LAPORAN PRAKTIKUM ILMU LINGKUNGAN LICHEN SEBAGAI BIOINDIKATOR PENCEMARAN UDARA
Disusun Oleh : Widyantari Anggraini
131810401009 131810401009
Yurista Eko Febriyanti
131810401011 131810401011
Shofiyawati Elok F.H.
131810401058 131810401058
Putri Mustika Wulandari
131810401059 131810401059
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................ i BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah ................................... Error! Bookmark not defined.
1.3
Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3 2.1
Lichen ....................................................................................................... 3
2.2
Bioindikator .............................................................................................. 3
2.3
Lichen sebagai Bioindikator Polusi Udara ............................................... 4
BAB 3. METODE PENELITIAN........................................................................... 8 3.1
Tempat dan Waktu Pelaksanaan ............................................................... 8
3.2
Alat dan Bahan ......................................................................................... 8
3.3
Prosedur Penelitian ................................................................................... 8
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 10 4.1
Hasil ........................................................................................................ 10
4.2
Pembahasan ............................................................................................ 12
BAB 5. PENUTUP ............................................................................................... 14 5.1
Kesimpulan ............................................................................................. 14
5.2
Saran ....................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15
i
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pencemaran udara adalah proses masuknya atau dimasukkannya zat pencemar ke udara oleh aktivitas manusia atau alam yang menyebabkan berubahnya tatanan udara sehingga kualitas udara turun sampai ke tingkat tertentu dan
tidak
dapat
berfungsi
lagi
sesuai
peruntukannya
(Kep.02/Men-
KLH/1988).Keberadaan zat pencemar dalam udara dapat membahayakan makhluk hidup termasuk manusia. Oleh karena itu, upaya pemantauan kualitas udara terutama di lingkungan tempat tinggal sangat perlu dilakukan. Pemantauan kualitas udara dapat dilakukan dengan menggunakan alat pemantau kualitas udara atau dengan melakukan biomonitoring terhadap keberadaan suatu bioindikator yang ada di lingkungan. Bioindikator adalah organisme
yang
keberadaannya
dapat
digunakan
untuk
mendeteksi,
mengidentifikasi dan mengkualifikasikan pencemaran lingkungan (Conti dan Cecchetti 2000). Bioindikator sangat berkaitan erat dengan kondisi lingkungan disekitarnya. Respon bioindikator terhadap keberadaan polutan seringkali lebih mencerminkan dampak kumulatifnya terhadap fungsi dan keanekaragaman dari lingkungan sekitar dibandingkan alat monitor (Jovan 2008). Lumut kerak atau Lichen adalah salah satu organisme yang digunakan sebagai bioindikator pencemaran udara. Hal ini disebabkan Lichen sangat sensitif terhadap pencemaran udara, memiliki sebaran geografis yang luas (kecuali di daerah perairan), keberadaannya melimpah, sesil, perennial, memiliki bentuk morfologi yang relatif tetap dalam jangka waktu yang lama dan tidak memiliki lapisan kutikula sehingga Lichen dapat menyerap gas dan partikel polutan secara langsung melalui permukaan talusnya. Penggunaan Lichen sebagai bioindikator dinilai lebih efisien dibandingkan menggunakan alat atau mesin indikator ambien yang dalam pengoperasiannya memerlukan biaya yang besar dan penanganan khusus (Loopi et.al 2002). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh polusi udara dari lalu lintas kendaraan terhadap tingkat pencemaran pada Thallus Lichen dengan
1
menghitung luasan debu pada permukaan Lichen di sekitar Lingkungan Jurusan Biologi FPIMA Universitas Jember . Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat pencemaran udara disekitar Lingkungan Jurusan Biologi FPIMA Universitas Jember.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada praktikum kali ini adalah: 1. Mengapa Lichen dapat dikatakan sebagai biokator pencemaran udara? 2. Bagaimanakah cara menentukan tingkat pencemaran lingkungan menggunakan Lichen 3. Berapakah tingkat pencemaran di Lingkungan sekitar Biologi FMIPA jika dilihat dari kerapatan dan pengamatan secara makroskopis terhadap morfologi Lichen?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah : 1. Mengetahui Lichen sebagai bioindikator pencemaran udara. 2. Mengetahui cara menentukan tingkat pencemaran lingkungan menggunakan Lichen. 3. Mengetahui tingkat pencemaran di Lingkungan sekitar Biologi FMIPA jika dilihat dari kerapatan dan pengamatan secara makroskopis terhadap morfologi Lichen.
