LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOHEMATOLO IMUNOHEMATOLOGI GI KASUS DISCREPANCY PADA PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS
Oleh: Kelompok IV
Ayu Savitri Siskayani
(P07134011004) (P07134011004)
Luh Putu Risca Dana Paramitha
(P07134011012) (P07134011012)
Putu Aditama Dewantara
(P07134011020) (P07134011020)
Kadek Susi Wiandari
(P07134011028)
Serafina C. Danal
(P07134011036)
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN ANALIS KESEHATAN 2013
PRAKTIKUM II Kasus Discrepancy pada Pemeriksaan Golongan Darah Sistem ABO dan Rhesus
Tanggal Praktikum : Kamis, 26 September 2013 Tempat Praktikum
I.
: Unit Transfusi Darah RSUP Sanglah
Tujuan Praktikum
1. Untuk dapat melakukan pemeriksaan golongan darah system ABO dan rhesus serta mengetahui dan memahami jenis-jenis kasus discrepanc y. 2. Untuk dapat menginterpretasikan hasil pemeriksaan golongan darah system ABO dan rhesus pada sampel yang diperiksa dengan kasus discrepancy.
II.
Prinsip
Antigen + Antibodi = Aglutinasi
III.
Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah tube test.
IV.
DASAR TEORI 4.1 Golongan darah ABO Sejarah perkembangan golongan darah
Sejak ratusan tahun yang lalu ahli-ahli telah berpendapat, bahwa penderita-penderita yang kekurangan
darah seperti orang-orang
yang
mengalami perdarahan yang hebat, seperti akibat kecelakaan, peperangan, persalinan
atau
penyakit-penyakit
perdarahan
dapat
ditolong
dengan
penambahan darah ke dalam tubuh penderita tersebut (Alimin,2012). Mula-mula William Harvey telah melakukan transfusi darah pada penderita kekurangan darah, tetapi banyak menyebabkan kematian dan ada juga yang berhasil secara kebetulan. Juga sudah pernah dicoba dicob a memindahkan memindah kan darah binatang, seperti darah kelinci, darah domba tetapi menyebabkan
kematian. Pernah dikakukan percobaan oleh dokter pribadi Raja Perancis Lwiss ke XIV memberikan darah domba pada orang gila tersebut, karena dia berpendapat dan orang beranggapan pada waktu itu domba bersifat peramah. Tetapi ternyata mengakibatkan kematian, sehingga sejak itu dilarang untuk melakukan pemindahan darah (transfusi darah). Lalu pada Tahun 1900 Dr.Karl Landsteiner mengumumkan penemuannya tentang golongan darah manusia. Sejak penemuan inilah pemindahan darah (transfusi) darah ini tidak lagi berbahaya, sudah dapat menolong penderita yang kekurangan darah. Dengan ditemukannya golongan darah oleh Dr.Karl Landsteiner, dapatlah dijelaskan sebab – sebab kematian yang dulu akibat dari transfusi darah. Pada penyelidikannya juga dia dapat menemukan zat-zat yang dapat menghalangi pembekuan darah, sehingga darah yang diambil dari tubuh tidak segera membeku. Selain itu dia menemukan, bahwa dengan penambahan larutan glukosa ke dalam darah dapat memperpanjang hidup Erythrocyt diluar tubuh manusia.
Dengan
penemuan,
darah
sudah
dapat
disimpan
sebelum
ditransfusikan kedalam tubuh penderita (Alimin,2012). Pada perang dunia ke II, akibat banyaknya korban-korban yang mengalami
perdarahan-perdarahan
juga
memberi
kesempatan
untuk
penyelidik-penyelidikan sehingga pengetahuan mengenai penyimpanan darah ini dapat dilakukan secara intensif, sehingga transfusi darah dapat ditunjukkan untuk pengobatan-pengobatan dan juga penelitian tentang penggunaan bagian bagian dari darah. Juga semakin majunya ilmu pengetahuan mengenai golongan darah ini, semakin banyak digunakan pada bagian-bagian lain, seperti dalam bidang kriminal. Golongan darah dapat juga membantu mencari identitas seseorang, seperti bercak-bercak darah yang ditemukan akibat pembunuhan dapat membantu petugas kepolisian. Dalam menentukan keturunan, golongan darah ini juga dapat membantu, karena golongan darah si anak
akan
bergantung
(Alimin,2012).
pada
golongan
darah
kedua
orang
tuanya
Dalam kebanyakan pengamatan, pencampuran darah yang berasal dari 2 orang yang berbeda akan menyebabkan timbulnya pengendapan sel – sel darah merah. Peristiwa pengendapan sel tersebut dinamai sebagai aglutinasi. Pengamatan selanjutnya memperlihatkan, bahwa peristiwa ini melibatkan sel darah merah dan bagian cair dari darah, yaitu serum atau plasma (Alimin,2012). Penemuan Golongan darah ini dilandasi oleh adanya Interaksi Antigen-Antibodi. Antibodi adalah molekul protein (immunoglobulin) yang memiliki satu atau lebih tempat perlekatan (combining sites) yang disebut paratope. Antigen adalah molekul asing yang mendatangkan suatu respon spesifik dari limfosit (Alimin,2012). Sejak tahun 1900 sampai dengan tahun 1962 telah dikenal orang dengan baik, 12 macam system golongan darah, yang penting dalam bidang transfuse darah dan kehamilan. Golongan dimaksud adalah system – system : ABO, MNSs, P, Rhesus, Lutheran, Kell, Lewis, Duffy, Kidd, Ausberger, Xg dan Doombrok. Dan masih ada lagi system – system golongan darah lainnya seperti Diego, Sutter yang ditemukan pada beberapa ras bangsa saja dan lainnya (Alimin,2012). Didalam transfusi darah hanya system ABO yang merupakan golongan terpenting untuk tujuan-tujuan klinis. System golongan darah lainnya dianggap kurang mempunyai arti klinis karena termasuk memiliki antigen-antigen mengalami yang transfusi lemah, yang dan antibodynya berulangkali. Dan baru zat timbul antinya setelah biasanya mempunyai suhu optimum reaksi yang rendah ( dibawah 37° C ), sehingga tidak mempunyai arti klinis yang berarti(Alimin,2012).
