1. SKENARIO Talita, 5-year-old girl, was referred to MH hospital for poor weight gain. Her mother said that she frequently suffers from respiratory tract infection. Sometimes she complains of shortness of breath after activities and easily fatigue. Post natal history: her birth weight was 3 kg.
Physical examination: Talita’s body weight: 10 kg, body height: 70 cm, temp: 37°C, RR: 28x/min, HR: 100 bpm regular, BP: 90/70 mmHg. Chest: precordial bulging, hyperactive precordium, second heart sound (S2) is fixed and widely split. A non specific 3/6, almost vibratory systolic ejection murmur is best heard at the upper left sternal border, and there is also a mid diastolic rumble murmur at the lower left sterna.
ECG: sinus rhythm, right bundle branch block (RBBB) pattern, right ventricular hypertrophy (RVH), right atrial hypertrophy (RAH). Chest X-Ray: Cardiothoracic ratio 60%, upward apex, increased pulmonary vascular markings.
2. KLARIFIKASI ISTILAH 2.1
Poor weight gain : Pasien sulit naik berat berat badan
2.2
Frequent respiratory tract infection : Infeksi saluran pernapasan yang sering
2.3
Shortness of breath : Pernapasan yang sukar atau sesak
2.4
Fatigue
2.5
Precordial bulging : Daerah permukaan anterior tubuh yang menutupi jantung dan
: Kelelahan
dada bagian bawah yang lebih menonjol dari dinding toraks yang lain 2.6
Hyperactive precordium: Peningkatan berlebihan atau abnormal aktivitas atau fungsi otot dari prekordium nd
2.7
2 heart sound
: Bunyi jantung yang dihasilkan dihasilkan oleh penutupan penutupan katup katup semilunaris
2.8
Widely split
: Adanya dua komponen pada kompleks bunyi jantung pertama atau
kedua, menunjukkan pemisahan unsur bunyi kedua menjadi dua, yang lebar 1
2.9
Systolic ejection murmur : Jenis murmur sistolik yang terutama terdengar ketika volume ejeksi dan kecepatan aliran darah pada keadaan maksimum seperti pada stenosis aorta dan pulmonal
2.10 Mid diastolic rumble murmur : Suara bising jantung yang terdengar seperti gemuruh, terdengar pada fase middiastolik 2.11 RBBB
: Gangguan konduksi pada salah satu dari kedua cabang utama
berkas His sehingga impuls terlebih dahulu mencapai ventrikel kemudian menjalar ke ventrikel lain 2.12 RVH
: Hipertrofi miokardium ventrikel kanan, akibat kelebihan beban
tekanan yang kronis 2.13 RAH
: Hipertrofi miokardium atrium kanan akibat kelebihan beban
tekanan yang kronis
3. IDENTIFIKASI MASALAH PRIORITAS MASALAH
MASALAH
Talita, 5-year-old girl, was referred to MH hospital for poor weight gain.
VVV
Her mother said that she frequently suffers from respiratory tract infection.
VV
Sometimes she complains of shortness of breath after activities and easily
VV
fatigue. Post natal history: her birth weight was 3 kg.
V
Physical examination: Talita’s body weight: 10 kg, body height: 70 cm, temp: 37°C, RR: 28x/min, HR: 100 bpm regular, BP: 90/70 mmHg. Chest: precordial bulging, hyperactive precordium, second heart sound (S2)
VV
is fixed and widely split. A non specific 3/6, almost vibratory systolic ejection murmur is best heard at the upper left sternal border, and there is also a mid diastolic rumble murmur at the lower left sterna. ECG: sinus rhythm, right bundle branch block (RBBB) pattern, right
VV 2
ventricular hypertrophy (RVH), right atrial hypertrophy (RAH). Chest X-Ray: Cardiothoracic ratio 60%, upward apex, increased pulmonary
VV
vascular markings.
4. PRIORITAS MASALAH 4.1
Talita, 5-year-old girl, was referred to MH hospital for poor weight gain.
4.2
Her mother said that she frequently suffers from respiratory tract infection.
4.3
Sometimes she complains of shortness of breath after activities and easily fatigue.
4.4
Physical examination results.
4.5
ECG results.
4.6
Chest X-Ray results.
4.7
Post natal history: her birth weight was 3 kg.
3
5. ANALISIS MASALAH 5.1
Talita, 5-year-old girl, was referred to MH hospital for poor weight gain. 5.1.1
Bagaimana pertambahan berat badan normal pada balita? [1]
Rumus yang dikutip dari Behrman, 2000 untuk memperkirakan berat badan anak adalah sebagai berikut: Umur
Berat Badan (kg)
Lahir
3,25 kg
3-12 bulan
Umur (bulan) + 9 2
1-6 tahun
Umur (tahun) x 2 + 8
6-12 tahun
Umur (tahun) x 7 – 5 – 5 2
Tabel dikutip dari Binarupa Behrman,dkk. 2000. Nelson Textbook of Pediatrics. Jakarta: EGC
Dapat pula digunakan standar dari Direktorat Kesehatan Gizi, Departemen Kesehatan RI pada tabel di bawah ini Umur
[2]
:
Berat Standar (gr)
Berat 80 % (gr)
Tinggi Standar (cm)
Tinggi 80 % (cm)
4
5.1.2
Bagaimana mekanisme terjadinya kesulitan kenaikan berat badan pada
kasus ini? Pada talita, ia mengalami gangguan kongenital pada jantungnya yaitu ASD. Seperti yang telah kita pelajari dan ketahui bahwa ASD mengakibatkan stroke volume serta cardiac output menurun dikarenakan sirkulasi yang terjadi mengalami gangguan sehingga aliran darah ke jaringanpun menjadi kurang. Hal ini mengakibatkan jaringan tidak mendapatkan nutrisi dan oksigen yang cukup. Akibatnya tubuh sulit untuk melakukan metabolism, sehingga talita tidak tumbuh dan berkembang dengan baik akibat ada gangguan metabolism tubuhnya.
5.2
[3]
Her mother said that she frequently suffers from respiratory tract infection. 5.2.1
Bagaimana etiologi dari terkena infeksi saluran pernapasan pada kasus
ini? Saluran pernafasan memiliki berbagai macam system pertahanan untuk mengeluarkan zat asing yang masuk, mulai dari bulu hidung sampai makrofag alveolar. Makrofag alveolar merupakan sel fagositik dengan sifat dapat bermigrasi dan aktivitas enzimatik yang unik. Setelah makrofag ini memfagosit zat asing, zat tersebut dibawa ke pembulih limfe atau ke bronkiolus dimana mereka akan dibuangoleh escalator mukolaris. Namun pada penderita atrial septal defek (ASD), darah dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kiri dan menambah jumlah darah yang disalurkan kedalam paru dan meningkatkan tekanan paru sehingga menyebabkan transudasi cairan keruang interstisial. Transudasi yang berlebihan akan mengganggu kinerja system limfatik sehingga zat asing yang sudah difagosit oleh makrofag tidak dikeluarkan lagi secara efektif sehingga penderita sering mengalami infeksi yang berulang.
Defek septum atrium ini juga menyebabkan jumlah cardiac output menurun akibat adanya pirau dari atrium kiri ke atrium kanan. Penurunan ini mampu menyebabkan terjadinya hipoperfusi di jaringan, sehingga jaringan kekurangan nutrisi dan imunitas dari host menurun. Penyebab infeksi saluran pernapasan lebih sering terjadi adalah karena kontak dengan udara yang tidak dapat dihindari.
5.2.2
[3]
Apa kaitannya kesulitan kenaikan berat badan dengan seringnya Talta
terkena infeksi saluran pernapasan? 5
ISPA berkaitan erat dengan kurang energi protein pada balita. Selain itu berbagai hasil penelitian menunjukan terjadinya penurunan berat badan anak selama ISPA berlangsung. Mekanisme malnutrisi pada balita dapat bermacam-macam baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama yaitu: a. Penurunan intake zat gizi akibat kurang nafsu makan, menurunnya absorbsi dan kebiasaan mengurangi makanan pada saat sakit b. Peningkatan kehilangan cairan/zat gizi c. Meningkatnya kebutuhan akibat sakit dan parasit yang teradapat dalam tubuh. Seorang anak balita yang menderita penyakit ISPA akan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan kalori karena meningkatnya suhu tubuh. Kebutuhan energi pada saat infeksi bisa mencapai dua kali kebutuhan normal karena meningkatnya metabolisme basal sehingga apabila konsumsi kurang beberapa hari akan menyebabkan k ekurangan energi bila berlanjut beberapa minggu akan menyebabkan KEP pada anak balita. Penyakit infeksi dan status gizi terjadi hubungan timbal balik atau sinergisme, gangguan gizi memperburuk kemampuan anak untuk mengatasi infeksi, karena gizi kurang menghambat reaksi pembentukan kekebalan tubuh sehingga anak akan lebih mudah terkena penyakit infeksi dan sebaliknya penyakit infeksi berpengaruh besar terhadap terjadinya kejadian gizi pada anak balita, seorang anak yang menderita suatu penyakit infeksi seperti ISPA akan mengakibatkan terjadinya gangguan metabolisme, gangguan penyerapan dan selera makan menurun dengan demikian intake makanan menurun sehingga pertumbuhan terganggu.
Seseorang dengan ASD juga rentan mengalami infeksi paru yang berulang akibat meningkatnya aliran darah pulmoner cenderung mengakibatkan banyaknya cairan yang mengalir menuju paru, “membanjiri” paru dan menyebabkan paru lebih rentan terhadap infeksi mikroorganisme.
5.3
[4]
Sometimes she complains of shortness of breath after activities and easily fatigue. 5.3.1
Bagaimana mekanisme sesak napas pada kasus ini?
Atrial Septal Defect Shunting dari LA ke RA darah yang mengandung oksigen yang
masuk ke LV berkurang penyebaran O2 tidak adekuat tubuh kekurangan O2 kompensasi tubuh untuk meningkatkan pasokan O2 Sesak napas
6
5.3.2
Bagaimana mekanisme fatigue pada kasus ini?
Pada kasus Talita yang mengalami kebocoran pada dinding atriumnya (Atrial Septal Defect), akan mengakibatkan shunt atau baliknya darah bersih dari atrium kiri menuju
atrium kanan. Baliknya aliran darah bersih dari atrium kiri menuju atrium kanan justru mengakibatkan kurangnya beban diastol atrium kiri menuju ventrikel kiri. Hal ini mengakibatkan ventrikel kiri kekurangan jumlah darah yang harus di pompakan ke seluruh tubuh melalui ejeksi sekuncupnya. Akibatnya Cardiac Output berkurang. Hal ini berakibat pada perfusi Oksigen ke jaringan (termasuk otot rangka) berkurang. Ketika beraktivitas, kebutuhan otot akan Oksigen meningkat. Tapi suplai oksigen ke otot berkurang, sehingga kebutuhan oksigen pada saat aktivitas tersebut tidak tercukupi. Tubuh mengatasinya dengan melakukan metabolisme anaerob dan mengakibatkan produksi asam laktat meningkat yang berakibat pada keluhan mudah lelah.
