3
LAPORAN
PRAKTIKUM FISIOLOGI
MODUL PENGINDRAAN
Disusun Oleh :
KELOMPOK 2
Fasilitator: ASTRI WIDIARTI., S.FARM, APT
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
2013
KELOMPOK 2
Nama-nama anggota kelompok 2, yaitu :
1
DEDE TRI PIRMANDI
FAA 110 031
2
NITA MARTHA HARDIANTY
FAA 110 028
3
HASANAH
FAA 110 016
4
EKA MARANATHA
FAA 110 002
5
ANDI PRATAMA
FAA 111 001
6
LOVINA DAMAYANTHI
FAA 111 016
7
AHMAD MUHAJIRIN
FAA 111 037
8
NI WAYAN LISTARI SETIA WATI
FAA 111 047
9
WILDA MUHTAJAH
FAA 111 027
10
DEA INTAN SORAYA
FAA 111 033
11
THERESIA WITAYOSI
FAA 111 030
12
FARIDAH
FAA 111 002
PRAKTIKUM FISIOLOGI 1
GANGGUAN REFRAKSI
PENDAHULUAN
Organ indra adalah organ yang berfungsi untuk menerima jenis rangsangan tertentu. Eksoreseptor adalah reseptor yang berfungsi mengenali perubahan lingkungan luar. Interoreseptor adalah kelompok reseptor yang berfungsi untuk mengenali lingkungan dalam tubuh. Eksoreseptor yang kita kenal ada lima macam, yaitu: indra penglihat (mata), indra pendengar (telinga), indra peraba (kulit), indra pengecap (lidah), dan indra pembau (hidung).
Setiap organ indra menerima stimulus tertentu yang sesuai dengan organ indra yang mampu menerima stimulus, menghasilkan, dan mengirim impuls saraf. Hal ini berhubungan dengan reseptor yang menerima stimulus untuk mendeteksi lingkungan baik internal ataupun eksternal seperti suara, warna, bentuk, tekstur, bau, rasa, suhu, tetapi tidak mengetahui tentang medan magnet, gelombang cahaya terpolarisasi, gelombang radio, atau sinar X karena tidak memiliki reseptor untuk berespon terhadap bentuk energi tersebut. Dengan adanya sistem penginderaan, makhluk hidup dapat beradaptasi dengan lingkungannya dan menanggapi hal-hal yang ada disekitarnya yang ditangkap oleh reseptor-reseptor tertentu.
Mata adalah organ indra yang memiliki reseptor peka cahaya yang disebut fotoreseptor. Setiap mata mempunyai lapisan reseptor, sisten lensa, dan sistem saraf, indra penglihatan yang terletak pada mata (organ visus) yang terdiri dari organ okuli assoria (alat bantu mata) dan okulus (bola mata). Saraf indra penglihatan, saraf optikus (urat saraf kranial kedua), muncul dari sel-sel ganglion dalam retina, bergabung untuk membentuk saraf optikus.
Agar dapat melihat, mata harus menangkap cahaya di lingkungan sebagai gambar/bayangan optis di suatu lapisan sel peka sinar, retina. Seperti film yang dapat di proses menjadi salinan visual yang semakin rumit hingga akhirnya secara sadar di persepsikan sebagai kemiripan visual dari bayangan asli.
Dalam praktikum ini akan dilakukan pemeriksaan terhadap penginderaan, yaitu mata. Pemeriksaan yang dilakukan dengan memakai beragam percobaan ini agar mengetahui mekanisme kerja dari setiap sistem penginderaan normal. Dimana setiap percobaan akan dilakukan secara berkelompok menurut fungsi sistem penginderaan tersebut. Sebagai contoh, pemeriksaan penglihatan yang menggunakan perimetri yaitu untuk menilai luas lapang pandang.
TUJUAN
Mengetahui dan memahami dasar-dasar refraksi dan kelainan serta tindakan koreksinya.
Mengetahui dan memahami mekanisme timbulnya diplopia.
Mengetahui dan memahami dasar-dasar refleks pupil langsung dan tak langsung (konsensual).
Mengetahui dan memahami peristiwa yang terjadi pada mata waktu melihat jauh dan dekat.
Mengetahui fisiologi letak bintik buta terhadap fovea sentralis di retina.
Mengetahui mekanisme buta warna organic dan fungsional.
CARA KERJA
I. VISUS (KETAJAMAN PENGLIHATAN)
Melakukan percobaan ini pada minimal satu orang percobaan (OP). menginstruksikan OP untuk duduk menghadap optotipi Snellen pada jarak 5 m. (=d)
Meminta OP menutup mata kiri OP untuk pemeriksaan visus mata kanan.
Memeriksa visus mata kanan OP dengan menyuruhnya membaca huruf yang ditunjuk oleh pemeriksa. Dimulai dari baris huruf yang terbesar (seluruh huruf) sampai baris huruf terkecil (seluruh huruf) yang masih dapat dilihat dengan jelas dan tegas serta dibaca OP dengan lancar tanpa kesalahan.
Mencatat hasil visus mata kanan OP.
Mengulangi pemeriksaan pada:
mata kiri
kedua mata bersama-sama
Mencatat seluruh hasil percobaan dan menentukan visus OP.
II. PERCOBAAN DIPLOPIA
OP diminta memandang jari pemeriksa dengan kedua mata.
Meminta OP untuk menekan bola mata kiri dari lateral untuk menimbulkan pergeseran sumbu bola mata ke radial.
OP akan merasakan adanya penglihatan rangkap.
III. REFLEKS PUPIL
Menyorot mata kanan OP dengan penlight dan memperhatikan perubahan diameter pupil pada mata tersebut.
Menyorot mata kanan OP dengan penlight dan memperhatikan perubahan diameter pupil pada mata kirinya.
IV. REAKSI MELIHAT DEKAT
Menginstruksikan OP untuk melihat jari pemeriksa yang ditempatkan ± ½ m di depannya.
Sambil memperhatikan pupil OP, dekatkan jari pemeriksa sehingga kedua mata OP terlihat berkonvergensi.
V. PEMERIKSAAN BINTIK BUTA
Menggambar suatu poalang kecil di tengah sehelai kertas putih yang cukup lebar. Letakkan kertas itu di atas meja.
Menginstruksikan OP untuk menutup mata kirinya, menempatkan mata kanan tepat di atas gambar palang pada jarak 20 cm, dan mengarahkan pandangannya pada gambar palang tersebut.
Menggerakkan ujung pensil mulai dari palang tersebut ke lateral mata yang diperiksa, perlahan-lahan sampai ujung pensil tidak terlihat dan kemudian terlihat kembali. Memberi tanda pada kertas pada saat ujung pensil tidak terlihat dan mulai terlihat kembali.menetapkan titik tengah (T) . Dengan titik T sebagai titik pusat, membuat 8 garis sesuai dengan 8 penjuru angin.Menggerakkan ujung pensil sesuai ke 8 garis dengan setiap kali melewati titik T sambil mata OP difokuskan pada gambar palang.Membuat tanda di kertas setiap kali ujung pensil tidak terlihat dan mulai terlihat lagi (jumlah tanda 8, tanpa titik T).
Menghubungkan semua titik ini, maka ini merupakan proyeksi eksterna bintik buta mata kanan OP.
VII. BUTA WARNA ORGANIK DAN FUNGSIONAL
I. ORGANIK
Menginstruksikan OP untuk mengenali angka atau gambar yang terdapat di dalam buku pseudoisokromatik Ishihara.
Mencatat hasil pemeriksaan OP.
II. FUNGSIONAL
Menginstruksikan OP untuk melihat melalui plastik mika merah atau hijau selama minimal 10 menit ke arah suatu bidang yang terang (awan putih).
Segera setelah itu, periksa keadaan buta warna yang terjadi dengan menggunakan buku pseudoisokromatik Ishihara.
Mencatat hasil pemeriksaan OP.
TINJAUAN PUSTAKA
Visus adalah ketajaman atau kejernihan penglihatan, sebuah bentuk yang khusus di mana tergantung dari ketajaman fokus retina dalam bola mata dan sensitifitas dari interpretasi di otak. Visus merupakan ukuran kuantitatif suatu kemampuan untuk mengidentifikasi simbol-simbol berwarna hitam dengan latar belakang putih dengan jarak yang telah distandardisasi serta ukuran dari simbol yang bervariasi. Ini adalah pengukuran fungsi visual yang tersering digunakan dalam klinik. Istilah "visus 20/20" adalah suatu bilangan yang menyatakan jarak dalam satuan kaki yang mana seseorang dapat membedakan sepasang benda. Satuan lain dalam meter dinyatakan sebagai visus 6/6. Dua puluh kaki dianggap sebagai tak terhingga dalam perspektif optikal (perbedaan dalam kekuatan optis yang dibutuhkan untuk memfokuskan jarak 20 kaki terhadap tak terhingga hanya 0.164 dioptri). Untuk alasan tersebut, visus 20/20 dapat dianggap sebagai performa nominal untuk jarak penglihatan manusia, visus 20/40 dapat dianggap separuh dari tajam penglihatan jauh dan visus 20/10 adalah tajam penglihatan dua kali normal.
Visus terbagi menjadi dua yaitu visus sentralis dan visus perifer. Visus sentralis dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat. Visus sentralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda yang letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi. Visus sentralis dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda dekat misalnya membaca, menulis dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus akomodasi supaya bayangan benda tepat jatuh di retina.
Visus perifer menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa dengan perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat suatu benda terhadap sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan reaksi menghindar jika ada bahaya dari samping. Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan menggunakan grafik huruf snellen yang dilihat pada jarak 20 kaki atau sekitar 6 meter. Jika hasil pemeriksaan tersebut visusnya 6/6 maka tajam penglihatannya dikatakan normal dan jika visus <6/6 maka tajam penglihatanya dikatakan kurang.
Untuk menghasilkan detail penglihatan, sistem optik mata harus memproyeksikan gambaran yang fokus pada fovea, sebuah daerah di dalam makula yang memiliki densitas tertinggi akan fotoreseptor konus/kerucut sehingga memiliki resolusi tertinggi dan penglihatan warna terbaik. Ketajaman danpenglihatan warna sekalipun dilakukan oleh sel yang sama, memiliki fungsi fisiologis yang berbeda dantidak tumpang tindih kecuali dalam hal posisi. Ketajaman dan penglihatan warna dipengaruhi secara bebasoleh masing-masing unsur.Cahaya datang dari sebuah fiksasi objek menuju fovea melalui sebuah bidang imajiner yang disebutvisual aksis. Jaringan-jaringan mata dan struktur-struktur yang berada dalam visual aksis (serta jaringanyang terkait di dalamnya) mempengaruhi kualitas bayangan yang dibentuk. Struktur-struktur ini adalah;lapisan air mata, kornea, COA (Camera Oculi Anterior = Bilik Depan), pupil, lensa, vitreus dan akhirnyaretina sehingga tidak akan meleset ke bagian lain dari retina. Bagian posterior dari retina disebut sebagailapisan epitel retina berpigmen (RPE) yang berfungsi untuk menyerap cahaya yang masuk ke dalam retinasehingga tidak akan terpantul ke bagian lain dalam retina. RPE juga memiliki fungsi vital untuk mendaur-ulang bahan-bahan kimia yang digunakan oleh sel-sel batang dan kerucut dalam mendeteksi photon. JikaRPE rusak maka kebutaan dapat terjadi.Seperti pada lensa fotografi, ketajaman visus dipengaruhi oleh diameter pupil.
Aberasi optik pada mata yang menurunkan tajam penglihatan ada pada titik maksimal jika ukuran pupil berada pada ukuran terbesar (sekitar 8 mm) yang terjadi pada keadaan kurang cahaya. Jika pupil kecil (1-2 mm), ketajaman bayangan akan terbatas pada difraksi cahaya oleh pupil. Antara kedua keadaan ekstrim, diameter pupil yangsecara umum terbaik untuk tajam penglihatan normal dan mata yang sehat ada pada kisaran 3 atau 4 mm.Korteks penglihatan adalah bagian dari korteks serebri yang terdapat pada bagian posterior (oksipital) dari otak yang bertanggung-jawab dalam memproses stimuli visual. Bagian tengah 100 darilapang pandang (sekitar pelebaran dari makula), ditampilkan oleh sedikitnya 60% dari korteksvisual/penglihatan. Banyak dari neuron-neuron ini dipercaya terlibat dalam pemrosesan tajam penglihatan.Perkembangan yang normal dari ketajaman visus tergantung dari input visual di usia yang sangatmuda. Segala macam bentuk gangguan visual yang menghalangi input visual dalam jangka waktu yang lamaseperti katarak, strabismus, atau penutupan dan penekanan pada mata selama menjalani terapi medisbiasanya berakibat sebagai penurunan ketajaman visus berat dan permanen pada mata yang terkena jika tidak segera dikoreksi atau diobati di usia muda.
Penurunan tajam penglihatan direfleksikan dalam berbagai macam abnormalitas pada sel-sel di korteks visual. Perubahan-perubahan ini meliputi penurunan yang nyatakan jumlah sel-sel yang terhubung pada mata yang terkena dan juga beberapa sel yang menghubungkan kedua bola mata, yang bermanifestasi sebagai hilangnya penglihatan binokular dan kedalaman persepsi ataustreopsis.Mata terhubung pada korteks visual melalui nervus optikus yang muncul dari belakang mata. Kedua nervus opticus tersebut bertemu pada kiasma optikum di mana sekitar separuh dari serat-serat masing-masing mata bersilang menuju tempat lawannya ke sisi lawannya dan terhubung dengan serat saraf daribagian mata yang lain akan menghasilkan lapangan pandang yang sebenarnya. Gabungan dari serat saraf dari kedua mata membentuk traktus optikus. Semua ini membentuk dasar fisiologi dari penglihatan binokular. Traktus ini akan berhenti di otak tengah yang disebut nukleus genikulatus lateral untuk kemudian berlanjut menuju korteks visual sepanjang kumpulan serat-serat saraf yang disebut radiasio optika.Segala macam bentuk proses patologis pada sistem penglihatan baik pada usia tua yang merupakan periode kritis, akan menyebabkan penurunan tajam penglihatan. Maka, pengukuran tajam penglihatan adalah sebuah tes yang sederhana dalam menentukan status kesehatan mata, sistem penglihatan sentral, dan jaras-jaras penglihatan menuju otak. Berbagai penurunan tajam penglihatan secara tiba-tiba selalu merupakan hal yang harus diperhatikan. Penyebab sering dari turunnya tajam penglihatan adalah katarak, dan parut kornea yang mempengaruhi jalur penglihatan, penyakit-penyakit yang mempengaruhi retina seperti degenarasi makular, dan diabetes, penyakit-penyakit yang mengenai jaras optik menuju otak seperti tumor dan sklerosismultipel, dan penyakit-penyakit yang mengenai korteks visual seperti stroke dan tumor.
Alat untuk mengukur visus adalah optotype van snellen yang dibuat oleh van snellen pada tahun 1876. Alat ini digunakan untuk membandingkan visus seseorang dengan visus orang normal berdasarkan sudut penglihatan satu menit.
HASIL & PEMBAHASAN
VISUS
No
Orang Percobaan
Visus OD
Visus OS
Visus ODS
1
Lovina
20/20 = 6/6
20/20 = 6/6
20/15
2
Muhajirin
20/15
20/20
20/15
Pada OP1, didapatkan visus mata kanan 6/6 atau 20/20 yang berarti OP dapat melihat objek pada jarak 6 meter atau pada jarak 20 kaki dimana orang dengan visus normal melihat pada jarak yang sama, ini berarti visus OP1 normal.
Pada OP2, visus mata kanan 20/15 yang berarti OP dapat melihat objek pada jarak 15 kaki dimana orang dengan visus normal melihat objek tersebut pada jarak 20 kaki. Ini menandakan bahwa OP3 memiliki ketajaman penglihatan yang melebihi orang normal pada umumnya
Tajam penglihatan ditentukan dengan mempergunakan huruf-huruf percobaan yang tertera pada optotipi snellen. Optotipi snellen ini dibuat sedemikian rupa, sehingga huruf tertentu dengan pusat optic mata (nodal point) membentuk sudut sebesar 5 derajat untuk jarak tertentu. Jarak antara optotipi snellen dengan mata adalah 5 m ( 6 m atau 20 kaki). Sinar yang berasal dari suatu titik pada jarak 5 m, dapat dianggap sebagai sinar-sinar sejajar, atau seolah-olah berasal dari titik letaknya pada jarak tak terhingga di depan mata. Tajam penglihatan diperiksa satu per satu, misalnya mata kanan (OD) dahulu, kemudian mata kiri (OS) dan dinyatakan dengan suatu pembilang/penyebut, pembilang adalah jarak antara optotipi snellen dengan mata (biasanya 5 meter), dan penyebut adalah jarak dimana suatu huruf tertentu seharusnya dapat di lihat.
Bila pada pemeriksaan visus didapatkan penurunan visus, maka perlu dilihat apakah gangguan ketajaman penglihatan ini disebabkan oleh kelainan oftalmologik (bukan saraf), misalnya kelainan kornea, uveitis, katarak dan kelainan refraksi.Pemeriksaan kasar dengan menggunakan kertas \berlubang kecil (pinhole) dapat meberi kesan adanya faktor refraksi dalam penurunan visus.Bila dengan menggunakan pinhole visus bertambah maka kelainan disebabkan oleh gangguan refraksi. Salah satu gangguan refraksi adalah miopi atau nearsightedness. Miopi atau rabun jauh adalah kelainan refraksi dimana citra yang dihasilkan berada didepqan retina ketika akomodasi dalam keadaan santai. Miopi dapat erjadi karena bola mata terlalu panjang atau kelengkungan kornea yang terlalu besar sehingga cahaya yang masuk tidak difokuskan secara baik dan objek jauh tampak buram.
Selain itu, visus merepresentasikan kepadatan reseptor sel kerucut di retina yang berfungsi pada penglihatan di cahaya terang dan identifikasi warna.Semakin padat reseptor sel kerucut di retina seseorang semakin tinggi pula visusnya begitu pula sebaliknya.
Pertanyaan & Jawaban :
Mengapa jarak baca harus 6 meter?
Jawab : Karena pada jarak tersebut sinar akan dianggap sebagai sinar sejajar yang akan memberikan gambaran seolah-olah berasal titik yang letaknya pada jarak tak terhingga di depan mata.
Apabila pada pemeriksaan tersebut OP hanya mampu membaca lancer tanpa kesalahan sampai pada baris hruf yang ditandai dengan angka 30 Ft (9,14 m) berapakah visus mata kanan OP!
Jawab : Tajam penglihatannya berarti 5/9,14 m. hal ini berarti bahwa seseorang pada jarak 5 meter hanya dapat melihat huruf yang seharusnya dapat dilihat pada jarak 9,14 meter.
Apakah dasar pembuatan optotipi snellen?
Jawab : Snellen mendefinisikan "standar penglihatan" adalah sebagai kemampuan untuk mengenali salah satu dari obyek optotype yang mewakili sudut 5 menit. Optotype ini hanya dapat dikenali jika seseorang dengan melihatnya dapat membedakan sebagian huruf/bentuk yang dipisahkan oleh sudut penglihatan 1 menit. Optotype digunakan dalam pemeriksaan dengan jarak 6 meter. Besaran huruf terbesar yang mewakili 6/60 m adalah 8,8 yang bila dibulatkan akan menjadi 8,9. Namun tidak sedikit praktisi yang menggolongkan besaran untuk huruf tersebut adalah berkisar antara 8,8-9,0. Berikut ini adalah rujukan bila anda ingin membuatnya, dengan sedikit catatan huruf dalam keadaan di blok/dihitamkan dengan jenis huruf "Courier Bold ". Dasar pembuatan optotipi Snellen adalah mata dapat mengenali suatu objek dengan membedakan dua titik yang membentuk sudut satu menit. Satu huruf hanya dapat dilihat bila seluruh huruf membentuk sudut lima menit dan setiap bagian dipisahkan dengan sudut satu menit. Makin jauh huruf harus terlihat, maka makin besar huruf tersebut harus dibuat karena sudut yang dibentuk harus tetap lima menit. Ketajaman normal memiliki visus 6/6 yang merupakan jarak antara subjek dengan chart.Hal ini menjelaskan jarak dimana garis yang membentuk huruf dapat dipisahkan dengan sudut penglihatan minimal 1 menit, yang dibaca pada mata tanpa kelainan refraktif dalam jarak 6m
PERCOBAAN DIPLOPIA
Pada awalnya OP hanya melihat satu jari yang diacungkan oleh pemeriksa dan ketika bola mata kirinya ditekan ke arah medial maka OP merasakan penglihatan rangkap dimana jari pemeriksa tampak seolah-olah ada dua.
