat Penyakit dalam Keluarga:
Riwayat keluhan yang sama pada keluarga disangkal.
Riwayat Kebiasaan:
Jarang menyikat gigi (+), mengorek gigi menggunakan tangan (+), tidak pernah mengontrol gigi ke dokter gigi (+), merokok (+), minum kopi (+) 2 gelas setiap hari.
3. Pemeriksaan A. Status Generalis
Keadaan Umum
: tampak sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan Darah
: 120/70mmHg
Nadi
: 84 kali/menit
Pernafasan
: 22 kali/menit
Suhu
: 36,5 oC
B. Keadaan Spesifik
Kepala
: Normocephali, warna rambut hitam, rambut licin, tidak mudah dicabut, alopesia (-), nyeri tekan supra dan infra orbita (-), deformitas tulang kepala (-)
6
Mata
: Konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung
: Deviasi septum nasal (-), sekret (-)
Leher
: JVP (5-2 cmH2O), angulus mandibula teraba, terdapat pembengkakan di bawah dagu dan rahang bawah sebelah kiri ukuran 6x5x4 cm, batas tidak tegas, warna kemeraham, nyeri tekan (+), mobilitas (-), konsistensi lunak, fluktuatif, dan pus (+)
Thoraks
: Barrel chest (-), venektasi (-)
Pulmo
Inspeksi
Statis dinamis: simetris kanan=kiri, retraksi dinding dada (-)
Palpasi
Stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi
Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi
Vesikuler (+) di kedua lapangan paru, rhonki (-), wheezing (-)
Cor
Inspeksi
Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi
Iktus kordis teraba di ICS V LMC sinistra
Perkusi
Batas jantung normal
Auskultasi
HR 84 x/menit, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi
Datar, venektasi (-), penonjolan setempat (-).
Palpasi
Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi
Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi
Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Superior
Akral hangat (+), edema pretibial (-)
7
C. Status Lokalis
Telinga I. Telinga Luar
Kanan
Kiri
-Abses
Tidak ada
Tidak ada
-Sikatrik
Tidak ada
Tidak ada
-Pembengkakan
Tidak ada
Tidak ada
-Fistula
Tidak ada
Tidak ada
-Jaringan granulasi
Tidak ada
Tidak ada
-Kista Brankial Klep
Tidak ada
Tidak ada
-Fistula
Tidak ada
Tidak ada
-Lobulus Aksesorius
Tidak ada
Tidak ada
-Mikrotia
Tidak ada
Tidak ada
-Efusi perikondrium
Tidak ada
Tidak ada
-Keloid
Tidak ada
Tidak ada
-Nyeri tarik aurikula
Tidak ada
Tidak ada
-Nyeri tekan tragus
Tidak ada
Tidak ada
Lapang
Lapang
-Oedema
Tidak ada
Tidak ada
-Hiperemis
Tidak ada
Tidak ada
-Pembengkakan
Tidak ada
Tidak ada
-Erosi
Tidak ada
Tidak ada
-Krusta
Tidak ada
Tidak ada
-Sekret
Tidak ada
Tidak ada
Regio Retroaurikula
Regio Zigomatikus
Aurikula
Meatus Akustikus Eksternus -Lapang/sempit
(serous/seromukus/mukopus/pus)
8
-Perdarahan
Tidak ada
Tidak ada
-Bekuan darah
Tidak ada
Tidak ada
-Cerumen plug
Tidak ada
Tidak ada
-Epithelial plug
Tidak ada
Tidak ada
-Jaringan granulasi
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Ada
-Banda asing
Tidak ada
Tidak ada
-Sagging
Tidak ada
Tidak ada
-Exostosis
Tidak ada
Tidak ada
Putih
Putih
Bulat
Bulat
-Pembuluh darah
Tidak tampak
Tidak tampak
-Refleks cahaya
(+) arah jam 5
(+) arah jam 7
-Retraksi
Tidak ada
Tidak ada
-Bulging
Tidak ada
Tidak ada
-Bulla
Tidak ada
Tidak ada
-Ruptur
Tidak ada
Tidak ada
-Perforasi
Tidak ada
Tidak ada
-Pulsasi
Tidak ada
Tidak ada
-Sekret
Tidak ada
Tidak ada
-Kolesteatoma
Tidak ada
Tidak ada
-Polip
Tidak ada
Tidak ada
-Jaringan granulasi
Tidak ada
Tidak ada
-Debris
II.Membran Timpani -Warna (putih/suram/hiperemis/hematoma) -Bentuk (oval/bulat)
9
Gambar Membran Timpani
III. Tes Khusus
Kanan
Kiri
1.Tes Garpu Tala Tes Rinne
+
+
Tes Weber
Lateralisasi (-)
Lateralisasi (-)
Normal
Normal
Tes Scwabach 2.Tes Audiometri
-
-
3.Tes Fungsi Tuba
Kanan
Kiri
-Tes Valsava
Tidak
Tidak
-Tes Toynbee
dilakukan
dilakukan
4.Tes Kalori
Kanan
Kiri
-Tes Kobrak
Tidak
Tidak
dilakukan
dilakukan
Hidung I.Tes Fungsi Hidung
Kanan
Kiri
-Tes aliran udara
Normal
Normal
-Tes penciuman
Normal
Normal
10
Teh Kopi Tembakau
II.Hidung Luar
Kanan
Kiri
-Dorsum nasi
Normal
Normal
-Akar hidung
Normal
Normal
-Puncak Hidung
Norrnal
Normal
-Sisi hidung
Normal
Normal
-Ala nasi
Normal
Normal
-Deformitas
Tidak ada
Tidak ada
-Hematoma
Tidak ada
Tidak ada
-Pembengkakan
Tidak ada
Tidak ada
-Krepitasi
Tidak ada
Tidak ada
-Hiperemis
Tidak ada
Tidak ada
-Erosi kulit
Tidak ada
Tidak ada
-Vulnus
Tidak ada
Tidak ada
-Ulkus
Tidak ada
Tidak ada
-Tumor
Tidak ada
Tidak ada
Tidak
Tidak
tersumbat
tersumbat
Kanan
Kiri
-Sikatrik
Tidak ada
Tidak ada
-Stenosis
Tidak ada
Tidak ada
-Atresia
Tidak ada
Tidak ada
-Furunkel
Tidak ada
Tidak ada
-Krusta
Tidak ada
Tidak ada
-Sekret
Tidak ada
Tidak ada
-Duktus nasolakrimalis (tersumbat/tidak tersumbat) III.Hidung Dalam 1. Rinoskopi Anterior a.Vestibulum nasi
11
b.Kolumela -Utuh/tidak utuh
Utuh
-Sikatrik
Tidak ada
-Ulkus
Tidak ada
c. Kavum nasi -Luasnya (lapang/cukup/sempit)
Lapang
Lapang
-Sekret
Tidak ada
Tidak ada
-Krusta
Tidak ada
Tidak ada
-Bekuan darah
Tidak ada
Tidak ada
-Perdarahan
Tidak ada
Tidak ada
-Benda asing
Tidak ada
Tidak ada
-Rinolit
Tidak ada
Tidak ada
-Polip
Tidak ada
Tidak ada
-Tumor
Tidak ada
Tidak ada
Eutrofi
Eutrofi
(basah/kering)
Basah
Basah
(licin/tak licin)
Licin
Licin
-Warna
Merah muda
Merah muda
-Tumor
Tidak ada
Tidak ada
Eutrofi
Eutrofi
(basah/kering)
Basah
Basah
(licin/tak licin)
Licin
Licin
-Warna
Merah muda
Merah muda
-Tumor
Tidak ada
Tidak ada
Tidak dapat
Tidak dapat
dinilai
dinilai
d. Konka Inferior -Mukosa (erutofi/ hipertrofi/atrofi)
e. Konka media -Mukosa (erutofi/ hipertrofi/atrofi)
f.Konka superior - Mukosa (erutofi/ hipertrofi/atrofi) (basah/kering) (licin/tak licin)
12
-Warna -Tumor g. Meatus Medius -Lapang/ sempit
Lapang
Lapang
Tidak ada
Tidak ada
-Polip
Tidak ada
Tidak ada
-Tumor
Tidak ada
Tidak ada
Lapang
Lapang
Tidak ada
Tidak ada
-Polip
Tidak ada
Tidak ada
-Tumor
Tidak ada
Tidak ada
Eutrofi
Eutrofi
(basah/kering)
Basah
Basah
(licin/tak licin)
Licin
Licin
-Warna
Merah muda
Merah muda
-Tumor
Tidak ada
Tidak ada
-Deviasi (ringan/sedang/berat)
Tidak ada
Tidak ada
(kanan/kiri)
deviasi
deviasi
-Krista
Tidak ada
Tidak ada
-Spina
Tidak ada
Tidak ada
-Abses
Tidak ada
Tidak ada
-Hematoma
Tidak ada
Tidak ada
-Perforasi
Tidak ada
Tidak ada
-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus)
h. Meatus inferior -Lapang/ sempit -Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus)
i. Septum Nasi -Mukosa (eutrofi/ hipertrofi/atrofi)
(superior/inferior) (anterior/posterior) (bentuk C/bentuk S)
13
-Erosi septum anterior
Tidak ada
Tidak ada
Gambar Dinding Lateral Hidung Dalam
Gambar Hidung Dalam Potongan Frontal
2.Rinoskopi Posterior
Kanan
-Postnasal drip -Mukosa (licin/tak licin)
14
Kiri
Tidak
Tidak
dilakukan
dilakukan
(merah muda/hiperemis) -Adenoid -Tumor -Koana (sempit/lapang) -Fossa Russenmullery (tumor/tidak) -Torus tobarius (licin/tak licin) -Muara tuba (tertutup/terbuka) (sekret/tidak)
Gambar Hidung Bagian Posterior
IV.Pemeriksaan Sinus Paranasal
Kanan
Kiri
-infraorbitalis
Tidak ada
Tidak ada
-frontalis
Tidak ada
Tidak ada
-kantus medialis
Tidak ada
Tidak ada
-Pembengkakan
Tidak ada
Tidak ada
-Transiluminasi
Tidak
Tidak
dilakukan
dilakukan
-Nyeri tekan/ketok
-regio infraorbitalis -regio palatum durum
15
Tenggorok I.Rongga Mulut
Kanan
Kiri
-Lidah (hiperemis/udem/ulkus/fissura)
Edema
Edema
(mikroglosia/makroglosia)
Normal
Normal
(leukoplakia/gumma)
Tidak ada
Tidak ada
(papilloma/kista/ulkus)
Tidak ada
Tidak ada
-Gusi (hiperemis/udem/ulkus)
Normal
Normal
-Bukal (hiperemis/udem)
Normal
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Normal
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Normal
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Ada
Kanan
Kiri
-Palatum molle
Sulit dinilai
Sulit dinilai
-Uvula
Sulit dinilai
Sulit dinilai
-Pilar anterior
Sulit dinilai
Sulit dinilai
-Pilar posterior
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
(vesikel/ulkus/mukokel) -Palatum durum (utuh/terbelah/fistel) (hiperemis/ulkus) (pembengkakan/abses/tumor) (rata/tonus palatinus) -Kelenjar ludah (pembengkakan/litiasis) (striktur/ranula) -Gigi geligi (mikrodontia/makrodontia) (anodontia/supernumeri) (kalkulus/karies) II.Faring
(pembengkakan/ulkus) -Dinding belakang faring (hiperemis/edema) (granuler/ulkus) (secret/membran) -Tonsil Palatina (derajat pembesaran) (permukaan rata/tidak)
16
(konsistensi kenyal/tidak) (lekat/tidak) (kripta lebar/tidak) (dentritus/membran) (hiperemis/udem) (ulkus/tumor)
Aspirasi dari region submandibula dan region submental didapatkan pus bercampur darah.
Rumus gigi-geligi
III.Laring
Kanan
Kiri
1.Laringoskopi tidak langsung (indirect) -Dasar lidah (tumor/kista)
Sulit dinilai
-Tonsila lingualis (eutropi/hipertropi)
Sulit dinilai
-Valekula (benda asing/tumor)
Sulit dinilai
-Fosa piriformis (benda asing/tumor)
Sulit dinilai
-Epiglotis
Sulit dinilai
(hiperemis/udem/ulkus/membran) -Aritenoid
Sulit dinilai
(hiperemis/udem/ulkus/membran) -Pita suara (hiperemis/udem/menebal) (nodus/polip/tumor)
17
Sulit dinilai
(gerak simetris/asimetris) -Pita suara palsu (hiperemis/udem)
Sulit dinilai
-Rima glottis (lapang/sempit)
Sulit dinilai
-Trakea
Sulit dinilai
2.Laringoskopi langsung (direct)
Gambar laring (laringoskopi tidak langsung)
18
Tidak dilakukan
Pemeriksaan Laboratorium JENIS PEMERIKSAAN HEMATOLOGI Hemoglobin (Hb) Eritrosit (RBC) Leukosit (WBC) Hematokrit Trombosit (PLT) HITUNG JENIS LEUKOSIT Basofil Eosinofil Netrofil Limfosit Monosit KIMIA KLINIK Faal hemostasis
HASIL
NILAI NORMAL
INTERPRETASI
15,6 g/dL 5,57x103/mm3 23,1x103/mm3 43 % 362x103/µL
13,48-17,40 g/dL 4,40-6,30 10 3/mm3 4,73-10,89 10 3/mm3 41-51 % 170-396 103/µL
Normal Normal Meningkat Normal Normal
0% 0% 83 % 10 % 7%
0-1 % 1-6 % 50-70 % 20-40 % 2-8 %
Normal Menurun Meningkat Menurun Normal
Waktu perdarahan
3
Normal
Waktu pembekuan Hati
10
1-3 menit Nilai kritis >15 9-15 menit
SGOT
43 U/L
0 - 38 U/L
Normal
SGPT
155 U/L
0-41 U/L
Normal
Metabolisme karbohidrat Glukosa Sewaktu
63 mg/dL
<200 Nilai kritis: <45->500
Normal
Ginjal Ureum
27 mg/dl
16,6-48,5 mg/dl
Normal
Kreatinin Elektrolit Natrium (Na)
0,90 mg/dl
0,50-0,90 mg/dl
Normal
144 mEq/L
135-155 mEq/L
Normal
Kalium (K) Imunoserologi hepatitis HBsAg
4,0 mEq/L
3,5-5,5 mEq/L
Normal
Non-reactive
Non Reactive < 0,9 Normal Borderline ≥ 0,9- < 1,0 Reactive ≥ 10
19
Normal
Pemeriksaan Radiologik (Foto cervical soft tissue AP/Lateral pada tanggal 23
Juli 2017)
Kesan: -
Penebalan soft tissue retrotracheal space, tak tampak lusensi didalamnya, suspek gambaran abses.
-
Trakea di tengah, tak tampak penyempitan trakea.
4. Diagnosa banding
Abses Submandibula + Abses Submental Tumor regio leher
5. Diagnosa kerja
Abses Submandibula + Abses Submental
6. Pengobatan I. Istirahat (bed rest) II. Diet Cair via NGT III. Medikamentosa Drip Ketorolac 60 mg dalam 500 cc RL Inj Ceftriakson 1 gr/12 jam Inj Metronidazol 500 mg / 8 jam Inj Gentamicin 80 mg / 8 jam Inj Ranitidin 30 mg/ 12 jam
20
V.
Non Medikamentosa -
Insisi dan Drainase Abses
-
Menginformasikan kepada pasien dan keluarga untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan menggosok gigi dua kali sehari serta kumur dengan obat kumur 3 kali sehari
-
Melakukan masase pada pembengkakan untuk mengeluarkan cairan abses
-
Posisi pasien trendelenberg
7. Prognosis
Quo Ad Vitam
: Dubia ad bonam
Quo Ad Functionam
: Dubia ad bonam
Quo Ad Functionam
: Dubia ad bonam
Foto Pasien
Gambar 1. Pembengkakan pada bawah dagu dan rahang bawah sebelah kiri
21
Gambar 2. Trismus 2 jari pada pasien
Gambar 3. Hasil aspirasi abses, tampak pus bercampur darah
22
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Anatomi Leher
Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potesial yang dibatasi oleh fasia servikalis. Fasia servikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat fibrous yang membungkus organ, otot, saraf dan pembuluh darah serta membagi leher menjadi beberapa ruang potensial. Fasia servikalis terbagi menjadi dua bagian yaitu fasia servikalis superfisialis dan fasia servikalis profunda.6,7 Fasia servikalis superfisialis terletak tepat dibawah kulit leher berjalan dari perlekatannya di prosesus zigomatikus pada bagian superior dan berjalan ke bawah ke arah toraks dan aksila yang terdiri dari jaringan lemak subkutan. Ruang antara fasia servikalis superfisialis dan fasia servikalis profunda berisi kelenjar limfe superfisial, saraf dan pembuluh darah termasuk vena jugularis eksterna. 6,7 Fasia servikalis profunda terdiri dari tiga lapisan yaitu (gambar 1):6,7 1.
Lapisan superfisial Lapisan ini membungkus leher secara lengkap, dimulai dari dasar tengkorak sampai daerah toraks dan aksila. Pada bagian anterior menyebar ke daerah wajah
dan
melekat
pada
klavikula
serta
membungkus
musculus
sternokleidomastoideus, musculus trapezius, musculus masseter, kelenjar parotis dan submaksila. Lapisan ini disebut juga lapisan eksternal, investing layer , lapisan pembungkus dan lapisan anterior. 2.
Lapisan media Lapisan ini dibagi atas dua divisi yaitu divisi muskular dan viscera. Divisi muskular terletak dibawah lapisan superfisial fasia servikalis profunda dan membungkus musculus sternohioid, musculus sternotiroid, musculus tirohioid dan musculus omohioid. Dibagian superior melekat pada os hioid dan kartilago tiroid serta dibagian inferior melekat pada sternum, klavikula dan skapula. Divisi viscera membungkus organ-organ anterior leher yaitu kelenjar tiroid, trakea dan esofagus. Di sebelah posterosuperior berawal dari dasar
23
tengkorak bagian posterior sampai ke esofagus sedangkan bagian anterosuperior melekat pada kartilago tiroid dan os hioid. Lapisan ini berjalan ke bawah sampai ke toraks, menutupi trakea dan esofagus serta bersatu dengan perikardium. Fasia bukkofaringeal adalah bagian dari divisi viscera yang berada pada bagian posterior faring dan menutupi musculus konstriktor dan musculus buccinator. 3.
Lapisan profunda Lapisan ini dibagi menjadi dua divisi yaitu divisi alar dan prevertebra. Divisi alar terletak diantara lapisan media fasia servikalis profunda dan divisi prevertebra, yang berjalan dari dasar tengkorak sampai vertebra torakal II dan bersatu dengan divisi viscera lapisan media fasia servikalis profunda. Divisi alar melengkapi bagian posterolateral ruang retrofaring dan merupakan dinding anterior dari danger space. Divisi prevertebra berada pada bagian anterior korpus vertebra dan ke lateral meluas ke prosesus tranversus serta menutupi otot-otot didaerah tersebut. Berjalan dari dasar tengkorak sampai ke os koksigeus serta merupakan dinding posterior dari danger space dan dinding anterior dari korpus vertebra. Ketiga lapisan fasia servikalis profunda ini membentuk selubung karotis (carotid sheath) yang berjalan dari dasar tengkorak melalui ruang faringomaksilaris sampai ke toraks.
Gambar 4. Potongan obliq leher 8
24
Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan daerah sepanjang leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid (gambar 2 dan gambar 3). 9 1.
2.
3.
Ruang yang melibatkan sepanjang leher terdiri dari: a.
ruang retrofaring
b.
ruang bahaya (danger space)
c.
ruang prevertebra.
Ruang suprahioid terdiri dari: a.
ruang submandibula
b.
ruang parafaring
c.
ruang parotis
d.
ruang mastikor
e.
ruang peritonsil
f.
ruang temporalis.
Ruang infrahioid a.
ruang pretrakeal.
Gambar 5. Potongan sagital leher 10
25
Gambar 6. Potongan axial kepala 11
3.2
Ruang Submandibula
Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila. Ruang sublingual dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot miohioid. Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior.2 Ruang mandibular dibatasi pada bagian lateral oleh garis inferior dari badan mandibula, medial oleh perut anterior musculus digastricus, posterior oleh ligament stylohyoid dan perut posterior dari musculus digastricus, superior oleh musculus mylohyoid dan hyoglossus, dan inferior oleh lapisan superficial dari deep servikal fascia. Ruang ini mengandung glandula saliva sub mandibular dan sub mandibular lymphanodes. 6 Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang submandibula dan membagi ruang submandibula atas ruang submental dan ruang submaksila saja. Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher.12
26
Ruang submandibula berhubungan dengan beberapa struktur didekatnya (gambar 4), oleh karena itu abses submandibula dapat menyebar ke struktur didekatnya.13
Gambar 7. Ruang potensial leher dalam (A) Potongan aksial, (B) potongan sagital.
Keterangan: SMS: submandibular space; SLS: sublingual space; PPS: parapharyngeal space; CS: carotid space; MS: masticatory space. SMG: submandibular gland; GGM: genioglossus muscle; MHM: mylohyoid muscle; MM: masseter muscle; MPM: medial pterygoid muscle; LPM: lateral pterygoid muscle; TM: temporal muscle. 13
27
3.3 Abses Submandibula 3.3.1 Definisi
Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah submandibula. Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan submaksila yang dipisahkan oleh otot milohioid. Ruang submaksila dibagi lagi menjadi ruang submental dan submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam ( deep neck infection). Pada umumnya sumber infeksi pada ruang submandibula berasal dari proses infeksi dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain. 2
3.3.2
Epidemiologi
Penelitian Huang14 pada tahun 1997 sampai 2002, menemukan kasus infeksi leher dalam sebanyak 185 kasus. Abses submandibula (15,7%) merupakan kasus terbanyak kedua setelah abses parafaring (38,4), diikuti oleh Ludwig’s angina (12,4%), parotis (7%) dan retrofaring (5,9%). Penelitian Yang15 pada 100 kasus abses leher dalam yang diteliti April 2001 sampai Oktober 2006 mendapatkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 3:2. Abses submandibula merupakan kasus terbanyak (35%), diikuti oleh abses parafaring (20%), mastikator (13%), peritonsil (9%), sublingual (7%), parotis (3%), infra hyoid (26%), retrofaring (13%), ruang karotis (11%). Di Bagian THT-KL Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang selama periode Oktober 2009 sampai September 2010 didapatkan abses leher dalam sebanyak 33 orang. Abses submandibula (26%) merupakan kasus kedua terbanyak setelah abses peritonsil (32%), diikuti abses parafaring (18%), abses retrofaring (12%), abses mastikator (9%), dan abses pretrakeal (3%).13
3.3.3 Etiologi
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain. 12 Sebanyak 61% kasus abses submandibula disebabkan oleh infeksi gigi. 6
28
Infeksi pada ruang ini berasal dari gigi molar kedua dan ketiga dari mandibula, jika apeksnya ditemukan di bawah perlekatan dari musculus mylohyoid.14 infeksi dari gigi dapat menyebar ke ruang submandibula melalui beberapa jalan yaitu secara langsung melalui pinggir myolohioid, posterior dari ruang sublingual, periostitis dan melalui ruang mastikor. 16 Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob.
Kuman aerob
yang sering ditemukan adalah Stafilokokus, Streptococcus sp, Haemofilus influenza, Streptococcus Pneumonia, Moraxtella catarrhalis, Klebsiell sp, Neisseria sp. Kuman anaerob yang sering ditemukan pada abses leher dalam adalah kelompok batang gram negatif, seperti Bacteroides, Prevotella, maupun Fusobacterium.9 Di Bagian THT-KL Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang, periode April 2010 sampai dengan Oktober 2010 terdapat sebanyak 22 pasien abses leher dalam dan dilakukan kultur kuman penyebab, didapatkan 73% spesimen tumbuh kuman aerob, 27% tidak tumbuh kuman aerob dan 9% tumbuh jamur yaitu Candida sp.9 Kuman aerob yang tumbuh pada pemeriksaan tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil kultur abses leher dalam Bagian THT-KL dr. M.Djamil Padang periode April 2010 Oktober 2010 9
Jenis Kuman
Jumlah
%
Streptocccus α haemoliticus Klepsiella sp Enterobacter sp Staphylococcus aureus Staphilococcus epidermidis E. Coli Proteus vulgaris
6 4 3 2 1 1 1
37 25 19 12,5 6 6 6
3.3.4 Manifestasi Klinis
Secara umum, gejala abses adalah : a. Nyeri b. Bengkak c. Eritema pada jaringan
29
d. Trismus e. Demam Pembengkakan pada abses biasanya : a. Terasa nyeri b. Panas c. Kurang dari 2 minggu d. Berkembang sangat cepat e. Disertai sakit gigi atau terlihat karies gigi (9) Gejala klinis abses submandibula meliputi demam tinggi, nyeri leher disertai pembengkakan di bawah mandibula dan atau di bawah lidah, mungkin berfluktuasi. Dapat juga terjadi sakit pada dasar mulut, trismus, indurasi submandibula dan kulit di bawah dagu eritema dan oedem.
(1,9)
3.3.6 Diagnosis a. Anamnesa dan gejala klinis
Pasien biasanya akan mengeluhkan demam, air liur yang banyak, trismus akibat keterlibatan musculus pterygoid, disfagia dan sesak nafas akibat sumbatan jalan nafas oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembengkakan di daerah submandibula (gambar 5), fluktuatif, dan nyeri tekan. Pada insisi didapatkan material yang bernanah atau purulent (merupakan tanda khas). Angulus mandibula dapat diraba. Lidah terangkat ke atas dan terdorong ke belakang. 12,7,8
30
Gambar 8. Abses submandibula10
b. Pemeriksaan penunjang
1.
Laboratorium Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi material yang bernanah (purulent) dapat dikirim untuk dibiakkan guna uji resistensi antibiotik
2.
Radiologis a. Rontgen jaringan lunak kepala AP b. Rontgen panoramik Dilakukan apabila penyebab abses submandibuka berasal dari gigi. c. Rontgen thoraks Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis, pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses.
31
d. Tomografi komputer (CT-scan) CT-scan dengan kontras merupakan pemeriksaan baku emas pada abses leher dalam. Berdasarkan penelitian Crespo bahwa hanya dengan pemeriksaan klinis tanpa CT-scan mengakibatkan estimasi terhadap luasnya abses yang terlalu rendah pada 70% pasien (dikutip dari Pulungan). Gambaran abses yang tampak adalah lesi dengan hipodens (intensitas rendah), batas yang lebih jelas, dan kadang ada air fluid level (gambar 6 dan gambar 7).
9, 17
Gambar 9. CT-scan pasien dengan keluhan trismus, pembengkakan submandibula yang nyeri dan berwarna kemerahan selama 12 hari. CT-scan axial menunjukkan pembesaran musculus pterygoid medial (tanda panah), peningkatan intensitas ruang submandibular dan batas yang jelas dari musculus platysmal (ujung panah). 13
32
Gambar 10. Axial CT-scan menunjukan infeksi pada ruang submandibula. Tampak abses multifokal.16
3.3.7 Penatalaksanaan
Antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan aerob harus diberikan secara parenteral. Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas.12 Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab, uji kepekaan perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik kombinasi (mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gram negatif) adalah pilihan terbaik mengingat kuman penyebabnya adalah campuran dari berbagai kuman. Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan metronidazole masih cukup baik. Setelah hasil uji sensistivitas kultur pus telah didapat pemberian antibiotik dapat disesuaikan. 9,12 Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas tinggi terhadap terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone, ceftriaxone, yaitu lebih dari 70%. Metronidazole dan klindamisin angka sensitifitasnya masih tinggi terutama untuk kuman anaerob gram negatif. Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari. 9,12
33
Tabel 2. Antibiotik yang dianjurkan oleh beberapa penulis secara empiris 9
Antibiotik Ampicillin Ampicillin + sulbactam Eritromicin Cefixime Chloramphenicol Kotrimoxazole Cefotaxime Gentamycin Ciprofloxacin Ceftriaxone Ceftazidime Ceforazone Ceforazone sulbactam + Meropenem Moxyfloxacine
S= sensitif
∑ 17 16 17 9 16 8 16 17 17 17 18 14 10 16 12
S 6(35%) 6(37%) 6(35%) 5(56%) 9(56%) 1(12%) 11(69%) 7(41%) 10(59%) 12(70%) 11(61%) 12(86%) 9(90%) 10(63%) 9(75%)
I 3(18%) 5(31%) 1(6%) 1(11%) 3(19%) 2(25%) 3(18%) 4(24%) 0 1(6%) 4(22%) 1(7%) 0 3(18%) 0
I= intermediate R= resisiten
Tabel 3. Pola Kepekaan kuman anerob terhadap antibiotic
Bacteroides fragilis
Provotella
Fusobacterium sp Gram negatif lain Gram positif lain Gram positif non spora
S= sensitif
R 8(47%) 5(31%) 10(59%) 3(33%) 4(25%) 5(63%) 2(13%) 6(35%) 7(41%) 4(24%) 3(17%) 1(7%) 1(10%) 3(19%) 3(25%)
9
Antibiotik
R
Amoksilin Metronidazole Klindamisin Ampisilin/sulbaktam Amoksilin Metronidazole Klindamisin Ampisilin/sulbaktam Amoksilin Metronidazole Klindamisin Ampisilin/sulbaktam Amoksilin Metronidazole Klindamisin Ampisilin/sulbaktam Metronidazole Klindamisin Ampisilin/sulbaktam Metronidazole Klindamisin Ampisilin/sulbaktam
7 0 1 6 11 0 2 0 1 0 1 0 2 2 0 0 1 0 0 40 3 0
I= intermediate R= resisiten
34
I 0 0 3 0 1 0 3 1 3 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 2 0
S 0 7 2 0 37 49 32 42 11 15 13 15 5 5 7 5 13 11 14 17 48 56
∑ 7 7 6 6 49 49 37 43 15 15 14 15 7 8 7 5 14 12 14 57 53 56
Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hioid, tergantung letak dan luas abses. Pasien dirawat inap sampai 1-2 hari gejala dan tanda infeksi reda.12
Gambar 11. Insisi dan Drainase Abses
3.3.8
10
Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan gigi ke dokter secara rutin dan teratur, penanganan infeksi gigi dan mulut yang tepat dapat mencegah kondisi yang akan meningkatkan terjadinya penyakit ini.
3.3.9
Komplikasi
Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung (perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibula paling sering meluas ke ruang parafaring karena pembatas antara ruangan ini cukup tipis. 10 Perluasan ini dapat secara langsung atau melalui ruang mastikor melewati musculus pterygoid medial kemudian ke parafaring. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya. 9 Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum menyebabkan mediastinitis. Abses juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh karotis mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehimgga terjadi
35
perdarahan hebat, bila terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis dan septikemia.16
Gambar 12. Komplikasi Abses Submandibula
3.3.10 Prognosis
Pada umumnya prognosis abses submandibula baik apabila dapat didiagnosis secara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak terjadi. Pada fase awal dimana abses masih kecil maka tindakan insisi dan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat menghasilkan penyembuhan yang sempurna.Apabila telah terjadi mediastinitis, angka mortalitas mencapai 40-50% walaupun dengan pemberian antibiotik. Ruptur arteri karotis mempunyai angka mortalitas 20-40% sedangkan trombosis vena jugularis mempunyai angka mortalitas 60%. 1,18,19
36
BAB IV ANALISIS KASUS
Tn. ZR, 35 tahun, laki-laki mengeluh timbul benjolan sebesar kelereng di bawah dagu dan rahang bawah sebelah kiri. ± 3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh muncul benjolan sebesar kelereng di rahang bawah sebela h kiri. Benjolan berwarna kemerahan, terasa nyeri, panas dan tidak dapat digerakkan. Pasien masih dapat makan dan minum seperti biasa. Suara serak tidak ada, sesak napas tidak ada, sakit kepala tidak ada, demam ada, sakit gigi ada di geraham kiri bawah sejak 6 bulan yang lalu. Sejak ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit, benjolan dirasakan semakin lama semakin membesar dan menjalar ke bawah dagu. Benjolan berwarna kemerahan, terasa nyeri dan panas, pasien mengeluh mulai sulit membuka mulut, nyeri menelan ada, sulit menelan ada, demam ada, sakit kepala tidak ada, sesak napas tidak ada. Riwayat ketulangan disangkal. Telinga dan hidung tidak ada keluhan. Pasien lalu datang ke IGD RSMH dan dirujuk ke bagian THT-KL. Riwayat darah tinggi, kencing manis, trauma disangkal. Pasien mengaku sebelum timbul bengkak pasien mengeluh sakit gigi di gigi geraham kanan bawah, pasien tidak pernah berobat ke dokter gigi, jarang menyikat gigi dan terkadang hanya mengorek giginya dengan tangan sendiri,
Pasien memiliki riwayat
merokok sejak ± 20 tahun yang lalu. Riwayat keluarga mengalami keluhan yang sama disangkal. Pemeriksaan fisik umum yang meliputi keadaan umum, kesadaran, tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu dalam batas normal. Pada pemeriksaan khusus yang meliputi pemeriksaan kepala, jantung, paru-paru, abdomen, dan ekstremitas dalam batas normal. Hanya terdapat pembengkakan di bawah dagu sebelah kanan ukuran 6x5x4 cm, batas tidak tegas, warna kemeraham, nyeri tekan ada, tidak dapat digerakkan, konsistensi lunak, fluktuatif, pus ada berwarna kuning kemerahan dan berbau. Status lokalis telinga dalam batas normal, pemeriksaan hidung luar, rhinoskopi anterior, sinus paranasal, dalam batas
37
normal. Pada pemeriksaan orofaring sulit dilakukan karena pasien sulit untuk membuka mulut, terdapat trismus 2 jari pada pasien. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit yang meningkat. Dari pemeriksaan penunjang foto rontgen soft tissue cervikal AP/lateral didapatkan kesan penebalan soft tissue retrotracheal space, tak tampak lusensi didalamnya, suspek gambaran abses. Pada anamnesis didapatkan gejala-gejala yang dialami pasien merupakan gejala dari abses submandibular berupa bengkak di rahang bawah, nyeri, dan berfluktuasi, disertai kesulitan membuka mulut (trismus) dan demam. Sementara gejala abses submental berupa benjolan di bawah dagu yang kemerahan dengan nyeri tekan positif dan terasa fluktuasi pada perabaan. Menurut kepustakaan, lokasi abses leher dalam yang paling sering terjadi adalah abses submandibula, dan angka kejadian abses lebih dari satu ruang potensial sebesar 29%. Abses pada pasien ini hanya terjadi di satu sisi, yaitu di sebelah kiri. Hal ini berhubungan dengan sumber infeksi, dimana pada pasien in erdapat gangren radix pada gigi geraham kiri bawah. Rizo dkk, menemukan 81,5% pasien abses submandibula unilateral dan 18,5% bilateral. Dari hasil aspirasi pada kedua regio itu diperoleh hasil berupa pus. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil leukosit yang meningkat dan hasil hitung jenis menunjukkan peningkatan pada hitung neutrofil yang menandakan infeksi kemingkinan disebabkan oleh bakteri. Hasil foto rontgen soft tisssue cervikal AP/lateral sesuai dengan kecurigaan pemeriksa akan adanya abses. Hal tersebut di atas menyingkirkan diagnosis banding yaitu adanya tumor pada regio leher. Riwayat sakit gigi dan oral hygiene yang buruk pada pasien merupakan salah satu faktor risiko yang menyebabkan terjadinya abses submandibular dan submental. Menurut kepustakaan, infeksi dari gigi merupakan sumber infeksi paling sering yang menyebabkan abses leher dalam, terutama abses submandibula. Pasien ini ditatalaksana dengan nonmedikamentosa dan medikamentosa. Untuk non medikamentosa, pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan gigi dan mulutnya. Untuk edukasi disarankan untuk istirahat dan minum obat secar a teratur sesuai petunjuk dokter. Pasien juga disarankan untuk melakukan masase dan
38
kompres hangat pada daerah pembengkakan agar cairan absesnya keluar. Pada pasien ini juga dilakukan insisi dan drainase abses. Setelah dilakukan insisi dan drainase abses, pasien diposisikan pada posisi Tendelenberg. Pada pasien ini diberikan terapi antibiotik kombinasi ceftriaxone, gentamisin, dan metronidazole sebagai terapi empiris karena menurut kepustakaan pada abses leher dalam (dalam kasus berupa abses submandibula dan submental) kemungkinan mikroorganisme penyebab lebih dari satu jenis. Mikroorganisme penyebab dapat berupa gabungan antara bakteri aerob dan anaerob. Pada pasien juga direncanakan drainase abses segera sebagai salah satu tatalaksana. Menururt kepustakaan, drainase abses harus segera dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Fachruddin D. Abses Leher Dalam. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. 2. Ardehali MM, Jafari M, Haqh AB. Submandibular space abscess: a clinical trial for testing a new technique. Cited 2012 Oct 7. Available from: www.ncbi.nml.nih.gov/pubmed/22267495#. 3. A Mazita, MBBCh BaO, MYS Hazim, MS ORL-HNS, MAR Megant Shiraz MS ORL-HNS, S H A Primuharsa Putra, MS ORL-HNS. Neck Abscess: Five Year Retrospective Review of Hospital University Kebangsaan Malaysia Experience. Med J Malaysia. 2006;61(2). 4. Abshirini H, Alavi SM, Rekabi H, Hosseinnejad F, Ghazipur A, Shabab M. Predisposing factors for the complications of deep neck infection. The journal of otorhinolaryngology 2010;22(60):97-102 5. Larawin V, Naipao J, Dubey SP. Head and neck space infections. Otolaryngology-head and neck surgery 2006;135:889-93 6. Calhoun KH, Head and neck surgery-otolaryngology Volume two. 3nd Edition. USA: Lippincott Williams and Wilkins. 2001. 705,712-3 7. Ballenger JJ. Penyakit telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Jilid 1. Edisi ke-13. Jakarta: Bina Rupa Aksara,1994.295-304 8. Deep
Neck
Space
Infections.
Diunduh
dari
http://www.entnyc.com/coclia_deep.pdf. [Diakses tanggal 31 Juli 2017] 9. Pulungan
MR.
Pola
Kuman
abses
leher
dalam.
Diunduh
dari
http://www.scribd.com/doc/48074146/POLA-KUMAN-ABSES-LEHERDALAM-Revisi. [Diakses tanggal 31 Juli 2017]
40