LAMPIRAN IV :
I.
PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN TAH UN 2009 TANGGAL : 21 APRIL 2009 TENTANG : PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan Cekungan Bandung yang merupakan salah satu kawasan andalan dan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) di Jawa Barat juga mempunyai arti penting bagi keutuhan ekosistem Jawa Barat dalam mendukung kehidupan, pelestarian fungsi lingkungan hidup, dan menjamin pembangunan berkelanjutan. Kawasan Bandung Utara (KBU)
sebagai
kawasan
konservasi
air
di
Cekungan
Bandung
diharapkan dapat mendukung kualitas lingkungan Kawasan Cekungan Bandung. Dalam perkembangannya hingga saat ini, pertumbuhan dan perkembangan penggunaan lahan di Kawasan Bandung Utara (KBU) masih belum terkendali sehingga menimbulkan gangguan fungsi lindung baik di kawasan itu sendiri maupun kawasan di bawahnya. Dalam upaya pengendalian pemanfaatan ruang di KBU, pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang diantaranya berupa Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Bandung Utara. Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara disusun guna menyediakan pedoman dan arahan bagi upaya pengendalian pemanfaatan ruang di Kawasan Bandung Utara serta aturan teknisnya. mampu
sebagai
rujukan
Peraturan Gubernur ini juga diharapkan bagi
semua
pihak
dalam
melakukan
koordinasi, kerjasama, penyesuaian, dan komunikasi dalam rangka mewujudkan
keterpaduan
dan
efektivitas
upaya
pengendalian
pemanfaatan ruang di KBU yang melibatkan Pemerintah, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, instansi terkait, masyarakat, serta para pelaku usaha.
1
Ketentuan teknis dalam Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang di KBU meliputi ketentuan teknis pemanfaatan ruang,
penataan
bangunan,
rekayasa
teknis
dan
vegetatif,
pengawasan, dan rekomendasi perizinan
II.
KETENTUAN TEKNIS PEMANFAATAN RUANG 1. Ketentuan teknis pemanfaatan ruang Kawasan Lindung mengikuti peraturan perundang – undangan yang berlaku. 2. Ketentuan teknis pemanfaatan ruang untuk budidaya tercantum dalam Tabel Ketentuan Teknis Pemanfaatan Ruang Kawasan Budidaya di KBU.
III.
KETENTUAN TEKNIS PENATAAN BANGUNAN A. Penetapan KDB 1. Penetapan KDB Maks Berdasarkan Kemiringan Lereng Maksimum 30% Kemiringan Lereng Rata-rata
KDB Maksimum Berdasarkan kemiringan maksimum yang boleh dibangun 30% Perkotaan 40% 37% 32% 10% 2%
0% - 8% 8% - 15% 15% - 30% 30% - 40% >40% (*)
Perdesaan 20% 12% 7% 2% 2%
Catatan : KDB maksimum perkotaan = 40% − KDB maksimum non perkotaan = 20% − Disarankan untuk Kawasan Bandung Utara KDB maksimum yang − diperbolehkan yaitu berdasarkan kemiringan maksimum yang boleh dibangun sebesar 30%.
− 2.
(*) hanya diperbolehkan bagi pembangunan prasarana/sarana khusus/tertentu
Perhitungan luas bangunan ditentukan sebagai berikut: a. Perhitungan luas lantai adalah jumlah luas lantai yang diperhitungkan sampai batas dinding terluar. b. Luas lantai ruangan beratap yang mempunyai dinding lebih dari 1,20 m dihitung 100%. c. Luas
lantai
beratap
yang
bersifat
terbuka
atau
mempunyai dinding tidak lebih dari 1,20 m, dihitung 50% selama tidak melebihi 10% dari luas denah yang diperhitungkan sesuai dengan KDB yang ditetapkan
2
Tabel Ketentuan Teknis Pemanfaatan Ruang Budidaya non Permukiman dan Permukiman di KBU. Fungsi Utama/ Pemanfaatan Ruang
Budidaya/ Permukiman
Lokasi Kabupaten/Kota
Kota Bandung
Kecamatan
Cibeunying Kaler Cibiru Cicendo Cidadap Coblong
Sukajadi
Sukasari Ujungberung
Ketentuan Teknis Pemanfaatan Ruang Kelurahan/Desa
Cigadung Cisurupan, Palasari, Pasirbiru Husen Sastranegara, Sukaraja Ciumbuleuit, Hegarmanah, Ledeng Cipaganti, Dago, Lebakgede, Lebak Siliwangi, Sekeloa Cipedes, Pasteur, Sukabungah, Sukagalih, Sukawarna Gegerkalong, Isola, Sarijadi, Sukarasa, Pasirwangi
Dilarang
• •
• •
Industri besar dan sedang Industri yang berpotensi mencemari lingkungan dan mengkonsumsi air banyak. Pertambangan Kegiatan lain yang akan merusak lingkungan
Boleh Bersyarat
•
•
•
•
•
•
•
Kota Cimahi
Kab. Bandung Barat
Cimahi Tengah
Cimahi, karangmekar, Padasuka, Setiamanah
Cimahi Utara
Cibabat, Cipageran Citeureup, Pasirkaliki
Parongpong
Sariwangi, Ciwaruga
Ngamprah
Tanimulya, Ngamprah
Lembang
Lembang, Kayuambon
•
•
•
•
Sarana prasarana dan infrastruktur pelayanan seperti jaringan transmisi listrik, telekomunikasi, air bersih, irigasi, dan jalan lingkungan Sarana prasarana dan infrastruktur pelayanan berupa jalan akses ke pusat produksi kehutanan,pertanian, perkebunan Jasa perdagangan skala kecil sampai sedang Perumahan dan perkantoran dg KDB 40%, Pasar tradisional dan modern/supermarket Resort, hotel bernuansa lingkungan Industri kecil/ kerajinan Pengambilan air tanah untuk domestik pada zona yg ditentukan /dg izin Sarana umum (kampus,sekolah, masjid, lapangan olahraga, dsb) Kantor pelayanan masyarakat kecamatan, kelurahan, desa, puskesmas, dsb) Jalan umum