Diplopia adalah titik disparat yang memberikan kesan rangkap. Secara umum terbagi menjadi dua yaitu diplopia binokular dan diplopia monokuler.Diplopia binokuler adalah penglihatan ganda yang terjadi apabila OP melihat dengan kedua mata dan menghilang bila salah satu mata ditutup. Diplopia monokular adalah penglihatan ganda yang hanya terjadi pada satu mata. Diplopia bukan merupakan penyakit secara khusus namun gejala yang dapat terjadi pada penyakit tertentu seperti stroke, cidera kepala, tumor otak, infeksi otak, graves disease trauma atau cidera pada otot mata, kerusakan pada tulang penyangga bola mata. Katarak dan gannguan pada retina juga dapat memberikan gejala diplopia.
Pada proses penglihatan, impuls yang terbentuk di kedua retina oleh berkas cahaya dari benda akan disatukan di tingkat korteks menjadi bayangan tunggal. Titik titik di retina tempat bayangan benda harus jatuh, bila dilihat secara binokular sebagai satu benda disebut titik-titik persesuaian atau yang disebut dengan titik identik. Penglihatan rangkap atau ganda yang dirasakan oleh OP ketika mata kirinya ditekan kearah medial disebabkan oleh pergeseran fovea sentralis mata kiri sehingga bayangan di retina mata kiri tidak lagi jatuh di titik identik, menyebabkan timbulnya diplopia.
Pertanyaan
P-PI.39 Bagaimana mekanisme terjadinya penglihatan rangkap pada percobaan diplopia?
Jawaban : Pergeseran fovea sentralis mata kiri akibat penekanan bola mata kiri ke arah medial sehingga bayangan yang ditangkap oleh retina mata kiri tidak lagi jatuh di titik persesuaian atau titik identik, menciptakan kesan penglihatan rangkap.
REFLEKS PUPIL
Pada refleks pupil, setelah serabut saraf berlanjut ke arah kolikulus superior, saraf akan berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron interkalasi yang berhubungan dengan nukleus Eidinger-Westphal (parasimpatik) dari kedua sisi menyebabkan refleks cahaya menjadi bersifat konsensual. Saraf eferen motorik berasal dari nukleus Eidinger-Westphal dan menyertai nervus okulomotorius (N.III) ke dalam rongga orbita untuk mengkonstriksikan otot sfingter pupil .
Pemeriksaan refleks pupil atau refleks cahaya terdiri dari reaksi cahaya langsung dan tidak langsung (konsensual). Refleks cahya langsung maksudnya adalah mengecilnya pupil (miosis) oleh nervus II pada mata yang disinari cahaya. Sedangkan refleks cahaya tidak langsung atau konsensual adalah mengecilnya pupil pada mata yang tidak disinari cahaya oleh nervus III.
Ukuran pupil dikendalikan oleh keseimbangan antara tonus parasimpatis (konstriktor) dan simpatis ( dilator) konstriksi pupil sebagai respon terhadap cahya. Diteruskan melalui nervus optikus,traktus optikus, nucleus genikulatum lateral Edinger-westphal dari N III dan ganglion siliaris. Korteks tidak terlibat. Kontriksi pupil pada akomodasi. Konvergensi terjadi dalam korteks diteruskan ke pupil melalui nucleus nervus III. Nervus dan traktus optikus serta nucleus genikulatum lateral tidak terlibat.
HASIL
OP 1
Mata kanan dirangsang cahaya : miosis
Mata kiri tanpa cahaya : miosis
Bentuk pupil : bulat reguler
Ukuran pupil : 2 mm – 5 mm
Posisi pupil : ditengah-tengah
Isokor
Reflek cahaya langsung (+)
Reflek cahaya konsensuil (+)
Reflek akomodasi/konvergensi (+)
OP 2
Mata kanan dirangsang cahaya : miosis
Mata kiri tanpa cahaya : miosis
Bentuk pupil : bulat reguler
Ukuran pupil : 2 mm – 5 mm
Posisi pupil : ditengah-tengah
Isokor
Reflek cahaya langsung (+)
Reflek cahaya konsensuil (+)
Reflek akomodasi/konvergensi (+)
Refleks tidak langsung : Saat N.III (N. okulomotorius) mendapat impuls dari N.II (N. optikus),akan diteruskan juga ke N.III (N. okulomotorius) sebelahnya. Jadi mata pada sisi yang tidak diberi cahaya juga ikut mengecil.
REAKSI MELIHAT DEKAT
Akomodasi adalah kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat maupun jauh dapat difokuskan di retina. Jarak terdekat dimana objek dapat difokuskan disebut near point of accommodation. Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris. Korpus siliaris terdiri dari dua komponen yaitu otot siliaris yang merupakanotot polos melingkar yang melekat ke lensa melalui ligamentum suspensorium dan jaringan kapiler yang menghasilkan aqueous humor . Berikut mekanisme akomodasi. Lensa menempel pada otot siliaris mata oleh serat elastis yaituzonula (ligamentum suspensorium). Sewaktu otot siliaris melemas, ligamentum suspensorium menjadi tegang, menimbulkan peregangan pada lensa, sehingga lensa menjadi datar dan lemah.Sewaktu otot siliaris berkontraksi, ligamentum suspensorium melemas dan tegangan pada lensa berkurang. Lensa kemudian dapat memulihkan bentuknya yang lebih bulat karena elastisitasnya.Berkas cahaya dari objek yang membentur lensa lebih dari 6 m (20 feet) adalah paralel. Berkas cahaya dari objek kurang dari 6 m disebarkan (divergensi) atau tidak parallel, cahaya tidak jatuh tepat pada retina. Untuk menjaga jatuhnya cahaya tepat pada retina maka lensa harus membulat.Penyesuaian inilah yang dikenal sebagai akomodasi. Semakin besar kelengkungan lensa (karena semakin bulat) semakin besar kekuatannya, sehingga berkas-berkas cahaya lebih dibelokkan. Otot siliaris dikontrol oleh sistem saraf otonom. Serat-serat saraf simpatis menginduksi relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistemsaraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat. Saat melihat dekat selain terjadi akomodasi, juga terjadi konstriksi pupil.Rangsangan saraf parasimpatis saat melihat dekat menyebabkan kontraksi otot sirkuler pada iris sehingga menyebabkan konstriksi pupil atau (miosis).
OP 1
Pupil mengecil
Lensa kea rah nasal
OP 2
Pupil mengecil
Lensa kea rah nasal
Pada saat melihat dekat terjadi konstriksi pupil (miosis) karena adanya rangsangan saraf parasimpatis nervus II.
PEMERIKSAAN BINTIK BUTA
Lapang pandang masing-masing mata adalah area yang dapat dilihat oleh sebuah mata pada suatu jarak tertentu. Dibagi menjadi bagian nasal(medial) dan bagian temporal (lateral). Proses pemetaan lapang pandang disebut perimetri,dengan menggunakan alat yang disebut perimeter.Perimetri dilakukan dengan menutup satu mata,dengan mata lain melihat pada suatu titik sentral didepan matanya. Kemudian suatu bintik kecil cahaya atau benda kecil digerakkan ke arah titik sentral ini di seluruh lapangan pandang, ke arah nasal dan lateral serta ke atas dan ke bawah, danorang yang diperiksa memberitahu jika bintik cahaya atau benda tersebut sudah terlihat dan bilatidak terlihat. Pada saat yang sama, dibuat peta lapang pandang mata yang diperiksa, yang menunjukkan area orang tersebut dapat atau tidak dapat melihat target. Dengan memperhatikan lokasi dimana target tidak terlihat dan menjadi terlihat lagi, bintik buta juga dapat dipetakan.Berikut nilai normal area lapangan pandang. Di bagian lapangan pandang yang ditempati diskus optikus terdapat sebuah titik buta (blindspot). Titik buta di bagian lain lapangan pandang disebut skotoma. Bintik buta merupakan daerah di mana cahaya tidak dapat ditangkap oleh retina sehingga bayangan tidak dapat di deteksi. Bintik buta terletak di papila saraf optik yang merupakandaerah tempat keluarnya saraf optik menembus lapisan retina menuju sistem saraf pusat. Padadaerah ini tidak mengandung fotoreseptor yaitu sel kerucut maupun sel batang. Pada retinitis pigmentosa, bagian-bagian retina mengalami degenerasi dan terjadi pengendapan berlebihan pigmen melanindi bagian-bagian ini. proses biasanya berawal di retina perifer dan kemudian meluas kearah tengah. Salah satu kegunaan perimetri yang penting adalah untuk mengetahui lokalisasi lesi di jaras saraf penglihatan. Lesi pada saraf optik, kiasma optikum, traktus optikus, dan radiasio optika menimbulkan pola daerah kebutaan lapang pandang yang berbeda. Kerusakan pada saraf optik menimbulkan kebutaan pada mata tersebut. Kerusakan kiasma optikum menghambat penjalaranimpuls pada kedua retina bagian nasal yang berfungsi untuk melihat lapang pandang bagiantemporal. Gangguan pada traktus optikus memutuskan persarafan separuh bagian tiap retina pada sisi yang sama dengan lesi. Akibatnya, kedua mata tidak dapat melihat objek pada sisi yang berlawanan. Keadaan ini disebut hemianopsia homonim. Kerusakan pada radiasio optika atau pada korteks penglihatan juga akan menyebabkan hemianopsia homonym.