2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lichen
Lumut kerak atau Lichen adalah salah satu organisme yang digunakan sebagai bioindikator pencemaran udara. Hal ini disebabkan Lichen sangat sensitif terhadap pencemaran udara, memiliki sebaran geografis yang luas (kecuali di daerah perairan), keberadaannya melimpah, sesil, perennial, memiliki bentuk morfologi yang relatif tetap dalam jangka waktu yang lama dan tidak memiliki lapisan kutikula sehingga Lichen dapat menyerap gas dan partikel polutan secara langsung melalui permukaan talusnya. Penggunaan Lichen sebagai bioindikator dinilai lebih efisien dibandingkan menggunakan alat atau mesin indikator ambien yang dalam pengoperasiannya memerlukan biaya yang besar dan penanganan khusus (Loopi et.al, 2002). Struktur morfologi Lichen yang tidak memiliki lapisan kutikula, stomata dan organ absorptif, memaksa Lichen untuk bertahan hidup di bawah cekaman polutan yang terdapat di udara. Jenis Lichen yang toleran dapat bertahan hidup di daerah dengan kondisi lingkungan yang udaranya tercemar. Sementara itu, jenis Lichen yang sensitif biasanya tidak dapat ditemukan pada daerah dengan kualitas udara yang buruk. Perbedaan sensitifitas Lichen terhadap polusi udara berkaitan erat dengan kemampuannya mengakumulasi polutan (Conti dan Ceccheti 2 000).
2.2 Bioindikator
Bioindikator merupakan organisme, seperti mikroba, tumbuhan dan hewan, yang biasanya dipakai untuk memonitor kualitas daripada lingkungan. Organisme dan suatu kumpulan organisme tersebut berfungsi memonitor perubahan yang bisa mengindikasi suatu masalah yang ada di ekosistem. Prinsipnya, setiap organisme di suatu ekosistem mempunyai kemampuan dalam merepresentasikan kualitas dan perubahan yang ada di lingkungan (Issani, 2014). Perubahan tersebut bisa secara kimia, fisiologis atau perubahan perilaku. Bioindikator
digunakan
untuk
mendeteksi
perubahan
dalam
lingkungan
alamiahnya, memantau untuk melihat kehadiran polutan dan efeknya pada
3
ekosistem tempat organisme hidup, memantau progres pada pembersihan lingkungan (environmental cleanup) dan tes substansinya, seperti pada air minum dalam melihat pada kehadiran parameter atau kontaminan yang dimilikinya (Issani, 2014). Biomonitoring menggunakan organisme sebagian besar dipakai sebagai penentuan kuantitas dari keberadaan kontaminan, dapat diklasifikasi sebagai biomonitor yang bersifat sensitif atau yang bersifat akumulatif. Biomonitor bersifat sensitif cenderung merupakan tipe optikal dan digunakan sebagai integrator dari dampak yang disebabkan oleh keberadaan kontaminan, dan sebagai respon preventif dalam kata lain sebagai suatu sistem alarm bagi perunahan lingkungan. Efek optikal yang terjadi seperti perubahan morfologi dalam artian perubahan secara perilaku berhubungan dengan lingkungan dan atas adanya perubahan aspek secara komposisi kimia dan fisik berdasarkan aktivitas dari perbedaan sistem enzim, fotosintesis dan aktivitas respirasi. Biomonitor bersifat akumulatif mempunyai kemampuan untuk memindahkan kontaminan ke dalam tubuh mereka (di dalam/lapisan tissue) dan dipakai sebagi intregasi pengukuran konsentrasi kontaminan yang ada di lingkungan. Bioakumulasi adalah hasil dari proses keseimbangan dari gabungan biota intake/discharge dan yang masuk ke dalam lingkungan (Issani, 2014). Bioindikator berguna dalam tiga situasi: 1) disaat indikasi faktor lingkungan tidak bisa di ukur, seperti dalam keadaan faktor lingkungan alamiah yang dulu beralih bentuk karena adanya perubahan iklim, 2) dimana indikasi faktor lingkungan sulit untuk diukur, misalnya karena keberadaan pestisida dan residunya menghasilkan suatu kandungan effluent toksik yang komples dan 3) dimana faktor lingkungan mudah untuk diukur tetapi sulit untuk ditafsirkan contohnya apakah perubahan lingkungan yang terjadi berdasarkan pengamatan yang dilakukan mempunyai faktor ecological yang signifikan (Issani, 2014).
2.3 Lichen sebagai Bioindikator Polusi Udara
Lichen merupakan hasil asosiasi simbiotik dari fungi dan alga. Jenis alga yang bersimbiosis yaitu Cyanobacteriae atau Chlorophyceae, sedangkan fungi
4
yang bersimbiosis biasanya merupakan Ascomycetes, dan terkadang juga berasal dari Basidiomycetes
atau Phycomycetes.
Alga
merupakan
bagian
yang
mengandung nutrien, nutrien inilah yang memuat krolofil, sementara fungi berfungsi memberikan alga supply air dan mineral (Conti, 2001). Organisme ini tergolong menahun dan umumnya memiliki morfologi yang seragam dari waktu ke waktu. Mereka tumbuh secara perlahan, memiliki ketergantungan dalam skala besar pada lingkungan untuk pasokan nutrisi mereka. Berbeda dari tumbuhan vaskular, mereka tidak menggugurkan bagian dari tubuhnya selama pertumbuhan (Hale, 1969, 1983). Umumnya, Lichen hidup sebagai epifit pada pohon-pohonan tapi dapat juga hidup di atas tanah bahkan dapat hidup di daerah yang ekstrim, sehingga Lichens sering disebut dengan organisme perintis Lichen sebagai tumbuhan perintis yang hidup tumbuh dialam pada kondisi yang tidak menguntungkan. Lichen tersebut memulai pembentukan tanah dengan melapukkan pohon dan batu batuan serta dalam proses terjadinya tanah. Lichen sangat tahan terhadap kekeringan. Jenis-jenis Lichens yang hidup pada bebatuan pada musim kering berkerut sampai terlepas alasnya tetapi organisme tersebut tidak mati dan hanya berada dalam hidup laten/dormancy. Jika segera mendapat air maka tubuh tumbuhan yang telah kering tersebut mulai menunjukkan aktivitasnya kembali (Hasnunidah,2009). Jenis tumbuhan perintis berpengaruh terhadap sebagian besar sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Prawito, 2009). Lichens sangat sensitif terhadap pencemaran udara dan cepat menghilang pada daerah yang mempunyai kadar polusi udara yang berat. Salah satu yang menyebabkan ini terjadi Lichen dapat menyerap dan mengendapkan mineral dari air hujan dan udara dan tidak dapat mengeluarkannya sehingga konsentrasi senyawa yang mematikan seperti SO2 sangat mudah masuk. Lichen melalui perannya sebagai tumbuhan perintis menjadikan dirinya mempunyai kemampuan regenerasi yang tinggi. Dalam artian Lichen bisa tumbuh kembali apabila kondisi udara di ekosistem tempatnya tumbuh sudah mulai pulih.