Pemeriksaan golongan darah ABO
Golongan darah merupakan ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah. Golongan darah ditentukan oleh jumlah zat
(kemudian disebut antigen) yang terkandung di dalam sel darah merah (Fitri, 2007). Secara umum, golongan darah O adalah yang paling umum dijumpai di dunia, meskipun di beberapa negara seperti Swedia dan Norwegia, golongan darah A lebih dominan. Antigen A lebih umum dijumpai dibanding antigen B. Karena golongan darah AB memerlukan keberadaan dua antigen, A dan B, golongan darah ini adalah jenis yang paling jarang dijumpai di dunia. (Alrasyid, 2010). Golongan darah menurut sistem A-B-O dapat diwariskan dari orang tua kepada anaknya. Land-Steiner dalam Suryo (1996) membedakan darah manusia kedalam empat golongan yaitu A, B, AB dan O. Penggolongan darah ini disebabkan oleh macam antigen yang dikandung oleh eritrosit (sel darah merah). Sebagian besar gen yang ada dalam populasi sebenarnya hadir dalam lebih dari dua bentuk alel. Golongan darah ABO pada manusia merupakan satu contoh dari alel berganda dari sebuah gen tunggal. Ada empat kemungkinan fenotip untuk untuk karakter ini: Golongan darah seseorang mungkin A, B, AB atau O. Huruf – huruf ini menunjukkan dua karbohidrat, substansi A dan substansi B, yang mungkin ditemukan pada permukaan sel darah merah. Sel darah seseorang mungkin mempunyai sebuah substansi (tipe A atau B), kedua-duanya (tipe AB), atau tidak sama sekali (tipe O). Golongan darah yang berbeda yaitu A, B, AB dan O. ditentukan oleh sepasang gen, yang diwarisi dari kedua orang tua. Setiap golongan darah dapat dikenal dari zat kimia yang disebut antigen, yang terletak di permukaan sel darah merah. Ketika seseorang membutuhkan transfusi darah, maka darah yang disumbangkan haruslah sesuai dengan golongan darah tertentu. Kesalahan dalam melakukan transfusi akan dapat menimbulkan komplikasi yang serius. (Australia Red Cross, 2008). Pemeriksaan golongan darah mempunyai berbagai manfaat dan mempersingkat waktu dalam identifikasi. Golongan darah penting untuk diketahui dalam hal kepentingan transfusi, donor yang tepat serta identifikasi
pada kasus kedokteran forensik seperti identifikasi pada beberapa kasus kriminal (Azmielvita, 2009). Kesesuaian golongan darah sangatlah penting dalam transfusi darah. Jika darah donor mempunyai faktor (A atau B) yang dianggap asing oleh resipien, protein spesifik yang disebut antibodi yang diproduksi oleh resipien akan mengikatkan diri pada molekul asing tersebut sehingga menyebabkan sel-sel darah yang disumbangkan menggumpal. Penggumpalan ini dapat membunuh resipien (Azmielvita, 2009). Karl Landsteiner, seorang ilmuwan asal Austria yang menemukan 3 dari 4 golongan darah dalam sistem ABO pada tahun 1900 dengan cara memeriksa golongan darah beberapa teman sekerjanya. Percobaan sederhana ini pun dilakukan dengan mereaksikan sel darah merah dengan serum dari para donor. Hasilnya adalah dua macam reaksi (menjadi dasar antigen A dan B, dikenal dengan golongan darah A dan B) dan satu macam tanpa reaksi (tidak memiliki antigen, dikenal dengan golongan darah O). Kesimpulannya ada dua macam antigen A dan B di sel darah merah yang disebut golongan A dan B, atau sama sekali tidak ada reaksi yang disebut golongan O. Kemudian Alfred Von Decastello dan Adriano Sturli yang masih kolega dari Landsteiner menemukan golongan darah AB pada tahun 1901. Pada golongan darah AB, kedua antigen A dan B ditemukan secara bersamaan pada sel darah merah sedangkan pada serum tidak ditemukan antibodi. Golongan darah manusia ditentukan berdasarkan jenis antigen dan antibody yang terkandung dalam darahnya, sebagai berikut (Alimin,2012) :
Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen A di permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A-negatif hanya dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah A-negatif atau O-negatif.
Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel darah merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah B-negatif hanya dapat menerima darah dari orang dengan dolongan darah B-negatif atau O-negatif .
Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan antigen A dan B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B. Sehingga, orang dengan golongan darah AB-positif dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut resipien universal. Namun, orang dengan golongan darah AB-positif tidak dapat mendonorkan darah kecuali pada sesama AB-positif.
Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B. Sehingga, orang dengan golongan darah O-negatif dapat mendonorkan darahnya kepada orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut donor universal. Namun, orang dengan golongan darah O-negatif hanya dapat menerima darah dari sesama Onegatif.