5.3.3
[5]
Bagaimana korelasi antara sesak napas, fatigue, dan penyakit jantung?
Pada penyakit Atrial Septum Defect (ASD), ada defek pada septum atrium di jantung. Hal ini menyebabkan darah dari LA dapat masuk ke RA yang akan berdampak pada peredaran darah sistemiknya. Sesak napas yang dialami Talita, disebabkan darah ke LA dari vena pulmonal yang seharusnya masuk ke LV, masuk juga ke RA yang menyebabkan adanya penambahan tekanan pada RV, sehingga volume darah yang masuk ke arteri pulmonalis menuju paru bertambah dan menyebabkan tekanan pada paru meninggi. Hal ini berujung pada sesak napas yang diderita oleh Talita. Fatique saat beraktivitas walaupun hanya sedikit disebabkan karena gangguan pada supali darah sistemik oleh karena banyaknya darah yang masuk ke arteri pulmonal. Kekurangan darah yang masuk ke LV untuk di pompakan seluruh tubuh, merangsang pons di otak, member sinyal kelelahan karena jaringan ditubuh kekurangan suplai darah sebagai sumber energi dan juga ketika kurang suplai darah, tubuh akan melakukan metabolism anaerob yang memproduksi asam laktat. Penumpukan asam laktat di otot akan menyebabkan kelelahan.
[5]
7
5.4
Post natal history: her birth weight was 3 kg. 5.4.1
Mengapa berat badan Talita rendah pada umur 5 tahun, sedangkan berat
lahirnya normal? Klasifikasi berat badan bayi baru lahir dapat dibedakan atas: a. Bayi dengan berat badan normal, yaitu > 2500 gram. b. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), yaitu antara 1500 gram – 2500 gram. c. Bayi dengan berat badan sangat rendah (BBLSR), dimana berat lahirnya adalah 1000-1500 gram Bayi dengan berat lahir ekstrem rendah (BBLER), dimana berat lahirnya adalah < [6]
1000 gram.
Talita lahir dengan berat normal mengindikasikan bahwa ia mendapat nutrisi yang baik selama dalam kandungan. Serta karena nutrisi selama tahap janin disuplai oleh plasenta.
Berat badan Talita sulit naik berkaitan dengan progresi dari kelainan ASD yang dialaminya, karena ASD akan menyebabkan penurunan distribusi nutrisi ke sel-sel tubuh.
5.5
Physical examination
8
Talita’s body weight: 10 kg, body height: 70 cm, temp: 37°C, RR: 28x/min, HR: 100
bpm regular, BP: 90/70 mmHg. Chest: precordial bulging, hyperactive precordium, second heart sound (S2) is fixed and widely split. A non specific 3/6, almost vibratory systolic ejection murmur is best heard at the upper left sternal border, and there is also a mid diastolic rumble murmur at the lower left sterna. 5.5.1 -
Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik?
Talita’s body w eight: 10 kg, body height: 70 cm
Berat Badan pada usia 5 tahun o
Normal: 14,5-18,5 kg
o
Interpretasi: dibawah normal
Tinggi Badan pada usia 5 tahun
-
o
Normal: 87-110 cm
o
Interpretasi: dibawah normal
Temp: 37°C O
O
Normal. Kisarannya adalah 36 C – 37,2 C
-
RR: 28x/min Respiration Rate
-
o
Normal: 24-40
o
Interpretasi: Normal
HR: 100 bpm regular
Heart Rate o
Normal: 80-100
o
Interpretasi: normal batas tinggi 9
o
Merupakan kompensasi tubuh akibat kurangnya oksigen dalam darah yang disebabkan oleh bercampurnya darah yang rendah oksigen dari atrium kanan dengan darah yang kaya oksigen dari atrium kiri
-
BP: 90/70 mmHg [8]
Normal. Tabel dari ukuran normal tekanan darah pada anak -anak :
Umur
Tekanan Sistolik
Tekanan Diastolik
(mmHg)
(mmHg)
Neonatus
1-12 bulan
1-3 tahun
4-8 tahun
9-15 tahun
Tabel dikutip dari Sastroasmoro, Madiyono. 1994. Buku Ajar Kardiologi Anak. Jakarta: Binarupa Aksara
-
Chest: precordial bulging
Bulging precordial adalah daerah precordial yang lebih menonjol dari dinding thorax yang lain, Bulging precordial menunjukkan kemungkinan pembesaran ventrikel.
-
[9]
Hyperactive precordium
ASD volume atrium kanan meningkat volume pengisian cepat ventrikel kanan meningkat volume diastolic akhir ventrikel kanan meningkat volume ejeksi meningkat volume sistolik akhir menurun curah isi sekuncup ventrikel kanan meningkat hyperactive precordium Hipertrofi pada atrium dan ventrikel kanan tersebut menyebabkan daerah dada diatas jantung tampak bergerak. Ini lah yang disebut sebagai Hyperactive precordium.
-
[9]
Second heart sound (S2) is fixed and widely split Pada defek septum atrium bunyi jantung I normal, atau mengeras bila defek besar. Bunyi jantung II terdengar terpecah lebar dan menetap (wide and fixed split). Beban 10
volume jantung kanan akibat pirau dari atrium kiri ke atrium kanan menyebabkan waktu ejeksi ventrikel kanan memanjang, sehingga bunyi jantung II terpecah lebar.
[9]
A non specific 3/6, almost vibratory systolic ejection murmur is best heard at the
-
upper left sternal border Menunjukkan suara murmur yang mudah di dengar namun keras (nyaring ). hal ini bisa terjadi karena turbulensi aliran darah dalam hal ini mengacu pada mur-mur ejeksi sistolik yang paling jelas terdengar pada upper LSB . Murmur pada kasus ASD ini, disebabkan peningkatan aliran darah menuju paru dari ventrikel kanan akibat volume load yang disertai suatu peningkatan resistensi vaskular paru. Sehingga saat fase sistolik darah yang dipacu dari ventrikel kanan sangat banyak volumenya dan dengan tekanan yang tinggi melewati katup pulmoner menimbulkan turbulensi yang menimbulkan murmur. Karena turbulensi cukup kuat maka hampir getarannya sampai ke dinding dada atau almost vibratory dan paling jelas terdengar di upper LSB karena disitu letak mendengar katup pulmoner paling jelas.
[9]
Intensitas dari murmur biasanya diderajatkan pada skala 6 titik seperti berikut: -
derajat 1/6 : bising yang sangat lemah.
-
derajat 2/6 : bising yang lemah tetapi mudah terdengar, dengan penjalaran minimal.
-
derajat 3/6 : bising yang keras tetapi tidak disertai getaran bising, penjalaran
sedang. -
derajat 4/6 : bising yang keras dan disertai getaran bising, penjalarannya luas.
-
derajat 5/6 : bising yang sangat keras, yang tetap terdengar bila stetoskop tetap
ditempelkan sebagian saja pada dinding dada, penjalarannya luas. -
derajat 6/6 : bising yang paling keras, tetap terdengar meskipun steteskop diangkat
dari dinding dada, penjalarannya sangat luas.
-
Mid diastolic rumble murmur at the lower left sterna. Murmur middiastolik rumbling, terdengar paling keras di SIC IV dan sepanjang linea sternalis kiri, menunjukan peningkatan aliran yang melewati katup tricuspid. Juga bisa disebabkan adanya regurgitasi katup pulmonal. Pada ASD terdapat lubang pada septum interatrial, tekanan yang lebih tinggi pada atrium kiri daripada atrium kanan, sistem atrium kanan lebih mudah teregang (more distensible) dibandingkan dengan 11
atrium kiri, dinding ventrikel kanan yang lebih tipis juga memiliki kemampuan untuk “menampung darah tambahan” lebih baik dibandingkan dengan ventrikel kiri yang berdinding lebih tebal menyebabkan terjadi shunt left -right pada atrium jantung. Selain itu, pada mekanisme normalnya atrium kanan juga menampung darah balik yang berasal dari seluruh tubuh melalui vena cava, terjadi overload darah di atrium kanan, lalu darah akan mengalir ke ventrikel kanan melalui katup tricuspid. Katup tricuspid ini dalam hal tertentu dapat menyempit (stenosis) jika aliran darah yang melalui ostium tricuspid terlalu banyak. Akibat 2 keadaan ini maka terdengar middiastolic rumble murmur berfrekuensi rendah pada ICS IV kiri atau kanan. Sebenarnya murmur ini dapat terdengar pada ostium pulmonal di ICS II namun karena ostium tricuspid lebih besar daripada ostium pulmonal maka yang terdengar dominan di ICS IV.
5.6
[9]
ECG: sinus rhythm, right bundle branch block (RBBB) pattern, right ventricular hypertrophy (RVH), right atrial hypertrophy (RAH). 5.6.1
Bagaimana mekanisme dari :
- Sinus rhythm Karakteristik sinus ritme: -
Laju
-
Ritme : interval P-P reguler, interval R-R reguler
-
Gelombang P : positif (upright) di sadapan II, selalu diikuti kompleks QRS
-
Durasi QRS : kurang dari 0,10 detik kecuali ada gangguan konduksi
intraventrikel
: 60-100X/menit
[10]
Sinus rhythm adalah adanya gelombang P diikuti oleh kompleks QRS-T pada gambaran elektrokardiograf (EKG). Terjadinya gelombang sinus rhthym disebabkan karena adanya hantaran listrik pada jantung. Bila impuls mendekati electrode terjadi defleksi positif, bila impuls menjauhi electrode terbentuk defleksinegatif. (I) impuls melalui dinding atrium dari nodus SA ke nodus AV, terjadi depolarisasi atrium yang membentuk gelombang P. Di V1 P bisa positif, bifasik atau inverse; di V6 selalu positif karena impuls mendekati electrode V6. (II) Impuls melalui nodus AV, mengalami perlambatan, kemudian melalui bundle his. Terbentuk segmen P-R yang isoelektris. (III) Impuls mengaktifkan septum ventrikel dengan arah dari kiri ke 12
kanan. Di V1 terjadi defleksi positif (r), di V6 terjadi defleksi negative (q). (IV) Aktivasi kedua ventrikel. Karena impuls yang ke ventrikel kiri lebih kuat, maka di V1 terbentuk gelombang S, dan di V6 terbentuk defleksi positif R. (V) Aktivasi konus pulmmonalis di ventrikel kanan menyebabkan defleksi positif di V1 (r’). pada saat yang sama terjadi aktivasi pada bagian posterobasal ventrikel kiri dengan impuls menjauhi V6 hingga terbentuk gelombang di V6.
[10]
- Right bundle branch block (RBBB) pattern Pada umumnya, dinding lateral kedua ventrikel terdepolarisasi pada saat hampir bersamaan, sebab kedua cabang berkas kanan dan kiri sistem Purkinje menjalarkan impuls jantung menuju dinding kedua ventrikel pada saat hampir bersamaan. Sebagai akibatnya, potensial listrik yang dibangkitkan oleh kedua ventrikel (pada kedua sisi jantung) hampir saling menetralkan. Namun, bila cabang berkas kanan terblok, ventrikel kiri akan berdepolarisasi jauh lebih cepat daripada ventrikel kanan, sehingga sisi kiri ventrikel menjadi elektronegatif selama 0,1 detik di depan ve ntrikel kanan. Sehingga terjadi penyimpangan sumbu ke arah kanan dan nampak kompleks QRS yang memanjang karena konduksi yang melambat.
Tiap keadaan yang memperlambat systole ventrikel kanan, baik secara elektris maupun mekanis, akan memperlambat P2 dan menimbulkan pelebaran bunyi jantung ke dua yang terpisah (splitting). Pengisian ventrikel kanan akan diperlambat oleh blok cabang berkas kanan atau stenosis pulmonal.
[10]
- Right ventricular hypertrophy (RVH) Atrial Septal Defect menyebabkan terbentuknya lubang pada atrium, sehingga
darah dari atrium kiri mengalir kembali ke atrium kanan. Hal ini akan menyebabkan terjadinya volume overload di atrium dan juga ventrikel kanan sehingga ventrikel kanan akan mengalami hipertrofi agar dapat bekerja lebih keras untuk mengkompensasi banyaknya volume darah yang mengalir dari atrium.
[10]
13
- Right atrial hypertrophy (RAH) Shunt dari atrium kiri ke kanan dan adanya aliran darah balik dari vena cava menyebabkan banyaknya darah yang masuk ke atrium kanan sehingga sebagai mekanisme kompensasi atrium kanan berdilatasi. Dilatasi ini menyebabkan seolaholah atrium mengalami hipertrofi karena tampak atrium mengalami penambahan ukuran karena volumenya yang bertambah.
5.6.2
[10]
Bagaimana gambaran EKG dari :
-
RBBB pattern
-
RVH
Right axis deviation (> 90 degrees)
Slight increase in QRS duration
May see incomplete RBBB pattern or qR pattern in V1
ST segment depression and T wave inversion in right precordial leads is usually seen in severe RVH such as in pulmonary stenosis and pulmonary hypertension.
14
-
RAH
Gelombang P yang tinggi (lebih dari 2,5 mm) dan runcing di sadapan II, III, dan aVF. Gelombang P merupakan gambaran proses depolarisasi atrium. Biasa disebut P pulmonal.
5.7 Chest X-Ray: Cardiothoracic ratio 60%, upward apex, increased pulmonary vascular markings. 5.7.1 -
Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil Chest X-Ray? CTR 60% 15
Karena terjadi hipertrofi maka CTR menjadi diatas 50% (CTR normal <50%)
-
Upward apex
Perubahan bentuk pada siluet jantung dapat menjelaskan adanya abnormalitas pada struktur spesifik jantung. Upward apex atau apeks yang terangkat menjelaskan adanya hipertrofi ventrikel kanan dengan melihat perpindahan dari apeks ventrikel kiri yang upward dan ke arah lateral.
-
Increased pulmonary vascular markings
Pada atrial septal defect, terjadi perbesaran ukuran jantung pada batas jantung kanan akibat perbesaran atrium kanan. Arteri pulmoner penuh dan tampak terlihat bahkan pada perifer lapangan paru mengindikasikan adanya peningkatan vaskularisasi [8]
pulmoner.
5.7.2
Bagaimana cara perhitungan CTR?
Setelah foto thorax PA sudah jadi, maka untuk membuat perhitungan CTR nya kita harus membuat garis-garis yang akan membantu kita dalam perhitungan CTR ini. 1. Buat garis lurus dari pertengahan thorax (mediastinum) mulai dari atas sampai ke bawah thorax 2. Tentukan titik terluar dari kontur jantung sebelah kanan dan namakan sebagai titik A. 3. Tentukan titik terluar dari kontur jantung sebelah kiri dan namakan sebagai titik B. 4. Buat garis lurus yang menghubungkan antara titik A dan B 5. Tentukan titik terluar bayangan paru kanan dan namakan sebagai titik C. 6. Buat garis lurus yang menghubungkan antara titik C dengan garis mediastinum.
Jika foto thorax digambar dengan menggunakan aturan di atas maka akan di dapatkan foto thorax yang sudah di beri garis seperti di bawah ini :
16
Setelah dibuat garis-garis seperti di atas pada foto thorax, selanjutnya kita hitung dengan menggunakan rumus perbandingan sebagai berikut :
CTR=A+B/C Keterangan :
A : jarak MSP dengan dinding kanan terjauh jantung. B : jarak MSP dengan dinding kiri terjauh jantung. C : jarak titik terluar bayangan paru kanan dan kiri. Jika CTR>0.5 maka dikategorikan sebagai Cardiomegaly
Ketentuan : Jika nilai perbandingan di atas nilainya 50% (lebih dari/sama dengan 50% maka dapat dikatakan telah terjadi pembesaran jantung (Cardiomegally).
5.7.3
[8]
Apakah ada pemeriksaan penunjang lainnya untuk mendiagnosis penyakit
pada kasus ini? a. Radiologi (Chest X Ray): Biasanya terdapat sedikit pembesaran jantung, yaitu atrium kanan dan ventrikel kanan. Dapat ditemukan juga arteri pulmonalis yang prominen. Gambar vaskularisasi terlihat bertambah akibat bertambahnya darah paru-paru.
b. EKG :
17
Pemeriksaan elektrokardiografi menampakkan deviasi aksis ke kanan, blok bundel kanan, hipertrofi ventrikel kanan, pemanjangan interval PR, serta aksis gelombang P abnormal maupun bentuk gelombang P itu sendiri. Pada saat mencapai usia dewasa gambaran EKG sering menampilkan flutter maupun fibrilasi atrium. Pada pasien dengan defect ostium secundum, hasil EKG biasanya menunjukan deviasi aksis ke kanan dan rSr’ pattern pada prekordial kanan yang menunjukan pembesaran pada RV outflow tract. Ectopic atrial pacemaker atau first-degree heart block dapat muncul pada keurusakan tipe sinus venosus. Pada kerusakan ostium primum, konduksi RV terganggu disertai dengan left superior axis deviation dan counterclockwise rotation. Hipertrofi RV dan RA pada berbagai tingkayan dapat terjadi pada setiap tipe defect.
c. Echocardiogram Dapat ditemukan dilatasi areteri pulmonal dan dilatasi RV dan RA dengan pergerakan septum ventrikel abnormal (paradoxical) karena volume berlebihan pada jantung kanan. ASD dapat dilihat langsung dengan two-dimensional imaging, color flow imaging,
or
echocontrast.
Pada
kebanyakan
institusi
two
dimensional
echocardiography plus color doppler flow examination telah menggantikan keteterisasi jantung.
Transesophageal
echocardiography
diindikasikan
jika
transthoracic
echocardiogram masih meragukan, paling sering dilakukan pada kasus tipe sinus venosus atau disaat catheter device closure.
d. Cardiac catheterization Dilakukan jika terdapat hasil inkonsistensi data klinis, jika dicurigai terjadi hipertensi pulmonal atau malformasi terkait, atau jika terdapat kemungkinan penyakit arteri [8]
koroner.
5.7.4
Apa perbedaan pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan tambahan?
Pemeriksaan tambahan dapat dilakukan untuk mendiagnosis kondisi secara pasti atau mendapatkan bukti-bukti yang mengarah pada diagnosis yang diperoleh dari pemeriksaan sebelumnya, berupa laboratorium (baik pemeriksaan darah, urine dan feces), rontgen dada, EKG/Treatmill test, USG abdomen, dan bagi wanita pemeriksaan ditambah dengan mamografi, USG payudara dan pap smear.
Pemeriksaan yang
18
dilakukan menyeluruh dan pemeriksaan tambahan dilakukan tanpa melihat kondisi pasien. Dan wajib di lakukan setelah pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan dimana untuk memastikan secara pasti diagnosis yang sudah ditegakkan namun kurang untuk mencapai kepastian suatu penyakit, pemeriksaan ini tidak wajib dan agar dokter mampu memperkuat dugaan diagnosa melalui perubahan fungsional struktural suatu riwayat riwayat pasien sebelumnya.
19
6. KETERKAITAN ANTAR MASALAH Physical examination chest
Left to right shunt
RVH, RAH, increased pulmonary vascular markings
Poor weight gain, dyspnea d’effort, easily fatique, frequently suffers from res irator tract infection
20
7. TOPIK PEMBELAJARAN (LEARNING ISSUES) 7.1
Anatomi Jantung
7.2
Fisiologi Jantung
7.3
Embriologi Jantung
7.4 Atrial Septal Defect
TOPIK
YANG SAYA
YANG SAYA
TAHU
TIDAK TAHU
Letak jantung, Anatomi
Ruang Jantung,
Jantung
Katup jantung, dst
Fisiologi Jantung
Embriologi Jantung
YANG HARUS DIBUKTIKAN KEMBALI Buku Teks
Kelainan anatomi jantung
SUMBER
Lokasi terjadinya ASD
pada ASD
Jurnal
Kelainan siklus
Mekanisme terjadinya
Sumber
jantung pada
RBBB, disertai RVH
online yang
ASD
dan RAH pada EKG
terpercaya
Jantung berasal
Proses
Kelainan
dari jaringan
organogenesis
organogenesis
endoderm
jantung
jantung pada ASD
Siklus Jantung
Kelainan pada ASD Patofisiologi Definisi dan jenis Atrial Septal Defect
kelainan pada ASD
kelainankelainan pada ASD
dan kaitannya dengan gejala/hasil pemeriksaan pada skenario kasus
21
8. SINTESIS 8.1 ANATOMI JANTUNG
Gambar dikutip dari Putz, R., Pabst. R. 2003. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi 21 . Jakarta: EGC.
Bentuk jantung seperti kerucut dengan puncak (Apex) kedepan lateral kiri dan basis di Posterior. Beratnya (tanpa darah) adalah 300 gr; Capacitas ruangannya adalah 300 cc (dilatasi) dimana 120 cc masing-masing untuk bilik kiri/kanan. Besar jantung sewaktu Cositractie adalah sebesar tinju (12,5 x 3,5 x 2,5 cm). Jantung mempunyai 3 Facies (permukaan) yaitu Facies Sternocostalis (depan atas, lateral kiri dan kanan) Facies Diaphragmatica (lnferior) dan Basis (belakang). Jantung ini adalah alat pompa darah untuk mengalirkan darah arterial keseluruh tubuh yang tidak boleh berhenti lebih dari 5 detik. Jantung bekerja diluar kehendak kita. Selubung jantung adalah Pericardium yang terdapat sebagai kantong dan Epicadium sebagai lapisan luar jantung. Pericardium adalah jaringan Serosa Fibrous agak tebal dimana permukaan dalam adalah Serous Mucous yang menghasilkan cairan pelicin sedikit.
22
PERMUKAAN JANTUNG Jantung mempunyai tiga permukaan: facies sterno-costalis (anterior), facies diaphragmatica (inferior), dan basis cordis (facies posterior), Jantung juga mempunyai apex yang arahnya ke bawah, depan, dan kiri.
[11]
Facies sternocostalis terutama dibentuk oleh atrium dextrum dan ventriculus dexter, yang dipisahkan satu sama lain oleh sulcus atrioventricularis. Pinggir kanannya dibentuk oleh atrium dextrum dan pinggir kirinya oleh ventriculus sinister dan sebagian auricula sinistra. Ventriculus dexter dipisahkan dari ventriculus sinister oleh sulcus interventricularis anterior. Facies diaphragmatica jantung terutama dibentuk oleh ventriculus dexter dan sinister yang dipisahkan oleh sulcus interventricularis posterior. Permukaan inferior atrium dextrum, tempat bermuara vena cava inferior, juga ikut membentuk facies diaphragmatica. Basis cordis, atau facies posterior terutama dibentuk oleh atrium sinistrum, tempat bermuara empat venae pulmonales. Basis cordis terletak berlawanan dengan apex cordis. Apex cordis, dibentuk oleh ventriculus sinister, mengarah ke bawah, depan, dan kiri. Apex terletak setingi spatium intercostale V sinistra, 9 cm dari garis tengah. Pada daerah apex, denyut apex biasanya dapat dilihat dan diraba pada orang hidup. Perhatikan bahwa basis cordis dinamakan basis karena jantung berbentuk piramid dan basisnya terletak berlawanan dengan apex. Jantung tidak terletak pada basisnya; jantung terletak pada facies diaphragmatica (inferior).
BATAS JANTUNG Batas kanan jantung dibentuk oleh atrium dextrum, batas kiri oleh auricula sinistra dan di bawah oleh ventriculus sinister. Batas bawah terutama dibentuk oleh ventriculus dexter tetapi juga oleh atrium dextrum dan apex oleh ventriculus sinister. Batas-batas ini penting pada pemeriksaan radiografi jantung.
RUANG-RUANG JANTUNG Jantung dibagi oleh septa vertikal menjadi empat ruang: atrium dextrum, atrium sinistrum, ventriculus dexter, dan ventriculus sinister. Atrium dextrum terletak anterior terhadap atrium sinistrum dan ventriculus dexter anterior terhadap ventriculus sinister. 23
Dinding jantung tersusun atas otot jantung, myocardium, yang di luar terbungkus oleh pericardium serosum, yang disebut epicardium, dan di bagian dalam diliputi oleh selapis endothel disebut endocardium.
Serambi kanan = Atrium Dexter Serambi kiri
= Atrium Sinister
Bilik kanan
= Ventriculus Dexter
Bilik kiri
= Veritricuius Sinister
Serambi kanan menerima darah Venous yang miskin oksigen dari seluruh tubuh melalui V. cava superior dan V. cava lnferior. Muara ke 2 Vena ini boleh dikatakan tidak mempunyai klep. Serambi kanan kedepan berhubungan dengan bilik kanan melalui klep Atrio Ventricular Tricuspidalis (3 buah klep). Atrium Dexter ini mempunyai ruangan yang dibatasi 6 dinding yaitu dinding Posterior, dinding anterior, dinding lateral, dinding medial, dinding Superior, dan dinding lnferior. Pada dinding posterior kita dapati pelurusan ke 2 V. Cavae, dilateral pelurusan V. Cavae ini kita jumpai Crista Terminalis. Pada dinding medial bagian belakang terdapat Fossa Ovalss dan pada bagian depannya terdapat Annulus Limbus Ovalis. Pada dinding lnferior terdapat muara V. Cava lnferior, kedepan muara V. Cava lnferior terdapat Valvulae Sinus Coronarius (muara pembuluh Venous terbesar untuk jantung). Pada dinding depan terdapat Klep Tricuspid (3 buah klep). Pada dinding atas terdapat muara V. Cava Superior dan Cristae disebut M. Pectinati yang merupakan serabut-serabut otot jantung. M. Pectinatus ini adalah dinding dari Auriculum Cordis yaitu inangan dari atrium. Pada dinding lateral yang merupakan kesatuan dengan dinding atas terdapat Musculi Pectinati. Pada ruangan atrium kiri terdapat di dinding Posterior 4 buah (empat buah) muara V. Puimonalis; dinding Superior dengan Musculi Pectinati, dinding medial merupakan Septum Atriorum, dinding lnferior, dinding depan dengan klep Bicuspid (2 klep). Ruangan Ventrikel kiri kebelakang dibatasi dinding posterior dengan klep Bicuspid (dilateral kiri) dan klep Aorta (dimedial). Dinding medial merupakan Septum Ventriculare. Dinding selebihnya melengkung. Pada permukaan dalam ruangan 24
Ventrikel kiri ini terdapat Endocardium. Trabeculae Carneae, M. papillaris, Chorda, Tendinea (pita-pita halus menghubungkan M. papillaris dengan daun-daun Kle p Bicuspid). Otot jantung disebut Myocardium, serabut-serabut otot atrium terpisah dari Ventrikel. Batas perpisahan antara ke2 kumpulan serabut otot disebut Sulcus Coronarius.
Serabut-serabut otot atrium terdiri dari2 lapisan :
Lapisan luar berjalan Transversal (arah melintang)
Lapisan dalam berjalan melengkung dari arah depan kebelakang (Ada sedikit
serabut-serabut Circulair mengelilingi muara Vena yang masuk kedalam Atrium).
Serabut-serabut otot Ventrikel terdiri dari 3 lapisan yaitu :
Lapisan luar yang tipis dengan serabut-serabut arah Spiral, bersatu untuk ke 2
Ventrikel.
Lapisan tengah tebal, lapisan ini untuk Ventrikel kanan, serabut-serabut medius
ini arahnya Silindris untuk tiap-tiap Ventrikel.
Lapian dalam, arah serabut-serabutnya Spiral, lapisan ini merupakan lanjutan
dari serabut-serabut luar.
Fungsi serabut-serabut otot jantung adalah berkontraksi memperkecil jantung dan menutup klep-klep agar tidak terjadi pengembalian darah (Regurgitation) dan mendorong darah keluar jantung, keseluruh tubuh rata-rata sebanyak 72 x tiap menit system conductie didalam jantung dilakukan melalui system serabut Conductie yang terdapat pada dinding jantung. System Conductie ini terdiri dari:
Sinus - Atrial Node (SA Node)
Atrio - Ventricular Node (AV Node).
Atrio -Ventricular Bundle (Hiss Bundle).
Serabut purkinje.
Titik tolak Conductie adalah Sinu Atrial Node y ang terletak pada ujung atas Sulcus 25
Terminalis (bayangan diluar dari Crista Terminalis pada atrium kanan). Titik tolak conductie berikutnya adalah Atrio Ventricular Node yang terdapat pada Septum Atriale didepan Ostium Sinus Coronarius. Sebagai penerus conduksi adalah Atrio Ventricular Bundle (Hiss Bundle) yang dimulai dari Atrio-Ventricular Node ke Hiss Bundle yang terdapat pada Septum Ventriculare. lnnervasi system Conductie ini secara teratur adalah oleh N. Vagus; Sino Atrial Node disyarafi oleh Serabut Vagus kanan. Atrio Ventricular Node disyarafi oleh serabut N. Vagus kiri. Bila Atrium berkontraksi akan diikuti oleh contraksi ventrikel. Serabutserabut otot dan A. coronaria disyarafi oleh serabut-serabut Symphatis lewat N. Cardiacii dan serabut-serabut Afferent dilakukan juga melalui N. Cardiaci
Anatomi Permukaan Katup-Katup Jantung Proyeksi jantung pada permukaan tubuh telah dijelas-kan pada. Proyeksi permukaan katup-katup jantung seperti berikut ini.
Valva tricuspidalis terletak di belakang setengah bagian kanan sternum pada
spatium intercostale.
Valva mitralis terletak di belakang setengah bagian kiri sternum setinggi cartilage
costalis.
Valva trunci pulmonalis terletak di belakang ujung medial cartilage costalis III
sinistra dan bagian yang berhubungan dengan sternum.
Valva aortae terletak di belakang setengah bagian kiri sternum pada spatium
intercostale III.
Auskultasi Katup Jantung Waktu mendengarkan jantung dengan stetoskop, dapat didengarkan dua bunyi: lupdup. Bunyi pertama ditimbulkan oleh kontraksi ventrikel dan penutupan valva tricuspidalis dan mitralis. Bunyi kedua ditimbulkan oleh penutupan cepat valva aortae dan valva trunci pulmonalis. Penting bagi dokter untuk mengetahui tempat untuk meletakkan stetoskopnya pada dinding thoraks sehingga dia mampu mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh masing-masing katup dengan gangguan yang minimal.
26
Valva tricuspidalis paling baik didengarkan sekitar ujung bawah kanan corpus
sterni.
Valva mitralis paling baik didengarkan di sekitar denyut apex, yaitu setinggi
spatium intercostale V sinistra, 31/1 inci (9 cm) dari garis tengah.
Valva pulmonalis didengar dengan gangguan minimal di sekitar ujung medial
spatium intercostale II kiri.
Valva aortae paling baik didengar di sekitar ujung medial spatium intercostale II [12]
kanan.
8.2 FISIOLOGI JANTUNG Untuk dapat memompa darah, jantung harus berkontraksi yang dicetuskan oleh potensial aksi yang menyebar melalui membran sel – sel otot. Jantung berkontraksi secara berirama akibat potensial aksi yang ditimbulkannya sendiri, disebut sebagai otoritmisitas.
Terdapat dua jenis sel otot jantung : 1.
Sel kontraktil (99 %) merupakan sel yang memiliki fungsi mekanik (memompa
darah), dalam keadaan normal tidak dapat menghasilkan sendiri potensial aksinya 2.
Sel otoritmik berfungsi mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi yang
bertanggung jawab untuk kontraksi sel – sel pekerja. Sel otoritmik ini dapat ditemukan di lokasi – lokasi berikut :
Nodus sinoatrium (SA), daerah kecil khusus di dinding atrium kanan dekat muara vena cava superior
Nodus atrioventrikel (AV), terletak di dasar atrium kanan dekat septum, tepat di atas hubungan antara atrium dan ventrikel
Berkas His (berkas atrioventrikel), suatu jaras sel – sel khusus yang berasal dari nodus AV dan masuk ke septum interventrikular. Pada septum interventrikular jaras ini bercabang dua (kanan dan kiri), kemudian berjalan ke bawah melalui septum, melingkari ujung ventrikel dan kembali ke atrium di sepanjang dinding luar.
Serat Purkinje, merupakan serat terminal halus yang berjalan dari berkas His dan [13]
menyebar ke seluruh miokardium ventrikel.
27
Sel – sel otoritmik jantung tidak memiliki potensial istirahat melainkan mereka memiliki aktivitas pacemaker yaitu depolarisasi yang terjadi secara perlahan pada membrane sel – sel tersebut hingga mencapai ambang dan kemudian menimbulkan potensial aksi. Penyebab terjadinya depolarisasi ini diperkirakan sebagai akibat dari :
1. Arus keluar K + yang berkurang diirngi dengan arus masuk Na+ yang konstan +
Permeabilitas membrane terhadap K menurun antara potensial – potensial aksi, +
karena saluran K diinaktifkan sehingga aliran keluar ion positif menurun. Sementara +
itu, influks pasif Na dalam jumlah kecil tidak berubah akibatnya bagian dalam membrane menjadi lebih positif dan secara bertahap mengalami depolarisasi hingga mencapai ambang.
2. Peningkatan arus masuk Ca
2+
Setelah mencapai ambang dan saluran Ca2+ terbuka, terjadi influks Ca2+ secara cepat menimbulkan fase naik dari potensial aksi spontan. Sel – sel otoritmik berbeda kecepatannya untuk menghasilkan potensial aksi karena terdapat perbedaan kecepatan depolarisasi. Sel – sel jantung yang terletak di nodus SA memiliki kecepatan pembentukan potensial aksi tertinggi. Sekali potensial aksi timbul di salah satu sel otot jantung, potensial aksi tersebut akan menyebar ke seluruh miokardium melalui gap junction dan penghantar khusus.
Penjalaran Impuls Jantung ke Seluruh Jantung potensial aksi dimulai di nodus SA kemudian menyebar ke seluruh jantung. Agar jantung berfungsi secara efisien, penyebaran eksitasi harus memenuhi 3 kriteria : 1.
Eksitasi dan kontraksi atrium harus selesai sebelum kontraksi ventrikel dimulai.
2.
Eksitasi serat – serat otot jantung harus dikoordinasi untuk memastikan bahwa
setiap bilik jantung berkontraksi sebagai suatu kesatuan untuk menghasilkan daya pompa yang efisien. Apabila serat – serat otot di bilik jantung tereksitasi dan
berkontraksi secara acak, tidak simultan dan terkoordinasi (fibrilasi) maka darah tidak akan dapat terpompa. 3.
Pasangan atrium dan pasangan ventrikel harus secara fungsional terkoordinasi,
sehingga kedua pasangan tersebut berkontaksi secara simultan . Hal ini memungkinkan
darah terpompa ke sirkulasi paru dan sistemik 28
Eksitasi atrium. Suatu potensial aksi yang berasal dari nodus SA pertama kali menyebar ke kedua atrium, terutama dari sel ke sel melalui gap junction. Selain itu, terdapat jalur penghantar khusus yang mempercepat penghantaran impuls dari atrium, yaitu :
Jalur antaratrium, berjalan dari nodus SA di atrium kanan ke atrium kiri.
Jalur antarnodus, berjalan dari nodus SA ke nodus AV. Karena atrium dan
ventrikel dihubungkan oleh jaringan ikat yang tidak menghantarkan listrik, maka satu – satunya cara agar potensial aksi dapat menyebar ke ventrikel adalah dengan melewati nodus AV.
Transmisi antara Atrium dan Ventrikel . Potensial aksi dihantarkan relative lebih lambat melalui nodus AV. Kelambanan ini memberikan waktu untuk memungkinkan atrium mengalami depolarisasi sempurna dan berkontraksi sebelum depolarisasi dan kontraksi ventrikel terjadi. Hal ini bertujuan agar ventrikel dapat terisi sempurna.
Eksitasi ventrikel. Setelah perlambatan itu, kemudian impuls dengan cepat berjalan melalui berkas His dan ke seluruh miokardium ventrikel melalui serat – serat purkinje. Sistem penghantar ventrikel lebih terorganisasi dan lebih penting daripada jalur antaratrium dan antarnodus, karena massa ventrikel jauh lebih besar daripada massa atrium.
Potensial Aksi Pada Sel Kontraktil Otot Jantung Potensial aksi yang terjadi pada sel kontraktil otot jantung memperlihatkan fase datar (plateu) yang khas. Pada saat membran mengalami eksitasi, terjadi perubahan gradien +
membran secara cepat akibat masuknya Na . Membran pun mengalami potensial aksi. +
Segera setelah potensial aksi dicapai, permeabilitas membran terhadap Na berkurang. Namun uniknya, membran potensial dipertahankan selama beberapa ratus milidetik sehingga menghasilkan fase datar (plateu) potensial aksi.Perubahan voltase yang mendadak selama fase naik menuju potensial aksi menimbulkan 2 perubahan yang turut serta mempertahankan fase datar tersebut, yaitu pengaktifan slow L-type 2+
+
2+
Ca channel dan penurunan permeabilitas K . Pembukaan Ca channel menyebabkan 2+
+
influks Ca yang bermuatan positif. Penurunan aliran K mencegah repolarisasi cepat 29
membran sehingga mempertahankan fase datar. Fase turun potensial aksi yang 2+
berlangsung cepat terjadi akibat inaktivasi Ca channel dan peningkatan permeabilitas +
K. Mekanisme dasar terjadinya kontraksi sel miokardium apabila terdapat potensial aksi serupa dengan proses eksitasi-kontraksi otot rangka. Bedanya, selama potensial aksi sel miokardium berlangsung, sejumlah besar ion Ca akan berdifusi dari ekstrasel ke sitosol, menembus membran plasma untuk mempertahankan potensial aksi sel miokardium, melewati T-tubule dan memicu terbukanya kanal ion Ca dari lateral sacs retikulum sarkoplasma à memperpanjang masa kontraksi à cukup waktu untuk memompa darah. Peran Ca
2+
di sitosol adalah untuk berikatan dengan kompleks
troponin-tropomiosin sehingga memungkinkan terjadinya kontraksi.
Siklus Jantung Siklus jantung adalah periode dimulainya satu denyutan jantung dan awal dari denyutan selanjutnya. Setiap siklus dimulai oleh pembentukan potensial aksi yang spontan di nodus sinus. Siklus jantung terdiri dari periode sistol dan diastol. Sistol adalah periode kontraksi dari ventrikel, dimana darah akan dikeluarkan dari jantung. Diastol adalah periode relaksasi dari ventrikel, dimana terjadi pen gisian darah. Diastol dapat dibagi menjadi dua proses yaitu relaksasi isovolumetrik dan ventricular filling. Pada relaksasi isovolumetrik terjadi ventrikel yang mulai relaksaasi, katup
semilunar dan katup atrioventrikularis tertutup dan volume ventrikel tetap tidak berubah. Pada ventricular filling dimana tekanan dari atrium lebih tinggi dari tekanan di ventrikel, katup mitral dan katup trikuspid akan terbuka sehingga ventrikel akan terisi 80% dan akan mencapai 100 % jika atrium berkontraksi. Volume total yang masuk ke dalam diastol disebut End Diastolic Volume . Sistolik dapat dibagi menjadi dua proses yaitu kontraksi isovolumetrik dan ejeksi ventrikel. Pada kontraksi isovolumetrik, kontraksi sudah dimulai tetapi katup – katup tetap tertutup. Tekanan juga telah dihasilkan tetapi tidak dijumpai adanya pemendekan dari otot. Pada ejeksi ventrikel , tekanan dalam ventrikel lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan pada aorta dan pulmoner sehingga katup aorta dan katup pulmoner terbuka dan akhirnya darah akan dipompa ke seluruh tubuh. Pada saat ini terjadi pemendekan dari otot. Sisa darah yang terdapat di ventrikel disebut End Systolic Volume. 30
Cardiac Output. Merupakan volume darah yang dipompa oleh setiap ventrikel per menitnya. CO dari setiap ventrikel secara normal sama, walaupun terdapat sedikit variasi. Penentu utama CO adalah detak jantung dan stroke volume ( = Volume darah yang dikeluarkan masing-masing ventrikel). Jika dalam keadaan istirahat, detak jantung = 70 x/menit dan SV = 70 ml/detak, maka: Cardiac Output= Detak jantung x SV. Dalam keadaan istirahat, curah jantung (cardiac output) dapat mencapai 5 L per menit. Saat berolahraga, curah jantung yang dihasilkan dapat mencapai sekitar 20-25 L per menit. Selisih antara curah jantung saat istirahat dengan curah jantung maksimal disebut cardiac reserve.
Faktor yang mempengaruhi CO :
Heart Rate (detak jantung). Dalam keadaan normal nodus SA merupakan pacemaker jantung dan mengatur HR. Karena nodus SA ini dipersarafi oleh Saraf otonom (simpatis dan parasimpatis) maka secara tidak langsung HR juga dipengaruhi oleh saraf otonom.
Stroke Volume. Diatur oleh dua factor , yaitu intrinsic (aliran vena) dan ekstrinsik (stimulasi
simpatik).
Factor
intrinsic
diatur
oleh
mekanisme
hukum Franks
Starling pada jantung. Semakin banyak aliran vena yang masuk ke dalam jantung semakin besar pula volume diastole akhir dan jantung menjadi semaikn tertarik dan melebar. Karena keadaan otot jantung yang semakin panjang sebelum kontraksi ini, maka semakin kuat pula kontraksinya.
[14]
8.3 EMBRIOLOGI JANTUNG Sistem pemuluh darah mudigah manusia tampak pada pertengahan minggu ketiga, pada saat mudigah tidak lagi dapat mencukupi kebutuhan akan zat makanan hanya melalui difusi saja. Pada tingkat ini, sel-sel lapisan mesoderm splanknik pada mudigah presomit
lanjut
diinduksi
oleh
endoderm
di
bawahnya
untuk
membentuk
angioblas. Sel-sel ini berpoliferasi dan membentuk kelompok-kelompok sel endotel tersendiri yang disebut angiokista. Pada mulanya sel-sel tersebut berada di sisi lateral mudigah tapi kemudian secara cepat menyebar ke daerah kepala. Dengan berlalunya waktu, kelompok-kelompok ini menyatu dan membentuk pembuluh darah kecil yang berbentuk tapal kuda. Bagian sentral pleksus ini dikenal sebagai daerah kardiogenik 31
dan rongga selom intraembrional yang terletak diatas daerah ini nantinya akan berkembang menjadi rongga perikardium.Selain pleksus yang membentuk tapal kuda ini , kelompok-kelompok sel angiogenik lain muncul bilateral, sejajar dan dekat garis tengah cakram mudigah. Kelompok-kelompok ini juga memperoleh lumen dan membentuk sepasang pembuluh memanjang, aorta dorsale. Pada tingkat lebih lanjut, pembuluh-pembuluh darah ini berhubungan, melalui lengkung-lengkung aorta, dengan pleksus membentuk tapal kuda tadi dan akan membentuk tabung jantung.
Pembentukan rongga jantung dimulai dengan memanjang dan terus membengkoknya tabung jantung kearah ventral dan kaudal dan kekanan (hari ke 23), sementara bagian atrium (kaudal) bergeser ke arah dorso kranial dan kekiri. Pembengkokan ini mungkin disebabkan oleh perubahan bentuk sel, membentuk rongga jantung dan selesai pada hari ke-28.
Pembentukan Sekat-Sekat Jantung 1. Septum Interatrial Septum atrium terbentuk antara minggu keempat dan keenam masa mudigah. Fase awal ditandai dengan pertumbuhan suatu septum primer (Septum primum) dari dinding dorsal rongga atrium komunis kearah bantalan endokardium yang sedang tumbuh sewaktu yang terakhir mulai memisahkan rongga atrium dan ventrikel. Suatu celah, yang disebut ostium primum, mula-mula memisahkan septum primum yang sedang tumbuh dari bantalan endokardium akhirnya melenyapkan ostium primum; namun pada saat ini lubangkedua, ostium sekundum, muncul dari bagian tengah septum primum. Hal ini memungkinkan berlanjutnya aliran darah teroksigenasi dari atrium kanan ke kiri yang esensial untuk kehidupan janin. Seiring dengan membesarnya ostium sekundum, sebuah septum sekunder (septum sekundum) muncul tepat disisi kanan ostium primum. Septum sekundum berploriferasi untuk membentuk struktur seperti bulan sabit yang akan mengelilingi suatu ruangan yang disebut foramen ovale. Foramen ovale dijaga pada sisi kirinya oleh sebuah flap jaringan yang berasal dari septum primum, yang berfungsi sebagai katup satu arah yang memungkinkan darah terus mengalir dari kanan ke kiri selama kehidupan intrauterus. Saat lahir, seiring dengan turunnya resisensi vaskular paru dan meningkatnya tekanan
32
arteri sistemik, tekanan di atrium kiri meningkat melebihi tekanan di atrium kanan sehingga terjadi penutupan fungsional foramen ovale.
2. Septum Interventrikular Septum interventrikular dibentuk antara minggu keempat dan kedelapan getasi. Septum ini terbentuk oleh fusi suatu rigi otot intraventrikel yang tumbuh keatas dari apeks jantung ke partisi membranosa tipis yang tumbuh kebawah dari bantalan endokardium. Regio basal atau membranosa adalah bagian terakhir dari septum yang tumbuh dan merupakan tempat dimana sekitar 70 % defek septum berada.
3. Katup-katup Atrioventrikular
Setelah
bantalan-bantalan
endokardium
bersatu,
masing-masing
orifisium
atrioventrikularis dikelilingi oleh proliferasi setempat jaringan mesenkim. Ketika jaringan yang terletak diatas permukaan ventrikular jaringan yang berploriferasi ini menjadi berongga dan menipis karena aliran darah, terbentuklah katup-katup yang tetap menempel pada dinding ventrikel melalui tali-tali otot. Akhirnya, jaringan otot di dalam tali-tali ini berdegenerasi dan digantikan oleh jaringan penyambung padat. Katup-katup ini kemudian terbentuk dari jaringan penyambung yang dibungkus oleh endokardium dan dihubingkan ke trabekula-trabekula tebal di dinding ventrikel, yaitu musculi papilares dan korda tendeniae. Sehingga terbentuklah 2 katup jantung (bikuspidalis dan trikuspidalis).
Kelainan
pembentukan
organ
(malformasi)
paling
banyak
terjadi
pada trimester pertama (12 minggu pertama) kehamilan, yang merupakan masa-masa pembentukan organ dimana embrio sangat rentan terhadap efek obat-obatan atau virus. Karena itu seorang wanita hamil sebaiknya tidak menjalani immunisasi atau mengkonsumsi obat-obatan pada trimester pertama kecuali sangat penting untuk 33
melindungi kesehatannya. Pemberian obat-obatan yang diketahui dapat menyebabkan malformasi harus dihindari.
[15]
8.4 ATRIAL SEPTAL DEFECT Atrial Septal Defect (ASD) atau Defek Septum Atrium (DSA) merupakan bentuk PJB
yang juga sering ditemukan dengan insidens sekitar 7% dari seluruh PJB.DSA terjadi akibat sesuatu hal yang mempengaruhi pembentukan sekat atrium jantung yang terjadi dalam rentang waktu 8 minggu kehamilan kehamilan.Gangguan hemodinamik yang terjadi pada DSA disebabkan oleh pirau kiri ke kanan akibat adanya defek (lubang) pada dinding atrium jantung. Akibatnya, darah dari atrium kiri yang seharusnya masuk ke ventrikel kiri, akan masuk ke atrium kanan dan akhirnya ke ventrikel kanan. Jika lubangnya cukup besar, dapat meningkatkan beban volume di jantung kanan, di samping juga meningkatkan beban volume di jantung kiri. Terdapat tiga jenis DSA, yaitu : DSA sekundum (50-70%), DSA primum (30%) dan DSA tipe sinus venosus (10%). DSA sekundum merupakan tipe DSA yang paling sering ditemukan dan dapat ditangani dengan transkateter.Tatalaksana pilihan terkini untuk DSA yang secara luas sudah diterima di hampir seluruh negara adalah penutupan DSA transkateter menggunakan Amplatzer septal occluder (ASO) dengan angka mortalitas kurang dari 1%. Defek septum atrium (DSA) umumnya ringan karena tidak mengakibatkan pirau kiri ke kanan yang bermakna yang merupakan faktor risiko terjadinya penyakit vaskular paru ( pulmonary vascular disease). DSA yang signifikan dapat mengakibatkan volume overload pada jantung kanan sehingga terjadi gagal jantung kanan. Pada usia dewasa,
DSA besar merupakan faktor predisposisi terjadinya gagal jantung dan aritmia. Selain itu pasien dengan DSA juga memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami emboli dan trombosis vena dalam. Karena alasan-alasan tersebut DSA umumnya ditutup saat masa kanak-kanak, idealnya sebelum usia sekolah. Selain itu, seiring pertumbuhan, ukuran DSA cenderung meningkat sesuai dengan peningkatan massa tubuh. Oleh karena itu, DSA pada orang dewasa lebih besar daripada DSA pada anak kecil, tetapi batas defek terkait dengan struktur lain seperti vena pulmonal dan katup mitral yang juga menjadi lebih besar. Meskipun beberapa ahli menyarankan penutupan DSA dilakukan sesegera mungkin dengan alasan bahwa beban jantung kanan akan meningkat seiring dengan pertambahan usia, lebih disarankan jika memungkinkan untuk menunggu hingga anak 34
sedikitnya berusia 5 tahun atau memiliki berat badan lebih dari 20 kg. Pada defek kurang dari 3 mm yang didiagnosis sebelum usia 3 bulan, penutupan secara spontan terjadi pada hampir 100% pasien pada usia 11/2 tahun. Defek ukuran 3 sampai 8 mm menutup pada usia 11/2 tahun pada 80% pasien, dan defek lebih besar dari 8 mm jarang menutup spontan.
Langkah diagnostik 1. Anamnesis Sebagian besar anak yang mengalami DSA tidak menimbulkan gejala klinis dan tampak sehat. Pada umumnya gejala baru timbul pada usia dekade 2 dan 3 dimana sudah terjadi peningkatan tekanan vaskular paru sehingga PJB jenis ini kadang baru terdiagnosa pada usia dewasa. Namun, jika DSA-nya cukup besar, sebagian besar darah akan masuk ke jantung bagian kanan, lalu ke atrium kanan, ventrikel kanan, dan kemudian ke paru sehingga terjadi gagal jantung kanan. Beberapa gejala yang mungkin timbul adalah: anak mudah lelah, lemas, berkeringat, pernapasan menjadi cepat, napas pendek-pendek, pertumbuhannya akan terganggu. Gejala ini dapat menyerupai gangguan medis lain atau masalah jantung lainnya sehingga sering tidak terdiagnosis. 2. Pada pemeriksaan fisis didapatkan: Anak tampak kurus, berat badan kurang dari persentil ke -10 Pada auskultasi, bunyi jantung 2 (S2) terpisah lebar yang menetap pada saat inspirasi maupun ekspirasi disertai bising ejeksi sistolik di daerah pulmonal.Pada pirau dari kiri ke kanan besar dapat terdengar bising mid-diastolik pada tepi kiri sternum bagian bawah.
3. Pemeriksaan penunjang Elektrokardiografi : deviasi sumbu QRS ke kanan (+ 90º sampai 180º), hipertrofi ventrikel kanan, blok cabang berkas kanan (RBBB) dengan pola rsR’ pada V1. Foto Rontgen toraks: kardiomegali dengan pembesaran atrium kanan dan ventrikel kanan. Arteri pulmonalis tampak menonjol disertai tanda peningkatan vaskular paru. Ekokardiografi dapat menentukan lokasi dan besarnya defek, dimensi atrium kanan, ventrikel kanan dan dilatasi arteri pulmonalis.Dengan Doppler berwarna dapat dilihat aliran/pirau.
35
Sampai 5 tahun yang lalu, semua DSA hanya dapat ditangani dengan operasi/ bedah jantung terbuka. Operasi penutupan DSA, baik dengan jahitan langsung ataupun tidak langsung menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun, pertama kali dilakukan tahun 1953 oleh dr. Gibbson di Amerika Serikat, menyusul ditemukannya mesin pintasan jantung-paru
(cardio-pulmonary bypass) setahun sebelumnya.
Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak terlambat) memberikan hasil yang baik, dengan risiko minimal (angka kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al melaporkan survival (ketahanan hidup) pasca-operasi mencapai 98% dalam pemantauan 27 tahun setelah tindakan bedah, pada penderita yang menjalani operasi di usia kurang dari 11 tahun. Semakin tua usia saat dioperasi maka angka ketahanan hidupnya akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru. Namun demikian, tindakan operasi tetap memerlukan masa pemulihan dan perawatan di rumah sakit yang cukup lama, dengan trauma bedah (luka operasi) dan trauma psikis serta relatif kurang nyaman bagi penderita maupun keluarganya.Hal ini memacu para ilmuwan untuk menemukan alternatif baru penutupan DSA dengan tindakan intervensi non bedah (tanpa operasi), dalam hal ini, alat yang pernah diteliti antara lain Straflex device, Helex device dan yang terakhir Amplatzer septal occluder . Beberapa alat tersebut sebelumnya telah menjalani percobaan klinis, di bawah ini akan dibahas satu per satu berdasarkan urutan alfabet seperti di bawah ini.
Amplatzer septal occluder (ASO). ASO merupakan alat dengan cakram ganda yang dapat mengembang sendiri ( self expandable), terbuat dari kawat nitinol berdiameter 0,004-0,0075 inci yang teranyam
kuat menjadi dua cakram dengan pinggang penghubung 3 -4 mm. Di dalamnya terdapat lapisan dakron terbuat dari benang polyester yang dapat merangsang trombosis sehingga lubang/hubungan antara atrium kiri dan kanan akan tertutup sempurna. Diameter pusat lempeng berkisar dari 4-40 mm dengan tebal 1-2 mm. Lempeng atrium kanan dan kiri adalah 12-16 mm dan lebih besar 8-10 mm dari pusat lempeng. Tergantung pada ASO yang akan digunakan, ASO dimasukkan ke dalam delivery sheath yang berukuran 6-12 French dengan menggunakan delivery cable yang terhubung ke pusat lempeng atrium kanan ASO dengan sistem mur mikro. Tindakan pemasangan ASO telah mendapat persetujuan dari American Food and Drug Administration (FDA) 36
pada bulan Desember 2001. Di Indonesia, tindakan ASO mulai dilakukan pada tahun 2002. Di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita selama periode September 2002 – September 2008 telah dilakukan pemasangan ASO pada 177 pasien D SA, terdiri dari 46 pasien laki-laki dan 131 perempuan, usia antara 2 – 59 tahun. Implantasi ASO berhasil dilakukan pada 154 (87%) pasien.Komplikasi embolisasi terjadi pada 7 (6%) pasien, 3 di antaranya berhasil dikeluarkan dengan kateter pengait sedangkan sisanya diambil saat dilakukan operasi penutupan DSA.Tidak ditemukan kematian pada prosedur ini.42 Di PJT RSCM sejak tahun 2002, telah dilakukan penutupan DSA pada 76 kasus. Pasien terdiri dari 53 perempuan dan 23 laki-laki dengan berat badan berkisar antara 8 sampai 75 kg, dengan rata-rata 20 kg. Angka kematian juga dilaporkan nol. Tindakan ini juga sudah dilakukan di RS Dr. Soetomo Surabaya. Intervensi non-bedah pada DSA menunjukkan hasil yang baik, angka kesakitan periprosedural yang minimal, dapat mengurangi kejadian aritmia atrium dan dapat digunakan pada DSA berdiameter sampai dengan 34 mm. Keuntungan lain adalah risiko infeksi pasca-tindakan yang minimal dan masa pemulihan-perawatan di rumah sakit yang lebih singkat, trauma bedah minimal serta secara subyektif dirasakan lebih nyaman bagi penderita dan keluarga karena tidak memerlukan tindakan bedah jantung terbuka.43 Kendala yang masih muncul adalah besarnya biaya yang diperlukan karena harga alat ASO yang relatif mahal, dan belum adanya jaminan pembiayaan kesehatan yang memadai di negara kita. Vida VL, et.al melaporkan bahwa biaya pemasangan ASO di negara berkembang masih lebih tinggi dibandingkan dengan biaya penutupan DSA dengan tindakan bedah konvensional.44 Kriteria pasien DSA yang akan dilakukan pemasangan ASO, antara lain :45 1. DSA sekundum 2. Diameter kurang atau sama dengan 34 mm 3. Flow ratio lebih atau sama dengan 1,5 atau terdapat tanda-tanda beban volume pada ventrikel kanan 4. Mempunyai rim posterior minimal 5 mm dari vena pulmonalis kanan 5. Defek tunggal dan tanpa kelainan jantung lainnya yang memerlukan intervensi bedah 6. Muara vena pulmonalis normal ke atrium kiri 7. Hipertensi pulmonal dengan resistensi vaskuler paru ( Pulmonary Artery Resistance Index = PARI) kurang dari 7 - 8 Wood Unit 37
8. Bila ada gagal jantung, fungsi ventrikel (EF) harus lebih dari 30%.
Transcatheter patch closure. Pada tahun 1999 Sideris et al., menjabarkan berbagai modalitas untuk menutup DSA tanpa memakai kawat ataupun jahitan. Balon yang sudah dimodifikasi digunakan untuk memasukkan bahan patch yang dapat menyerap melewati DSA. Balon kemudian mengembang untuk mempertahankan patch dalam posisi melewati DSA selama beberapa waktu untuk memungkinkan fiksasi patch di pinggir ( rim) DSA. Lamanya bergantung pada bahan patch yang dapat terserap. Patch dikaitkan ke jahitan yang dapat diangkat yang difiksasi di daerah paha. Tingkat stabilitas patch dapat dilihat melalui pemeriksaan transesophageal echocardiogram; jika stabil, jahitan dapat dilepas. Jika tidak stabil, patch dapat dilepaskan kembali dan diganti dengan patch lain dan difiksasi dalam waktu yang lebih lama. Teknik ini belum dicoba pada banyak pasien dan belum dipakai di Amerika Serikat.
Gambar Transcatheter patch closure
38
Secara anatomi, DSA primum dan DSA tipe sinus venosus dengan anomali drainase vena pulmonalis tidak cocok untuk penutupan dengan transkateter.Untungnya, sebagian besar DSA sekundum dapat ditutup dengan Amplatzer septal occluder (ASO). DSA yang paling ideal untuk dilakukan penutupan dengan transkateter menggunakan ASO adalah bila diameter lubangnya kurang dari 20 mm dan memiliki batas yang tegas terhadap katup mitral, dasar aorta dan orifisium vena cava serta sinus koronarius agar mampu menunjang pinggang atrium.
Prosedur Penutupan DSA Transkateter Penutupan DSA transkateter pada anak dan orang dewasa dilakukan dengan anestesia umum menggunakan transesophageal echocardiography (TEE) intraprosedural sebagai penuntun di laboratorium kateterisasi.Sebagai alternatif TEE adalah penggunaan intracardiac echocardiography yang memiliki keuntungan tidak memerlukan anestesia
umum selain memberikan gambaran lebih superior dan terutama daerah inferoposterior.Namun demikian, karena pemakaian probe intrakardiak bersifat disposable, biayanya menjadi lebih mahal.Pendekatan yang dilakukan selalu melalui vena femoralis dan jarang sekali ditemukan kesulitan dalam melewati DSA dengan berbagai tipe kateter. Prosedur angiografi atrium kiri tidak rutin dilakukan karena berdasarkan pengalaman hanya menambahkan sedikit gambaran detail anatomi yang diberikan oleh TEE intraprosedural.
Peran transesophageal echocardiography (TEE) TEE
merupakan
pemeriksaan
yang
penting
dan
dengan
pemeriksaan
ini
memungkinkan dilakukan penilaian yang menyeluruh dan akurat pada morfologi DSA tanpa mengganggu sterilitas lapangan operasi atau mengganggu fluoroskopi. Tepi septum dapat divisualisasi dengan jelas dan jarak dari tepi defek ke vena pulmonal kanan, vena kava inferior dan superior, sinus koronaria serta katup mitral dapat dengan mudah diukur. Variasi septum atrium seperti fenestrasi dan aneurisma yang mungkin tidak terlihat dengan pemeriksaan transthoracic echocardiography terutama pada pasien dewasa dapat diidentifikasi dengan baik oleh TEE.Fenestrasi di septum atrium menyulitkan prosedur jika pengukuran dilakukan secara kurang hati-hati karena dilakukan melalui defek yang lebih kecil.Jadi jika terdapat fenestrasi, masuknya guide wire, balon pengukur serta delivery sheet harus dilakukan melalui defek mayor.Setelah 39
alat dimasukkan, pemeriksaan TEE digunakan untuk menilai posisi alat, hubungannya dengan daerah sekitar dan stabilitasnya. Sisa pirau ( residual shunts) juga paling baik diperlihatkan melalui TEE. Sisa pirau yang terjadi setelah penutupan harus diperiksa dengan colour Doppler echocardiograhy dan berikut ini adalah pengklasifikasiannya : trivial : diameter kurang dari 1 mm - kecil : diameter 1-2 mm - sedang : diameter 3-4 mm - besar : diameter lebih dari 4 mm.
Agar alat yang dimasukkan dapat optimal, secara rutin pemasukan alat dilakukan dibawah
anestesia
umum
dengan
penuntun
transesophageal
echocardiography .Penilaian menyeluruh mengenai defek, tepi sekitar dan struktur
jantung yang tersisa dilakukan sebelum kateter dimasukkan.Kateterisasi jantung kiri dan kanan secara rutin dilakukan dan kemudian dilakukan penilaian derajat aliran pirau kiri ke kanan.Heparin diberikan secara rutin kepada semua pasien.Angiografi dilakukan pada vena pulmonal kanan atas pada posisi hepatoklavikular untuk menilai letak dan ukuran defek.Pengukuran defek dengan balon untuk memperoleh diameter DSA saat teregang dilakukan dengan menggunakan balon pengukur yang ditiup sampai terlihat pinggang dan tidak terlihat pirau lagi pada TEE. Ukuran ASO yang dipilih adalah hasil pengukuran diameter defek saat teregang ditambah 2 – 4 mm. Diberikan terapi antibiotik profilaksis injeksi intravena amoksilin (50 mg/kgBB) menjelang penutupan serta 8 dan 16 jam setelah penutupan. Di senter lain, semua pasien diberikan asam asetilsalisilat (ASA) 5mg/kg sebelum prosedur dilakukan. Selain rekomendasi untuk terapi profilaksis endokarditis infektif, diberikan ASA selama enam bulan setelah pemasangan alat.
Komplikasi Jenis dan tingkat komplikasi berbeda-beda pada masing-masing alat. Komplikasi mayor meliputi semua kejadian yang menyebabkan hal berikut ini: (1) kematian; (2) dekompensasi hemodinamik yang mengancam nyawa sehingga memerlukan terapi segera; (3) memerlukan intervensi bedah; dan (4) menimbulkan lesi fungsional atau anatomik yang bersifat permanen dan signifikan akibat tindakan kateterisasi. Sedangkan komplikasi minor didefinisikan sebagai kejadian sementara dan dapat diatasi dengan terapi spesifik. Berikut ini tabel yang memperlihatkan tingkat dan jenis komplikasi pada masing-masing alat yang dilaporkan oleh beberapa peneliti.
