Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan kerja dipengaruhi oleh salah satu faktor diantaranya adalah faktor kerja fisik
(otot). Kerja fisik
( beban
kerja) mengakibatkan
pengeluaran energi, en ergi, sehingga
berpengaruh pada kemampuan kerja manusia. Untuk mengoptimalkan kemampuan kerja, perlu diperhatikan pengeluaran energi pemulihan energi selama proses kerja berlangsung. Faktor yang mempengaruhi besarnya pengeluaran energi selama bekerja antara lain adalah cara pelaksanaan kerja, kecepatan kerja, sikap kerja dan kondisi lingkungan kerja. Faktor yang mempengaruhi pemulihan energi antara lain adalah lamanya waktu istirahat, periode istirahat, dan frekuensi istirahat. Faktor pemulihan energi sangat penting diperhatikan karena selama proses kerja terjadi kelelahan. Hal ini diakibatkan oleh dua hal yaitu kelelahan fisiologis dan kelelahan psikologis. Yang dimaksud kelelahan fisiologis adalah kelelahan yang timbul karena adanya perubahan faal tubuh. Perubahan faal tubuh dari kondisi segar menjadi letih akan mempengaruhi keoptimalan kinerja pekerja. Pemulihan kondisi faal tubuh untuk kembali pada kondisi segar selama beraktivitas merupakan hal penting yang yang perlu diperhatikan. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pemulihan energi adalah istirahat. Pekerja yang bekerja dengan beban kerja berat tentunya membutuhkan periode dan frekuensi yang berbeda dengan pekerja yang bekerja dengan beban kerja ringan. Apabila lamanya waktu istirahat tidak sesuai dengan beban kerja yang diberikan akan menyebabkan pekerja berada dalam kondisi yang tidak optimal. Kondisi yang demikian dapat menyebabkan dampak yang negatif, seperti waktu pengerjaan yang lebih lama, terjadinya produk cacat, timbulnya kecelakaan kerja dan sebagainya.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
1
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
Secara
umum
beban
kerja
seseorang
dipengaruhi
oleh
berbagai
faktor
yang
kompleks, baik internal maupun eksternal. Faktor interal beban kerja meliputi faktor somatis (jenis kelamin, umur,
ukuran tubuh,
dan
status gizi,) dan
faktor psikis (motivasi,
persepsi, kepercayaan, kepuasan,). Sedangkan faktor eksternal beban kerja meliputi,
tugas-
tugas (kompleksitas pekerjaan, tanggung jawab dan sebagainya, organisasi kerja (waktu kerja, shift kerja, sistem kerja dan sarana kerja) dan kondisi lingkungan kerja (lingkungan kerja fisik, kimia, biologis dan psikologis) Setiap kegiatan yang berlangsung pada diri manusia membutuhkan energi. Untuk melakukan semua kegiatan manusia diperlukan suplai energi. Energi terbentuk karena adanya proses metabolisme dalam otot, yaitu berupa serangkaian proses kimia yang mengubah bahan makanan menjadi dua bentuk energi : energi mekanis dan energi panas. 1.2 Tujuan
1. Mampu membuat grafik yang berhubungan antara intensitas beban kerja (berlari di treat mill) dengan heart rate dan lama waktu pemulihan 2. Mampu menghitung lama waktu istirahat total (total rest time) 3. Mampu menghitung besar energy energ y expenditure pada suatu pekerjaan tertentu berdasarkan intensitas heart rate 4. Mampu mengklasifikasikan besar beban kerja untuk pekerjaan tertentu 1.3 Pembatasan Masalah
Masalah
yang
dibahas
pada
praktikum
ini
meliputi
data-data
yang
didapatkan
berdasarkan pekerjaan yaitu berlari di treat mill, dengan melihat denyut jantung bekerja dan istirirahat kemudian dihitung .
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
2
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
1.4 Metode Pengumpulan Data
Identifikasi Masalah
Studi Pustaka
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Analisa
Kesimpulan Dan Saran Gambar 1.1 Metodologi Penelitan
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam laporan ini adalah : BAB I PENDAHULUAN Berisi latar belakang, tujuan praktikum, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berisi tinjauan pustaka yang melandasi praktikum. Yaitu meliputi beban kerja,kerja fisik dan kerja mental, penilaian beban kerja fisik, penilaian beban kerja berdasarkan denyut nadi kerja, tingkat energy, tingkat dan tingkat kelelahan
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
3
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
BAB III PENGUMPULAN DATA Berisi data denyut nadi sebelum dan setelah melakukan kerja BAB IV PENGOLAHAN DATA Berisi perhitungan energy dan penentuan p enentuan waktu istirahat untuk tiap-tiap beban kerja, grafik heart rate terhadap waktu dari tiap percobaan BAB V ANALISA Berisi analisis grafik, analisis penentuan beban kerja, analisis HRR, analisis perbedaan yang terjadi pada konsumsi energy, analisis perbedaan rumus VO2, analisis perbedaan waktu istirahat, analisis hubungan beban kerja serta aplikasi di dunia nyata. BAB VI PENUTUP Berisi kesimpulan mengenai garis besar yang dapat ditarik dari analisa yang telah diberikan pada bab sebelumnya dan saran dari penyusun.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
4
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Secara garis besar terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil kerja manusia, dan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu : 1) Faktor-faktor terdiri dari : sikap, sistem, nilai, karakteristik, fisik, motivasi, usia, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman dll. 2) Faktor-faktor situasional : lingkungan fisik, mesin dan peralatan, metode kerja dll. Kerja manusia bersifat mental dan fisik yang masing-masing mempunyai intensitas yang berbeda-beda. Tingkat Intensitas yang terlalu tinggi memungkinkan pemakaian energi yang berlebihan, sebaliknya Intensitas yang terlalu rendah memungkinkan rasa bosan dan jenuh. Karena itu perlu diupayakan tingkat Intensitas yang optimum yang ada diantara kedua batas yang ekstrim tadi dan tentunya untuk tiap individu berbeda. Pekerjaan seperti operator yang bertugas memantau panel kontrol termasuk pekerjaan yang mempunyai kadar intensitas fisik rendah namun intensitas mental yang tinggi, sebaliknya pekerjaan material handling secara manual intensitas fisiknya tinggi namun intensitas mentalnya rendah. Tingkat Intensitas kerja optimum, umumnya apabila tidak ada tekanan dan ketegangan. Tekanan disini berkenaan dengan beberapa aspek dari aktivitas manusia dari lingkungannya yang terjadi akibat adanya reaksi individu tersebut tidak mendapatkan keinginan yang sesuai. Sedangkan ketegangan merupakan konsekuensi logis yang harus diterima oleh individu yang bersangkutan sebagai akibat dari tekanan. 2.1 Beban Kerja
Beban kerja (workload) didefinisikan sebagai usaha yang dilakukan oleh suatu individu dalam kapasitasnya sesuai dengan beban (demand) yang dibebankan kepada individu tersebut untuk mencapai tingkat performansi tertentu.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
5
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
Beban kerja mental (mental workload ) didefinisikan sebagai evaluasi operator terhadap selang kewaspadaan (kapasitas saat sedang termotivasi dengan beban kerja yang ada) ketika melakukan suatu pekerjaan mental (metacontroller activity) untuk mencapai tujuan tertentu. Konsep beban mental dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Gambar 2.1 Hubungan Antara Beban Mental Dan Waktu
Pada gambar di atas, beban mental yang dimaksud adalah jarak antara kebutuhan pekerjaan (task
demand)
dengan
kapasitas
pekerja
yang
sedang
melakukan
pekerjaan
(metacontroller activity) tersebut. Beberapa contoh kegiatan yang didominasi oleh
mental aktivitas
mental adalah seperti operasi pembedahan, perakitan secara teliti, membidik sasaran pada saat menembak, melihat objek berukuran mikro melalui mikroskop dan lain-lain. Beban mental memiliki korelasi yang cukup tinggi terhadap kesalahan yang dilakukan (error ). Semakin tinggi beban mental yang dibebankan maka semakin tinggi pula kesalahan yang diakibatkan atau dapat dikatakan semakin rendah performa yang diberikan, jika beban tersebut melebihi kapasitas yang dimiliki. Grafik hubungan antara keduanya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
6
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
Gambar 2.2 Hubungan Antara Beban Mental Dan Kesalahan
Beberapa pekerjaan mental memerlukan proses fungsi manusia. Fungsi manusia yang digunakan
dalam
melakukan
pekerjaan
sehubungan
dengan
beban
mental (aktivitas
metakontrol). Beberapa penggunaan fungsi tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Beban mental dapat diukur secara subjektif dan objektif. Pengukuran beban mental secara subjektif
dilakukan
dengan
menggunakan
NASA-TLX,
SWAT
(Subjective Workload
Assessment Technique), Borg Scale dan WP (Workload Profile). Namun karena sifatnya yang subjektif maka hasil penilaian antar satu subjek peneliti dengan subjek peneliti lainnya dapat berbeda. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan tujuan, motivasi dan rencana antar tiap subjek peneliti (Annett, 2002 dalam DiDomenico dan Nussbaum, 2007). Pengukuran beban mental secara
objektif
dilakukan
dengan menggunakan variabilitas sinyal otak dan sinyal otak.