Tabel 1 : Penggolongan darah ABO
Golongan
Sel Darah Merah
Plasma
A
Antigen A
Antibodi B
B
Antigen B
Antibodi B
AB
Antigen A & B
Tidak ada antibodi
O
Tidak ada antigen
Antibodi A & B
Untuk menentukan golongan darah diperlukan suatu serum penguji yang disebut tes serum yang terdiri dari tes serum A dan tes serum B. Darah yang akan kita periksa dimasukkan kedalam suatu tabung yang berisi 2cc gram fisiologis lalu dikocok. Darah tersebut ditaruh di atas object glass kemudian diteteskan tes serum A dan tes serum B.
Gambar 1 : Sistem darah ABO
Jika darah di A menggumpal, sedangkan di B tidak maka termasuk golongan darah A
Jika darah di A tidak menggumpal sedangkan di B menggumpal maka termasuk golongan darah B
Jika darah di A dan B menggumpal maka termasuk golongan darah AB
Jika darah di A dan B tidak menggumpal maka termasuk golongan darah O
Gambar 2 : Pengamatan pada pemberian serum
Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah berhubungan dengan kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah. Dalam transfusi darah, kecocokan antara darah donor (penyumbang) dan resipien (penerima) adalah sangat penting. Darah donor dan resipien harus sesuai golongannya berdasarkan sistem ABO dan Rhesus faktor. Transfusi darah dari golongan yang tidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi transfusi imunologis yang berakibat anemia hemolisis, gagal ginjal, syok, dan kematian. Hemolisis adalah penguraian sel darah merah dimana hemoglobin akan terpisah dari eritrosit. Pemilik rhesus negatif tidak boleh ditransfusi dengan darah rhesus positif. Jika dua jenis golongan darah ini saling bertemu, dipastikan akan terjadi perang. Sistem pertahanan tubuh resipien (penerima donor) akan menganggap rhesus dari donor itu sebagai benda asing yang perlu dilawan. Di dunia, pemilik darah rhesus negatif termasuk minoritas (Alimin,2012).
4.2 Golongan Darah Rhesus
Sistem Rhesus merupakan suatu sistem yang sangat kompleks. Masih banyak perdebatan baik mengenai aspek genetika, nomenklatur maupun interaksi antigeniknya. Rhesus positif (rh positif) adalah seseorang yang mempunyai rh-antigen pada eritrositnya sedang Rhesus negatif (rh negatif) adalah seseorang yang tidak mempunyai rh-antigen pada eritrositnya. Antigen pada manusia tersebut dinamakan antigen-D, dan merupakan antigen yang berperan penting dalam transfusi. Tidak seperti pada ABO sistem dimana seseorang yang tidak mempunyai antigen A/B akan mempunyai antibodi yang berlawanan dalam plasmanya, maka pada sistem Rhesus pembentukan antibodi hampir selalu oleh suatu eksposure apakah itu dari transfusi atau kehamilan. Sistem golongan darah Rhesus merupakan antigen yang terkuat
bila dibandingkan dengan system golongan darah lainnya. Dengan pemberian darah Rhesus positif (D+) satu kali saja sebanyak ± 0,1 ml secara parenteral pada individu yang mempunyai golongan darah Rhesus negatif (D-), sudah dapat menimbulkan anti Rhesus positif (anti-D) walaupun golongan darah ABO nya sama (Alimin,2012). Anti D merupakan antibodi imun tipe IgG dengan berat molekul 160.000, daya endap ( sedimentation coefficient ) 7 detik, thermo stabil dan dapat ditemukan selain dalam serum juga cairan tubuh, seperti air ketuban, air susu dan air liur. Imun antibodi IgG anti-D dapat melewati plasenta dan masuk kedalam sirkulasi janin, sehingga janin dapat menderita penyakit hemolisis (Alimin,2012). Penyakit hemolisis pada janin dan bayi baru lahir adalah anemia hemolitik akut yang diakibatkan oleh alloimun antibodi ( anti-D atau inkomplit IgG antibody golongan darah ABO) dan merupakan salah satu komplikasi kehamilan. Antibodi maternal isoimun bersifat spesifik terhadap eritrosit janin, dan timbul sebagai reaksi terhadap antigen eritrosit janin. Penyebab hemolisis tersering pada neonates adalah pasase transplasental antibodi maternal yang merusak eritrosit janin (Alimin,2012). Pada tahun 1892, Ballantyne membuat kriteria patologi klinik untuk mengakkan diagnosis hidrops fetalis. Diamond dkk. (1932) melaporkan tentang anemia janin yang ditandai oleh sejumlah eritroblas dalam darah berkaitan dengan hidrops fetalis. Pada tahun 1940, Lansstainer menemukan faktor Rhesus yang berperan dalam patogenesis kelainan hemolisis pada janin dan bayi (Levin, 1941) menegaskan bahwa eritroblas disebabkan oleh Isoimunisasi maternal dengan faktor janin yang diwariskan secara paternal meneliti tentang tindakan profilaksis maternal yang efektif. Setiap orang terlahir dengan golongan darah A, B, AB, atau O dan factor Rh positif (+) atau negatif (-). Faktor Rh ini menggambarkan partikel protein dalam sel darah seseorang. Mereka yang memiliki Rh (-) berarti
kekurangan protein dalam sel darah merahnya. Sebaliknya, jika Rh (+), berarti ia memiliki protein yang cukup. Orang Asia dan Afrika umumnya (sekitar 90%) memiliki Rh (+), sedangkan orang Eropa dan Amerika kebanyakan memiliki Rh (-). Masalah akan timbul jika ibu hamil memiliki Rh (-) sementara ayah Rh (+). Dalam kondisi seperti ini, si jabang bayi bisa saja memiliki darah dengan Rh (+) atau Rh (-). Namun, biasanya bayi akan mewarisi Rh (+) karena lebih bersifat dominan. Lantaran janin mewarisi Rh yang berbeda dengan Rh ibunya, akan terjadi ketidakcocokan Rh bayi dengan ibu atau yang lazim disebut erythoblastosis foetalis (Alimin,2012).
