BAB I PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang Cerebro Vascular Desease (CVD) atau stroke merupakan penyakit ketiga yang menyebabkan kematian dibeberapa negara berkembang setelah jantung dan kanker. Setiap tahunnya sekitar 4,5 juta orang meninggal karena stroke. Stroke sebagai salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologi yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat, tepat, dan cermat.1,2 Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke baik dalam hal kematian, kejadian dan kecacatan. Insiden stroke 51,6/100.000 penduduk dan kecacatan 1,6% tidak berubah dan 4,3% semakin memberat.3 Angka kematian berdasarkan umur sebesar 15,9% (usia 45-55 tahun), 26,8% (usia 55-64 tahun), dan 23,5% (usia >65 tahun).4 Stroke dapat terjadi pada semua umur tapi sebagian dialami oleh orang yang berusia lebih dari 70 tahun.5 Otak mengontrol fungsi tubuh kita, bagaimana kita berpikir, melihat, berbicara, dan bergerak. Sinyal-sinyal ke dan dari otak yang ditransmisikan melalui medulla spinalis ke seluruh tubuh. Sisi kanan otak mengendalikan sisi kiri tubuh, dan sisi kiri otak mengendalikan sisi kanan tubuh.6 Suplai darah ke otak berasal dari arteri karotis dan arteri vertebralis yang berasal dari medulla spinalis. Ketika area otak kehilangan atau terhentinya suplai darah dan bagian tubuh yang dikendalikan juga berhenti bekerja, hal inilah yang menjadi penyebab stroke atau CVD.6 Penyebab stroke didominasi oleh plak arteriosklerotik yang terjadi pada satu atau lebih arteri yang memberi aliran darah berupa nutrisi dan makanan ke otak. Plak biasanya mengaktifkan mekanisme pembekuan darah, dan menghasilkan bekuan untuk membentuk dan menghambat arteri, dengan demikian menyebabkan hilangnya fungsi otak secara akut pada area yang terlokalisasi.7 Adapun seiring dengan berjalannya waktu pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien yang diduga stroke dan juga untuk membedakan jenis stroke tersebut menggunakan Computed Tomography (CT). Dalam investigasi serangan stroke iskemik dan transien (TIA) pencitraan digunakan untuk membedakan lesi vaskular dari non-vaskular, seperti tumor atau
1
infeksi, stroke iskemik atau hemoragik, dan membedakan stroke sirkulasi anterior dan posterior untuk menentukan apakah stenosis karotis terdapat gejala atau tidak. Dalam pencitraan masa depan dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat jaringan yang dapat diselamatkan pada stroke akut sebelum pengobatan. Pencitraan harus digunakan untuk mengarahkan manajemen. Investigasi harus diatur untuk menyelesaikan spesifik, sebaiknya diartikulasikan, dilema manajemen. Ini mungkin termasuk pencitraan untuk mengklarifikasi dan mengetahui prognosis. I.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut : 1. Apa definisi dari Cerebro Vascular Disease/Stroke? 2. Bagaimana gambaran radiologis pada pasien dengan Cerebro Vascular Disease/ Stroke?
I.3
Tujuan Penulisan a. Tujuan Umum Tujuan umum penulisan referat ini mempunyai tujuan untuk mendapatkan gambaran radiologi mengenai CVD (Cerebro Vascular Desease). b. Tujuan Khusus Tujuan khusus penulisan referat ini adalah untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan CVD (Cerebro Vascular Desease), yaitu a. Anatomi pembuluh darah otak b. Definisi c. Klasifikasi d. Faktor resiko e. Gejala dan tanda klinis
f. Diagnosis g. Gambaran Radiologi h. Penatalaksanaan i. Komplikasi j.
