BERBAGAI RANGSANGAN PADA SEDIAAN OTOT SARAF
Novita sari santoso (066114211); Dela amalia fauziah (066114219); Nurul malisa (066114227); Susi sri rezeki (066114); Ismi salsabila (066114); Nengsittas (066115)
ABSTRAK
Tubuh dapat digerakkan karena adanya kontraksi pada sel-sel otot karena pengaruh suatu rangsangan melalui saraf. System saraf adalah suatu system tubuh yang merupakan adaptasi tubuh terhadap rangsangan dari luar tubuh. Rangsangan yang tiba ke sel otot akan mempengaruhi suatu zat yang peka terhadap rangsangan. Pada percobaan kali ini, kami menggunakan katak sebagai media percobaan untuk mengetahui berbagai rangangan pada otot saraf yang mana terlebih dahulu katak dimatikan dengan metode single pithing dan double pithing sehingga katak akan mengalami deserebrasi dan spinal. Kemudian otot saraf katak di uji dalam berbagai rangsangan seperti mekanis, osmotis, galvanis, kimiawi, panas dan dingin. Dari berbagai rangsangan tersebut didapati respon yang paling kuat dan cepat adalah rangsangan galvanis.
Kata kunci : deserebrasi, double pithing, katak, otot saraf, rangsangan, single pithing, spinal,
FISIOLOGI SISTEM SARAF PADA KATAK
PENDAHULUAN.
TUJUAN PERCOBAAN.
Mempelajari dan mematikan seekor katak.
Mempelajari cara membuat sediaan otot saraf.
Mempelajari pengaruh berbagai macam rangsangan pada otot saraf.
LATAR BELAKANG.
Sistem saraf mencakup seluruh massa jaringan saraf dalam tubuh. Fungsi dasar dari sistem saraf adalah komunikasi. Sifat ini mencerminkan dua ciri fundamental protoplasma, yaitu iritabilitas dan konduktivitas. Iritabilitas yaitu kemampuan bereaksi dengan secara bertingkat terhadap rangsang fifik atau kimiawi. Konduktivitas yaitu kemampuan menghantar rangsang dengan cepat dari satu tempat ke tempat lain. Setelah menerima rangsang dari tubuh, bentuk dan aliran energi rangsang (mekanis, termal, kimiawi) ditransduksi oleh struktur khusus, yaitu reseptor, menjadi potensial listrik yang akhirnya membangkitkan rangsang saraf. Deretan impuls ini kemudian dengan cepat diteruskan ke pusat saraf (Fawcett, dkk., 2002).
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks serta terdiri dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf, lingkungan internal dan stimulus eksternal diatur. Kemampuan khusus seperti iritabilitas atau sensivitas terhadap stimulus dan konduktivitas, atau kemampuan untuk mentransmisi suatu respons terhadap stimulasi, diatur oleh sistem saraf dalam tiga cara utama, yaitu input sensorik, aktivitas integratif dan output motorik. Sistem saraf menerima stimulus melalui reseptor yang terletak di tubuh baik eksternal (somatik) maupun internal (viseral). Reseptor mengubah stimulus menjadi impuls listrik yang menjalar di sepanjang saraf sampai ke otak dan medulla spinalis, yang akan menghantarkan stimulus sehingga respon bisa terjadi. Impuls dari otak dan medulla spinalis memperoleh respon yang sesuai dari otot dan kelenjar tubuh yang disebut sebagai efektor (Sloane, 2004).
Sistem saraf pusat (SSP) terdiri dari otak dan medulla spinalis. Sistem saraf tepi terletak di luar otak dan medulla spinalis terdiri dari dua bagian yaitu otonom dan somatik. Sistem saraf tepi menerima rangsangan dan memulai respon terhadap rangsangan itu. Fungsi dari SSO adalah mengendalikan dan mengatur jantung, sistem pernapasan, saluran gastrointestinal, kandung kemih, mata dan kelenjar. SSO mempersarafi otot polos tetapi merupakan sistem saraf involunter yang dikendalikan secara tidak sadar. Sistem saraf somatik merupakan sistem volunter yang mempersarafi otot rangka yang dikendalikan secara sadar. Dua perangkat neuron dalam komponen otonom pada sistem saraf perifer adalah neuron aferen yang menerima impuls ke SSP, dan neuron eferen yang menerima impuls dari otak dan meneruskan impuls ini melaluimedulla spinalis ke sel-sel organ efektor (Kee, dkk., 1996).
