LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM DASAR DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN
OLEH
MUHAMMAD SYUIB 1010211004
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir praktikum dasar dasar perlindungan tanaman Pada Kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak Winarto dan Ibu Novri Nelly sebagai dosen serta Abang Supri Angga dan Kak Ria sebagai asisten dalam melaksanakan praktikum ini. Terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan akhir ini. Penulis menyadari bahwa laporan akhir ini jauh dari kesempurnaan dan masih perlu banyak perbaikan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat edukatif demi kesempurnaan laporan akhir ini, sehingga bermanfaat dalam pelaksanaan praktikum selanjutnya.
Padang, Desember 2011
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .........................................................................
i
DAFTAR ISI .......................................................................................
ii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................
1
1.2 Tujuan ....................................................................................
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit dan Gejala Pada Tanaman ........................................
3
2.2 Morfologi Serangga ............................................................... 10 2.3 Perkembangbiakan Insecta ..................................................... 12 2.4 Ordo Insecta ........................................................................... 13 2.5 Gulma .................................................................................... 17 2.6 Pestisida Sintetik dan Nabati ................................................... 20 2.7 Konsep Pengendalian Hama Terpadu ..................................... 24 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat ................................................................. 28 3.2 Alat dan Bahan ...................................................................... 28 3.3 Pelaksaan ............................................................................... 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tanaman Terserang Jamur .................................................... 30 4.2 Tanaman Terserang Virus ..................................................... 30 4.3 Pengamatan Makro dan Mikroskopis Patogen Tanaman ......... 30 4.4 Morfologi Serangga .............................................................. 31 4.5 Perkembangan dan Metamorfosis Serangga .......................... 32 4.6 Ordo Ordo Serangga ............................................................. 33 4.7 Antraknosa Pada Tanaman Cabai .......................................... 34 4.8 Praktikum Lapangan ............................................................. 34 4.9 Gejala Serangan Hama dan Gulma ........................................ 35
ii
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ............................................................................ 37 5.2 Saran ...................................................................................... 37 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 38 LAMPIRAN ........................................................................................ 40
iii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.
Tanaman yang Terserang Jamur
2.
Tanaman yang Terserang Virus
3.
Pengamatan Makro dan Mikroskopis Pathogen Tanaman
4.
Morfologi Serangga
5.
Perkembangan dan Metamorphosis Serangga
6.
Ordo Ordo Serangga
7.
Antraknosa Pada Tanaman Cabai
iv
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perlindungan Tanaman merupakan suatu kegiatan yang melindungi tanaman dari serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) seperti serangan hama penyebab penyakit, gulma yang dapat menimbulkan kerusakan dan kerugian baek secara kualitas dan kuantitas serta merugikan nilai ekonomis. Pengertian perlindungan tanaman menurut Peraturan Pemerintah. Cakupan perlindungan tanaman pada era globalisasi, agribisnis dan otonomi daerah. Tujuan Perlindungan Tanaman (a) pencegahan, pengendalian dan pemantauan/peramalan OPT, (b) peningkatan kuantitas dan kualitas hasil-hasil pertanian, (c) peningkatan daya saing produk pertanian di pasar, (d) peningkatan penghasilan dan kesejahteraan petani, (e) peningkatan kualitas dan keseimbangan lingkungan hidup.(Martono, 1996) Pada penyakit tanaman yang harus diperhatikan tidak per individu, tetapi dalam populasi. Pada umumnya petani/petugas memeriksakan tanamannya kalau menunjukkan gejala yang khas. Namun perlu dibiasakan pemeriksaan dilakukan berdasarkan hasil yang diperoleh, apakah terjadi kehilangan hasil. Dengan demikian perlu dilakukan observasi yang mendalam, tidak hanya terhadap gejala pada tanaman, tetapi juga pada cuaca, media tanah dan hara, air dan bahan kimia yang dipakai, serta cara budidaya. Ilmu-ilmu yang terkait terhadap kegiatan penerapan perlindungan tanaman antara lain adalah : Ekologi dan epidemiologi, Fisiologi tumbuhan, patologi anatomi dan morfologi, genetika, taksonomi dan geografi tumbuhan, bakteriologi, mikologi, virologi, entomologi, fitopatologi, ilmu gulma, agronomi, ilmu tanah, mikrobiologi, biokimia, kimia, bioteknologi, fisika, meteorologi, matematik dan statistik untuk peramaln OPT, teknologi informasi, ekonomi untuk penentuan ambang pengendalian ( Yudiarti, 2007) Gulma adalah tumbuhan yang keberadaannya dapat menimbulkan gangguan dan kerusakan bagi tanaman budidaya maupun aktivitas manusia dalam mengelola usahataninya (Djafarudin, 2001). Hama adalah hewan penggangu 1
tanaman yang secara fisik masih dapat dilihat secara kasat mata tanpa bantuan alat dan terdapat di lingkungan tanaman yang dapat menyebabkan kerusakan tanaman baik secara kualitas dan kuantitas sehingga menyebabkan kerugian ekonomis. Hama yang mengganggu tanaman seperti filum yang anggotanya diketahui berpotensi sebagai hama tanaman adalah Aschelminthes (nematoda), Mollusca (siput), Chordata (binatang bertulang belakang), dan Arthropoda (serangga, tunggau, dan lain-lain). 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari praktikum Dasar Dasar Perlindungan Tanaman ini adalah untuk mengetahui gejala serangan penyakit, hama dan gulma yang merugikan bagi tanaman.
2
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENYAKIT DAN GEJALA PADA TANAMAN 2.1.1 Penyakit Tanaman a. Jamur Jamur
(fungi)
merupakan
suatu
bagain
dari
Thallophyta,
yang
karakteristiknya berhubungan dengan tidak adanya klorofil sama sekali, sehingga tak bisa untuk melakukan asimilasi. Bagian tubuhnya yang bersifat vegetatif terdiri atas benang-benang yang halus dan dinamakan hifa. Hifa-hifa ini merupakan miselium dimana ada yang berserabut ada yang tidak. Lebih dari 8000 spesies jamur dapat menyebabkan penyakit pada tunbuhan. Semua tumbuhan diserang oleh beberapa jenis jamur, dan setiap jenis jamur parasit dapat menyerang satu atau banyak jenis tumbuhan. Beberapa jenis jamur dapat tumbuh dan memperbanyak diri hanya apabila tetap berhubungan dengan tumbuhan inangnya selama hidupnya, jamur yang demkian dikenal dengan parasit obligat atau biotrof. Jenis lain membutuhkan tumbuhan inang untuk sebagian daur hidupnya tetapi tetap dapat menyelesaikan daurnya pada bahan organik mati maupun pada tumbuhan hidup, jamur yang demikian disebut parasit non-obligat. Jamur menyebabkan gejala lokal atau gejala sistemik pada inangnya, dan gejala tersebut mungkin terjadi secara terpisah pada inang-inang yang berbeda, secara bersamaan pada inang yang sama atau yang satu mengikuti yang lain pada inang yang sama. Hampir semua gejala di atas mungkin dapat menyebabkan tumbuhan yang terinfeksi menjadi sangat kerdil. Di samping itu, gejala yang lain seperti karat daun, embun (mildew), layu dan bahkan penyakit tertentu menyebabkan hiperplasia pada beberapa organ tumbuhan, seperti akar pekuk (clubroot) mungkin menyebabkan kekerdilan tumbuhan secara
3
Ada empat kelas utama jamur, yaitu: 1. Phycomycetes Dikenal juga dengan jamur ganggang, berbentuk tabung berisi protoplasma dengan banyak inti. Hifa tidak bersekat. 2. Ascomycetes Dikenal juag dengan jamur kantong, dengan spora seksual disebut askospora. Hifa bersekat dan berpori (poralseptum). 3. Basidiomycetes Dikenal juga dengan nama jamur ganda. Memiliki spora seksual yang disebut basidiospora atau sporidia. Hifaberseket dan berinti. 4. Deuteromycetes Dikenal juga dengan sebutan jamur imperfect karena setiap jamur yang belum diketahui perkembangbiakannya secara seksual, kan dimasukkan kedalam kelas ini. Hifa bersekat dan memiliki inti. b. Bakteri Ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk bakteri disebut Bakteriologi. Bakteri adalah tumbuhan tingkat rendah yang paling kecil, dan memiliki bentuk yang bermacam-macam. Bermilyar-milyar bakteri dapt membentuk koloni berwarna putih, kekuning-kuningan, atau merah. Untuk perekembangbiakannya, bakteri membutuhkan vektor seperti serangga, hewan, manusia, pemindahan tanah, angin, dan air. Jika sudah sampai di tumbuhan inang, bakteri akan masuk memlalui lubang daun, atau melalui luka. Gejala serangan bakteri dapat berbentuk pembusukan basah karena mengandung lendir keputih-putihan, tumor, layu, kerdil, pengerutan bagian tumbuhan, perubahan warna, pada daun, daun mumi pada buah. c. Virus dan Viroid Ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk virus disebut dengan Virologi. Virus berarti zat lendir yang dapat menimbulkan penyakit tumbuhan, mempunyai satu tipe asam nukleat yang dikenal sebagai RNA atau DNA dengan mantel protein. Sedangkan viroid adalah makromolekul asam nukleat telanjang yang
