STEP 1
Seorang ibu dating mengantar anak perempuannya berusia 3 tahun datang ke Klinik Kedoktera Gigi Anak RSGM Unej keluhan gigi – gigi depan atasnya tampak bercak – bercak putih dan agak kecoklatan. Dari anamnesa diketahui bahwa gigi – gigi gigi tersebut tidak sakit, kondisi tersebut sudah mulai muncul sejak usia 1 tahun. Anak tersebut mengkonsumsi ASI dan tidak mengkonsumsi susu formula. Orang tua tidak rutin menyikat gigi anak karena sang anak kadnag menolak siakt gigi. Pada pemeriksaan intra oral tampak gigi 52, 51, 61 dan 62 tampak ada white spot di di bagian labial. Pemeriksaan vitalitas dingin ( + ), perkusi ( - ), druk ( - ). Hasil pemeriksaan radiografi didapatkan benih gigi 11 12 21 22 lenkap. Gigi – gigi gigi yang lain dalam kondisi baik dan tanpa karies. Apa diagnose dan rencana perawatannya?
1
STEP 2
1. Bagaimana prosedur anamnesa dan macam-macamnya? 2. Bagaimana prosedur pemeriksaan klinis gigi? 3. Bagaimanakah macam-macam pemeriksaan gigi? 4. Apa pentingnya pemeriksaan penunjang untuk menentukan diagnosa dan rencana perawatan? 5. Apa diagnosa dan diagnosa banding dari skenario? 6. Apa etiologi dari skenario? 7. Apa rencana perawatan dan prognosisnya? 8. Apa faktor faktor keberhasilan dan evaluasi dari kasus di skenario?
2
STEP 3
1.
a. Anamnesa yang baik terdiri atas : 1. IDENTITY Identitas lengkap pasien 2. KELUHAN UTAMA (CC) Keluhan utama yang membuat pasien datang ke dokter gigi 3. PRESENT ILLNESS (PI) Penyakit yang selama 6 bulan terakhir diderita 4. PAST DENTAL HISTORY (PDH) Perawatan gigi yang pernah dilakukan pasien 5. PAST MEDICAL HISTORY (PMH) Riwayat penyakit sistemik maupun alergi yang diderita pasien 6. FAMILY HISTORY (FH) Riwayat kesehatan keluarga pasien terutama orang tua 7. SOCIAL HISTORY (SH) Kondisi lingkungan pasien
a. Auto anamnesa yaitu anamnesa tanpa bantuan orang lain. b. Allo anamnesa yaitu anamnesa dibantu orang lain. Contoh : pemeriksaan anak- anak dibantu orang tuanya. 2.
Pemeriksaan Klinis A. Ekstraoral a.Penampilan umum, besar dan berat badan Secara umum tinggi badan seorang anak dapat diamati dengan cepat sewaktu anak memasuki ruang praktek. Untuk memastikannya dapat diukur dan membandingkannya dengan tabel yang memuat perbandingan antara tinggi badan, usia dan berat badan anak. b. Kulit
3
Adanya perubahan atau kelainan pada kulit di wajah atau tangan dapat dipakai sebagai petunjuk adanya kelainan atau penyakit. Lesi yang primer atau sekunder dapat terjadi pada kulit muka, bila terdapat herpes pada bibir atau muka yang disertai rasa sakit dan juga disertai sakit gigi, sebaiknya perawatan gigi ditunda atau diberi premedikasi dan pasien dirujuk ke dokter kulit terlebih dulu. c. Mata Infeksi/abses pada gigi rahang atas dapat menyebar ke mata me – nyebabkan pembengkakan atau conjuctivitis pada mata. Bila perawatan gigi telah selesai dan pembengkakan pada mata belum hilang, sebaiknya pasien dirujuk ke dokter mata. d. Bibir Pemeriksaan bibir dilakukan dengan mengamati ukuran, bentuk, warna dan tekstur permukaan. Dipalpasi dengan ibu jari dan telunjuk. Pada bibir sering dijumpai abrasi, fisur, ulserasi atau crust. Trauma sering menyebabkan memar pada bibir, reaksi alergi juga dapat terlihat. e. Tipe Kepala Ada 3 macam : tipe brachycephalic mempunyai tipe muka lebar dan pendek, sedangkan bentuk lengkung geliginya lebar, tipe dolicocephalic mempunyai tipe muka dan bentuk lengkung geligi yang panjang dan sempit, tipe mesocephalic mempunyai tipe muka dan bentuk lengkung geligi yang berbentuk parabola. f. Simetris Wajah Asimetris wajah dapat terjadi secara fisiologis atau patologis. Secara fisiologis misalnya kebiasaan tidur bayi terutama yang lahir prematur sehingga meyebabkan perubahan bentuk wajah yang permanen. Asimetris wajah patologis dapat disebabkan tekanan abnormal dalam intra uterus, paralise saraf kranial, fibrous displasia atau gangguan perkembangan herediter.
4
g. Pemeriksaan TMJ a. Inspeksi: merupakan pemeriksaan secara visual. b.
Palpasi: pemeriksaan dilakukan dengan cara meraba daerah sekitar TMJ pasien, apabila terdapat sesuatu yang abnormal seperti benjolan atau fluktuasi, maka kemungkinan terdapat kelainan pada TMJ-nya.
c.
Auskultasi
Untuk metode ini diperlukan suatu alat bantu, yaitu stetoskop. Dilakukan dengan cara meletakkan ujung stetoskop pada daerah tragus, kemudian mendengarkan dengan seksama apakah terdapat bunyi (berupa klik atau yang lainnya) yang abnormal atau tidak Apabila terdapat bunyi abnormal tersebut, maka kemungkinan terdapat kelainan pada TMJ. B. Pemeriksaan Intra Oral Anak a. Pipi dan bibir bagian dalam Diperiksa dengan menarik pipi dan bibir, akan terlihat mukosa labial, dilanjutkan dengan memeriksa mukosa bukal, apakah terdapat pembengkakan atau perubahan lain. b. Gingiva Pemeriksaan
gingiva
meliputi
warna,
ukuran,
bentuk
dan
konsistensinya.Sewaktu erupsi gigi, gingiva dapat membengkak, sakit (terutama bila terkena trauma gigi antagonisnya) dan meradang. c. Lidah dan Tonsil Untuk memeriksa lidah, anak diminta menjulurkan lidahnya ke depan. Periksa ukuran, bentuk, warna dan pergerakannya.Daerah di bawah lidah harus diperiksa karena sering terjadi pembengkakan atau ulserasi yang dapat mengganggu bila berbicara dan sewaktu lidah digerakkan. Selain itu frenulum lingualis yang pendek dapat menahan gerakan lidah
ke depan, sehingga
mengganggu anak berbicara. Dasar lidah diperiksa perlahan-lahan dengan menggunakan kain kasa yang diletakkan diantara ibu jari dan telunjuk.