Prognosis 2
I.4
Manfaat Penulisan a. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan refrat ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan memberikan wawasan ilmu pengetahuan kedokteran khususnya radiologi. b. Bagi Penulis Penulisan refrat yang dilakukan menambah pengetahuan penulis mengenai Gambaran Radiologi Cerebro Vascular Disease (CVD / Stroke). c. Bagi Pembaca Penulisan ini diharapkan menambah ilmu pengetahuan dan diharapkan menambah keingintahuan pembaca tentang Radiologi.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Anatomi Pembuluh Darah Otak
Gambar 1. Vaskularisasi pembuluh darah otak Darah dialirkan ke otak melalui dua arteri karotis interna dan dua arteri vertebralis Arteri karotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan arteri untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media.9 Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi pada regio sentral dan lateral hemisfer. Arteri serebri anterior memberikan vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis bagian tengah, korpus kalosum dan nukleus kaudatus. Arteri serebri media memberikan vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis dan temporalis. Arteri vertebralis merupakan cabang pertama dari arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, menembus duramater dan araknoidmater untuk masuk
4
ke ruang subaraknoid lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior.8 Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri basilaris dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri serebri posterior.8 Arteri vertebralis memberikan vaskularisasi pada batang otak dan medula spinalis atas. Arteri basilaris memberikan vaskularisasi pada pons. Arteri serebri posterior memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis, sebagian kapsula interna, talamus, hipokampus, korpus genikulatum dan mamilaria, pleksus koroid dan batang otak bagian atas.
II.2
Cerebro Vascular Desease (CVD) atau STROKE A.
Definisi Stroke Stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi cerebral, baik fokal maupun
menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskular.8 B.
Klasifikasi Stroke
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut:10 1. Berdasarkan kelainan patologis a. Stroke hemoragik 1) Perdarahan intra serebral 2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid) b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan) 1) Trombosis serebri 2) Emboli serebri 3) Hipoperfusi sistemik 2. Berdasarkan waktu terjadinya a. Transient Ischemic Attack (TIA): Gejala neurologik akibat gangguan peredaran
darah di otak yag menghilang < 24 jam. b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND): Gejala neurologik yang
menghilang dalam 24 jam sampai tiga seminggu. 5
c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke: Gejala neurologik makin lama
makin berat. d. Completed stroke:Gejala klinis sudah menetap.
3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler a.
Sistem karotis (anterior) 1) Motorik : hemiparese kontralateral, disartria 2) Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia 3) Gangguan visual: hemianopsia, amaurosis fugaks 4) Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
b.
Sistem vertebrobasiler (posterior) 1) Motorik : hemiparese alternans, disartria 2) Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia 3) Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia
Stroke Iskemik/ Non Hemoragik
Stroke iskemik adalah gangguan suplai darah ke otak akibat adanya obstruksi atau penyempitan pembuluh darah otak yang dapat menyebabkan gangguan neurologik mendadak dan dapat dilihat melalui CT-Scan kepala berupa gambaran infark. Penyumbatan pada stroke iskemik dapat terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Penyumbatan disebabkan: 8,11 •
Suatu ateroma (trombus) pada pembuluh darah arteri karotis sehingga
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak. •
Emboli serebral yaitu trombus berupa bekuan darah dinding arteri yang
berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung yang terlepas dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil yaitu arteri karotis dan arteri vertebralis di otak. Stroke Hemoragik Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga menyebabkan perdarahan di otak. Penyebab umum pada stroke hemoragik adalah tekanan darah yang sangat tinggi. Stroke hemorragik meliputi
6
pendarahan di dalam otak (perdarahan intracerebral) dan pendarahan di antara bagian dalam dan luar lapisan pelindung otak (perdarahan subarachnoid). a) Perdarahan intraserebral Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.11 Gejala klinis : mendadak, saat aktivitas, tekanan darah meningkat, nyeri kepala, penurunan kesadaran berat sampai koma disertai hemiplegia/ hemiparese dan disertai kejang fokal / umum, mual, muntah, gangguan memori, bingung, pupil unilateral, refleks pergerakan bola mata menghilang, perdarahan retina berupa perdarahan subhialoid, papiledema dan epistaksis. b) Perdarahan subarakhnoid Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer.11 Gejala klinis : nyeri kepala mendadak seperti meledak dalam 1–2 detik sampai 1 menit, vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan kejang, penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa
menit sampai beberapa jam,
bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan. Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan karakteristik perdarahan subarachnoid. C.