Boleh
Permukiman KDB maksimal 40% KDH minimal 52% RTH
3
Kab. Bandung
Cileunyi
Cimenyan
Cilengkrang
Cibiru Wetan , Cinunuk, Cimekar, Cileunyi Kulon, Cileunyi Wetan Ciburial, Mekarsaluyu, Cibeunying, Padasuka, Cimenyan, Sindanglaya Girimekar, Malatiwangi, Jatiendah
• •
• •
Industri besar dan sedang Industri yang berpotensi mencemari lingkungan dan mengkonsumsi air banyak. Pertambangan Kegiatan lain yang akan merusak lingkungan
•
•
•
•
Kab. Bandung Barat
Lembang
Cibodas
Parongpong
Cihanjuang, Cihanjuang Rahayu
Sarana prasarana dan infrastruktur pelayanan seperti jaringan transmisi listrik, telekomunikasi, air bersih, irigasi, dan jalan lingkungan Sarana prasarana dan infrastruktur pelayanan berupa jalan akses ke pusat produksi kehutanan,pertanian, perkebunan Jasa perdagangan skala kecil sampai sedang Dibangun perumahan dengan persyaratan : kepadatan rendah menerapkan rekayasa teknis dan vegetasi sehingga kondisi fungsi hidroorologis lebih baik dari sebelum dibangun KDB maksimal 15 %, KLB maksimal 0,7 %, KDH minimal 82 % Untuk membangun lingkungan perumahan permukiman dibatasi luas total kavling perumahan maksimal 30 % dan sisanya digunakan untuk fasum, fasos, RTH, dan kegiatan komersial lainnya
•
•
• •
•
•
Dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian lahan kering, tanaman pangan, bungabungaan, hortikultura, perkebunan dengan tanaman yang berfungsi lindung dan tidak mengganggu fungsi hidroorologi, peternakan dan perikanan Membangun bangunan penunjang kegiatan pertanian (pertanian lahan basah dan kering, perkebunan dan peternakan) Dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata yang tidak mengganggu fungsi konservasi RTH
•
•
• •
• •
•
Pasar tradisional/minimarket Resort, hotel bernuansa lingkungan Industri kecil/kerajinan Pengambilan air tanah untuk domestik pada zona yg ditentukan /dg izin Sarana umum ( sekolah, masjid, lapangan olahraga, dsb)
4
•
•
Kab. Bandung
Cileunyi
Cimenyan
Cilengkrang
Cibiru Wetan , Cinunuk, Cimekar, Cileunyi Kulon, Cileunyi Wetan Ciburial, Mekarsaluyu, Cibeunying, Padasuka, Cimenyan, Sindanglaya
• •
• •
Industri besar dan sedang Industri yang berpotensi mencemari lingkungan dan mengkonsumsi air banyak. Pertambangan Kegiatan lain yang akan merusak lingkungan
Girimekar, Malatiwangi, Jatiendah
•
•
•
•
Kab. Bandung Barat
Parongpong
Lembang
Cisarua
Cihanjuang, Cihanjuang Rahayu, Cigugur Girang, Cihideung
• •
•
Cibogo, Langensari, Cikidang, Cibodas, Mekarwangi, Sukajaya, Cikole, Gudang Kahuripan, Wangunsari
•
•
•
Sadangmekar
•
Budidaya/ Pertanian Lahan Basah
Kab. Bandung
Cimenyan
Ciburial Mekarsaluyu, Cimenyan, Mandalamekar, Mekarmanik Cipanjalu, Girimekar,
•
Konversi budidaya (padi sawah sebagai komoditas utama) ke budidaya atau kegiatan lainnya.
•
Kantor pelayanan masyarakat ( kecamatan, kelurahan, desa, puskesmas, dsb) Jalan umum
Sarana prasarana dan infrastruktur pelayanan seperti jaringan transmisi listrik, telekomunikasi, air bersih, irigasi, dan jalan lingkungan Sarana prasarana dan infrastruktur pelayanan berupa jalan akses ke pusat produksi kehutanan,pertanian, perkebunan Jasa perdagangan skala kecil sampai sedang Permukiman dan perumahan dg KDB 20%, Pasar tradisional/minimarket Resort, hotel bernuansa lingkungan Industri kecil/kerajinan Pengambilan air tanah untuk domestik pada zona yg ditentukan /dg izin Sarana umum ( sekolah, masjid, lapangan olahraga, dsb) Kantor pelayanan masyarakat ( kecamatan, kelurahan, desa, puskesmas, dsb) Jalan umum
Sarana prasarana dan infrastruktur pelayanan seperti jaringan transmisi listrik, telekomunikasi, air bersih, irigasi, dan jalan lingkungan
•
Permukiman KDB maksimal 20% KDH minimum 76% RTH
Bangunan penunjang usaha pertanian lahan basah/sawah irigasi teknis
5
Cilengkrang
Cileunyi
Kab. Bandung Barat
Cikalong Wetan
Cisarua
Budidaya/ Pertanian Lahan Kering
Kab. Bandung
Malatiwangi, Ciporeat, Cilengkrang Cimekar, Cibiru Wetan, Cileunyi Wetan, Cileunyi Kulon
Cipada, Ganjarsari, Mekarjaya, Mandalamukti, Ciptagumanti, Cisomang
•
• •
•
Pertanian lahan kering. Perkebunan(perkebunan besar/rakyat). Pertambangan Industri yang berpotensi mencemari lingkungan dan mengkonsumsi air banyak. Kegiatan lain yang akan merusak lingkungan
Ngamprah, Mekarsari, Cilame, Pakuhaji Cihanjuang, Sariwangi, Cigugur Girang,
Parongpong
Karyawangi Cikole, Cibogo, Cikidang,
Lembang
Wangunharja, Wangunsari, Cibodas, Suntenjaya, Pagerwangi,
Padalarang
Tagogapu, Campakamekar
Cimenyan
Mekarmanik, Cimenyan, Cibeunying Cipanjalu, Ciporeat, Cilengkrang
•
•
•
• • •
Cipada, Sadangmekar, Campakamekar, Pasirlangu, Tugumukti, Pasirhalang, Jambudipa, Padaasih Bojongkoneng, Sukatani,
Ngamprah
Cilengkrang
•
•
•
•
•
•
Konversi perkebunan atau hutan rakyat yang ada ke budidaya pertanian. Industri yang berpotensi mencemari lingkungan dan mengkonsumsi air banyak.