[8]
40
9. TEMPLATE 9.1 Differential Diagnosis Pemeriksaan
PDA
ASD
CA
VSD
+
+
+
+
+
+
Pemeriksaan fisik
-
shortness of breath
-
cough
-
anorexia
-
mudah lelah
-
keringat dingin
-
frequent respiratory infection
-
poor weight gain
-
ortophnea
-
pale
-
temperature 37.5ºC
-
HR= 120x/menit
+ +
+
+
+ +
+ + +
+
+
+
Diastolic tetap
+
regular
-
BP= 100/40 mmHg
+ +
-
Chest precordial
+
bulging
-
Hyperactive pericardium
-
A systolic thrill in
+
upper left sternal borders +
-
+
A grade 4/6 continous murmur
+
at the left
+
Lower sternal border
infraclavicular area
-
An apical diastolic rumble
+ Grade 5/6
41
-
Pulmonary crackle
-
hepatomegaly +
+
+ +
ECG
-
Sinus rhytm
-
Normal axis
-
HR= 120x/menit, regular
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Left atrial hypertrophy
-
+
Left ventricle hypertorphy +
Right ventricle hypertrophy Chest X ray
-
Cardiothoracic ratio 60 %
-
Downward apex
-
Increase pulmonary vascular marking
+ + +
+ ( arteri pulmonal bagian distal) 42
9.2 Working Diagnosis Atrial Septal Defect Sesak napas dan rasa lelah merupakan keluhan awal yang paling sering, demikian pula infeksi napas berulang. Selain itu, pasien juga dapat mengeluh sesak pada saat aktivitas dan berdebar-debar.
Pemeriksaan fisik: Palpasi: Aktivitas ventrikel kanan jelas (hiperdinamik) di parasternal kanan. Pertambahan isi arteria pulmonalis yang melebar teraba di sela iga III kiri dan juga penutupan katup pulmonal. Getaran bising di sela iga II atau III kiri ( berarti hemodinamik PS) atau pada fosa suprasternalis. Auskultasi: Split bunyi jantung II tanpa bising sering menunjukkan gejala pertama dan satu-satunya petunjuk untuk diagnosis ASD. Dengan bertambahnya umur makan jarak split akan bertambah pula. Jarak antara komponen aorta-pulmonal bunyi jantung II pada inspirasi atau ekspirasi tetap sama sehingga disebut “fixed splitting”. ASD ( Atrial septal defect ) sering tidak terdeteksi sampai dewasa karena biasanya asimptomatik dan tidak mendapat gambaran diagnosis fisik yang jelas.
Elektrokardiografi (EKG) EKG menunjukkan aksis ke kanan (ASD sekundum) dan aksis ke kiri (ASD primum), blok bundel kanan, hipertrofi ventrikel kanan, interval PR memanjang, dan aksis gelombang P abnormal. Bila sumbu gelombang P negatif maka terdapat kemungkinan defek sinus venosus.
Foto rontgen dada Pada foto lateral terlihat daerah retrosternal terisi akibat pembesaran ventrikel kanan. Terdapat dilatasi atrium kanan, segmen pulmonal yang menonjol, dan corakan vaskuler paru yang prominen.
[16]
Ekokardiografi Pada EKG memperlihatkan dilatasi ventrikel kanan dan septum interventrikular yang bergerak paradox. Dengan memakai ekokardiografi transtorakal dan dopler berwarna 43
dapat ditentukan lokasi defek atrium, arah shunt, ukuran atrium, dan ukuran ventrikel kanan.
9.3 Epidemiologi Insidens PJB berkisar 6 – 8 penderita tiap 1000 kelahiran hidup dan 1 tiap 1000 anak berumur kurang dari 10 tahun. Menurut kepustakaan ada 8 bentuk PJB ( 85% ) yang seringkali ditemukan yaitu defek septum ventrikel ( VSD ), defek septum atrium ( ASD ), duktus atriosus persisten ( PDA), koartasio aorta ( KoA ), stenosis pulmonal ( PS ), stenosis aorta ( AS ), Tetralogi of Fallot ( TOF ) dan transposisi arteri besar ( TGA ). Sisanya ( 15% ) terdiri atas bentuk – bentuk yang lebih kompleks dan jarang ditemukan. Di antara semua bentuk PJB, VSD merupakan lesi yang paling banyak dilaporkan.Di antara kelompok PJB sianosis, teranyata TF dan TGA menempati urutan pertama dan kedua terbanyak. Umumnya frekuensi PJB sama pada laki – laki dan perempuan, walaupun beberapa lesi lebih sering terjadi pada anak laki – laki, PDA dan ASD lebih banyak terlihat pada anak perempuan. Kalau ada anak dalam satu keluarga menderita PJB maka kemungkinan anak berikutnya menderita PJB 3 – 4 kali lebih banyak daripada keluarga yang tidak mempunyai riwayat PJB. Kebanyakan PJB yang meninggal terjadi pada bulan – bulan pertama setelah kelahiran (30%) atau sebelum mencapai umur 1 tahun ( 10%).
[17]
9.4 Prognosis Akan baik bila penanganan dilakukan secara cepat dan tepat. Kardiomegali perlahan lahan akan berkurang setelah 1-2 tahun pasca operasi. Pada pasien yang dioperasi pada usia lebih dari 20 tahun, ada kemungkinan terjadi komplikasi pasca bedah seperti gagal jantung dan atrial fibrillation. Akibat sulitnya dan ketiadaan tanda yang khas pada kelainan ini, penemuan secara insidental biasanya telah menunjukkan suatu kondisi yang cukup berat. Hipertensi pulmoner merupakan kondisi yang paling sering ditemui. Demikian pula dengan flutter atrium dan fibrilasi atrium yang semakin meningkat kejadiannya seiring dengan pertambahan usia. Keadaan yang berat tanpa intervensi cenderung mengakibatkan gagal jantung. Penyebab kematian tersering orang dengan ASD adalah emboli pulmoner, trombosis pulmoner, emboli paradoksikal (akibat pirau yang terjadi), abses otak, maupun infeksi (terutama infeksi paru).
[3]
44
9.5 Komplikasi Biasanya muncul pada usia dewasa, sekitar 30 tahun atau lebih tua. Komplikasi jarang terjadi pada bayi dan anak. Beberapa kemungkinannya adalah:
Gagal jantung kanan. Pada ASD jantung kanan bekerja keras untuk memompa darah lebih dari jumlah normal. Seiring dengan berjalannya waktu jantung menjadi lelah dan tak mampu bekerja dengan baik
Aritmia. Darah yang berlebihan pada atrium menyebabkan dinding atrium teregang dan berdilatasi, hal ini dapat menyebabkan aritmia. Gejalanya palpitasi dan peningkatan denyut jantung.
Stroke. Biasanya, paru mendapatkan bekuan darah kecil yang berasal dari paru kanan hal ini dapat menyebabkan embolisme paru. Bekuan darah dapat pindah dari atrium kanan ke atrium kiri lewat ASD dan dipompa ke seluruh tubuh. Dan bekuan ini dapat dipompa keseluruh tubuh dan menyumbat pembuluh darah otak dan menyebabkan stroke.
Hipertensi pulmonal. Hipertensi pulmonal merupakan peningkatan tekanan pada arteri pulmonal. Hipertensi pulmonal dapat merusak arteri dan pembuluh darah kecil pada paru. Mereka menjadi tebal dan kaku membuat aliran darah menjadi sulit. Masalah tadi berkembang bertahun-tahun dan biasanya tidak terjadi pada anak-anak. Keadaan tadi juga jarang terjadi pada orang dewasa karena ASD yang kecil dapat menutup dengan sendirinya atau diperbaiki pada masa kanak-kanak.
[3]
9.6 Tatalaksana dan Pencegahan Terapi dengan obat-obatan berguna bagi beberapa bayi yang menunjukkan gejala gagal
jantung.
[18]
Persistensi
gejala
mengindikasi
penutupan
defek
melalui
pembedahan. Pada sebagian besar kasus penutupan disarankan untuk dilakukan sebelum anak tersebut memasuki usia sekolah. Indikasi penutupan ASD melalui temuan pemeriksaan penunjang antara lain pembesaran jantung pada foto toraks dengan dilatasi ventrikel kanan, hipertensi pulmoner masif, serta adanya riwayat iskemik transien (ministroke maupun stroke) dan foramen ovale yang persisten. Penutupan dilakukan melalui tindakan pembedahan. Penutupan dapat dilakukan dengan menjahit secara langsung lubang yang terbuka atau menggunakan alat amplatzer septal occluder.
[8]
45
Pemantauan pasca penutupan ASD
-
Pada anak-anak tidak bermasalah dan tidak memerlukan pemantauan
-
Pada dewasa atau umur yang lebih lanjut perlu evaluasi periodic, terutama bila saat operasi telah ada kenaikan tekanan arteri pulnomal, gangguan irama, atau disfungsi ventrikel.
-
Profilaksis untuk endokarditis diperlukan pada ASD primum, regurgitasi katup, juga dianjurkan pemakaian antibiotic selama 6 bulan pada kelompok yang menjalani penutupan perkutan.
[16]
9.7 KDU Tingkat kemampuan 2 : mendiagnosis dan merujuk Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
[19]
46
10. KERANGKA KONSEP Embryonic atrial septal structure has failed to develop normally (ASD)
Left to right shunt
RA blood volume Remodeling
RVH & RAH
CTR 60%, upward apex, RBBB pattern
RV diastolic volume constantly
Delay closure pulmonary valve
RV out flow into pulmonary artery
S2 fixed & widely spilt
Pulmonal hypertension Pulmonary vascular markings
Qp > Qs
Hyper perfusion pulmonal
Dyspnea d’effort
Systolic ejection murmur
Frequently suffers from respiratory tract
level of tissue perfusion inadequate
Poor weight gain & easily fatigue
47
11. KESIMPULAN
Talita, anak perempuan berusia 5 tahun, mengalami gejala kesulitan penambahan berat badan disertai infeksi saluran nafas yang berulang, dyspnea d’effort, dan mudah lelah, akibat adanya left to right shunt yang terjadi pada Atrial Septal Defect (ASD).
48
12. DAFTAR PUSTAKA 1. Binarupa Behrman,dkk. 2000. Nelson Textbook of Pediatric s. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
2. Direktorat Kesehatan Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Berat dan Tinggi Standar Bayi Baru Lahir dan Balita.
3. Jason H. Brown and Edward W. Fong, MD. 2003. Case Based Pediatrics For Medical Students and Residents. Department of Pediatrics, University of Hawaii John A. Burns
School of Medicine
4. Gausche, Mariann, et al. 2004. Pediatric airway management 1st ed. Canada: Jones and Bartlett Publisher, Inc.
5. Stefan Silbernagl, Florian Lang. 2007. Jantung dan Sirkulasi, Dalam: Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
6. Kenner, Carole & Wright, Judy. 2007 . Comprehensive Neonatal Care an Interdisciplinary Approach. United States of America: Saunders Elsevier
7. Dieckmann RA, Brownstein D, Gausche-Hill M(eds). 2000. Pediatric Education for Prehospital Professionals. Sudbury, MA: Jones and Bartlett Publishers
8. Sastroasmoro, Madiyono. 1994. Buku Ajar Kardiologi Anak. Jakarta: Binarupa Aksara
9. Swartz, Mark H. 1995 . Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
10. Pratanu, S. 2004. Buku Pedoman Kursus Elektrokardiografi. Magelang: Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
11. Putz, R., Pabst. R. 2003. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi 21. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 49