4
sangat kecil. Gejala yang ditimbulkan dengan berupa perubahan warna dari hijaun menjadi kuning (klorosis) secara setempat atau menyeluruh. Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi selsel eukariota (organisme multisel dan banyak jenis organisme sel tunggal), sementara istilah bakteriofage atau fage digunakan untuk jenis yang menyerang jenis-jenis sel prokariota (bakteri dan organisme lain yang tidak berinti sel). Virus sering diperdebatkan statusnya sebagai makhluk hidup karena ia tidak dapat menjalankan fungsi biologisnya secara bebas jika tidak berada dalam sel inang. Karena karakteristik khasnya ini virus selalu terasosiasi dengan penyakit tertentu, baik pada manusia (misalnya virus influenza dan HIV), hewan (misalnya virus flu burung), atau tanaman (misalnya virus mosaik tembakau/TMV). Virus tidak mempunyai alat untuk bergerak. Oleh karena itu untuk berpindah dia membuthkan bantuan dari vektornya seperti serangga, manusia, hewan, air, dan angin. d. Nematoda Ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk nematoda disebut Nematologi. Nematoda berbetukseperti cacing kecil dengan panjang lebih kurang 200-1000 nm. Bisa hidup di air dan tanah, di dalam tumbuhan (endoparasit), di luar tumbuhan (ektoparasit). Badan nematoda berbentuk benang, mempunyai mulut dan saluran makanan yang baik. Mulutnya dilengkapi dengan kait dalam mulut yang berhubungan dengan kerongkongan yang sempit. Dinding badan berotot dan menutupi ruangan badan yang berisi cairan darah, saluran makanan, alat pengeluaran kotoran, dan alat reproduksi. Tidak ada sistem sirkulasi dan alat pernafasan yang sempurna. Nematoda jantan berukuran kecil dari betina. Nematoda adalah filum yang paling speciose setelah arthropoda, mereka terjadi di hampir setiap habitat termasuk sebagai parasit dalam segala macam tumbuhan dan hewan, (mereka tidak seperti tempat-tempat kering namun). Salah satu spesies yang diketahui yang dapat hidup dalam cuka lama (Turbatrix aceti) dan lain yang karena hanya ditemukan di tikar bir Jerman. Meskipun hanya sekitar 80.000 spesies telah dijelaskan beberapa ilmuwan memperkirakan mungkin ada sebanyak satu juta spesies yang semua mengatakan. Mereka dapat terjadi dalam jumlah yang sangat padat dalam tanah dan vegetasi yang
5
membusuk, sebanyak 90.000 telah ditemukan dalam sebuah apel busuk tunggal, sementara jutaan terjadi di atas 3cm (1 inci) dari satu meter persegi tanah yang berkualitas baik. Walaupun ada sejumlah besar Nematoda hidup bebas ada juga sejumlah besar spesies parasit, banyak yang menyebabkan penyakit manusia dan hewan lainnya serta untuk tanaman, hampir setiap organisme hidup telah ditemukan untuk menjadi parasitised oleh satu spesies nematoda atau yang lain. Kebanyakan nematoda cukup kecil, mereka berbagai ukuran dari 100 mikrometer panjang (1/10th mm atau 1/250th dari dalam) ke renale Nematoda Dioctophyme Raksasa perempuan yang dapat mencapai 1 meter, atau 3 kaki panjang. 2.1.2 Gejala Penyakit Tanaman Apabila tumbuhan diganggu oleh patogen atau oleh keadaan lingkungan tertentu dan salah satu atau lebih dari fungsi tersebut terganggu sehingga terjadi penyimpangan dari keadaan normal, maka tumbuhan menjadi sakit. Penyebab utama penyakit baik berupa organisme hidup patogenik (parasit) maupun factor lingkungan fisik (fisiopath). Adapun mekanisme penyakit tersebut dihasilkan akan sangat bervariasi yang tergantung pada agensia penyebabnya dan kadang-kadang juga bervariasi dengan jenis tumbuhannya. Pada mulanya tumbuhan bereaksi terhadap agensia penyebab penyakit pada bagian terserang. Reaksi tersebut dapat berupa reaksi biokimia alami, yang tidak dapat dilihat. Akan tetapi reaksinya dengan cepat menyebar dan terjadinya perubahan-perubahan pada jaringan yang dengan sendirinya menjelma menjadi makroskopik dan membentuk gejala penyakit. Berbagai macam penyakit yang dapat menular, yaitu bakteri, jamur, virus, mikoplasma, dan tanaman tingkat tinggi. Kekhasan penyakit yang menular adalah terjadinya interaksi yang terus-menerus oleh faktor-faktor biotik (hidup) atau oleh faktor-faktor abiotik (fisik atau kimia). Postulat Koch tidak dapat digunakan untuk semua jenis
diagnosis
patogen, tapi pada umumnya langkah ini akan sangat membantu dalam mendiagnosis suatu penyakit tumbuhan. Pada bagian tumbuhan yang sakit dapat dilihat tanda-tanda adanya patogen (sign of desease) dan gejala penyakit (symptom of desease).
6
Gejala serangan penyakit dapat juga disebabkan karena terganggunya proses fisologis pada tanaman. Dengan terganggunya proses fisiologis ini tanaman memberikan respons dalam bentuk gejala. Adapungejala yang dimunculkan sebagai respons tergangunya proses fisiologis adalah sebagai berikut : a. Gejala Utama (Main Symptoms) b. Gejala Lapangan (Field Symptoms) 2.1.3 Pengenalan Penyakit Abiotis Penyakit abiotik adalah faktor tak hidup (mati ) seprti suhu, kadar air tanah, kelembaban udara, pH tanah dan bahan-bahan kimia di dalam tanah (Agrios, 1996). Suatu faktor abiotik tertentu dapat menyebabkan pohon mengalami tekanan hingga penyakit yang ditimbulkan oleh patogen menjadi lebih berat dibandingkan dengan bila pohon hanya terserang oleh patogen. Faktor lingkungan fisik atau kimia dapat bekerja sendiri dan menyebabkan pohon menjadi sakit tanpa adanya serangan suatu patogen, dan dapat pula mempengaruhi perkembangan penyakit yang ditimbulkan oleh pathogen (Agrios, 1996). Tiap jenis tanaman memerlukan syarat mengenai faktor fisik atau kimia tertentu untuk pertumbuhannya yang optimal, oleh karena itu suatu kondisi lingkungan fisik atau kimia tertentu mungkin sekali cukup baik untuk pertumbuhan jenis tanaman yang satu, tetapi tidak baik untuk pertumbuhan jenis tanaman yang lain. Demikian pula pada suatu kondisi lingkungan fisik atau kimia tertentu, suatu jenis tanaman yang semula pada umur tertentu tidak menunjang gejala suatu penyakit, pada umur-umur lebih lanjut dapat menjadi sakit. 1. Pengaruh Suhu Tumbuhan umumnya tumbuh pada kisaran suhu 1 sampai 40 OC, kebanyakan jenis tumbuhan tumbuh sangat baik antara 15 dan 30 OC. Tumbuhan berbeda kemampuan bertahannya terhadap suhu ekstrim pada tingkat prtumbuhan yang berbeda. Misalnya, tumbuhan yang lebih tua, dan lebih keras akan lebih tahan terhadap suhu rendah dibanding kecambah muda. Jaringan atau organ berbeda dari tumbuhan yang sama mungkin sangat bervariasi kesensitifannya (kepekaannya) terhadap suhu rendah yang sama. Tunas jauh lebih sensitif (peka) dibanding daun dan sebagainya. 7
• Pengaruh Suhu Tinggi Pada umunya tumbuhan lebih cepat rusak dan lebih cepat meluas kerusakannya
apabila
suhu
lebih
tinggi
dari
suhu
maksimum
untuk
pertumbuhannya dibanding apabila suhu lebih rendah dari suhu minimum. Pengaruh suhu tinggi pada pertumbuhan berhubungan dengan pengaruh faktor lingkungan yang lain, terutama kelebihan cahaya, kekeringan, kekurangan oksigen, atau angin kencang bersamaan dengan kelembaban relatif yang rendah. Suhu tinggi biasanya berperan dalam kerusakan sunsclad yang tampak pada bagian terkena sinar matahari pada buah berdaging dan sayuran, seperti cabe, apel, tomat, umbi lapis bawang dan umbi kentang. • Pengaruh Suhu Rendah Kerusakan tumbuhan yang disebabkan oleh suhu rendah lebih besar dibanding dengan suhu tinggi. Suhu di bawah tiitik beku menyebabkan berbagai kerusakan terhadap tumbuhan. Kerusakan tersebut meliputi kerusakan yang disebabkan oleh late frost (embun upas) terhadap titik meristematik muda atau keseluruhan bagian tumbuhan herba, embun upas yang membunuh tunas pada persik, cherry, dan pepohonan lain, dan membunuh bunga, buah muda dan kadangkadang ranting sukulen sebagian pepohonan. 2. Pengaruh Kelembaban • Pengaruh Kelembaban Tanah Rendah Gangguan kelembaban di dalam tanah mungkin bertanggung jawab terhadap lebih banyaknya tumbuhan yang tumbuh jelek dan menjadi tidak produktif sepanjang musim. Kekurangan air mungkin juga terjadi secara lokal pada jenis tanah tertentu, kemiringan tertentu atau lapisan tanah yang tipis yang dibawahnya terdapat batu atau pasir. Tumbuhan yang menderita karena kekurangan kelembaban tanah biasanya tetap kerdil, hijau pucat sampai kuning terang, mempunyai daun, bunga dan buah sedikit, kecil dan jarang, dan jika kekeringan berlanjut tumbuhan layu dan mati.