5
Untuk memeriksa tonsil, lidah ditekan dengan kaca mulut atau tongue blade, dilihat apakah ada perubahan warna, ulserasiatau pembengkakan.
d. Palatum Untuk melihat langsung bentuk, warna dan lesi padajaringan lunak dan keras palatum, kepala pasien direbahkan ke belakang.Pembengkakan, kelainan bentuk dan konsistensinya dapat diketahui dengan palpasi.
3. Pengamatan gigi secara menyeluruh dapat dilakukan dengan cepat sebelum masing-masing gigi didiagnosa secara teliti. Pemeriksaan gigi dilakukan dengan memakai kaca mulut, ekskavator danpinset. Perlu diketahui apakah ada gigi yang dicabut sebelum waktunya (prematur loss), gigi yang sudah waktunya tanggal atau gigi persistensi (gigi penggantinya sudah erupsi tetapi gigi sulung belum tanggal). Gigi persistensidan gigi yang mengalami prematur loss akan mengganggu susunan gigi dan perkembangan lengkung rahang. Selain itu diperhatikan juga kebersihan mulut, keadaan gigi-gigi, posisi gigi (crowding, spasing, drifting), oklusi (molar pertama tetap dan kaninus, insisivus-overjet da overbite), mobilitas (eksfoliasi gigi susu, abses, periodontitis), warna (gigi non vital, staining intrinsik, karies), struktur (hipoplasi, hipomineralisasi) dan karies. Untuk pemeriksaan karies dan vitalitas gigi bisa menggunakan tes dingin dan tes panas, dimana tes dingin menggunakan chlor etil yang disemprotkan ke kapas hingga ditunggu adanya kristal es atau tes panas menggunakan guttap namun lebih sering menggunakan tes dingin karena lebih efektif untuk anak-anak, apabila anak takut untuk dilakukan tes vitalitas maka bisa mencobakan ke tangan anak terlebih dahulu bahwa ini aman dan tidak sakit. Selanjutnya selain tes dingin dan panas ada tes kavitas yaitu menggunakan bur disini apabila anak juga ketakutan untuk dilakukan tes bur maka kita dapt melkukan contoh pada tangan anak tersebut bahwa ini tidak sakit. 5.Diagnosa pada skneraio yaitu bisa karies botol atau Early Chilhood caries (ECC)yaitu karena karies ini sering terjadi pada anak kecil yang sering
6
mengkonsumsi asi, susu botol terutama saat malam hari. Dimana hal ini karena susu tergenang lebih sering pada rahang atas dibagian palatum sehingga proses demineralisasi pada gigi atas lebih sering karena juga gigi atas merupakan yang erupsi pertama pada anak-anak. Untuk ECC ini sering terjadi pada anak kecil yaitu 1 hingga lebih gigi anterior yang terlibat pada usia 2-3 tahun dan biasanya pada bagian labial. Diagnosa Bandingnya adalah Rampan karies.
6.Etiologi: Yaitu diakrenakan mengkonsumsi asi yang mengandung glukosa sehingga terjadi dimineralisasi, dan juga diperparah karena tidak rutin menggosok gigi, juga bisa karena faktor lingkungan dan dari pengaruh ibu, dimana apabila pemberian asi dimalam hari saat tidur maka sisa-sisa asi dapat tertinggal apabila tidak dibersihkan sehingga dapat memicu demineralisasi gigi. 7. Rencana Perawatan: A. Waktu pemberian asi atau susu diusahakan tidak sampai tertidur, asi diberikan maksimal 6 bulan yatu agar mengurangi kemungkinan rusaknya gigi pada anak, dan juga mengurangi dari konsumsi makanan yang manis yang mengandung glukosa. B. Pemberian DHE (Dental health education) pada anak dan orang tua, memberi saran kepada orang tua untuk menyikat gigi anaknya rutin dan memberi tahu akibat buruk dari tidak rutin gosok gigi, lalu juga menyarankan untuk memberi flouridasi berupa topikal aplication fluor (TAF). 8. Evaluasi yaitu pada sikap orang tua juga bisa menjadi faktor keberhasilan, faktor keberhasilan juga dari individu anak, dari lingkungannya. Dimana dapat dikatakan berhasil apabila pasien sudah tidak mengeluh, adanya peningkatan OH dari pasien setelah diberi DHE dan terapi dan kunjungan ke dokter gigi.
7
STEP 4
Anamnesa Diagnosa Sementara Pemeriksaan Klinis
Subjektif
Objektif
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosa dan DD
Rencana perawatan dan prognosis
8
STEP 5
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan prosedur anamnesa dan macam-macamnya 2. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan prosedur pemeriksaan klinis gigi 3. Mahasiswa
mampu
mengetahui
dan
menjelaskan
macam-macam
pemeriksaan gigi 4. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan pentingnya pemeriksaan penunjang untuk menentukan diagnosa dan rencana perawatan 5. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan diagnosa dan diagnosa banding dari skenario 6. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan etiologi dari skenario 7. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan rencana perawatan dan prognosisnya 8. Mahasiswa
mampu
mengetahui
dan
menjelaskan
keberhasilan dan evaluasi dari kasus di skenario
9
faktor
faktor
STEP 7 LO 1
Kunjungan ke dokter gigi bagi pasien anak merupakan hal yang pentingterutama kunjungan pertama. Bila kunjungan pertama sudah berhasil dengan baik maka kunjungan berikutnya akan merupakan kunjungan yang menyenangkan bagi anak sebagai pasien dan dokter gigi yang merawatnya sehingga
kunjungan
pertama
ini
sering
disebut
sebagai
Kunci
Keberhasilan perawatan dan merupakan dasar yang nyata.
TUJUAN KUNJUNGAN PERTAMA
1. Menciptakan komunikasi dengan anak dan orang tua 2. Mendapatkan keterangan tentang riwayat pasien 3. Memeriksa anak dan untuk mendapatkan ronsen foto bila diperlukan. 4. Melakukan prosedur perawatan sederhana yaitu : a. Profilaksis
Dilakukan hanya pada gigi depan (utk anak kecil) atau seluruh mulut termasuk pembuangan kalkulus bila diperlukan. b. Topikal Aplikasi Fluor
Prosedur ini dapat dilakukan disamping prosedur non traumatik lain. 5. Menjelaskan tujuan perawatan pada anak dan orang tua yaitu : a. Tekankan perlunya tindakan pencegahan maupun operatif. b. Mintalah anak membawa sikat giginya pada kunjungan berikutnya. c. Memberikan perkiraan jumlah kunjungan yang diperlukan untuk menyelesaikan perawatan. Pada kunjungan pertama ini sebaiknya hanya untuk memperkenalkanpada anak bagaimana rasanya memeriksakan gigi dan memperlihatkan bahwa ini adalah pengalaman yang menyenangkan. Hal ini penting terutama untuk anak yang baru pertama kali berkunjung ke dokter gigi. Pemeriksaan terhadap anak
10
hendaknya dilakukan perlahan-lahan, jangan tergesa-gesa dan alat yang digunakan hendaknya dibatasi untuk menghindari rasa takut. Biarkan anak bertanya tentang alat yang digunakan juga bila anak akan memegangnya asalkan tidak berbahaya.