Beberapa metode pengukuran beban kerja mental dapat dilihat pada gambar di bawah
Gambar 2.3 Metode Pengukuran Beban Kerja Mental
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
7
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
Beban mental
yang diterima secara terus menerus dan bersifat repetitif seperti
penggunaan fungsi otak secara kontinu atau pekerjaan yang memerlukan pengerjaan secara mental, emosi dan jiwa dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan kelelahan mental (mental fatigue). Kelelahan mental sering disebut dengan kelelahan psikologis. Kelelahan psikologis bisa dikatakan sebagai kelelahan semu (sulit terlihat secara kasat mata) yang timbul dalam perasaan pekerja. “Kelelahan ini terlihat dengan tingkah laku atau pendapat-pendapatnya
yang sudah tidak konsekuen lagi, serta jiwanya yang labil
dengan adanya perubahan dalam kondisi lingkungan atau kondisi tubuhnya. kelelahan
ini
diantaranya:
kurangnya
minat
Beberapa sebab
dalam pekerjaan, berbagai penyakit,
monotoni, keadaan lingkungan, adanya hukum moral yang mengikat dan merasa tidak cocok, serta sebab-sebab mental seperti tanggung jawab, kekhawatiran, dan konflik-konflik. Pengaruh pengaruh ini seakan-akan terkumpul dalam tubuh (benak) dan menimbulkan rasa lelah” “Suatu konsep menyatakan bahwa keadaan dan perasaan kelelahan ini timbul karena
adanya reaksi fungsional dari pusat kesadaran, yaitu cortex cerebri yang bekerja atas pengaruh dua sistem antagonistik, yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem
penghambat
terdapat
dalam
thalamus
dan
bersifat menurunkan
kemampuan
manusia untuk bereaksi. Sedangkan sistem penggerak terdapat dalam formatio retikolaris yang bersifat merangsang pusat-pusat vegetativef. untuk konversi Ergotropis dari organ-organ tubuh ke arah bereaksi. Dengan demikian keadaan seseorang pada suatu saat sangat tergantung pada pada hasil kerja kedua sistem antagonis ini.” “Apabila sistem penggerak lebih kuat dari sistem penghambat, maka orang tersebut berada dalam
keadaan segar untuk bekerja. Sebaliknya, apabila sistem penghambat lebih kuat dari sistem penggerak, maka orang tersebut akan mengalami kelelahan. Itulah sebabnya mengapa orang yang sedang lelah dapat melakukan aktivitas secara tiba-tiba
apabila
mengalami
suatu
peristiwa yang tidak terduga atau mengalami ketegangan emosi. Demikian pula halnya dengan
kerja
monoton
yang
kerjanya tidak
seberapa.
Hal ini disebabkan
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
dapat menimbulkan kelelahan, walaupun mungkin beban karena
sistem
penghambat
lebih
kuat
8
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
dibandingkan sistem penggerak.” Gejala-gejala kelelahan, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Kepala dan kaki terasa berat, rasa ingin menguap dan mengantuk, rasa malas, kaki terasa pegal, serta merasa ingin berbaring. 2. Susah berpikir, cenderung lupa, cemas terhadap sesuatu, lelah berbicara, menjadi gugup, tidak dapat berkonsentrasi, tidak dapat memusatkan perhatian terhadap sesuatu, kurang percaya diri, tidak dapat mengontrol sikap, dan tidak dapat tekun dalam bekerja. 3. Terasa sakit pada bagian kepala, merasa pening, merasa nyeri di punggung, pernapasan merasa tertekan, merasa haus, bahu yang mulai kaku, suara serak, spasme dari kelopak mata, mulai kejang pada anggota badan, dan merasa kurang sehat badan. Beban mental yang semakin tinggi memiliki kecenderungan yang tinggi pula untuk dapat menyebabkan stres. Ada 3 gejala umum stres yang terjadi pada individu, yaitu gejala psikologis, gejala fisiologis dan gejala sikap atau perilaku. Keterangan dari masing-masing gejala tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1. Gejala psikologis Beberapa gejala psikologis yang terjadi pada pekerja saat mulai mengalami stress
adalah sebagai berikut : Rasa cemas, rasa tegang, frustasi, tidak perca ya diri Mulai bingung dan mudah sekali tersinggung Timbulnya rasa benci, perasaan terkucil dan terasing Sensitif dan hiper-aktif Mulai merasakaan komunikasi yang tidak efektif Rasa bosan dan tidak puas akan kerjanya Depresi, kelelahan mental dan mulai kehilangan konsentrasi
2. Gejala fisiologis
Gejala-gejala fisiologis yang sering muncul sebagai akibat dari stres kerja di tempat kerja antara lain adalah sebagai berikut: Meningkatnya sinyal otak, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penyakit
kardiovaskular Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
9
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
Mengalami gangguan lambung, pernafasan, kulit dan gangguan tidur Mengalami sindrom kelelahan yang kronis Meningkatnya aktivitas sekresi dari hormon-hormon stres Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot Rusaknya fungsi imun tubuh, sehingga menyebabkan pekerja tersebut rentan terhadap
berbagai penyakit
3. Gejala perilaku
Beberapa gejala sikap atau perilaku yang terjadi sebagai akibat dari stres kerja di tempat kerja adalah sebagai berikut: Peningkatan penggunaan minuman keras dan obat-obatan sebagai pelarian dari
stres yang dihadapi Peningkatan absensi, penundaan
pekerjaan dan berusaha untuk menghindari
pekerjaan yang seharusnya menjadi tanggung jawabn ya Penurunan produktivitas, performansi dan kinerja pekerja tersebut. Munculnya perilaku untuk melakukan sabotase dalam pekerjaan Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan,mengarah
ke obesitas dan kekurangan makan sehingga pekerja kehilangan berat badan secara tiba-tiba Penurunan kemampuan sosialisasi pekerja dengan dunia luar dan kualitas hubungan
interpersonal dengan keluarga dan teman 2.2 Kerja Fisik dan Kerja Mental
Kerja fisik adalah kerja yang memerlukan energi fisik otot manusia sebagai sumber tenaganya (power). Kerja fisik disebut juga „manual operation‟ dimana performans kerja sepenuhnya akan tergantung pada manusia yang berfungsi sebagai sumber tenaga (power) ataupun pengendali kerja. Kerja fisik juga dapat dikonotasikan dengan kerja berat atau kerja kasar karena kegiatan tersebut memerlukan usaha fisik manusia yang kuat selama periode kerja Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