Faktor Resiko Stroke Faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi, penyakit
jantung (fibrilasi atrium), aterosklerosis, diabetes melitus, merokok, konsumsi alkohol, dislipidemia, kurang aktifitas, dan stenosis arteri karotis. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, ras/suku, dan genetik. 10,12 D.
Gejala Klinis Stroke Gejala klinis bergantung pada neuroanatomi dan vaskularisasinya. Gejala klinis dan
defisit neurologis yang ditemukan berguna untuk menilai lokasi iskemi. Berikut ini merupakan gejala klinis yang sering ditemukan: •
Gangguan peredaran darah arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan
hemihipestesi kontralateral
7
•
Gangguan peredaran darah arteri serebri media menyebabkan hemiparesis dan
hemihipestesi kontralateral terutama mengenai lengan disertai gangguan fungsi luhur. •
Gangguan peredaran darah arteri serebri posterior menimbulkan hemianopsi
homonim atau kuadranopsi kontralateral •
Gangguan peredaran darah batang otak menyebabkan gangguan saraf kranial
•
Infark lakunar merupakan infark kecil dengan klinis gangguan murni motorik atau
sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur. Gejala Klinis
PIS
Defisit fokal Onset Nyeri kepala Muntah pada awalnya Hipertensi Penurunan kesadaran Hemiparesis Gangguan bicara Liquor Parese / gang N.III
E.
Berat Menit/jam Hebat Sering Hampir selalu Ada Sering dari awal Sering ada Berdarah Tidak ada
PSA
Non Hemoragik
Ringan 1-2 menit Sangat hebat Sering Biasanya tidak Ada Permulaan tidak ada Jarang Berdarah Bisa ada
Berat ringan Pelan (jam/hari) Ringan Tidak, kecuali lesi di batang otak Sering kali Tidak ada Sering dari awal Sering Jernih Tidak ada
Diagnosis 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologis 3. Pemeriksaan penunjang (laboratorium, EKG, foto thoraks, CT-Scan kepala) 4. Algoritma gajah mada dan penilaian dengan skor stroke siriraj a)
Siriraj Stroke Score7
SS = (2,5 Keterangan : x C) + (2 x V) + (2 x H) + (0,1 x BPD) – (3 x A) – 12 C
= Kesadaran
BPD = Tekanan diastolik
V
= Vomitus/ muntah
A
= Atherom (DM, penyakit jantung)
H
= Nyeri kepala
12
= Konstanta
Bila SS > 1 : Stroke Hemoragik SS < -1 : Stroke Non Hemoragik. Skor antara 1 dan -1 menunjukkan hasil yang ekuivokal dan memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis.
Penilaian Derajat kesadaran:
8
No. 1
Gejala/Tanda Kesadaran
2
Muntah
3
Nyeri Kepala
4 5
Tekanan Darah Ateroma: • DM • Angina Pektoris Konstanta
6
Penilaian (0) Kompos Mentis (1) Mengantuk (2) Semi koma/koma (0) Tidak (1) Ya (0) Tidak (1) Ya Diastolik (0) Tidak (1) Ya
Indek
Skor
x 2,5
+
x2
+
x2
+
x 10%
+
x (-3)
-
-12
-12
Hasil SSS
b) Algoritma Stroke Gajah Mada
9
Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada stroke akut meliputi beberapa parameter yaitu hematologi lengkap, kadar gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin, profil lipid, enzim jantung, analisis gas darah, protrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time (aPTT), kadar fibrinogen serta D-dimer. •
Polisitemia vera dan trombositemia esensial merupakan kelainan darah yang dapat
menyebabkan
stroke.