Ketidakcocokan Rh
Ketidakcocokan atau inkompatibilitas Rh ini bisa berakibat kematian pada janin dan keguguran berulang. Inilah alasan mengapa pemeriksaan faktor Rh ibu dan ayah perlu dilakukan sedini mungkin agar inkompatibilitas yang mungkin muncul bisa ditangani segera. Perbedaan Rh antara ibu dengan bayi membuat tubuh ibu memproduksi antirhesus untuk melindungi tubuh ibu sekaligus menyerang calon bayi. Rh darah janin akan masuk melalui plasenta menuju aliran darah ibu. Melalui plasenta itu juga, antirhesus yang diproduksi ibu akan menyerang si calon bayi. Antirhesus lalu akan menghancurkan selsel darah merah calon bayi. Kerusakan sel darah merah bisa memicu kerusakan otak, bayi kuning, gagal jantung, dan anemia dalam kandungan maupun setelah lahir. Kasus kehamilan dengan kelainan Rh ini lebih banyak ditemui pada orang-orang asing atau mereka yang memiliki garis keturunan asing, seperti Eropa dan Arab. Sementara di Indonesia sendiri, walaupun tidak banyak, kasus seperti ini kadang tetap ditemui (Alimin,2012).
Gambar 3 : Sensitisasi Rhesus pada kehamilan pertama
Risiko Meningkat pada Kehamilan Kedua
Pada kehamilan pertama, antirhesus kemungkinan hanya akan menyebabkan bayi terlahir kuning. Hal ini lantaran proses pemecahan sel darah merah menghasilkan bilirubin yang menyebabkan warna kuning pada bayi. Tetapi pada kehamilan kedua, risikonya lebih fatal. Antirhesus ibu akan semakin tinggi pada kehamilan kedua. Akibatnya, daya rusak terhadap sel darah merah bayi pun semakin tinggi dan ancaman kematian janin kian tinggi (Alimin,2012).
Gambar 4 : Sensitisasi rhesus pada kehamilan berikutnya
Penanganan Kehamilan dengan Kelainan Rh
Biasanya, langkah pertama yang dilakukan dokter adalah memastikan jenis Rh ibu dan melihat apakah antibodi telah tercipta. Jika antirhesus itu belum terbentuk, pada usia kehamilan 28 minggu dan 72 jam setelah persalinan, ibu akan diberi injeksi anti-D immunoglobulin. Sebaliknya, jika
antirhesus sudah tercipta, dokter akan melakukan penanganan khusus terhadap janin yang dikandung. Diantaranya, monitoring secara reguler dengan scanner ultrasonografi. Dokter akan memantau masalah pada pernafasan dan peredaran darah, cairan paru-paru, atau pembesaran hati yang
merupakan
gejala- gejala akibat rendahnya sel darah merah (Alimin,2012).
4.3 Diskrepansi Golongan Darah ABO
Diskrepansi ABO terjadi apabila ada ketidakcocokkan antara hasil cell grouping dengan serum grouping. Diskrepansi ini dapat terjadi karena masalah teknis dan dapat diselesaikan dengan cara melakukan pemeriksaan reagen, membaca hasil dengan teliti serta melaporkan hasil dengan benar (Saiemaldahr, 2010). Ada beberapa kasus diskrepansi ABO yang dapat terjadi karena masalah teknis dan dapat menyebabkan reaksi negatif atau positif palsu. Reaksi positif palsu disebabkan oleh :
Centrifuge tidak dikalibrasi
Reagen terkontaminasi
Tabung yang kotor
Reaksi negative palsu dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, seperti :
Kegagalan menambahkan serum atau reagen
Penggunaan reagen atau sampel yang salah
Suspensi sel dengan konsentrasi terlalu tinggi atau rendah
(Saiemaldahr, 2010)
Jenis Diskrepansi ABO
a. Diskrepansi Group I Diskrepansi ini terjadi antara cell grouping dan serum grouping karena reaksi yang lemah atau antibodi hilang. Tipe diskrepansi ini merupakan yang paling sering terjadi. Reaksi yang lemah atau hilangnya antibody ini disebabkan karena pasien memiliki masalah dalam produksi antibodi atau
tidak dapat menghasilkan antibodi ABO. Tipe diskrepansi ini dapat terjadi pada bayi baru lahir, pasien usia lanjut, pasien dengan limfoma, pasien menggunakan obat imunosupresif, pasien dengan penyakit imunodefisiensi dan transplantasi BM (Saiemaldahr, 2010). Adapun cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini, antara lain (Saiemaldahr, 2010) :
Meminimalisir terjadinya kesalahan teknis
Meningkatkan reaksi dalam serum grouping
Inkubasi serum pasien dengan sel reagen pada suhu kamar selama 15 menit
b. Diskrepansi Group II Terjadi karena reaksi yang lemah atau antigen hilang. Dapat disebabkan oleh beberapa sub kelompok A atau subkelompok B atau keduanya . Juga dapat hadir pada pasien dengan penyakit leukemia dan hodgkin.Untuk mengatasi masalah ini dapat dilakukan dengan mencuci sel darah pasien dengan saline (Saiemaldahr, 2010).
