3.3 Demonstrasi Kedudukan Fetus A. Hasil Tabel 3. Demonstrasi Kedudukan Fetus No. 1
Gambar
Keterangan Presentasi: Longitudinal anterior Posisi: Dorso sacral Postur: Normal
2
Presentasi: Longitudinal posterior Posisi: Dorso sacral Postur: Normal
3
Presentasi: Longitudinal anterior Posisi: Dorso sacral Postur: Abnormal Penyebab Distokia: Kelainan postur yang abnormal. Terjadi penekukan pada kepala dan leher yang mengarah ke arah samping kanan.
4
Penanganan: Fiksasi kedua kaki depan. Repulsi. Ekstensi kepala dan leher ke dalam cavum pelvis. Tarik paksa. Presentasi: Longitudinal anterior Posisi: Dorso sacral Postur: Abnormal Penyebab Distokia: Penekukan pada kepala dan leher ke arah dada.
5
Penanganan: Fiksasi kedua kaki depan. Repulsi. Ektensi kepala ke dalam cavum pelvis dengan cara memegang moncong fetus. Tarik paksa. Presentasi: Longitudinal anterior Posisi: Dorso sacral Postur: Abnormal Penyebab Distokia: Posisi kepala dan leher menekuk kebagian os sacrum. Penanganan: Fiksasi kedua kaki depan. Repulsi. Ektensi kepala ke dalam cavum pelvis dengan cara memegang moncong fetus. Tarik paksa.
6
Presentasi: Longitudinal anterior Posisi: Dorso sacral Postur: Abnormal Penyebab Distokia: Penekukan pada sendi siku kaki depan sebelah kiri (unilateral carpal flexion sinister)
7
Penanganan: Fiksasi kaki depan sebelah kanan. Repulsi. Ektensi sendi siku sebelah kiri dengan memegang teracak fetus (pelurusan ektremitas). Repulsi. Tarik paksa. Presentasi: Longitudinal anterior Posisi: Dorso sacral Postur: Abnormal Penyebab Distokia: Penekukan pada kedua sendi siku kaki depan (bilateral carpal flexion). Penanganan: Fiksasi kepala fetus pada bagian mandibula. Ekstensi sendi siku kanan dengan memegang teracak fetus (pelurusan ektremitas). Repulsi. Fiksasi kaki depan kanan. Ekstensi sendi siku kiri dengan cara memegang teracak fetus (pelurusan ekstremitas). Repulsi. Fiksasi kaki depan
8
sebelah kiri. Tarik paksa. Presentasi: Longitudinal anterior Posisi: Dorso sacral Postur: Abnormal Penyebab Distokia: Penekukan pada sendi bahu sebelah kiri (unilateral elbow flexion sinister).
9
Penanganan: Fiksasi kaki depan sebelah kanan. Repulsi. Ektensi sendi bahu (menjadi unilateral carpal flexion). Repulsi. Ektensi sendi siku dengan memegang teracak fetus. Repulsi. Tarik paksa. Presentasi: Longitudinal anterior Posisi: Dorso sacral Postur: Abnormal Penyebab Distokia: Postur abnormal. Penekukan pada kedua sendi bahu (bilateral elbow flexion). Penanganan: Fiksasi kepala fetus dibagian mandibula. Kaki kanan: Repulsi. Ekstensi sendi bahu kanan (menjadi unilateral carpal flexion). Repulsi. Ektensi sendi siku kanan dengan memegang teracak
fetus. Repulsi. Fiksasi kaki depan sebelah kanan.
10
Kaki kiri: Repulsi. Ektensi sendi bahu kiri (menjadi unilateral carpal flexion). Repulsi. Ektensi sendi siku kiri dengan memegang teracak fetus. Fiksasi kaki depan sebelah kiri. Tarik paksa. Presentasi: Longitudinal anterior Posisi: Dorso ilial kiri Postur: Normal Penyebab Distokia: Posisi abnormal. Punggung fetus mengahadap ke ilial kiri induk (dorso ilial kiri).
11
Penanganan: Fiksasi kedua kaki depan dan kepala pada bagian mandibula. Repulsi. Rotasi 90° searah jarum jam. Tarik paksa. Presentasi: Longitudinal anterior Posisi: Dorso ilial kiri Postur: Abnormal Penyebab Distokia: Posisi dan postur abnormal. Posisi punggung fetus menghadap ke ilial kiri induk (dorso ilial kiri) dan terjadi penekukan pada sendi bahu kaki
depan kanan fetus (unilateral elbo flexion dexter).
12
Penanganan: Fiksasi kaki depan kiri fetus dan kepala bagian mandibula. Repulsi. Rotasi 90° searah jarum jam. Repulsi. Ekstensi sendi siku kanan untuk meluruskan ektremitas dengan memegang teracak fetus (menjadi unilateral carpal flexion). Repulsi. Tarik paksa. Presentasi: Longitudinal anterior Posisi: Dorso pubis Postur: Normal Penyebab Distokia: Posisi abnormal. Posisi punggung fetus mengahadap ke pubis induk (dorso pubis). Penanganan: Fiksasi kedua kaki depan dan kepala bagian mandibula. Repulsi. Rotasi 180° berlawanan jarum jam (sampai umbilicalis tidak melilit fetus). Tarik paksa.
