BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Peningkatan produksi dan produktivitas komoditas pertanian telah melahirkan petani yang sangat tergantung pada pupuk kimia.Di lain pihak, penggunaan lahan secara terus menerus berakibat pada penurunan bahan organik tanah dan bahkan sebagian besar lahan pertanian mengandung bahan organik rendah (< 2 %), padahal kandungan yang ideal adalah > 3 %. Tanah dengan kandungan bahan organik rendah akan berkurang kemampuannya dalam mengikat pupuk kimia, sehingga efektivitas dan efisiensinya menurun akibat pencucian dan fiksasi. Perbaikan kesuburan tanah dan peningkatan bahan organik tanah ta nah dapat dilakukan melalui penambahan bahan organik or ganik atau kompos. Namun demikian, kandungan hara pupuk organik tergolong rendah dan sifatnya slow release, sehingga diperlukan dalam jumlah yang banyak. Pupuk organik merupakan pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal dari tanaman dan/atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai bahan organik serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Secara umum, manfaat pupuk organik adalah : memperbaiki struktur dan kesuburan tanah, meningkatkan daya simpan dan daya serap air, memperbaiki kondisi biologi dan kimia tanah, memperkaya unsur hara makro dan mikro serta tidak mencemari lingkungan dan aman bagi manusia. Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sisatanaman dan kotoran
hewan
yang
telah
mengalami
prosesdekomposisi
atau
pelapukan.Selama ini sisa tanaman dankotoran hewan tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan sebagai pengganti pupuk buatan.Kompos yang baik adalah yang sudah cukup mengalami pelapukan dan dicirikan oleh warna yang sudah berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, kadarair rendah dan sesuai suhu ruang. Proses pembuatan danpemanfaatan kompos dirasa masih perlu ditingkatkan agar dapat dimanfaatkan secara lebih efektif, menambah pendapatanpeternak dan mengatasi pencemaran lingkungan.
Pada praktikum Teknologi Pupuk dan Pemupukan kita memepelajari tentang pembuatan pupuk kompos. Kompos yang kami buat berbahan dari guano ( kotoran kelawar ), kotoran ayam, dan daun lamtoro. Penggunaan bahan-bahan ini diharapkan akan mampu menyediakan men yediakan hara makro m akro dan mikro yang dibutuhkan tanaman.
1.2.Tujuan
-
Untuk mengetahui macam-macam pupuk
-
Untuk mengetahui manfaat dari pupuk
-
Untuk mengetahui cara pembuatan pupuk kompos
-
Untuk mengetahui kandungan dari pupuk kompos
1.3.Manfaat
Agar mahasiswa mengetahui cara pembuatan pupuk kompos yang baik dan benar serta mengetahui kandungan-kandungan kandungan-kandungan dari pupuk kompos.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi Pupuk
Pupukadalah
material
tanamata tanamatautanaman utanaman untuk
yang mencukupi
ditambahkan
pad amedia padamedia
kebutuha nharayang kebutuhanharay ang
diperlukan
tanaman sehingga mampuberproduksi dengan baik. Material pupuk dapat berupa bahanorganik bahanorganik atau atau pun non-organik (mineral). Pupuk adalah bahan pengubah sifat biologi tanah supaya menjadi lebih
baik. Pupuk adalah senyawa kimia anorganik / organik yang dijumpai di alam
atau dibuat manusia yang memiliki nilai hara langsung atau tidak langsung bagi tanaman, pemberian pupuk yang tepat akan menghasilkan perubahan pertumbuhan yang yang sifatnya positif bagi tanaman. Pupuk merupakan salah satu sarana produksi yang mempunyai
peranan penting dalam peningkatan produksi dan mutu hasil budidaya tanaman (Permentan, 2001) dalam Firmansyah,M.A. Pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam
penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung (Permentan, 2001) dalam Firmansyah,M.A.
2.2. Macam-macam Pupuk 2.2.1. Berdasarkan Sumber Bahan
Dilihat dari sumber pembuatannya, terdapat dua kelompok besar pupuk : a.
Pupuk organik atau pupuk alami
b.
Pupuk kimia atau pupuk buatan. Pupuk organik mencakup semua pupuk yang dibuat dari sisa-sisa metabolisme atau organ hewan dan tumbuhan, sedangkan pupuk kimia dibuat melalui proses pengolahan oleh manusia dari bahan-bahan mineral. Pupuk kimia biasanya lebih "murni" daripada pupuk organik, dengan d engan kandungan bahan b ahan yang dapat dikalkulasi. Pupuk organik
sukar
ditentukan
isinya,
tergantung
dari
sumbernya;
keunggulannya adalah ia dapat memperbaiki kondisi fisik tanah karena
membantu pengikatan air secara efektif. (Permentan, 2001) dalam Firmansyah,M.A. 2.2.2.Berdasarkan 2.2.2.Berdasarkan Bentuk Fisik
Berdasarkan bentuk fisiknya, pupuk dibedakan menjadi : a.
Pupuk padat Pupuk padat diperdagangkan dalam bentuk onggokan, remahan, butiran, atau kristal. Pupuk cair diperdagangkan dalam bentuk konsentrat atau cairan.Pupuk padatan biasanya diaplikan ke tanah/media tanam.
b.