Pemeriksaan lapang pandang bertujuan untuk memeriksa batas perifer penglihatan, yaitu batas dimana benda dapat dilihat bila mata difiksasi pada satu titik. Lapang pandang yang normal mempunyai bentuk tertentu dan tidak sama ke semua jurusan, misalnya ke lateral kita dapat melihat 90 – 100o dari titik fiksasi, ke medial 60o, ke atas 50 – 60o dan ke bawah 60 – 75o. Terdapat dua jenis pemeriksaan lapang pandang yaitu pemeriksaan secara kasar (tes konfrontasi) dan pemeriksaan yang lebih teliti dengan menggunakan kampimeter atau perimeter.
Bintik buta OP terletak di temporal, di bawah garis horizontal. Hal ini disebabkan bintik buta terletak di sebelah nasal dari fovea. Bagian nasal retina menangkap lapang pandang temporal,sehingga bintik buta pada bagian nasal tidak menangkap bayangan benda di temporal.
BUTA WARNA ORGANIK DAN FUNGSIONAL
Buta warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak sempurna. Pasien tidak atau kurangdapat membedakan warna yang dapat terjadi kongenital ataupun didapatkan akibat penyakit tertentu. Hampir 5% laki-laki di negara barat menderita buta warna yang diturunkan, lebih seringterdapat pada laki-laki dibanding perempuan. Buta warna total merupakan keadaan yang jarang. Pada protanomali terdapat kekurangan kerentanan merah sehingga diperlukan lebih banyak merah untuk bergabung dengan kuning baku. Sedang yang disebut sebagai protanopia Adalah kurangnya sensitifnya pigmen merah kerucut. Pada deutranomali diperlukan lebih banyak hijau untuk menjadi kuning baku. Sedang deutranopia merupakan kurangnya pigmen hijau kerucut. Tritanomali terdapat kekurangan pada warna biru, pada keadaan ini akan sukar membedakanwarna biru terhadap kuning. Akromatopsia atau monokromat berarti ketidakmampuan mem- bedakan warna dasar atau warna antara. Pasien hanya mempunyai satu pigmen kerucut(monokromatrod atau batang). Pada monokromat , sel kerucut hanya dapat membedakan warnadalam arti intensitasnya saja dan biasanya mempunyai tajam penglihatan 6 / 30.Buta warna fungsional merupakan sensasi melihat bayangan, atau warna, atau cahaya, saat tak ada cahaya sebenarnya. Hal ini biasanya disebabkan oleh kelelahan dari sel kerucut meresponwarna. Salah satu kejadian yang menarik adalah negative afterimages. Jika kita melihat warna merah dalam waktu 30 detik atau lebih, sel kerucut akan kelelahan. Ketika diganti melihat kertas putih, maka mata kita tidak melihat warna merah, jadi yang terlihat adalah warnakomplementernya yaitu hijau. Begitu juga sebaliknya, dan antara warna biru-kuning. Hal ini juga berhubungan dengan adaptasi sel kerucut terhadap pajanan yang diberikan.
Dari percobaan yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa OP tidak mengalami buta warna organik. Setelah diberikan perlakuan berupa pemasangan kaca mata hijau selama 10 menit, OP masih dapat mengenali gambar-gambar yang diujikan. Namun yang dirasakan OP adalah sensasiwarna merah disekelilingnya pada beberapa saat, dan susah membedakan warna hijau dan merah. Peristiwa yang terjadi pada OP disebabkan oleh kelelahan sel kerucut yang menangkap warnahijau, sehingga ketika kacamata dilepas, warna hijau kurang ditangkap. Sebaliknya yang terlihat adalah warna merah sebagai warna komplementer.
PRAKTIKUM FISIOLOGI 2
PENGHIDU DAN PENGECAPAN
Tujuan
Tujuan Instruksional Umum
Memahami dasar-dasar faal sensorik melalui faal pengecapan
Tujuan Perilaku Khusus
Mendemonstrasikan hukum Johannes Mϋller pada faal pengecapan
Mendemonstrasikan perbedaan ambang pengecapan untuk 4 modalitas pengecapan
Mendemonstrasikan kemampuan intensitas kecap untuk 1 modalitas pengecapan
Dasar Teori
Pemeriksaan indera pengecapan
Pengecap terutama merupakan fungsi dari taste bud yang terdapat di lidah. Selain itu penghidu ternyata juga mengambil peran dalam persepsi pengecapan. Makna penting pengecapan terletak pada kenyataan bahwa pengecapan memungkinkan manusia memilih makanan sesuai dengan keinginannya dan mungkin juga sesuai dengan kebutuhan metabolik di jaringan tubuh terhadap zat-zat tertentu. Pengenalan bahan kimia spesifik yang mampu merangsang berbagai reseptor pengecapan belum dapat diketahui semuanya. Walaupun begitu, penelitian yang bersifat psikofisiologi dan neurofisiologi telah mengenali sedikitnya 13 reseptor kimia yang mungkin ada pada sel-sel pengecap. Kelima sensasi pengecapan utama adalah asam, asin, pahit, manis dan umami.
Seseorang dapat menerima beratus-ratus pengecapan yang berbeda. Semua itu seharusnya merupakan kombinasi dari sensasi-sensasi pengecapan dasar, begitu juga dengan cara yang sama seperti ketika kita melihat semua warna, yang merupakan kombinasi dari ketiga warna utama.
Rasa asam disebabkan oleh asam, yakni karena konsentrasi ion hidrogen, dan intensitas sensasi asam ini hampir sebanding dengan logaritma konsentrasi ion hidrogen. Artinya, semakin asam suatu makanan, semakin kuat pula sensasi asam yang terbentuk.
Rasa asin dihasilkan dari garam yang terionisasi, terutama karena konsentrasi ion natrium. Kualitas rasanya berbeda-beda antara garam yang satu dengan yang lain, karena beberapa garam juga menghasilkan sensasi rasa selain rasa asin, tetapi anion juga ikut berperan walaupun lebih kecil.
Rasa manis tidak dibentuk oleh satu golongan zat kimia saja. beberapa tipe zat kimia yang menyebabkan rasa ini mencakup gula, glikol, alkohol, aldehid, keton, amida, ester, beberapa asam amino, beberapa protein kecil, asam sulfonat, asam halogenasi, dan garam-garam anorganik dari timah dan berilium.
Rasa pahit, seperti rasa manis, tidak dibentuk hanya oleh satu tipe agen kimia saja. disini sekali lagi, zat yang memberikan rasa pahit hampir seluruhnya merupakan substansi organik. Dua golongan substansi tertentu yang cenderung menimbulkan rasa pahit adalah substansi organik rantai panjang yang mengandung nitrogen, dan alkaloid. Alkaloid meliputi banyak obat yang digunakan dalm obat-obatan, seperti kuinin, kafein, strikinin, dan nikotin.
Pemeriksaan ambang pengecapan
Ambang batas dari sel kecap untuk dapat menimbulkan potensial aksi dan mengenali rasa tersebut berbeda-beda pada setiap rasa. Ambang batas untuk rasa pahit termasuk yang paling rendah, karena sel kecap tersebut dapat mengenali rasa pahit pada konsentrasi yang paling rendah. Contohnya, sel kecap dapat mengenali rasa pahit dari senyawa quinin pada ambang batas 0,000008 M, sedangkan rasa asam dapat dikenali pada ambang batas 0,0009 M. Rasa pahit merupakan rasa yang memiliki ambang batas terendah untuk proteksi diri terhadap senyawa yang beracun, karena senyawa tersebut mengandung alkaloid. Tak hanya senyawa beracun dan berbahaya bagi tubuh, kafein, strychnine, nikotin, dan beberapa obat memiliki kandungan alkaloid. Ambang batas yang terendah setelah rasa pahit yaitu rasa asam. Kemudian, rasa manis dan asin memiliki ambang batas yang hampir sama namun lebih tinggi daripada rasa asam.
Alat dan Bahan
Larutan berbagai rasa:
Manis : gula 2 sdt + air 240 ml
Asam : cuka 10 ml + air 10 ml
Asin : garam 2 sdt + air 240 ml
Pahit : amoksilin 2 butir + air 240 ml
Tabung ukur
Lidi kapas
Air
Cara Kerja
Pemeriksaan indera pengecapan
OP tidak mengetahui larutan apa yang diletakkan pada lidahnya.
Membuat kesepakatan dengan OP mengenai bahasa isyarat yang akan digunakan bila OP dapat mengecap rasa pada lidi kapas dan rasa apa yang ia kecap, selama percobaan berlangsung OP tidak diperkenankan berbicara atau menyentuhkan lidahnya ke langit-langit mulut.
Mencelupkan lidi kapas ke larutan manis dan memeras kelebihan larutan pada pinggir gelas.
Menginstruksikan OP untuk menjulurkan lidahnya dan meletakkan lidi kapas tersebut pada semua area pengecapan di lidah.
Setelah setiap peletakkan, tanyakan pada OP apakah ia dapat mengecap rasa dari larutan tersebut dan rasa apa yang ia kecap.
Mencatat hasilnya.
Menginstruksikan OP untuk berkumur dengan air.
Membuang lidi kapas yang telah digunakan.
Mengulangi langkah nomor 3-8 untuk larutan asam, asin dan pahit.
Pemeriksaan ambang pengecapan
OP harus mengetahui larutan apa yang akan diletakkan pada lidahnya.
Membuat kesepakatan dengan OP mengenai bahasa isyarat yang akan digunakan bila OP dapat mengecap rasa pada lidi kapas, selama percobaan berlangsung OP tidak diperkenankan berbicara atau menyentuhkan lidahnya ke langit-langit mulut.
Mencelupkan lidi kapas ke larutan manis dengan konsentrasi 100% dan memeras kelebihan larutan pada pinggir gelas.
Menginstruksikan OP untuk menjulurkan lidahnya dan meletakkan lidi kapas tersebut pada area di lidah yang dapat mengecap rasa manis.
Menanyakan pada OP apakah ia dapat mengecap rasa dari larutan tersebut. Bila OP dapat mengecap rasa tersebut, memberi tanda positif (+) di tabel ambang pengecapan pada form hasil.
Menginstruksikan OP untuk berkumur dengan air.
Membuang lidi kapas yang telah digunakan.
Mengulangi langkah nomor 3-7 dengan larutan manis berkonsentrasi setengah dari konsentrasi larutan sebelumnya (bila konsentrasi sebelumnya 100%, menggunakan konsentrasi 50%, bila konsentrasi sebelumnya 50%, menggunakan konsentrasi 25%)
Mengulangi terus prosedur nomor 8 hingga OP tidak dapat mengecap rasa yang diletakkan di lidahnya. Memberi tanda negatif (-) di tabel ambang pengecapan pada form hasil pada saat OP tidak dapat lagi mengecap rasa tersebut.
Mengulangi seluruh tahap percobaan ini dengan larutan asam, asin dan pahit.
Hasil
Tabel 1. Pemeriksaan Indera Pengecapan (Praktikum I)
Rasa
Hasil
Manis
Asam
Asin
Pahit
+
+
+
+
Tabel 2. Pemeriksaan Ambang Pengecapan (Praktikum II)
Rasa
Konsentrasi
100%
50%
25%
12,5%
Manis
+
+
-
-
Asam
+
+
+
+ samar
Asin
+
+
+
+ samar
Pahit
+
+
-
-
Pembahasan
Reseptor yang terdapat pada pengecapan dan penghidu adalah kemoreseptor. Kemoreseptor untuk sensasi pengecapan terkemas dalam papil-papi pengecapan (bud taste). Hanya zat kimia dalam larutan, baik cairan atau zat padat yang telah larut dalam air liur yang dapat berikatan dengan reseptor. Pengikatan suatu zat kimia dengan sel reseptor menyebabkan perubahan saluran-saluran ion dan menimbulkan depolarisasi potensial reseptor. Potensial reseptor ini kemudian memulai potensial aksi di ujung-ujung terminal serat saraf aferen yang bersinaps dengan reseptor tersebut yang akan menimbulkan impuls saraf yang memberi sinyal adanya zat kimia yang bersangkutan. Jalur sensorik pengecapan memiliki dua rute, satu ke sistem limbik untuk pengolahan emosional dan perilaku dan satu lagi ke korteks melalui talamus untuk persepsi sadar dan diskriminasi halus.
Pembagian tugas (area) dari masing-masing lidah adalah pada ujung lidah bertugas untuk mengecap rasa manis, dibelakang ujung lidah bertugas mengecap rasa asam, pada pinggir-pinggir lidah bertugas untuk mengecap rasa asin, dan pada pangkal lidah bertugas untuk mengecap rasa pahit.
Pada praktikum, peletakkan lidi kapas diletakkan pada semua area pengecapan di lidah dan didapati hasil positif (+) pada OP yang berarti OP dapat mengecap rasa dari keempat macam larutan yang diberikan (tabel 1). Kita dapat membedakan ribuan sensasi pengecapan yang berlainan, namun semua rasa tersebut adalah berbagai kombinasi dari empat rasa utama : asin, masam (kecut), manis, dan pahit. Rasa asin dirangsang oleh garam-garam kimiawi, terutama NaCl (garam dapur). Asam menimbulkan rasa masam. Kandungan asam sitrat pada jeruk, misalnya, menimbulkan rasa masam yang khas. Sensasi rasa manis dicetuskan oleh konfigurasi khas glukosa. Molekul-molekul organik lain dengan struktur serupa juga dapat berinteraksi dengan tempat pengikatan reseptor "manis". Golongan alkaloid (misalnya kafein, nikotin, striknin, morfin, dan turunan tumbuhan toksik lainnya) atau zat-zat beracun menimbulkan rasa pahit, mungkin segabai mekanisme protektif untuk menghindari ingesti senyawa-senyawa yang memiliki potensi berbahaya. Hasil dari praktikum I ini memperlihatkan indera pengecapan OP berfungsi dan memberikan tanggapan terhadap rasa yang diberikan.
Pada tabel 2, didapati hasil pengecapan OP terhadap rasa manis dan pahit pada konsentrasi larutan 50% negatif (-) yang berarti OP tidak dapat mengenali atau mengecap rasa dari larutan yang ada pada kapas lidi walaupun OP telah diberitahu nama rasa dari larutan tersebut. Sedangkan perubahan pengecapan dan terdapat perbedaan ambang rasa terhadap rasa asam dan asin mulai terjadi pada konsentrasi larutan 12,5%, yaitu positif (+) samar. Hal ini menunjukkan bahwa setiap sel reseptor berespons dalam tingkat yang berbeda-beda, terhadap keempat rasa utama tersebut di mana rasa asam dan asin lebih peka dibanding dengan rasa manis dan pahit. Perbedaan respons atau ketanggapan ini terjadi akibat kepekaan tiap-tiap reseptor yang terdapat pada papil pengecap terhadap stimulasi (rasa) tersebut berbeda dan kandungan bahan-bahan (kimia) dalam cairan atau perbedaan konsentrasi kelarutannya.
PRAKTIKUM FISIOLOGI 3
GANGGUAN PENGINDERAAN
( FISIOLOGI SIKAP, KESEIMBANGAN DAN PENDENGARAN )
Tujuan Praktikum
Tujuan umum :
Memahami peran mata dalam pengaturan sikap dan keseimbangan tubuh.
Memahami peran alat vestibuler dalam pengaturan sikap dan keseimbangan tubuh.
Memahami dasar – dasar 3 cara pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan garputala ( penala ) dan interpretasinya..
Tujuan khusus :
Menjelaskan peran mata dan kedudukan kepala dalam mempertahankan sikap dan keseimbangan tubuh.
Mendemonstrasikan peran mata dan kedudukan kepala dalam mempertahankan sikap dan keseimbangan tubuh.
Menjelaskan pengaruh percepatan sudut pada sikap dan keseimbangan tubuh.
Mendemonstrasikan pengaruh aliran endolimfe pada krista ampularis dengan menggunakan model kanalis semisirkularis.
Mendemostrasikan pengaruh percepatan sudut pada sikap dan keseimbangan tubuh dengan menggunakan kursi Barany.
Menjelaskan perbedaan hantaran udara dan hantaran tulang pada pendengaran.
Menjelaskan gangguan hantaran udara dan hantaran tulang pada pendegaran.
Mendemonstrasikan perbedaan hantaran udara dan hantaran tulang pada pendengaran dengan 3 cara pemeriksaan dengan menggunakan garputala.
Mendemonstrasikan gangguan hantaran udara pada pendengaran dengan 3 cara pemeriksaan dengan menggunakan garputala.
Menjelaskan kesimpulan hasil 3 cara pemeriksaan ketajaman pendengaran dengan menggunakan garputala.
Dasar Teori
Keseimbangan
Bagian telinga dalam mempunyai komponen khusus lain, yaitu aparatus vestibularis yang mampu memberikan informasi mengenai sensasi keseimbangan dan koordinasi gerakan kepala dengan gerakan mata dan postur. Aparatus vestibularis terdiri dari kanalis semisirkularis dan organ otolit (sakulus dan utrikulus).
Seperti di koklea, semua komponen apartus vestibularis dikelilingi oleh perilimfe dan di dalamnya mengandung endolimfe. Komponen vestibularis juga mengandung sel-sel rambut yang berespon terhadap deformasi mekanis yang dipicu oleh gerakan spesifik endolimfe.
Di kedua sisi kepala, kanalis semisirkularis saling tegak lurus satu sama lain, sehingga kanalis-kanalis terletak pada tiga bidang ruangan. Kanalis semisirkularis yaitu kanalis horizontal, kanalis superior dan posterior yang ketiganya tersusun secara tiga dimensi. Kanalis horizontal berperan pada saat kepala ditekukan ke bawah 30o. Struktur reseptornya yaitu krista ampularis, terletak di ujung tiap-tiap kanalis membranosa yang melebar (ampula). Setiap krista dilapisi oleh sel rambut dan sel sustentakularis yang dilapisi oleh pemisah gelatinosa (kupula) yang menutupi ampula.
Kanalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselerasi kepala rotasional atau angular, misalnya saat kita memulai atau berhenti berputar, jungkir-balik atau menengok. Akselerasi atau deselerasi sewaktu rotasi kepala dalam arah apapun akan menyebabkan gerakan endolimfe paling tidak pada salah satu kanalis semisirkularis.
Pada saat kita mulai gerakan rotasi kepala, cairan endolimfe akan tertinggal (bergerak berlawanan dengan arah berlawanan gerakan kepala) belakang karena inersianya. Keadaan ini akan menyebabkan kupula miring dalam arah berlawanan dengan gerakan kepala sehingga menekuk rambut-rambut sensorik yang terbenam di dalamnya. Jika pergerakan kepala dalam kecepatan dan arah yang konstan maka endolimfe akan menyerasikan gerakannya dengan kepala sehingga kupula akan kembali ke posisi normal meskipun kepala dalam keadaan rotasi dan rambut-rambut berada pada keadaan tidak menekuk. Sedangkan bila gerakan rotasi kepala diperlambat atau dihentikan kupula rambut secara transien akan melengkung ke arah putaran sebelumnya, yaitu berlawanan dengan arah lengkungan sewaktu akselerasi.
Organ otolit memberi informasi tentang posis kepala relatif terhadap gravitasi (yaitu kepala miring statik) dan juga mendeteksi perubahan kecepatan gerak lurus. Organ otolit yaitu utrikulus berorientasi vertikal dan sakulus berorientasi horizontal. Rambut utrikulus bergerak oleh setiap perubahan pada gerakan linear horizontal (begerak lurus ke depan, ke belakang atau ke samping). Sedangkan rambut sakulus berespon secara selektif terhadap gerakan miring kepala menjauhi posisi horizontal (misalnya bagun dari tempat tidur) dan terhadap akselerasi dan deselerasi linear vertikal (meloncat naik-turun/naik tangga berjalan).
Sinyal dari segala komponen aparatus vestibularis dibawa melalui nervus vestibulokoklearis ke nukleus vestibularis dan ke serebelum. Serebelum dan nuleus vestibularis tidak hanya menerima input dari vestibular, namun juga dari bagian visual dan somatik (kulit, otot dan sendi). Setelah dari nukleus vestibularis, impuls dikirimkan pada salah satu dari dua daerah output yaitu pengatur gerakan mata atau pengontrol otot skeletal di leher.
Pendengaran
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi (pemampatan) molekul-molekul udara yang berselang seling dengan daerah-daerah bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut.
Sewaktu suatu gelombang suara mengenai jendela oval, tercipta suatu gelombang tekanan di telinga dalam. Gelombang tekanan menyebabkan perpindahan mirip-gelombang pada membran basilaris terhadap membrana tektorium. Sewaktu menggesek membrana tektorium, sel-sel rambut tertekuk. Hal ini menyebabkan terbentuknya potensial aksi. Apabila deformitasnya cukup signifikan, maka saraf-saraf aferen yang bersinaps dengan sel-sel rambut akan terangsang untuk melepaskan potensial aksi dan sinyal disalurkan ke otak
Frekuensi gelombang tekanan menentukan sel-sel rambut yang akan berubah dan, neuron aferen yang akan melepaskan potensial aksi. Misalnya, sel-sel rambut yang terletak dibagian membrana basilaris dekat jendela oval adalah sel-sel yang mengalami perubahan oleh suara berfrekuensi tinggi, sedangkan sel-sel rambut yang terletak di membrana basilaris yang paling jauh dari jendela oval adalah sel-sel yang mengalami perubahan oleh gelombang berfrekuensi rendah. Otak menginterpretasikan suatu suara berdasarkan neuron-neuron yang diaktifkan. Otak menginterpretasikan intensitas suara berdasarkan frekuensi impuls neuron dan jumlah neuron aferen yang melepaskan potensial aksi.
Penghantaran (konduksi) gelombang bunyi ke cairan di telinga dalam melalui membran timpani dan tulang-tulang pendengaran, yang merupakan jalur utama untuk pendengaran normal, disebut hantaran osikular. Gelombang bunyi juga menimbulkan getaran membran timpani kedua yang menutupi fenestra rotundum. Proses ini, yang tidak penting untuk pendengaran normal, disebut hantaran udara. Hantaran jenis ketiga, hantaran tulang, adalah penyaluran getaran dari tulang-tulang tengkorak ke cairan di telinga dalam. Hantaran tulang yang cukup besar terjadi apabila kita menempelkan garpu tala atau benda lain yang bergetar langsung ke tengkorak. Jaras ini juga berperan dalam penghantaran bunyi yang sangat keras.
Alat dan bahan
Model kanalis semisirkularis
Tongkat atau statif yang panjang
Kursi Barany
Penala berfrekuensi 512
Kapas
Audiogram
Cara Kerja
Praktikum Keseimbangan
Model Kanalis Semisirkularis
Mempelajari pengaruh berbagai kedudukan kepala terhadap posisi setiap kanalis semisirkularis.
Mempelajari pengaruh pemutaran terhadap aliran endolimfe dan perubahan posisi krista ampularis.
Percobaan sederhana untuk kanalis semisirkularis
OP (Orang Percobaan), dengan mata tertutup dan kepala ditundukkan 30°, berputar sambil berpegangan pada tongkat, menurut arah jarum jam sebanyak 10 kali dalam 30 detik. Kemudian OP berhenti dan berjalan dengan mata terbuka.
Ulangi percobaan no.1 dengan berputar menurut arah berlawanan dengan jarum jam.
Pengaruh kedudukan kepala dan mata yang normal terhadap keseimbangan badan
OP berjalan mengikuti suatu garis lurus dengan mata terbuka.
Ulangi percobaan no.1 dengan mata tertutup.
Ulangi percobaan no.1 dan 2 dengan :
Kepala dimiringkan ke kiri
Kepala dimiringkan ke kanan
Percobaan dengan kursi Barany
Nistagmus
OP duduk di kursi Barany dengan mata tertutup dan menundukkan kepalanya 30° ke depan, lalu putar kursi sebanyak 10 kali dalam 30 detik.
Menghentikan putaran kursi dan membuka mata OP.
Pemeriksa memperhatikan adanya nistagmus.
Tes Penyimpangan penunjukan
OP duduk di kursi barany dan pemeriksa tepat di depan OP. OP meluruskan lengan kanan nya sehingga dapat menyentuh jari tangan pemeriksa.
Lalu OP dengan menundukkan kepala 30° ke depan diputar bersama kursi Barany sebanyak 10 kali selama 20 detik.
Kemudian hentikan putaran kursi, buka mata OP. Dan perintahkan untuk melakukan percobaan 1.
Tes Jatuh
OP duduk di kursi Barany dengan menutup mata serta dengan posisi kepala menunduk 120°, lalu putar kursi sebanyak 10 kali selama 20 detik.
Hentikan putaran kursi, dan mengintruksikan OP untuk kembali menegakkan badannya.
Perhatikan kemana OP akan jatuh dan menanyakan kepada OP kemana rasanya dia akan jatuh.
Ulangi tes jatuh ini, tiap kali pada OP lain dengan
Memringkan kepala kearah bahu 90°.
Menengadahkan kepala ke belakang 60°.
Menghubungkan arah jatuh pada setiap percobaan dengan arah aliran endolimfe pada kanalis semisirkularis yang terangsang.
Kesan ( Sensasi )
OP duduk di kursi Barany dengan menutup kedua matanya.
Putar kursi ke kanan dengan kecepatan yang semakin lama semakin cepat dan kemudian kurangi kecepatan secara berangsur-angsur sampai berhenti.
Menanyakan kepada OP :
Sewaktu kecepatan putar masih bertambah
Sewaktu kecepatan menetap
Sewaktu kecepatan dikurangi
Sewaktu kursih dihentikan
Pemeriksaan Fungsi Pendengaran dengan garputala
Cara Rinne
Menanyakan kepada OP apakah mendengar bunyi penala mendengung,di telinga yang diperiksaMenekankan ujung tangkai penala pada prosessus mastoideus pada salah satu telinga OP.Menggetarkan penala dengan cara memukulkan salah satu ujung jari penala ketelapak tangan.
Menanyakan kepada OP apakah mendengar bunyi penala mendengung,di telinga yang diperiksa
Menekankan ujung tangkai penala pada prosessus mastoideus pada salah satu telinga OP.
Menggetarkan penala dengan cara memukulkan salah satu ujung jari penala ketelapak tangan.
Apabila mendengar, OP disuruh mengacungkan jari telunjuk, begitu tidak mendengar lagi jari diturunkan.Kemudian peneriksa mengangkat penala dari prosesus mastoideus OP dan kemudian ujung jari penala ditempatkan kedepan liang telinga OPMenanyakan apakah Op mendengar dengungan itu
Apabila mendengar, OP disuruh mengacungkan jari telunjuk, begitu tidak mendengar lagi jari diturunkan.
Kemudian peneriksa mengangkat penala dari prosesus mastoideus OP dan kemudian ujung jari penala ditempatkan kedepan liang telinga OP
Menanyakan apakah Op mendengar dengungan itu
Mencatat hasil pemeriksaan Rinne
Mencatat hasil pemeriksaan Rinne
Cara weber
Pemeriksa menggetarkan penala yang berfrekuensi 512 seperti pada percobaan Rinne sebelumnya.
Menekan ujung tangkai peala pada dahi OP di garis median
Menanyakan kepada OP, apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama kuat di kedua telinganya atau terjadi lateralisasi.
C. Cara Schwabach
Pemeriksa menggetarkan penala 512.
Menekan ujung tangkai penala pada prosesus mastoideus salah satu telinga OP. Dan memerintahkan kepada OP untuk mengancungkan jarinya pada saat degungan bunyi menghilang.
Pada saat itu juga pemeriksa memindahkan penala ke prosesus mastoideus sendiri.
Bila dengungan penala masih dapat di dengar oleh si pemeriksa, maka hasil pemeriksaan ialah Schwabach Memendek.
Bila dengungan penala tidak dapat terdengar oleh pemeriksa, maka hasil pemeriksaan ialah normal atau Schwabach Memanjang.
Untuk memastikan uji shcwabah normal atau memanjang dilakukan pemeriksaan lanjutan sebagai berikut:
Penala yang telah digetarkan, ujungnya diletakkan di prosesus mastoideus pemriksa sampai tidak terdengar lagi dengungan.
Kemudian ujung tangkai penala diletakkan di prosesus matoideus OP.
Bila dengungan masih didengar OP, hasil pemeriksaan schwabach memanjang,
Bila dengungan juga tidak dapat didengar oleh OP, tes schwabach normal.
Hasil
A. Praktikum Keseimbangan
Model Kanalis Semisirkularis
Pada praktikum kali ini model kanalis semisirkularis tidak dilengkap dengan cairan di dalam kanal sehingga hasil pengamatan aliran endolimfe tidak dilaporkan. Namun pembahasan mengenai kanalis semisirkularis dibahas pada bab pembahasan.
Percobaan Sederhana Untuk Kanalis Semisirkularis
Setelah OP diputar menurut arah jarum jam, OP tidak bisa berjalan lurus ke depan. Arah jalan OP menyimpang ke kanan.
Pengaruh Kedudukan Kepala dan Mata yang Normal Terhadap Keseimbangan Badan
Perlakuan
Hasil
Berjalan lurus dengan mata terbuka
OP dapat berjalan lurus tanpa kesulitan
Berjalan lurus dengan mata tertutup
OP dapat berjalan lurus namun sedikit sulit
Berjalan dengan kepala miring ke kiri + mata ditutup
OP cenderung berjalan ke kiri
Berjalan dengan kepala miring ke kanan + mata ditutup
OP cenderung berjalan ke kanan
Percobaan Dengan Kursi Barany
Nistagmus
Setelah pemutaran ke kanan mata OP akan terlempar ke arah kanan (komponen lambat) dan mata OP berusaha kembali ke arah tengah berlawanan dengan arah rotasi (komponen cepat).
Tes penyimpangan penunjukan (Past pointing test of barany)
Setelah putaran dihentikan dan mata OP dibuka, OP berusaha menyentuh tangan pemeriksa yang ada di depannya, namun OP mengalami kesulitan dan tangannya cenderung tertarik ke kanan. Namun setelah beberapa saat, OP sudah bisa menyentuh tangan pemeriksa.