c. Diskrepansi Group III Terjadi karena kelainan pada protein atau plasma. Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan kadar globulin dari penyakit tertentu seperti multiple myloma , limfoma hodgkin. Beberapa disebabkan oleh rouleaux formasi. Rouleaux atau sel darah merah akibat dari penumpukan eritrosit yang saling berikatan, tampak seperti aglutinasi. Untuk mengatasi masalah seperti ini , dapat dilakukan dengan mencuci sel darah merah pasien dengan saline atau menambahkan satu atau dua tetes saline ke dalam tabung dalam kasus pembentukan rouleaux (Saiemaldahr, 2010).
d. Diskrepansi Group IV Terjadi karena adanya masalah- masalah lain seperti polyagglutination dapat terjadi karena adanya paparan tersembunyi eritrosit Ag. (T antigen) pada pasien dengan infeksi bakteri atau virus. Kontaminasi bakteri in vitro atau in vivo menghasilkan enzim yang mengubah dan ekspose tersembunyi Ag. pada sel darah merah yang menyebabkan aktivasi T (Saiemaldahr, 2010).
V.
ALAT DAN BAHAN 5.1
ALAT
1. Tabung reaksi uk 12 x 75 mm 2. Rak tabung reaksi 3. Centrifuge 4. Wadah limbah
5.2
BAHAN
1. Serum/plasma 2. Sel darah merah suspensi 5 % 3. Reagensia :
Tes Sera Anti-A
Tes Sera Anti-B
Tes Sera Anti-D
Test Sel A 5 %
Test Sel B 5 %
Test Sel O 5 %
Bovine albumin 22%
Saline/NaCl 0,9%
Exp Date : a. Tes Sera Anti-A dan Anti-B
: Juli 2014
b. Bovine albumin 22 %
: Juni 2014
c. Tes Sera Anti-D
: Juni 2014
Suhu Penyimpanan : Untuk semua reagensia suhu penyimpangan yang 0
0
tertera pada labelnya adalah 2 -8 C (suhu refregrator)
VI.
Cara Kerja
1. Alat dan bahan disiapkan 2. Masing-masing tabung reaksi diletakkan pada sebuah rak dan diberi etiket/label. 3. Masing-masing tabung diisi dengan : a. Tabung 1
: 2 tetes Tes Sera Anti-A
b. Tabung 2
: 2 tetes Tes Sera Anti-B
c. Tabung 3
: 1 tetes Test Sel A 5%
d. Tabung 4
: 1 tetes Test Sel B 5%
e. Tabung 5
: 1 tetes Test Sel O 5%
f.
: 1 tetes Suspensi Sel OS/Donor 5%
Tabung 6
g. Tabung 7
: 2 tetes Anti-D
h. Tabung 8
: 2 tetes Bovine albumin 22%
4. Sel darah merah pasien suspensi 5 % diteteskan sebanyak 1 tetes pada Tabung 1,2,7 dan 8 5. Serum/plasma diteteskan sebanyak 2 tetes pada Tabung 3,4,5 dan 6. 6. Dihomogenkan 7. Dicentrifuge pada kecepatan 3000 rpm selama 15-20 detik atau diinkubasi pada suhu kamar selama 60 menit/1 jam. 8. Dibaca reaksi terhadap hemolisis dan aglutinasi secara makroskopis. 9. Hasil pengamatan dicatat dan diinterpretasikan sesuai tabel berikut :
No
SEL GROUPING
SERUM GROUPING
AUTO
GOL.
Anti A
Anti B
Sel A
Sel B
Sel O
CONTROL
DARAH
1
3+
-
-
2+
-
-
A
2
-
3+
2+
-
-
-
B
3
-
-
2+
2+
-
-
O
4
3+
3+
-
-
-
-
AB
5
2+
-
2+
2+
-
-
Subgroup A
6
m.f.+
-
2+
2+
-
-
8
-
-
+
2+
2+
-
Bukan O
9
-
-
2+
3+
3+
-
Oh
10
m.f.+
-
3+
3+
-
+/-
Mix
11
+
+
2+
2+
2+
+
?
12
2+
-
-
-
-
-
A?
13
-
-
-
-
-
-
O Bayi
Subgroup A3
s
Keterangan :
No. 1 s/d
: Hasil pemeriksaan lazim dijumpai sesuai dengan hokum
Lanstainer
No. 5 s/d 12
: Tampak adanya penyimpangan
No. 5 dan 6
: Perlu dilengkapi sel grouping dengan Anti-A1
No. 8
: Perlu dilengkapi pemeriksaan substance dalam saliva
No. 9
: Perlu dilengkapi sel grouping dengan anti-H
No. 10
: Darah penderita post transfuse lain golongan
No. 11
: Darah penderita yang mengandung Cold Auto Agglutinin
golongan darah belum dapat ditetapkan
No. 12 dan 13 : Tidak ada regular antibody, reaksi ini dapat terjadi pada darah bayi, darah orang hypogammaglobulinanemia, dan orang yang sangat lanjut usia.
VII.
HASIL PENGAMATAN
Tempat
: Unit Transfusi Darah RSUD Sanglah
Hari/tanggal
: Kamis, 26 September 2013
Waktu
: 11.30 – selesai
7.1
Reagensia
NO. 1.
GAMBAR
KETERANGAN
Cell grouping , terdiri atas :
Label biru
= Anti – A
(No batch 110713)
Label Kuning = Anti – B (No batch 080613)
Label putih
= Anti – D
(No batch 080613)
2.
Serum Grouping, terdiri atas :
3.
Sel A 5%
Sel B 5%
Sel O 5%
Biovine Albumine 22%
Sel darah merah suspense 5
4.