Saraf yang mengontrol dan mengkoordinasikan fungsi fisiologis tubuh dibedakan atas dua macam, yaitu sistem saraf pusat terdapat dalam otak dan medulla spinalis, serta sistem saraf perifer yang memperantarai antara SSP dan lingkungan eksternal atau internal. Saraf perifer dibagi lagi menjadi aferen (pembawa impuls yang masuk ke SSP) dan eferen (pembawa impuls yang keluar dari SSP). Eferen dibagi lagi menjadi saraf somatik dan saraf otonom (SSO). Neuron-neuron eferen SSO mempersarafi otot polos dan otot jantung, kelenjar, dan organ dalam lain. SSO dibedakan atas saraf simpatik dan parasimpatik. Neuron saraf simpatik berasal dari torakal dan lumbal (torako-lumbal), dan neuron saraf parasimpatik berasal dari daerah batang otak (Rahardjo, 2009).
Sistem saraf otonom (SSO) merupakan sistem saraf campuran. Serabut-serabut aferennya membawa input dari organ visera. SSO mempersarafi otot polos, otot jantung dan kelenjar-kelenjar viseral. SSO terutama mengatur fungsi viseral dan interaksinya dengan lingkungan internal. Sistem saraf otonom terbagi menjadi dua, yaitu saraf simpatis dan parasimpatis. Saraf simpatis meninggalkan SSP dari daerah torakal dan lumbal medulla spinalis. Sistem saraf parasimpatis keluar dari otak melalui komponen-komponen saraf kranial dan bagian medulla spinalis. Mediator stimulus simpatis adalah neropinefrin, sedangkan mediator impuls parasimpatis adalah asetilkolin. Kedua zat kimia ini mempunyai pengaruh yang berlawanan (Muttaqin, 2008).
Otot merupakan alat gerak aktif. Pada umumnya hewan mempunyai kemampuan untuk bergerak. Gerakan tersebut disebabkan karena kerja sama antara otot dan tulang. Tulang tidak dapat berfungsi sebagai alat gerak jika tidak digerakan oleh otot. Otot mampu menggerakan tulang karena mempunyai kemampuan berkontraksi. Kerangka manusia merupakan kerangka dalam, yang tersusun dari tulang keras (osteon) dan tulang rawan (kartilago) (Soewolo,2005).
Otot merupakan suatu organ/alat yang dapat bergerak ini adalah suatu penting bagi organisme. Gerak sel terjadi karena sitoplasma merubah bentuk (lihat pergerakan amuba). Pada sel-sel sitoplasma ini merupakan beneng-benang halus yang panjang disebut miofibril. Kalau sel otot yang mendapatkan ransangan maka miofibril akan memendek, dengan kata lain sel otot akan memendekkan dirinya ke arah tetentu(berkontraksi) (Soewolo,2005).
Otot merupakan alat gerak aktif karena kemampuannya berkontraksi. Otot memendek jika sedang berkontraksi dan memanjang jika berelaksasi. Jaringan otot umumnya tersusun dari sel sel kontraktil yang disebut serabut otot. Melalui kontraksi, sel-sel otot menghasilkan pergerakan dan melakukan pekerjaan. Kontraksi otot terjadi jika otot sedang melakukan kegiatan, sedangkan relaksasi otot terjadi jika otot sedang beristirahat. Otot otot terserbut memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut :
1. Kontraktilitas yaitu kemampuan otot untuk memendek dan lebih pendek dari ukuran semula, hal ini teriadi jika otot sedang melakukan kegiatan.
2. Eksitabilitas yaitu serabut otot akan merespons dengan kuat jika distimulasi oleh implus saraf.
3. Ekstensibilitas yaitu kemampuan otot untuk memanjang dan lebih panjang dari keadaan semula.
4. Elastisitas yaitu kemampuan otot untuk kembali ke keadaan semula setelah berkontraksi dan merenggang (Franson,1992).
Potensial aksi merupakan depolarisasi dan repolarisasi membran sel yang terjadi secara cepat. Pada sel otot (serabut-serabut otot), potensial aksi menyebabkan otot berkontraksi. Berdasarkan Campbell (2004), sebuah potensial aksi tunggal akan menghasilkan peningkatan tegangan otot yang berlangsung sekitar 100 milidetik atau kurang yang disebut sebuah kontraksi tunggal. Jika potensial aksi kedua tiba sebelum respons terhadap potensial aksi pertama selesai, tegangan tersebut akan menjumlahkan dan menghasilkan respons yang lebih besar. Jika otot menerima suatu rentetan potensial aksi yang saling tumpang tindih, maka akan terjadi sumasi yang lebih besar lagi dengan tingkat tegangan yang bergantung pada laju perangsangan. Jika laju perangsangan cukup cepat, sentakan tersebut akan lepas menjadi kontraksi yang halus dan bertahan lama yang disebut tetanus. Waktu antara datangnya rangsang ke neuron motoris dengan awal terjadinya kontraksi disebut fase laten; waktu terjadinya kontraksi disebut fase kontraksi, dan waktu otot berelaksasi disebut fase relaksasi.
Berdasarkan Guyton (2002), kontraksi otot dibagi menjadi kontraksi isometrik dan kontraksi isotonik.
Kontraksi isometrik adalah kontraksi yang terjadi saat otot membentuk daya atau tegangan tanpa harus memendek untuk memindahkan suatu beban.
Aktivasi crossbridge berlangsung, tetapi mioflamen tidak bergeser saat kontraksi isometrik berlangsung.
Tegangan yang terbentuk dalam otot-otot postural berfungsi untuk mempertahankan kepala tetap tegak dan tubuh tetap berdiri merupakan contoh kontraksi isometrik.
Kontraksi isotonik adalah kontraksi yang terjadi saat otot memendek untuk mengangkat atau memindahkan suatu beban (melakukan pekerjaan).
Otot – otot dalam tubuh dapat berkontraksi secara isometrik atau isotonik, karena sebagian besar merupakan kombinasi dari keduanya. Berjalan atau berlari, misalnya memakai keduanya.
Rangsangan Kimia-Asetilkolin, zat-zat kimia tertentu dapat merangsang serabut saraf dengan meningkatkan permeabilitas membran. Zat kimia seperti ini dapat berupa asam, basa hampir semua larutan garam dengan konsentrasi tinggi dan yang penting adalah senyawa asetilkolin. Banyak serabut saraf yang bila dirangsang akan mengekresi asetilkolin pada ujungnya tempat mereka bersinap dengan neuron lain atau tempat mereka berakhir pada serabut otot. Kemudian asetilkolin merangsang serabut otot berikutnya dengan membuka pori dalam membran inti dengan diameter 0,6-0,7 nano meter, yang cukup besar bagi Natrium untuk melewati dengan mudah (Isnaeni,2006).
Rangsangan Mekanis, menghancurkan, menjepit atau menusuk suatu serabut saraf dapat menyebabkan gelombang masuk natrium yang mendadak dan karena alasan yang jelas dapat membangkitkna potensial aksi. Bahkan tekanan ringan pada beberapa ujung saraf khussus dapat merangsang kejadian ini.Rangsangan Listrik, Rangsangan listrik dapat juga memulai potensial aksi, muatan listrik yang sirangsang secara artifisial melalui membran menyebabkan aliran ion yang berlebihan melalui membran kemudian ini dapat menyebabkan potensial aksi (Isnaeni,2006).
HIPOTESIS.
Pada praktikum kali ini, dilakukan berbagai rangsangan terhadap otot saraf, yakni rangsangan mekanis, osmotis, kimiawi, galvanis, dan rangsangan panas-dingin. Berdasarkan kesepakatan hipotesa :
Rangsangan paling cepat dan kuat adalah rangsangan galvanis.
Rangsangan paling lemah dan lambat adalah rangsangan osmotis.
METODE KERJA.
Alat dan bahan.
Alat.
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini berupa alat diseksi, batang pengaduk, baker glass, benang, papan paraffin, pemanas elektrik, dan pinset galvanis.
Bahan.
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini berupa air dingin, air panas, cuka, garam dapur, laruta fisiologis, dan seekor katak.