13
Presentasi: Longitudinal anterior Posisi: Dorso sacral Postur: Penekukan sendi panggul hingga kedua kaki belakang fetus menempel pada bagian pubis induk (dog siting). Penyebab Distokia: Postur abnormal (dog siting).
14
Penanganan: Fiksasi kedua kaki depan dan kepala bagian mandibula. Repulsi. Tarik paksa. Presentasi: Longitudinal posterior Posisi: Dorso sacral Postur: Abnormal Penyebab Distokia: Postur abnormal. Penekukan sendi loncat kanan (unilateral tarsal flexion dexter). Penanganan: Fiksasi kaki belakang kiri. Repulsi. Ekstensi sendi loncat kanan kearah pelvis dengan memegang teracak fetus. Repulsi. Tarik paksa.
15
Presentasi: Longitudinal posterior Posisi: Dorso sacral Postur: Abnormal Penyebab Distokia: Postur abnormal. Penenkukan kedua sendi loncat (bilateral tarsal felxion). Penanganan: Kaki kanan: Repulsi pada bagian pantat. Ekstensi sendi loncat kaki kanan dengan memegang teracak fetus. Repulsi. Fiksasi kaki belakang kanan.
16
Kaki kiri: Repulsi. Ekstensi sendi loncat kaki kiri dengan memegang teracak fetus. Repulsi. Tarik paksa. Presentasi: Longitudinal posterior Posisi: Dorso sacral Postur: Abnormal Penyebab Distokia: Postur abnormal. Penekukan sendi pinggul kaki kanan (unilateral hip flexion dekster). Penanganan: Fiksasi kaki belakang kiri. Repulsi. Ektensi sendi pinggul dengan cara menarik tulang tibia kearah pelvis (menjadi unilateral tarsal
17
flexion). Repulsi. Ekstensi sendi loncat kearah pelvis. Repulsi. Tarik paksa. Presentasi: Longitudinal posterior Posisi: Dorso ilial kiri Postur: Abnormal Penyebab Distokia: Posisi dan postur abnormal. Posisi punggung fetus menghadap ke ilial kiri induk. Terjadi penekukan kedua sendi loncat kaki depan (bilateral tarsal flexion). Penanganan: Ekstensi kedua kaki belakang. Repulsi pada bagian pantat. Rotasi 90° searah jarum jam. Repulsi. Ekstensi sendi loncat kaki kanan dengan memegang teracak fetus. Repulsi. Fiksasi kaki belakang kanan. Repulsi. Ekstensi sendi loncat kaki kiri dengan memegang teracak fetus. Repulsi. Tarik paksa.
18
Presentasi: Longitudinal posterior Posis : Dorso pubis Postur: Normal Penyebab Distokia: Posisi abnormal. Posisi punggung fetus menghadap ke pubis induk.
19
Penanganan: Fiksasi kedua kaki belakang. Repulsi pada bagian pantat. Rotasi 180° berlawanan jarum jam (umbilicalis tidak melilit fetus). Tarik paksa. Presentasi: Transversal dorsal Posisi: Chepalo ilial dekster Postur: Abnormal Penyebab Distokia: Kelainan presentasi dan posisi. Punggung fetus menghadap ke tulang pelvis induk, serta posisi kepala fetus yang menghadap ke illial kanan induk. Penanganan: Repulsi daerah pantat sambil melakukan versi untuk memperbaiki presentasi fetus menjadi presentasi longitudinal anterior dengan posisi dorso illial kiri dan postur menjadi penekukan kedua sendi bahu.
Fiksasi kepala pada bagian mandibula. Repulsi kepala. Rotasi 90° searah jarum jam. Repulsi. Ekstensi sendi bahu kiri dan kanan satu persatu sehingga postur menjadi penekukan kedua sendi siku. Repulsi. Ekstensi sendi siku kiri dan kanan satu persatu dengan memegang teracak fetus sehingga ekstremitas menjadi normal. Tarik paksa.