Pupuk cair diberikan secara disemprot ke tubuh tanaman. (Permentan, 2001) dalam Firmansyah,M.A.
2.2.3.Berdasarkan 2.2.3.Berdasarkan Kandungannya
Terdapat dua kelompok pupuk berdasarkan kandungan: a.
Pupuk tunggal Pupuk tunggal mengandung hanya satu unsur.
b.
Pupuk majemuk Pupuk
majemuk
paling
tidak
mengandung
dua
unsur
yang
diperlukan.Terdapat pula pengelompokan yang disebut pupuk mikro, karena mengandung hara mikro (micronutrients).Beberapa merk pupuk majemuk modern sekarang juga diberi campuran zat pengatur tumbuh atau zat lainnya untuk meningkatkan efektivitas penyerapan hara yang diberikan. (Permentan, 2001) dalam Firmansyah,M.A.
2.3 Pengertian pupuk organic
Pupuk Organik adalah pupuk yang di gunakan untuk memperbaiki ke suburan tanah yang berasal dari sisa tanaman atau pupuk kandang yang telah terdekomposisi dan memiliki kandungan unsur hara makro dan mikro (Hardjowigeno, 2004). Pupuk organik adalah pupuk terbuat dari bahan organik atau bahan dapat berupa pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, kascing, gambut, rumput laut dan guano, yang bisa berupa padatan atau cairan (Hardjowigeno, 2004). Pupuk Pupuk Organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik atau bahan alami (Djuarnani, 2005).
2.3.Pupuk Kompos
Kompos berasal dari kata latin yaitu compostum, yang artinya digabungkandi komposisi dari limbah binatang dan tumbuhan (contoh sayuran, sisakotoran sapi) untuk mendapat satu campuran produk yang digunakan
untukbahan
penyubur
tanah.
(Permentan,
2001)
dalam
Firmansyah,M.A. Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan lingkungan yang hangat, hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobic (Djuarnani, 2005) Kompos adalah pupuk organik yang merupakan hasil pembusukan atau dekomposisi dari bahan- bahan organik seperti tanaman, hewan atau limbah organik lainnya. Kompos yang digunakan sebagai pupuk disebut pula pupuk organik karena berasal dari bahan-bahan organik. (Toharisman.A, 1991) 2.5 Ciri-Ciri Kompos yang Sudah Matang
Indikator yang penting dalam kompos adalah nisbah C:N, umumnya bahan kompos memiliki nisbah 15:1 – 30:1 (Tabel 6) 6) dan setelah pengomposan pengomposan maka C:N menjadi 12:1 sebagai ciri kompos yang telah matang. Agar dapat digunakan sebagai bahan penyubur tanah, kompos harus benar benar stabil (matang). Beberapa metode dan parameter yang diuji untuk menentukan derajat kestabilan kompos, antara lain: (1) karbon/ nitrogen (rasio C/N); (2) satabilitas terhadap pemanasan; (3) reduksi dalam bahan organik; dan (4) parameter humifikasi. Peneliti lain menunjukkan indikator kematangan kompos sendiri disajikan pada (Tabel 8) antara lain penetapan rasio C/N, pH, KTK, sedangkan sifat-sifat yang perlu diketahui pada tingkat petani yaitu warna kompos serta aroma. Kompos yang sudah matang berwarna coklat gelap dan berbau tanah (earthy) (Toharisman.A, 1991)
Tabel 8. Beberapa indikator kematangan kompos Pramater
Indikator
Pustaka
Suhu
Stabil
Stickelberger., 1975
pH
Alkalis
Jaun et al., 1959
COD
Stabil
Yang et al., 1993
BOD
Stabil
Yang et al., 1993
C/N rasio
<20
Juste, 1980
Laju respirasi
, 10 mg g - kompos
Morel et al., 1979
Warna
Coklat tua
Sugahara et al., 1982
Bau
Earthy
Chanyasak et al., 1982
KTK
>60 me 100g- abu
Harada et al., 197 (Toharisman. A,1991)
BAB III METODOLOGI
3.1.1. Tempat dan Waktu
Pembuatan Kompos
-
Tempat
: UPT Kompos
-
Waktu
: 11 Oktober 2013 hingga 11 Desember 2013
Jadwal kegiatan praktikum TPP Tanggal
Kegiatan
11 Oktober 2013
Pembuatan pupuk dan pengukuran suhu
11 Oktober - 11 November 2013
Pengukuran suhu
20 November - 04 Desember 2013
Pengukuran pH
29 November 2013
Pengukuran C Organik dan N total
11 Desember 2013
Pembuatan pupuk granul
11 Desember 2013
Pembuatan pupuk cair
3.1.2. Alat dan Bahan
Alat Pembuatan Kompos
a. Garu
: Untuk pengaduk bahan pupuk