Cara kerja
Mematikan Katak
Pada seekor katak ditusukkan jarum sonde pada foramen occipetale (lubang pada bagian dorsal kepala, antara dua membran tympanum). Kemudian ditusuk secara vertikal, setelah masuk kedalam foramen occipitale diarahkan jarum sonde horizontal kedepan, kemudian diputar-putar sampai otaknya rusak (mata redup), metode ini disebut single pithing, katak yang mendapat perlakuan seperti ini disebut katak deserebrasikarena otak besar (serebrum)nya rusak. Kemudian ditarik jarum sonde dan diarahkan horizontal ke belakang sehingga katak menjadi lemas, metode ini disebut double pithing. Katak yang mendapat perlakuan seperti ini disebut katak spinal, karena serebrum dan serebellumnya rusak hanya tinggal medula spinalis.
membuat sediaan otot-saraf
Katak spinal yang sudah di kuliti di letakan terlentang, dibuka otot perutnya dan di keluarkan isinya,akan tamnpak benang putih di sebelah kiri kanan korda doralis dan diikat masing masing. Ditelungkupkan katak di atas papan fiksasi dan dimulai preparer benang saraf dari daerah tulang sakrum - daerah femur sampai betis (muskulus gastrocnemius). Dibebaskan benang saraf dan muskulus gastrocnemius dari jaringan sekitarnya, dipotong benang saraf yang sebelumnya sudah di ikat dan di potong pula tendo achiles di daerah tangkai bawah.disimpan dalam larutan fisiologis katak pada cawan petri
2.2.3 macam-macam rangsang pada otot-saraf
1. Diletakan sediaan otot saraf dalam cawan petri
2. Diberikan rangsangan pada benang sarafnya dan dicatat kontraksi otot yang terjadi
Rangsangan mekanis : ditekan sediaan saraf-otot dengan batang pengaduk yang tumpul
Rangsangan Osmotik : Sebutir garam dapur atau setetes gilserin di tempelkan pada ujung sedian saraf-otot dan di tambahkan air pada tempat tersebut.
Rangsangan panas : Ujung pengaduk gelas di panaskan dalam air mendidih, kemudian di tempelkan pada benang saraf.
Rangsangan dingin : batang pengaduk di dinginkan didalam freezer, kemudian ditempelkan pada benang saraf.
Rangsangan Kimiawi : diteteskan cuka glasial pada ujung benang saraf.
Rangsangan Galvanis : Jepitlah benang saraf dengan kaki – kaki pinset galvanis (kaki yang satu dari zenk dan lainya dengan tembaga).
Pada setiap perlakuan cucilah benang saraf dengan larutan fisiologis atau larutan ringer
HASIL DAN PEMBAHASAN.
3.1. DATA PENGAMATAN.
no
Jenis rangsangan
Respon rangsangan
Kuat/lemah
Cepat/lambat
1
Mekanis
Lemah
lambat
2
Osmotis
Kuat
Cepat
3
Kimiawi
Lemah
Lambat
4
Galvanis
Kuat
Cepat
5
Panas
Lemah
Cepat
6
dingin
lemah
Cepat
PEMBAHASAN.
Pada percobaan kali ini, dilakukan pengamatan terhadap sediaan otot saraf katak yang bertujuan untuk mengetahui berbagai macam rangsangan terhadap otot saraf. Rangsangang-rangsangan yang di berikan yaitu : rangsangan mekanis, osmotis, kimiawi, galvanis, panas, dan rangsangan dingin.
Sebelum diuji terhadap berbagai rangsangan, terlebih dahulu katak di buat dalam keadaan deserebrasi dengan merusak serebrumnya. Pada keadaan ini, kesadaran katak mulai menurun. Hal ini ditandai pula dengan mulai redupnya mata katak. Kemudian saat serebellumnya dirusak, kesadaran sudah sepenuhnya hilang (katak spinal). Hasil praktikum ini kurang sesuai karena pada serebrum yang dirusak, kesadarannya masih baik. Namun, pada serebellumnya yang dirusak, kesadarannya menurun. Hal ini berbalik dengan pernyataan literatur tersebut yang mungkin disebabkan karena kerusakan serebrum pada tahap parsial sehingga kesadaran masih baik. Hal ini mungkin disebabkan karena metode yang kurang teliti pada saat pengrusakan serebrumnya.