10
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
berlangsung. Dalam kerja fisik konsumsi energi merupakan factor utama yang dijadikan tolak
ukur
penentu berat / ringannya suatu pekerjaan. Secara garis besar, kegiatan-kegiatan manusia dapat digolongkan menjadi kerja fisik dan kerja mental. dilakukan
secara
sempurna,
Pemisahan
ini
tidak
dapat
karena terdapatnya hubungan yang erat antar satu dengan
lainnya. Kerja fisik akan mengakibatkan perubahan fungsi pada alat-alat tubuh, yang dapat dideteksi melalui : 1. Konsumsi oksigen 2. Denyut jantung 3. Peredaran udara dalam paru-paru 4. Temperatur tubuh 5. Konsentrasi asam laktat dalam darah 6. Komposisi kimia dalam darah dan air seni 7. Tingkat penguapan 8. Faktor lainnya Kerja fisik akan mengeluarkan energi yang berhubungan erat dengan konsumsi energi. Konsumsi energi pada waktu kerja biasanya ditentukan dengan cara tidak langsung, yaitu dengan pengukuran : 1. Kecepatan denyut jantung 2. Konsumsi Oksigen Kerja mental merupakan kerja yang melibatkan proses berpikir dari otak kita. Pekerjaan ini akan mengakibatkan kelelahan mental bila kerja tersebut dalam kondisi yang lama, bukan diakibatkan oleh aktivitas fisik secara langsung melainkan akibat kerja otak kita. Kecepatan denyut jantung memiliki hubungan yang sangat erat dengan aktivitas faali lainnya. ( Sritomo Wignjosoebroto,Ergonomi : Studi Gerak dan Waktu, 1995 )
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
11
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
2.3 Penilaian Beban Kerja Fisik
Penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan dengan dua metode secara objektif, yaitu metode penilaian langsung dan metode tidak langsung. Metode pengukuran langsung yaitu dengan pengukuran energi yang dikeluarkan (energy expenditure) melalui asupan oksigen selama bekerja. Semakin berat beban kerja akan dikonsumsi.
semakin
banyak energi
yang diperlukan
atau
Meskipun metode dengan menggunakan asupan oksigen lebih akurat, namun
hanya dapat mengukur untuk waktu kerja yang singkat dan diperlukan peralatan yang cukup mahal. Sedangkan metode pengukuran tidak langsung adalah dengan menghitung denyut nadi selama kerja. Salah satu pendekatan untuk mengetahui berat ringannya beban kerja adalah dengan menghitung nadi kerja, konsumsi oksigen, kapasitas ventilasi paru dan suhu inti tubuh. Pada batas tertentu ventilasi paru, denyut jantung dan suhu tubuh mempunyai
hubungan
yang
linier dengan konsumsi oksigen atau pekerjaan yang dilakukanDenyut jantung adalah suatu alat estimasi laju metabolisme yang baik, kecuali dalam keadaan emosi dan vasodilatasi. Berat ringannya beban kerja yang diterima oleh seorang tenaga kerja dapat digunakan untuk
menentukan
berapa
lama
seorang
tenaga
kerja
dapat melakukan aktivitas
pekerjaannya sesuai dengan kemampuan atau kapasitas kerja yang bersangkutan. Di mana semakin berat beban kerja, maka akan semakin pendek waktu kerja seseorang untuk bekerja tanpa kelelahan dan gangguan fisiologis yang berarti atau sebaliknya. ( Sritomo Wignjosoebroto,Ergonomi : Studi Gerak dan Waktu, 1995 ) 2.4 Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Denyut Nadi Kerja
Pengukuran denyut jantung selama kerja merupakan suatu metode untuk menilai cardiovasculair strain. Salah satu peralatan yang dapat digunakan untuk menghitung denyut nadi
adalah
telemetri
dengan
menggunakan
rangsangan Electro Cardio Graph (ECG).
Apabila peralatan tersebut tidak tersedia, maka dapat dicatat manual memakai stopwatch dengan metode 10 denyut (Kilbon,1992). Dengan metode tersebut dapat dihitung denyut nadi kerja dengan persamaan berikut : Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
12
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
.............................1.1 Selain metode 10 denyut tersebut, dapat juga dilakukan penghitungan denyut nadi dengan metode 15 detik atau 30 detik. Penggunaan nadi kerja untuk menilai berat ringannya beban kerja mempunyai beberapa keuntungan. Selain udah, cepat, sangkil, dan murah juga tidak diperlukan peralatan
yang mahal
Disamping itu tidak terlalu mengganggu proses kerja dan diperiksa.
Kepekaan
denyut
nadi
serta hasilnya cukup riliabel. tidak
menyakiti
orang
yang
terhadap perubahan pembebanan yang diterima tubuh
cukup tinggi. Denyut nadi akan segera berubah seirama dengan perubahan pembebanan, baik yang berasal dari pembebanan mekanik, fisika maupun kimiawi. Konsumsi energi sendiri tidak cukup untuk mengestimasi beban kerja fisik. Beban kerja fisik tidak hanya ditentukan oleh jumlah kJ (kilo Joulle) yang dikonsumsi, tetapi juga ditentukan oleh jumlah otot yang terlibat dan beban statis yang diterima serta tekanan panas dari lingkungan kerjanya yang dapat meningkatkan denyut nadi. Berdasarkan hal tersebut maka denyut nadi lebih mudah dan dapat digunakan untuk menghitung indek beban kerja. Denyut nadi mempunyai hubungan linier yang tinggi dengan asupan oksigen pada waktu kerja. Dan salah satu cara yang sederhana untuk menghitung denyut nadi adalah dengan merasakan pada arteri radialis di pergelangan tangan. Denyut nadi untuk mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis : a. Denyut nadi istirahat: adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai. b. Denyut nadi kerja: adalah rerata denyut nadi selama bekerja. c. Nadi kerja: adalah selisih antara den yut nadi istirahat dan denyut nadi kerja. Peningkatan denyut nadi mempunyai peran yang sangat penting didalam peningkatan cardiac output dari istirahat sampai kerja maksimum. Peningkatan yang potensial dalam denyut nadi dari istirahat sampai kerja maksimum tersebut didefinisikan sebagai heart rate reserve ( HR reserve). HR reserve tersebut diekspresikan dalam persentase yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
13
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
............................1.2 Menentukan klasifikasi beban kerja berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja
yang
dibandingkan dengan denyut nadi maksimum karena beban kardiovaskuler (cardiovasculair load ) yang dinyatakan dalam %CVL, dapat dihitung dengan rumus berikut.