% dan Serum/plasma
7.2
Pemeriksaan Golongan Darah ABO dan Rhesus Kode Sampel Pasien : 37
Hasil Pemeriksaaan Golongan Darah ABO & Rhesus pada Kasus Discrepancy
Tabel Hasil Pemeriksaan Golongan Darah Sistem ABO dan Rhesus pada Kasus Discrepancy
Anti
Anti
Tes Sel
AC
A
B
A 5%
B 5%
C 5%
-
-
-
-
-
Anti D
BA
Interpretasi Hasil
-
4+
-
O Bayi
Keterangan: a. Reaksi dibaca dengan mmengocok tabung perlahan-lahan b. Bila pada sel darah merah sampel terjadi : Aglutinasi
= ada antigen pada sel darah merah
Tidak terjadi aglutinasi
= tidak ada antigen pada sel darah merah
c. Bila dalam serum/plasma terjadi : Aglutinasi
= ada antibodi pada serum/plasma
Tidak terjadi aglutinasi
= tidak ada antibodi pada serum/plasma
d. Derajat Aglutinasi :
++++ (4+): gumpalan besar dengan cairan jernih disekitarnya
+++ (3+) :
sebagian
sel
bergumpal
besar dengan
cairan
jernih
disekitarnya
++ (2+)
: gumpalan agak besar dengan cairan agak merah disekitarnya
+ (1+)
: gumpalan kecil dengan cairan merah disekitarnya
Lisis
-/0 (negative): tersuspensi atau homogen
(+ w)
: gumpalan tidak jelas, harus dengan bantuan mikroskop : suspense sel darah berwarna merah jernih
VIII. PEMBAHASAN
Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah. Dua jenis penggolongan darah yang paling penting adalah penggolongan ABO dan Rhesus (faktor Rh). Golongan darah manusia ditentukan berdasarkan jenis antigen dan antibodi yang terkandung dalam darahnya. Pada praktiku ini, dilakukan penentuan golongan darah sistem ABO dan Rhesus pada sampel Pasien “X” dengan metode tube test/aglutinasi. Metode Test tube/aglutinasi adalah metode penentuan golongan darah yang dilakukan dengan mereaksikan antigen dan antibodi dalam darah pada sebuah tabung
reaksi
aglutinasinya.
dengan
bantuan
centrifugasi
sehingga
dapat
dilihat
a. Penentuan Golongan Darah Sistem ABO
Ditinjau dari golongan darah ini, manusia dikelompokan menjadi 4 golongan. Pengelompokan ini didasarkan atas ada tidaknya suatu zat tertentu didalam sel darah merah, yaitu dikenal dengan nama aglutinogen (antigen). Ada 2 macam aglutinogen yaitu aglutinogen A dan aglutinogen B. Secara umum Golongan darah dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu: A, B, AB, dan O.
Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen A di permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B dalam serum darahnya.
Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel darah merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum darahnya.
Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan antigen A dan B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B. Sehingga, orang dengan golongan darah AB-positif dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut resipien universal. Namun, orang dengan golongan darah AB positif tidak dapat mendonorkan darah kecuali pada sesama AB-positif.
Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B. Sehingga, orang dengan golongan darah O-negatif dapat mendonorkan darahnya kepada orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut donor universal. Namun, orang dengan golongan darah O-negatif hanya dapat menerima darah dari sesama O-negatif. Pada praktikum ini, penentuan golongan darah sistem ABO dilakukan
dengan metode tube test/aglutinasi cara langsung (cell grouping) dan tidak langsung (serum grouping). Penentuan golongan darah cara langsung adalah menentukan antigen atau agglutinogen seseorang dengan antisera yang telah
diketahui (Anti-A, -B, -AB: Ab poliklonal). Sedangkan, penentuan golongan darah cara tidak langsung adalah menentukan antibodi atau agglutinine seseorang dengan suspensi sel yang telah diketahu i (suspensi sel-A, -B, -O). Penentuan golongan darah cara langsung dan tidak langsung ini dilakukan secara bersamaan dengan menggunakan 8 tabung dengan diberi label/etiket. Untuk penentuan golongan darah cara langsung (cell grouping) dilakukan dengan cara : 2 tetes Anti A dan Anti B ditambahkan pada 2 tempat berbeda. Kemudian ditambahkan suspense sel darah merah 5% sebanyak 1 tetes. Sedangkan untuk penentuan golongan darah cara tidak langsung (serum grouping) dilakukan dengan cara: suspense sel-A, sel-B,dan sel-O 5% diteteskan sebanyak 1 tetes . Serum /plasma kemudian ditambahkan sebanyak 2 tetes. Selain itu, dibuat juga auto control yang berfungsi untuk memeriksa antibodi dalam serum dengan cara mereaksikannya dengan sel darah merah sendiri. Fungsi dari auto control ini adalah sebagai control terhadap cells grouping dan serum grouping. Kemudian untuk melihat aglutinasi yang terbentuk dari metode ini dapat dilakukan dengan semua tabung secara bersamaan dicentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm selama 15 detik atau dapat juga diinkubasi pada suhu kamar selama 60 menit, Namun untuk mempercepat waktu pemeriksaan golongan darah ini yang dilakukan adalah centrifugasi, kemudian barulah diangkat tabung reaksi, perlu diperhatikan dalam pengangkatan ini harus dilakukan secara perlahan agar aglutinasi tidak bercampur dengan supernatannya karena untuk mengamati hasil aglutinasi yang pertama kali diamati adalah adanya hemolisis. Hal ini penting dilakukan karena apabila darah yang diperiksa terjadi suatu hemolisis maka hasil yang didapat kurang valid sehingga harus dilakukan pemeriksaan ulang. Kemudian dilakukan pengamatan aglutinasi dengan mengocok secara perlahan tabung reaksi dan memiringkan tabung reaksi. penghomogenan ini tidak boleh terlalu keras karena akan mengakibatkan terjadinya pengaruh terhadap interpretasi hasil.