b. Skrop
: Untuk membalik bahan pupuk
c. Karung Goni
: Untuk tempat menyimpan pupuk
d. Gembor
: Untuk alat pencampuran EM4 dan Mollase
e. Timbangan
: Untuk menimbang bahan
Bahan Pembuatan Kompos
a. EM 4
: Sebagai bakteri fermentasi kompos
b. Molase
: Sebagai bakteri fermentasi kompos
c. Air
: Sebagai bahan campuran EM4 dan Molase
d. Kotoran Ayam
: Sebagai bahan utama pembuatan kompos
e. Kotoran Kelelawar
: Sebagai bahan utama pembuatan kompos
f. Daun Lamtoro
: Sebagai bahan utama pembuatan kompos
Alat Pengukuran pH
a. Botol Fial Film
: Tempat pencampuran kompos dengan
aquades b. pH meter
: Untuk mengukur mengukur pH kompos
Bahan Pengukuran pH
a. Sampel kompos
: Sebagai obyek pengamatan
b. Aquades
: Sebagai pelarut bahan
Alat Pengukuran C-Organik
a. Timbangan
: Untuk Menimbang bahan
b. Erlenmeyer
: Sebagai tempat pencampur bahan-bahan
c. Pipet tetes
: Untuk mengambil bahan yang berupa
larutan d. Buret
: Alat untuk titrasi
Bahan Pengukuran C-Organik
a. Sampel kompos
: untuk bahan yang akan diamati C-
Organiknya b. Larutan K 2Cr 2O7
: Mengikat rantai karbon
c. Larutan H2SO4
: Memisahkan rantai karbon dengan tanah
d. Air aquades
: Menghentikan reaksi
e. Larutan H3PO4
: Menghilangkan pengaruh Fe 3+
f. Larutan difenilamina : sebagai indikator g. Larutan FeSO4
: Untuk titrasi
Alat Pengukuran N-Total
a. Timbangan Digital
: Untuk menimbang bahan
b. Kertas
: Untuk alas saat menimbang bahan
c. Labu Kjeldahl
: Tempat mereaksikan dalam perhitungan N-
Total d. Alat destruksi
: Untuk membakar hingga asapnya hilang
e. Pengaduk (stirrer)
: Sebagai pengaduk
f. Pipet
: untuk mengambil cairan dalam jumlah
kecil
g. Erlenmeyer
: Tempat pereaksi
h. Alat Titrasi
: Untuk mentitrasi larutan
Bahan Pengukuran N-Total
a. Sampel Kompos
: Sebagai bahan pengamatan
b. Garam
: Untuk
c. H2SO4
:
d. Aquades
: Untuk menghentikan reaksi H 2PO4
e. NaOH
: Untuk memberi sensasi basa
f. H3BO4
: Untuk
Untuk memisahkan rantai karbon
menghilangkan pengaruh Fe
3.2.Cara Kerja 3.2.1. Pembuatan Kompos Daun lamtoro,Kotoran ayam dan kotoran kelelawari dengan perbandingan 2 : 1,5 : 1,5 dicampur
Kemudian diaduk secara rata
Tambahkan air ½ gembor dan campur dengan EM4 dan Mollase sebanyak 4 tutup botol
Aduk pupuk hingga merata 3 hari sekali
Masukkan bahan-bahan tadi ke dalam karung goni
Kemudian aduk lagi secara merata selama 20 menit
3.2.2. Pengukuran N-Total
Ambil sampel pupuk
Timbang sebanyak 0,1 gram
Masukan ke dalam tabung kjedahl
Tambahkan selen sebanyak 1 gram
Tambbahkan NaOH 40 % sebanyak 20 ml
Dinginkan lalu tambahkan Aquadest sebanyak 60 ml
Destruksi pada suhu 300 0 C sampai uap menghilang
Tambahkan H2SO4 sebanyak 5 ml di ruang pengasaman pengasaman
Destilasi dengan menggunakan kjedahl
Hasil destilasi ditampung pada Erlenmeyer Erlenmeyer yang berisi asam borat borat sebanyak 20 ml
Titrasi dengan H2SO4 sampai larutan berubah warna menjadi merah keunguan
Catat hasilnya
Hitung N-total nya
3.2.3. Pengukuran pH Kompos
Ambil sampel sebanyak 5 gram
Tempatkan pada fial film
Tambahkan Aquadest sebanyak 12,5 ml
Ukur pH menggunakan pH meter
Kocok selama 60 menit menggunakan mesin pengocok
Tutup fial film
Catat hasilnya
3.2.4. Cara Kerja C- Organik
Sampel diayak 0,5 mm
Timbang dengan timbangan anal analit itik ik seba seban n ak 0 5 ram ram
Masukkan kedalam Erlen Erlenme me er 500 500 ml
Tambahkan K2Cr2O7 (10 ml) dan H2SO4 H2SO4 20 ml
Didiamkan + 30 menit
Tambahkan Aquadest (200 ml dan dan H3PO H3PO 85% 85% 10 ml
Difenilamina (30 tetes)
Titrasi dengan FeSO4 sampai berwarna hi au
Catat hasilnya dan dokumentasi
3.2.5. Pembuatan Pupuk Granule Timbang pupuk sebanyak 3 kg pupuk diayak hingga menghasilkan 2 kg pupuk halus
siapkan abu dan molase (1 L)
masukkan pupuknya ke dalam granuler
campurkan molase ke dalam granuler
setelah kelembabannya merata tambahkan abu ke dalam granuler