..........................................1.3 Denyut nadi maksimum untuk laki-laki dinyatakan dengan 220 dikurangi umur dan untuk wanita dinyatakan dengan 200 dikurangi umur. Dari hasil perhitungan %CVL tersebut kemudian dibandingkan dengan klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai berikut :
<30% = Tidak terjadi kelelahan 30 s.d. <60% = Diperlukan perbaikan 60 s.d. <80% = Kerja dalam waktu singkat 80 s.d. <100% = Diperlukan tindakan segera >100% = Tidak diperbolehkan beraktivitas Selain
cara-cara
tersebut
diatas,
cardiovasculair
strain
dapat
diestimasi dengan
menggunakan denyut nadi pemulihan (heart rate recovery) atau dikenal dengan metode Brouha . Keuntungan dari metode ini adalah sama sekali tidak mengganggu atau
‟
‟
menghentikan pekerjaan, karena pengukuran dilakukan tepat setelah subjek berhenti bekerja. Denyut nadi pemulihan (P) dihitung pada akhir 30 detik pada menit pertama, kedua dan ketiga. P1, P2, P3 adalah rerata dari ketiga
nilai
tersebut dan dihubungkan dengan total cardiac cost dengan ketentuan sebagai berikut : a. Jika P1 – P2 ≥ 10, atau P1, P2 dan P3 seluruhnya < 90, nadi pemulihan normal. b. Jika rerata P1 yang tercatat ≤ 110, dan P1 – P3 ≥ 10, maka beban kerja tidak berlebihan (not excessive).
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
14
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
c. Jika P1 – P2 < 10 dan jika P3 > 90, perlu redesain pekerjaan. Laju pemulihan denyut nadi dipengaruhi oleh nilai absolut denyut nadi pada ketergantungan pekerjaan (the interruption of work ), tingkat kebugaran (individual fitness) dan pemaparan panas lingkungan. Jika nadi pemulihan tidak segera tercapai, maka diperlukan redesain pekerjaan untuk mengurangi tekanan fisik. Redesain tersebut dapat berupa variabel tunggal maupun variabel keseluruhan dari variabel bebas (tasks, organisasi dan lingkungan kerja) yang menyebabkan beban kerja tambahan. Jika
denyut
jantung
dipantau
selama
istirahat,
maka
waktu
pemulihan
untuk
beristirahat meningkat sejalan dengan beban kerja. Dalam keadaan yang ekstrim, pekerja tidak mempunyai waktu istirahat yang cukup sehingga mengalami kelelahan yang kronis. Formulasi untuk menentukan waktu istirahat sebagai kompensasi dari pekerjaan fisik : R r =0 untuk K
Untuk S
Rr
T K S x1.11 K BM
Untuk K>2S .....................................................................1.6 BMf = 1,4
BMm=1,7
Dimana : R
= Waktu istirahat yang dibutuhkan dalam menit
T
= Total waktu kerja dalam menit
W
= Konsumsi energi rata – rata untuk bekerja dalam kilokalori / menit
S
= Pengeluaran energi cadangan yang direkomendasikan dalam kilokalori / menit
(biasanya 4 atau 5 kkal / menit) Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
15
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
Bentuk regresi hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung secara umum
adalah regresi kuadratis dengan persamaan : Widyasmara
VO2 = 0.019 HR - 0.024 h + 0.016 W + 0.045 a + 1.15
…………………...................1.7
(http://anisahalatthas.files.wordpress.com/)
Rarkhmaniar
Y = 0.014 HR + 0.017 W – 1,706
...........................................................1.8 (http://anisahalatthas.files.wordpress.com/)
Pengembangan Rumus oleh mas Adeka
VO2 max = 2,78 ± 0,5 Liter/menit ............................................................1.9
VO2 max = 3,996 - 0,046 Usia
....................................................................................1.10 (Laboratorium PSKE Teknik Industri Undip)
Persamaan terpilih
HR max Tanaka = 208 - 0,7 Usia ........................................................................1.11 Model HR max = 202,71 - 0,541 Usia
....................................................................1.12 (Laboratorium PSKE Teknik Industri Undip)
Dimana : Y HR h W a
: Konsumsi Oksigen liter/menit : Denyut jantung operator : Tinggi badan operator : Berat badana operator : umur si operator Setelah besaran kecepatan denyut jantung disetarakan dalam bentuk energi, maka
konsumsi energi untuk kegiatan kerja tertentu dapat dituliskan dalam bentuk energi, maka konsumsi energi
untuk kegiatan kerja tertentu dapat dituliskan dalam bentuk sebagai
berikut: Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
16
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
KE = Et – Ei
………………………………………….………….1.13
Dimana : KE
= Konsumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu (kilokalori / menit
Et
= Pengeluaran energi pada saat waku kerja tertentu (kilokalori / menit)
Ei
= Pengeluaran energi pada saat waktu istirahat (kilokalori / menit) ( Sritomo Wignjosoebroto,Ergonomi : Studi Gerak dan Waktu, 1995 )
2.5 Tingkat Energi
Terdapat tiga tingkat kerja fisiologis yang umum : Istirahat, Limit kerja Aerobik dan kerja Anaerobik. Pada tahap istirahat pengeluaran energi diperlukan untuk mempertahankan kehidupan tubuh yang disebut tingkat Metabolisme Basa. Hal
tersebut
mengukur
perbandingan Oksigen yang masuk dalam paru-paru dengan Karbondioksida yang keluar. Berat tubuh dan luas permukaan merupakan faktor penentu yang dinyatakan dalam kalori / area permukaan / jam. Rata-rata manusia mempunyai berat 65 kg dan mempunyai luas permukaan 1,77 meter persegi memerlukan energi sebesar 1 kilokalori permenit. Kerja disebut Aerobik bila suplay oksigen pada otot sempurna, sistem akan kekurangan oksigen dan kerja menjadi Anaerobik. Hal ini dipengaruhi oleh aktivitas fisiologi yang dapat ditingkatkan melalui latihan.