8
• Pengaruh Kelembaban Tanah Tinggi Akbat kelebihan kelembaban tanah yang disebabkan banjir atau drainase yang jelek, bulu-bulu akar tumbuhan membusuk, mungkin karena menurunnya suplai oksigen ke akar. Kekurangan oksigen menyebabkan sel-sel akar mengalami stres, sesak napas dan kolapsi. Keadaan basah, an-aerob menguntungkan pertumbuhan mikroorganisme an-aerob, yang selama proses hidupnya membentuk substansi seperti nitrit, yang beracun bagi tumbuhan. Disamping itu, sel-sel akar yang dirusak secara langsung oleh kekurangan oksigen akan kehilangan permeabilitas selektifnya dan dapat memberi peluang terambilnya zat-zat besi atau bahan-bahan beracun lain oleh tumbuhan. 3. Kekurangan Oksigen Tingkat oksigen rendah yang terjadi pada pusat buah atau sayuran yang berdaging di lapangan, terutama selama periode pernapasan cepat pada suhu tinggi, atau pada penyimpanan produk tersebut di dalam tumpukan yang besar sekali. Contoh dari kasus ini adalah berkembangnya penyakit yang disebut blackheart pada kentang, yang dalam suhu cukup tinggi merangsang pernapasan dan reaksi enzimatik yang abnormal pada umbi kentang. Suplai (penyediaan) oksigen sel pada bagian dalam umbi tidak mencukupi untuk mendukung peningkatan pernapasan, dan sel tersebut mati karena kekurangan oksidasi. Reaksi enzimatik yang diaktivasi oleh suhu tinggi dan kurang oksidasi berjalan sebelum, selama dan sesudah kematian sel. Reaksi tersebut secara abnormal mengoksidasi penyusun tumbuhan yang normal menjadi pigmen melanin hitam. Pigmen tersebut menyebar ke sekitar jaringan umbi dan akhirnya menjadikan umbi tampak hitam. 4. Cahaya Kekurangan cahaya memperlambat pembentukan klorofil dan mendorong pertumbuhan ramping dengan ruas yang panjang, kemudian menyebabkan daun berwarna hijau pucat, pertumbuhan seperti kumparan, dan gugurnya daun bunga secara prematur. Keadaan tersebut dikenal dengan etiolasi. Tumbuhan teretiolasi didapatkan di lapangan hanya apabila tumbuhan tersebut ditanam dengan jarak yang terlalu dekat atau apabila ditanam di bawah pohon atau benda lain.
9
Kelebihan cahaya agak jarang terjadi di alam dan jarang merusak tumbuhan. Banyak kerusakan yang berhubungan dengan cahaya mungkin akibat suhu tinggi yang menyertai intensitas cahaya tinggi (Agrios, 1996). 2.2 MORFOLOGI SERANGGA Serangga merupakan kelompok utama hama, karena serangga merupakan kelompok terbesar dalam dunia hewan (+ 2/3 spesies hewan yang telah diketahui adalah serangga. Serangga memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi, serangga dapat berkembang biak dengan cepat, serangga dapat menjadi resisten terhadap insektisida. Serangga termasuk hewan poikilotermik (suhu tubuhnya dapat berubah mengikuti perubahan suhu lingkungannya sehingga lebih efisien dalam penggunaan energy (Martoredjo, 1984) Insecta sering disebut serangga atau heksapoda. Heksapoda berasal dari kata heksa berarti 6 (enam) dan kata podos berarti kaki. Heksapoda berarti hewan berkaki enam. Diperkirakan jumlah insecta lebih dari 900.000 jenis yang terbagi dalam 25 ordo. Hal ini menunjukkan bahwa banyak sekali variasi dalam kelas insecta baik bentuk maupun sifat dan kebiasaannya. Secara morfologi, tubuh serangga terbagi atas tiga bagian utama, yaitu: kepala (caput), dada (thoraks) dan perut (abdomen). Pada bagian-bagian tertentu terdapat embelan dan alat-alat tertentu. 1. Kepala (caput) Bentuk umum kepala serangga berupa struktur kotak yang terdiri dari enam ruas. Dikepala terdapat sepasang maa majemuk yang terletak di kiri dan kanan kepala yang berfungsi untuk menerima gambar (melihat), memungkinkan serangga dapat melihat kesegala arah tanpa harus memutar kepala atau badan. Diantara mata majemuk terdapat tiga mata tunggal (ada serangga yang memiliki sampai 6 mata tunggal) yang disebut ocelli yang berfungsi untuk mengukur intensitas cahaya.selain itu juga terdapat sepasang antena dan alat mulut. Secara umum, alat mulut serangga terdiri dari mandibula, maxila, labium, labial pulp, maxillary pulp. Tipe mulut serangga menentukan jenis makanan dan
10
kerusakan yang dapat ditimbulkan serangga terhadap tumbuhan. Alat mulut serangga berdasarkan fungsi dan cara makan dapat dibedakan antara lain adalah : •
Mandibulata (alat mulut menggigit-mengunyah), Contoh : Ordo Orthoptera Terdiri atas: Labrum, mandibel (untuk memotong, mengunyah, maksila (untuk melembutkan makanan), labium (membantu memegang makanan)
•
Haustelata (alat mulut menusuk-menghisap, merautmenghisap), contoh: ordo Hemiptera Terdiri atas labrum (cuping), rostrum (labium), dan stilet (modifikasi dari mandibel dan maksila)
•
Meraut-menghisap, contoh: Thrips; Alat mulut abnormal (hanya 1 stilet mandibel yang berkembang) Terdiri atas 1 stilet mandibel kiri, 2 stilet maksila, labrum, rostrum.
•
Alat mulut tipe khusus (alat mulut mengkait menghisap), contoh: Bactrocera dorsalis, larva ordo Diptera (lalat, nyamuk). Terdiri atas: kait mulut dan otot penggerak kait mulut [pentingnya mempelajari alat mulut karena berkaitan dengan kerusakan yang ditimbulkan pada tanaman.
2. Dada (thorax) Dada pada serangga adalah tempat melekatnya kaki dan sayap. Dada terdiri atas tiga ruas yaitu prothoraks, mesothoraks dan metathoraks. Serangga adalah binatang tidak bertulang belakang yang mempunyai sayap. Sayap merupakan tonjolan integumen dari bagian permukaan atas dan bawah yang terbuat dari bahan khitin tipisyang disebut tegmina pada belalang, dan elyta pada kumbang. Umumnya serangga memiliki dua pasang sayap. 3. Perut (abdomen) Perut serangga memiliki 11 atau 12 ruas, dan tidak mempunyai kaki seperti pada bagian dada. Pada belalang betina, bagian belakang perut terdapat ovipositor yang berfungsi untuk meletakkan telurnya. Pada segmen pertama terdapat alat pendengaran atau membran tympanum. Segmen perut yang ke-12 disebtu telson atau periproct. Lobang anus terletak pada teson ini. Pad kedua sisi
11
perut terdapat lobang cukup besar yang ditutupi oleh selaput tipis yang disebut timpanum, berfungsi sebagai alat pendengar. Selain itu ada juga organ pernapasan (spiracle) berupa lubang-lubang kecil berpasangan yang terdapat disetiap ruas. Satu at dua pasang kadang-kadangterdopat pada thoraks. 2.3 PERKEMBANGBIAKAN SERANGGA Pada umumnya serangga mengawali siklus hidupnya sebagai telur dan berkembangbiak secara kawin (seksual), yang berarti sel telur mengalami pembuahan oleh sperma, tetapi ada juga serangga yang berkembangbiak secara tidak kawin (aseksual). Setelah telur menetas, serangga pra-dewasa tersebut mepunyai ukuran dan bentuk yang kadang-kadang berlainan sama sekali dengan serangga dewasa (imago), yang dikenal dengan metamorfosis. Metamorfosis dapat dikelompokkan menjadi empat tipe: 1. Ametabola (tanpa metamorfosis) Imago memiliki bentuk luar yang serupa dengan serangga pra-dewasa (gaead), kecuali ukuran dan kematangan alat kelamin. Urutan perkembangbiakan adalah: Telur – gaead – imago. Contoh: kutu buku (Lepisma saccharina – ordo tThysanura). Ordo ini merupakan serangga primitif berukuran ≤ 30 mm, ada sekitar 700 spesies, hidup dibangunan, buku, kertas, berantene panjang, tanpa sayap dan badan bersisik. Perut bersegmen dengan 2 atatu 3 cercus bersendi pada ujungnya, serangga ini akan berlari menghindari sinar. Serangga ini tidak begitu penting bagi usaha pertanian. 2. Hemimetabola (metamorfosis tidak sempurna) Serangga pra-dewasa (naiad) dan imago memperlihatkan perbendaan yang nyata dalam bentuk secara bertahap. Nimfa dan imago memiliki tempat hidup dan makanan yang sama. Urutan perkembangbiakannya adalah: Telur – nimfs – imago. Contoh: Belalang (Ordo Orthoptera).
12
3. Paurometabola (Metamorfosis tidak sempurna) Bentuk umum serangga pra-dewasa (nimfa) dengan imago serupa, hanya terjadi perubahan bentuk secara bertahap. Nimfa dan imago memiliki tempat hidup dan makanan yang sama. Urutan perkembangbiakannya adalah: Telur – nimfa –imago. Contoh: Belalang – Oro Orthoptera. 4. Holometabola (Metamorfosis sempurna) Disebut juga dengan metamorfosis sempurna dimana serangga pra-dewasa (larva dan pupa) memiliki bentuk yang sangat berbeda dengan imago. Larva merupakan fase aktif untuk makan, sedangkan pupa merupakan bentuk peralihan yang dicirikan dengan terjadinya perombakan atau penyusunan kembali alat-alat tubuh bagian luar dan dalam serangga. Fase pupa merupakan fase instirahat bagi serangga. Habitat dan makanan serangga fase larva, pupa dan imago sangat berbeda. Urutan perkembangbiakannya adalah: Telur – larva – pupa/kepompong – imago. Mtamorfosis ini merupakan ciri khas serangga: Ordo Lepidoptera, Coleoptera, dan ordo Diptera. Ditinjau dari jenis makanan, serangga digolongkan menjadi dua bagian, yaitu: 1. Fitofag Serangga yang mengambil bahan makanan dari tumbuhan. Serangga inilah yang disebut hama. 2. Entomopag Serangga yang memakan serangga lain, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai agen pengendali secara biologis, seperti parasitoid atau predator. 2.4 ORDO SERANGGA 2.4.1 Ordo Orthoptera (bangsa belalang) Sebagian anggotanya dikenal sebagai pemakan tumbuhan, namun ada beberapa di antaranya yang bertindak sebagai predator pada serangga lain. Anggota dari ordo ini umumnya memilki sayap dua pasang. Sayap depan lebih sempit daripada sayap belakang dengan vena-vena menebal/mengeras dan disebut
13
tegmina. Sayap belakang membranus dan melebar dengan vena-vena yang teratur. Pada waktu istirahat sayap belakang melipat di bawah sayap depan. Beberapa jenis serangga anggota ordo Orthoptera ini adalah : Kecoa (Periplaneta sp.), belalang sembah/mantis (Otomantis sp.) dan belalang kayu (Valanga nigricornis Drum.). 2.4.2 Ordo Hemiptera (bangsa kepik) / kepinding Ordo ini memiliki anggota yang sangat besar serta sebagian besar anggotanya bertindak sebagai pemakan tumbuhan (baik nimfa maupun imago). Namun beberapa di antaranya ada yang bersifat predator yang mingisap cairan tubuh serangga lain. Umumnya memiliki sayap dua pasang (beberapa spesies ada yang tidak bersayap). Sayap depan menebal pada bagian pangkal (basal) dan pada bagian ujung membranus. Bentuk sayap tersebut disebut Hemelytra. Sayap belakang membranus dan sedikit lebih pendek daripada sayap depan. Pada bagian kepala dijumpai adanya sepasang antene, mata facet dan occeli. Tipe alat mulut pencucuk pengisap yang terdiri atas moncong (rostum) dan dilengkapi dengan alat pencucuk dan pengisap berupa stylet. Pada ordo Hemiptera, rostum tersebut muncul pada bagian anterior kepala (bagian ujung). Rostum tersebut beruas-ruas memanjang yang membungkus stylet. Pada alat mulut ini terbentuk dua saluran, yakni saluran makanan dan saluran ludah. Beberapa contoh serangga anggota ordo Hemiptera ini adalah : Walang sangit (Leptorixa oratorius Thumb.), kepik hijau (Nezara viridula L), bapak pucung (Dysdercus cingulatus F). 2.4.3 Ordo Homoptera (wereng, kutu dan sebagainya) Anggota ordo Homoptera memiliki morfologi yang mirip dengan ordo Hemiptera. Perbedaan pokok antara keduanya antara lain terletak pada morfologi sayap depan dan tempat pemunculan rostumnya. Sayap depan anggota ordo Homoptera memiliki tekstur yang homogen, bisa keras semua atau membranus semua, sedang sayap belakang bersifat membranus. Alat mulut juga bertipe pencucuk pengisap dan rostumnya muncul dari bagian posterior kepala. Alat-alat
14
tambahan baik pada kepala maupun thorax umumnya sama dengan anggota Hemiptera. Serangga anggota ordo Homoptera ini meliputi kelompok wereng dan kutu-kutuan, seperti : Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.), kutu putih daun kelapa (Aleurodicus destructor Mask.), kutu loncat lamtoro (Heteropsylla sp.). 2.4.4 Ordo Coleoptera (bangsa kumbang) Anggota-anggotanya ada yang bertindak sebagai hama tanaman, namun ada juga yang bertindak sebagai predator (pemangsa) bagi serangga lain. Sayap terdiri dari dua pasang. Sayap depan mengeras dan menebal serta tidak memiliki vena sayap dan disebut elytra. Apabila istirahat, elytra seolah-olah terbagi menjadi dua (terbelah tepat di tengah-tengah bagian dorsal). Sayap belakang membranus dan jika sedang istirahat melipat di bawah sayap depan. Alat mulut bertipe penggigit-pengunyah, umumnya mandibula berkembang dengan baik. Pada beberapa jenis, khususnya dari suku Curculionidae alat mulutnya terbentuk pada moncong yang terbentuk di depan kepala. 2.4.5 Ordo Lepidoptera (bangsa kupu/ngengat) Dari ordo ini, hanya stadium larva (ulat) saja yang berpotensi sebagai hama, namun beberapa diantaranya ada yang predator. Serangga dewasa umumnya sebagai pemakan/pengisap madu atau nektar. Sayap terdiri dari dua pasang, membranus dan tertutup oleh sisik-sisik yang berwarna-warni. Pada kepala dijumpai adanya alat mulut seranga bertipe pengisap, sedang larvanya memiliki tipe penggigit. Pada serangga dewasa, alat mulut berupa tabung yang disebut proboscis, palpus maxillaris dan mandibula biasanya mereduksi, tetapi palpus labialis berkembang sempurna. Metamorfose bertipe sempurna (Holometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur ---> larva ---> kepompong ---> dewasa. Larva bertipe polipoda, memiliki baik kaki thoracal maupun abdominal, sedang pupanya bertipe obtekta. Beberapa jenisnya antara lain : penggerek batang padi kuning (Tryporiza incertulas Wlk), kupu gajah (Attacus atlas L), ulat grayak pada tembakau (Spodoptera litura).
15
2.4.6 Ordo Diptera (bangsa lalat, nyamuk) Serangga anggota ordo Diptera meliputi serangga pemakan tumbuhan, pengisap darah, predator dan parasitoid. Serangga dewasa hanya memiliki satu pasang sayap di depan, sedang sayap belakang mereduksi menjadi alat keseimbangan berbentuk gada dan disebut halter. Pada kepalanya juga dijumpai adanya antene dan mata facet. Tipe alat mulut bervariasi, tergantung sub ordonya, tetapi umumnya memiliki tipe penjilat-pengisap, pengisap, atau pencucuk pengisap. Pupa bertipe coartacta. Beberapa contoh anggotanya adalah : lalat buah (Dacus spp.), lalat predator pada Aphis (Asarcina aegrota F), lalat rumah (Musca domesticaLinn.) dan lalat parasitoid (Diatraeophaga striatalis). 2.4.7 Ordo Hymenoptera (bangsa tawon, tabuhan, semut) Kebanyakan dari anggotanya bertindak sebagai predator/parasitoid pada serangga lain dan sebagian yang lain sebagai penyerbuk. Sayap terdiri dari dua pasang dan membranus. Sayap depan umumnya lebih besar daripada sayap belakang. Pada kepala dijumpai adanya antene (sepasang), mata facet dan occelli. Tipe alat mulut penggigit atau penggigit-pengisap yang dilengkapi flabellum sebagai alat pengisapnya. Beberapa contoh anggotanya antara lain adalah : Trichogramma sp. (parasit telur penggerek tebu/padi), Apanteles artonae Rohw. (tabuhan parasit ulat Artona) dan Tetratichus brontispae Ferr. (parasit kumbang Brontispa). 2.4.8 Ordo Odonata (bangsa capung/kinjeng) Memiliki anggota yang cukup besar dan mudah dikenal. Sayap dua pasang dan bersifat membranus. Pada capung besar dijumpai vena-vena yang jelas dan pada kepala dijumpai adanya mata facet yang besar. Antenanya pendek, larva hidup di air dan bersifat karnivora. Anggota-anggotanya dikenal sebagai predator pada beberapa jenis serangga kecil yang termasuk hama, seperti beberapa jenis trips, wereng, kutu loncat serta ngengat penggerek batang padi.