Klasifikasi perilaku anak menurut White
Pada dasarnya pembagian perilaku yang diajukan oleh White merupakan penjelasan atas dua klasifikasi perilaku sebelumnya, khususnya penjelasan atas klasifikasi potensial kooperatif yang masih belum jelas. Klasifikasi perilaku anak terhadapat perawatan gigi dan mulut menurut White, yaitu:
1. Perilaku kooperatif (Cooperative patient)
Perilaku kooperatif merupakan kunci keberhasilan dokter gigi dalam melakukan perawatan gigi dan mulut.Anak dapat dirawat dengan baik jika dia menunjukkan sikap positif terhadap perawatan yang dilakukan.Kebanyakan pasien gigi anak menunjukkan sikap kooperatif dalam kunjungannya ke dokter gigi. Tanda-tanda pasien anak dan remaja yang tergolong kooperatif adalah: a. Tampak rileks dan menikmati kunjungan sejak di ruang tunggu b. Mengikuti semua instruksi yang disampaikan dengan rileks c. Memahami sendiri semua perintah d. Terlihat antusias terhadap perawatan yang akan dilakukan e. Penanganan dalam klinik biasanya cukup dengan teknik tell show do (TSD) f. Adanya hubungan antara dokter 2. Perilaku tidak mampu kooperatif (I nability to cooperative patient)
Ada dua kelompok pasien yang termasuk dalam kelompok perilaku tidak mampu kooperatif, yakni:
11
a. Anak yang berumur di bawah 3 tahun yang masih sangat bergantung kepada ibunya. b. Pasien anak atau remaja yang handicapped, baik retardasi mental maupun keterbatasan fisik/cacat. Kedua kelompok pasien ini pada dasarnya adalah ketidakmampuan untuk berkomunikasi dan untuk memahami segala instruksi.Hal ini sangat menyulitkan dokter gigi dalam melakukan perawatan.Pasien anak dengan kategori tidak mampu kooperatif dapat ditangani dengan premedikasi dan menggunakan anastesi umum.
3. Perilaku histeris (Out of control patient)
Ada beberapa karakteristik pada pasien anak yang tergolong dalam perilaku histeris, yakni: a. Pasien umumnya berumur 3-6 tahun dan merupakan kunjungan pertama b. Tangisan yang keras, memekik, dan marah c. Merengek dan mudah marah d. Memiliki tingkat kecemasan dan ketakutan yang tinggi
Perilaku jenis ini dapat ditangani dengan mengevaluasi pasien sebelum melakukan perawatan dan melakukan pendekatan kepada anak secara lembut disertai pemberian penjelasan mengenai prosedur perawatan untuk mengurangi tingkat kecemasannya.
4. Perilaku keras kepala (Obstinate/ defiant patient)
Beberapa karakteristik anak dengan perilaku keras kepala, yakni: a. Melawan pada setiap instruksi b. Pasif mempertahankan diri dan tidak ada perhatian terhadap perintah
12
c. Berdiam diri tidak mau bergerak dan membuka mulut. d. Bersikap menentang dan tidak sopan
Pasien anak dengan perilaku keras kepala dapat ditangani dengan mencoba memahami dan melakukan komunikasi dengan pasien tersebut tanpa melakukan paksaan. Karena dengan paksaan akan semakin menyulitkan dokter gigi dalam melakukan perawatan.
5. Perilaku pemalu (Timid patient) Perilaku pemalu dalam perawatan gigi dan mulut merupakan suatu perasaan gelisah atau mengalami hambatan dalam membentuk hubungan atau komunikasi antara dokter gigi dan pasien anak sehingga mengganggu tercapainya keberhasilan perawatan. Pemalu dapat berubah menjadi fobia yang menjadikan pasien tersebut menjadi tidak kooperatif terhadap perawatan gigi dan mulut.16 Karakteristik anak dengan perilaku pemalu, yakni:9,15 a. Pemalu karena takut berbuat salah dan susah mendengarkan instruksi b. Menghindari kontak mata dan berlindung di belakang orang tua c. Tidak banyak bicara, menjawab secukupnya saja d. Membutuhkan dorongan kepercayaan diri e. Berasal dari lingkungan keluarga yang bersifat overprotektif. 6. Perilaku tegang (Tense patient)
a. Anak tersebut tampak tegang secara fisik, dahi dan tangan berkeringat, bibir kering b. Suara terdengar tremor c. Memulai percakapan dengan “tidak” dan “saya tidak akan”
13
d. Tangan bergetar e. Menatap ke sekeliling ruang klinik f. Menerima perawatan yang diberikan g. Anak jenis ini ingin tampak berani dan tumbuh dewasa. 7. Perilaku cengeng (Whining patient) a. Merengek atau menangis sepanjang prosedur perawatan
b. Masih tetap bisa menerima perawatan c. Bisa menerima perhatian dari dokter gigi d. Penangan yang paling tepat adalah dokter gigi harus bersikap sabar dan tenang. Dokter gigi sebaiknya memberikan pujian terhadap mereka jika bersikap kooperatif selama perawatan gigi dan menyampaikan bahwa tidak akan lama lagi dan mereka bisa pulang ke rumah.
LO 2 1. PEMERIKSAAN KLINIS (IO, EO)\
Merupakan pemeriksaan obyektif terdiri dari pemeriksaan fisik, tandatanda vital dan pemeriksaan fisik regional untuk memeriksa apakah ada gangguan fisik penderita, dan menentukan gangguan tersebut disebabkan oleh karena faktor penyakit local di rongga mulut atau oleh karena penyakit sistemik. Pemeriksaan klinis / pemeriksaan objektif dilakukan dengan pengamatan intraoral maupun ekstraoral. Pemeriksaan obyektif terdiri dari:
Pemeriksaan Ekstra Oral Anak
a. Penampilan umum, besar dan berat badan. Secara umum tinggi badan seorang anak dapat diamati dengan cepat sewaktu anak memasuki ruang praktek. Untuk memastikannya dapat diukur dan
14
membandingkannya dengan tabel yang memuat perbandingan antara tinggi badan, usia dan berat badan anak. Faktor yang mempengahi keadaan tinggi, berat badan dalam masa perkembangan adalah herediter, lingkungan, penyakit sistemik dan gangguan endokrin. b. Kulit Adanya perubahan atau kelainan pada kulit di wajah atau tangan dapat dipakai sebagai petunjuk adanya kelainan atau penyakit. Lesi yang primer atau sekunder dapat terjadi pada kulit muka, bila terdapat herpes pada bibir atau muka yang disertai rasa sakit dan juga disertai sakit gigi, sebaiknya perawatan gigi ditunda atau diberi premedikasi dan pasien dirujuk ke dokter kulit terlebih dulu. c. Mata Infeksi/abses pada gigi rahang atas dapat menyebar ke mata me – nyebabkan pembengkakan atau conjuctivitis pada mata. Bila perawatan gigi telah selesai dan pembengkakan pada mata belum hilang, sebaiknya pasien dirujuk ke dokter mata. d. Bibir Pemeriksaan bibir dilakukan dengan mengamati ukuran, bentuk, warna dan tekstur permukaan. Dipalpasi dengan ibu jari dan telunjuk. Pada bibir sering dijumpai abrasi, fisur, ulserasi atau crust. Trauma sering menyebabkan memar pada bibir, reaksi alergi juga dapat terlihat. e. Tipe Kepala Ada 3 macam : tipe brachycephalic mempunyai tipe muka lebar dan pendek, sedangkan bentuk lengkung geliginya lebar, tipe dolicocephalic mempunyai tipe muka dan bentuk lengkung geligi yang panjang dan sempit, tipe mesocephalic mempunyai tipe muka dan bentuk lengkung geligi yang berbentuk parabola. f. Simetris Wajah Asimetris wajah dapat terjadi secara fisiologis atau patologis. Secara fisiologis misalnya kebiasaan tidur bayi terutama yang lahir prematur sehingga meyebabkan perubahan bentuk wajah yang permanen. Asimetris wajah patologis dapat disebabkan tekanan abnormal dalam intra uterus, paralise saraf kranial, fibrous displasia atau gangguan perkembangan herediter. Selain itu asimetris wajah patologis pada anak – anak sering juga disebabkan karena infeksi atau
15
trauma. Pemeriksaan dan riwayat pembengkakan penting diketahui untuk menentukan diagnosa dan etiologi. Bila terdapat asimetris wajah tanpa rasa sakit dan penyebabnya tidak diketahui dengan pasti serta tidak berhubungan dengan gigi lebih baik merujuk pasien ke dokter anak. g. Pemeriksaan TMJ a. Inspeksi: merupakan pemeriksaan secara visual. b. Palpasi: pemeriksaan dilakukan dengan cara meraba daerah sekitar TMJ pasien, apabila terdapat sesuatu yang abnormal seperti benjolan atau fluktuasi, maka kemungkinan terdapat kelainan pada TMJ-nya. c. Auskultasi Untuk metode ini diperlukan suatu alat bantu, yaitu stetoskop. Dilakukan dengan cara meletakkan ujung stetoskop pada daerah tragus, kemudian mendengarkan dengan seksama apakah terdapat bunyi (berupa klik atau yang lainnya) yang abnormal atau tidak Apabila terdapat bunyi abnormal tersebut, maka kemungkinan terdapat kelainan pada TMJ. h. Arteri carotis : hanya diperiksa pada penderit a yang kehilangan kesadaran. i. Vena jugularis : ada distensi(penebalan atau tidak) berhubungan dengan penyakit jantung.
Pemeriksaan Intra Oral Anak
1. Pipi dan bibir bagian dalam Diperiksa dengan menarik pipi dan bibir, akan terlihat mukosa labial, dilanjutkan dengan memeriksa mukosa bukal, apakah terdapat pembengkakan atau perubahan lain. 2. Gingiva Pemeriksaan gingiva meliputi warna, ukuran, bentuk dan konsistensinya. Sewaktu erupsi gigi, gingiva dapat membengkak, sakit (terutama bila terkena trauma gigi antagonisnya) dan meradang. Pada anak-anak gigi yang mengalami gangren pulpa sering disertai fistel padagingiva karena abses paradontal. 3. Lidah dan Tonsil
16
Untuk memeriksa lidah, anak diminta menjulurkan lidahnya ke depan. Periksa ukuran, bentuk, warna dan pergerakannya. Daerah di bawah lidah harus diperiksa karena sering terjadi pembengkakan atau ulserasi yang dapat mengganggu bila berbicara dan sewaktu lidah digerakkan. Selain itu frenulum lingualis yang pendek dapat menahan gerakan lidah
ke depan, sehingga mengganggu anak
berbicara. Dasar lidah diperiksa perlahan-lahan dengan menggunakan kain kasa yang diletakkan diantara ibu jari dan telunjuk. Permukaan lidah anak umumnya licin, halus dan papila filiformis relatif pendek. Pada awal penyakit exantematous, lidah berselaput putih keabu-abuan atau putih kecoklatan. Selaput itu berisi sel yang mengalami desquamasi, sisa makanan dan bakteri. Keadaan ini sering juga terlihat pada anak yang sedang demam. Avitaminosis tertentu, anemi atau stress dapat menyebabkan desquamasi papila yang ditandai dengan peru- bahan warna dan pembengkakan. Adanya pembesaran lidah yang patologis dapat disebabkan cretinisme, mongolism atau tumor. Kebiasaan jelek pada lidah dapat menimbulkan maloklusi. Untuk memeriksa tonsil, lidah ditekan dengan kaca mulut atau tongue blade, dilihat apakah ada perubahan warna, ulserasiatau pembengkakan. 4. Palatum Untuk melihat langsung bentuk, warna dan lesi padajaringan lunak dan keras palatum, kepala pasien direbahkan ke belakang. Pembengkakan, kelainan bentuk dan konsistensinya dapat diketahui dengan palpasi. 5. Gigi Pengamatan gigi secara menyeluruh dapat dilakukan dengan cepat sebelum masing-masing gigi didiagnosa secara teliti. Pemeriksaan gigi dilakukan dengan memakai kaca mulut, ekskavator danpinset. Perlu diketahui apakah ada gigi yang dicabut sebelum waktunya (prematur loss), gigi yang sudah waktunya tanggal atau gigi persistensi (gigi penggantinya sudah erupsi tetapi gigi sulung belum tanggal). Gigi persistensidan gigi yang mengalami prematur loss akan mengganggu susunan gigi dan perkembangan lengkung rahang. Kelainan akibat pertumbuhan dan perkembangan dicatat, yaitu meliputi kelainan jumlah, waktu erupsi, struktur, warna dan bentuk gigi. Gigi berlebih (supernumerary) dicatat regio dan jenisnya (mesiodens, laterodens atau
17
paramolar). Kondisi pada saat pemeriksaan perlu dipertimbangkan apakah gigi berlebih tersebut perlu segera dicabut, menunggu waktu yang tepat atau tidak perlu dicabut. Selain itu diperhatikan juga kebersihan mulut, keadaan gigi-gigi, posisi gigi (crowding, spasing, drifting), oklusi (molar pertama tetap dan kaninus, insisivusoverjet da overbite), mobilitas (eksfoliasi gigi susu, abses, periodontitis), warna (gigi non vital, staining intrinsik, karies), struktur (hipoplasi, hipomineralisasi) dan karies.
LO 3
Perlu diketahuiapakah ada gigi yang dicabut sebelum waktunya (prematur loss), gigi yang sudah waktunya tanggal atau gigi persistensi (gigi penggantinya sudah erupsi tetapi gigi sulung belum tanggal). Gigi persistensi dan gigi yang mengalami prematur loss akan mengganggu susunan gigi dan perkembangan lengkung rahang. Kelainan akibat pertumbuhan dan perkembangan dicatat, yaitu meliputi kelainan jumlah, waktu erupsi, struktur, warna dan bentuk gigi. Gigi berlebih (supernumerary) dicatat regio dan jenisnya (mesiodens, laterodens atau paramolar). Kondisi pada saat pemeriksaan perlu dipertimbangkan apakah gigi berlebih tersebut perlu segera dicabut, menunggu waktu yang tepat atau tidak perlu dicabut. PENENTUAN VITALITAS
Pada beberapa keadaan dibutuhkan pemeriksaan vitalitas gigi, misalnya gigi dengan keadaan : _ sesudah mengalami trauma _ perubahan warna _ kavitas yang dalam/penyebab abses _ gigi penyebab kista atau pembengkakan lain Pemeriksaan dilakukan dengan cara : 1. Test sonde 2. Test termal .