B. Pembahasan Distokia atau kalahiran yang sulit adalah suatu keadaan dimana stadium pertama, terutama stadium kedua dari proses kelahiran menjadi lebih lama atau bahkan tidak mungkin bagi induk untuk melahirkan anaknya tanpa mendapat pertolongan dari luar. Distokia merupakan salah satu kondisi kebidanan yang harus ditangani oleh dokter hewan. Kejadian distokia pada ternak diperkirakan 3,3%, kejadian ini lebih banyak pada ternak sapi perah dibandingkan pada sapi potong. Kelahiran (partus) adalah suatu proses yang sangat rumit dan distokia dapat muncul apabila beberapa bagian dari proses tersebut mengalami kegagalan atau menjadi tidak terkoordinasi. Kasus distokia umumnya terjadi pada induk yang baru pertama kali beranak, induk yang masa kebuntingannya jauh melebihi waktu normal, induk yang terlalu cepat dikawinkan, hewan yang kurang bergerak, kelahiran kembar dan penyakit pada rahim. Distokia dapat disebabkan oleh faktor induk dan faktor anak (fetus). Aspek induk yang dapat mengakibatkan distokia diantaranya kegagalan untuk mengeluarkan fetus akibat gangguan pada rahim yaitu rahim sobek, luka atau terputar, gangguan pada abdomen (rongga perut) yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk merejan, tersumbatnya jalan
kelahiran, dan ukuran panggul yang tidak memadai. Aspek fetus yang dapat mengakibatkan distokia diantaranya, defisiensi hormon (ACTH/cortisol), ukuran fetus yang terlalu besar, kelainan posisi fetus dalam rahim serta kematian fetus dalam rahim. Ukuran fetus yang terlalu besar dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu keturunan, faktor pejantan yang terlalu besar sedangkan induk kecil, lama kebuntingan, jenis kelamin fetus yaitu fetus jantan cenderung lebih besar, serta kebuntingan kembar. Faktor nutrisi induk juga berperan, yakni pemberian pakan terlalu banyak dapat meningkatkan berat badan fetus dan timbunan lemak dalam rongga panggul yang dapat menurunkan efektifitas perejanan. Kasus distokia harus segera ditangani sebagai suatu keadaan yang darurat. Namun demikian untuk mencapai hasil yang memuaskan, adalah sangat penting bahwa hewan betina harus diperiksa secara rutin dan cermat untuk menetapkan diagnosa yang tepat supaya dapat diambil tindakan penanggulangan yang tepat. Tujuan dasar penanggulangan distokia adalah untuk melahirkan anak yang hidup dan mencegah perlukaan pada induk. Penanggulangan distokia dapat dibagi atas empat cara, yaitu mutasi, tarik paksa, foetotomi atau embriotomi, dan “sectio caesaria” atau laparohisterotomi.
Mutasi adalah cara penanggulangan distokia dimana foetus dikembalikan ke presentasi, posisi dan postur yang normal melalui repulsi, rotasi, versi, dan perentangan ekstremitas. Kelahiran normal hanya terjadi dengan foetus dalam presentasi longitudinal anterior atau posterior, posisi dorso-sakral dengan kelapa, leher, dan kaki-kaki dalam keadaan lurus.
Foetotomi atau embriotomi adalah pemotongan foetus untuk mengurangi ukurannya dengan menyisihkan berbagai bagian foetus. Keuntungan foetotomi adalah teknik ini mengurangi ukuran besar fetus, menghindarkan “sectio caesaria”, memerlukan hanya sedikit bantuan, menghindari kemungkinan trauma dan perlukaan akibat penarikan yang berlebih-lebihan. Sedangkan kekurangannya adalah fetotomi dapat berbahaya dan menyebabkan perlukaan
atau ruptura uterus atau saluran kelahiran oleh alat-alat atau oleh tulang-tulang tajam, dapat mengambil banyak waktu, menghabiskan tenaga induk dan tenaga pelaksana, dapat juga membahayakan pelaksana dengan luka-luka oleh alat-alat, dan apabila sudah terjadi emfisema kemungkinan terjadi infeksi pada tangan pelaksana.
Penarikan paksa ialah pengeluaran fetus dari induk melalui saluran kelahiran dengan menggunakan kekuatan atau tarikan dari luar. Penarikan secara paksa dilakukan apabila terdapat kelemahan uterus dan fetus tidak ikut menstimuler perejanan. Tindakan ini dilakukan apabila sudah diadakan anestesi epidural dan sesudah mutasi mengatasi sebab-sebab distokia.
“sectio caesaria” atau “pembedahan kaisar” adalah pengeluaran fetus, umumnya pada waktu partus, melalui laparohisterotomi atau pembedahan pada perut dan uterus. Perasat bedah dilakukan apabila mutasi, tarik paksa dan fetotomi nampaknya tidak dapat atau sulit dilakukan untuk mengeluarkan fetus atau apabila peternak berkeinginan supaya fetus dikeluarkan dalam keadaan hidup. Pada umumnya 60 sampai 80 persen sapi yang pernah mengalami pembedahan kaisar tetap fertil dan dapat bunting lagi.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2011. Distokia pada Sapi. http://www.academia.edu/3982174/Distokia pada Sapi. Diakses pada 12 Januari 2017. Anonim. 2014. Distokia. http://ilmuveteriner.com/distokia/. Diakses pada Maret 2015. Blakely, J. dan D.H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Jackson, P, G. 2007. Handbook Obstetrik Veteriner. Edisi ke-2. Diterjemahkan oleh Aris Junaidi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Manan, D. 2001. Ilmu Kebidanan pada Ternak. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala Press. Toelihere, M.R. 1979. Ilmu Kebidanan dan Kemajiran. Bandung: Angkasa.