Pada pembacaan hasil untuk penentuan golongan darah, auto control harus diamati terlebih dahulu. Apabila aglutinasinya negative, maka pembacaan hasil penentuan golongan darah dapat dilanjutkan. Namun apabila auto control mendapatkan hasil positif yaitu terjadi aglutinasi, maka pemeriksaan harus diulang. Karena adanya aglutinasi pada autocontrol kemungkinan disebabkan oleh adanya kesalahan pada pengerjaan atau adanya kelainan pada sel darah probandus itu sendiri. Ada atau tidaknya aglutinasi dibaca dengan sedikit memiringkan tabung
namun
menyebabkan
tidak
dengan
aglutinasi
mengocok
yang
sudah
tabung
terbentuk
karena
akan
menjadi
rusak
dapat dan
menimbulkan hasil negative palsu. Sedikit berbeda dengan interpretasi hasil pada metode bioplate, interpretasi hasil pada metode tube test menggunakan derajat aglutinasi sebagai berikut :
++++ (4+): gumpalan besar dengan cairan jernih disekitarnya
+++ (3+) :
sebagian
sel
bergumpal
besar dengan
cairan
jernih
disekitarnya
++ (2+)
: gumpalan agak besar dengan cairan agak merah disekitarnya
+ (1+)
: gumpalan kecil dengan cairan merah disekitarnya
(+ w)
: gumpalan tidak jelas, harus dengan bantuan mikroskop
Lisis
: suspense sel darah berwarna merah jernih
-/0 (negative): tersuspensi atau homogen Pada pemeriksaan golongan darah dengan sampel pasien “X”, tidak
tampak adanya reaksi aglutinasi pada autocontrol yang ditandai dengan tidak adanya gumpalan atau homogen dengan supernatannya sehingga penentuan golongan darah dapat dilanjutkan. Pada pemeriksaan golongan darah pada pasien “X” diperoleh hasil tidak terjadinya aglutinasi pada cell grouping dan serum grouping. Hal ini menunjukkan terjadinya ketidaksesuaian hasil dengan cara penentuan golongan darah sistem ABO menurut Dr. Karl Landsteiner. Ketidaksesuain hasil cell grouping dengan serum grouping ini disebut dengan discrepancy.
Pada kasus diatas untuk dapat menentukan golongan darah pasien dilakukan dengan mencocokkan pada tabel interpretasi golongan darah : No
SEL GROUPING
SERUM GROUPING
AUTO
GOL.
Anti A
Anti B
Sel A
Sel B
Sel O
CONTROL
DARAH
1
3+
-
-
2+
-
-
A
2
-
3+
2+
-
-
-
B
3
-
-
2+
2+
-
-
O
4
3+
3+
-
-
-
-
AB
5
2+
-
2+
2+
-
-
Subgroup A
6
m.f.+
-
2+
2+
-
-
8
-
-
+
2+
2+
-
Bukan O
9
-
-
2+
3+
3+
-
Oh
10
m.f.+
-
3+
3+
-
+/-
Mix
11
+
+
2+
2+
2+
+
?
12
2+
-
-
-
-
-
A?
13
-
-
-
-
-
-
O Bayi
s
Subgroup A3
Sumber : Penuntun Praktikum Transfusi Darah Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pasien “X” memiliki golongan darah O bayi. Dimana golongan darah O bayi ini merupakan salah satu kasus discrepancy group 1. Discrepancy group 1 terjadi karena reaksi yang lemah atau antibodi yang hilang. Reaksi lemah atau hilangnya antibodi ini disebabkan karena pasien memiliki masalah dalam produksi antibodi atau tidak dapat menghasilkan antibodi ABO. . Pada orang dengan golongan darah O bayi tidak memiliki anti-A dan anti-B serta antibodi-A dan Antibodi-B. Tipe discrepancy ini dapat terjadi pada bayi baru lahir, pasien usia lanjut, pasien dengan limfoma, pasien menggunakan imunosupresif, pasien dengan penyakit imunodefisiensi dan transplatansi BM. Inkompatibilitas ABO dapat terjadi juga pada kondisi medis dimana golongan darah antara ibu dan bayi berbeda sewaktu masa kehamilan.