18
Tes dingin dengan khlor etil yang disemprotkan pada cotton palate hingga menimbulkan Kristal es, sedangkan tes panas dengan gutta percha panas yang ditempelkan pada servical gigi. 3. Test elektrik dengan dento test 4. Test preparasi. Bila gigi dicurigai non vital (dapat dilihat melalui warna gigi, yang biasanya berwarna biru atau abu-abu) dan dentotest tidak tersedia, dilakukan pemboran gigi secara hati-hati dan perlahan untuk menentukan vitalitas gigi 5. Test perkusi. Test ini dilakukan dengan cara melakukan pengetukan permukaan gigi (bisa dari bukal, lingual, mesial, atau distal, oklusal) dengan menggunakan handle kaca mulut. Untuk melakukan test perkusi ini harus mempunyai pengalaman, test dilakukan dengan cara mengetok gigi yang dicurigai dan mendengarkan suaranya. Gigi vital suaranya nyaring dan gigi non vital suaranya lemah. Test ini digunakan untuk menentukan ada/tidaknya keradangan pada pulpa. 6. Test tekan (druk) Test ini dilakukan dengan cara melakukan penekanan permukaan gigi (bisa dari bukal, lingual, mesial, atau distal, oklusal) dengan menggunakan handle kaca mulut. Dilakukan pada gigi yang sudah perforasi, pulpitis, dan sisa akar. Test ini digunakan untuk melihat ada/tidaknya keradangan pada pulpoperiapikal. 7. Pemeriksaan polip Jika terdapat karies perforsdi, perlu dilakukan pemeriksaan polip pulpa (adanya massa jaringan lunak dalam kavitas yang kemungkinan berasal dari jaringan pulpa gigi) dan polip jaringan ikat (adanya massa jaringan lunak dalam kavitas yang kemungkinan berasal dari jaringan ikat di bawah bifurkasi gigi). Jika karies melibatkan servical gigi, perlu diperiksa polip gingiva (adanya massa jaringan lunak yang berasal dari gingiva). Untuk mengetahui benar asal jaringan polip dapat ditegakkan dengan ronsen foto dan tes vitalitas.
19
LO 4
Radiografi dibidang ilmu kedokteran gigi yaitu pengambilan gambar menggunakan radiografi dengan sejumlah radiasi untuk membentuk bayangan yang dapat dikaji pada film pemeriksaan radiografi mempunyai peranan yang sangat penting. Hampir semua perawatan gigi dan mulut membutuhkan data dukungan pemeriksaan radiografi agar perawatan yang dilakukan mencapai hasil optimal. Radiografi dental merupakan bagian yang penting dalam perawatan gigi. Bersamaan dengan pemeriksaan oral, radiografi dental memberikan gambaran yang lengkap dan rongga mulut.Radiografi sangat penting bagi mahasiswa kepaniteraan klinik untuk: a. Menegakkan diagnosis Dalam mendiagnosis penyakit atau kelainan pada gigi tidak selalu dapat terlihat
langsung
melalui
pemeriksaan
klinis.
Penggunaan
radiografi
kedokteran gigi dapat membantu untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan, besarnya kerusakan atau keparahan, serta hubungannya dengan jaringan di sekitarnya. b. Rencana perawatan Setelah diagnosis penyakit ditegakkan, maka dapat segera ditentukan rencana perawatan yang akan dilakukan pada pasien. c. Evaluasi hasil perawatan Untuk melihat keberhasilan perawatan yang telah dilakukan, maka dilakukan radiografi, sebagai contoh untuk mengetahui apakah apeks gigi telah menutup setelah dilakukan perawatan apeksifikasi atau apakah ada terjadi karies sekunder pada pasien yang telah melakukan penambalan gigi LO 5
Berdasarkan kasus yang ada pada skenario dan pemeriksaan subyektif, obyektif dan penunjang, diagnosa pada skenario tersebut adalah Early Childhood Caries
20
dengan Different Diagnosa hipoplasi enamel. Early childhood caries adalah karies yang terjadi pada anak berusia 2-4 tahun dan hanya melibatkan 1 sampai 2 gigi. Sedangkan hipoplasi enamel adalah kerusakan enamel pada saat pembentukan enamel. Jadi apabila terjadi kerusakan enamel berupa hipoplasi enamel ini akan nampak gambaran klinis sejak gigi tersebut mulai erupsi. LO 6
Faktor Lokal trauma (misal Turner Teeth) infeksi radiasi idiopatik
Faktor Umum Lingkungan, Herediter Prenatal : Sifilis kongenital ( Hutchinson’s Teeth/Mulberry Molar ) Neonatal : Hipokalsemia Postnatal : Defisiensi vitamin atau fluor yang berlebihan ( Mottlet enamel )
LO 7 CPP- ACP (Casein Phosphopeptide-A morphous Calcium Phosphate) A.Pengertian
CPP-ACP merupakan singkatan dari CaseinPhosphopeptide-Amorphous Calcium Phosphate atau yang lebih dikenal dengan kompleks fosfopeptida kasein dan kalsium fosfat amorf. Konsep dari CPP-ACP sebagai agen remineralisasi pertama kali diungkapkan pada tahun 1998. Beberapa studi telah membuktikan bahwa CPP-ACP merupakan suatu bahan yang dapat menghambat aktivitas kariogenik setelah dilakukan penelitian di laboratorium, pada hewan maupun
21
manusia dalam percobaan secara in situ. Oleh karena itu CPP-ACP ini telah diperkenalkan sebagai salah satu bahan dalam bidang kedokteran gigi yang berasal dari produk derivat kasein dan juga merupakan alat baru untuk melawan penyakit karies. Fosfopeptida kasein ( CPP) adalah kelompok peptida yang berasal dari kasein, bagian dari protein yang terjadi secara alami dalam susu. Susu adalah makanan protein yang sangat baik dalam menyediakan asam amino esensial dan nitrogen organik untuk manusia dan hewan dari segala usia. Susu juga mengandung faktor yang memiliki sifat antikariogenik : kalsium, fosfat, kasein, dan lipid. Produk susu mulai diakui di akhir 1950-an sebagai kelompok makanan yang efektif dalam mencegah karies gigi. CCP dianggap memiliki bioavailabilitas kalsium yang tinggi dan memiliki kemampuan dalam menstabilkan kalsium dan fosfat pada saliva serta mengikat plak pada permukaan gigi. Hal ini dikarenakan ikatan CPP yang mampu menjaga kalsium dan fosfat pada saliva tetap dalam keadaan amorf non-kristalin yang artinya stabil, kemudian ion kalsium dan fosfat dapat dengan mudah beradhesi ke enamel gigi sehingga terbukti mengurangi risiko demineralisasi enamel dan membantu proses remineralisasi email gigi. B. Kandungan CPP-ACP
Fosfopeptida kasein (CCP) yang mengandung kelompok urutan Ser(p)Ser(p)-Ser(p)-Glu-Glu memiliki kemampuan signifikan untuk membuat stabilisasi kalsium fosfat amorf (ACP) dalam larutan yang bersifat metastabil. Melalui beberapa residu fosfoseril, CPP berikatan dengan bentuk kelompok ACP nano yang mencegah perkembangan bakteri pada ukuran kritis yang dibutuhkan untuk nukleasi dan fase transformasi. CPP dapat menstabilisasi kalsium fosfat lebih dari 100 kali dibandingkan yang dapat dilakukan secara normal dalam larutan cair. CPP yang merupakan derivat dari protein casein, dimana casein memberikan beberapa manfaat lain seperti membantu respon imun, meningkatkan resistensi terhadap patahogen, mengrurangi bakteri lain yang dapat merugikan tubuh, menjaga keseimbangan mikroba di usus, meningkatkan kinerja system
22
pencernaan dan penyerapan makanan. Beberapa studi menunjukkan bahwa casein juga memiliki pengaruh dalam ekologi rongga mulut. Asidogenik Lactobacillus dan Bifidobacteria berkaitan erat dengan proses karies. Terdapat penelitian di Finlandia yang menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kesehatan gigi dan penurunan jumlah
Streptococcus
mutans pada
anak-anak
sekolah
yang
mengkonsumsi produk olahan berupa casein. Bahkan beberapa memiliki efek positif dalam mengurangi jumlah Streptococcus mutans di saliva rongga mulut manusia. C.Peranan CPP-ACP Pada Gigi 1. CPP-ACP membantu proses remineralisasi enamel gigi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kargul B. bertempat di Universitas Marmara, Turkey dimana menguji efektisivitas dari pasta yang mengadung bahan CPP-ACP dengan kadar 10% terhadap kekasaran permukaan dari enamel secara in vitro. Dan hasil dari penilitian tersebut mengungkapkan bahwa 10% CPP-ACP mempunyai efek positif terhadap remineralisasi email. Dimana mekanisme antikariogenik yang dihasilan oleh CPP-ACP adalah merupakan suatu proses terlokalisasinya ion kalsium dan fosfat pada permukaan gigi, sehingga menjaga berlangsungnya proses buffer oleh saliva. Oleh karena itu hal ini membantu untuk mempertahankan keadaan netral pada email gigi, yang kemudian
akan
menurunkan
proses
demineralisasi,
dan
meningkatkan
remineralisasi. 2. CPP-ACP membantu mereduksi aktivitas karies.
Selain meningkatkan kadar konsentrasi kalsium dan fosfor pada saliva guna membantu proses remineralisasi. Pada tahun 1980an, Reynold menarik perhatian dengan mengungkapkan fakta bahwa kalsium fosfat amorf kasein fosfopeptida, yang merupakan salah satu produk dari kasein susu, mampu masuk ke dalam permukaan email dan mempengaruhi proses karies. Sesuai dengan gambar II.1 ketika CPP-ACP diaplikasikan pada permukaan gigi maka CPP-ACP akan menghasilkan k-casien, b-casein serta ikatan nano-kompleks yang akan
23
bertindak
sebagai
barrier
penghalang
dalam
mencegah
perlekatan
dari
Sterptococcus mutans. Penelitian yang dilakukan pada hewan, dimana 0.5% mg/ml larutan dari CPP-ACP nanokompleks diibaratkan setara dengan 500ppm larutan fluoride dapat mereduksi aktivitas karies. Larutan CPP-ACP ini diaplikasikan 2 kali sehari pada permukaan gigi tikus yang sebelumnnya sudah diinjeksikan bakteri Streptococcus sobrinus, yang merupakan bakteri penyebab karies pada manusia. Secara signifikan mampu mengurangi aktivitas karies dengan 0.1% mg/ml CPP-ACP mereduksi sebesar 14% . Sedangkan pada kadar 1% mg/ml CPP-ACP mereduksi sebesar 55% aktivitas karies.
D. Kegunaan CPP-ACP
Selain pada kemampuan CPP-ACP dalam membantu proses remineralisasi pada email gigi serta kemampuannya dalam mereduksi perlekatan bakteri, dalam bidang kedokteran gigi CPP-ACP juga memiliki kegunaan lain, seperti:
24
9,12,25
a. CPP-ACP dalam bentuk sedian pasta dapat memperbaiki keseimbangan mineral didalam lingkungan mulut. b. Memberi perlindugan extra terhadap gigi. c. Membantu menetralisir asam dari bakteri asidogenik dalam plak dan sumber asam internal dan external lain. d. Terdapat dalam kemasan berbagai rasa dan membuat permukaan gigi lebih halus dan bersih. e. Pasca perawatan bleaching (perawatan pemutihan gigi) f.
Pasca scalling (pembersihan karang gigi) baik secara elektrik maupun secara manual
g. Untuk pasien abrasi (kerusakan pada bagian servikal gigi), h. Xerostomia ( mulut kering) i.
Untuk pasien dengan kondisi hipersensitif dentin
j.
Untuk pencegahan terhadap kerusakan gigi karena asam yang dihasilkan bakteri.
E. Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan CPP-ACP Indikasi penggunaan CPP-ACP ini, meliputi:
a. Memperbaiki keseimbangan mineral pada pasien-pasien yang mengalami defisiensi saliva seperti xerostomia atau ketika tindakan membersihkan gigi sulit dilakukan. b. Memperbaiki keseimbangan setelah tindakan perawatan seperti scalling, root planing
dan
kuretase,
juga
mengurangi
akibat
apapun
dari
hipersensitif dentin. c. Riset membuktikan Recaldent (CPP - ACP) juga dapat mengubah warna gigi karena white-spot ke arah gigi yang terlihat translusens alamiah. d. Dapat digunakan untuk gigi permanen, aman untuk diaplikasikan pada bayi terutama anak-anak di bawah usia dua tahun dengan lesi karies awal. e. Digunakan untuk pasien dengan kebutuhan khusus seperti yang dengan gangguan intelektual, gangguan perkembangan dan fisik,serebral palsi, Down sindrom dan pasien dengan masalah medis seperti terapi radiasi
25
E. Kontra indikasi penggunaan CPP-ACP,yaitu :
Pada anak atau pasien yang terdapat riwayat alergi pada jenis makanan yang mengandung susu.
FLUOR (F)
Fluor adalah mineral alamiah yang terdapat di semua sumber air termasuk laut. Fluor tidak pernah ditemukan dalam bentuk bebas di alam. Ia bergabung dengan unsur lain membentuk senyawa fluoride.Fluor (F) merupakan salah satu unsur yang melimpah pada kerak bumi. Unsur ini ditemukan dalam bentuk ion Fluoride (F). Fluor yang berikatan dengan kation monovalen, misalnya NaF, AgF, dan KF bersifat mudah larut, sedangkan fluor yang berikatan dengan kation divalen, misalnya CaF2 dan PbF2,bersifat tidak larut dalam air.13,14 Fluor telah digunakan secara luas untuk mencegah karies.Penggunaan fluor dapat dilakukan dengan fluoridasi air minum, pasta gigi dan obat kumur mengandung fluor, pemberian tablet fluor, topikal varnis.Tujuan penggunaan fluor dalam bidang kedokteran gigi adalah untuk melindungi gigidari karies. Fluor bekerja
dengan
cara
menghambatmetabolisme
memfermentasikarbohidrat
melalui
perubahan
bakteri hidroksi
plak
yang
apatit pada
dapat enamel
menjadi fluor apatit . Reaksi kimia:Ca10(PO4)6.(OH)2 + F → Ca 10(PO4)6.(OHF) menghasilkanenamel yang lebih tahan terhadap asam sehingga dapatmenghambat proses
demineralisasi
dan
meningkatkanremineralisasi
yang
merangsang
perbaikan danpenghentian lesi karies.
A. Sifat Fluor
Senyawa yang banyak mendapat perhatian antara lain Neutral Sodium Fluoride (NaF), Acidulated Sodium Fluoride Phosphate, Stannous Fluoride (SnF2). Acidulated Sodium Fluoride Phosphate dan SnF secara konsisten memberikan daya perlindungan lebih besar terhadap karies dibandingkan Neutral Sodium Fluoride. Acidulated solution dari NaF dan SnF2 lebih efektif daripada
26
larutan netralnya. Dari hasil penelitian menunjukkan adanya reduksi karies sebesar 70% (untuh OH baik) dan reduksi karies sebesar 36% (untuk OH jelek) pad apemberian 1,23% NaF dan 0,1 M Asam Fosfat dengan 1x pemberian / tahun. Rata – rata terjadi 30-45% reduksi karies sekunder setelah perawatan topikal aplikasi fluor.15 B. Peranan Fluor Pada Gigi
Tubuh kita sangat membutuhkan senyawa gula untuk menjaga stamina dan energi didalam tubuh. Mayoritas individu jika ingin menjaga stamina tubuh akan mengkonsumsi susu serta berbagai jenis minuman berkarbonasi dan makanan yang mengadung karbohidrat manis yang identik dengan kari ogenik. Dimana jenis minuman atau makanan seperti ini akan mempengaruhi pH pada mulut dalam suasana asam . Fluor berperan dalam pembentukan email gigi dan membuat struktur gigi lebih kuat sehingga gigi lebih tahan terhadap pengikisan oleh asam. Asam dibentuk ketika bakteri di dalam plak memecah gula dan karbohidrat yang berasal dari makanan. Serangan asam yang berulang akan merusak gigi sehingga menyebabkan terjadinya karies. Di sini fluor berperan mengurangi kemampuan bakteri untuk membentuk asam. Fluor juga berfungsi merangsang pembentukkan mineral kembali yang akan menghentikan proses terjadinya karies. Gigi terdiri dari email dan dentin. Dentin merupakan lapisan bawah email, sehingga struktur email sangat menentukan terhadap proses terjadinya karies. Struktur email gigi terdiri dari susunan kimia kompleks dengan gugus kristal penting yaitu hidroksi apatit, dengan rumus kimia Ca 10(PO4)6.(OH)2. Permukaan email ini lebih banyak mengandung mineral dan bahan-bahan organik dengan air yang relatif lebih sedikit. Mineralisasi email tidak hanya melalui pulpa dan dentin saja, tetapi ion-ion dari saliva secara tetap melalui penyerapan mineral langsung ke permukaan gigi. Ion kimia penting yang diharapkan banyak diikat oleh hidroksi apatit pada email gigi adalah ion fluor, dengan adanya penambahan f luor, hidroksi apatit akan berubah menjadi fluoroapatit. Fluoroapatitini lebih tahan terhadap asam sehingga gigi akan lebih tahan terhadap proses demineralisasi. C. Manfaat Fluor
27
Penggunaan fluor mempunyai beberapa manfaat, yaitu: 14,15 a. Praerupsi
1) Selama pembentukan gigi, fluoride melindungi enamel dari pengurangan sejumlah matriks yang dibentuk. 2) Pembentukan enamel yang lebih baik dengan kristal apatit yang lebih resisten terhadap asam 3) Pemberian yang optimal, kristal apatit lebih tahan terhadap kelarutan yang disebabkan oleh asam. b. Pascaerupsi
1) Fluoroapatit menurunkan kelarutan enamel dalam asam. 2) Fluoroapatit
lebih
padat
sehingga
gigi
lebih
tahan
oleh
proses
demineralisasi 3) Fluoride menggantikan ion karbonat dalam struktur apatit. 4) Adanya fluoride dalam saliva meningkatkan remineralisasi, sehingga merangsang perbaikan atau penghentian lesi karies awal. 5) Fluoride menghambat banyak sistem enzim. Hambatan terhadap enzim yang terlibat dalam pembentukan asam serta pengangkutan dan penyimpanan glukosa dalam streptococcus oral dan juga membatasi penyediaan bahan cadangan untuk pembuatan asam dalam sintesa polisakarida. 6) Mencegah demineralisasi Gigi yang diberi fluor memiliki penurunan daya larut enamel dalam asam rongga mulut. Dengan cara mengurangi permeabilitas enamel maka mineral yang terkandung dalam gigi tidak cepat terlarut dalam saliva, melainkan digantikan oleh ion-ion Fluor pada permukaan enamel. 7) Memiliki sifat antibakteri Pada keadaan ph rendah, fluoride akan berdifusi ke dalam Hydrofluoric Acid . Hal ini menyebabkan fluoride menghambat metabolisme karbohidrat oleh bakteri kariogenik sehingga menghalangi pembentukan asam. 8) Mempercepat remineralisasi
28
Dengan cara mengubah lingkungan permukaan dari enamel, sehingga transfer ion antara saliva dan enamel dapat berlangsung efektif. Keadaan ini
mengakibatkan
proses
ionisasi
pada
permukaan
yang
terdemineralisasi menjadi lebih cepat. D. Penggunaan Fluor Dalam Kedokteran Gigi
Cara penggunaan fluor dapat dibagi menjadi dua, yaitu secara sistemik dan topical. a.Pemberian fluor secara sistemik. Fluoride sistemik adalah fluoride yang diperoleh tubuh melalui pencernaan dan ikut membentuk struktur gigi.Fluoride sistemik juga memberikan perlindungan topikal karena fluoride ada di dalam air liur yang terus membasahi gigi.Fluoride sistemik ini meliputi fluoridasi air minum dan melalui pemberian makanan tambahan fluoride yang berbentuk tablet, tetes atau tablet isap. Namun di sisi lain, para ahli sudah mengembangkan berbagai metode penggunaan fluor yang kemudian dibedakan menjadi metode perorangan dan kolektif. Terdapat tiga cara pemberian fluor secara sistemik, yaitu :
1. Fluoridasi air minum Telah dibuktikan, apabila dalam air minum yang dikonsumsi oleh suatu daerah, atau kota tertentu dibubuhi zat kimia fluor maka penduduk tersebut akan terlindung dari karies gigi. Pemberian fluor dalam air minum ini jumlahnya bervariasi antara 1-1,2 ppm (part per million). Selain dapat mencegah karies, fluor juga mempunyai efek samping yang negatif yaitu dengan adanya apa yang disebut ‘mottled enamel’ . Pada mottled enamel , permukaan gigi nampak kelihatan berbintik bintik kecoklatan
dan bila fluor yang masuk dalam tubuh terlalu banyak, dapat
menyebabkan keracunan. Menurut penelitian Murray and Rugg-guncitkonsentrasi optimum fluoride yang dianjurkan dalam air minum adalah 0,7 – 1,2 ppm.1, 13, 25
2. Pemberian fluor melalui makanan
Terkadang makanan yang kita makan sudah mengandung fluor yang cukup tinggi, hingga dengan makanan tersebut kebutuhan akan kadar fluor untuk tubuh sudah terpenuhi. Makanan tambahan fluoride hanya dianjurkan untuk mereka (terutama anak-anak) yang tinggal di daerah yang sumber airnya rendah
29
fluor atau tidak difluoridasi.Fluoride dapat berbahaya jika dikonsumsi secara berlebihan. Apabila pemakaian fluoride tidak terkontrol dan tidak disiplin, maka tidak akan mencapai sasaran dan dapat menyebabkan kerusakan gigi. Contohnya adalah fluorosis.13,16 3. Pemberian fluor dalam bentuk obat-obatan Pemberian fluor dapat juga dilakukan dengan tablet, baik itu dikombinasikan dengan vitamin-vitamin lain maupun dengan tablet tersendiri. Pemberian tablet fluor disarankan pada anak yang berisiko karies tinggi dengan air minum yang tidak mempunyai konsentrasi fluor yang optimal (2,2 mg NaF, yang akan menghasilkan fluor sebesar 1 mg per hari).Tablet fluor dapat diberikan sejak bayi berumur 2 minggu hingga anak 16 tahun. Umur 2 minggu sampai 2 tahun biasanya diberikan dosis 0,25 mg, 2-3 tahun diberikan 0,5 mg, dan 3-16 tahun sebanyak 1 mg.16,17
b. Pemberian fluor secara topikal. 13,23
Penggunaan fluor secara topikal adalah mengaplikasikan fluor langsung pada gigi, ditujukan untuk gigi yang sudah erupsi. Menurut Angela, tujuan penggunaan fluor adalah untuk melindungi gigi dari karies, fluor bekerja dengan cara menghambat metabolisme bakteri plak yang dapat memfermentasi karbohidrat melalui perubahan hidroksil apatit pada enamel menjadi fluor apatit yang lebih stabil dan lebih tahan terhadap
pelarutan
asam.
Reaksi
Ca 10(PO4)6(OH)2+F
Ca10(PO4)6(OHF)
→
menghasilkan enamel yang lebih tahan asam sehingga dapat menghambat proses demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi.1,13 Dimana remineralisasi merupakan proses perbaikan kristal hidroksiapatit dengan cara penempatan mineral anorganik pada permukaan gigi yang telah kehilangan mineral tersebut. Demineralisasi adalah proses pelarutan kristal hidroksiapatit email gigi, yang
terutama disusun oleh mineral anorganik yaitu
kalsium dan fosfat, karena penurunan pH plak sampai mencapai pH kritis (pH 5) oleh bakteri yang menghasilkan asam. Penggunaan fluor sebagai bahan topikal aplikasi telah dilakukan sejak lama dan telah terbukti menghambat pembentukan asam dan pertumbuhan mikroorganisme sehingga menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam mempertahankan permukaan gigi dari proses karies.
30
Penggunaan fluor secara topikal untuk gigi yang sudah erupsi, dilakukan dengan beberapa cara: 15 1. Topikal aplikasi yang mengandung fluor
Merupakanfluoride yang diaplikasikan langsung ke gigi, misalnya pasta gigi dan aplikasi topikal.Penggunaan fluor sebagai bahan topikal aplikasi telah dilakukan sejak lama dan telah terbukti menghambat pembentukan asam dan pertumbuhan mikroorganisme sehingga menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam mempertahankan permukaan gigi dari proses karies. Yang dimaksud dengan topikal aplikasi fluor adalah pengolesan langsung fluor pada enamel. Setelah gigi dioleskan fluor lalu dibiarkan kering selama 5 menit, atau selama 1 jam 2. Kumur-kumur dengan larutan yang mengandung fluor
Obat kumur yang mengandung fluor dapat menurunkan karies sebanyak 2050%.Penggunaan obat kumur disarankan untuk anak yang berisiko karies tinggi.Berkumur dengan bahan fluor diindikasikan untuk anak yang berumur diatas enam tahun karena telah mampu berkumur dengan baik serta orang dewasa yang rentan terhadap karies, serta bagi pasien-pasien yang memakai alat orthodontik.14,15 3. Menyikat gigi dengan pasta yang mengandung fluor
Penyikatan gigi dua kali sehari dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor terbukti dapat menurunkan karies.Akan tetapi pemakaiannya pada anak pra sekolah harus diawasi karena pada umunya mereka masih belum mampu berkumur dengan baik sehingga sebagian pasta giginya bisa tertelan. Kebanyakan pasta gigi yang kini terdapat di pasaran mengandung sekitar 1 mg F/g ( 1 gram set ara dengan 12 mm pasta gigi pada sikat gigi.
E. Indikasi Dan Kontraindikasi Penggunaan Fluor Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan Fluor
Menurut Donley 13,14 meliputi : A. Indikasi
1. pasien anak di bawah 5 tahun yang memiliki resiko karies sedang sampai tinggi. 2. gigi dengan permukaan akar yang terbuka. 3. gigi yang sensitif. 4.anak-anak dengan kelainan motorik, sehingga sulit untuk membersihkan gigi (contoh: Down syndrome) 5. pasien yang sedang dalam perawatan orthodontik.
31
B. Kontraindikasi
1. pasien anak dengan resiko karies rendah
LO 8
Dalam klinik pedodonsia tujuan dari tindakan dokter gigi terfokus pada sebisa mungkin gigi tetap pada tempatnya dan tidak hilang sebelum erupsi normal. Dikarenakan masa pertumbuhan rahang sangat rentan di usia anak-anak. Adanya tanggal premature dan gigi yang persisten dapat membuat rahang tumbuh tidak sempurna. Dalam setiap perawatan yang dilakukan harus secara berkelanjutan. Evaluasi pasca perawatan sangat penting dilakukan untuk mengontrol pertumbuhan gigi maupun rahang agar didapatkan hasil yang sesuai dengan keadaan normal pada umumnya, evaluasi yang dilakukan bias dalam jangka waktu 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun, semakin sering dilakukan evaluasi semakin mudah dalam melakukan perawatan selanjutnya.
32