•
Sarana prasarana dan infrastruktur pelayanan berupa jalan akses ke pusat produksi pertanian Bangunan penunjang unit produksi perkebunan atau usaha tani Permukiman perdesaan dg KDB 20%, Agrowisata Peternakan, perikanan, Pariwisata, kawasan wisata dg KDB 20%, KDH 76% Jalan akses ke kawasan/tempat wisata Resort dg KDB 20%, pada wilayah KWT < KWT maks. Bangunan penyedia air bersih dr air permukaan/mata air
Sarana prasarana dan infrastruktur pelayanan seperti jaringan transmisi listrik, telekomunikasi, air bersih, irigasi, dan jalan lingkungan
• •
Perkebunan Hutan rakyat
6
Cileunyi
CIleunyi Wetan, Cibiru Wetan
• • •
Perumahan skala besar Pertambangan Kegiatan lain yang akan merusak lingkungan
•
•
Kab. Bandung Barat
Cikalong Wetan
Ganjarsari, Mandalamukti, Mandalasari, Mekarjaya
Parongpong
Karyawangi, Cihideung, Cihanjuang, Ciwaruga, Cihanjuang Rahayu, Sariwangi
•
•
Kota Bandung
Cisarua
Kertawangi, Tugumukti, Pasirlangu, Pasirhalang, Padaasih, Jambudipa
Ngamprah
Cilame
Lembang
Cikahuripan, Jayagiri, Sukajaya, Cikidang, Wangunharja, Mekarwangi, Cibodas, Suntenjaya, Langensari
Sukasari
Ledeng, Isola
Coblong
Dago
Ujungberung
Pasirjati, Pasirwangi, Pasanggrahan
Cibiru
Cisurupan, Palasari, Pasirbiru
CIbeunying Kidul
Pasirlayung
• •
Sarana prasarana dan infrastruktur pelayanan berupa jalan akses ke pusat produksi kehutanan,perkebunan Bangunan penunjang unit produksi pertanian, perkebunan atau hutan rakyat, Permukiman perdesaan dg KDB 20%, Agrowisata, agroforestry Peternakan Bangunan penyedia air bersih dr air permukaan/mata air
7
Budidaya/ Perkebunan
Cidadap
Ciumbuleuit
Cibeunying kaler
Cigadung
Kota Cimahi
Cimahi Utara
Cipageran, Citeureup
Kab. Bandung
Cimenyan
Mekarsaluyu, Cimenyan, Mandalamekar, Ciburial Mekarmanik, Cikadut
•
•
Cilengkrang
Cipanjalu, Girimekar, Malatiwangi, CIporeat, Cilengkrang
• • •
Cileunyi
Kab. Bandung Barat
Cikalong Wetan
Cibiru Wetan, Cileunyi Wetan
Ganjarsari, Mandalamukti, Cipada, Mekarjaya, Cisomang
Cisarua
Sadangmekar, Cipada, Pasirlangu, Tugumukti, Kertawangi, Jambudipa, Pasirhalang, Padaasih
Ngamprah
Bojongkoneng, Cimanggu, Cilame, Pakuhaji Karyawangi, Cihideung, Ngamprah
Parongpong
Cihanjuang Rahayu, Cihanjuang Sukajaya, Cikahuripan,
Konversi perkebunan atau hutan rakyat yang ada ke budidaya pertanian. Industri yang berpotensi mencemari lingkungan dan mengkonsumsi air banyak. Perumahan skala besar Pertambangan Kegiatan lain yang akan merusak lingkungan
•
•
•
•
• • •
Sarana prasarana dan infrastruktur pelayanan seperti jaringan transmisi listrik, telekomunikasi, air bersih, irigasi, dan jalan lingkungan Sarana prasarana dan infrastruktur pelayanan berupa jalan akses ke pusat produksi kehutanan,perkebunan Bangunan penunjang unit produksi perkebunan atau hutan rakyat,pos pengamat Permukiman perdesaan dg KDB 20%, Agrowisata, agroforestry Peternakan Bangunan penyedia air bersih dr air permukaan/mata air
• •
• •
Hutan Lindung. Taman Hutan Rakyat/Wisata Alam. Budidaya hutan. Berbagai jenis perkebunan besar/rakyat yang mendukung fungsi konservasi air dan tanah
8
Kota Bandung
Kota Cimahi
Padalarang
Tagogapu
Lembang
Jayagiri, Gudangkahuripan, Wangunsari, Pagerwangi, Mekarwangi, Langensari, Cikidang, Cibogo
Cibiru
Cisurupan,Palasari, Pasirbiru
Mandalajati
SindangJaya, Jatihandap
Cidadap Ujungberung Sukasari Coblong
Ciumbuleuit, Hegarmanah Pasanggrahan, Pasirjati, Pasirwangi Isola Dago
Cibeunying kaler
Cigadung
Cimahi Utara
Cipageran, Citeureup
9
d. Overstek atap yang melebih 1,50 m maka luas mendatar kelebihannya dianggap sebagai lantai denah. e. Teras tidak beratap yang mempunyai dinding tidak lebih dari 1.20 m di atas lantai teras, tidak diperhitungkan. f. Untuk
perhitungan
luas
lantai
di
bawah
tanah
diperhitungkan seperti luas lantai di atas tanah dengan batasan Koefisien Tapak Besmen yang telah ditetapkan. g. Luas ruang bawah tanah (besmen) yang melewati batasbatas area perencanaan atau berada di bawah prasarana kota atau di bawah ruang terbuka publik ditentukan lebih lanjut dengan surat keputusan bupati h. Luas lantai bangunan untuk parkir tidak diperhitungkan dalam perhitungan KDB asal tidak melebihi dari 50% KDB yang
telah
ditetapkan.