Tabel 2.1 Klasifikasi Beban Kerja
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
17
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
Ada beberapa definisi Muller (1962) sebagai berikut : a. Denyut jantung selama istirahat (resting pulse) adalah rata-rata denyut jantung sebelum suatu pekerjaan dimulai b. Denyut jantung selama bekerja (working pulse) adalah rata-rata denyut jantung selama seseorang bekerja c. Denyut jantung untuk kerja (work pulse) adalah selisih antara denyut jantung selama bekerja dan selama istirahat d. Denyut jantung selama istirahat total (total recovery cost or recovery cost) adalah aljabar
denyut
jantung
saat
suatu
pekerjaan
jumlah
selesai dikerjakan sampai dengan denyut
berada pada kondisi istirahatnya e. Denyut total (total work pulse or cardiac cost) adalah jumlah denyut jantung dari mulainya suatu pekerjaan sampai denyut berada pada kondisi istirahatnya (resting level) Denyut jantung pada berbagai macam kondisi kerja dapat dilihat dengan grafik antara hubungan denyut jantung dengan waktu sebagai berikut :
Gambar 2.4 Laju Detak Jantung
Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa seseorang dalam “keadaan normal” a. Waktu sebelum kerja (rest) kecepatan denyut jantung dalam keadaan konstan / stabil walaupun ada perubahan kecepatan denyutnya tetapi tidak terlalu jauh perbedaannya. b. Waktu selama bekerja (work) kecepatan denyut jantung dalam keadaan cenderung naik.Semakin lama waktu kerja yang dilakukan maka makin banyak energi yang keluar sehingga kecepatan denyut jantung bertambah cepat naik. c. Waktu setelah bekerja / waktu pemulihan / recovery kecepatan denyut jantung dalam Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
18
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
keadaan cenderung turun. Kondisi kerja yang lama maka perlu dibutuhkan waktu istirahat yang digunakan untuk memulihkan energi kita terkumpul kembali setelah mencapai titik puncak kelelahan. ( Sritomo Wignjosoebroto,Ergonomi : Studi Gerak dan Waktu, 1995) 2.6 Kelelahan
Fatigue adalah kelelahan yang terjadi pada syaraf dan otot-otot manusia sehingga tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Makin berat beban yang dikerjakan dan semakin tidak teraturnya pergerakan, maka timbulnya fatigue akan semakin cepat. Jika seseorang bekerja pada tingkat energi diatas 5,2 kcal per menit , maka pada saat itu timbul rasa lelah. Menurut Murrel (1965) kita masih mempunyai cadangan sebesar 25 kcal sebelum munculnya asam laktat sebagai tanda saat dimulainya waktu istirahat. Cadangan energi akan hilang jika kita bekerja lebih dari 5,0 kcal per menit. Selama periode istirahat, cadangan energi tersebut dibentuk kembali. Timbulnya Fatigue ini perlu dipelajari untuk menentukan kekuatan otot manusia, sehingga kerja yang akan dilakukan atau dibebankan
dapat
disesuaikan dengan
kemempuan otot tersebut. Ralph M Barnes (1980) menggolongkan kelelahan ke dalam 3 golongan tergantung dari mana hal ini dilihat yaitu: 1) Merasa lelah, 2) Kelelahan karena perubahan fisiologi dalam tubuh, dan 3) Menurunkan kemampuan kerja. Ketiga tersebut pada dasarnya berkesimpulan sama yaitu bahwa kelelahan terjadi jika kemampuan otot telah berkurang dan lebih lanjut lagi mengalami puncaknya bila otot tersebut sudah tidak mampu lagi bergerak (kelelahan sempurna). ( Sritomo Wignjosoebroto,Ergonomi : Studi Gerak dan Waktu, 1995) 2.7 Manifestasi Kerja Berat
Dengan bertambah kompleksnya aktivitas otot, maka beberapa halyang patut dijadikan pokok bahasan dan analisa terhadap manifestasi kerjaberat tersebut antara lain :
Denyut Jantung (heart rate )
Tekanan darah (blood pressure )
Cardiac Output ( Keluaran paru dengan satuan liter per menit )
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
19
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
Komposisi kimia darah ( kandungan asam laktat )
Temperatur darah( body temperature )
Kecepatan berkeringat (Sweating rate )
Pulmonary vebtilation ( kecepatan membuka atau menutupnyavebtilasi paru dengan satuan liter per menit )
Konsumsi energi Selain dimanfaatkan untuk evaluasi dan perancangan tata cara kerja,hasil pengukuran
energi yang dikonsumsi untuk kerja juga bisa diaplikasikan untuk beberapa alasan yang berkaitan dengan permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
Keselamatan ( safety )
Pengaturan jadwal istirahat ( scheduling breaks )
Spesifikasi jabatan ( job spesification ) dan seleksi personil
Evaluasi jabatan ( job evaluation )
Tekanan dari faktor lingkungan (environment stress ) ( Sritomo Wignjosoebroto,Ergonomi : Studi Gerak dan Waktu, 1995)
2.8 Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Jumlah Kebutuhan Kalori
Salah satu kebutuhan utama dalam pergerakkan otot adalahkebutuhan akan oksigen yang dibawa oleh darh ke otot untuk pembakaranzat dalam menghasilkan energi. Sehingga jumlah oksigen yangdipergunakan oleh tubuh merupakan salah satu indikator pembebananselama bekerja. Dengan demikian setiap aktivitas pekerjaan memerlukanenergi yang dihasilkan dari proses pembakaran. Berdasarkan hal tersebutmaka kebutuhan kalori dapat digunakan sebagai indikator untukmenentukan besar ringannya beban kerja. Berdasarkan hal tersebut mentritenaga kerja, melalui keputusan no 51 tahun 1999 menetapkan kebutuhankalori untuk menentukan berat ringannya pekerjaan
Beban kerja ringan : 100-200 Kilo kalori/jam
Beban kerja sedang : > 200-350 Kilo kalori/ jam
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
20
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
Beban kerja berat : > 350-500 Kilo kalori/ jam
Kebutuhan kalori dapat dinyatakan dalam kalori yang dapat diukursecara tidak langsung dengan menentukan kebutuhan oksigen. Setiapkebutuhan oksigen sebanyak 1 liter akan memberikan 4.8 kilo kalori (Suma’mun, 1989 ) Sebagai dasar perhitungan dalam menentukan jumlahkalori yang dibutuhkan oleh seseorang dalam melakukan
aktivitaspekerjannya,
dapat
dilakukan
melalui
pendekatan
atau
taksiran
kebutuhankalori menurut aktivitasnya.Menurut Grandjean (1993 ) bahwa kebutuhan kalori seorang pekerjaselama 24 jam ditentukan oleh tiga hal :
Kebutuhan kalori untuk metabolisme basal, dipengaruhi oleh jeniskelamin dan usia.
Kebutuhan kalori untuk kerja, kebutuhan kalori sangat ditentukandengan jenis aktivitasnya, berat atau ringan.