Polisitemia,
nilai
hematokrit
yang
tinggi
menyebabkan
hiperviskositas dan mempengaruhi darah otak. •
Trombositemia meningkatkan kemungkinan terjadinya agregasi dan terbentuknya
trombus. Kadar glukosa darah untuk mendeteksi adanya hipoglikemia dan hiperglikemia dimana dapat dijumpai gejala neurologis. •
Pemeriksaan elektrolit bertujuan mendeteksi gangguan natrium, kalium, kalsium,
fosfat dan magnesium yang semuanya dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat. •
Analisis gas darah dilakukan untuk mendeteksi penyebab metabolik, hipoksia dan
hiperkapnia.
F.
•
Profil lipid dan enzim jantung untuk menilai faktor resiko stroke.
•
PT dan aPTT untuk menilai aktivitas koagulasi serta monitoring terapi.
•
D-dimer diperiksa untuk mengetahui aktivitas fibrinolisis. Gambaran Radiologis
a. Computed Tomography (CT)
Pada pasien dengan stroke memiliki gambaran scan yang tidak normal yaitu perdarahan dan infark. CT membedakan perdarahan infark setidaknya lima hari setelah stroke. Pendarahan baru memiliki gambaran kepadatan tinggi (putih), biasanya bulat dan menempati ruang. Infark biasanya kepadatan rendah (gelap) dan menduduki wilayah vaskular dengan swelling. Tidak ada waktu yang optimal untuk pasien stroke dengan CT dalam menunjukkan infark yang pasti, namun dilakukan sesegera mungkin. 13 1.
Stroke Non-hemoragik : CT-Scan a. Pada stadium awal sampai 6 jam pertama, tak tampak kelainan pada CT-Scan. Kadang kadang sampai 3 hari belum tampak gambaran yang jelas. Sesudah 4 hari tampak gambaran lesi hipodens (warna hitam), batas tidak tegas. 10
b. Fase lanjut, densitas akan semakin turun, batas juga akan semakin tegas, dan bentuk semakin sesuai dengan area arteri yang tersumbat. c. Fase akhir, terlihat sebagai daerah hipodens dengan densitas sesuai dengan densitas liquordan berbatas tegas. 2.
Stroke Hemoragik : CT-Scan a. Terlihat gambaran lesi hiperdens warna putih dengan batas tegas. b. Pada stadium lanjut terlihat edema disekitar perdarahan (edem perifokal) yang
menyebabkan pendesakan. Jika terjadi absorbsi lengkap, gambarannya hipodens.
Gambar 1. CT scan otak menunjukkan sirkulasi infark anterior kanan total (A) empat jam dan (B) pada lima hari setelah onset gejala. (A) Tandatanda halus infark awal: kehilangan ganglia basal di kanan (panah putih bandingkan dengan caudate dan inti lentiform), kehilangan deferensiasi materi abu-abu/putih (panah hitam), pembengkakan kecil dengan penipisan sulcal (panah hitam). Pada hari kelima ada hipodens jelas dan infark besar dengan pergeseran pembengkakan garis tengah dan obstruksi dari ventrikel lateral kiri.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang-gelombang magnet daripada x-rays untuk mencitrakan (image) otak. Gambar-gambar MRI jauh lebih detil daripada yang dari CT, namun ini bukanlah suatu tes baris pertama dalam stroke karena memakan waktu lebih dari satu jam untuk diselesaikan. MRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi zat kimia yang terdapat pada area otak yang membedakan tumor otak dan abses otak, perfusi MRI dapat mengestimasi aliran darah pada sebagian area, diffusi MRI digunakan untuk mendeteksi akumulasi cairan (edema) secara tiba-tiba dan MRI juga dapat memperlihatkan aliran darah di otak dengan jelas. Suatu MRI dilaksanakan dalam perjalanan perawatan pasien jika detildetil yang lebih halus diperlukan untuk membuat keputusan medis yang lebih jauh.13 11
Pemeriksaan MRI -- Infark pada stroke akut
akut : Low signal ( hypointense ) pada area T1, high signal ( hyperintense )
pada spin density dan/atau T2. Diikuti distribusi vascular. Massa parenkim berubah.
sub akut : Low signal pada T1 , high signal pada T2 . Diikuti distribusi
vascular. Revaskularisasi dan rusaknya blood-brain barrier .
Old : Low signal pada T1 , high signal pada T2, infark yang luas. Perdarahan akut dapat diidentifikasi dalam enam jam pertama stroke. Rutin
(spin echo) MRI urutan tetap khusus untuk perdarahan tanpa batas di 90% dari pasien. Pada 10% sisanya yang memiliki perdarahan intraserebral yang pasti, diagnostik (yaitu, sinyal rendah disebabkan oleh haemosiderin) tidak terlihat di spin gema MRI T2, meskipun cerebromalacea dapat terlihat. Secara khusus, spin cepat sering digunakan gema urutan kepadatan T2 dan proton yang relatif sensitif sedangkan urutan gradien echo adalah yang paling sensitif. 13
Gambar 3. Trombosis vena serebri dan infark(A) dan (B) pasca intravena kontras. Scan yang diperoleh pada enam jam setelah onset gejala. Perhatikan bahwa Gambar 2. Pencitraan otak dari seorang wanita berusia 75 tahun enam minggu setelah stroke otak kiri. (A) hipodensity di daerah wilayah CT scan,(B) perputaran gema MR T2 scan,(C) Gradient gema MRI. Catatan pada CT scan (A) temporal kiri posterior becahaya konsisten dengan penyakit pembuluh kecil. Daerah lusen di hemisfer sinistra terlihat seperti suatu jauh lebih berkembang daripada infark. MRI (B,C) yang diperoleh pada hari yang sama menunjukkan perubahan iskemik tidak hanya lebih untuk arteri lebih pada usia kecil (bintik-bintik putih) tetapi juga perdarahan (daerah gelap) dalam inti lentiform kiri.infark Perdarahan yang sama (1A), dengan mudah diidentifikasi pada gradient gema MRI (C) dari pada spin gema cepat T2 (B). Ada juga tepi yang lebih jelas dan microhaemorrhages tua terlihat pada gradient gema MR (titik hitam) dan lesi kalsifikasi incidental kecilpusat perdarahan (panah putih). dilobus oksipital (panah). Setelah ada peningkatan pusat (panah putih) dan sinus melintang terlihat trombose (panah hitam). Wilayah yang terkena dampak tidak sesuai dengan arteri serebral tengah atau serebral posterior 12 , memberikan petunjuk lebih lanjut untuk asal vena.
Metode lain dari MRI
c. •
Magnetic Resonance Angiogram (MRA)
Digunakan untuk secara khusus melihat pembuluh-pembuluh darah secara non-invasif (tanpa menggunakan tabung-tabung atau suntikan-suntikan).14
•
Diffusion Weighted Imaging (DWI)
Teknik ini dapat mendeteksi area kelainan beberapa menit setelah aliran darah ke suatu bagian dari otak telah berhenti, sedangkan suatu MRI konvensional mungkin tidak mendeteksi suatu stroke hingga sampai enam jam setelah ia telah mulai, dan suatu CT scan adakalanya tidak dapat mendeteksinya sampai ia berumur 12 sampai 24 jam. Pada DWI, TIA memiliki lesi terlihat relevan pada saat DWI dicitrakan dalam waktu 24 jam. DWI mungkin paling berguna secara klinis untuk mengidentifikasi lesi positif pada pasien dengan stroke kortikal atau lacunar kecil, atau untuk menentukan apakah pasien dengan infark sebelumnya dan tanda-tanda memburuk telah mengembangkan infark
13
baru atau tidak; DWI mungkin positif sampai seminggu di setidaknya setelah pencitraan perfusi stroke.14 d.