Pada percobaan kali ini, katak diuji dengan berbagai macam rangangan, dan pada setiap perlakuan katak harus dicuci dengan larutan fisiologis, ini juga berguna untuk menjaga agar sediaan otot saraf tidak kering.Larutan fisiologis adalah larutan isotonis yang terbuat dari NaCl 0,9 % yang sama dengan cairan tubuh atau darah, digunakan karena mengndung unsur elektrolit yang dapat mempertahankan tekanan osmotik dan isotonis plasma sel. Larutan tersebut mengandung ion Na+ yang dapat mempertahankan daya hidup katak secara invitro.
Pada rangsangan mekanis, respon yang didapat ialah lemah dan lambat. Seharusnya respon yang diberikan ialah kuat, mengingat rangsangan mekanis akan memberikan efek reflex pada otot. Ketidaksesuaian ini disebabkan karena seharusnya pengujian dilakukan di awal, dimana saat sediaan baru dipisahkan dari tubuhnya.
Pada rangsangan osmotis, dimana sediaan otot saraf diberikan beberapa butir garam dapur atau pun setetes gliserin akan memberikan respon kuat dan cepat.
Kemudian pada rangsangan kimiawi, respon yang dihasilkan adalah lemah dan lambat. Asam cuka menginduksi mitokondria yang terdapat pada otot rangka untuk menghasilkan Ca2+. Kandungan Ca dalam jumlah besar akan memberikan efek troponin-tropomiosin pada filamin aktin. Troponin c pada kedudukan Ca, pada waktu Ca telah duduk pada troponin c, maka orientasi aktin akan sedemikian rupa sehingga aktin dan myosin akan saling bersinggungan. Pada waktu kepala myosin berikatan dengan gugus ikatan aktin dan sedikit tertekuk dan menarik molekul aktin sehingga kontraksi berlangsung.
Pada rangsangan galvanis, respon yang diberikan adalah kuat dan cepat. Sifat Zn yang lebih negative dari Cu mengakibatkan adanya aliran ion yang memacu potensial aksi, sehingga kontraksi berlangsung.
Untuk rangsangan panas, respon yang diberikan adalah lemah dan cepat. panas dapat memberikan perbedaan potensial pada membran. Sedangkan untuk rangsangan dingin, respon yang dihasilkan adalah lemah dan cepat.
Pada percobaan ini didapati bahwa respon yang paling kuat dan cepat adalah pada rangsangan galvanis, sedangkan respon yang paling lemah dan lambat ialah rangsangan mekanis. Hal ini menjawab hipotesa diatas, dimana rangsangan yang paling cepat dan kuat adalah rangsangan galvanis, hipotesa tersebut dapat diterima. Sedangkan rangsangan yang paling lemah dan lambat adalah rangsangan osmotis, namun yang didapati dari hasil percobaan adalah rangsangan mekanis, maka hipotesa tersebut ditolak.
KESIMPULAN.
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan berupa pergerakan otot yang terjadi disebabkan oleh adanya rangsangan pada titik-titik saraf. Rangsangan yang diterima saraf mengubah permeabilitas membran. Rangsangan-rangsangan seperti rangsangan mekanis, galvanis, dan sebagainya dapat menimbulkan potensial aksi. Jika rangsangan diberikan pada saraf yang menginervasi organ tertentu (misalnya otot), otot akan melakukan kontraksi setelah terjadi potensial aksi.
DAFTAR PUSTAKA.
Campbell, Neil A, Jane B, Reece dan Lawrence G. Mitchell. 2004. Biologi edisi ke lima jilid tiga. Erlangga. Jakarta.
Ganong, W.F. 2008. Fisiologi Kedokteran. 2008. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta.
Guyton dan Hall. 2002. Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta.
Fawcett, D. W. dan Bloom. 2002. Buku Ajar Histologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Franson, R,D. Anatomi dan Fisiologi Hewan Ternak edisi empat. Penerjemah : Srigandono. Gajahmada University press. Yogyakarta.
Isnaeni, wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius. Yogyakarta.
Kee, J. L., Hayes, E. R.. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Salemba Medika. Jakarta.
Rahardjo, R. 2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Sloane, E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Soewolo,dkk. 2005. Fisiologi Manusia. Universitas Malang Press. Malang.