Kebutuhan kalori untuk aktivitas lain-lain di luar jam kerja ( Retno Megawati, 2003 )
BAB III PENGUMPULAN DATA
3.1 Data Denyut Nadi Sebelum dan Pada Saat Melakukan Kerja a. Kecepatan 1 ( 15 menit )
Operator Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
: Fernando Sirait
21
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
Berat Badan
: 57 kg
Tinggi Badan
: 170 cm
Denyut Nadi Sebelum Kerja
: 61
Tabel 3.1 Data Denyut Nadi Saat Kerja Kecepatan 1
Menit Ke
Denyut/menit
1
75
2
77
3
74
4
72
5
73
6
75
7
81
8
98
9
84
10
85
11
77
12
80
13
76
14
77
15
83
Jumlah Denyut Nadi
: 1187
Rata-rata
: 79.134 denyut/menit
b. Kecepatan 3 ( 15 menit )
Operator
: Fernando Sirait
Berat Badan
: 57 kg
Tinggi Badan
: 170 cm
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
22
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
Denyut Nadi Sebelum Kerja
: 61
Tabel 3.2 Data Denyut Nadi Saat Kerja Kecepatan 3
Menit Ke
Denyut/menit 1
86
2
82
3
85
4
81
5
78
6
84
7
98
8
83
9
92
10
101
11
103
12
96
13
92
14
97
15
81
Jumlah Denyut Nadi
: 1339
Rata-rata
: 89.267 denyut/menit
c. Kecepatan 6 ( 5 menit )
Operator
: Fernando Sirait
Berat Badan
: 57 kg
Tinggi Badan
: 170 cm
Denyut Nadi Sebelum Kerja
: 61
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
23
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
Tabel 3.3 Data Denyut Nadi Saat Kerja Kecepatan 6
Menit Ke
Denyut/menit
1
113
2
110
3
110
4
114
5
114
Jumlah Denyut Nadi
: 561
Rata-rata
: 112.2 denyut/menit
3.2 Data Denyut Nadi Pada Saat Periode Pemulihan a. Kecepatan 1 ( 15 menit )
Operator
: Fernando Sirait
Berat Badan
: 57 kg
Tinggi Badan
: 170 cm
Denyut Nadi Sebelum Kerja
: 61 T
Tabel 3.4 Data Denyut Nadi Saat Pemulihan Kecepatan 1
Menit Ke
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
Denyut/menit 1
57
2
60
3
56
4
55
5
62
24
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
6
43
7
54
8
55
9
58
10
55
11
54
12
60
13
62
14
37
15
57
Jumlah Denyut Nadi
: 825
Rata-rata
: 55 denyut/menit
b. Kecepatan 3 ( 15 menit )
Operator
: Fernando Sirait
Berat Badan
: 57 kg
Tinggi Badan
: 170 cm
Denyut Nadi Sebelum Kerja
: 61
Tabel 3.5 Data Denyut Nadi Saat Pemulihan Kecepatan 3
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
Menit Ke
Denyut/menit
1
53
2
54
3
59
4
60
25
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
5
57
6
60
7
56
8
51
9
64
10
58
11
67
12
70
13
53
14
61
15
73
Jumlah Denyut Nadi
: 896
Rata-rata
: 59.734 denyut/menit
c. Kecepatan 6 ( 5 menit )
Operator
: Fernando Sirait
Berat Badan
: 57 kg
Tinggi Badan
: 170 cm
Denyut Nadi Sebelum Kerja
: 61
Tabel 3.6 Data Denyut Nadi Saat Pemulihan Kecepatan 6
Menit Ke
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
Denyut/menit 1
59
2
53
26
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
3
60
4
57
5
61
Jumlah Denyut Nadi
: 290
Rata-rata
: 58 denyut/menit
BAB IV PENGOLAHAN DATA
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
27
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
4.1 Perhitungan Konsumsi Energi, Penentuan Waktu Istirahat, dan % CVL Untuk Tiap Tiap Beban Kerja 4.1.1 Beban Kerja Kecepatan 1 ( 15 menit )
Konsumsi Energi Diketahui : 1. Denyut Jantung rata-rata saat melakukan pekerjaan (HR) = 79,134 denyut/menit 2. Denyut Jantung rata-rata saat istirahat (HR) 3. Tinggi badan operator (h)
= 170cm
4. Berat Badan (W)
= 57 kg
5. Usia operator (a)
= 20 tahun
= 55 denyut/menit
6. Pengukuran secara fisiologis saat melakukan ke rja : VO2
= 0,019HR – 0,024h + 0,016W + 0,045a + 1,15 = 0,019(79,134) – 0,024(170) + 0,016(57) + 0,045(20) +1,15 = 0,385 lt/menit
Et
= 5 x VO2 = 5 x 0,385 = 1,925 kkal/menit
7. Pengukuran secara fisiologis saat pemulihan: VO2
= 0,019HR – 0,024h + 0,016W + 0,045a + 1,15 = 0,019(55) – 0,024(170) + 0,016(57) + 0,045(20) +1,15 = -0,073 lt/menit
Ei
= 5 x VO2 = 5 x -0,073 = -0,365 kkal/menit
Persamaan konsumsi energi : KE
= Et – Ei = 1,925 – (-0,365) = 2,29 kkal/menit
Penentuan waktu istirahat Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
28
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
R = 0, karena nilai K
% CVL
=
% CVL =
= 13,05%
4.1.2
Beban Kerja Kecepatan 3 (15 menit)
Konsumsi Energi Diketahui : 1. Rata-rata saat melakukan kerja
= 89.267 denyut/menit
2. Rata-rata pada periode pemulihan
= 59.734 denyut/menit
3. Tinggi badan operator (h)
= 170cm
4. Berat Badan (W)
= 57 kg
5. Usia operator (a)
= 20 tahun
6. Pengukuran secara fisiologis saat melakukan ke rja : VO2
= 0,019HR – 0,024h + 0,016W + 0,045a + 1,15 = 0,019(89,267) – 0,024(170) + 0,016(57) + 0,045(20) +1,15 = 0,578 lt/menit
Et
= 5 x VO2 = 5 x 0,578 = 2.89 kkal/menit
7. Pengukuran secara fisiologis saat pemulihan: VO2
= 0,019HR – 0,024h + 0,016W + 0,045a + 1,15 = 0,019(59,734) – 0,024(170) + 0,016(57) + 0,045(20) +1,15 = 0,017 lt/menit
Ei
= 5 x VO2 = 5 x 0,017 = 0,085 kkal/menit
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
29
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
Persamaan konsumsi energi : = Et – Ei
KE
= 2,89 – 0,085 = 2,805 kkal/menit
Penentuan waktu istirahat R = 0, Karena Nilai K
% CVL
=
% CVL =
= 20,33%
4.1.3 Beban KerjaKecepatan 6 (5 menit)
Konsumsi Energi Diketahui : 1. Rata-rata saat melakukan kerja
= 112.2 denyut/menit
2. Rata-rata pada periode pemulihan
= 58 denyut/menit
3. Tinggi badan operator (h)
= 170cm
4. Berat Badan (W)
= 57 kg
5. Usia operator (a)
= 20 tahun
6. Pengukuran secara fisiologis saat melakukan ke rja : VO2
= 0,019HR – 0,024h + 0,016W + 0,045a + 1,15 = 0,019(112,2) – 0,024(170) + 0,016(57) + 0,045(20) +1,15 = 1,014 lt/menit
Et
= 5 x VO2 = 5 x 1,014 = 5,07 kkal/menit
7. Pengukuran secara fisiologis saat pemulihan: VO2
= 0,019HR – 0,024h + 0,016W + 0,045a + 1,15 = 0,019(58) – 0,024(170) + 0,016(57) + 0,045(20) +1,15
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
30
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
= -0,016 lt/menit Ei
= 5 x VO2 = 5 x -0,016 = -0,08 kkal/menit
Persamaan konsumsi energi : = Et – Ei
KE
= 5,07 – (-0,08) = 5,15 kkal/menit
Penentuan waktu istirahat
= ( ) = 3,22 =
R
% CVL
=
% CVL
=
= 36,83% 4.2 Perhitungan Heart Reserve 4.2.1 Beban Kerja Kecepatan 1
% HRR
x 100 % = x 100 %
% HRR =
= 13,05% 4.2.2 Beban Kerja Kecepatan 3
% HRR % HRR
=
x 100 %
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
31
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
=
x 100 %
= 20,33% 4.2.3 Beban Kerja Kecepatan 6
% HRR
x 100 % x 100 % =
% HRR
=
= 36,83%
4.3 Grafik Perbandingan
Working Pulse 140 120 i d a n t u y n e d
100 80
kecepatan 1
60
kecepatan 3
40
kecepatan 6
20 0 0
5
10
15
20
menit ke
Gambar 4.1 Perbandingan Denyut Nadi Saat Melakukan Pekerjaan
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
32
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
Recovery Pulse 80 70 60 i d a n t u y n e d
50 40
kecepatan 1
30
kecepatan 3
20
kecepatan 6
10 0 0
5
10
15
20
menit ke
Gambar 4.2 Perbandingan Denyut Nadi Saat Istirahat
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
33
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
BAB V ANALISIS
5.1 Analisis Grafik Dari Hasil Percobaan Fisiologi
Berdasarkan grafik 4.1 perbandingan denyut nadi saat melakukan pekerjaan, dapat dilihat bahwa antara kecepatan 1, 3, dan 6 menunjukkan denyut nadi yang tidak stabil. Hal ini disebabkan oleh beban kerja yang diterima berbeda-beda. Kecepatan 1 menujukkan denyut nadi yang paling rendah karena beban kerja (kecepatan) yang diberikan kepada operator sangat kecil, sedangkan pada kecepatan 3 denyut nadi semakin naik dan pada saat kecepatan 6 grafik denyut nadi berada diposisi paling tinggi di antara kecepatan 1 dan 3. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi beban kerja dalam hal ini yaitu kecepatan yang dilakukan oleh operator semakin cepat yang maka denyut nadi akan semakin meningkat. Berdasarkan grafik 4.2 Perbandingan denyut nadi saat istirahat, dapat dilihat bahwa denyut nadi relatif stabil dari menit ke menit pada kecepatan 3 dan 5. Sedangkan pada kecepatan 1 denyut nadi mengalami naik turun dari menit ke menit. Hal ini disebabkan karena pada saat kecepatan 1 beban kerja yang diterima operator sangat kecil dibandingkan dengan kecepatan 3 dan 6. Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh faktor operator pada saat melakukan pekerjaan merasa tegang dan berbicara. Faktor tersebut juga dapat mempengaruhi naik turunnya denyut nadi pekerja. 5.2 Analisis Penentuan Beban Kerja Tabel 5.1 Nilai Konsumsi Energi dan CVL
Kecepatan
Konsumsi Energi
% CVL
1
2,29 kkal/menit
13,05
3
0,085 kkal/menit
20,33
6
5,15 kkal/menit
36,83
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
34
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
Pada perhitungan konsumsi energi maka dapat diketahui beban kerja yang diterima oleh operator, beban kerja tersebut terbagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu very light, light, heavy, heavy, very heavy dan undully heavy. Sedangkan berdasarkan %CVL, beban kerja terbagi menjadi menjadi beberapa tingkatan berdasarkan kemungkinan terjadinya kelelahan yaitu tidak terjadi kelelahan (< 30%), diperlukan perbaikan (30% - 60%), kerja dalam waktu singkat (60% 80%), diperlukan tindakan segera (80% - 100%), dan tidak diperbolehkan beraktivitas (> 100%). Pada kecepatan 1 dapat dilihat bahwa nilai konsumsi energi yang dihasilkan yaitu 2,29 Kkal/menit dan tergolong beban kerja yang dilakukan oleh operator merupakan pekerjaan very light (sangat ringan) karena nilainya kurang dari 2,5 kkal/menit dan nilai % CVL yang didapatkan yaitu 13,05. Nilai CVL tersebut menunjukkan bahwa operator tidak mengalami kelelahan, karena nilai CVL < 30%. Pada kecepatan 3 nilai konsumsi energi yang dihasilkan yaitu 0,085 kkal/menit dan tergolong very light karena nilainya kurang dari 2,5 kkal/menit. Nilai CVL yang dihasilkan dari kecepatan 3 yaitu 20,33 dan tidak menunjukkan terjadinya kelelahan kerja. Pada kecepatan 6 nilai konsumsi yang dihasilkan yaitu 5,15 kkal/menit dan tergolong heavy karena nilai lebih dari 5 kkal/menit. Nilai CVL yang dihasilkan pada kecepatan 6 yaitu 36,83 dan menunjukkan perlunya diadakan perbaikan pada pekerjaan karena menimbulkan kelelahan pada operator. Dari hasil konsumsi energi tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat beban pekerjaan maka nilai konsumsi energi juga akan semakin tinggi, begitupula nilai % CVL yang dihasilkan.
5.3 Analisis Heart Reserve
Pada kecepatan 1 nilai HRR yang dihasilkan yaitu 13,05%, nilai tersebut menyatakan bahwa adanya kenaikan denyut nadi sebesar 18,134 denyut/menit yaitu dari 61 denyut/menit menjadi 79,134 denyut/menit hal tersebut menunjukkan tidak terjadi kelelahan yang dialami oleh operator saat melakukan pekerjaan. Pada kecepatan 3 nilai HRR yang didapat yaitu 20,33 %, nilai tersebut juga menyatakan bahwa adanya kenaikan denyut nadi sebesar 28,267 denyut/menit dari Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
35
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
61 denyut/menit menjadi 89,267 denyut/menit hal tersebut menunjukkan operator tidak mengalami kelelahan yang berarti pada saat melakukan pekerjaan. Dan pada kecepatan 6 nilai HRR yang dihasilkan yaitu 36,83%, nilai tersebut menunjukkan bahwa terjadinya kenaikan yang signifikan yaitu sebesar 51,2 denyut/menit dari 61 denyut/menit menjadi 112,2 denyut/menit, hal ini menunjukkan perlunya dilakukan perbaikan pada pekerjaan untuk menghindari terjadinya kelelahan pada operator. Nilai HRR yang diperoleh pada kecepatan 1, 3, dan 6 dipengaruhi oleh rata-rata denyut nadi operator saat melakukan pekerjaan. Semakin tinggi nilai HRR yang dihasilkan saat melakukan pekerjaan maka tingkat kelelahan yang terjadi juga akan semakin besar.
5.4 Perbedaan Yang Terjadi Pada Konsumsi Energi Maupun Lamanya Periode Pemulihan dan Kaitannya Dengan Prestasi Total Rest Time Serta Siklus Kerja Fisiologinya Tabel 5.2 Perbandingan Nilai HRR, KE, S, T, dan R
Kecepatan
HRR
KE
S
T
R
1
13,05 %
2,29 kkal/menit
5
15 menit
0 menit
3
20,33 %
2,805 kkal/menit
5
15 menit
0 menit
6
36,83 %
5,15 kkal/menit
5
5 menit
3,32 menit
Pada tabel 5.2, menunjukkan kecepatan sebagai beban kerja, HRR sebagai Heart Rate Reverse, S sebagai pengeluaran energi cadangan yang dalam praktikum ini digunakan pemakaian energi cadangan sebesar 5 kkal/menit dikarenakan operator berjenis kelamin pria, T menunjukkan sebagai lama kerja operator, dan R sebagai lama waktu istirahat. Dari hasil yang diperoleh pada kecepatan 1, 3, dan 6 mendapatkan nilai yang berbeda-beda. Pada kecepatan 1 setelah mendapatkan hasil konsumsi energi yaitu 2,29 kkal/menit maka dapat menghitung waktu istirahat yang diperlukan oleh operator. Pada kecepatan 1, waktu istirahat yang dibutuhkan operator adalah
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
36
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
0 menit, karena nilai konsumsi energi yang dihasilkan yaitu kurang dari tingkat konsumsi energi (KE
5.5 Analisis Perbedaan Rumus VO 2 max
Dari rumus yang diberikan Widyasmara yaitu VO2 max = 0,019HR – 0,024h + 0,016W + 0,045a + 1,15 dan rumus yang diberikan oleh Adeka yaitu VO2 max = 3,996-0,046a memberikan hasil yang hampir sama. Kedua rumus tersebut menggunakan variabel perhitungan yang berbeda. Apabila pada rumus widyasmara variabel yang digunakan adalah HR maksimal yang didapat dengan menggunakan rumus 220-age. Selain HR maksimal, widyasmara juga menggunakan variabel tinggi badan, berat badan, dan umur dari operator. Pada rumus yang diberikan oleh adeka, variabel yang digunakan hanyalah umur saja. Akan tetapi hasil perhitungan dari VO2
max
tidak
terlalu jauh berbeda. Widyasmara menggunakan responden dengan ketentuan mahasiswa pria dengan usia 17-23 tahun, sedangkan Adeka menggunakan responden pekerja industri pria dengan usia 20-40 tahun. Hasil dari VO2 max yang didapat menggunakan rumus Widyasmara menghasilkan konsumsi oksigen maksimal yaitu VO2max = 2,64 liter/menit, sedangkan dengan rumus Adeka menghasilkan konsumsi oksigen maksimal VO2max = 2,78 ± 0,05 liter/menit. Terlihat dari kedua hasil VO2
max
tidak memberikan perbedaan yang signifikan. Apabila terjadi perbedaan
kemungkinan terjadi karena responden yang digunakan berbeda.