tunggu pupuk hingga membentuk granul sempurna
kering anginkan pupuk yang sudah berbentuk granul
3.2.6. Pembuatan Pupuk Cair Timbang pupuk sebanyak 1 kg
siapkan air sebanyak 2 Liter
letakkan pupuk di dalam kain/saringan
celup-celupkan pupuk ke dalam air hingga pupuk berubah warna dan airnya menjadi berwarna keruh
masukkan pupuk cair yang sudah jadi ke dalam botol ukuran 1,5 L
dokumentasikan
3.4 Analisa Perlakuan 3.4.1 Pembuatan Kompos
Bahan yang telah disiapkan berupa guano sebagai sumber pupuk P, daun lamtor sebagai sumber pupuk N dan kotoran ayam sebagai sumber pupuk K. Kemudian daun lamtoro digiling agar a gar dalam proses pengomposan daun lamtoro cepat terurai, sedangkan guano dan kotoran ayam berukuran kecil sehingga tidak perlu digiling. Campur ketiga bahan tersebut dengan rata dan tambahkan air hingga lembab, ditambahkan air agar mikroba dapat tumbuh dalam kondisi sesuai.Mikroba aktif EM 4 ditambahkan sebagai pengurai
dan ditambahkan
molase
sebagai
sumber
makanan bagi
mikroba.Simpan dalam box kayu dan tutup dengan plastik dengan rapat. 3.4.2 Pengukuran C organic, N total, analisis pH
a. Pengukuran C organik Sampel
pupuk
diayak
lalu
ditimbang
sebanyak
0,1
gram
ditambahkan K 2Cr 2O7 sebanyak 10 ml berfungsi untuk mengikat rantai karbon, H 2SO4 20 ml berfungsi untuk memisahkan rantai karbon dengan
tanah
kemudian
didiamkan
selama
15
menit
diruang
pengasaman, lalu la lu tambahkan aquades sebanyak 200 ml yang berfungsi untuk menghentikan reaksi H 2SO4. Setelah itu tambahkan H 3PO4 85 % sebanyak 10 ml untuk menghilangkan pengaruh Fe
3+
, lalu tetesi dengan
difenilamina sebanyak 30 tetes sebagai indicator warna C organic. Kemudian di titrasi dengan FeSO 4 hingga berwarna hijau. Dan cacat hasil b. Pengukuran N total Sampel pupuk yang telah diayak ditimbang sebnayak 0,1 gram lalu dimasukan ke dalam tabung kjedahl dan ditambahkan selen sebanyak 1 gram. Dan tambahkan H 2SO4 sebanyak 5 ml di ruang pengasaman, setelah itu didinginkan dan ditambahkan Aquadest sebanyak 60 ml, NaOH 40% sebanyak 20 ml. kemudian, destilasi dengan menggunakan kjedahl. Hasil destilasi ditampung pada Erlenmeyer yang berisi asam borat sebanyak 20 ml. Titrasi dengan H2SO4 sampai larutan berubah warna menjadi merah keunguan.Dan cacat hasil.
c. Pengukuran pH Sampel pupuk diayak agar halus dan terpisah dari bahan lain, ditimbang sebanyak 5 gram. Masukkan ke dalam fial film dan tambahkan aquades sebanyak 12,5 ml. Pupuk dan aquades dicampur lalu dikocok selama 15 menit agar homogen. Larutan didiamkan selama 10 menit agar pupuk mengendap untuk memudahkan pengukuran. Lalu diukur dengan pH meter dan catat hasil pengukuran. 3.4.3
Pembuatan Pembuatan pupuk granul dan pupuk cair a. Pembuatan Pembuatan pupuk granul
Pupuk yang telah matang dan di ayak agar halus dan ditimbang 2 kg, pupuk dibagi menjadi 2 bagian masing-masing 1 kg agar hasil ukuran pupuk granul menjadi rata. Lalu pupuk dimasukkan ke dalam mesin pan granular, mesin pan granular berfungsi untuk membuat kompos yang berbentuk granul, mesin pan granular dinyalakan dan ditambahkan molase dan abu sebagai perekat.Ditunggu hingga pupuk membentuk bulat-bulat atau granul.Ambil dan angina-anginkan. b. Pembuatan Pembuatan Pupuk Cair
Proses pembuatan pupuk cair ini diawali dengan pengambilan bahan pupuk cair, yaitu pupuk kompos berbahan kotoran ayam, kotoran kelelawar dan daun lamtoro yang sudah jadi sebanyak 2 kg, letakkan kompos tersebut kedalam ember yang ditambahkan air sebanyak 1 liter dan aduk campuran kompos dengan air tersebut sampai mengental, peras pupuk dengan kain sehingga didapat pupuk pekat yang siap untuk digunakan. digunakan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.1.Pembuatan 4.1.1.Pembuatan Pupuk Kompos
Pembuatan Kompos dimulai pada 10 Oktober 2013. Bahan yang digunakan dalam pembuatan kompos yakni 20kg kotoran Ayam, 15kg kotoran Kelelawar, dan 15kg Lamtoro dengan menggunakan kotak tripleks sebagai tempat penyimpanan komposnya. Alasan menggunakan Kotoran Ayam karena mengandung unsur N yang cukup tinggi serta terdapat kandungan lainnya.Menurut Sutedjo (1978) Kotoran yang bagus berwarna hitam pekat tidak encer, hijau tua, muda kental. Kotoran ayam dapat menyumbangkan unsure hara yang diperlukan tanaman, seperti N, P, K, dan beberapa unsur hara mikro berupa Fe, Zn dan Mo. Sedangkan alasan menggunakan kotoran Kelelawar/Guano karena menurut Samidjan, pada prinsipnya pupuk guano adalah sama dengan pupuk organik, hanya memiliki kandungan lebih baik (kelebihan) untuk unsur N, P dan K dibandingkan pupuk organik biasa. Kelebihan kandungan P umumnya disebabkan oleh kotoran kelelawar (guano) yang tertimbun di dalam goa yang batuan-batuan maupun tetesan-tetesan airnya mengandung cukup tinggi kandungan unsur fosfat (P).Sedangkan kelebihan N dan K karena faktor makanan yg dimakan oleh kelelawar.Selain Kotoran Ayam dan Kelelawar kita juga menggunakan Tanaman Lamtoro. Kita ketahui bahwa Lamtoro merupakan jenis Leguminoceae yang banyak mengandung unsur N. Sebelum dicampurkan dengan bahan yang lain, Lamtoro yang digunakan haruslah dipotong-potong ukurannya, semakin kecil ukuran potongan bahan mentanya, semakin cepat pula pembusukannya. Penghalusan bahan dengan mesin penggilingan (Grinder) akan meningkatkan luas spesifik bahan kompos sehingga memudahkan mikroba dekomposer untuk menyerang dan menghancurkan bahan tersebu. Setelah itu dilakukan penambahan larutan EM4 40 ml yang dicampur dengan air.
Suhu awal pupuk saat pembuatan adalah 28 o C. Pembalikan kompos dilakukan secara berkala yakni, setiap satu minggu sekali. Dari data hasil pengamatan suhu (baik sebelum maupun sesudah pembalikan) yang dilakukan pada tanggal 7 Oktober 2013 hingga 20 November 2013, didapatkan 10 kali pengamatan suhu. Pengukuran suhu tertinggi mencapai 55o C. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Handayani (2009) bahwa untuk menghasilkan suatu kompos yang baik maka pengaturan suhu sangat diperhatikan jika suhu pada kompos mencapai 40 0C, maka mikroorganisme mesofil akan di gantikan dengan mikroorganisme thermofil, jika suhu mencapai 600 C maka fungi akan berhenti bekerja dan akan digantikan dengan aktinomisetes serta strain bakteri pembentuk spora. Kemudian panas yang dihasilkan pada awal proses pengomposan, panas ini disebabkan oleh kegiatan mikroorganisme yang sedang merombak bahan organik. Pada tahap ini, mikrorganisme memperbanyak diri secara cepat, namun setelah itu, suhu pengomposan akan turun kembali hingga 25 0-300C yang menandakan kompos matang.Dapat kita perhatikan bahwa sejak tanggal 10 Oktober 2013 suhu kompos terus mengalami kenaikan, namun terus turun sejak tanggal 4 November 2013. Ini menandakan bahwa kompos mulai proses pematangan. Selain perubahan suhu, jumlah volume kompos juga berkurang sampai pada hari h ari terakhir pengamatan. Volume menyusut sampai hamper 50% dari volume awal. Dari pengukuran suhu setiap minggunya dapat diketahui bahwa suhu sebelum dilakukan pembalikan lebih tinggi dibandingkan setelah pembalikan.Hal ini terjadi karena saat sebelum s ebelum dilakukan pembalikan aerasi aera si di dalam box kompos tidak baik sehingga suhu menjadi tinggi, sedangkan setelah dilakukan pembalikan aerasi menjadi baik dan suhu menurun. Aerasi sangat mempengaruhi kecepatan proses pengomposan. Menurut Handayani (2009) bahwa pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan(kelembapan). Apabila aerasi terhambat,
maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Setelah kompos menunjukan ciri-ciri matang maka diambil sample dan dibawa ke Laboraturium untuk diukur kadar C-Organik, PH, Kadar Air, N total dan lain-lain.
4.2 Hasil Pengamatan 4.2.1
Hasil pengamatan tiap minggu
4.2.1.1 Tabel Pengamatan Pengukuran Suhu Tanggal
Suhu Kompos
7 Oktober 2013
46
10 Oktober 2013
28
21 Oktober 2013
34
24 Oktober 2013
28
28 Oktober 2013
36
4 November 2013
29
14 November 2013
27
20 November 2013
36
Suhu Kompos 50 40 30 20 u h10 u S 0 ) s u i c l e c (
Suhu Kompos
Tanggal Pengamatan
Menurut Miller (1991), suhu merupakan penentu dalam aktivitas pengomposan. Pengontrolan suhu dalam timbunan kompos penting untuk mengoptimumkan
penguraian
bahan
organik
dan
mematikan
mikroorganisme patogen. Dari hasil praktikum di atas bahwa pengamatan dilakukan harian dengan hasil suhu yang berbeda-beda.Suhu minimal 27 dan suhu maksimal 46.Pada hari pertama pengukuran suhu mencapai 46 saat itu mikroorganisme masih menyesuaikan diri.Kemudian hari selanjutnya mengalami penurunan.Suhu mengalami fluktuasi.Pada hari terakhir pengukuran suhu yang diperoleh yaitu 36 . Menurut Bach et al. (1987) penguraian dengan suhu berada dalam range 35-60 masih memenuhi persyaratan optimum.Terjadinya fluktuasi suhudipengaruhi beberapa faktor. Proses pembalikan kompos ini juga bisa berpengaruh terhadap penurunan suhu. Aktivitas mikroorganisme yang masih aktif juga berpengaruh terhadap suhu kompos. kompos.
4.2. 2 Hasil Uji Uji Lab Data pengukuran pH
Pengamatan ke-
1
2
3
pH
8.256
8.562 8.608
4
5
7.8
8.015
Pembahasan pH dari pengukuran pupuk dengan bahan campuran guano : kotoran ayam : daun legume = 15 : 20 : 15, memperoleh hasil yang fluktuatif dan nilai paling menonjol pada pengamatan ke empat. Pada pengamatan pertama hingga ke tiga terlihat pH pupuk semakin naik, hal ini dapat dikarenakan suhu pada pupuk masih relative tinggi.Terlihat dari aktivitas dan sifat mikroorganisme. Pengaruh dari proses koposting juga dikarenakan oleh pengaruh populasi mikroorganisme dalam pupuk karena pada tahap pertama penguraian dilakukan oleh bakteri penghasil asam. Hal
ini sama di sampaikan oleh (Sutanto, 2012), penguraia bahan organic yang terjadi pada kondisi anaerob, terdapat tahap pertama, bakteri fakultatif penghasil asam menguraikan bahan organic menjadi asam lemak, aldehida, dan lain-lain. Proses selanjutnya bakteri dari kelompok lain akan mengubah asam lemak menjadi gas metan, amoniak, CO 2, dan hydrogen. Pada proses aerob energy yang dilepas hanya sebesar 25 kcal mole glukosa -1.
dan factor kedua adalah kontroling pemberian nutrisi pada pupuk (Tetes
tebu), tetes tebu yang merupakan limbah tebu juga mempunyai sifat agak masam. Untuk pengamatan ke empat dimana pH turun drastic, hal ini di karenakan bakteri banyak yang mati terbukti dengan turunnya suhu yang cukup drastic karena proses dekomposisi terhenti. Bakteri mati dapat dikarenakan bahan dasar yang terlalu kering dan kelembapan turun di bawah batas ambang yang dibutuhkan mikroba karena suhu yang meningkat (Sutanto, 2002).Pada pengamatan k enam pH kompos kemabli naik menjadi 8.015, kenaikan pH di barengi dengan penambahan mikroorganisme dan juga tetes tebu sehingga mikroorganisme dapat kembali bekerja. Pengukuran ke lima merupakan pengukuran terkahir yang dilakukan dan pH 8.015 menunjukan bahwa kompos telah matang. Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH 5.5 - 9. Proses pengomposan akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam secara temporer atau lokal akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. Kadar pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.Kondisi kompos yang terkontaminasi air hujan juga dapat menimbulkan masalah pH tinggi (Epstein, 1997). Pembahasan Pembahasan C-Organik
Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa kompos memiliki kandungan C organik 8%. C organik ini kurang baik karena menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN)(2004), kandungan C organik
yang sesuai adalah 9.80,-32%, sedangkan C organik pada hasil perhitungan sebesar 8%. Hal ini dapat disebabkan karena bahan organik dalam campuran pupuk seperti kotoran ayam, sekam, bekatul, dan molase memiliki kadar C-organik antara 32-30% (Prima dkk, 2013). Proses pengomposan menyebabkan kadar bahan organik pada bahan kompos yang semula tinggi menjadi rendah, hal ini terjadi karena lamanya waktu pengomposan dan juga penggunaan starter EM4. Dimana bakteri menggunakan sebagian unsur karbon yang ada dalam campuran pupuk kotoran ayam sebagai sumber makanan untuk berkembang biak dan menghasilkan energi, sehingga unsur karbon dalam bahan akan menjadi lebih kecil ketika difermentasi dengan EM4. Selain itu terjadi perombakan protein pada kotoran ayam menjadi asam amino yang kemudian menjadi gas amoniak yang mengakibatkan munculnya aroma busuk. Pembahasan Pembahasan N Total
Hasil N total yang didapat dari hasil uji laboratorium 10,43%, hasil ini telah sesuai dengan standrat sebesar 1,6%. Menurut Etika (2007), tingginya kadar N-total tersebut dapat disebabkan karena adanya tambahan bahan-bahan organik seperti sekam, molase, dan larutan EM4 yang menambah kadar protein kasar dalam kompos kotoran ayam. Kadar protein kasar dalam sekam adalah 3,03%, sedangkan kadar protein kasar dalam molase dan larutan EM4 sekitar 4-3%. Selain itu juga disebabkan karena kadar N total yang terukur sebagai nitrogen adalah asam-asam amino hasil dekomposisi protein pada kotoran ayam. Asam amino merupakan salah satu nutrisi bagi mikroorganisme tanah yang berupa nitrogen organik.Nitrogen organik merupakan bentuk cadangan N di dalam tanah.N organik tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman yang hanyamenghisap N dalam bentuk mineral. Kadar nitrogen yang tinggi menunjukkan bahwa keadaan asam amino juga tinggi, akan tetapi jumlah mikroorganisme yang memanfaatkan sebagai sumber nutrisi masih sedikit, sehingga jumlah asam amino yang terukur sebagai nitrogen tinggi. Sebaliknya, jika kadar nitrogen menurun pada perlakuan kompos hal ini
diduga karena kadar nitrogen pada perlakuan kompos telah berada dalam dua bentuk yakni sebagai asam amino dan NH 4+, dimana asam amino digunakan oleh bakteri sebagai energi dan operasional sel, sedangkan NH4+ mengalami nitrifikasi yang hasilnya dapat diserap oleh tumbuhan. Pembahasan Pembahasan C/N Rasio
C/N rasio didapatkan dari hasil bagi antara C organik dengan N total. Hasil pada pupuk yang di komposkan sebesar 0,76%. Hasil ini berbeda nyata dengan standrat C/N rasio yang telah ditentukan, yaitu sebesar
10-20%
(Etika,
2007).
Penurunan
nisbah
C/N
tersebut
menunjukkan proses dekomposisi telah terjadi. Penurunan nisbah C/N dikarenakan terjadi penurunan karbon dan peningkatan nitrogen sehingga bahan organik akan mudah terurai lebih cepat. Hal ini dikarenakan selama proses dekomposisi, karbon dibebaskan oleh mikroorganisme dalam bentuk CO2 dan CH4 CH4 yang mudah menguap menguap Pembahasan Kadar Air
Kadar air dari pupuk campuran guano, kotoran ayam dan daun lamtoro sebesar 62,54%. Kadar air ini tergolong tinggi karena kelembaban udara yang ada pada ruangan pembuatan kompos.Kandungan air berkaitan dengan ketersediaan oksigen untuk untuk aktivitas mikroorganisme mikroorganisme aerobik, bila kadar air bahan berada pada kisaran 40% – 62,5%, 62,5%, maka mikroorganisme pengurai akan bekerja optimal. Sehingga pada pupuk yang kami buat ini mikroorganisme bekerja secara optimal untuk mengurai bahan – bahan organik kompos.
BAB V KESIMPULAN
5.1.Kesimpulan
Pupuk adalah senyawa kimia anorganik / organik yang dijumpai di alam atau dibuat manusia yang memiliki nilai hara langsung atau tidak langsung bagi tanaman, pemberian pupuk yang tepat akan menghasilkan perubahan pertumbuhan yang sifatnya positif bagi tanaman. Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik. Pada pembuatan pupuk ini digunakan bahan sebanyak 20 kg kotoran ayam, 15 kg kotoran kelelawar dan 15 kg daun lamtoro yang jumlah total semua adalah 50 kg. Pada proses hingga matang pupuk menyusut hingga 30 kg dengan berat bersih setelah diayak dengan ayakan 0,5 cm menjadi 15 kg. Pada pengukuran suhu awal pupuk adalah 28˚C dan mengalami puncak suhu pada suhu 55˚C atau dapat di katakan pupuk pada fase termofilik. Masuk pada proses pematangan (mesofilik (mesofil ik II) mulai tanggal 4 November 2013. Pada pembuatan pupuk cair bahan campuran yang digunakan adalah 2 kg pupuk sampel dan 1 liter air.Sedangkan pada pembuatan pupuk granular bahan campuran yang digunakan adalah abu supaya pupuk tidak lengket. Kadar air kompos sebesar 62,54% yang artinya Nilai yang dihasilkan tidak memenuhi standar kualitas kompos menurut SNI, dimana kadar maksimum yang diperbolehkan 50%. Kandungan air berkaitan dengan ketersediaan oksigen untuk aktivitas aktivitas mikroorganisme aerobik, bila kadar air bahan berada pada kisaran 40% – 62,5%, 62,5%, maka mikroorganisme pengurai akan bekerja optimal. Hasil data yang diperoleh dari pengukuran C-Organik adalah 8 %.Kadar C-organik pada bahan ini tidak memenuhi standar kualitas kompos menurut SNI, dimana kadar minimum 27% dan maksimum yang diperbolehkan 58%. Karbon dibutuhkan mikroorganisme untuk proses
pengomposan. Kadar C di dalam kompos menunjukkan kemampuannya untuk memperbaiki sifat tanah. Pada hasil pengujian pH menunjukkan bahwa nilai pH pupuk sebesar 8,08. Nilai Nilai ini dapat dikatakan kurang kurang memenuhi standar kualitas menurut SNI. Menurut standart kualitas SNI, pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. Berdasarkan hasil akhir pembuatan pupuk kompos dapat disimpulkan bahwa pupuk belum memenuhi standart nasional yang telah ditentukan. Mulai dari C-Organik, pH hanya kandungan N total dan kadar air yang sesuai dengan apa yang disyaratkan oleh departemen pertanian. Ketidak sesuaian inibisa diakibatkan oleh bahan yang telah lama bukan bahan baru serta kondisi lingkungan tempat penyimpanan
komposnya.
Semestinya
tempat
penyimpanan
pupuk
mempunyai fentilasi udara namun, pada kelompok kami pembuatan media dari box kayu tanpa ventilasi membuat pematangan pupuk juga belum bisa secara optimal sehingga hasil yang didapatkan belum maksimal.
5.2. Saran
Semoga dalam praktikum pembuatan pupuk ini bisa dapat dimanfaatkan mahasiswa untuk menerapkan cara yang lebih sederhana dan memperoleh hasil yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T., Y. E. Widyastuti.2008. Wid yastuti.2008. Meningkatkan Meningkatkan Produksi Jagung di Lahan Lahan Kering, Sawah dan Pasang Pasang Surut . Jakarta:Penebar Swadaya. Aribawa, I. B. 2008. Pengaruh Beberapa Jenis J enis Pupuk Organik dan Pupuk Urea Terhadap sifat Tanah dan Hasil Kacang Panjang di Lahan Kering Pinggiran Perkotaan Denpasar Bali. Bali . Bali : Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Guntoro Dwi, Purwono, dan Sarwono. 2003. Pengaruh Pemberian Kompos Bagase
Terhadap
Serapan
Hara
Dan
Pertumbuhan
Tanaman
Tebu Tebu (Saccharum officinarum L.). Dalam Buletin Agronomi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Halliday, D. J. and M. E. Trenkel.1992. IFA World Fertilizer Ferti lizer Use Manual . Paris : International Fertilizer Industry Association Handayani, Mutia. 2009. Pengaruh 2009. Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Kompos Terhadap Pertumbuhan Bibit Salam, Salam , sebuah skripsi. Dalam IPB Dalam IPB Repository diunduh 8 Desember 2011 Laboratorium Faperta. 2009. Hasil Uji Kandungan Hara Tanah di Laboratorium Faperta. Faperta. Manado : Universitas Sam Ratulangi Manado. Mazurak,APL Chesnin and A.A. Thijeel.1977. Ef-fect Thijeel.1977. Ef-fect of beef castle manure on water stability of soil ag-gregates.Soil Sci.Soc.Am.J.41:613-615 Sci .Soc.Am.J.41:613-615 Nyanjang, R., A. A. Salim., Y.Rahmiati. 2003. Penggunaan 2003. Penggunaan Pupuk Pupuk Majemuk NPK 25-7-7 Terhadap Peningkatan Produksi Mutu Pada Tanaman The Menghasilkan di Tanah Andisols. Andisols. . Gambung : PT. Perkebunan Nusantara XII. Prosiding Teh Nasional. Soedibyo, Anang. 2003. Pedoman
Pelaksanaan
Pertemuan
Masyarakat
Agribisnis Jagung . Jakarta : Direktorat Serealia Toharisman, A. 1991. Potensi 1991. Potensi Dan Pemanfaatan Limbah Industri Gula Sebagai Sumber Bahan Organik Tanah .Bandung :C.V. Pustaka Buana
Bach, P.D, K. Nalasaki, M. Shoda & H. Kubota. 1987. Thermal Balance in Composting Operation. Operation. J. Ferment, Technol. Miller, F. 1991. Biodegration 1991. Biodegration of Solid Wastes Wastes by Composting .London .London : Elsevier. Miftakhul Hidayatus Sholikah, Suyono, dan Prima Retno Wikandari. 2013.
efektivitas
kandungan unsur hara n pada pupuk kandang hasilfermentasi kotoran ayam terhadap
pertumbuhan
tanaman
terung(solanum
melongena
l.)the
effectiveness of nutrient rate n in dung fertilizer fromfermented chicken manure on the growth of eggplant (Solanum melongena l.) . Prodi Kimia, Jurusan Kimia, Universitas Negeri Surabaya. U N E S A o f
C h e m i s t r y
V o l .
2 ,
N o .
J o u r n al
1
Yuhanti Vidha Etika. 2007. pengaruh pemberian kompos kulit kopi, kotoran ayam dan kombinasinya terhadapketersediaan unsur n, p dan k pada inceptisol .
Universitas Brawijaya Fakultas Pertanian Jurusan Tanah
Program Studi Ilmu Tanah Malang Epstein, E. 1997.The 1997. The Science of Composting .Technomic .Technomic Publishing Inc. Pensylvania.83p dalam Yulianto, A.B, dkk. 2009. Pengolahan Sampah Terpadu : Konversi Sampah Pasar Menjadi Kompos Berkualitas Tinggi . Yayasan Danamon Peduli .)