Jika
melebihi,
maka
diperhitungkan 50% terhadap KDB. i. Peningkatan
intensitas
ruang
untuk
sebuah
area
perencanaan harus melalui surat keputusan bupati
B.
Penetapan KLB 1.
Rumus Perhitungan KLB adalah sebagai berikut :
Luas Lantai bangunan KLB = ------------------------------------LK KLB = Koefisien Lantai Bangun JLB = Luas Lantai Bangunan LK = Luas Kavling/Petak/Persil
2.
Perhitungan ketinggian sebuah bangunan ditentukan sebagai berikut: a. Ketinggian bangunan dalam petunjuk operasional ini adalah jumlah lantai penuh suatu bangunan dihitung dari lantai dasar sampai dengan lantai tertinggi. b. Tinggi bangunan adalah jarak dari lantai dasar sampai dengan puncak atap bangunan yang dinyatakan dalam meter c. Ketinggian ruang pada lantai dasar disesuaikan dengan fungsi dan bentuk arsitektural bangunannya.
10
d. Jarak vertikal lantai bangunan ke lantai berikutnya maksimal 5m
disesuaikan
dengan
fungsi
bangunannya
(kecuali
bangunan ibadah, industri, gedung olah raga, bangunan monumental, dan bangunan gedung serba guna) e. Lantai mesanin dihitung dalam ketentuan intensitas ruang. f. Penggunaan rongga atap diperhitungkan dalam ketentuan intensitas ruang. g. Penambahan lantai atau tingkat suatu bangunan harus mendapatkan persetujuan bupati.
C.
Penetapan KDH 1. Penetapan KDH Maksimum berdasarkan kemiringan lereng Kemiringan Lereng Rata-rata 0% - 8% 8% - 15% 15% - 30% 30% - 40% >40%
Perkotaan
Perdesaan
52% 55% 61% 88% 96%
76% 85% 91% 98% 100%
2. Rumus perhitungan KDH :
KDH = 100% - (KDB+(20% x KDB))
dimana : KDH = Koefisien Dasar Hijau KDB = Koefisien Dasar Bangunan
3. Ruang Terbuka Hijau yang termasuk dalam KDH sebanyak mungkin diperuntukkan bagi penghijauan/penanaman di atas tanah. Dengan demikian area parkir dengan lantai perkerasan masih tergolong RTH sejauh ditanami pohon peneduh yang ditanam di atas tanah, tidak di dalam wadah kedap air. 4. KDH tersendiri dapat ditetapkan untuk tiap-tiap klas bangunan dalam kawasan-kawasan bangunan, dimana terdapat beberapa klas bangunan dan kawasan campuran.
11
A. Ketentuan Perencanaan Tata Letak Bangunan 1. Pelandaian Lereng a. Semakin tinggi nilai kemiringan lereng, semakin sempit daerah yang boleh dilandaikan. b. Pelandaian lereng maksimum Kemiringan 0-8 % 8-15 % 15-30 % > 30 % Kemiringan 0-15 % (Kawasan perkotaan berkepadatan tinggi) 0-15 % (Kawasan perkotaan berkepadatan sedang) 0-15 % (Kawasan perkotaan berkepadatan rendah) 15-30 % > 30 %
2.
Kawasan Perdesaan Pelandaian Maksimum 18 % dari luas lahan 18 % dari luas lahan 10 % dari luas lahan 0 % dari luas lahan Kawasan Perkotaan Pelandaian Maksimum 15 % dari luas lahan
15 % dari luas lahan
15 % dari luas lahan 10 % dari luas lahan 0 % dari luas lahan
Jarak Bebas Minimum Samping dan Belakang a. Ketentuan mengenai jarak bebas ditentukan sebagai berikut : i.
Pada bangunan renggang, jarak bebas samping maupun belakang ditetapkan 4 m pada lantai dasar, dan pada setiap penambahan lantai, jarak bebas di atasnya ditambah 0.5 m dari jarak bebas lantai di bawahnya sampai mencapai jarak bebas terjauh 15 m. Ketentuan ini berlaku untuk bangunan selain bangunan rumah tinggal dan bangunan industri.
ii.
Pada bangunan industri dan gudang renggang, ditetapkan jarak bebasnya adalah 5 m pada lantai dasar, dan setiap penambahan lantai, jarak bebas di atasnya ditambah 0.5 m dari jarak bebas lantai dibawahnya.
iii.
Jarak bebas bangunan renggang pada kawasan cagar budaya atau kawasan khusus diatur dalam ketentuan mengenai cagar budaya atau kawasan khusus.
iv.
Untuk bangunan berderet/rapat, jarak bebas diperkenankan tidak ada sampai dengan lantai ke delapan, setelah lantai ke delapan, maka untuk lantai selanjutnya ditambah 0.5 m
12
dari jarak bebas lantai dibawahnya. Ketentuan ini tidak berlaku untuk bangunan rumah tinggal.
3.
Garis Sempadan Bangunan a. Garis sempadan bangunan yang selanjutnya disebut GSB adalah garis yang tidak boleh dilampaui oleh denah bangunan ke arah Garis Sempadan Jalan (GSJ) yang ditetapkan dalam rencana detail tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. b. Garis Sempadan Jalan yang selanjutnya disebut GSJ adalah garis rencana jalan yang ditetapkan dalam rencana detail tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. c. Untuk Kawasan Bandung Utara GSB dibuat relatif kecil yaitu sekitar ½ rumija +1 meter. d. Ketentuan mengenai GSB dan GSJ adalah sebagai berikut: i) Ruang terbuka diantara GSJ dan GSB harus digunakan sebagai unsur penghijauan atau daerah resapan air hujan dan atau utilitas umum dan atau jalur pejalan. ii) Untuk
kawasan
dimanfaatkan
pusat
sebagai
kota,
ruang
fasilitas
tersebut
penunjang
dapat berupa
bangunan sementara. Atau bisa juga sebagai tempat parkir dengan tetap menyediakan jalur pejalan minimal 50% dari keseluruhan ruang terbuka tersebut. iii) Penggunaan-penggunaan
tersebut
harus
memenuhi
ketentuan dan standar yang berlaku tanpa mengurangi persyaratan unsur penghijuan dan atau daerah resapan air hujan. e. Perhitungan GSB menggunakan rumus : i) Rumija ≥ 8m = 0.5 x lebar Rumija + 1m. ii) Rumija < 8m = 0.5 x lebar Rumija
B. Desain Tata Letak Bangunan 1.
Pertimbangan utama dalam perencanaan tapak adalah : a. Menjaga fungsi resapan air b. Mempertahankan kontur lahan alami
13
c. Mempertahankan karakter fisik dan vegetasi alami d. Memperkecil luas terbangun/penutupan lahan 2.
Pemilihan desain tata letak bangunan, jalan dan sarana dan prasarana yang memenuhi pertimbangan tersebut adalah:
a. Desain perataan tanah harus mempertahankan kondisi kontur alami
Desain rencana tapak perlu memperhatikan bentukan yang tidak terlalu mengubah kondisi eksisting alam .
b. Desain tapak harus mempertahankan karakter alami lahan
Rancangan tapak sebaiknya tidak menghilangkan karakter alami lahan
c. Desain tapak harus mempertahankan kontur alami 14
Meminimalkan perubahan kontur lahan
d. Pembagian blok lahan dan desain jalan dengan tipe cluster luas terbangun
Sesedikit mungkin menggunakan bahan perkerasan, jalan perlu dirancang seefisien mungkin
e. Memperkecil GSB untuk meminimalkan luas lahan terolah
15
Gunakan GSB yang kecil untuk meminimalkan luas tanah yang dibangun dan diperkeras
f. Desain lahan parkir disesuaikan dengan karakter dan kontur alami
Rancangan parkir perlu mempertimbangkan karakter kontur lahan
C. Ketentuan Perancangan Bangunan 1.
Bentuk dan Struktur Bangunan a. Pemilihan bentuk dan struktur bangunan ditujukan untuk : i)
Memperkecil KDB per kawasan
ii) Memperkecil KDB per petak lahan/luas dasar bangunan
16
iii) Memperkecil luas perataan tanah (cut and fill ) iv) Mempertahankan fungsi resapan air
b. Rekomendasi bentuk dan struktur bangunan di KBU : i) Bangunan tingkat dan atau berderet, terutama pada kawasan permukiman perkotaan, untuk memperkecil luas dasar bangunan, luas perataan tanah dan KDB per kawasan.
Koefisien Dasar Bangunan sebaiknya ditekan serendah mungkin. Lebih baik menggunakan bangunan bertingkat dari pada meluas di lantai dasar.
ii) Bangunan dengan massa (tinggi dan besar bangunan) yang seimbang dengan lingkungannya. Semakin curam kelerengan semakin kecil massa bangunan. Dilarang membuat
bangunan
dengan
(memiliki luas lantai dasar
ukuran
sangat
besar
di atas 2000 m2 untuk
sebuah bangunan) atau berlantai tinggi (di atas 6 lantai).
Bangunan dipecah dalam massa yang lebih kecil dan jangan membuat massa bangunan yang besar dan lebar, sehingga tidak perlu melakukan cut and fill tanah yang terlalu besar.
17
iii) Bentuk bangunan panggung yang tidak banyak menutup permukaan tanah sehingga fungsi resapan air terjaga dan merupakan struktur yang lebih tahan gempa.
Bangunan panggung relatif tidak banyak menutupi permukaan tanah sehingga resapan air tanah terjaga. Kolam resapan sangat membantu proses penyerapan tersebut
iv) Bangunan dengan bentuk dan struktur yang sesuai dengan kemiringan lereng atau tidak banyak merubah kontur lahan alami.
Membangun bangunan di Bandung Utara yang berlereng curam sebaiknya menggunakan jenis bangunan yang tidak banyak merubah kontur lahan
v) Bagian dari bangunan seperti teras dan garasi dirancang agar dapat memanfaatkan perbedaaan kontur, misalnya dengan membangun garasi sebagai lantai dasar atau bagian teras rumah.
18
vi) Menggunakan tipe pondasi dan struktur yang sesuai dengan kondisi kemiringan lereng.
Jenis pondasi perlu diplih secara cermat untuk lahan yang berkontur
c.
Untuk kawasan rawan bencana gerakan tanah maupun gempa, bentuk dan struktur bangunan harus disesuaikan dengan peraturan perundangan dan SNI yang berlaku.
2.
Atap Bangunan a. Sebaiknya menggunakan atap dengan desain tanpa talang agar air dapat dialirkan langsung ke tanah. b. Melengkapi jalur jatuhnya air dari atap di tanah dengan lapisan kerikil dan pasir untuk mempercepat air meresap serta mengurangi air larian dan mengurangi volume air pada saluran permukaan. c. Apabila menggunakan talang maka pada akhir pipa talang harus dialirkan pada sumur resapan d. Membangun ruang utilitas di atap, hanya apabila digunakan sebagai ruangan untuk melindungi alat-alat, mekanikal,
19
elektrikal, tanki air, cerobong (shaft ) dan fungsi lain sebagai ruang pelengkap
bangunan, dengan ketinggian ruangan
tidak boleh melebihi 2,40 m diukur secara vertikal dari pelat atap bangunan, kecuali untuk ruang mesin teknis lainnya diperkenankan lebih, sesuai dengan keperluan. Apabila luas lantai melebihi 50% dari luas lantai bawahnya maka ruang utilitas tersebut diperhitungkan sebagai penambahan tingkat.
IV.
KETENTUAN TEKNIS REKAYASA TEKNIS DAN VEGETATIF Rekayasa teknis dan vegetasi dilakukan terhadap perubahan tata guna lahan yang telah terjadi dan tidak dapat dikembalikan pada fungsi lindung. Penerapan rekayasa teknis dan vegetasi pada kawasan yang telah
terbangun
untuk
memperbaiki
kemampuan
meresapkan
air,
mengurangi erosi dan debit air larian. Rekayasa teknik adalah melakukan rekayasa teknik sipil dalam pembangunan bangunan gedung, prasarana lingkungan dan pertanian; baik secara individual maupun komunal, misalnya sumur resapan dan biopori. Setiap persil tanah atau kavling yang akan dibangun harus melakukan rekayasa teknis yang mampu meresapkan air hujan sehingga tidak ada air hujan yang keluar dari persil/kavling yang bersangkutan. Rekayasa vegetasi adalah melakukan penanaman tanaman dalam skala rumah tangga, lingkungan maupun kawasan untuk memperbaiki atau mengembalikan fungsi konservasi serta iklim mikro.
20
JENIS
URAIAN
REKAYASA 1.
REKAYASA
1. SUMUR RESAPAN :
TEKNIS
Teknis pembuatan sumur resapan mengacu kepada peraturan perundang– undangan dan SNI 03-2459-1991, Sumur Resapan Air Hujan Untuk Lahan Perkarangan. SNI 03-2453-2002, Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan U ntuk Lahan Perkarangan. SNI 03-2459-2002, Spesifikasi Sumur Resapan Air Hujan Untuk Lahan Perkarangan.
VOLUME AIR YANG HARUS DIRESAPKAN UNTUK TUTUPAN BANGUNAN KDB
Volume Air yang Harus Diresapkan untuk Tutupan Bangunan
%
T.70
T.80
T.90
T.100
T.120
T.150
T.200
10
-
-
-
-
-
-
-
15
0.16
0.18
0.20
0.23
0.27
0.34
0.45
20
0.38
0.43
0.49
0.55
0.65
0.81
1.08
25
0.51
0.58
0.65
0.73
0.88
1.10
1.44
30
0.60
0.68
0.76
0.85
1.02
1.29
1.69
JUMLAH SUMUR RESAPAN YANG DIPERLUKAN PADA SETIAP TIPE BANGUNAN KDB
Volume Air yang Harus Diresapkan untuk Tutupan Bangunan
%
T.70
T.80
T.90
T.100
T.120
T.150
T.200
10
-
-
-
-
-
-
-
15
1
1
1
1
1
1
1
20
1
1
1
1
1
2
2
25
1
1
1
1
2
2
2
30
1
1
2
2
2
2
2
Keterangan : - T. 100 berarti luas atap bangunan = 100 m2 - Sumur resapan dimensi : diameter 1 m, tinggi 1 m
21
JENIS
URAIAN
REKAYASA
BENTUK DAN DIMENSI SUMUR RESAPAN
3. BIOPORI (Sumber : www.biopori.com; Multimanfaat Lubang Resapan Biopori Untuk Pelestarian Lingkungan Perkotaan, Kamir R.Brata) :
Lubang Resapan Biopori (LRB) adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 - 30 cm dan kedalaman sekitar 100 cm, atau dalam kasus tanah dengan permukaan air tanah dangkal tidak sampai melebihi kedalaman muka air tanah (lihat gambar). Lubang diisi dengan sampah organik u ntuk memicu terbentuknya biopori.
LRB adalah teknologi tepat guna dan ramah lingkungan untuk meningkatkan daya resapan air, mengubah sampah organik menjadi kompos dan mengurangi emisi gas rumah kaca.
Cara pembuatan : 1. Buat lubang silindris secara vertikal ke dalam tanah de ngan diameter 10 cm atau tidak dengan diameter 10 cm. Kedalaman kurang lebih 100 cm atau tidak sampai melampaui muka air tanah bila tanahnya dangkal. Jarak antara lubang 5 – 100 cm. 2. Mulut lubang dapat diperkuat dengan semen selebar 2 – 3 cm dengan tebal 2 cm di sekeliling mulut lubang. 3. Isi lubang dengan sampah organik yang berasal dari sampah dapur, sisa tanaman, dedaunan, atau pangkasan rumput. 4. Sampah organik perlu selalu ditambahkan ke dalam lubang yang isinya sudah berkurang dan menyusut akibat proses pelapukan. 5. Kompos yang terbentuk dalam lubang dapat diambil pada setiap akhir musim kemarau bersamaan dengan pemeliharaan lubang resapan.
22
Biopori dapat dibuat di dasar saluran yang semula untuk membuang air hujan, di dasar alur di sekeliling batang pohon atau pada batas tanaman.
LRB dapat dibuat di dasar saluran yang semula untuk membuang air hujan, di dasar alur yang dibuat di sekeliling pohon, atau pada batas tanaman.
Jumlah lubang yang perlu dibuat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : Jumlah LRB = intensitas hujan (mm/jam) x luas bidang kedap (m 2) Peresapan air perlubang (liter/jam)
c. JARINGAN JALAN : Undang-Undang No.38 Ta hun 2004 PP No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan.
Dalam pembangunan jaringan jalan, hindari topografi yang sulit dan usahakan untuk tidak memotong sungai/lembah, kecuali disediakan jembatan yang didesain lengkap dengan trotoar untuk pejalan kaki
Rencana jaringan jalan disesuaikan dengan topografi dan diusahakan mengikuti kontur dengan suatu sudut daki yang tidak terlalu terjal
Pola drainase ditentukan secara alamiah dan aturlah letak jalan sedemikian rupa sehingga pola drainase tersebut dapat dipelihara dengan mudah
Jalan dalam lingkungan perumahan menggunakasn grass block agar tetap dapat meresapkan air hujan
23
JENIS
URAIAN
REKAYASA
d. PRASARANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN: Prasarana limbah dapat menggunakan septic tank yang dilengkapi dengan
treatment tertutup, tidak memakai bidang resapan Pembangunan jaringan drainase dapat dilakukan dengan mengikuti
alternatif sistem drainase permukaan; sistem drainase bawah tanah tertutup, sistem drainase bawah tanah tertutup dengan tempat penampungan tapak atau dengan sistem kombinasi tertutup untuk daerah yang diperkeras dan drainase terbuka untuk daerah yang tidak diperkeras Perencanaan sistem pembuangan air kotor harus mem perhatikan kondisi
dan karakter tapak /topografi Sistem pembuangan air kotor yang baik dan aman untuk perumahan skala
besar adalah dengan menyalurkan melalui pipa tertutup/rool ke lokasi bak penampungan/kolam oksidasi, setelah melaui proses treatment (pemisahan antara limbah padat dan cair), kemudian dialirkan melalui bak resapan ke perairan umum 2.
REKAYASA VEGETASI
a. VEGETASI PEKARANGAN : a.1. Pekarangan Rumah Besar
-
Kategori: rumah dengan luasan lahan di atas 500 m2;
-
RTH min yang disarankan adalah luasan lahan kavling dikurangi luas dasar bangunan sesuai peraturan daerah setempat;
-
Jumlah pohon pelindung yang harus disediakan min.3 (tiga) pohon pelindung ditambah dengan perdu dan semak serta penutup tanah dan atau rumput.
a.2. Pekarangan Rumah Sedang
-
Kategori: rumah dengan luasan lahan antara 200 m 2 – 500 m2;
-
RTH min yang disarankan adlh luasan lahan kavling dikurangi luas dasar bangunan sesuai peraturan daerah setempat;
-
Jumlah pohon pelindung yang harus disediakan min. 2 (dua) pohon pelindung ditambah dengan tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah dan atau rumput.
a.3. Pekarangan Rumah Kecil
-
Kategori: rumah dengan luasan lahan di bawah 200 m 2;
-
RTH min yang disarankan adalah luasan lahan kavling dikurangi luas dasar bangunan sesuai peraturan daerah setempat;
-
Jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 1 (satu) pohon pelindung ditambah tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah dan atau rumput.
24
JENIS
URAIAN
REKAYASA
a.4. Pekarangan Perkantoran, Pertokoan, dan Tempat Usaha
-
Umumnya berupa jalur trotoar dan area parkir terbuka
-
Beberapa lokasi dengan tingkat KDB 70%-90% perlu menambahkan tanaman dalam pot.
-
Perkantoran, pertokoan dan tempat usaha dengan KDB di atas 70%, minimal memiliki 2 (dua) pohon kecil atau sedang, ditanam pada lahan atau pada pot berdiameter diatas 60 cm;
-
Persyaratan penanaman pohon pada kawasan ini dengan KDB dibawah 70%, berlaku seperti persyaratan pada RTH pekarangan rumah, ditanam pada area diluar KDB yang telah ditentukan.
b. VEGETASI JALAN : b.1. Vegetasi tepi Jalan
-tidak bergetah/beracun dan berbuah terlalu besar -dahan tidak mudah patah, perakaran dalam dan tidak mengganggu pondasi jalan
-cepat tumbuh dan pemeliharaan mudah -peletakan tanaman seimbang, sehinggai tidak mengganggu kendaraan - jenis tanaman berupa pohon, semak/perdu b.2. Vegetasi pada median jalan
-dapat menahan silau lampu kendaraan - jenis tanaman berupa semak/perdu b.3. Vegetasi jalur pejalan kaki
-peletakan tanaman dapat melindungi pejalan kaki - jenis tanaman berupa semak/perdu c. VEGETASI RTH PERKOTAAN
-
Pohon kecil (tinggi < 6 m) dengan diameter tajuk 2 – 6 meter , jarak tanam optimal antara 4 – 8 meter, liputan vegetasi yang ditimbulkannya adalah sekitar 12 – 50 m2. ( rataan 30 m2 )
-
Pohon sedang ( 6 – 12 m ) dengan diameter tajuk 6 - 9 meter , jarak tanam optimal 8 – 12 meter, liputan vegetasinya adalah sekitar 50 – 115 m2. ( rataan 80 m2 )
-
Pohon besar (> 12 m) dengan diameter tajuk diatas 12 meter jarak tanam optimal adalah 12 – 15 meter, liputan vegetasinya adalah sekitar 115 – 175 m2 ( rataan 145 m2 ).
-
Semak, perdu kecil dan ground cover memberikan liputan vegetasi, seperti keteduhan, penurunan suhu pada area di bawahnya saja. Peranan jenis vegetasi ini lebih banyak pada aspek estetika serta mencegah pemantulan sinar matahari serta mengurangi panas radiasi matahari yang sampai pada permukaan tanah dan atau perkerasan serta peningkatan resapan air serta mencegah erosi.