5.6 Manfaat Perhitungan Waktu Istirahat Total Dengan Perancangan Kerja
Dengan melakukan perhitungan pada praktikum, kita dapat merancang sistem kerja yang terbaik bagi operator. Sehingga operator tidak cepat merasa lelah dan waktu istirahat yang Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
37
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
diberikan tepat sehingga tidak menimbulkan kejenuhan. Dari perhitungan yang telah dilakukan, terlihat apabila semakin besar beban kerja, semakin besar juga energi yang di konsumsi. Sehingga semakin besar pula beban kerja maka waktu yang dibutuhkan untuk istirahat atau pemulihan juga semakin lama. Terlihat pada pemulihan kecepatan 1 dan 6. Pada pemulihan kecepatan 1 denyut nadi operator cenderung tidak stabil karena pemberian waktu istirahat yang berlebihan sehingga HR yang diukur sangat mendekati HR normal sehingga operator merasa jenuh dan HR menjadi tidak stabil. Pada pemulihan kecepatan 6, HR operator cenderung lebih stabil dibandingkan kecepatan 1 karena HR lebih berjalan mendekati normal dan lebih lama mencapa normal dibandingkan saat kecepatan 1. Apabila pemberian waktu istirahat tidak tepat, akan berakibat dengan menurunnya produktifitas operator. Apabila terlalu lama waktu istirahat yang diberikan akan menimbulkan menganggurnya operator. Dan apabila waktu istirahat yang diberikan terlalu singkat sehingga operator belum benar-benar pulih, akan menimbulkan hasil kerja operator tidak maksimal. Penurunan produktifitas operator pasti akan berdampak negatif terhadap perusahaan karena secara otomatis produktifitas perusahaan tersebut juga akan berkurang sedangkan biaya yang dikeluarkan tetap sehingga akan menimbulkan kerugian.
5.7 Analisis Hubungan antara Beban Kerja, Tingkat Konsumsi Energi dan Lamanya Waktu Istirahat Beserta Aplikasi Dalam Dunia Nyata Tabel 5.3 Perbandingan Nilai Konsumsi Energi dan Lama Istirahat
Beban Kerja
Konsumsi Energi
Lamanya Waktu Istirahat
Kecepatan 1
2,29 kkal/menit
0
Kecepatan 3
2,805 kkal/menit
0
Kecepatan 6
5,15 kkal/menit
3,22
Beban kerja semakin berat akan mengakibatkan nilai HR saat berkerja maupun saat istirahat yang semakin besar sehingga menghasilkan konsumsi oksigen juga semakin besar. Pada Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
38
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
tingkat konsumsi energi, yang juga menggunakan HR sebagi salah satu variabelnya, memperlihatkan kalau selisih dari energi saat bekerja dan energi saat beristirahat semakin besar sehingga menghasilkan konsumsi energi yang lebih besar. Apabila konsumsi energi semakin besar, maka penentuan waktu istirahat juga semakin lama karena semakin banyak energi yang perlu dipulihkan. Konsumsi energi pada rumus penentuan waktu istirahat menjadi parameter utama dari penentuannya sehingga akan sangat mempengaruhi hasil dari lamanya waktu pemulihan yang diperlukan dan akan berbanding lurus dengan jumlah konsumsi energi. Pada aplikasi di dunia nyata, dapat dilihat pada seorang sopir transportasi di PT PERTAMINA. Beban kerja sopir bisa dilihat dari jarak pengangkutan/perjalanan yang ditempuhnya. Dan waktu istirahat bisa dianggap waktu sebelum sopir melakukan perjalanan pulang atau melakukan pengangkutan lagi. Apabila semakin jauh jarak perjalanan yang ditempuh sopir tersebut maka semakin besar pula konsumsi energi yang digunakan pada perjalanan itu. Maka waktu istirahat yang diperlukan juga semakin lama sebelum melakukan perjalanan lagi. Hal itu harus ditentukan melalui penentuan waktu istirahat karena apabila sopir tersebut beristirahat terlalu lama maka dia akan terlalu lama menganggur dan mengurangi produktifitas dari perusahaan, sedangkan apabila sopir tersebut kurang beristirahat maka resiko kelelahan dan penurunan kerja fisik akan semakin berkurang yang menyebabkan kinerja dari sopir tersebut berkurang yang dalam jangka panjang menyebabkan gangguan kesehatan dan dalam jangka pendek bisa menimbulkan kecelakaan kerja.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
39
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3A Fisiologi Kerja Kelompok 10
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, maka didapat beberapa kesimpulan yaitu :
Dengan melihat grafik, hubungan antara beban kerja dengan heart rate yaitu semakin besar beban kerja maka denyut nadi yang dihasilkan semakin banyak. Sedangkan lama waktu pemulihan yaitu semakin lama waktu pemulihan maka selisih denyut nadi tertinggi dan terendah akan semakin besar.
Lama waktu yang diberikan kepada operator pada praktikum ini yaitu untuk kecepatan 1 dan 3 yaitu 0 menit, sedangkan kecepatan 6 yaitu 3,32 menit.
Besar energi yang dihasilkan oleh operator yaitu dipengaruhi oleh faktor usia, berat badan, tinggi badan, denyut nadi rata-rata saat kerja dan denyut nadi awal.
Suatu tingkatan beban kerja dapat dipengaruhi oleh besar konsumsi energi dan % CVL. Beban kerja dapat diklasifikasikan menjadi very light, light, moderate, heavy, very heavy danundully heavy.
6.2 Saran
Operator yang melaksakan kerja sebaiknya memiliki kondisi yang stabil dan fisik yang ideal.
Operator sebaiknya fokus pada pekerjaannya (tidak melakukan hal – hal lain diluar pekerjaannya) sehingga denyut nadi yang dihasilkan sesuai.
Sebelum melaksanakan praktikum, para praktikan dharapkan untuk belajar terlebih dahulu agar kesalahan dari faktor manusia dapat seminimal mungkin.
Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro
40