Golongan darah yang berbeda ini menghasilkan antibodi yang berbeda-beda. Ketika golongan darah yang berbeda tercampur, suatu respon kekebalan tubuh terjadi dan antibodi terbentuk untuk menyerang antigen asing di dalam darah. Faktor-faktor yang juga dapat menjadi penyebab ketidak cocokan golongan darah abo, antara lain : a. Problem dengan sel darah merah b. Problem yang berhubungan dengan test atau kesalahan teknis. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan golongan darah ABO, antara lain: a. Jangan lupa untuk menambahkan reagen atau test serum b. Reaksi hemolisis tidak dinyatakan sebagai reaksi positif c. Perbandingan antara serum (reagen) dengan sel darah merah tidak sesuai. d. Goyangan pada slide test atau putaran sentrifus tidak akurat untuk metoda tube test o
o
e. Waktu inkubasi tidak boleh dilakukan pada suhu diatas 20 -24 C f. Kualitas reagen g. Kualitas peralatan yang digunakan
b. Penentuan Golongan Darah Sistem Rhesus
Setelah sistem ABO, maka sistem Rhesus (Rh) merupakan golongan darah yang mempunyai makna klinis terpenting. Tidak seperti halnya anti-A dan anti-B yang selalu ada pada orang normal. Anti Rhesus tidak terdapat dalam darah seorang tanpa rangsangan imunisasi. Sel darah yang memiliki antigen Rh disebut Rh+ (Rhesus Positif), sedangkan yang tidak mempunyai antigen Rh disebut Rh- (Rhesus Negatif). Apabila orang yang memiliki darah Rh negative ditransfusi dengan darah Rh Positif, orang bergolongan darah Rh negative tersebut akan membentuk anti Rh, sehingga terjadi aglutinasi darah. Antigen utama dalan sistem Rhesus adalah antigen D, yang mampu merangsang pembentukan antibodi bila eryhtrosit dengan antigen itu
dimasukkan dalam sirkulasi seorang yang tidak mempunyai antigen Rh. Orang-orang dengan eryhtrosit yang mengandung antigen D disebut Rh positif atau Rh (+) sedangkan mereka yang tidak mempunyai antigen D disebut Rh negative. Karena antigen D merupakan yang paling mudah merangsang pembentukan antibodi maka antigen D lah yang pertama-tama harus dicari. Seperti halnya penentuan golongan darah sistem ABO, pada penentuan golongan darah rhesus ini juga harus dibuat suatu control agar pemeriksaan yang dilakukan memperoleh hasil yang valid. Kontrol pada penentuan golongan darah sistem Rhesus merupakan Bovine albumin 22 %, dimana diteteskan sebanyak 2 tetes dan ditambahkan dengan 1 tetes suspense sel darah merah 5%. Apabila control bovine albumin memberi hasil aglutinasi negative, maka penentuan dapat dilanjutkan kembali, dan apabila memberi hasil aglutinasi positif maka prosedur harus diulang dari awal. Penentuan golongan darah sistem Rhesus ini dilakukan dengan mereaksikan 1 tetes suspense sel 5% dengan 2 tetes Anti D, kemudian dikocok hingga tercampur baik lalu dicentrifuge dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 – 20 detik dan terbentuknya aglutinasi diamati dengan terlebih dahulu mengamati adanya hemolisis. Hal ini penting dilakukan karena apabila darah yang diperiksa terjadi suatu hemolisis maka hasil yang didapat kurang valid sehingga harus dilakukan pemeriksaan ulang. Kemudian dilakukan pengamatan dilakukan dengan mengocok secara perlahan tabung reaksi. penghomogenan ini tidak boleh terlalu keras karena akan dapat mempengaruhi interpretasi hasil. Pada penentuan golongan darah system Rhesus pada pasien “X”, tidak terjadi aglutinasi pada control bovine albumin, sehingga penentuan golongan darah dapat dilanjutkan. Pada sampel suspense sel yang diperiksa, terjadi aglutinasi pada sel darah yang direaksikan dengan Anti D dengan derajat aglutinasi sebesar 4+ yang ditandai dengan adanya gumpalan besar dengan cairan jernih disekitarnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa sampel yang
diperiksa positif mengandung Antigen D. Dan dapat ditentukan bahwa pasien “X” memiliki golongan darah Rhesus positif (Rh+).
IX.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dan praktikum yang telah dilaksanakan, diperoleh simpulan sebagai berikut : 1.
Pengelompokan golongan darah system ABO didasarkan atas ada tidaknya aglutinogen (antigen) A dan aglutinogen B dan antibodi anti-A dan anti-B dalam darah dalam metode tube test.
2.
Dari praktikum yang dilakukan dapat ditentukan bahwa golongan darah pada sampel yang diperiksa adalah golongan darah O bayi. Dimana golongan darah O bayi ini merupakan salah satu kasus discrepancy group 1 yang tidak memiliki anti-A dan anti-B serta antibodi-A dan Antibodi-B.
3.
Pengelompokan golongan darah system Rhesus ini didasarkan atas adanya antigen D dalam sel darah. Orang-orang dengan eryhtrosit yang mengandung antigen D disebut Rh positif atau Rh (+) sedangkan mereka yang tidak mempunyai antigen D disebut Rh negative.
4.
Dari praktikum yang dilakukan, dapat ditentukan bahwa sampel yang diperiksa memiliki golongan darah Rhesus positif (Rh+). Yang ditunjukkan dengan adanya aglutinasi/gumpalan pada sel darah yang direaksikan dengan Anti D.
DAFTAR PUSTAKA
Alimin, Nur. 2012. Laporan Imunologi Golongan Darah ABO Rhesus. Diakses di : http://id.scribd.com/doc/112447660/Laporan-Imunologi-Golongan-DarahABO-Rhesus. Diakses tanggal 1 Oktober 2013 Anas.
Golongan
Darah.
Diakses
di
:
http://khairul-
anas.blogspot.com/2012/04/golongan-darah.html. Diakses tanggal 1 Oktober 2013 Anonim. 2007. Manfaat Mengetahui Golongan Darah. Diakses di : http:// www.medicastore.com. Diakses tanggal 1 Oktober 2013 Anonim. 2012. Laporan Praktikum Penentuan Golongan Darah. Diakses di: http://mindberryel.blogspot.com/2012/04/laporan-praktikum-penentuangolongan.html. Diakses tanggal 1 Oktober 2013 Anonim.
2012.
Golongan
Darah
Sistem
Rhesus.
Diakses
di
:
http://haena1510.blogspot.com/2012/11/golongan-darah-sistem-rhesus.html. Diakses tanggal 1 Oktober 2013 Musyafa.
2010.
Golongan
Darah.
Diakses
http://ripanimusyaffalab.blogspot.com/2010/02/golongan-darah.html. Diakses tanggal 1 Oktober 2013
di: