1
Laboratorium Radiologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
LAPORAN TUTORIAL KLINIK
Oleh
Dayinta Laksmi Aprilihardini NIM. 1710029079
Joko Tri S. F.Maromon NIM. 1710029081
Ansar Ahmed S.I. Taihuttu NIM. 1710029074
Hanifah Deka Insani NIM. 1710029071
Suci Prima Anggraini NIM. 1710029073
Citra Rahmadani NIM. 1710029069
Jumadil Akbarriansyah NIM. 1710029077
Dosen Pembimbing
dr. Yudanti Riastiti, M.Kes, Sp. Rad
LAB / SMF ILMU RADIOLOGI
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
RSUD Abdul Wahab Sjahranie
2018
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL 1
DAFTAR ISI 2
BAB 1 3
PENDAHULUAN 3
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Tujuan 3
BAB II 4
TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Skenario 4
2.2 Step 1 4
2.3 Step 2 5
2.4 Step 3 5
2.5 Step 5 6
2.6 Step 6 7
2.7 Step 7 7
BAB 3 23
KESIMPULAN 23
DAFTAR PUSTAKA 24
/
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemeriksaan Radiologik Toraks adalah pemeriksaan yang sangat penting. Kemajuan yang sangat pesat dalam pemeriksaan radiologik toraks dan pengetahuan untuk menilai suatu roentgenogram toraks menyebabkan pemeriksaan toraks dengan sinar rontgen itu menjadi suatu keharusan. Pemeriksaan paru tanpa pemeriksaan rontgen ini dapat dianggap tidak lengkap. Penyakit paru belum dapat disingkirkan dengan pasti sebelum dilakukan pemeriksaan radiologik. Selain itu, penilaian secara dini juga dapat melihat dengan jelas berbagai kelainan paru dengan rontgen. Untuk mengetahui adanya kelainan pada foto rontgen harus diperlukan sedikit latihan, tetapi untuk menilai secara teliti suatu kelainan yang terlihat serta menarik kesimpulan yang tepat, merupakan suatu hal yang sulit dan memerlukan latihan yang lebih lama disamping pengetahuan yang mendalam tentang cabang ilmu kedokteran lainnya, terutama patologi dan ilmu penyakit dalam.
Suatu penilaian yang tepat dan teliti terhadap foto toraks memerlukan pengetahuan yang mendalam mengenai anatomi normal toraks. Dalam keadaan normal pun anatomi seseorang mungkin sangat berbeda satu sama lainnya, sedangkan batas antara yang sehat dan yang sakit kadang- kadang sangat samar- samar. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui apa yang sakit, maka terlebih dahulu perlunya dimiliki pengetahuan– pengetahuan dasar tentang apa yang masih termasuk dalam batas- batas yang normal.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan laporan tutorial klinik ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang pembacaan foto toraks yang baik dan benar.
Hasil penulisan laporan tutorial klinik ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak dalam menambah wawasan dan pengetahuan mengenai syarat-syarat foto toraks dan cara pembacaan foto toraks yang baik, mengetahui posisi- posisi pemeriksaan foto toraks dan mengetahui gambaran radiologis rontgen toraks (radioopak dan radiolusen).
BAB II
PEMBAHASAN
21. Skenario
Klinis : Sesak
2.2 Step 1
Tidak ada
2.3 Step 2
1. Apakah foto ini layak untuk dibaca? Syarat-syarat foto thoraks?
2. Apakah foto ini PA/AP dan bagaimana cara membedakannya?
3. Cara membaca foto thoraks?
4. Apa saja temuan-temuan pada foto thoraks?
5. Apakah foto thorak ini sudah cukup untu menentukan Dx? Jika memerlukan penunjang apa penunjang?
2.4 Step 3
1. Foto ini layak dibaca
A. ID Pasien : nama, usia, jenis kelamin, tanggal pengambilan foto, no. Rekam medik
B. - Orientasi : R/L
- penetraasi : cukup, kurang (lenh lusen), tinggi (lebih opak)
- proyeksi :
PA : umum digunakan, dapat menilai besar jantung
AP : kasus emergency atau pasien tidak dapat berdiri
Rotasi : jarak prosesus spinsus dengan ujung medial klavikula dextra et sinistra sama
Rotasi yang tidak pas dapat menimbulkan siluet kardiak, hilus, dan mediastinum sehingga menyebabkan pembacaan foto terganggu
Inspirasi adekuat/tidak : jika costae anterior lebih sama dengan 6 kosta dan kosta pasterior lebih sama dengan 10 kosta
2. Posisi pasien :
- Supine
- Errect
- Lateral Dicubtus
- Prone
Proyeksi :
PA : sinar dari belakang, film didepan, skapula tidak kena parenkim paru
AP : sinar dari depan, film dibelakang, skalpula kena parenkim paru, corakan bronkovasikuler lebih meningka dari PA, sulit menilai besar jantung
3. - ID Pasien
- Teknik pengambilan : orientasi, penetrasi, proyeksi, rotasi, inspirasi
- Trakea : tepat ditengah atau tidak
- Jantung dan mediastinum : CTR <0,5
- Diafragma : kanan lebih tinggi karena hepar
- Pleura : sudut costofrenikus tajam diujung
- Paru : densitas, vaskuler, kelainan lain ( perselubngan, infiltrat, nodul, chest tube)
- Ruang iga : apakah ada retraksi atau tidak
Cara lain :
Airway
Bone and breath
Cor
Diafragma
Emfisema
Field
4. ID dan syarat terpenuhi
Trakea : Defiasi kearah kiri, vertebra ke arah kanan
Jantung : batas kanan tidak jelas
Pleura : kostofrenikus sinistra tajam
Paru : kanan radio opak, paru/sebagian paru mengalami hambatan sehingga tidak berkembang karena aerasi paru menurun (atelektasis), ada efusi pleura, massa
5. Kalau ada kecurigaan efusi pleura dan massa bisa dilakukan foto lateral, kalau ada kecurigaan massa atau atelektasi dpaat dilakukan ct scan.
2.5 Step 5
1. Gambaran normal radiologi (Cara membaca, jenis-jenis proyeksi foto thorak)
2. Gambaran radiologi (Efusi Pleura, Atelektasis, Massa, Gambaran opak lainnya)
2.6 Step 6
Belajar mandiri
2.7 Step 7
Cara Membaca Foto Thoraks (Pulmo)
1.Soft tissue
Tidak ada swelling
2. Tulang:
Tidak ada fraktur os thoracic
Intercostal space tidak melebar
Cor
a.Situs
Dalam keadaan normal cor berada di hemitoraks kiri dan fundus lambung berada di abdomen sisi kiri
Disebut dekstroversi apabila apeks cor di kanan dan fundus di kiri
b. Bentuk tulang punggung:
Tidak ada kelainan skoliosis maupun kifosis
c. Ukuran jantung
Hitung CTR
d. Pembuluh darah besar (arteri pulmonalis dan aorta)
Untuk diketahui:
Batas kiri:
Tonjolan 1 aortic knob
Tonjolan 2 arteri pulmonalis (kadang tonjolan ini sukar dilihat).
Tonjolan 3 aurikel atrium kiri (tampak pada pembesaran atrium kiri)
Tonjolan 4 ventrikel kiri
Nah pinggang jantung itu merupakan gabungan dari tonjolan 2 dan 3, biasanya berupa lengkungan ke arah dalam.
Batas kanan:
Tonjolan 1 VCS
Tonjolan 2 aorta ascendens
Tonjolan 3 vena azygos
Tonjolan 4 atrium kanan
Jadi pelaporannya:
Arteri pulmonalis mengecilpinggang jantung semakin ke arah dalam. Pada keadaan: atresia/stenosis a pulmonalis, tetralogi fallot
Arteri pulmonalis membesarpinggang jantung yang menonjol. Pada keadaan bocornya septum L-R shunt pada ASD,VSD.
Arkus aorta menonjol pada keadaan: AS, AI
Arkus aorta mengecil pada keadaan: MI, MS, L-R shunt
Pleura
Tidak ada cairan di cavum pleura
Sinus costophrenicus tajam atau tumpul
Pulmo
Hilus: melebar atau normal
Vaskuler paru: corakan bronkovaskuler yang ramai
Parenkim paru: gambaran normal ialah radiolusen (alveolus yang terisi oleh udara). Bila alveolus terisi oleh lebih banyak udara tampak hiperradiolusen/hiperaerated pada emfisema. Bila tampak bayangan putih (radioopak) maka kemungkinan adanya infiltrate, jaringan fibrosis, abses. Tumor, atelektasis, edema paru, pneumonia.
diafragma :
Mendatar atau normal. Inspirasi diafragma setinggi VTh X.