16
2.5 GULMA Setiap jenis tumbuhan berpotensi menjadi gulma. Tumbuhan yang berpotensi sebagai gulma cenderung mempunyai ciri khas tertentu yang memungkinkannya untuk mudah tersebar luas dan mampu menimbulkan gangguan dan kerugian (Djafarudin, 2001) a. Bersifat subyektif (berdasarkan kepentingan manusia / Anthroposentris) Gulma adalah: * Tumbuhan yang salah tempat. * Tumbuhan yang tidak diinginkan. * Tumbuhan yang tidak dikehendaki. * Tumbuhan yang tidak diusahakan. * Tumbuhan yang merugikan. * Tumbuhan tidak sedap dipandang mata. * Tumbuhan yang mempunyai nilai negatif lebih besar daripada nilai positifnya. * Tumbuhan yang belum diketahui manfaatnya. b. Bersifat Umum Gulma adalah tumbuhan yang telah beradaptasi dengan habitat buatan dan menimbulkan gangguan terhadap segala aktivitas manusia. Kaitan gulma dengan budidaya tanaman adalah tumbuhan yang keberadaannya dapat menimbulkan gangguan dan kerusakan bagi tanaman budidaya maupun aktivitas manusia dalam mengelola usahataninya (Yudiarti, 2007). Tanaman budidaya walaupun syarat tumbuhnya terpenuhi apabila mendapatkan gangguan akan mengalami kerusakan akibat hasilnya menurun bahkan dapat gagal panen. Ganggungan ini disebabkan adanya gulma di sekitar tanaman budidaya. Kerugian yang disebabkan gulma dapat: 1. menurunkan hasil tanaman (kuantitas dan kualitas produk) melalui persaingan: air, hara, cahaya, CO2, dan ruang tumbuh, kompetisi dalam dimensi ruang dan waktu. 2. Menghambat/menekan pertumbuhan bahkan meracuni tanaman budidaya dengan mengeluarkan zat alelopat. 3. pemupukan,
pendangiran
dan◊Mempersulit
penggemburan tanah, serta pengendalian OPT
17
pemeliharaan
tanaman
4. Menghambat aliran air dan merusak saluran pengairan 5. Mengurangi persediaan air di waduk (transpirasi) 6. mengurangi kapasitas air di saluran pengairan dan tempat penampungan (sungai, selokan, waduk, dam, embung, kolam, dsb) akibat sedimentasi 7. Mengganggu dan mempersulit aktivitas manusia
sanitasi kebun◊dalam
budidaya tanaman sejak pratanam sampai pascapanen / lahan budidaya 8. Sebagai inang pengganti bagi serangga hama dan patogen penyakit. Peningkatan biaya untuk pengendalian hama dan penyakit tumbuhan. Gulma diserang oleh penyebab hama dan penyebab penyakit tumbuhan yang sama dengan yang menyerang tanaman. Scirpus maritimus menghidupi Piricularia orizae, organisme yang menyebabkan penyakit hawar (blast) padi. Kebanyakan gulma rumputan adalah tumbuhan inang bagi penggerek daun hijau dan coklat (Nephotettix impiticepts dan Nilaparvata lugens). Di antara musim pertanaman, gulma tersebut bertindak sebagai tumbuhan inang serangga yang menjamin adanya serangga pada musim tanam berikutnya 9. Menimbulkan ganguan kesehatan. Tepungsari beberapa spesies gulma menyebabkan alergi dan beberapa spesies menyebabkan peradangan kulit. Beberapa spesies gulma yang tepungsarinya menyebabkan alergi, antara lain Cynodon dactylon, Eleusine indica, Imperata cylindrica, Amarantus spinosus, Tridax procumbens, Mimosa pudica, dan Cyperus rotundus.
c. Klasifikasi Gulma 1. Berdasar sifat morfologi & respon terhadap herbisida: a. Grasses (Rumputan): Famili Gramineae b. Sedges (Tekian): Famili Cyperaceae c. Broadleaf Weeds (Daun Lebar): Selain Rumputan & Tekian d. Fern (Pakisan): berasal dari keluarga pakisan/paku-pakuan.
2. Berdasarkan Daur Hidup (Umur)
18
•
Annual Weeds (Gulma semusim), Ciri-ciri: Umur < 1 tahun, organ perbanyakannya biji, umumnya mati setelah biji masak, produksi biji regenerasi. Contoh:◊melimpah Eleusine indica, Cyperus iria, Phyllanthus niruri, dsb.
•
Biennial Weeds (Gulma dwimusim), Ciri-ciri: Umur 1-2 tahun, tahun pertama membentuk organ vegetatif dan tahun kedua menghasilkan biji. Contoh: Typhonium trilobatum dan Cyperus difformis.
•
Perennial Weeds (Gulma tahunan), Ciri-ciri: Umur > 2 tahun, perbanyakan vegetatif dan atau generatif, organ vegetatif cenderung tumbuh pada ujung, bila organ◊bersifat dominansi apikal
vegetatif terpotong-potong semua
tunasnya mampu tumbuh. Contoh: Imperata cyllindrica, Chromolaena odorata, dan Cyperus rotundus.
3. Berdasarkan Habitat •
Terrestrial Weeds (Gulma darat), Ciri-ciri: Tumbuh di lahan kering dan tidak tahan genangan air. Contoh: Axonopus compressus, Ageratum conyzoides, dan Cyperus rotundus.
•
Aquatic Weeds (Gulma air), Ciri-Ciri:Sebagian / seluruh daur hidupnya di air, umumnya bila kekeringan mati. Contoh: Pistia stratiotes (Floating Weeds), Monochoria
vaginalis
(Emergent
Weeds),
Ceratophyllum
demersum
(Submergent Weeds), dam Polygonum piperoides (Marginal Weeds). •
Areal Weeds (Gulmamenumpang pada tanaman), Ciri-ciri: Tumbuhnya selalu menempel/menumpang pada tanaman lainnya dan biasanya mengganggu. Contoh: Drymoglossum heterophyllum (Epifit), Loranthus pentandrus (Hemiparait), dan Cuscuta campestris (Hiperparasit).
4. Berdasarkan Tipe/Cara Tumbuhnya •
Erect / tumbuh tegak: Boerhavia erecta
•
Creeping / tumbuh menjalar: Paspalum conjugate
•
Climbing / memanjat: Meremia hirta
5. Berdasarkan Struktur Batang
19
•
Herba/tidak berkayu: Panicum repens
•
Vines/Sedikit berkayu: Mikania micrantha
•
Woody Weeds/berkayu: Melastoma affine.
2.6 PESTISIDA SINTETIK DAN NABATI 2.6.1 Pestisida Sintetik Pembasmi hama atau pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, memikat, atau membasmi organisme pengganggu. Nama ini berasal dari pest ("hama") yang diberi akhiran -cide ("pembasmi"). Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida biasanya, tapi tak selalu, beracun. dalam bahasa sehari-hari, pestisida seringkali disebut sebagai "racun". Tergantung dari sasarannya, pestisida dapat berupa • • • • • • •
insektisida (serangga) fungisida (fungi/jamur) rodensida (hewan pengerat/Rodentia) herbisida (gulma) akarisida (tungau) bakterisida (bakteri) larvasida (larva) Penggunaan pestisida tanpa mengikuti
aturan
yang
diberikan
membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan, serta juga dapat merusak ekosistem. Dengan adanya pestisida ini, produksi pertanian meningkat dan kesejahteraan petani juga semakin baik. Karena pestisida tersebut racun yang dapat saja membunuh organisme berguna bahkan nyawa pengguna juga bisa terancam bila penggunaannya tidak sesuai prosedur yang telah ditetapkan. menurut depkes riau kejadian keracunan tidak bisa di tanggulangi lagi sebab para petani sebagian besar menggunakan pestisida kimia yang sangat buruk bagi kesehatan mereka lebih memilih pestisida kimia dari pada pestisida botani (buatan) kejadian keracunan pun sangat meningkat di provinsi tersebut. mMnurut data kesehatan pekan baru tahun 2007 ada 446 orang meninggal akibat keracunan
20
pestisida setiap tahunnya dan sekitar 30% mengalami gejala keracunan saat menggunakan pestisida Karena petani kurang tau cara menggunakan pestisida secara efektif dan penggunaan pestisida secara berlebihan, dan berdasarkan hasil penilitian Ir. La Ode Arief M. Rur.SC. dari Sumatera Barat tahun 2005 mengatakan penyebab keracunan pestisida di Riau akibat kurang pengetahuan petani dalam penggunaan pestisida secara efektif dan tidak menggunakan alat pelindung diri saat pemajanan pestisida,hasilnya dari 2300 responden yang peda dasarnya para petani hanya 20% petani yang menggunakan APD (alat pelindung diri), 60% patani tidak tau cara menggunakan pestisida secara efektif dan mereka mengatakan setelah manggunakan pestisida timbul gejala pada tubuh ( mual,sakit tenggorokan, gatal - gatal, pandangan kabur, Dll.)dan sekitar 20% petani tersebut tidak tau sama sekali tentang bahaya pestisida terhadap kesehatan,begitu tutur Ir. La Ode Arief M. Rur.SC. beliau juga mengatakan semakin rendah tingkat pendidikan petani semakin besar risiko terpajan penyakit akibat pestisida. Oleh karena itu, adalah hal yang bijak jika kita melakukan usaha pencegahan sebelum pencemaran dan keracunan pestisida mengenai diri kita atau makhluk yang berguna lainnya. 2.6.2 Formulasi Pestisida Pestisida sebelum digunakan harus diformulasi terlebih dahulu. Pestisida dalam bentuk murni biasanya diproduksi oleh pabrik bahan dasar, kemudian dapat diformulasi sendiri atau dikirim ke formulator lain. Oleh formulator baru diberi nama. Berikut ini beberapa formulasi pestisida yang sering dijumpai: a. Cairan emulsi (emulsifiable concentrates/emulsible concentrates) b. Butiran (granulars) c. Debu (dust) d. Tepung (powder) e. Oli (oil) f. Fumigansia (fumigant) 2.6.3 Pestisida Kimia
21
Pestisida tersusun dan unsur kimia yang jumlahnya tidak kurang dari 105 unsur. Namun yang sering digunakan sebagai unsur pestisida adalah 21 unsur. Unsur atau atom yang lebih sering dipakai adalah carbon, hydrogen, oxigen, nitrogen, phosphor, chlorine dan sulfur. Sedangkan yang berasal dari logam atau semi logam adalah ferum, cuprum, mercury, zinc dan arsenic. 1) Sifat pestisida Setiap pestisida mempunyai sifat yang berbeda. Sifat pestisida yang sering ditemukan adalah daya, toksisitas, rumus empiris, rumus bangun, formulasi, berat molekul dan titik didih. 2) Tata Nama Pestisida Pengetahuan pestisida juga meliputi struktur dan cara pemberian nama atau dikenal dengan tata nama. 3) Cara Kerja Pestisida •
Pestisida kontak, berarti mempunyai daya bunuh setelah tubuh jasad terkena sasaran.
•
Pestisida fumigan, berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran terkena uap atau gas
•
Pestisida sistemik, berarti dapat ditranslokasikan ke berbagai bagian tanaman melalui jaringan. Hama akan mati kalau mengisap cairan tanaman.
•
Pestisida lambung, berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran memakan pestisida.
2.6.4 Pestisida Nabati Keunggulan dan Kekurangan Pestisida Nabati Alam sebenarnya telah menyediakan bahan-bahan alami yang dapat dimanfaatkan untuk menanggulangi serangan hama dan penyakit tanaman. Memang ada kelebihan dan kekurangannya. Kira-kira ini kelebihan dan kekurangan pestisida nabati.
Kelebihan: 1. Degradasi/penguraian yang cepat oleh sinar matahari 2. Memiliki pengaruh yang cepat, yaitu menghentikan napsu makan serangga walaupun jarang menyebabkan kematian
22
3. Toksisitasnya umumnya rendah terhadap hewan dan relative lebih aman pada manusia dan lingkungan 4. Memiliki spectrum pengendalian yang luas (racun lambung dan syaraf) dan bersifat selektif 5. Dapat diandalkan untuk mengatasi OPT yang telah kebal pada pestisida kimia 6. Phitotoksitas rendah, yaitu tidak meracuni dan merusak tanaman 7. Murah dan mudah dibuat oleh petani
Kelemahannya: 1. Cepat terurai dan daya kerjanya relatif lambat sehingga aplikasinya harus lebih sering 2. Daya racunnya rendah (tidak langsung mematikan bagi serangga) 3. Produksinya belum dapat dilakukan dalam jumlah besar karena keterbatasan bahan baku 4. Kurang praktis 5. Tidak tahan disimpan.
Pestisida Nabati memiliki beberapa fungsi, antara lain: 1. Repelan, yaitu menolak kehadiran serangga. Misal: dengan bau yang menyengat 2. Antifidan, mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot 3. Merusak perkembangan telur, larva, dan pupa 4. Menghambat reproduksi serangga betina 5. Racun syaraf 6. Mengacaukan sistem hormone di dalam tubuh serangga 7. Atraktan, pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga 8. Mengendalikan pertumbuhan jamur/bakteri.
23
4.7 KONSEP PENGENDALIAN HAMA TERPADU 4.7.1 Secara Fisis (mekanis) Perlindungan tanaman menggunakan cara fisik dilakukan dengan memanfaatkan faktor-faktor fisik, misalnya suhu, kelembaban, sinar atau radiasi. Perlindungan tanaman dengan tujuan untuk mempertahankan rasa manis jagung muda dapat dilakukan dengan merebus (suhu tinggi berair), sayuran maupun buah-buahan supaya awet segar perlu disimpan dalam almari pendingin (suhu rendah), biji-bijian supaya tidak mudah berjamur perlu dikeringkan (kelembaban atau kandungan air rendah).
Berikut secara ringkas pengendalian penyakit secara fisika (mekanis) : 1) menghasilkan sumber infeksi (dicabut/dipetik), kemudian membuang atau membakar bagian yang terserang hama dan penyakit agar tdak menyebar luas kedeaerah pengusahaan budidaya. 2) menggunakan peralatan yang bersih, 3) memasang perangkap mekanis, 4) pembakaran sumber infeksi, 5) menggunakan alat penimbul suara-suara (menolak hama).
Dari ke 5 teknik diatas, berikut pengendalian fisika dengan pemanasan dan pembakaran. Pemanasan dilakukan dengan tujuan menghilangkan patogen dari tanah atau dari benih, agar patogen ini tidak berkembang pada pertanaman yang akan datang. Disamping itu pemanasan juga dilakukan dengan terhadap buahbuahan, untuk membunuh jamur yang sudah mengadakan infeksi laten pada waktu buah masih mentah, untuk mencegah berkembangnya penyakit pasca penenselam pengangkutan dan penyimpanan. 4.7.2 Secara Kimia Pengendalian kimiawi merupakan pengendalian dengan menggunakan bahan kimia atau pestisida. Penggunaan bahan kimia untuk membunuh
24
pengganggu tanaman telah dikenal sejak beberapa ribu tahun yang lalu. Racun alami dari Arsen telah dikenal bangsa Cina dan Yunani sejak abad pertama sebelum masehi (Anonim, 1959). Sejak ditemukan DDT (Dichloro Diphenyl Trichloetan) sebagai senyawa sintetes di Eropa pada tahun 1939 oleh Paul Muller, merupakan tonggak terjadinya revolusi perkembangan racun hama. Penggunaan racun hama secara moderen dimulai sejak tahun 1967 di Amerika Serikat, ketika Paris Green digunakan untuk mengendalikan epidemi (ledakan) hama kumbang Colorado (Leptinotarsa decemliata) yang menyerang tanaman kentang. Di Amerika Serikat sejak tahun 1945 sampai 1980 (35 tahun) jumlah pestisida yang digunakan meningkat 10 kali lipat, sedangkan di Indonesia mengalami peningkatan 6 kali selama 10 tahun, yaitu sejak tahun 1970 sampai 1980. Penggunaan pestisida kimia untuk pengendalian hama dan penyakit sangat jelas tingkat keberhasilannya. Penggunaan pestisida kimia merupakan usaha pengendalian yang kurang bijaksana, jika tidak dikuti dengan tepat penggunaan, tepat dosis, tepat waktu, tepat sasaran, tepat jenis dan tepat konsentrasi. Keadaan ini yang sering dinyatakan sebagai penyebabkan peledakan populasi suatu hama. 4.7.3 Secara biologi Pengendalian biologi yang terjadi secara alami di alam yang dapat menekan perkembangan serangan penyakit tanaman jarang dapat dijelaskan bagaimana mekanisme pengendaliaanya. Kemajuan penelitian dibidang ini berjalan lambat, karena harus menunggu tersediannya pengetahuan dasar mengenai perilaku dan sifat populasi campuran di dalam tanah dan dipermukaan tanaman. Walaupun demikian, ada beberapa sistim pengendalian biologi yang telah dikembangkan dengan memanfaatkan bioteknologi. Inokulasi Trichoderma Sifat antagonis jamur Trichoderma sp telah diteliti sejak lama. Inokulasi Trichoderma lignorum ke dalam tanah dapat menekan serangan penyakit layu yang menyerang di pesemaian, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh toksin yang dihasilkan jamur ini yang dapat diisolasi dari biakan yang ditumbuhan di dalam petri. Spesies lain dari jamur ini telah diketahui bersifat antagonistik atau parasitik terhadap jamur patogen tular tanah yang banyak menimbulkan kerugian
25
pada tanaman pertanian Tahun 1972, Well dan kawan-kawan melaporkan bahwa dengan pemberian inokulum Trichoderma harzianum dengan perbandingan inokulum dengan tanah 1 : 10 v/v dapat mengendalikan penyakit busuk batang dan busuk akar yang disebabkan oleh jamur Sclerotium rolfsii. Bakteri dari Genus Agrobacterium dan Pseudomonas Kelompok bakteri dari Genus Agrobacterium dan Pseudomonas banyak dimanfaatkan sebagai agen pengendalian biologi. Tidak semua spesies dari genus Agrobacterium merupakan bakteri patogen. Banyak strain yang diisolasi dari dalam tanah diketahui merupakan strain antagonis yang dapat menghambat pertumbuhan strain patogen. Kedua strain ini dapat diketahui apakah bersifat patogen atau antagonis dengan melakukan uji patogenisitas pada tanaman inang. Di dalam tanah di sekeliling perakaran tanaman yang sakit, perbandingan kedua strain ini sangat tinggi tetapi pada perakaran tanaman yang sehat perbandinganya rendah sekali (Skinner cit. Hinggins, 1985). 4.7.4 Menggunakan agen hayati Beberapa upaya menurunkan kontaminasi awal pada buah olah minimal adalah dengan menggunakan sanitiser seperti klorin (Nguyen-the dan Carlin, 1994). Namun, penggunaan klorin dalam pangan ataupun perlakuan air maíz dipertanyakan, karena beberapa componen pangan dapat bereaksi dengan klorin membentuk senyawa toksik yang potensial (Richardson, 1994). Dalam industri pangan, bakteri asam laktat telah digunakan secara luas sebagai agen biokontrol untuk meningkatkan keamanan pangan olah minimal yang direfrigerasi tanpa penambahan asam. Peranan bakteri asam laktat adalah untuk memperbaiki cita rasa, tetapi bakteri asam laktat ini ternyata juga memiliki efek pengawetan pada produk fermentasi yang dihasilkan. Bakteri asam laktat dapat memproduksi dan melakukan sekresi berupa senyawa penghambat selain asam laktat dan asam asetat, seperti hidrogen peroksida, bakteriosin, antibiotik, dan reuterin yang kurang dikenal atau belum terungkap kemampuannya sebagai senyawa penghambat. Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui sifat penghambatan dan pengawetan bakteri asam laktat (BAL) seperti efek 26
penghambatan BAL pada mikroflora yang terdapat dalam sayur siap olah (Vescovo, et al., 1995), dan penggunaan BAL untuk meningkatkan keamanan buah dan sayuran olah minimal (Breidt dan Fleming, 1995). 4.7.5 Menurut Undang-undang Karantina tumbuhan Istilah karantina (Quarantine) berasal dari kata “quaranta” yang berarti “empat puluh”. Istilah ini dipakai karena dulu jika ada kapal yang membawa penumpang berpenyakit menular, kapal itu tidak diizinkan berlabuh di pelabuhan dan harus menunggu selama empat puluh hari. Sesudah jangka waktu itu orangorang masih hidup dianggpa telah bebas
dari penyakit dan diizinkan turun
kedarat. Karantina
tumbuhan
bertujuan
untuk
mencegah
pemasukan
dan
penyebaran hama dan penyakit tumbuhan dengan memakai Undang-Undang. System karantuna ini diterpakan lebih cendrung mengatasi masuk atau keluarnya produk pertanian melalui jalur perdagangan agar tidak menyebar kedaerah pengimpor. 4.7.6 Eradikasi Eradikasi yang dimaksudkan adalah agar penyakit-penyakit yang baru saja masuk kesuatu daerah sedapat mungkin dapat dihilangkan sebelum meluas. Usaha pembersihan (eradikasi) perlu dilakukan oleh semua penanam. Oleh karena itu tindakan harus didasarkan atas peraturan yang dikeluarkan oleh pemeriintah. Pembersihan dilakukan menyeluruh dan holistic agar penyakit yang menyerang tanaman benar-benar musnah dan tidak ada yang tertinggal. Contoh eradikasi yang sukses dilaksanakan adalah Eradikasi pada tahun 1907 penyakit karat daun kopi (Hemilaeia vastatrix) pernah terbawa masuk ke porto Rico bersama-sama dengan bibit kopi Arabika dari Jawa. Tetapi dengan eradikasi yang dilakukan dengan cepat dan cermat penyakit dapat dihilangkan sama sekali.
27
III.
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum Dasar Dasar Perlindungan Tanaman ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Hama Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Uniiversitas Andalas, Padang 3.2 Alat dan Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tanaman yang terserang penyakit (virus, bakteri, jamur dan nematode), preparat nematoda, bakteri dan jamur yang di inokulasi, cabai yang terserang antraknosa, belalang kembara, aquadest, alcohol dan beberapa hama yang didapatkan waktu praktikum lapangan. Sementara itu, alat yang digunakan adalah mikroskop, petridish, pinset, buku gambar, pensil, pisau cutter, pensil warna, penggaris, slide-slide ordo hama dan proyektor serta laptop. 3.3 Pelaksanaan a. Laboratorium Alat dan bahan yang diperlukan dalam praktikum telah disiapkan sebelum praktikum dimulai kemudian asisten menerangkan tentang objek yang akan dipraktikumkan dengan tampilan slide-slide pedukung. Setelah itu, praktikan akan menggambar bahan yang dibawa saat praktikum juga bisa juga melalui slide-slide yang di tampilkan oleh asisten apabila pada objek yang dipraktikumkan tidak membawa bahan.
b. Moist Chumber Pada praktikum penyakit antraknosa pada tanaman cabai menggunakan metode Moist chumber dimana pelaksanaan yang dilakukan yaitu praktikan membawa cabai yang terserang penyakit anatraknosa. Bagian cabai yang terserang jamur dipotong sepanjang 0.5cm dan 0,5cm juga yang sehat jadi 28
panjangnya 1 cm. lembabkan tissue dengan aqudest dan letakkan pada cawan petri. setelah itu, potongan cabai tadi rendam dalam aquadest selama 2-3 menit, pindahkan untuk di rendam dalam alcohol selanjutnya di rendam untuk yang terakhir pada aquadest sekitar 3 menit. Angkat dan letakkan pada cawan petri yang telah diletakkan tissue yang lembab. Inkubasi selama 2 x 24 jam.
c. Lapangan Pengamatan yang dilakukan dilapangan menggunakan metode observasi yaitu praktikan langsung mengamati objek yang di praktikumkan di lapangan. Setelah mengamati maka praktikan menggambar atau mengambil foto dengan kamera dari tanaman yang terserang hama dan mendeskripsikan secara morfologi terserang tersebut pada kertas pengamatan yang telah dibagikan oleh masingmasing asisten.
29
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tanaman Terserang Jamur Gejala yang tampak pada tanaman yang terserang oleh penyakit antara lain: •
Pada daun terdapat bercak coklat dan hifa dari jamur yang menyerang
•
Terdapatnya jaringan tanaman yang mati diakibatkan oleh jamur
4.2 Tanaman Terserang Virus Gejala tanaman yang terserang virus antara lain: •
Warna hijau pada tanaman tidak merata
•
Sebagian daun ada bercak-bercak kuning
•
Tanaman yang terserang virus daun keriting
4.3 Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis Patogen Tanaman a. Bakteri Makroskopis Adapun ciri koloni yang diamati adalah sebagai berikut Warna Koloni
: Kuning
Bentuk Permukaan
: Cembung
Diameter Koloni
: 1mm (0,1cm)
Bentuk Koloni
: Reguler
Mikroskopis Secara mikroskopis koloni bakteri ini tidak dapat untuk diamati sebab bahan yang disgunakan adalah bahan penelitian dari salah seorang senior mahasiswa hama dan penyakit tanaman fakultas pertanian b. Jamur Secara makroskopis jamur yang diamati memiliki warna ungu yang mana jamur yang dikenal dengan nama Fusarium sp yang dapat menyebabkan penyakit pada benih cabai
30
c. Nematoda Pada praktikum ini bahan yang digunakan adalah preparat nematode pada tanaman padi. Secara mikroskopis nematoda ini memiliki stilet pada bagian mulut yang dapat menusuk akar tanaman sehingga menyebabkan kerugian. Nematoda
ini
memberikan
hormone-hormon
merangsang
pertumbuhan melalui stiletnya sehingga sel-sel yang menerima suntikan nematoda ini akan bengkak. 4.4 Morfologi Serangga Berdasarkan hasil praktikum yang telah diperoleh, kita dapat mengetahui morfologi dari serangga (Belalang), bagian-bagian dari tubuhnya, dan fungsi di bagian-bagian tersebut. Bagian-bagian dari serangga yang diamati terdiri dari: a. Tubuh -
Kepalai
-
Thoraks (dada)
-
Abdomen (perut)
-
Sayap
-
Antena
-
Mata mejemuk
-
Mata tunggal
-
Mulut
-
Tungkai
b. Kepala -
Antena (scap, pedicel, flagellum)
-
Mata majemuk
-
Mata tunggal
-
Labrum (bibir atas)
-
Mandibel (rahang besar)
-
Labium (bibir bawah)
-
Maxilla (rahang kecil)
31
c. Tungkai -
Coxa, bagian melekat langsung dengan thoraks
-
Trochanter, ruas kedua dan penghubung dengan ruas ketiga
-
Femur
-
Tibia,
-
Tarsus
-
Pretarsus
d. Abdomen -
Spiracle
-
Kapulatori
-
Ovipori
-
Apodema
4.5 Perkembangan dan Metamorfosis Serangga Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh, kita dapat mengetahui jenis-jenis perkembangbiakan pada insecta, yaitu: a. Ametabola (tanpa metamorfosis) Imago memiliki bentuk luar yang serupa dengan serangga pra-dewasa (gaead),
kecuali
ukuran
dan
kematangan
alat
kelamin.
Urutan
perkembangbiakan adalah: Telur – gaead – imago. Contoh: kutu buku (Lepisma saccharina – ordo Thysanura). Ordo ini merupakan serangga primitif berukuran ≤ 30 mm, ada sekitar 700 spesies, hidup dibangunan, buku, kertas, berantene panjang, tanpa sayap dan badan bersisik. Perut bersegmen dengan 2 atatu 3 cercus bersendi pada ujungnya, serangga ini akan berlari menghindari sinar. Serangga ini tidak begitu penting bagi usaha pertanian. b. Hemimetabola (metamorfosis tidak sempurna) Serangga pra-dewasa (naiad) dan imago memperlihatkan perbendaan yang nyata dalam bentuk secara bertahap. Nimfa dan imago memiliki tempat hidup dan makanan yang sama. Urutan perkembangbiakannya adalah: Telur – nimfs – imago. Contoh: Capung (Ordo Odonata).
32
c. Paurometabola (Metamorfosis tidak sempurna) Bentuk umum serangga pra-dewasa (nimfa) dengan imago serupa, hanya terjadi perubahan bentuk secara bertahap. Nimfa dan imago memiliki tempat hidup dan makanan yang sama. Urutan perkembangbiakannya adalah: Telur – nimfa –imago. Contoh: Belalang – Ordo Orthoptera. d. Holometabola (Metamorfosis sempurna) Disebut juga dengan metamorfosis sempurna dimana serangga pra-dewasa (larva dan pupa) memiliki bentuk yang sangat berbeda dengan imago. Larva merupakan fase aktif untuk makan, sedangkan pupa merupakan bentuk peralihan yang dicirikan dengan terjadinya perombakan atau penyusunan kembali
alat-alat tubuh bagian luar dan dalam serangga. Fase pupa
merupakan fase instirahat bagi serangga. Habitat dan makanan serangga fase larva, pupa dan imago sangat berbeda. Urutan perkembangbiakannya adalah: Telur – larva – pupa/kepompong – imago. Metamorfosis ini merupakan ciri khas serangga: Ordo Lepidoptera, Coleoptera, dan ordo Diptera. 4.6 Ordo Ordo Serangga Berdasarkan hasil praktkum yang diperoleh, kita dapat mengetahui ordo-ordo dari insecta. Pada praktikum, hanya dua ordo yang dibahas yaitu Ordo Diptera dan Ordo Odonata. -
Ordo Diptera Insecta ordo diptera memiliki ciri khas, memiliki sistem metamorfosa holometabola. Fase yang berbahaya adalah saat berbentul larva dan imago. Tipe mulut larva umumnya chewing (menggigit-mengunyah), sedangkan yang imago umunya memiliki tipe mulut sponging (menjilat). Sayap sepasang, sayap belakang berubah menjadi halter. Ex: Tawon
-
Ordo Odonata Insecta Ordo Odonata memiliki sistem metamorfosis Hemimetabola dengan tipe mulut umumnya chewing (menggigit-mengunyah). Ciri-ciri ordo ini adalah: Ukuran besar, sering bewarna terang, perut bundar, memanjang
33
Mata besar majemuk Dua pasang sayap memanjang, membraneous, transparan dengan vena menyilang sangat kompleks dan bernodus ditepi depan Imago terbang sangat kuat, merupakan pembunuh, kaki digunakan untuk menangkap mangsa Kawin diudara, bertelur di air atau di tanaman air, naiad hidup di air dan bernafas dengan insang Cercus tidak beruas, sebagai organ pendekap pada capung jantan Mengalami 11 – 15 kali pengelupasan kulit. Ex: Capung 4.7 Antraknosa Pada Tanaman Cabai Penyakit antraknosa atau patek pada tanaman cabai disebabkan oleh Cendawan Colletotrichum capsici Sydow dan Colletotrichum gloeosporioides Pens, penyakit antraknosa atau patek ini merupakan momok bagi para petani cabai karena bisa menghancurkan panen hingga 20-90 % terutama pada saat musim hujan, cendawan penyebab penyakit antraknosa atau patek ini berkembang dengan sangat pesat bila kelembaban udara cukup tinggi yaitu bila lebih dari 80 rH dengan suhu 32 derajat selsius biasanya gejala serangan penyakit antraknosa atau patek pada buah ditandai buah busuk berwarna kuning-coklat seperti terkena sengatan matahari diikuti oleh busuk basah yang terkadang ada jelaganya berwarna hitam. Sedangkan pada biji dapat menimbulkan kegagalan berkecambah atau bila telah menjadi kecambah dapat menimbulkan rebah kecambah. Pada tanaman dewasa dapat menimbulkan mati pucuk, infeksi lanjut ke bagian lebih bawah yaitu daun dan batang yang menimbulkan busuk kering warna cokelat kehitam-hitaman. 4.8 Praktikum Lapangan Secara morfologi tanaman yang didapatkan dilapangan terlihat sehat semua, tetapi setelah dilihat dengan dekat ternyata banyak sekali hama-hama yang mengganggu pertumbuhan dari tanaman tersebut. Hama yang didapatkan ada yang masih adalam bentuk telur, larva dan imago.
34
Kebanyakan hama yang didapatkan dalam bentuk larva sehingga kerugiaan yang ditanggung petani sangat tiggi untuk dapat memabsmi hama tersebut. Sebagian dari petani ada yang melakukan penamanan secara polikultur dan tumpang sari untuk dapat mengurangi serangga hama pada lahan pertanian mereka 4.9 Gejala Serangan Hama dan Gulma a. Gejala Serangan Hama kerusakan tanaman yang di timbulkan dari serangan hama •
Menggigit-mengunyah : sobekan pada daun, lubang pada daun, gerekan pada buah, batang dan akar
•
Menusuk-menghisap : bintik-bintik pada daun, bercak-bercak kuning (klorosis) atau pucuk daun mengkerut
•
Meraut-menghisap : goresan-goresan putih keperakan ada bunga
•
Mengait-menghisap : bagian dalam buah hancur, dan membusuk (ordo Diptera
b. Gulma Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada tempat dan waktu yang tidak dikehendaki oleh petani, dimana kerugian yang ditimbulkan lebih besar dari keuntungan Berdasarkan umur atau siklus hidupnya
Gulma semusim/setahun (annual weeds) Gulma yang menyelesaikan satu siklus hidupnya (Perkecambahan biji-masa aktif vegetatif—berbunga—berbuah—menghasilkan biji—mati) dalam periode satu musim/< 1 tahun Contoh: Ageratum conyzoides (babadotan)
Gulma dua musim/dua tahunan (biennial weeds) Gulma yang siklus hidupnya > 1 tahun tetapi < 2 tahun Contoh:Fimbristylis miliacea (Babawangan –padi)
35
Gulma Tahunan (pirennial weeds) Gulma yang satu siklus hidupnya > 2 tahun Contoh: Mimosa pudica (Putri malu)
Berdasarkan bentuk morfologi secara umum
Gulma rerumputan (grasses) merupakan famili Graminae dan Poaceae Contoh: Imperata cylindrica (alang-alang)
Gulma berdaun lebar (broad leaf) merupakan tumbuhan dikotil, beberapa ada yang monokotil Contoh: Amaranthus Spinosa (Bayam duri)
Teki-tekian (sedges) Merupakan famili Cyperaceae Contoh: Cyperus rotundus (teki)
Berdasarkan habitatnya
Gulma darat Gulma yang tumbuh di tanah/lahan kering Contoh:Eleusine indica
Gulma air (aquatic weeds/hydropyte) Gula air dibagi tiga: 1. Gulma air yang terapung (floating) Daun dan batangnya berada di permukaan air sedangkan akarnya melayang dan tidak menyentuh dasar air Contoh: Eichornia crassipes (enceng gondok) 2. Gulma air yang tenggelam (submersed) perakaran tidak menyentuh dasar air, daun serta batang melayanglayang di dalam air dan tidak muncul ke permukaan Contoh: hydrilla verticillata 3. Gulma yang akarnya tumbuh di dasar air daunnya muncul di permukaan (emersed) Contoh: Leersia hexandra (rumput banto)
36
V.
PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan praktikum Dasar Dasar Perlindungan Tanaman yang telah dilaksanakan maka praktikan dapat menyimpulkan bahwa : •
Seseorang perlu untuk melakukan perlindungan tanaman yang gunanya untuk mengurangi kerugian secara ekonomi
•
Tanaman yang terserang oleh penyakit dan hama akan menyebabkan kerugian secara ekonomis
•
Perlindungan tanaman merupakan ilmu yang harus dimiliki untuk melakukan budidaya tanaman. Apabila melakukan budidaya tanpa mengetahui konsep dasar perlindungan tanaman, maka tanaman yang dibudidayakan tidak akan mendapatkan hasil yang memuaskan, bahkan bisa saja mengalami gagal panen.
5.2 Saran Agar praktikum dapat berjalan dengan lancar dan tujuan dari praktikum dapat tercapai, maka diharapkan kepada praktikan agar lebih serius dan teliti lagi dalam melaksanakan praktikum.
37
DAFTAR PUSTAKA D. Foth, Henry. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Edisi Keenam Ahli Bahasa Dr. Soenartono Adisoemarto, Ph.D. Erlangga. Jakarta. Guntur, Nova Dwi. Dkk. 2010. Pengaruh Atraktan Nabati Ekstrak Selasih (Ocimum sanctum l.) Dan Daun Wangi (Melaleuca bracteata l.) Terhadap Lalat Buah Jantan (Diptera: trypetidae) pada Tanaman Mentimun. Universitas Lampung. Lampung Irma
sari, saturday, June 19, 2010 10:13:00 http://my.opera.com/irmasmall/blog/daslintan
AM,
Daslintan,
Lakitan, Benyamin. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta. Martoredjo Toekidjo. 1983. Ilmu Penyakit Lepas Panen. Ghalia Indonesia : Jakarta. Pracaya. 1996. Hama dan Penyakit Tumbuhan. Universitas Indonesia Press. : Jakarta Sastrahidayat, Ika Rochidjatun. 1990. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional : Surabaya. Semangun, Haryono. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Setiawati, A. Dkk. 2005. Pengendalian Kutu Kebul dan Nematoda Parasitik Secara Kultur Teknik pada Tanaman Kentang. J. Hort. 15(4):288-296. Suhaendah, Endah. Dkk. 2008. Uji Ekstrak Daun Suren Dan Beauveria Bassiana Terhadap Mortalitas Ulat Kantong Pada Tanaman Sengon. Balai Penelitian Kehutanan Ciamis. Jawa Barat Tegmina. 2011. http://tegmina.wordpress.com/2011/03/09/morfologi-serangga/ Triharso. 1994. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Gajah Mada. Universitas Press. Yogyakarta. Triharso. 2004. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada University Press . Yogyakarta. Untung, Kasumbogo. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu (edisi kedua). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
38
Yakup, Y.S. 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Faperta Unsri . Palembang. Zulfitriany, D.M. dkk. 2004. Pemanfaatan Minyak Sereh (Andropogon nardus l.) Sebagai Atraktan Berperekat Terhadap Lalat Buah (Bactrocera spp.) Pada Pertanaman Mangga. J. Sains & Teknologi, Desember 2004, Vol. 4 No.3: 123-129
39