Angiogram Konvensional Suatu angiogram adalah tes lain yang digunakan untuk melihat pembuluh-
pembuluh darah. Suatu tabung kateter yang panjang dimasukkan kedalam suatu arteri (biasanya di area pangkal paha) dan dye disuntikan ketika x-rays secara simultan diambil. Dimana suatu angiogram memberikan beberapa dari gambar-gambar yang paling detil dari anatomi pembuluh darah, ia juga adalah suatu prosedur invasif dan digunakan hanya ketika diperlukan secara mutlak. Contohnya, suatu angiogram dilakukan setelah suatu hemorrhage ketika sumber perdarahan yang tepat perlu diidentifikasi. Ia juga adakalanya dilaksanakan untuk secara akurat mengevaluasi kondisi dari suatu arteri karotid ketika operasi untuk membuka halangan pembuluh darah itu direnungkan. 14 e.
Carotid Doppler ultrasound Suatu carotid Doppler ultrasound adalah suatu metode non-invasif yang
menggunakan gelombang-gelombang suara untuk menyaring/melihat penyempitanpenyempitan dan pengurangan aliran darah pada arteri karotid dan vertebralis untuk mengidentifikasi stenosis ateromatosa atau diseksi. 14 Keadaan Klinis Khusus Infark vena mungkin terdiagnosis sebagai penyebab stroke. Peningkatkan kesadaran mengarah ke yang lebih baik. Infark vena menjadi edema dengan gambaran hipodens dan jauh lebih cepat dari infark arteri serta lebih sering mengandung daerah pusat perdarahan. Tambahan gambaran seperti sinus vena thrombose (hyperdense sinus prakontras, atau mengisi cacat pada sinus pasca kontras), atau opak sinus paranasal atau mastoids menunjukkan kemungkinan infeksi sebagai penyebab thrombosis harus dicari. MRI menunjukkan gambaran lebih jelas, meskipun mereka mungkin terlihat pada CT. Membedakan tumor dari infark pada CT (atau MRI) biasanya tidak masalah, tetapi kadang-kadang tumor yang tumbuh lambat seperti glioma dapat meniru infark kortikal kecil dengan muncul berbentuk baji yang melibatkan korteks dan materi putih yang berdekatan, sedikit hipodens, dan tidak meningkatkan dengan kontras.
14
Kadang-kadang tumor juga dapat hadir sebagai pendarahan dan pendarahan mungkin cukup luas untuk melenyapkan sementara pada neoplasma yang mendasari di scan. Waktu adalah alat diagnostik yang berguna, mengulangi pencitraan akan memperjelas diagnosis, infark dan pendarahan umumnya mendapatkan lebih kecil sedangkan tumor tetap sama atau menjadi lebih besar. Lebih lanjut, pasien yang pada awalnya hadir dengan apa yang tampak seperti stroke langsung, namun yang tidak berperilaku sebagai stroke khas, harus mengulangi scan untuk mengidentifikasi sesekali tumor atau lesi non-vaskular. Ensefalitis kadang bisa meniru stroke, terutama pada pasien ditemukan dengan kesadaran berkurang, neurologi fokal, dan tidak ada riwayat dari awal. Pencitraan, baik CT, MRI atau lanjutan MRI teknik, tidak selalu andal membedakan antara klinis. Diagnosis tergantung pada penilaian lainnya. Diseksi dari karotis atau vertebralis arteri harus dicurigai pada pasien dengan nyeri leher dan stroke. MR adalah yang terbaik karena dapat menunjukkan pembuluh darah dan lesi parenkim. Sebuah gambaran khas adalah penyempitan aliran arteri karotis atau vertebralis karena sebuah cincin atau sinyal yang tinggi disebabkan oleh perdarahan di dinding arteri. Penampilan juga dapat menirukan
oleh aliran lambat dalam arteri atas stenosis
(ateromatosa) ketat, atau proksimal ke oklusi arteri besar intrakranial, sehingga hati-hati untuk menegakkan diagnosis. Mengingat implikasi terapi mungkin, intra-arteri angiografi harus dipertimbangkan jika ada keraguan untuk diagnosis dari diseksi. CADASIL (cerebral autosomal dominant arteriopathy with subcortical infarcts and leucoencephalopathy) menyebabkan kelainan yang menonjol pada subkortikal memeberikan gambaran putih yang mungkin meniru beberapa infark lacunar dan atrofi, sering pada pasien yang relatif muda, dan imaging mendukung diagnosis. MELAS (mitochondrial encephalopathy, lactic acidosis, and stroke) menyajikan dengan stroke pada pasien yang lebih muda. Pada CT atau MR kortikal seperti infark terlihat di daerah temporal atau occipito-temporal posterior, sering bilateral dan tidak menempati wilayah pembuluh darah yang khas.