Beberapa penyakit pada paru (disini yg dibahas bagian pulmo saja):
Gambaran radiologis radioopak dan radiolusen
Radioopak
Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Wardhani & Uyainah, 2014). Tuberkulosis paru dibagi menjadi tuberkulosis anak (infeksi primer) dan tuberkulosis orang dewasa (re-infeksi) (Rasad, 2016).
Tuberkulosis primer
Tuberkulosis primer terjadi karena infeksi melalui jalan pernapasan (inhalasi) oleh Mycobacterium tuberculosis. Biasanya pada anak-anak. Kelainan Roentgen akibat penyakit ini dapat berlokasi dimana saja di dalam paru-paru, namun sarang dalam parenkim paru-paru sering disertai oleh pembesaran kelenjar limfe regional (kompleks primer). Salah satu komplikasi yang mungkin timbul adalah pleuritis, karena perluasan infiltrat primer ke pleura melalui penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis bronkus karena perforasi kelenjar ke dalam bronkus. Baik pleuritis maupun atelektasis tuberkulosis pada anak-anak mungkin demikian luas sehingga sarang primer tersembunyi dibelakangnya (Rasad, 2016).
Tuberkulosis sekunder atau tuberkulosis re-infeksi
Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa. Saat ini pendapat umum mengenai penyakit tersebut adalah bahwa timbul reinfeksi pada seorang yang di masa kecilnya pernah menderita tuberkulosis primer, tapi tidak diketahui dan menyembuh sendiri. Sarang-sarang yang terlihat pada foto Roentgen biasanya berkedudukan di lapangan atas dan segmen apikal lobi bawah, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi di lapangan bawah, yang biasanya disertai oleh pleuritis. Pembesaran kelenjar-kelenjar limfe pada tuberkulosis sekunder jarang ditemukan (Rasad, 2016).
Klasifikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis Association yaitu (Rasad, 2016):
Tuberkulosis minimal (minimal tuberculosis) yaitu luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh garis median, apeks, dan iga 2 depan; sarang-sarang soliter dapat berada di mana saja, tidak harus berada dalam daerah tersebut di atas. Tidak ditemukan adanya lubang (kavitas).
Tuberkulosis lanjut sedang (moderately advanced tuberculosis) yaitu luas sarang-sarang yang bersifat bercak-bercak tidak melebihi luas satu paru, sedangkan bila ada lubang, diameternya tidak melebihi 4 cm. Kalau sifat bayangan sarang-sarang tersebut berupa awan-awan yang menjelma menjadi daerah konsolidasi yang homogen, luasnya tidak boleh melebihi luas satu lobus.
Tuberkulosis sangat lanjut (far advanced tuberculosis) yaitu luas daerah yang dihinggapi oleh sarang-sarang lebih daripada klasifikasi kedua di atas, atau bila ada lubang-lubang, maka diameter keseluruhan semua lubang melebihi 4 cm.
Ada beberapa cara pembagian kelainan yang dapat dilihat pada foto Roentgen. Salah satu pembagian adalah menurut bentuk kelainan yaitu (Rasad, 2016):
Sarang eksudatif, berbentuk awan-awan atau bercak, yang batasnya tidak tegas dengan densitas rendah.
Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan densitasnya sedang.
Sarang induratif atau fibrotik, yaitu yang berbentuk garis-garis, atau pita tebal, berbatas tegas dengan densitas tinggi.
Kavitas (lubang).
Sarang kapur (kalsifikasi).
Cara pembagian ini masih banyak digunakan di Eropa, tetapi di Indonesia hampir tidak dipergunakan lagi. Yang mulai lebih banyak dipergunakan di Indonesia dan menurut hemat penulis juga memang lebih praktis, ialah cara pembagian yang lazim dipergunakan di Amerika Serikat, yaitu (Rasad, 2016):
Sarang-sarang berbentuk awan atau bercak-bercak dengan densitas rendah atau sedang dengan batas tidak tegas. Sarang-sarang seperti ini biasanya menunjukkan bahwa proses aktif.
Lubang (kavitas); ini selalu berarti proses aktif kecuali bila lubang sudah sangat kecil, yang dinamakan lubang sisa (residual cavity).
Sarang seperti garis-garis (fibrotik) atau bintik-bintik kapur (kalsifikasi) yang biasanya menunjukkan bahwa proses telah tenang.
Pasien pria muda dengan demam dan batuk mempunyai opasitas fokal pada lobus inferior kiri yang menyerupai pneumonia. Foto tersebut adalah kasus tuberkulosis pada dewasa (Catanzano, 2016).
Seorang pria paruh baya mengeluhkan gejala batuk dan demam yang berlangsung selama beberapa minggu. Foto toraks posteroanterior menunjukkan area paratrakeal yang ramai pada bagian kanan, limfadenopati, kavitas yang opak di lobus superior kanan, dan konsolidasi fokal pada lobus media kanan. Pasien didiagnosis tuberkulosis yang progresif (Catanzano, 2016).
Abses Paru
Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus/nekrotik debris) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih yang disebabkan oleh infeksi mikroba (Rasyid, 2014). Pada foto PA dan lateral abses paru biasanya ditemukan satu kavitas, tetapi dapat juga multi-kavitas berdinding tebal, dapat pula ditemukan permukaan udara dan cairan di dalamnya (Budjang, 2016).
Seorang pasien 54 tahun mengeluhkan gejala batuk dengan produksi sputum yang berbau. Foto toraks menunjukkan abses paru pada segmen superior lobus inferior kiri (Kamangar & Bahk, 2017).
Seorang pria 42 tahun mengeluhkan gejala demam dan produksi sputum yang berbau. Pasien mempunyai riwayat konsumsi alkohol berat, dan pada pemeriksaan fisik ditemukan kesehatan gigi yang buruk. Foto toraks menunjukkan abses paru pada segmen posterior lobus superior kanan (Kamangar & Bahk, 2017).
Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten, atau ireversibel. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis, otot-otot polos bronkus, tulang rawan, dan pembuluh-pembuluh darah. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus besar umumnya jarang (Rahmatullah, 2014).
Pemeriksaan foto toraks polos tampak gambaran berupa bronkovaskular yang kasar yang umumnya terdapat di lapangan bawah paru, atau gambaran garis-garis translusen yang panjang menuju ke hilus dengan bayangan konsolidasi sekitarnya akibat peradangan sekunder, kadang-kadang juga bisa berupa bulatan-bulatan translusen yang sering dikenal sebagai gambaran sarang tawon (honey comb appearance). Bulatan translusen ini dapat berukuran besar (diameter 1-10 cm) yang berupa kista-kista translusen dan kadang-kadang berisi cairan (air fluid level) akibat peradangan sekunder (Kusumawidjaja, 2016).
Seorang pria 27 tahun yang didiagnosis dengan reactive airway disease saat anak-anak diperiksa karena sering mengalami infeksi pernapasan. Foto toraks posteroanterior menunjukkan nodul paru yang opak, skoliosis ringan, dan overaerasi sedang (Holbert & Holbert, 2017).
Foto toraks posteroanterior menunjukkan hiperinflasi dan batas jantung yang kabur sebagian (Holbert & Holbert, 2017).
Radiolusen
Pneumotoraks
Pneumotoraks adalah kumpulan dari udara atau gas dalam rongga pleura dari dada antara paru-paru dan dinding dada. Hal ini dapat terjadi secara spontan pada orang tanpa kondisi paru-paru kronis (primer) serta pada mereka dengan penyakit paru-paru, dan banyak pneumotoraks terjadi setelah trauma fisik dada, cedera ledakan, atau sebagai komplikasi dari perawatan medis (Hisyam & Budiono, 2014).
Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern) dengan batas paru berupa garis radioopak tipis berasal dari pleura viseral. Jika pneumotoraks luas, akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau paru menjadi kuncup/kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke arah kontralateral. Selain itu sela iga menjadi lebih lebar (Kusumawidjaja, 2016).
Bila udara berasal dari paru melalui suatu robekan yang berupa katup (ventil), maka tiap kali menarik napas sebagian udara yang masuk ke dalam rongga pleura tidak dapat keluar lagi, kejadian ini bila lama akan menyebabkan semakin banyak udara terkumpul dalam rongga pleura sehingga kantong udara pleura mendesak mediastinum dan paru yang sehat (herniasi). Keadaan ini dapat mengakibatkan fungsi pernapasan sangat terganggu yang disebut tension pneumothorax yang harus segera diatasi, kalau tidak akan berakibat fatal (Kusumawidjaja, 2016).
Pneumotoraks yang besar pada sisi kanan terjadi akibat ruptur subpleural (Al-Hameed, Sharma, & Maycher, 2017).
Intubasi bronkus kanan menyebabkan penumotoraks tension pada sisi kiri, pergeseran mediastinum ke arah kanan, tanda sulkus yang dalam, dan pneumotoraks subpulmonal (Al-Hameed, Sharma, & Maycher, 2017).
Pneumonia
Gambaran radiologi pada radiografi dan CT scan toraks seperti adanya atelektasis, loss volume of lung, volume paru yang tertarik atau terangkat, bronchovascular marking yang tak beraturan, pergeseran mediastinum, pneumothoraks merupakan tanda akibat adnya kerusakan paruakibat proses peradangan parenkim paru pada pneumonia.
Beberapa gambaran radiologi pada Pneumonia:
Konsolidasi / opasitas di paracardial kiri dan efusi pleura kiri (sinus kostofrenikus kiri tak tampak). Konsolidasi di bagian central/perihillar.
Diffuse konsolidasi Pneumonia pada Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Atelektasis
Atelektasis merupakan suatu keadaan dimana paru tidak dapat mengembang dengan sempurna (alveoli tidak berisi udara/kollaps). Hal ini dapat terjadi akibat adanya 5 mekanisme, yaitu obstructive (resorptive), passive, compressive, adhesive dan sisatrization (scar). Etiologi terbanyak obstruksi airway adalah terbagi dua yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Intrinsik yaitu peradangan intra luminar airway yang menyebabkan penumpukan sekret yang berupa mukus. Selain itu juga terjadi edema di lumen airway yang mengakibtkan obstruksi pada airway. Etiologi ekstrinsik atelektasis pada airway adalah pneumothoraks, tumor dan paling sering adalah pembessaran kelenjar getah bening.
Tension pneumothoraks, kolaps paru kiri total, low riding diafragma kiri dan pergeseran mediastinum ke kanan. Tampak bullae di apikal kanan (black arrows).
Gambaran radiologis berupa penarikan diafragma mendekati lobus yang kolaps, dan ICS mengecil akibat tarikan kolaps paru. Paru menjadi kolaps akibat tekanan negatif yang seharusnya ada pada alveolus berkurang akibat sumbatan sehingga saat inspirasi udara susah masuk ke alveolus sehingga parunya kolaps. Gambaran radiologis terdapat gambaran radioopak pada lobus kolaps dan ada tarikan organ menuju paru yang kolaps tersebut.
Efusi Pleura
Efusi pleura merupakan akumulasi cairan dalam rongga antara pleura parietale dan pleura viscerale.
Massive effusi pleura yang menyebabkan mediastinum bergeser ke arah kanan disertai peningkatan volume paru kanan sebagai kompensasi. b. Pada gambar CT scan thoraks tampak efusi pleura yang menyebabkan kollaps paru kiri.
Tumor paru
Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru yang abnormal. Paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut dan letaknya didalam rongga dada.
PA rontgen dada pada seorang pria menunjukkan lesi koin insidental di zona tengah yang tepat dengan karakteristik popcorn kalsifikasi
Karsinoma paru perifer pada paru kiri atas segmen posterior
Tumor T3 dengan invasi dinding dada
Metastasis di paru
Untuk metastasis tumor lain ke paru dapat melalui jalur hematogen atau limfogen. Secara radiologis ditemukan nodul dan massa bervariasi besarnya mulai dari 1 cm sampai 10 cm, biasanya ditemukan multiple dan tersebar. Dari radiologi tidak dapat dilakukan diagnosis pasti apakah itu metastasis, infeksi atau tumor primer.
Foto thoraks dan CT scan memperlihatkan multipel nodul cannon ball
Multipel nodul di kedua paru yang berbentuk opak
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pemeriksaan radiologi thoraks merupakan pemeriksaan yang sangat penting. Bertujuan menggambarkan secara radiografi organ pernafasan yang terdapat di dalam rongga dada. Teknik radiografi toraks ini terdiri dari bermacam-macam posisi yang harus dipilih dan disesuaikan dengan indikasi pemeriksaan.
Untuk menentukan posisi mana yang tepat, harus menyesuaikan antara tujuan pemeriksaan dengan criteria foto yang dihasilkan. Foto toraks digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang melibatkan dinding toraks, tulang dan struktur yang ada di dalam toraks.
B. Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi diskusi kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen yang mengajar baik sebagai tutor maupun dosen yang memberikan materi bimbingan dan dari berbagai pihak demi kesempurnaan laporan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hameed, F. M., Sharma, S., & Maycher, B. (2017, March 29). Pneumothorax Imaging. Dipetik 1 Mei 2018, dari Medscape: https://emedicine.medscape.com/article/360796-overview
Amstrong Peter, L.Wastie Martin. 1989. Pembuatan Gambar Diagnostik. Jakarta : EGC
Budjang, N. (2016). Radang Paru yang Tidak Spesifik. Dalam S. Rasad, Radiologi Diagnostik (2nd ed., hal. 100-107). Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Catanzano, T.M. (2016, November 29). Primary Tuberculosis Imaging. Dipetik 1 Mei 2018, dari Medscape: https://emedicine.medscape.com/article/358610-overview
Corr, Peter. Pola Pencitraan Dada. Mengenali Pola Foto – Foto Diagnostik. Jakarta : EGC, 2011.
Hisyam, B., & Budiono, E. (2014). Pneumotoraks. Dalam S. Setiati, I. Alwi, A. W. Sudoyo, M. Simadibrata, B. Setiyohadi, & A. F. Syam, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (6th ed., Vol. II, hal. 1640-1650). Jakarta: InternaPublishing.
Holbert, B. L., & Holbert, J. M. (2017, September 20). Bronchiectasis Imaging. Dipetik 1 Mei 2018, dari Medscape: https://emedicine.medscape.com/article/354167-overview
Kamangar, N., & Bahk, J. E. (2017, June 15). Lung Abscess. Dipetik 1 Mei 2018, dari Medscape: https://emedicine.medscape.com/article/299425-overview
Kusumawidjaja, K. (2016). Emfisema, Atelektasis dan Bronkiektasis. Dalam S. Rasad, Radiologi Diagnostik (2nd ed., hal. 108-115). Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Lange S. Radiology of chest disease. Newyork: George ThiemeVerlag Stuttgart. 1990. p 122-40.
Perkumpulan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PDSRI). Seminar daN Workshop "IMAGING IN EMERGENCY OF THORACIC DISEASE".UNNES PRESS. 2016
Rahmatullah, P. (2014). Bronkiektasis. Dalam S. Setiati, I. Alwi, A. W. Sudoyo, M. Simadibrata, B. Setiyohadi, & A. F. Syam, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (6th ed., Vol. II, hal. 1682-1689). Jakarta: InternaPublishing.
Rasad, S. (2016). Tuberkulosis Paru. Dalam S. Rasad, Radiologi Diagnostik (2nd ed., hal. 131-144). Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Rasyid, A. (2014). Abses Paru. Dalam S. Setiati, I. Alwi, A. W. Sudoyo, M. Simadibrata, B. Setiyohadi, & A. F. Syam, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (6th ed., Vol. II, hal. 1651-1657). Jakarta: InternaPublishing.
Rubens MB, Padley S. Tumours of lung. In Sutton D. Textbook of radiology and imaging ed 6. Churchill livingstone 2003:p.107-30
Rusdi Gazali,Malueka.2008. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press
Sjahriar, Rasad . 2005. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Wardhani, D. P., & Uyainah, A. (2014). Tuberkulosis. Dalam C. Tanto, F. Liwang, S. Hanifati, & E. A. Pradipta, Kapita Selekta Kedokteran (4 th ed., Vol. II, hal. 828-832). Jakarta: Media Aesculapius.