Tes jatuh
Perlakuan
Hasil
Kepala OP ditundukan 120o terhadap sumbu tegak
OP akan cenderung jatuh ke kiri karena seolah-olah menghidari jurang yang ada di sebelah kanannya.
Kepala OP dimiringkan ke arah bahu kanan dengan sudut 90o
OP cenderung jatuh ke belakang karena seolah-olah menghindari jurang yang ada di depannya.
Kepala OP ditengadahkan ke belakang hingga membentuk sudut 60o
OP cenderung jatuh ke kiri karena seolah-olah ada jurang di sebelah kanannya.
Kesan (sensasi)
Perlakuan
Hasil
Kecepatan putar bertambah
OP merasa arah perputarannya berlawanan arah (ke kiri) dengan arah putar sesungguhnya (ke kanan).
Kecepatan putar menetap
OP merasa tidak berputar.
Kecepatan putar diperlambat
OP merasa arah putarannya searah dengan putaran sesungguhnya.
Putaran dihentikan
OP merasa masih berputar dengan arah putaran sesungguhnya.
B. Pemeriksaan pendengaran
Orang Percobaan
Cara Rinne
Telinga ( penala digetarkan pada prosessus mastoideus )
Telinga ( penala digetarkan lewat udara )
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Ujang Fauzan Zaini
+
+
+
+
Perlakukan
Cara Weber
Interpretasi
Penala diletakkan di garis median dahi
Lateralisasi Kanan
Lateralisasi Kiri
Telinga tidak disumbat
-
-
bunyi sama kuat di kedua telinga
Telinga kanan disumbat
+
-
Bunyi lebih kuat di sebelah kanan
Telinga kiri disumbat
-
+
Bunyi lebih kuat di sebelah kiri
Pemeriksaan Schwabach
Prosesus mastoideus OP
Prosesus mastoideus pemeriksa
Interpretasi
Berhenti
Berhenti
Normal/Memanjang
Pemeriksaan lanjutan
Prosesus mastoideus pemeriksa
Prosesus mastoideus OP
Interpretasi
Berhenti
Berhenti
Normal
6. Pembahasan
A. Pemeriksaan Keseimbangan
Model Kanalis Semisirkularis
kanalis posteriorkanalis anteriorkanalis lateralKanalis lateralisKanalis posteriorKanalis anterior
kanalis posterior
kanalis anterior
kanalis lateral
Kanalis lateralis
Kanalis posterior
Kanalis anterior
Kanalis anteriorKanalis lateralisKanalis posterior
Kanalis anterior
Kanalis lateralis
Kanalis posterior
Berdasarkan ilustrasi gambar tersebut di atas, berbagai gerakan kepala akan mempengaruhi gerakan aliran endolimfe. Bila kepala ditundukan 30o maka aliran endolimfe akan masuk ke kanalis semisirkularis anterior dan kanalis semisirkularis lateral berada pada bidang horizontal,. Sewaktu kepala diputar/ditengokan ke kanan atau kiri dalam posisi tegak, aliran endolimfe masuk ke kanalis semisirkularis lateralis dan bila kepala dimiringkan ke kanan dan kiri maka aliran endolimfe akan masuk ke kanalis semisirkularis posterior dan kanalis semisirkularis anterior berada pada bidang horizontal.
Sistem kanalis semisirkularis di kepala merupakan cerminan satu sama lain, yaitu antara bagian kanan dan kiri. Oleh sebab itu bila kepala diputar ke sebelah kiri aliran endolimfe akan menggerakan kupula krista ampularis di sebelah kiri untuk meningkatkan aktivitas nervus vestibularis sedangkan di sebelah kanan aliran endolimfe akan menghambat aktivias nervus.
Bila pemutaran dilakukan, pada saat pertama kali akan terlihat aliran endolimfe berlawanan dengan arah putaran. Aliran endolimfe akan menyebabkan kupula (bagian dari krista ampularis) melekuk. Keadaan ini akan menyebabkan sel-sel rambut mengalami depolarisasi (bila stereosilia menekuk ke arah kinosilium) atau hiperlolarisasi (bila stereosilia menekuk menjauhi kinosilium). Sel rambut membentuk akson dengan nervus vestibularis. Depolarisasi akan menyebabkan peningkatan frekuensi lepas muatan sedangkan hiperpolarisasi akan mengurangi pelepasan neurotransmiter.
Percobaan Sederhana Untuk Kanalis Semisirkularis
Kepala OP ditundukan 30o ke depan agar cairan endolimfe masuk ke kanalis anterior dan kanalis semisirkularis lateralis berada pada bidang horizontal. Dalam keadaan ini sumbu kanalis semisirkularis horizontal menjadi poros rotasi. Akibatnya, sesudah dilakukan pemutaran ke arah kanan OP menjadi berjalan dengan deviasi ke kanan pada waktu OP diminta untuk berjalan lurus. Hal timbul karena setelah dihentikan pemutaran kupula akan melekuk searah dengan putaran (ke kanan) sehingga OP akan berjalan ke arah kanan.
Pengaruh Kedudukan Kepala dan Mata yang Normal Terhadap Keseimbangan Badan
Dalam sistem keseimbangan tiga komponen yang berperan yaitu penglihatan, organ propoiseptor dan organ keseimbangan (vestibularis). Bila ketiga sistem tersebut dalam keadaan normal maka proses keseimbangan akan berjalan dengan baik. Hal ini dapat menjelaskan mengapa saat mata dibuka OP dapat berjalan lurus dengan sempurna, OP sedikit kesulitan saat berjalan lurus dengan mata ditutup, OP berjalan ke arah kiri saat kepala dimiringkan ke sebelah kiri karena sistem keseimbangan menganggap posisi tubuh cenderung ke bagian kiri dan OP cenderung berjalan ke arah kanan saat kepala dimiringkan ke arah kanan.
Percobaan Dengan Kursi Barany
Nistagmus
Nistagmus adalah gerakan menyentak khas pada mata yang tampak pada awal dan akhir periode rotasi. Gerakan ini sebenarnya merupakan refleks untuk mempertahankan fiksasi penglihatan di titik-titik yang diam dimana tubuh bergerak.
Sewaktu rotasi dimulai, mata bergerak lambat dalam arah berlawanan dengan arah rotasi, untuk mempertahankan fiksasi penglihatan (refleks vestibulo-okular, VOR). Komponen lambat dicetuskan oleh impuls dari labirin, sedangkan komponen cepat dicetuskan oleh pusat di batang otak.
Arah gerakan mata pada nistagmus dinyatakan oleh arah komponen cepat. Arah komponen cepat pada saat rotasi sama dengan arah rotasi, namun arah komponen cepat nistagmus pascarotasi seperti yang dilakukan pada praktikum, berlawanan arah. Sehingga komponen cepat mata mengarah ke kiri dan komponen lambat mata mengarah ke kanan (rotasi dilakukan ke arah kanan). Hal ini dapat terjadi karena adanya VOR untuk menstabilkan gambar pada retina selama kepala digerakkan dengan memproduksi gerakan mata ke arah yang berlawanan dengan gerakan kepala, sehingga mempertahankan gambar untuk tetap berada di pusat bidang visual.
Tes penyimpangan penunjukan (Past pointing test of barany)
Setelah dilakukan pemutaran OP tidak dapat menunjuk jari pemeriksa dengan tepat. Hal ini dakibatkan proses pemutaran menyebabkan perubahan pada sistem vestibularis dan juga mempengaruhi penglihatan dan gerakan tubuh OP sehingga keseimbangan OP terganggu untuk sementara waktu. Namun setelah beberapa saat OP dapat kembali menunjuk jari pemeriksa dengan benar karena sistem kesiembangan sudah kembali ke keadaan normal.
Tes jatuh
Tujuan dari mengubah posisi kepala saat pemutaran adalah untuk mengetahui posisi kanalis semisirkularis dan aliran endolimfenya.
Saat kepala ditundukan ke depan dengan sudut 120o dan ditengadahkan ke belakang membentuk sudut 60o, kanalis semisirkularis posterior berada pada posisi horizontal. Akibatnya bila putaran dihentikan dan kepala ditegakkan, aliran endolimfe akan menekukan kupula ke arah rotasi sehingga OP merasa seolah-olah terdapat jurang pada sisi kanannya. Akibatnya tubuh akan jatuh ke sisi kiri untuk menyeimbangkan hal tersebut.
Saat kepala di miringkan ke sisi kanan dengan sudut 90o kanalis semisirkularis anterior akan berada pada bidang horizontal, menjadi sumbu rotasi (bagian ini yang akan terangsang). Akibatnya, setelah pemutaran dihentikan, OP akan menjatuhkan dirinya ke belakang. Saat itu OP merasa ada jurang di depannya. Dalam keadaan tegak, kanalis semisirkularis anterior berespon terhadap gerakan kepala menunduk atau menengadah, sehingga bila bagian kanal ini dijadikan poros putaran, perasaan yang akan dialami OP bila dilakukan pemutaran seperti tersebut di atas.
Arah jatuhnya tubuh OP berlawanan dengan arah putar endolimfe di dalam kanalis semisirkularis yang menjadi poros rotasi. Hal ini merupakan mekanisme bentuk kompensasi dan keterkaitan antara sistem vestibular dan propioseptor.
Kesan (sensasi)
Saat pertama kali berputar aliran endolimfe akan mengalir berlawanan arah dengan arah putar sehingga kupula bergerak sesuai dengan arah endolimfe. Dengan demikian OP merasa arah putaran pada saat pertama kali berlawanan arah dengan arah [utar sesungguhnya. Bila kecepatan putar menetap sehingga tak ada percepatan yang dihasilkan, kupula akan kembali ke posisi normal sehingga OP merasa tidak ada perputaran yang terjadi. Saat kecepatan mulai diturunkan (deselerasi) cairan endolimfe akan mengalir searah dengan arah putar sehingga kupula akan melekuk ke arah putar. Hal ini menjelaskan mengapa pada saat kecepatan putar diturunkan OP merasa berputar ke arah putaran sesungguhnya. Kupula membutuhkan waktu sekitar 25-30 detik untuk kembali ke posisi normal setelah melekuk hal ini menjelaskan mengapa OP masih merasa berputar pada saat putaran telah dihentikan.