5
Lichen dapat digunakan sebagai bioindikator atau biomonitor dengan dua cara berbeda (Richardson, 1991; Gries, 1996): a. Dengan menggunakan pemetaan (mapping ) melalui kehadiran semua spesies pada area-area yang spesifik. b. Melalui individual sampling dari spesies Lichen dan mengukur polutan yang terakumulasi di dalam thallus (bagian dari tubuh Lichens), atau mentranspalasi Lichen yang berasl dari area yang tidak tercemar ke tempat yang tercemar, kemudian mengukur perubahan morfologi yang terjadi pada thallus Lichen dan mengevaluasi
parameter
fisiologi
serta
bisa
pula
dengan
mengevaluasi
bioakumulasi polutan yang terjadi. Beberapa aspek biologi Lichen yang penting sebagai bioindikator untuk evaluasi kualitas udara. Pertama, tingkat sensitivitas yang tinggi untuk polusi udara menyebabkan banyak spesies menghilang dari lingkungan yang berubahubah. Data
yang
signifikan
dapat
diperoleh
dengan
menganalisis
dan
membandingkan komposisi flora di situs yang akan dievaluasi dan situs yang tidak berubah. Informasi kualitatif dapat diperoleh dengan cara mendaftar spesies atau dengan peta distribusi spesies, sedangkan informasi kuantitatif dapat diperoleh dengan menghitung indeks yang berbeda untuk memperkirakan kualitas udara, seperti Indeks Kelimpahan Lichen (IL), Luftgüete Index (Lugi), atau Indeks Kualitas Udara, Häufigkeit-toxitolerance Index (HTI), atau Indeks Toxitolerance, Indeks Global Kualitas Udara (IGQA) dan Indeks Atmospheric Purity (IAP). IAP mengidentifikasi bagaimana distribusi Lichen, frekuensi dan perubahan tutupan atas ruang dan waktu sesuai dengan gradien polusi (Gries 1996). Kedua, lumut menyerap unsur, ion dan partikel pasif melalui seluruh permukaan mereka, bahkan jika jumlah melebihi kebutuhan metabolisme mereka. Sebagian zat ini disimpan untuk jangka waktu yang lama, akumulasi zat yang tersimpan tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan bioakumulasi kontaminan atmosfer. Perbandingan komposisi unsur dari thallus yang terisolasi dan lingkungan yang berubah dapat mengungkapkan berbagai tingkat akumulasi unsur-unsur
tertentu,
memberikan
petunjuk
untuk
sumber-sumber
6
pencemaran. Untuk menggunakan hasil komponen elemen analisis dalam studi pencemaran, sangat penting jika tersedia data dari lingkungan yang tidak tercemar sebagai referensi (Wiersma dan lain-lain 1992; Bubach dan lain-lain 1998).
7
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Pengambilan sampel Lichen dilakukan di lingkungan sekitar Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember. Waktu pelaksanaan dilaksanakan hari Rabu, 28 Oktober 2015 pukul 07.50 sampai 10.40 WIB.
3.2 Alat dan Bahan
3.1.1
Alat
-
Kertas Millimeter Block
-
Pensil
-
Metline
-
Kamera
-
Cutter
-
Kantong Plastik
-
Marker
-
Buku Petunjuk Praktikum
3.1.2 -
Bahan Sampel Lichen pada pohon
3.3 Prosedur Penelitian
Dipilih 5 sampel pohon yang ditumbuhi
Liken
Dipilih sampel liken yang terkena sinar matahari
Diukur pohon dari ketinggian 1 meter diatas permukaan tanah dengan metlein
Dibuat 2 plot pada masing-masing pohon dengan kertas milimeter blok ukuran 15 x 20 cm Diambil sebagian sampel pada tiap-tiap plot menggunakan cutter
8
Dimasukkan kedalam kantung plastik
Diidentifikasi dan dihitung persentase debu pada liken
Hasil
9
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
1. Tingkat keanekaragaman
Liken 1 Liken 2 Liken 3
D
Pohon 1 P1 P2 75 80
Pohon 2 P3 P4 30 10 25
Pohon 3 P5 P6 10
50
DM
DR
F
Pohon 4 P7 P8 5 20
Pohon 5 P9 P 10 15 20
total
265 25 110 0
60
Fm
FR
INP
Total Pers
tot/100
Pi
2,6500 0,2500 1,1000 4,0000
H'
0,6625
0,176667
66,25
9
0,9
75,0000
141,2500
265
0,6625
-1,609046
0,0625
0,016667
6,25
1
0,1
8,3333
14,5833
25
0,0625
-0,022542
0,275
0,073333
27,5
2
0,2
16,6667
44,1667
110
0,275
-0,213016
1,2
100,0000
200,0000
400
0 0,266667
100
10
2. Tingkat pencemaran udara dengan Lichen sebagai Bioindikator
Debu luas sampling %
sampel 1
sampel 2
sampel 3
Total
1,742 mm
0,941 mm
2,3934 mm
5,0764
2106,561 mm
2106,561 mm
2106,561 mm
6319,683
0,082
0,04468
0,1136
0,24028
11
4.2 Pembahasan
Hasil pengamatan Lichen
dari lima pohon ditemukan sebanyak 3 jenis
sampel Lichen. Lichen yang berhasil di identifikasi merupakan Lichen dengan tipe talus foliase yaitu struktur talus menyerupai daun, banyak dijumpai berwarna hijau hingga hijau keabu-abuan. Lichen yang ditemukan kebanyakan berasal dari famili Parmeliaceae dan Physciaceae. Famili Parmeliaceae adalah kelompok lichen foliose terbesar yang memiliki bentuk talus spesifik dan mudah dikenali. Talusnya memiliki korteks atas dan bawah, seringkali terdapat rizin untuk membantu perlekatan pada substrat. Jenis lichen yang ditemukan dari famili Parmeliaceae adalah P. austrosinense, P. Tinctorum dan Parmeliopsis sp. Pada Lichen 1 merupakan jenis Lichen foliase Famili Parmeliace Jenis Parmeliopsis sp Physciaceae adalah famili yang memiliki karakteristik talus foliose berbentuk orbicular dan tersebar tidak beraturan. Lobus atas dan bawah corticate dan lapisan bawah berwarna gelap atau pun hitam. Pada Lichen 2 jenis lichen yang ditemukan termasuk ke dalam famili Physciaceae genus Dirinaria yaitu Dirinaria applanata . Pada Lichen 3 jenis lichen yang ditemukan termasuk Hasil pengamatan Lichen di 5 Pohon menunjukkan bahwa terdapat tingkat toleransi Lichen terhadap tingkat pencemaran udara. Hal ini ditandai dengan perbedaan jenis dan jumlah lichen yang ditemui tiap masing-masing pohon. Lichen jenis 1 merupakan jenis lichen yang toleran karena dapat ditemukan diseluruh pohon yang diamati, baik di daerah yang mungkin memiliki udara yang baik dan tercemar. Pada Lichen jenis 2 hanya ditemukan pada pohon 2 plot 2 sehingga lichen ini dapat dikatakan bioindikator sensitif karena hanya dapat ditemukan pada pohon tertentu dengan tingkat pencemaran tertentu. Pada lichen jenis 3 juga hanya ditemukan pada pohon 3. Lichen jenis ini juga merupakan sebagai indikator yang sensitif karena tidak bisa ditem ukan pada semua pohon. Pada Lichen jenis 1 memiliki nilai dominansi yang tinggi karena terdapat diseluruh pohon yang diamati. Nilai dominansi relatif pada lichen jenis 1 sebesar 66,25 sedangkan pada lichen jenis jenis 2 memiliki nilai dominansi yang paling rendah karena hanya terdapat pada satu plot pada satu pohon, nilai dominansi relatifnya sebesar 6,25 dan pada lichen jenis 3 memiliki nilai dominansi sebesar
12
27,5. Nilai Frekuensi menunjukkan jumlah plot yang ditempati suatu jenis dibagi jumlah seluruh plot pengamatan. Lichen jenis 1 ditemukan di 9 plot pengamatan, lichen jenis 2 ditemukan pada 1 plot pengamatan dan lichen jenis 3 ditemukan pada 2 plot pengamatan. Nilai frekuensi relatif lichen jenis 1 sebesar 75,00 ,pada lichen jenis 2, 8,33 dan pada lichen jenis 3 yaitu 16,67. Lichen dapat dijadikan sebagai tumbuhan indikator untuk pencemaran udara dari kendaraan bermotor , adanya pencemaran udara akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan lichen dan penurunan jumlah jenis dengan beberapa marga. Liken yang ditemukan dilingkungan biologi kebanyakan memiliki tipe talus foliase. Tingkat pencemaran udara dapat dilihat dari banyaknya debu yang terakumulasi dalam sampel lichen. Logam yang diserap oleh lichen dalam bentuk debu terakumulasi pada jaringan talusnya. Struktur talus lichen merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efisiensi penyerapan logam. Lichen foliase memiliki strukutur talus yang luas dan dapat dengan mudah dilepaskan dari substartnya . permukaan talus yang luas menyebabkan lichen foliase memiliki kontak yang lebih besar dengan polutan sehingga akumulasi polutan lebih efisien dibandingkan tipe talusnya. Untuk menentukan tingkat pencemaran udara oleh lichen maka diambil beberapa sampel liken , diambil 3 lichen yang telah terakumulasi dengan debu. Luas sampling pada lichen pada masing – masing sampel sama yaitu 2106,561 mm. Pada sampling 1 luas debu sebesar 1,742 mm sehingga persentase debu sebesar 0,082%. Pada sampel 2 luas debu 0,941 mm. Dan persentase sebesar 0,0446% . pada sampel 3 luas debu sebesar 5,0764 dengan pesentase debu sebesar 0,1136%. Sehingga luas debu seluruhnya dari 3 sampel tersebut sebesar 0,24028%. Hasil persentase tergolong rendah karena nilainya kurang dari 1% , hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran udara pada lingkungan sekitar bilogi fmipa ini masih tergolonh rendah . hal ini dikarenakan lokasi pohon yang di amati bukan pohon yang berada di pinggir jalan sehingga tingkat polusi oleh kendaraan rendah. Udara yang berada di lingkungan sekitar biologi masih tergolong bersih dan layak untuk di konsumsi karena kadar pencemarannya rendah.
13
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
Bubach D, Arribére MA, Calvelo S, Ribeiro Guevara S, Román Ross G. 1998. Characterization of minor and trace element contents of Protousnea magellanica from pristine areas of northern Patagonia. Lichens 2: 1 – 7. Conti ME, Cecchetti G. 2000. Biological monitoring: lichens as bioindicators of air pollution assessment – a review. Environmentall Pollution 114 : 47-492 Conti, M.E dan Cecchetti, G (2001). Biological monitoring: lichens as bioindicators of air pollutan assessment-a review. Environmental Pollution, 114 Hal 471-492. Gries,C. 1996. Lichenes as insicators of air pollution. In: Nash III, T.H. (Ed.), Lichene Biology. Cambridge University Pess, Cambridge, pp. 240254. Hale, M.E. 1969. How to Know the Lichens. Wm. C. Brown Company Publisher, Dubuque, Iowa. Hale, M.E. 1983. The Biology of Lichens. London: E. Arnold. Hasnunidah, Neni. 2009. Botani Tumbuhan Rendah. Bandarlampung:Unila Issani, W.M., Amanah, N., dan Saputra, M.A.I. 2014. Paper Biomonitoring: Lichens Sebagai Bioindikator Pencemaran Udara. Surabaya: ITS Jovan, Sarah. 2008. Lichen Bioindication of biodiversity, air quality, and climate : baseline results from monitoring in Washington, Oregon, and California. Gen. Tech. Rep. PNW-GTR-737. Portland, OR: U.S Department of Agriculture, Forest Service, Pacific Northwest Research Station. 115 p. Loopi S, Ivanov D, Boccardi R. 2002. Biodiversity of Epiphytic Lichens and Air Pollution in the Town of Siena (Central Italy. Environmental Pollution 116 : 123-128
15
Prawito, P. 2009. Pemanfaatan Tumbuhan Perintis Dalam Proses Rehabilitasi Lahan Paskatambang Di Bengkulu. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 9 No. 1 p: 7-12. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Richardson, D.H.S. 1991. Lichens as Biological Indicators. Recent developments. In:
Jeffrey,D.
W.,
madden,
B.
(Eds),
Bioidicators
and
Environmental Management. Academic Press, London, pp. 263272. Wiersma GB, Bruns DA, Finley K, McAnulty L, Whitworth C, Boelcke C. 1992. Elemental composition of lichens from a remote Nothofagus forest site in Southern Chile. Chemosphere 24(2): 155 – 167.
16