25
JENIS
URAIAN
REKAYASA
VEGETASI POHON PELINDUNG BERDASARKAN UKURAN
NO
TINGGI
I 1 2 3 4 5
POHON UKURAN BESAR Kiara Payung/Filicium decipiens Bungur/Lagerstroemia loudonii Flamboyan/Delonix regia Trenguli Batu/Cassia javanica Seputih Janten/Sindora walichii
II 1 2 3 4 5
POHON UKURAN SEDANG Jakaranda/Jakaranda filicifolia Cempaka/Micheila campaka Kasia/Cassia spectabilis Cananga/ Cananga odurata Ketapang/ Terminalia catappa
III
POHON UKURAN KECIL Bunga Kupu-kupu/ Bauhinia purpurea Palem Putri /Veitchia merillii Jambu Batu/ Psidium guajava Dadap Merah /Erythrina crystagali Galinggem / Bixa orellanan
1 2 3 4 5
V.
NAMA SPECIES/FAMILI
> > > > >
10 10 10 10 10
20 20 20 20 20
-
M M M M M
20 20 20 20 20
M M M M M
DIAMETER TAJUK > > > > >
12 12 20 12 12
M M M M M
6-9 M > 12 M 6-9 M 6-9 M 6-9 M
<6M
2-6 M
< < < <
2-6 2-6 2-6 2-6
6 6 6 6
M M M M
M M M M
KETENTUAN TEKNIS PENGAWASAN 1. Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang diselenggarakan dalam bentuk pemantauan, evaluasi, dan pelaporan. a. Bentuk
pemantauan
adalah
usaha
atau
perbuatan
mengamati,
mengawasi, dan memeriksa dengan cermat perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. b. Bentuk evaluasi adalah usaha untuk menilai kegiatan pemanfaatan ruang dalam mencapai tujuan rencana tata ruang. c. Bentuk pelaporan dalam ketentuan ini berupa kegiatan memberi informasi secara obyektif mengenai pemanfaatan ruang baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. 2. Proses pengawasan terhadap pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang tercantum dalam bagan alir ppemanfaatan ruang KBU. 3. Penertiban terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang diselenggarakan dalam bentuk pengenaan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
26
4. Bentuk sanksi adalah sanksi administratif, sanksi perdata, dan sanksi pidana. 5. Tindak lanjut atas penutupan lokasi, pencabutan atau pembatalan izin, atau upaya pengenaan sanksi pembongkaran, pemulihan fungsi ruang dan denda administratif dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan kajian untuk penertiban oleh pemberi izin di kabupaten/kota dan/atau pertimbangan hasil rekomendasi penertiban dari tim koordinasi penataan ruang daerah provinsi. 6. Upaya paksaan pemulihan fungsi ruang atau denda administratif dapat berbentuk
kompensasi atau penalti penggantian lahan untuk fungsi
lindung di KBU.
27
Bagan Alir Proses Pengawasan Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara
Pelaporan
Berita
Kondisi Eksisting
Peninjauan Lapangan
Arsip dan basis data
Tidak ada Perubahan/ Penyimpangan
Kesesuaian dengan Peraturan Tata ruang
Ada Perubahan/ Penyimpangan
Evaluasi Analisis : - Jenis Penyimpangan - Tingkat Penyimpangan - Dampak dan Resiko Lingkungan - Hubungan fungsional lainnya dalam dan antar kawasan
Berita Acara Hasil Pemantauan
PPNS,Satpol PP Prov dan Kab/Kota
TKPRD Provinsi
Rekomendasi Penertiban
28
VI.
KETENTUAN TEKNIS REKOMENDASI PERIZINAN A. Proses rekomendasi perizinan tercantum pada bagan alir prosedur rekomendasi Gubernur untuk pemanfaatan ruang Kawasan Bandung Utara B. Mekanisme rekomendasi perizinan meliputi tahap: 1. Pemohon mengajukan izin pemanfaatan ruang kepada bupati/walikota dengan melengkapi persyaratan yang telah ditetapkan. 2. Bupat/Walikota menyampaikan permohonan rekomendasi perizinan kepada Gubernur, dilengkapi persyaratan yang telah ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku sebanyak 2 ( dua ) rangkap, 1 (satu) rangkap sebagai tembusan disampaikan kepada Dinas. 3. Dinas memeriksa lampiran/kelengkapan teknis yang meliputi: a. Berkas dan dokumen persyaratan sebagaimana butir B.2 di atas b. Tambahan lampiran/kelengkapan pendukung lainnya, dan/atau hasil uji publik yang diperlukan dalam hal
rencana perijinan
terindikasi mempunyai dampak lingkungan penting. 4. Dinas melaksanakan kajian teknis sektoral dan survei lokasi rencana kegiatan yang dimohon. Kajian teknis sektoral meliputi antara lain : a. Luas, lokasi, jenis kegiatan b. Kesesuaian peruntukan lahan, fungsi ruang, dan zona c. Ikp, Ika, Ketinggian, Kelerengan d. KWT, KWTa, KLB, KDH, Ketinggian bangunan, desain tata letak bentuk, struktur bangunan, GSB, rencana pengelolaan pekarangan e. Rona Awal Lingkungan f. Indikasi resiko dan dampak lingkungan g. Peraturan, kebijakan sektoral 5. Hasil
kajian
teknis
sektoral
merupakan
bahan
kajian
untuk
pembahasan di Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD). 6. TKPRD melaksanakan pembahasan terpadu dari aspek teknis, non teknis, dan lintas sektoral, serta melibatkan para pakar dan/atau perwakilan masyarakat dalam rangka menetapkan usulan rekomendasi bagi Gubernur. 7. Gubernur memberi rekomendasi perizinan berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh tim teknis Dinas dan Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah Provinsi.
29