B. Pemeriksaan Pendengaran
Pada percobaan Rinne hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa dibandingkan. Saat penala digetarkan,pada prosessus mastoideus, terdengar suara dengungan, baik ditelinga kiri maupun telinga kanan pada orang percobaan. Begitu pula saat digetarkan di udara, tanpa menyentuh prosessus mastoideus, suara dengungan terdengar jelas. Pada Orang Percobaan didapatkan semua hasil positif yaitu masih mendengar dengungan melalui hantaran aerotimpanal berarti fungsi pendengaran masih berfungsi dengan baik.
Cara Weber ini bertujuan untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien. Cara kerja pemeriksaan ini telah di jelaskan di atas. Interpretasi dari hasil pemeriksaan weber ini adalah jika telinga pasien mendengar lebih keras pada satu telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut, biasanya terjadi pada keadaan tuli konduktif atau saat telinga ditutup. Dan jika kedua telinga pasien sama-sama mendengar dengan jelas tanpa ada salah satu yang mengalami lateralisasi menunjukan telinga dalam keadaan normal. Pada tuli perseptif/sensorik lateralisasi akan terjadi pada telinga yang normal. Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan terdengar di seluruh bagian kepala.
Cara Schwabach bertujuan untuk membandingkan daya transport suara melalui tulang mastoid antara pemeriksa ( normal) dengan Probandus (OP). Dasar dari tes ini adalah gelombang-gelombang dalam endolimfe dapat ditimbulkan oleh getaran yang datang melalui tekorak khususnya os. Temporale. Bila OP sudah tidak mendengar suara namun pemeriksa masih mendengar suara pada garputala maka tes schwabach memendek. Namun bila OP sudah tidak medengar suara lagi pada garputala begitu juga dengan pemeriksa maka tes schwabach normal atau memanjang. Perlu dilakukan tes lagi yang dimulai dari pemeriksa. Bila pemeriksa tidak medengar suara dari garputala begitu pula dengan OP, maka tes schwabach normal, namun bila OP masih juga mendengar suara maka tes schwabach memanjang.
Pertanyaan
Apa maksud tindakan penundukan kepala OP 30o ke depan?
Jawab: kanalis semisirkularis mempunyai posisi anatomi terangkat 30o, dengan demikian bila kepala ditundukkan ke depan dengan sudut 30o maka kanalis semisirkularis lateral akan berada pada posisi horizontal.
Apa yang saudara harapkan terjadi pada OP ketika berjalan lurus ke depan setelah berputar 10 kali searah dengan jarum jam?
Jawab: OP seharusnya berjalan sempoyongan dengan deviasi ke kanan.
Bagaimana keterangannya?
Jawab: saat dilakukan gerakan pertama kali aliran endolimfe bergerak berlawanan arah dengan arah putaran sedangkan setelah rotasi dihentikan aliran endolimfe bergerak searah dengan putaran. Gerakan endolimfe akan menyebabkan penekukan kupula ke kanan. Keadaan ini menyebabkan OP mengalami ketidakseimbangan berupa deviasi ke kanan ketika diminta untuk berjalan lurus ke depan.
Bagaimana pengaruh sikap kepala dan mata terhadap keseimbangan badan?
Jawab: saat mata terbuka masukan informasi keseimbangan berasal dari penglihatan, posisi kepala dan otot-otot penompang tubuh. Bila mata ditutup dan kepala dimiringkan hal ini akan memberikan kesukaran bagi OP untuk mempertahankan keseimbangannya sehingga saat diminta berjalan lurus OP cenderung berjalan dengan deviasi ke arah dimana kepala dimiringkan.
Apa yang dimaksud dengan nistagmus pemutaran dan nistagmus pasca pemutaran?
Jawab: nistagumus pemutaran adalah gerakan involunter searah rotasi ketika rotasi sedang berlangsung. Sedangkan nistagmus pascapemutaran adalah bila nistagmus komponen cepat berlawanan arah dengan arah rotasi saat rotasi telah dihentikan.
Bagaimana keterangan terjadinya penyimpangan penunjukan?
Jawab: karena sesaat pascapemutaran aliran endolimfe masih bergerak searah rotasi sehingga kupula masih menekuk. Hal ini menyebabkan OP tidak bisa memfokuskan gerakan tangannya untuk menyentuh jari pemeriksa. Devisasi cenderung ke arah kanan, sesuai arah rotasi.
Apa maksud penundukan kepala OP 120o dari posisi tegak?
Jawab: agar kanalis semisrkularis posterior sejajar dengan bidang horizontal.
Apa maksud tindakan memiringkan kepala ke bahu kanan dan menengadahkan kepala ke belakang? Terangkan.
Jawab: kepala dimiringkan ke bahu kanan sebesar 90o agar kanalis semisirkularis anterior sejajar dengan bidang horizontal. Kepala ditengadahkan ke belakang membentuk sudut 60o agar kanalis semisirkularis posterior sejajar dengan bidang horizontal.
Dengan jenis hantaran apa OP mendengar dengungan pada peletakkan ujung penala pada prosesus mastiodeus?
Jawab: jenis hantaran tulang.
Dengan jenis hantaran apa OP mendengar dengungan pada saat penala diletakkan di depan liang telinga?
Jawab:jenis hantaran udara atau aerotimpani.
Apakah yang dimaksud dengan lateralisasi?
Jawab: peristiwa terdengarnya dengungan penala yang lebih kuat pada salah satu telinga.
Kemanakah arah lateralisasi pada saat telinga ditutup dan kemana arah lateralisasinya, terangkan mekanismenya?
Jawab: arah lateralisasi ke telinga yang ditutup.
Mekanisme lateralisasi:
Gelombang suara ditransmisikan ke tulang tengkorak cairan endolimfe dalam telinga aktivasi sel rambut persepsi suara
Lateralisasi konduktif terjadi bila hantaran tulang lebih besar dari hantaran udara.
Lateralisasi tuli sensoris ke arah telinga sehat karena saraf pendengarannya terganggu.
Apa tujuan pemeriksaan pendengaran dengan penala di klinik? Bagaimana interpretasi masing-masing pemeriksaan?
Jawab: untuk membedakan tuli saraf dengan tuli hantar.
schwabach
Rinne
Bing
Weber
Tuli saraf
Memendek
Positif
positif
Lateralisasi ke arah telinga sehat
Tuli konduktif
Memanjang
Negatif
Indeferent
Lateralisasi ke arah telinga sakit
PENUTUP
Kesimpulan
Praktikum Fisiologi 1 : gangguan refraksi
Pada praktikum ini telah dipelajari bagaimana proses fisiologis mata sejak mendapat rangsang cahaya hingga terinterpretasi sebagai sebuah objek bagi penglihatan. Dan dari proses awal stimulus hingga interpretasi objek itu telah dipahami berbagai pemeriksaan untuk melihat dan menentukan berbagai keadaan pada penglihatan yang diantaranya kelainan refraksi, timbulnya diplopia,bagaimana terjadinya reflex pupil langsung dan tidak langsung, fisiologi bintik buta terhadap fovea sentralis dan bagaimana mekanisme buta warna organik dan fungsional.
Praktikum Fisiologi 2 : Penghidu dan Pengecapan
Organ pengecapan memiliki reseptor pengecap berupa kemoreseptor yang terdapat pada papil lidah, yang dapat berikatan dengan zat kimia sehingga menimbulkan impuls saraf lalu diteruskan ke sistem limbik (pengolahan emosional dan perilaku) dan ke korteks melalui talamus (persepsi sadar dan diskrimansi halus). Perbedaan ketanggapan atau ambang pengecapan disebabkan oleh adanya perbedaan kepekaan tiap-tiap reseptor yang terdapat pada papil lidah dan jumlah kandungan zat kimia dalam cairan yang diberikan.
Praktikum Fisiologi 3 : gangguan penginderaan (fisiologi sikap, keseimbangan dan pendengaran)
Posisi kepala dan rotasi akan memberikan rangsangan terhadap kanalis semisirkularis.
Mata dan posisi kepala mempengaruhi keseimbangan seseorang.
Komponen cepat nistagmus pascarotasi berlawanan dengan arah rotasi sedangkan komponen lambat searah dengan rotasi.
Arah penunjukan pascarotasi akan berdeviasi ke arah rotasi yang dilakukan.
Aliran endolimfe akan mempengaruhi kesan terhadap arah rotasi yang terjadi.
Kanalis semisirkularis mendeteksi mendeteksi akselerasi atau deselerasi angular atau rotasional kepala.
OP dapat mendengar dengungan penala dengan baik. Dengan demikian dapat disimpulkan telinga OP masih bekerja dengan normal.
DAFTAR PUSTAKA
Raff H, Levitzky M. Medical physiology. McGraw-Hill, 2011. (ebook)
Saladin. Anatomy & physiology. Edisi 3. McGraw-Hill, 2003. (ebook)
Marieb EN, Hoehn K. Human anatomy & physiology. Edisi 7. (ebook)
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar telinga hidung tenggorok kepala & leher. Edisi 6. Jakarta: FKUI, 2007.
Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata FKUI. Edisi Ketiga. Jakarta: EGC; 2004
Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Ganong WF. Review of medical physiology. 22nd edition. Mc Graw Hills Company: San Fransisco. 2005.
Sherwood L. Human Physiology from Cells to System, 7th Edition. Australia. Brooks/Cole Cengange Learning. 2011.
Froetscher M & Baehr M. Duus Topical Diagnosis in Neurology. 4thedition. 2005. Stuttgart : Thieme. p 130 – 137.
Mardjono Mahar & Sidharta Priguna. Neurologi klinis dasar. Edisi V. jakarta : dian rakyat. 2004. p 116 – 126.
Guyton AC, Hall JE. Neurofisiologi Penglihatan Sentral. Dalam : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. 1997. Jakarta : EGC. p 825.
Lumbantobing S. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai Penerbit ]FKUI. 2006. p 25 – 46.
Ilyas Sidharta. Pemeriksaan Pupil. Dalam : Ilmu Penyakit Mata.Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. p 31 – 33.