1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup, terbuka, bergerak ataupun tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dimana terdapat sumber-sumber bahaya (UU 1/1970 tentang Keselamatan Kerja). Sumber bahaya yang ditemukan di tempat kerja sangat beragam, salah satunya adalah bahaya kondisi fisik berupa iklim kerja panas. Kondisi ini hampir pasti ditemui di industri di Indonesia seperti industri besi dan pengecoran logam baja, batu bata dan keramik, konstruksi, pertambangan, kaca dan gelas, tekstil, dll. Namun sangat disayangkan hingga saat ini masih belum terlihat upaya maksimal untuk mengatasi hal tersebut. Negara Indonesia merupakan negara tropis dengan ciri utamanya adalah suhu dan kelembaban yang tinggi, kondisi awal seperti ini seharusnya sudah menjadi perhatian karena iklim kerja yang panas dapat mempengaruhi kondisi pekerja. Karena Iklim kerja panas merupakan beban bagi tubuh ditambah lagi apabila pekerja harus mengerjakan pekerjaan-pekerjaan fisik yang berat, dapat memperburuk kondisi kesehatan dan stamina pekerja. Respon-respon fisiologis akan nampak jelas terhadap pekerja dengan iklim kerja panas tersebut, seperti peningkatan tekanan darah dan denyut nadi seperti hasil penelitian Saridewi (2002) yang menyatakan
2
bahwa terdapat perbedaan peningkatan tekanan darah yang signifikan pada tenaga kerja sebelum dan sesudah terpapar panas, yang jelas sekali akan memperburuk kondisi pekerja. Selain respon tekanan darah dan denyut nadi, sistem termoregulator di otak ( hypothalamus) akan merespon dengan beberapa mekanisme kontrol seperti konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi dengan tujuan untuk mempertahankan suhu tubuh sekitar 360C 370C. Namun apabila paparan dibiarkan terus menerus akan m enyebabkan enyebabkan kelelahan ( fatigue) dan akan menyebabkan mekanisme kontrol ini tidak lagi bekerja yang pada akhirnya akan menyebabkan timbulnya efek heat stress (Erwin D,2004)
Agar tenaga kerja berada dalam keserasian sebaik-baiknya, yang berarti dapat terjamin keadaan kesehatan dan produktivitas setinggitingginya maka perlu ada keseimbangan yang menguntungkan dari faktor yaitu beban kerja, beban tambahan akibat dari lingkungan kerja, dan 1993). kapasitas ker ja (Suma’mur PK, 1993). Untuk mengatasi permasalahan dengan kondisi ini, Menteri Tenaga Kerja RI mengeluarkan standar NAB (Nilai Ambang Batas) untuk lingkungan fisik di tempat kerja, yang salah satunya adalah NAB untuk iklim kerja dengan menggunakan ISBB (Indeks Suhu Bola Basah) adopsi Governmental of Industrial Industrial Hygienists). dari ACGIH ( American Governmental
Berdasarkan hal tersebut, maka untuk mengetahui berapa Indeks Suhu Basa dan Suhu Bola maka dilakukan percobaan menggunakan alat Heat Stress Monitor tentang pengukuran ISBB dengan menggunakan
3
parameter Bola Basa (WB), Bola Kering (DB), dan Bola Radiasi (GT). Dengan menggunakan alat higrometer untuk memeriksa kelembaban, Anemometer untuk mengukur kecepatan udara dalam ruang. 1.2. Tujuan Percobaan
1. Untuk mengetahui iklim pada lingkungan kerja baik di luar ruang maupun di luar ruang. 2. Untuk mengetahui cara pengoperasian alat ukur suhu/iklim kerja yaitu Anemometer , Precision Humidity dan Heat Stress Monitor .
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Iklim Kerja
Iklim menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki dua arti. Pertama, iklim diartikan sebagai keadaan hawa (suhu, kelembaban, awan, hujan, dan sinar matahari) pada suatu daerah dalam jangka waktu yang agak lama (30 tahun). Kedua, iklim diartikan secara lebih umum yaitu suasana atau keadaan. Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup, terbuka, bergerak ataupun tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dimana terdapat sumber-sumber bahaya (UU 1/1970 tentang Keselamatan Kerja). Sumber bahaya yang ditemukan di tempat kerja sangat beragam, salah satunya adalah bahaya kondisi fisik berupa iklim kerja panas. Kondisi ini hampir pasti ditemui di industri di Indonesia seperti industri besi dan pengecoran logam baja, batu bata dan keramik, konstruksi, pertambangan, kaca dan gelas, tekstil, dll. Namun sangat disayangkan hingga saat ini masih belum terlihat upaya maksimal untuk mengatasi
hal
tersebut.
Padahal
Indonesia
telah
memperhatikan
permasalahan keselamatan kerja sejak tahun 1969, yaitu awal dari REPELITA pertama. Namun sampai saat ini program ini terlihat belum populer dalam komunitas bisnis, tenaga kerja maupun masyarakat secara umum (Erwin D,2004)
5
Lingkungan kerja yang panas diukur dengan beberapa pengukuran seperti suhu kering, suhu basah, suhu bola, kecepatan angin dan kelembaban udara. Gabungan dari pengukuran suhu basah, suhu kering, suhu bola, kelembaban udara dan kecepatan angin disebut dengan iklim kerja (Haryuti et al.,1987). Efisiensi kerja sangat dipengaruhi oleh cuaca kerja dalam daerah nikmat kerja, jadi tidak dingin dan kepanasan. Cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan, dan suhu radiasi. Untuk ukuran suhu nikmat bagi orang Indonesia adalah 24 – 26°C. Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Suhu panas berakibat terutama menurunnya prestasi kerja pikir. Penurunan sangat hebat sesudah 32°C. Suhu panas mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris, serta memudahkan untuk dirangsang (Suma’mur P.K., 1996). Kelembaban sangat dipengaruhi oleh suhu udara. Suatu keadaan dimana udara sangat panas dan kelembaban tinggi akan menimbulkan pengurangan panas secara besar-besaran (karena sistem penguapan). Pengaruh lainnya adalah semakin cepatnya denyut jantung karena semakin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan akan oksigen. Apabila pasokan oksigen tidak mencukupi kekurangan oksigen jika terus menerus, maka terjadi akumulasi yang selanjutnya terjadi metabolisme
6
anaerobik dimana akan menghasilkan asam laktat yang mempercepat kelelahan (Gempur Santoso, 2004:48). Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep 51/MEN/1999, Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja, pasal 1 ayat 5 berbunyi: “Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuhtenaga kerja sebagai akibat
pekerjaannya”. Pengukuran suhu basah dan suhu kering menggunakan peralatan yang sama yaitu thermometer suhu udara, perbedaannya terletak pada pemasangan kain katun pada bola ( bulb) thermometer tersebut. Suhu basah menunjukkan keadaan uap air dan angin di udara. Suhu bola atau suhu radiasi merupakan pengukuran suhu akibat adanya radiasi panas di lingkungan. Radiasi panas bisa berasal dari sinar matahari, proses produksi ataupun proses metabolisme tubuh. Kelembaban udara mengukur banyaknyanya uap air yang berada di udara sedangkan kecepatan gerakan udara atau angin merupakan pengukuran terhadap gerakan udara. Di Indonesia, parameter yang digunakan untuk menilai tingkat iklim kerja adalah Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB). (Widiyanto,2004) Hal ini telah ditentukan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep- 51/MEN/1999, Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja, pasal 1 ayat 9 berbunyi : “Indeks suhu Basah dan Bola
7
(Wet Bulb Globe Temperature Index) yang disingkat ISBB adalah parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang merupakan hasil
perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami dan suhu bola”. Iklim kerja adalah keadaan lingkungan kerja yang dirasakan secara langsung ataupun tidak langsung oleh pekerja yang bekerja dalam lingkungannya dan diperkirakan menjadi pendorong yang utama dalam mempengaruhi kerja mereka. Beberapa definisi yang terdapat dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja KepMen/Kep- 51.Men/1999 (Pasal 1) adalah sebagai berikut : a. Iklim kerja : hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara, dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya b. Nilai Ambang Batas (NAB) : standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu c. Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) : parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami, dan suhu bola d. Suhu udara kering : suhu yang ditunjukkan oleh termometer suhu kering e. Suhu Basah Alami : suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola basah alami
8
f.
Suhu Bola : suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola Apabila kondisi iklim kerja mengakibatkan gangguan terhadap tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja, maka akan terjadi heat strain yang merupakan efek dari heat stress atau tekanan panas.
2.2. Tinjauan Tentang Macam Iklim Kerja
Kemajuan teknologi dan proses produksi didalam industri telah menimbulkan suatu lingkungan kerja yang mempunyai iklim atau cuaca tertentu, yang dapat berupa iklim keja panas dan iklim kerja dingin. a. Iklim Kerja Panas Iklim kerja panas merupakan meteorologi dari lingkungan kerja yang dapat disebabkan oleh gerakan angin, kelembaban, suhu udara, suhu radiasi dan sinar matahari (AM.Sugeng Budiono, 2003). Panas sebenarnya merupakan energi kinetik gerak molekul yang secara terus menerus dihasilkan dalam tubuh sebagai hasil samping metabolisme dan panas tubuh yang dikeluarkan kelingkungan sekitar. 1) Konduksi, merupakan pertukaran diantara tubuh dan benda-benda sekitar dengan melalui sentuhan atau kontak. Konduksi akan menghilangkan panas dari tubuh apabila benda-benda sekitar lebih dingin suhunya, dan akan menambah panas kepada tubuh apabila benda-benda sekitar lebih panas dari tubuh manusia.
9
2) Konveksi, adalah petukaran panas dari badan dengan lingkungan melalui kontak udara dengan tubuh. Pada proses ini pembuangan panas terbawa oleh udara sekitar tubuh. 3) Radiasi, merupakan tenaga dari gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang lebih panjang dari sinar matahari. 4) Evaporasi, adalah keringat yang keluar melalui kulit akan cepat menguap bila udara diluar badan kering dan terdapat aliran angin sehingga terjadi pelepasan panas dipermukan kulit, maka cepat terjadi penguapan yang akhirnya suhu badan bisa menurun. Terhadap paparan cuaca kerja panas, secara fisiologis tubuh akan berusaha menghadapinya dengan maksimal, dan bila usaha tersebut tidak berhasil akan timbul efek yang membahayakan. Karena kegagalan tubuh dalam menyesuaikan dengan lingkungan panas maka timbul keluhan-keluhan sepert kelelahan,
heat Cramps, Heat
exhaustion, dan Heat stroke.
b. Iklim Kerja Dingin Pengaruh suhu dingin dapat mengurangi efisiensi kerja dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Kondisi semacam ini dapat meningkatkan tingkat kelelahan seseorang. 2.3. Tinjauan Tentang Metode Pengukuran Iklim Kerja
Untuk mengetahui iklim kerja disuatu tempat kerja dilakukan pengukuran besarnya tekanan panas salah satunya dengan mengukur ISBB
10
atau Indeks Suhu Basah dan Bola (Tim Hiperkes, 2004), macamnya adalah: 1. Untuk pekerjaan diluar gedung ISBB = 0,7 WB + 0,2 GT + 0,1 DB 2. Untuk pekerjaan didalam gedung ISBB = 0,7 WB + 0,3 GT Alat yang dapat digunakan adalah Heat Stress Monitor untuk mengukur suhu basah, temometer kata untuk mengukur kecepatan udara dan termometer bola untuk mengukur suhu radiasi. Adapun standar Nilai Ambang
Batas
(NAB)
iklim
kerja
adalah
280C
(Kep.Men
no.51/Men/1999).
Pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja mengeluarkan KepMen/Kep-51.Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja yang didalamnya mengatur tentang Nilai Ambang Batas untuk iklim kerja panas.
11
Beberapa definisi yang terdapat dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja KepMen/Kep- 51.Men/1999 (Pasal 1) adalah sebagai berikut : 1. Iklim kerja : hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara, dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya 2. Nilai Ambang Batas (NAB) : standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu 3. Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) : parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami, dan suhu bola 4. Suhu udara kering : suhu yang ditunjukkan oleh termometer suhu kering 5. Suhu Basah Alami : suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola basah alami 6. Suhu Bola : suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola Apabila kondisi iklim kerja mengakibatkan gangguan terhadap tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja, maka akan terjadi heat strain yang merupakan efek dari heat stress atau tekanan panas.
12
BAB III METODE PERCOBAAN 3.1.
Alat dan Bahan
1. Heat Stress Monitor 2. Anemometer 3. Higrometer/ Precision Humidity Meter 4. Stopwacth 3.2.
Prinsip Percobaan
1) Anemometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur pergerakan percepatan udara di tepat kerja. Pada prinsipnya cara kerja anemometer yaitu dengan menempatkan alat ini pada tempat yang memiliki pergerakan percepatan udara seperti AC. 2) Precision Humidity Meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kelembapan udara di tempat kerja. Pada prinsipnya cara kerja Precision Humidity Meter sama dengan anemometer yaitu dengan menempatkan alat tersebut di tempat yang memiliki tingkat kelembapan udara. 3) Heat Stress Monitor adalah alat untuk melihat suhu udara pada suatu tempat yang dilengkapi dengan tiga thermometer yaitu: thermometer basa, thermometer kering dan thermometer radiasi. Pada prinsipnya cara kerja alat tersebut yaitu dengan melihat lansung angka yang muncul pada setiap thermometer basa, kering dan radiasi.
13
3.3.
Prosedur Kerja
1. Ukurlah
udara
di
dalam
ruangan
yang
diukur
dengan
cara
menghidupkan alat ukur yaitu anemometer, precision humidity meter dan heat stress monitor . Semua alat dalam keadaan “on”. 2. Untuk Heat Stress Monitor , alat tersebut diletakkan pada titik tengah ruangan laboratorium letakkan di atas meja lalu diamkan selama 15 menit. Setelah itu catat nilai yang terdapat pada monitor alat tersebut. 3. Untuk Anemometer dan precision humidity meter , pengukuran dilakukan dengan cara mengarahkan alat ukur ke sumber udara (AC) dalam ruang kerja yang ingin diukur. 4. Untuk Anemometer dan precision humidity meter, pengukuran dilakukan sebanyak 1 kali dalam jangka waktu 1 menit
14
BAB IV HASIL & PEMBAHASAN 4.1. Hasil
Berdasarkan pengamatan terhadap sampel alat, diperoleh hasil pengukuran suhu dalam ruang selama 15 menit dengan menggunkan alat Heat Stress Monitor adalah sebagai berikut : Tabel Hasil Pengukuran Iklim Kerja Dalam Ruang Laboratorium Suhu No
Paramater
Dalam Ruangan In WBGT (23,9
0
C)
Luar Ruangan Out WBGT (26,3
1
Bola Basah (WB)
22,6 C
24,2 C
2
Bola Kering (DB)
-
30,2 C
3
Bola Radiasi (GT)
28,3 C
0
C)
0
0
0
31,8 C
Tabel Pengukuran ISBB No
Pengukuran
1
ISBB
Percobaan Dalam Ruangan 0
24.31 C
Rumus ISBB untuk didalam ruangan (Indoor) : ISBB = 0,7 WB + 0,3 GT Rumus ISBB untuk diluar ruangan (Outdoor) : ISBB = 0,7 WB + 0,2 GT + 0,1 DB Keterangan : WB GT DB
= Suhu Basah = Suhu Radiasi = Suhu Kering
15
Luar Ruangan 0
29,32 C
Perhitungan ISBB
Indoor
= 0,7 WB + 0,3 GT 0
0
= 0,7 (22,6 C) + 0,3 (28,3 C) =15,82 + 8,49 0
= 24,31 C
Outdoor
= 0,7 WB + 0,2 GT + 0,1 DB 0
0
0
= 0,7 (24,2 C) + 0,2 (31,8 C) + 0,1 (30,2 C) = 16,94 + 6,36 + 3,02 0
= 29,32 C
Tabel Hasil Pengukuran nilai Kecepatan Angin (Anemometer) No.
1. 2. 3 4
Percobaan
Pengukuran
Dalam Ruangan 0,96 m/s 32,0 C 31,1 C 31,6 C
Kecepatan Angin Suhu Suhu Maksimum Suhu Minimum
Luar Ruangan 0,11 m/s 28,9 C 28,4 C 28,2 C
Tabel Higrometer/precission Humidity Meter No.
1. 2.
Percobaan
Pengukuran
Dalam Ruangan 66,70 RH 27,71 C
Kelembaban Suhu
Luar Ruangan 61,27 RH 30,65 C
4.1. Pembahasan
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep 51/MEN/1999, Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja, pasal 1 ayat 5 berbunyi: “Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi
16
dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuhtenaga kerja sebagai akibat
pekerjaannya”. Berdasarkan tabel hasil pengukuran suhu basah alami, suhu bola, dan suhu kering (iklim kerja) dalam ruang laboratorium dengan mengunakan o
o
alat Heat Stress Monitor, masing-masing yaitu : 22,6 C, 28,3 C, dan 30,2 o
C, sedangkan hasil pengukuran Indeks Suhu Basah dan Bola dalam ruang o
yaitu 24,31 C dan Indeks Suhu Basah dan Bola diluar ruangan yaitu o
29,32 C . Berdasakan
surat
keputusan
Menteri
Tenaga
Kerja
KEP.
51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basa o
dan Bola (ISBB), dengan nilai ISBB Indoor 24,31 C maka iklim kerja dalam ruang laboratorium terpadu FKM UH bahwa pengaturan waktu kerja yang diperlukan oleh pegawai/pekerja laboratorium untuk istrahat dan berkeja adalah berbanding 25% :75%, dengan inetensitas beban kerja sedang.
17
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan
1. Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuhtenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya . 2. Intensitas suhu basa alami, suhu bola, dan suhu kering (iklim kerja) dalam
ruang laboratorium dengan mengunakan alat Heat Stress
Monitor, masing-masing yaitu : 22,4
o
C, 27,6
o
C, dan 32,1
o
C.
sedangkan hasil pengukuran Indeks Suhu Basa dan Bola (ISBB) o
dalam ruang yaitu 23,96 C. 3. Berdasarkan KepMenaker tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja dalam ruang ISBB maka ruang laboratorium terpadu FKM UH tegolong ruangan dengan beban kerja sedang dengan pembagian waktu kerja dan istirahat yaitu harus seimbang. 5.2. Saran
1. Diharapkan dalam memberikan pengarahan dalam pelaksanaan praktek, pengajar harus lebih mengatur tempo berbicara. 2. Diharapkan alat praktikum lebih di perlengkap guna mendapatkan hasil yang lebih efektif dalam melakukan pengukuran. 3. Agar tetap mempertahankan suhu dalam ruangan tetap normal demi kenyamanan para pekerja
18
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 2012. Penuntun Praktikum Kesehatan Mayarakat Dasar, diterbitkan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar. Erwin, D, 2004 . Hygiene Perusahaan dan Tenaga Kerja. (online) diakses pada tanggal 3 juli 2012. KEPMENKER,1999. Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja, Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. (online) diakses pada tanggal 3 juli 2012. Sugeng Budiono, AM, 2003. Tinjauan Iklim Kerja Terhadap Tenaga Kerja Dalam Industri, Surakarta. (online) diakses pada tanggal 3 juli 2012. Widyanto, 2004. Analisis Mengenai Hygiene Perusahaan di Industri Textil , (online) diakses pada tanggal 3 juli 2012.
19
FOTO-FOTO / DOKUMENTASI
Gambar . Heat Stress Monitor
Gambar. Anemome
Gambar . Higrometer
Gambar. Anemometer
20
21
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Proses industrialisasi dan modernisasi teknologi selalu disertai mesin-mesin atau alat-alat mekanis lainnya yang dijalankan dengan suatu motor. Hal ini menyebabkan semakin luas pemaparan terhadap getaran mekanik. Saat ini banyak alat mekanik yang digunakan dalam berbagai industri seperti industri logam/perbengkelan, industri kayu , perakitan kendaraan bermotor, industri pertanian serta bangunan dan angkutan. Sesuai dengan pertumbuhan industri, dapat diperkirakan setiap tahun akan meningkat penggunaan alat mekanik dan akan semakin luas pemaparan terhadap getaran mekanik sehingga masalah ini mungkin akan menjadi masalah sosial. Getaran merupakan fenomena yang banyak terjadi di dalam dimensi kehidupan manusia. Memahami getaran suatu obyek dapat memberikan informasi mengenai keadaan yang sedang dan akan terjadi pada obyek tersebut dan pengaruhnya terhadap lingkungan sekitar. Dengan melakukan analisa getaran yang dihasilkan suatu obyek, manusia dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk melakukan tindakan yang paling tepat. Komponen-komponen dari suatu sistem pengukuran getaran terdiri dari elemen-elemen mekanik atau kombinasi mekanik,elektrik dan optik. Sistem
yang
biasa
digunakan
22
memakai
vibration
pick-up
untuk
mentransformasikan gerakan mekanik menjadi suatu signal elektrik, kemudian signal tersebut diperkuat dengan mempergunakan amplifier dan untuk menyeleksi dan mengukur getaran dalam spesifik range-frekuensi mempergunakan analizer dan untuk mengukur unit getaran (Hz) menggunakan vibration record(metering). (Haryono.dkk, 2007) Berbagai jenis sensor untuk melakukan pengukuran getaran telah banyak dikembangkan, mulai metode mekanik, elektrik, akustik maupun optik. Metode optik adalah salah satu yang dipakai untuk mengatasi kendala pengukuran dalam kondisi yang terbatas, misalnya suhu atau tekanan yang sangat tinggi, jaraknya yang jauh, dan sebagainya. Metode optik memiliki respon pengukuran yang sangat cepat dan presisinya yang sangat tinggi tanpa melakukan kontak langsung dengan objek pengukuran. Pengukuran dengan metode optik juga memiliki tingkat akurasi yang tinggi karena dapat mendeteksi hingga setengah dari panjang gelombang laser yang digunakan sedangkan Getaran melkanik yang dihantarkan ke tangan dengan lengan diketahui dapat menimbulkan penyakit akibat kerjayang dikenal sebagai Vibration Sindrome yang meliputi penyakit-penyakit pembuluh darah perifer, syaraf perifer, tulang dan sendi. Metode mekanik merupakan merupakan salah satu penyakit kerja akibat getaran mekanik karena kerusakan pembulu darah perifer. Meskipun fenomena raynaud ini lebih sering ditemukan di Negara beriklim dingin, kemungkinan kasus ini terjadi di Indonesia tidak dapat
23
diabaikan. Penyakit ini disebabkan oleh getaran yang dihantarkan dari perkakas ke tangan dan lengan. Gejalah awal penyakit ini yaitu terjadinya serangan berupa vosokontrikksi pembuluh darah pada penderitadan mengakibatkan tangan penderita menjadi pucat disertai rasa nyeri. Untuk lingkungan sekitar kita banyak alat yang menimbulkan getaran terpapar oleh tubuh kita. Keadaan ini tidak akan dapat kita hindari atau sulit kita hindari di eraa modern sekaarang, karenaa semua pekerjaan didasarkan atas dasar mesin dan berbau mekanik. Keadaan seperti ini akan dapat mengakibatkan dampak yang buruk bagi tubuh apabila alat tersebut terlalu lama terpapar dengan tubuh pekerja. Keterpaparan terhadap tubuh ini akibat dari kurang pengetahuan kita terhadap masalah nilai ambang batas yang dihasilkan oleh alat yang bergetar. Maka dari itu perlu dilakukan pengukuran tentang nilai getaran masing-masing benda atau alat. Pengukuran dilakukan terhadap alat-alat yang sering di gunakan sehari hari yang sering digunakan pekerja dalam melaakukan aktivitas kerjanya dan relaksasinya. 1.2. Tujuan Percobaan
1. Untuk mengetahui nilai/tingkat getaran pada beberapa alat yang akan di ukur. 2. Untuk mengetahui cara pengoperasian alat yaitu Vibration Meter .
24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Getaran
Getaran dapat diartikan sebagai gerakan ossilasi, gerakan tersebut dapat berupa gerakan yang harmonis, sederhana, dapat pula sangat kompleks; sifatnya dapat periodik atau random; kontinyu atau intermiten. (Haryono,2005). Getaran adalah gerakan bolak-balik dalam suatu interval waktu tertentu. Semua benda yang mempunyai massa dan elastisitas mampu bergetar, (engineering)
jadi
kebanyakan
mengalami
getaran
mesin sampai
dan
struktur
derajat
rekayasa
tertentu
dan
rancangannya biasanya memerlukan pertimbangan sifat osilasinya Getaran mekanik dari perkakas ( handtools) yang dihantarkan ketangan dan lengan dapat mengakibatkan penyakit akibat kerja dalam bentuk gangguan pembuluh darah perifer, syaraf perifer, otot, tendo serta tulang dan sendi. Fenomena Raynaud merupakan salah satu penyakit kerja akibat getaran mekanik karena kerusakan pembuluh darah perifer. Fenomena ini sering terjadi pada daerah yang beriklim dingin tetapi kemungkinan kasus ini terjadi di Indonesia tidak dapat diabaikan. Adapun sebab-sebab dari gejala getaran adalah : 1. Efek mekanis kepada jaringan, dimana sel-sel jaringan mungkin rusak atau metabolismenya tenganggu 2. Rangsangan reseptor syaraf di dalam jaringan, gangguan terjadi mungkin melalui syaraf sentral atau langsung pada sistem autonom. 25
Pada efek getaran mekanis ada beberapa tingkatan (Gilbert,1995) yaitu, gangguan kenikmatan artinya dalam hal ini pengaruh getaran hanya terbatas pada terganggunya nikamt kerja, Terganggunya tugas yang terj adi bersama-sama dengan cepatnya kelelahan dan bahaya terhadap kesehatan.
2.2. Tinjauan Tentang Sumber Getaran Menurut (Tambunan, oleh Heru,dkk ; 2005) sumber getaran terdiri atas dua sumber, yaitu : 1. Alam, merupakan fenomena geologi yang mengakibatkan gelombang (gerakan bumi) sehingga menimbulkan masalah pencemaran getaran. Yang bersumber dari getaran tektonik dan getaran vulkanik. 2. Aktivitas manusia, getaran berasal dari getaran/gerakan mesin dan alat-alat kerja lain yang menimbulkan getaran. Seperti mesin-mesim produksi, mesin bor pneumatik, pahat, gerenda, gergaji serta aktivitas mesin yang menimbulkan gesekan dan getaran. 2.3. Tinjauan Tentang Pengaruh Getaran Mekanik
Pengaruh getaran mekanik terhadap tubuh manusia dibedakan menjadi efek getaran seluruh tubuh dan efek getaran terhadap sebagian anggota badan lain seperti kaki, tangan dan lengan. 1. Efek Getaran Seluruh Tubuh Efek getaran seluruh tubuh terutama disebabkan sifat resonansi organ-organ tubuh. Setiap organ tubuh mempunyai frekensi tersendiri. Apabila tubuh menerima getaran maka organ tubuh yang mempunyai
26
frekuensi yang sama akan beresonansi. Resonansi ini yang akan menimbulkan
perasaan
subyektif
tertentu
pada
organ
yang
bersangkutan, misalnya rasa nyeri, rasa tidak nyaman, dan sebagainya. Ada beberapa hal yang menyebabkan efek getaran terhadap seluruh tubuh (Depkes, on-line) diantaranya adalah sebagai berikut : a. Aspek fisik Getaran
seluruh
badan
terutama
terjadi
pada
alat-alat
pengangkutan seperti getaran pada alat-alat pengakutan industri, truk,
traktor
pertanian
dan
alat-alat
traktor
yang
untuk
mengejakan tanah. Selain itu, getaran dari alat-alat berat dapat pula dipindahan ke seluruh badan lewat getaran lanta melalui kaki. Tenaga getaran mekanis pada alat-alat pengangkutan biasanya berfrekuensi 1-20 Hz, namun tidak menutup kemungkinan dapat meningkat menajdi beberapa ratus Hz, berkisar 0,1-0,3g. Sedangkan getaran-getaran pada pembangunan dan traktor pertanian sering melebihi 1g (9,81 m/det). Pada dasarnya getaran tempat duduk dan topangan kaki yang penting karena akan cepat diteruskan ke badan. Jika peredaman kurang baik akan terjadi resonansi yang mingkin beberapa kali memperbesar getaran tersebut. Badan Manusia merupakan susunan elastis yang kompleks dengan tulang sebagai penyokong dari alat-akat dan landasan kekuatan dari kerja otot. Kerangka,
27
alat-alat, urat-urat dan otot-otot memiliki sifat elastis dan kelambanan secara bersama-sama. Untuk getaran, susunan demikian merupakan massa peredam dan sekaligus penghantar. b. Efek fisologis Hal ini timbul karena tubuh manusia bereaksi terhadap rangsangan yang diterima oleh macam-macam reseptor seperti ujung-ujung syaraf, reseptor rasa raba disalurkan melalui susunan syaraf dan mengendalikan reaksi tubuh dan bagian-bagiannya. Persepsi getaran diterima oleh sistem pendengaran, sistem vestibular yang terdiri kalnis semisirkularis dan otolit, sejumlah reseptor mekanik yang terdapat dikulit dan sistem proprioseptif. 2. Efek Getaran Terhadap Lengan Alat-alat
yang
pada
waktu
kerjanya
bergetar
dan
mengakibatkan getaran-getaran pada lengan atau tangan banyak dalam perusahaan. Selama bekerja dengan alat-alat itu sifatnya kadangkadang, sedangkan getarannya tidak seberapa, alat-alat demikian tidak mendatangakan bahaya. Tetapi ada pekerjaan-pekerjaan dalam industri,
kehutanan,
pembangunan
dan
pertambangan
yang
menggunakan alat-alata bergetar secara terus-menerus. Dalam pertambangan, alat demikian adalah tukul dan pengebor kempa yang di negara-negara maju diganti dengan mesin besar. Di pabrik baja dan pengecoran logam sering dipakai gerinda yang sebaiknya digabit denga gerina mesin. Tukul-tukul mekanis sering
28
diganit dengan mesin kempa yang dikerjakan secara otomatis. Dalam kehutanan dipakai gergaji listrik yang menimbulkan getaran lengan pemakainya. Ada dua gejala sehubungan dengan akibat-akibat getaran mekanis kepada lengan (Wahyu,1999) adalah : a. Kelainan-kelainan pada peredaran darah dan persyarafan Gejala kelainan pada peredaran darah dan persyarafan sangat mirip dengan Fenomena Raynaund (terjadi gejala pada frekuensi 30-40 Hz) yang diberikan perbatasan sebagai keadaan pucat dan biru yang berulang dari anggota badan dengan mulai tampak pada saat anggota badan kedinginan, tanpa adanya secara klinis penyembuhan dari pembluh darah type dan kelainan-kelainan gizi yang terbatas pada kulit. Gejala-gejala awal adalah pemucatan dan kekauan ujung-ujung jari yang terjadi berulang secara teratur yang sering sekali akibat kedinginan. Mula-mula pada sebelah tangan kemudian dapat meluas kepada kedua tangan secara assimetris. Serangan berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam denagn tingkat yang berbeda dalam hal sakit, kehilangan daya pegang dan pengendalian otot. Pada kebanyakan tenaga kerja, tingkat akhir dari penyakit masih memungkinkan mereka bekerja dengan alat-alat yang bergetar. Namun pada berbagai hal penyakit akan memburuk sehingga kapasitas kerja sama sekali teganggu dan tenaga kerja
29
harus menghentikan pekerjaannya. Dari sudut cacat kerja, perasaan nyeri menjadi tidak penting dibanding denagan hilangnya
kemampuan
tangan
dan
bekerja
seperti
yang
seharusnya. Hal ini biasanya dirasakan pada pekerja tangan yang memerlukan ketelitia terutama dengan alat kecil yang berputar. Otot-otot yang menjadi lemah biasanya pada abduktor jari kelingking,otot-otot interossea, dan fleksor dari jari-jari. Serangan akan hilang, jika peredaran darah telah normal. Hal ini dapat terjadi denagan melakukan pemanasan tangan dalam air hangat, pemijatan, meniupkan udara panas ke tangan dan mengerakkkan tangan secara berputar. Namun pemulihan seutuhnya belum terjadi dan gejala-gejala masih nampak meski pekerja tidak lagi mengalami getaran. b. Kerusakan-kerusakan pada persendian dan tulang-tulang. Getaran-getaran mekanis dengan frekuensi-frekuensi yang renda dan amplitudo yang besar menjadi penyebab kerusakan tulah dan persendian. Kelainan persendian dan tulah pada pekerja dengan tukul pneumatik dan alat-alat frekuensi rendah adalah peristiwa lain dari Raynund. Sebab utama kerusakan tulang dan persendian adalah kekerasan kepada tulang rawan oleh getaran. Gajala-gejala subyektif adalah nyeri dan keterbatasan gerak pada sendi-sendi. Kelainan-kelainan klinis yang ditemukan mungkin osteochrondosis dissecans yaitu kerusakan kepala tulang
30
radius dan persendian karpometakarpal pertama. Namun sendi bahu lebih jarang terganggu dibanding dengan sendi-sendi pergelangan tangan dan siku. Parameter
besarnya
bahaya-bahaya
dari
getaran-getaran
mekanik frekuensi rendah adalah tenaga yang disalurkan kepada tangan dan terbesar adalah dar frekuensi 30 Hz. Maka hal ini mejadi sulit karena untuk kebaikan tangan dan persendian dianjurkan frekuensi yang lebih tinggi. 2.4. Tinjauan Tentang Pengukuran Getaran
Komponen-komponen dari suatu sistem pengukuran getaran terdiri dari elemen-elemen mekanik atau kombinasi mekanik,elektrik dan optik. Sistem
yang
biasa
digunakan
memakai
vibration
pick-up
untuk
mentransformasikan gerakan mekanik menjadi suatu signal elektrik, kemudian signal tersebut diperkuat dengan mempergunakan amplifier dan untuk menyeleksi dan mengukur getaran dalam spesifik range-frekuensi mempergunakan analizer dan untuk mengukur unit getaran (Hz) menggunakan vibration record . Beberapa cara untuk mengontrol/mrngurangi getaran (Wahyu, 1999) adalah sebagai berikut : 1. Isolasi sumber getaran Mempergunakan bahan isolator yang mempunyai kemampuan yang baik untuk meredam yang ditransmisikan sumber (mesin) terhadap isolator. Isolator yang baik untuk meredam getaran tersebut
31
dari material yang baik mempunyai frekuensi resonansi lebih kecil dari frekuensi sumber, biasanya dipergunakan bahan yang tidak kaku, frekuensi isolator akan saling meredam dengan frekuensi sumber. 2. Damping (meredam getaran) Damping adalah suatu mekanisme untuk meredam getaran dengan cara menempelkan suatu sistem resonan pada sumbu getaran, dengan sistem resonan ini getaran dapat dikurangi atau dihilangkan sama sekali. Beberapa cara damping dapat dilakukan sebagai berikut : a. Dengan cara interface damping b. Dengan cara penerapan suatu lapisan meterial c. Dengan cara memakai bahan sandwich sebagai pengganti bahan utama pada sumber getaran. Lapisan material dapat dilakukan dengan mempergunakan bahan yang lunak misalnya asphalt. Asphalt mempunyai frekuensi resonansi yang sangat rendah, sehingga dapat meredam getaran yang ditimbulkan oleh mesin. Sandwich material dilakukan dengan menyisipkan lapisan material yang elastis diantara dua lapisan plat yang dipakai sebagai sostem resonan. Pebedaan frekuensi resonansi dari dua macam material tersebut dapat meredam getaran yang dikeluarkan oleh mesin. 3. Mengurangi gangguan mekanik yang menyebabkan getaran Gangguan mekanik yang menyebabkan timbulnya getaran dapat diokntrol dengan mengurangi pengaruh gesekan pada roda-roda
32
dudukan mesin atau keseimbangan/pemantapan dudukan mesin dan lain-lain. Seringkali mesin dapat dikurangi dengan cara mengatur keseimbangan putaran mesin dan lain-lain. 2.5. Tinjauan Tentang Pengendalian Getaran
Tindakan untuk mencegah penyakit akibat getaran mekanik (Suma’mur,1996) mencakup tindakan pada, 1. Jarak pemaparan Semakin jauh jarak seseorang dari sumber getaran akan semakin kecil intensitas yang diterima orang tersebut, tetapi berbeda dengan faktor-faktor fisik lainnya dimana jarak pemaparan ini bisa diperbesar, pada getaran mekanik sulit dipraktekkan karena pada umumnya selalu ada kontrak antara sumber getaran dengan bagian tubuh dalam mengoperasikan alat kerja tersebut, kecuali bila alat bekerja secara otomatis atau dengan pengendalian jarak jauh. Pada alat-alat yang besar seperti gerinda, kontak ini tidak dapat dihindarkan. Hal ini mungkin pada alat-alat yang besar seperti alat pemancang untuk fondasi bangunan, tetapi tidak mungkin pada alatalat pegangan yang mudah dibawa. 2. Intensitas getaran alat Untuk mengurangi akibat yang timbul karena getaranmekanik ini perlu dipilih alat kerja yang menghasilkan intensitas pemaparan yang tidak terlalu tinggi. Cara subtitusi mulai digunakan untuk mengurangi pemaparan ini. Pada getaran yang bersifat steady state
33
dapat diusahakan mengurangi intensitasnya dengan menetralisisr gaya atau kopel couter balance untuk gaya atau kopel tersebut dalam keadaan dinamik. Selain itu, dapat diusahan mengisolir getaran dari badan ke bagian tangan atau bagian-bagian yang berhubungan dengan bagian tubuh lainnya seperti tempat duduk, tempat berpijak atau sandaran punggung kepala. Untuk mengisolir getaran ini dapat digunakan bermacam-macam bahan seperti karet alam/ sitesis, pegas metal, dan bahan lain seperti gabus, karet busa atau gumpalan wol. Fungsi
isolator
adalah
untuk
mengurangi
gaya
yang
dihantarkan atau amplitudo getaran yang besarnya tergantung dari transmissibilltynya yaitu ratio antara gaya sumber getaran dengan gaya yang diteruskan atau ratio amplitudo sumber getaran denag aplitudo yang diteruskan. 3. Waktu pemaparan Energi yang dipindahkan oleh suatu getaran tergantung pada lama pemaparan. Semakin panjang waktu pemaparan akan semakin banyak energi yang dipindahkan Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya penyakit akibat getaran mekanik, waktu pemaparan terhadap getaran mekanik ini tidak lebih dari 2 jam sehari. Hal yang sama juga diajukan oleh ILO (1976). Tahun 1979 ± 50 menerbitkan rancangan yang memuat pedoman waktu pemaparan untuk getaran yang diantarkan ke lengan.(Iwata,1999) 4. Alat pelindung perorangan
34
Perlindungan
dapat
mengurangi
energi
getaran
yang
dihantarkan bagian tubuh manusia. Untuk peredam umumnya digunakan bahan-bahan yang kenyal seperti karet, karet busa,plastik busa,wool dan sebagianya. Efektivitas peredam tergantung dari kekenyalan bahan, yang terbaik dengan kekenyalan sedang. 5. Pengendalian lingkungan Faktor lingkungan terutama iklim kerja, banyak mempengaruhi timbulnya dan perjlanan penyakit akibat getaran yang mengenai pembuluh darah perifer. Karena itu pada tempat kerja yang beriklim dingin perlu diambil langkah-langkah perlindungan seperlunya. 2.6. Tinjauan Nilai Ambang Batas Getaran
Nilai ambang batas getaran untuk pemajanan lengan dan tangan menurut surat keputusan menteri tenaga kerja no. Kep.51/MEN/1999, adalah seperti tabel. Nilai Ambang Batas Getaran Untuk Pemajanan Lengan Dan Tangan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep.51/Men/1999
Jumlah waktu pemajanan per hari kerja
Nilai percepatan pada frekuensi dominan m/det²
Gram (1gram + 9,81 m/det²)
4 jam dan < 8 jam
4
0,40
2 jam dan < 4 jam
6
0,61
1 jam dan < 2 jam
8
0,81
< 1 jam
12
1,22
Nilai ambang batas ini sesuai dengan NAB yang dikeluarkan American Cobference of Govermental Industrial Hygienist 1992.
35
BAB III METODE PERCOBAAN 3.1.
Alat dan Bahan
1. Kendaraan Bermotor 2. Blender 3. Stopwatch 4. Vibration meter 3.2.
Prosedur Kerja
1. Segmental Vibration a. Nyalakan (Tekan tombol on) pada Vibration meter b. Ujung dari magnet vibration meter diletakkan pada alat yang akan diukur
yaitu
pada
tempat
pegangan
bila
tenaga
kerja
menggunakan alat tersebut c. Operasikan alat kerja yang diukur d. Tekan tombol HOLD pada vibration meter pada detik ke 30 dan catat hasil tingkat getaran pada vibration meter e. Lakukan kembali sebanyak 5 kali percobaan dalam hitungan 30 detik 2. Whole Body Vibration a. Nyalakan (Tekan tombol on) pada Vibration meter b. Letakkan vibration pada lantai dimana biasanya tenaga kerja duduk atau berdiri pada kendaraan operasional yang dipakai
36
c. Operasikan/jalankan kendaraan tersebut d. Tekan tombol HOLD pada vibration meter pada menit ke 5 dan catat hasil tingkat getaran pada vibration meter e. Lakukan kembali sebanyak 5 kali percobaan dalam hitungan 30 detik 3.3.
Prinsip Percobaan
Pada prinsipnya vibration meter bekerja untuk mengukur nilai getaran yang dihasilkan oleh percobaan efek getaran Segmental Vibration maupun Whole Body Vibration yang dilakukan.
37
BAB IV HASIL & PEMBAHASAN 4.1. Hasil
Berdasarkan pengamatan terhadap sampel alat, diperoleh hasil pengukuran Intensitas getaran dari masing-masing alat percobaan, yaitu Tabel Hasil Tingkat Getaran blender (Segmental Vibaration) Percobaan I 30 Detik I
II
III
IV
V
Rata-rata
2,0 m/s
2,1 m/s
0,8 m/s
1,8 m/s
1,3 m/s
1,6 m/s
Rata-rata nilai getaran yang dihasilkan Alat blender pada segmental vibration:
Percobaan II 30 Detik I
II
III
IV
V
Rata-rata
0,4 m/s
0,8 m/s
0,4 m/s
0,3 m/s
1,0 m/s
0,58 m/s
Rata-rata nilai getaran yang dihasilkan Alat blender pada segmental vibration:
38
Percobaan III 30 Detik I
II
III
IV
V
Rata-rata
0,7 m/s
0,4 m/s
0,4 m/s
0,4 m/s
0,5 m/s
0,48 m/s
Rata-rata nilai getaran yang dihasilkan Alat blender pada segmental vibration:
Tabel Hasil Tingkat Getaran pada Whole Body Vibration dengan menggunakan kendaraan motor Percobaan 2 menit I
II 2
31,7 m/s
III 2
31,3 m/s
IV 2
31,3 m/s
V 2
31,1 m/s
Rata-rata 2
31,7 m/s
31,42 m/s
Rata-rata nilai getaran yang dihasilkan untuk alat vacum cleaner
4.2. Pembahasan
Getaran dapat diartikan sebagai gerakan dari suatau sistem bolakbalik, gerakan tersebut dapat berupa gerakan yang harmonis, sederhana, dapat pula sangat kompleks; sifatnya dapat periodik atau random; kontinyu atau intermiten.
39
2
Dari pengukuran yang dilakukan selama tiga kali percobaan pada alat kerja, diperoleh tiga rata-rata. Berdasarkan hasil pengukuran nilai getaran pada segmental vibration dengan menggunakan alat kerja vibration 2
2
2
meter yaitu 1,6 m/s 0,58 m/s dan 0,48 m/s . Maka tingkat pemajanan getaran bagi tubuh pekerja tidak terlalu berbahaya jika digunakan terlalu lama / paling lama alat tersebut dapat digunakan lebih dari 8 jam waktu kerja. Hal ini tersirat dalam surat keputusan menteri tenaga kerja no. Kep.51/men/1999 tentang nilai ambang batas getaran untuk pemajanan lengan dan tangan yaitu 4 - < 8 jam
2
4 m/s . Dengan nilai getaran yang
sangat tinggi tersebut juga akan dapat memberikan dampak bagi kesehatan manusia seperti gejala awal sakit kepala. Untuk Whole Body Vibration nilai rata-rata kecepatan getaran 2
yang dihasilkan sebanyak 5 kali percobaan yaitu 31,42 m/s . Hasil ini melebihi nilai percepatan alat (nilai ambang batas) getaran berdasarkan surat keputusan menteri tenaga kerja no. Kep.51/men/1999 yaitu < 1 jam 2
12 m/s . Jadi alat ini sangat berbahaya jika terpajan terlalu lama dengan tubuh manusia/paling lama < 1 jam saja.
40
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan
1. Dari pengukuran yang dilakukan pada alat kerja pada segemental vibration dengan melakukan 5 kali percobaan dalam hitungan 30 detik, 2
2
diperoleh rata-rata hasil intensitas getaran yaitu 1,6 m/s 0,58 m/s dan 2
0,48 m/s dan berdasarkan surat keputusan menteri tenaga kerja no. Kep.51/men/1999, alat tersebut hanya bisa terpajan dengan tubuh tiap hari kerja apabila lebih dari 8 jam waktu kerja 2. Dari pengukuran yang dilakukan pada alat kerja dengan melakukan 5 kali percobaan dalam hitungan 2 menit dengan menggunkan kendaraan motor untuk mengetahui whole body vibration, diperoleh rata-rata 2
hasil intensitas getaran yaitu 31,42 m/s dan berdasarkan nilai ambang batas getaran sesuai dengan keputusan menteri tenaga kerja no. Kep.51/men/1999, waktu alat tersebut hanya dapat terpajan dengan tubuh kurang dari 1 jam. Apabila melebihi 1 jam maka akan menimbulkan gangguan kesehatan pada tubuh seseorang 5.2. Saran
Dalam pengunaan alat-alat yang berpotensi intensitas getaran yang sangat tinggi maka perlu pengurangan intensitas alat getar yaitu mengurangi kecepatan kerja alat.
41
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 2012. Penuntun Praktikum Kesehatan Mayarakat Dasar, diterbitkan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar. Gabriel, JF1995. Fisika Kedokteran Vibrasi , EGC, Jakarta. (online) diakses pada tanggal 3 juli 2012. KEPMENKER,1999. Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja, Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. (online) diakses pada tanggal 3 juli 2012. Widyanto, 2004. Analisis Mengenai Hygiene Perusahaan di Industri Textil , (online) diakses pada tanggal 3 juli 2012. Subari Heru, dkk, 2007. Higiene Lingkungan Kerja, Mitra Cendikia, yogyakarta. (online) diakses pada tanggal 3 juli 2012.
42
FOTO-FOTO / DOKUMENTASI
Gambar. Vibration Meter
43
44
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan yang terus mengalami perkembangan akan senantiasa mengahasilkan produk-produk teknologi yang baru. Sebagai konsumen dari produk-produk tersebut kita tentu saja merasakan perkembangan teknilogi yang sekarang ini sudah memasuki era teknologi canggih. Hal ini ditandai dengan produk baru yang memang lebih baik dari produk sebelumnya. Radiasi
merupakan
energi
yang
dihantarkan/diserap
dan
dipancarkan dalam bentuk partikel atau gelombang. Efek dari radiasi ini pada jaringan hidup beraneka ragam, tetapi kemampuan energy ini untuk mengionisasi jaringan sasaran membedakan dua bagian utama gelombang elektromagnetik, yaitu radiasi penguin dan radiasi non penguin. Efek kesehatan oleh radiasi dapat dibagi menjadi efek nonstokastik dan stokastik. Pada efek non-stokastik, ada ambang progresivitas beratnya efek sejalan dengan dosis. Pada efek stokastik, tidak ada ambang. Pada radiasi non penguin demi praktisinya, dua sumber paling penting ialah laser dan gelombang mikro. Keduanya mampu menghasilkan pemanasan local pada jaringan yang mungkin sangat berat dan berbahaya. Keduanya mungkin berupa gelombang continue dan berdenyut. Suatu pancaran gelombang (gangguan medan elektris dan magnetis) yang bisa menyebabkan perubahan struktur dalam atom dari
45
bahan-bahan yang dilaluinya. Setiap muatan listrik tentu memiliki percepatan memancarkan radiasi elektromagnetik, saat ini banyak alat elektronik yang bisa menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat yang bersumber dari radiasi elektromagnetik. 1.2. Tujuan Percobaan
1. Untuk mengetahui radiasi pancaran dari bebarapa handphone / ponsel, monitor computer dan CPU computer yang merupakan peralatan yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari utamanya pada saat bekerja 2. Untuk mengetahui cara pengoperasian alat ukur radiasi yaitu Electromagnetic field radiation tester .
46
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pengertian Radiasi
Radiasi berarti pemaparan atau penyinaran yang merupakan penyebaran partikel-partikel elementer dan energi radiasi dari suatu sumber radiasi. Radiasi adalah energi yang dihantarkan, diserap dan dipancarkan dalam bentuk partikel atau gelombang. Energi radiasi dapat mengeluarkan elektron dari inti atom dan sisa atom yang dapat menjadi muatan positif dan disebut ion positif. Sementara itu elektron yang dikeluarkan itu dapat tinggal bebas atau mengikat atom netral lainnya dan membentuk ion negative. Ionisasi yaitu peristiwa pembantukan ion positif dan ion negative ini sangat penting sekali diketahui karena malalui proses ionisasi ini jaringan tubuh akan mengalami kelainan atau merasakan pada sel-sel tubuh. Pada dasarnya pengertian radiasi mencakup hal yang sangat luas seperti cahaya dan gelombang radio dan gelombang mikro,Namun secara umum kata radiasi diartikan sebagai “radiasi pengion”, yaitu radiasi yang mengubah kondisi fisik sebuah atom menjadi ion. Adanya “ion” ini pada umumnya dapat mengganggu proses biologi, dan karenanya dapat menimbulkan bahaya buruk terhadap kesehatan manusia contohnya mual atau pusing bagi seseorang yang berinteraksi didekatnya.Sehingga perlu di
47
atur supaya tidak membawa dampak negative bagi orang lain yang mengancam kesehatan & keselamatannya. 2.2. Tinjauan Tentang Jenis-Jenis Radiasi
Berdasarkan terjadi atau tidaknya ionisai maka radiasi dapat digolongkan menjadi (Gabriel, 1996) : 1. Radiasi yang tidak menimbulkan ionisasi, yaitu sinar ultra violet, sinar infra merah dan gelombang ultrasonik. 2. Radiasi yang dapat menimbulkan ionisasi, antara lain sinar alfa, sinar beta, sinar gamma, sinar-X, dan proton. Adapun 2 jenis radiasi berdasarkan sumbernya yang biasa dikenal yatu radiasi alam, diantaranya yaitu radiasi kosmogenis dan radiasi primordial (teresterial). 2.3. Tinjauan Tentang Dampak Radiasi
1. Gangguan electrical sensitivity. Electrical sensitivity adalah gangguan fisiologis dengan tanda dan gejala neurologis maupun kepekaan, berupa berbagai gejala dan keluhan.
Gangguan
ini
umumnya
disebabkan
oleh
radiasi
elektromagnetik yang berasal dari jaringan listrik tegangan tinggi atau ekstra tinggi, peralatan elektronik di rumah, di kantor maupun industri. Termasuk telepon seluler (ponsel) maupun microwave oven, ternyata sangat potensial menimbulkan berbagai keluhan tersebut.
48
Potensi gangguan kesehatan yang timbul akibat pajanan medan elektromagnetik dapat terjadi pada berbagai sistem tubuh, antara lain: (1) sistem darah, (2) sistem reproduksi, (3) sistem saraf, (4) sistem kardiovaskular, (5) sistem endokrin, (6) psikologis, dan (7) hipersensitivitas. Sedangkan manifestasi dari hipersensitivitas dikenal pula dengan istilah electrical sensitivity, yang menggambarkan gangguan fisiologis berupa tanda dan gejala neurologis maupun kepekaan terhadap medan elektromagnetik, dengan gejala-gejala yang khas (Riedlinger, 2004) Gejala-gejala yang menunjukkan adanya electrical sensitivity sebenarnya banyak sekali, tetapi yang khas antara lain berupa sakit kepala (headache ), pening (dizziness), keletihan ( fatigue). Tanda dan gejala lain yang dapat dijumpai, misalnya, jantung berdebar-debar (cardiac palpitations), gangguan tidur (sleep disturbances ), gangguan konsentrasi (difficulty in concentrating), rasa mual dan gangguan pencernaan lain (nausea and digestive problems ) yang tidak jelas penyebabnya, telinga berdenging ( tinnitus), muka terbakar ( facial burning), dan kulit meruam ( rashes ), kejang otot ( muscle spasme),
kebingungan ( confusion), serta gangguan kejiwaan berupa depresi (depression ). (Rea, 1991; Bergdahl, 1995; Grant, 1995) 2. Gangguan yang disebabkan oleh radiasi monitor Beberapa gangguan kesehatan dicurigai dari radiasi monitor dan CPU diantaranya katarak, epilepsy, cacat bawaan bahkan sampai
49
kepada gangguan seksual. Jika kita telaah ternyata katarak disebabkan oleh proses menua dan sinar ultraviolet, sementara hasil kajian menunjukkan bahwa batas ambangnya normal. Sementara nyeri pada mata ataupun mata berair disebabkan oleh mata yang lelah. Walaupun demikian mata lelah dapat disebabkan oleh terlalu lama berada di depan layar monitor computer. Kelainan bawaan pada bayi ataupun gangguan seksual ternyata bukanlah diakibatkan oleh radiasi monitor computer. Salah satu gangguan kesehatan yang langsung disebabkan oleh radiasi maonitor computer adalah dermatitis pada muka. Warna kemerahan pada muka akan terjadi setelah seseorang bekerja antara 2 jam – 6 jam di depan computer serta di tempat yang mempunyai kelembaban yang rendah. 2.4. Tinjauan Tentang Nilai Ambang Batas Radiasi
Masa Pemaparan per Hari
Iradiasi Efektif (Eeff)
4 jam
0,2
2 jam 1 jam
0,4 0,8
30 menit 15 menit
1,7 3,3
10 menit 5 menit 1 menit
5 10 50
30 detik 10 detik 1 detik 0,5 detik 0,1 detik
100 300 3000 6000 30000
Sumber : KEPMENAKER NOMOR KEP.51/MEN/1999 TANGGAL 16 APRIL 1999
50
BAB III METODE PERCOBAAN 3.1. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini , antara lain : 1. Handphone (type Blackberry Curve 8520) 2. Monitor computer 3. CPU Komputer 4. Laptop 5. Alat mengukur radiasi yaitu Electromagnetic field radiator tester 3.2. Prosedur Kerja
1. Alat ukur diaktifkan dengan menggeser tombol ke arah “ON” 2. Setelah itu hadapkan sensor ke sumber/sampel yang akan diukur 3. Tombol pada kisaran nilai, diarahkan ke nilai 200 µT. Namun, apabila pada layar masih tertera angka 00,00 maka tombol dipindahkan ke kisaran nilai 20µT. 4. Ukurlah radiasi pada setiap peralatan atau benda yang memancarkan radiasi dengan menggunakan alat Electromagnetic field radiator tester .
5. Kenudian catatlah angka yang tertera pada layar
51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil No
Sumber Radiasi
Paparan Radiasi
1
Handpone
0,01 µT
2
Layar leptop
0,01 µT
3
Kipas laptop
0,01 µT
4
Layar computer
0,01 µT
5
Kipas komputer
0,01 µT
6
Oven
0,07 µT
4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil dari alat ukur Electromagnetic field radiator tester , nilai radiasi pada handphone, layar dan kipas laptop, layar dan kipas
komputer yaitu 0,01 µT sedangkan untuk oven nilai intensitas radiasi sebesar 0.07 µT. Salah satu dampak yang terjadi jika sudah terpajan sangat lama dengan radiasi electromagnetic khususnya pada handphone/ponsel, yaitu gangguan electrical sensitivity. Electrical sensitivity adalah gangguan fisiologis dengan tanda dan
gejala neurologis maupun kepekaan, berupa berbagai gejala dan keluhan. Salah satu gangguan kesehatan yang langsung disebabkan oleh radiasi maonitor computer adalah dermatitis pada muka. Warna kemerahan pada muka akan terjadi setelah seseorang bekerja antara 2 jam – 6 jam di depan computer serta di tempat yang mempunyai kelembaban yang rendah.
52
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan
Radiasi adalah energi yang dihantarkan, diserap dan dipancarkan dalam bentuk partikel atau gelombang. Berdasarkan hasil dari alat ukur Electromagnetic field radiator tester , nilai radiasi yang paling tinggi dari
kelima paparan radiasi tersebut adalah oven 0,07 04 µT. 5.2. Saran
Adapun saran kami yaitu menghimbau kepada para pemakai komputer disarankan jangan terlalu berlama-lama mengoperasikan komputer. Jika terpaksa harus bekerja dalam waktu yang lama misalnya, maka disarankan untuk mengambil waktu jeda supaya membolehkan mata melakukan istirahat, misalnya dengan melihat pepohonan hijau.
53
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 2012. Penuntun Praktikum Kesehatan Mayarakat Dasar, diterbitkan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar. Gabriel, JF1995. Fisika Kedokteran Vibrasi , EGC, Jakarta. (online) diakses pada tanggal 3 juli 2012. KEPMENKER,1999. Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja, Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. (online) diakses pada tanggal 3 juli 2012. Riedlinger, 2005. Analisis Mengenai Bahaya dan Dampak dari Paparan Radiasi (online) di akses pada tanggal 13 juli 2010
54
FOTO-FOTO / DOKUMENTASI
Gambar . Electromagnetic Field Radiator Tester
55
56
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Pada saat melihat atau mengamati suatu benda dan sekitarnya kita selalu mempergunakan indera penglihatan atau mata. Benda-benda tersebut dapat dilihat atau diamati disebabkan karena mata menerima rangsangan-rangsangan yang berasal dari cahaya atau sinar yang datang dari benda-benda tersebut, baik yang dipancarkan secara langsung maupun dipantulkan dari sumber penerangan (cahaya) yang mengenai benda-benda tersebut (Atjo Wahyu, 2003). Cahaya atau visible light yang dapat terlihat oleh mata adalah radiasi spectrum elektromagnetik yang terletak diantara segmen-segmen infra merah atau ultra violet . Secara umum penerangan yang baik adalah
penerangan yang memungkinkan tenaga kerja dapat melihat obyek yang dikerjakan secara jelas, cepat tanpa upaya yana tidak perlu. Penerapan tempat kerja yang memadai itu ( good lighting) mempengaruhi kualitas dan kualitas dari penglihatan ( quality of vision). Demikian pula dekorasi pada tempat kerja ikut menentukan tingkat dari pencahayaannya.
Pada
umumnya
pekerjaan
memerlukan
upaya
penglihatan. Untuk melihat manusia memerlukan pencahayaan. Hanya pekerjaan-pekerjaan tertentu, mungkin tidak memerlukan pencahayaan. Oleh sebab itu salah satu masalah lingkungan di tempat kerja harus
57
diperhatikanadalah pencahayaan. Pencahayaan yang kurang memadai dapat merupakan beban tambahannbagi si pekerja. Dengan demikian, dapat menimbulkan gangguan performance (penampilan) kerja serta pada akhirnya dapat memberikan pangaruh terhadap kesehatan dan keselamata kerja. Sehubungan dengan masalah tersebut, maka perlu dilakukan perhitungan intensitas pencahayaan di sebuah ruangan baik itu in door maupun out door . 1.2. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah : 1. Untuk mendapatkan data kuantitatif mengenai tingkat atau derajat cahaya yang ada di ruangan baik in door maupun out door 2. Untuk mengetahui pengoperasian alat ukur pencahayaan yaitu Digital Lux Meter.
58
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pencahayaan
Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia. Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas dan cepat. Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan tenaga kerja dapat melihat obyek yang dikerjakan secara jelas, tanpa upaya yang tidak perlu serta membantu menciptakan lingkungan kerja yang nikmat dan menyenangkan. Alat untuk mengukur intensitas cahaya digunakan Light Meter atau Lux Meter. Satuan-satuan yang berhubungan dengan pencahayaan adalah lilin, lumen (lm), lux. Lilin adalah suatu kesatuan kekuatan sumber cahaya. Lumen adalah arus cahaya yang ditimbulkan oleh sumber cahaya kesemua arah. Sedangkan Lux adalah satuan pencahayaan yang per m
2
jatuh arus
cahaya 1 lumen. Adapun sifat-sifat dari pencahayaan yang baik, ditentukan oleh (Tim Pengajar Analisis Kualitas Lingkungan FKM UMI, 2012) : a. Pembagian luminensi dalam lapangan penglihatan b. Pencegahan kesilauan c. Arah sinar d. Warna
59
e. Panas pencahayaan terhadap keadaan lingkungan 2.2. Tinjauan Tentang Sumber-Sumber Pencahayaan
1. Pencahayaan alami Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari. Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain menghemat energi listrik juga dapat membunuh kuman. Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruang diperlukan jendela jendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas lantai. Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif dibanding dengan penggunaan pencahayaan buatan, selain karena intensitas cahaya yang tidak tetap, sumber alami menghasilkan panas terutama saat siang hari. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar penggunaan sinar alami mendapat keuntungan, yaitu: a.
Variasi intensitas cahaya matahari
b.
Distribusi dari terangnya cahaya
c.
Efek dari lokasi, pemantulan cahaya, jarak antar bangunan
d.
Letak geografis dan kegunaan bangunan gedung
2. Pencahayaan buatan Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila posisi ruangan sulit dicapai oleh pencahayaan
60
alami atau saat pencahayaan alami tidak mencukupi. Fungsi pokok pencahayaan buatan baik yang diterapkan secara tersendiri maupun yang dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah sebagai berikut: 1) Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara detail serta terlaksananya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan tepat 2) Memungkinkan penghuni berjalan dan bergerak secara mudah dan aman 3) Tidak menimbukan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja 4) Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan, dan tidak menimbulkan bayang-bayang. 5) Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan prestasi. 6) Disamping
hal-hal
tesebut
di
atas,
dalam
perencanaan
penggunaan pencahayaan untuk suatu lingkungan kerja maka perlu pula diperhatikan hal-hal berikut ini : a) Seberapa jauh pencahayaan buatan akan digunakan, baik untuk menunjang dan melengkapi pencahayaan alami.
61
b) Tingkat
pencahayaan
yang
diinginkan,
baik
untuk
pencahayaan tempat kerja yang memerlukan tugas visual tertentu atau hanya untuk pencahayaan umum c) Distribusi dan variasi iluminasi yang diperlukan dalam keseluruhan interior, apakah menyebar atau tefokus pada satu arah d) Arah cahaya, apakah ada maksud untuk menonjolkan bentuk dan kepribadian ruangan yang diterangi atau tidak e) Warna yang akan dipergunakan dalam ruangan serta efek warna dari cahaya f) Derajat kesilauan obyek ataupun lingkungan yang ingin diterangi, apakah tinggi atau rendah. Sistem pencahayaan buatan yang sering dipergunakan secara umum dapat dibedakan atas 3 macam yakni: 1. Sistem Pencahayaan Merata Pada sistem ini iluminasi cahaya tersebar secara merata di seluruh ruangan. Sistem pencahayaan ini cocok untuk ruangan yang tidak dipergunakan untuk melakukan tugas visual khusus. Pada sistem ini sejumlah armatur ditempatkan secara teratur di seluruh langilangit. 2. Sistem Pencahayaan Terarah Pada sistem ini seluruh ruangan memperoleh pencahayaan dari salah satu arah tertentu. Sistem ini cocok untuk pameran atau
62
penonjolan suatu objek karena akan tampak lebih jelas. Lebih dari itu, pencahayaan terarah yang menyoroti satu objek tersebut berperan sebagai sumber cahaya sekunder untuk ruangan sekitar, yakni melalui mekanisme pemantulan cahaya. Sistem ini dapat juga digabungkan dengan sistem pencahayaan pencahayaan merata karena bermanfaat
mengurangi
efek
menjemukan
yang
mungkin
ditimbulkan oleh pencahayaan merata. 3. Sistem Pencahayaan Setempat Pada sistem ini cahaya dikonsentrasikan pada suatu objek tertentu misalnya tempat kerja yang memerlukan tugas visual. Sistem pencahayaan pencahayaan ini sangat bermanfaat untuk : a. Memperlancar tugas yang memerlukan visualisasi teliti b. Mengamati bentuk dan susunan benda yang memerlukan cahaya dari arah tertentu. c. Melengkapi pencahayaan umum yang terhalang mencapai ruangan khusus yang ingin diterangi d. Membantu pekerja yang sudah tua atau telah berkurang daya penglihatannya. e. Menunjang
tugas
visual
yang
direncanakan direncanakan untuk ruangan tersebut.
63
pada
mulanya
tidak
2.3. Tinjauan Tentang Dampak Pencahayaan Terhadap Kesehatan
Penerangan Penerangan tempat kerja yang jelek
( poor lighting) secara
langsung tidak akan menimbulkan kerusakan pada mata, namun sering menimbulkan beberapa gangguan diantaranya : a. Kelelahan dan ketidaknyamanan pada mata ( eye fatigue and discomfort ) yang dapat mengakibatkan berkurangnya daya dan
efisiensi kerja b. Kelelahan mental yang akan berpengaruh pada kelelahan fisik c. Keluhan pegal-pegal pegal-pegal dan sakit kepala di sekitar mata d. Meningkatkan terjadinya kecelakaan kecelakaan Sedangkan penerangan atau pencahayaan yang terlalu kuat juga tidak kita kehendaki disebabkan karena keadaan ini dapat menimbulkan kesilauan pada mata. 2.4. Tinjauan Tentang Nilai Ambang Batas Pencahayaan
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002, pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Pencahayaan minimal yang dibutuhkan menurut jenis kegiatanya seperti berikut :
64
Tingkat Pencahayaan Lingkungan Kerja Jenis Kegiatan
Tingkat Pencahayaan ( Lux Lux)
Pekerjaan kasar dan tidak terus menerus
100
Pekerjaan kasar dan terus menerus
200
Pekerjaan rutin
300
Pekerjaan agak halus
500
Pekerjaan halus
1000
Pekerjaan amat halus
1500 Tidak menimbulkan bayangan
Pekerjaan terinci
3000 Tidak menimbulkan bayangan
Keterangan
Ruang penyimpanan & ruang peralatan/instalasi yang memerlukan pekerjaan yang kontinyu Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar Ruang administrasi, ruang kontrol, pekerjaan mesin & perakitan Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin kantor, pekerjaan pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin Pemilihan warna, pemrosesan pemrosesan teksti, pekerjaan mesin halus & perakitan halus Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin dan perakitan yang sangat halus Pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat halus
Sumber: KEPMENKES RI. No. 1405/MENKES/SK/XI/02
Dibawah ini merupakan standar dari pencahayaan di tempat kerja. Aturan PMP Nomor 7 Tahun 1964 sebagai berikut : 1. Penerangan Penerangan darurat 5 lux 2. Halaman dan jalan di perushaan 20 lux 3. Pekerjaan membedakan barang kasar 50 lux 4. Pekerjaan membedakan membedakan barang kecil sepintas lalu 100 lux 5. Pekerjaan membedakan membedakan barang kecil agak teliti 200 lux 6. Pekerjaan membedakan membedakan yang teliti dari barang kecil dan halus 300 lux
65
7. Pekerjaan membedakan barang halus dengan kontras sedang dan dalam waktu yang lama 500-1000 lux 8. Pekerjaan membedakan barang sangat halus dengan kontras kurang dalam waktu lama 1000 lux 9. Kampus / Sekolah : a. Tangga darurat 30-75 lux b. Tangga biasa 75-100 lux c. Koridor 75-150 lux d. Toilet / Auditorium 75-300 lux e. Ruangan kelas 300-750 lux f.
Laboratorium / perpustakaan 750-1500 lux
10. Kantin : a. Ruang cuci 150-300 lux b. Ruang masak / meja makan 300-750 lux
66
BAB III METODE PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Digital Lux Meter dan stopwatch. 3.2. Prinsip Percobaan
Alat ukur Digital Lux Meter akan menangkap semua cahayacahaya yang terdapat dalam ruangan baik itu cahaya alami atau cahaya buatan. 3.3. Prosedur Kerja
1. Tentukan tiga titik pada ruangan yang akan diukur pencahayaannya 2. Titik ruangan yang ditentukan merupakan titik-titik yang sering ditempati oleh para pekerja dalam melakukan aktivitas pekerjaannya. 3. Pemberian perilaku pada ruangan laboratorium dilakukan sebanyak 2 kali kondisi dengan kondisi yang berbeda-beda 4. Kondisi pertama yaitu lampu dinyalakan dan tirai dalam keadaan terbuka (intensitas cahaya alami +cahaya buatan) 5. Kondisi kedua adalah intensitas cahaya di meja kerja tepatnya depan komputer 6. Kondisi keempat yaitu intensitas cahaya di tangga baik itu tangga pada bagian puncak, tengah dan bawah. 7. Alat dihidupkan (on)
67
8. Photo cell menghadap sumber cahaya, alat dipegangi kurang lebih 85 cm dari lantai. 9. Baca dan catat hasil pengukuran pada masing-masing kondisi dan titik-titik yang telah ditentukan dengan durasi waktu kurang lebih 2 menit Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran adalah ; 1. Pengukuran pada bidang horizontal setinggi ± 85 cm di atas lantai 2. Bila pengukuran pada tangga, lux meter diletakkan di lantai/tempat injakan kaki 3. Pakaian dari surveyor hendaknya berwarna gelap, hal ini untuk mencegah pentulan cahaya dari surveyor mengenai luxmeter sehingga hasil pembacaan akurat.
68
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Ruang Laboratorium
Intensitas cahaya alami+buatan Titik 1
Meja Kerja Intensitas
Tangga
Intensitas cahaya Tengah
Bawah
Puncak
cahaya
45 72 70
Titik 2
113 96 106
Titik 3
83 95
99 282
312
228
108 Titik 4
100 97
79 96 81
Titik 5
79 71 51
Jumlah
1245
274
296
a. Rata-rata intensitas cahaya alami+buatan di ruangan laboratorium
∑
69
b. Rata-rata intensitas cahaya buatan pada meja kerja
∑
c. Rata-rata intensitas cahaya pada tangga (di luar ruangan)
∑
4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka kita memperoleh nilai dari rata-rata intensitas penerangan/cahaya dari 3 kondisi yang telah ditentukan. Untuk kondisi pertama, yaitu intensitas cahaya dalam ruangan dimana cahaya alami + buatan yakni sebesar 83 lux. Pada kondisi kedua, yaitu intensitas cahaya di dalam ruangan pada meja kerja dengan menggunakan cahaya buatan sebesar 98.7 lux. Sedangkan untuk kondisi 3 intensitas cahaya di luar ruangan yakni di tangga sebesar 274 lux.
70
Dari hasil tersebut, intensitas cahaya pada kondisi pertama merupakan intensitas cahaya pada ruang laboratorium yang tergolong dalam pencahayaan yang tidak memenuhi standar pencahayaan dan pada kondisi ke dua di meja kerja intensitas cahaya yang diperoleh tidak memenuhi standar pencahayaan yang baik pada tempat kerja sedangkan pada kondisi ke tiga yaitu pada tangga, intensitas cahaya yang di dapatkan melebihi standar intensitas cahaya yang dibutuhkan.
71
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan
Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia. Penerangan dapat diperoleh dengan dua cara yaitu penerangan alami dan penerangan buatan. Berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan Lux meter , tercatat hasil intensitas penerangan pada kondisi 1 = 83 lux, kondisi 2 = 98.7 lux, dan kondisi 3 = 274 lux. Jadi, untuk intensitas cahaya pada kondisi 1 dan 2 merupakan intensitas cahaya pada ruang laboratorium dan meja kerja yang tergolong dalam pencahayaan yang memerlukan ketelitian akan tetapi tidak memenuhi standar pencahayaan sedangkan pada kondisi ke tiga yaitu pada tangga, intensitas cahaya yang di dapatkan melebihi standar intensitas cahaya yang dibutuhkan. 5.2. Saran
Adapun saran yang kami ajukan yaitu pada pencahayaan disetiap ruangan sebaiknya disesuaikan dengan fungsi ruangannya, agar tidak menimbulkan berbagai gangguan atau kaluhan-keluahan bagi pengguna ruangan tersebut .
72
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 2012. Penuntun Praktikum Kesehatan Mayarakat Dasar, diterbitkan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar. KEPMENAKER, 1999. (online) (www.google.com diakses pada tanggal 3 juli 2012) Kesehatan
Lingkungan,
2009.
(online)
(http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/02/kes-ling-kebisingan
di
akses pada tanggal 3 juli 2012) Wahyu, atjo, 2003. Higiene Perusahaan. Ditebitkan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar.
73
FOTO-FOTO / DOKUMANTASI
Gambar . Digital Lux Meter
74
75
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Kebisingan merupakan salah satu factor bahaya fisik yang sering dijumpai di tempat kerja. Di lingkungan kerja, kebisingan merupakan masalah kesehatan kerja yang selalu timbul pada industri besar, seperti pabrik-pabrik industry. Seiring dengan proses industrilisasi yang disertai dengan kemajuan teknologi dan pertumbuhan ekonomi yang setiap tahun berkembang, maka ancaman terjadinya risiko gangguan akibat kebisingan juga akan semakin bertambah. Kebisingan tidak bisa dipisahkan dari perkembangan teknologi dan kemajuan industrialisasi. Alat-alat yang diciptakan manusia dengan maksud
mengurangi beban kerja baik di industri maupun di rumah,
hampir selau disertai dengan produk kebisingan, seperti alat musik, alat pembersih lantai, alat penyedot debu, gerida listrik, pesawat jot dan sebagainya merupakan salah satu pertanda kehidupan dunia modern sehingga menyebabkan terjadinya sociocusis. Laju perkembangan industry dibarengi dengan perkembangan transportasi dan mekanisasi, penggunaan elektrikasi pada pemukiman seperti bertambahnya jalan bebas hambatan di perkotaan, sepeda motor, pemotong rumput bermotor dan sebagainya. Keadaan seperti ini akan meningkatkan jumlah orang yang akan terpapar terhadap sumber kebisingan. Manusia sebagai kelompok atau individu akan berkedudukan 76
ganda, yaitu sebagai pelaku dan sebagai penderita akibat pencemaran bising yang ada. Oleh karena itu diperlukan penggunaan teknologi yang memilki dampak negative yang sekecil mungkin dan memberikan dampak positif yang sebesar mungkin. Hubungan antara kebisingan dengan kemungkinan timbulnya gangguan terhadap kesehatan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu intensitas kebisingan, frekuensi kebisingan, dan lamanya seseorang berada di tempat atau di dekat bunyi tersebut, baik dari hari ke hari ataupun seumur hidupnya. Kesadaran akan bahaya kebisingan masih kurang dipahami baik oleh kalangan masyarakat umum maupun para pekerja, padahal dampak yang diakibatkan oleh kebisingan ditempat kerja sangat besar. Sering ditemukan bahwa keluhan akibat terjandinya gangguanpendengaran hanya dikaitkan dengan semakin bertambahnya usia atau karena sebab lain dan bukan karena pekerjaan di lingkungan bising. 1.2. Tujuan
a. Untuk
mengetahui
dan
memperoleh
data
rata-rata
intensitas
kebisingan pada penerima suara b. Untuk mengetahui cara pengoperasian alat ukur kebisingan yaitu Sound Level Meter.
77
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Pengertian Kebisingan
Bunyi adalah perubahan tekanan yang dapat dideteksi oleh telinga atau kompresi mekanikal atau gelombang longitudinal yang merambat melalui medium, medium atau zat perantara ini dapat berupa zat cair, padat, gas. Sedangkan definisi Suara atau bunyi menurut beberapa ahli antara lain : a. Suara berarti gangguan mekanik dalam medium gas, cair atau padat dikarenakan getaran molekul. b. Bunyi adalah rangsangan yang diterima oleh telinga karena getaran pada media elastis. c. Suara atau bunyi adalah variasi tekanan yang merambat melalui udara dan dapat dideteksi oleh telinga manusia. d. Menurut teori fisika, bunyi adalah rangsangan yang diterima oleh syaraf pendengaran yang berasal dari suatu sumber bunyi. Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat
mengganggu
kesehatan
dan
kenyamanan
lingkungan
yang
dinyatakan dalam satuan desibel (dB). Kebisingan juga dapat didefinisikan sebagai bunyi yang tidak disukai, suara yang mengganggu atau bunyi yang menjengkelkan. Berdasarkan Kepmenaker, kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat, proses produksi yang
78
pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan pendengaran. Menteri Negara Lingkungan Hidup dalam Keputusan Mentri LH (1996) menyatakan kebisingan sebagai suara yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. 2.2. Tinjauan Tentang Jenis – Jenis Kebisingan
Wardhana
(2001)
membagi
kebisingan
atas
tiga
macam
berdasarkan asal sumbernya yaitu: a.
Kebisingan impulsif, yaitu kebisingan yang datangnya tidak secara terus-menerus akan tetapi sepotong-sepotong.
b.
Kebisingan kontinyu / steady state noise, yaitu kebisingan yang datang secara terus-menerus dalam waktu yang cukup lama.
c.
Kebisingan semi kontinyu / intermittent noise, yaitu kebisingan kontinyu yang hanya sekejap, kemudian hilang dan mungkin akan datang lagi. Jenis-jenis kebisingan berdasarkan sifat dan spektrum bunyi dapat
dibagi sebagai berikut: 1) Bising yang kontinyu Bising dimana fluktuasi dari intensitasnya tidak lebih dari 6 dB dan tidak putus-putus. Bising kontinyu dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:
79
a) Wide Spectrum adalah bising dengan spektrum frekuensi yang luas. bising ini relatif tetap dalam batas kurang dari 5 dB untuk periode 0.5 detik berturut-turut, seperti suara kipas angin, suara mesin tenun. b) Norrow Spectrum adalah bising ini juga relatif tetap, akan tetapi hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (frekuensi 500, 1000, 4000) misalnya gergaji sirkuler, katup gas. 2) Bising terputus-putus Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu bising yang berlangsung secar tidak terus-menerus, melainkan ada periode relatif tenang, misalnya lalu lintas, kendaraan, kapal terbang, kereta api 3) Bising impulsif Bising jenis ini memiliki perubahan intensitas suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya seperti suara tembakan suara ledakan mercon, meriam. 4) Bising impulsif berulang Sama dengan bising impulsif, hanya bising ini terjadi berulang-ulang, misalnya mesin tempa. Berdasarkan pengaruhnya pada manusia, bising dapat dibagi atas : 1) Bising yang mengganggu (Irritating noise).
80
Merupakan bising yang mempunyai intensitas tidak terlalu keras, misalnya mendengkur. 2) Bising yang menutupi (Masking noise) Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas, secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja , karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain. 3) Bising yang merusak (damaging/injurious noise) Merupakan bunyi yang intensitasnya melampui Nilai Ambang Batas. Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran. 2.3. Tinjauan Tentang Penyebab Kebisingan
Penyebab timbulnya kebisingan dapat dibedakan (Atjo Wahyu, 2003), yaitu : a) Bising yang ditimbulkan oleh Kemajuan Industri Peningkatan mekanisasi akan mengakibatkan meningkatnya tingkat kebisingan. Pembangunan modern di suatu industry untuk meningkatkan produktifitas memberikan dampak terhadap tenaga kerja oleh karena bunyi yang dihasilkan mesin dalam proses tersebut akan berdampak tidak baik terhadap tenaga kerja. Salah satu dampak yang diakibatkan oleh bunyi mesin produksi terhadap terhadap tenaga kerja
adalah
menimbulkan
81
bising
di
tempat
kerja
sehingga
mengganggu
kenyamanan
dalam
bekerja,
atau
dapat
juga
menyebabkan industry deafness , yaitu kebisingan tersebut dapat mengakibatkan katulian atau berkurangnya pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan dimana tenaga kerja berada di dalam lingnkungan yang bising. b) Kemajuan Transportasi Peningkatan
lalu
lintas
darat,
laut
dan
udara
akan
meningkatkan sumber bising. Kemajuan transportasi tersebut meliputi 1. Jalan lalu lintas Kemajuan sektor perhubungan darat banyak mengalami peningkatan yang besar. Pada perhubungan darat alat transportasi kendaraan bermotor merupakan sarana komunikasi yang cepat antar daerah satu dengan daerah yang lainnya. Begitu banyaknya jumlah kendaraan bermotor yang hilir mudik di jalan lalu lintas tapi tidak diimbangi dengan pertambahan panjang jalan dari tahun ke tahun. Maka makin dirasakan gangguan-gangguan akibat jalan lalu lintas kendaraan bermotor, diantaranya adalah kebisingan yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor. Tinngkat kebisingan dari lalu lintas kendaraan bermotor berhubungan sekali dengan arus lalu lintas dan tingkat kepadatan sehingga menimbulkan kebisingan.
82
2. Lalu lintas udara Kemajuan di bidang teknologi khususnya di bidang pesawat terbang mengalami perubahan yang pesat. Suara yang ditimbulkan dari pesawat atau dari mesin akan menimbulkan kebisingan yang dapat menggau kesehatan bagi mereka yang bertempat tinggal di sekitar Bandar udara. Apabila kecepatan pesawat melebihi kecepatan bunyi maka pesawat seolah-olah membentur dinding udara, oleh karena itu udara depan pesawat tiba-tiba sempat berpisah-pisah menurut garis teratur. Akibat dari benturan itu, timbullah gelombang “Shock” yang tidak lain dari pada loncatan-loncatan perubahan tekanan, dan inilah yang merambat dan sampai ketelinga, pesawat terdengar sebagai ledakan dan ini disebut sonic boon. c) Elektrifikasi pada pemukiman (Rumah Tangga) Sumber kebisingan rumah tangga yang berasal dari AC, unit pengolahan sampah atau tempat pembakaran sampah, kipas angin, alat pembersih rumah tangga, pemotong rumput bertempur, dan sebagainya. Peralatan tersebut sering digunakan dan menimbulkan bising, akhirnya kita sebagai pengguna maupun orang disekitar kita terpapar kebisingan yang bersumber dari elektrifikasi rumah tangga tersebut. d) Mekanisasi lain yang menimbulkan bising
83
Contoh
:
penambangan,
pembuatan
terowongan,
penggalian (peledakan, pengeboran), dan sebagainya. e) Miscellaneours Source (sumber-sumber lainnya) Terpisah dari kategori utama dari kebisingan yang sudah diidentifikasi. Sumber-sumber lain misalnya : dari lapangan olahraga, daerah wisata, mesin pemotong rumput, animal, domestic dan alat-alat pertanian. 2.4. Tinjauan Tentang Dampak Kebisingan
Bising merupakan suara atau bunyi yang mengganggu. Bising dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian. Ada yang menggolongkan
gangguannya
berupa
gangguan Auditory, misalnya
gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non Auditory seperti gangguan
komunikasi,
ancaman
bahaya
keselamatan,
menurunya
performan kerja, stres dan kelelahan. Lebih rinci dampak kebisingan terhadap kesehatan pekerja dijelaskan sebagai berikut: 1) Gangguan Fisiologis Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
84
Bising
dengan
intensitas
tinggi
dapat
menyebabkan
pusing/sakit kepala. Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi
reseptor
vestibular dalam
telinga
dalam
yang
akan
menimbulkan evek pusing/vertigo. Perasaan mual,susah tidur dan sesak nafas disbabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan keseimbangan elektrolit. 2) Gangguan Psikologis Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain. 3) Gangguan Komunikasi Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan seseorang. 4) Gangguan Keseimbangan
85
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing ( vertigo) atau mual-mual. 5) Efek pada pendengaran Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan diterima secara umum dari zaman dulu. Mulamula efek bising pada pendengaran adalah sementara dan pemuliahan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus-menerus di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin meluas kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya digunakan untuk percakapan. 2.5. Tinjauan Tentang Sumber-Sumber Kebisingan
Sumber bising ialah sumber bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak bergerak. Umumnya sumber kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri, perdagangan, pembangunan, alat pembangkit tenaga, alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga. Di Industri, sumber kebisingan dapat di klasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu : a. Mesin
86
Kebisingan yang ditimbulkan oleh aktifitas mesin. b. Vibrasi Kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan akibat gesekan, benturan atau ketidak seimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi pada roda gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain-lain. c. Pergerakan udara, gas dan cairan Kebisingan ini di timbulkan akibat pergerakan udara, gas, dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa penyalur cairan gas, outlet pipa, gas buang, jet, flare boom, dan lain-lain. 2.6. Tinjaun Tentang Nilai Mabang Batas Kebisingan
Sumber : KEPMENAKER NOMOR KEP.51/MEN/1999 TANGGAL 16 APRIL 1999
87
BAB III METODE PERCOBAAN 3.1. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Sound Level Meter dan stopwatch. 3.2. Prinsip Percobaan
Alat ukur Sound Level Meter akan menangkap semua suara-suara yang terdapat dalam ruangan baik itu in door maupun out door . 3.3. Prosedur Kerja
Pengukuran ini menggunakan alat Sound Level Meter . Alat ini dapat mengukur intensitas kebisingan antara 40 – 130 dB (A) pada frekuensi antara 20 – 20.000 Hz. Sebelum melakukan pengukuran harus melakukan counter map lokasi sumber saran dan sekitarnya. Kemudian, pada waktu mengukuran, “Sound Lever Meter” dipasang pada ketinggian ± (140 – (140 – 150 150 m) atau setinggi telinga. Pengukuran dilakukan di dua lokasi yaitu Ruang Laboratorium FKM UNHAS, dan di tepi jalan depan FKM UNHAS. Pengukuran dilakukan selama 5 kali dalam range 30 detik untuk setiap lokasi pengukuran. pengukuran.
88
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.2. Hasil
Pengukuran Setiap 30 detik
Hasil Pengukuran
1
Di ruangan laboratorium 92.2
Di tepi jalan depan FKM UNHAS 70.3
2
90.7
70.9
3
91.6
72.4
4
91.1
71.3
5
89.0
71.0
Jumlah
454.6
355.9
Rata-Rata
90.92
71.18
a. Rata-rata intensitas kebisingan di dalam ruangan laboratorium
∑
b. Rata-rata intensitas kebisingan di tepi jalan depan FKM UNHAS
∑
89
4.3. Pembahasan
Kebisingan merupakan penyakit akibat kerja yang mana data merugikan kesehatan yang dapat berdampak pada gangguan pendengaran dan bila terpapar dalam waktu yang lama akan menyebabkan ketulian. Berdasarkan hasil dari pengukuran intensitas kebisingan dengan menggunakan alat ukur Sound Level Mater , maka didapat nilai intensitas kebisingan dari 2 lokasi yang telah ditentukan. Untuk lokasi di dalam ruangan laboratorium, intensitas kebisingannya tercatat sebesar 90.92 dB. Untuk lokasi di luar ruangan atau di tepi jalan depan FKM UNHAS intensitas kebisingannya sebesar 71.18 dB. Dari kedua hasil pengukuran intensitas kebisingan tersebut jika dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas menurut PERMENAKER NOMOR KEP.51/MEN/1999 tentang kebisingan pada lokasi diluar ruangan berada dalam posisi normal yaitu dibawah 85 dB sedangkan pada lokasi di dalam ruangan tidak dalam posisi normal yaitu melebihi 85 dB. Nilai Ambang Batas Kebisingan adalah angka 85 dB yang dianggap aman untuk sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Nilai Ambang Batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu terus-menerus tidak lebih dari dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya.
90
Jadi, dari nilai intensitas kebisingan tersebut baik di out door tidak akan menimbulkan dampak baik bagi mahasiswa di FKM UNHAS karena nilainya berada pada tingkat normal sedangkan di in door akan menimbulkan kebisingan yang berdampak buruk bagi mahasiswa di FKM UNHAS khususnya didalam laboratorium karena nilainya berada pada tingkat diatas normal.
91
BAB V PENUTUP 5.2. Kesimpulan
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat, proses produksi yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan pendengaran. Secara umum nilai intensitas kebisingan dari hasil pengukuran dengan alat ukur Sound Level Meter, yaitu sebesar 90,92 dB di dalam ruangan, dan 71,18 dB di tepi jalan depan FKM UNHAS. Hasil intensitas kebisingan pada outdoor berada dalam tingkat normal sesuai dengan Nilai Ambang Batas menurut PERMENAKER NOMOR KEP.51/MEN/1999 tentang kebisingan berada dalam posisi normal yaitu dibawah 85 dB. Sedangkan pada indoor tidak berada dalam tingkat normal sesuai dengan Nilai Ambang Batas tersebut akan waktu pemajanan yang di perbolehkan sekitar ± 2 jam. 5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan di atas maka saran yang kami ajukan yaitu diharapakan agar dapat mempertahankan intensitas kebisingan saat ini pada outdoor sedangkan pada indoor diharapkan dapat menimimkan intensitas kebisingan pada ruangan laboratorium sehingga dapat meminimalisasi timbulnya dampak dari kebisingan yang berlebihan.
92
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 2012. Penuntun Praktikum Kesehatan Mayarakat Dasar, diterbitkan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar. KEPMENAKER, 1999. (online) (www.google.com diakses pada tanggal 3 juli 2012) Kesehatan
Lingkungan,
2009.
(online)
(http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/02/kes-ling-kebisingan
di
akses pada tanggal 3 juli 2012) Wahyu, atjo, 2003. Higiene Perusahaan. Ditebitkan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar.
93