15
G.
Penatalaksanaan Stroke
1. Breathing : jalan nafas harus terbuka, hisap lendir dan beri oksigen. 2. Blood
: Pertahankan tekanan darah yang cukup, evaluasi fungsi jantung dan organ vital lain. Tekanan darah tidak boleh segera diturunkan karena dapat memperburuk keadaan, kecuali pada tekanan darah sistolik >220 mmHg dan atau diastolik >120mmHg.
3. Brain
: jika terjadi peningkatan tekanan intra kranial dengan gejala sakit kepala, muntah proyektil dan bradikardi relatif, segera beri manitol 20% 1-1,5 gr/kgBB lanjutkan dengan 6x100cc (0,5gr/kgBB) dalam 15-20 menit.
4. Bladder
: pertahankan bladder dan rektum, hindari infeksi saluran kemih, jika terjadi retensio urin pasang kateter.
5. Bowel
: kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan, hindari obstipasi, pasang NGT jika kesulitan menelan.
Tissue plasminogen activator (TPA) TPA sebagai-buster obat untuk melarutkan gumpalan bekuan darah yang menyebabkan stroke. TPA diberikan dalam waktu 4 1/2 jam setelah timbulnya gejala. Untuk pasien yang terbangun dari tidur dengan gejala stroke, jam dimulai ketika mereka terakhir terlihat dalam keadaan normal. TPA disuntikkan ke dalam vena, tetapi, waktu untuk penggunaannya dapat diperpanjang sampai 6 jam jika menetes langsung ke dalam pembuluh darah yang diblokir membutuhkan angiography. TPA dapat mengembalikan gejala stroke di lebih dari sepertiga pasien, tetapi juga dapat menyebabkan perdarahan pada 6% penderita, berpotensi membuat stroke lebih buruk. Untuk stroke sirkulasi posterior yang melibatkan sistem vertebrobasilar, waktu untuk perawatan dengan TPA diperpanjang lebih jauh sampai 18 jam. Heparin dan aspirin Obat untuk mengencerkan darah (antikoagulan ) yang digunakan dalam merawat pasien stroke. Pada pasien tertentu, aspirin diberikan setelah terjadinya stroke memang memiliki, tapi diukur efek kecil pada pemulihan. Dokter yang merawat akan menentukan obat yang akan digunakan berdasarkan kebutuhan khusus pasien.
16
Non Farmakologis 1.
Mengendalikan faktor risiko
2.
Rehabilitasi medik dilakukan sedini mungkin, dengan tujuan :
H.
•
Memperbaiki fungsi motorik
•
Mencegah kontraktur sendi
•
Agar penderita dapat mandiri
•
Rehabilitasi social Komplikasi Komplikasi yang terjadi pada pasien yang terkena stroke dapat berupa gangguan
neurologis maupun nonneurologis. Gangguan neurologis misalnya edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan herniasi atau kompresi batang otak, kejang, dan transformasi hemoragik. Gangguan nonneurologis, misalnya adalah infeksi (contoh: pneumonia), gangguan jantung, gangguan keseimbangan elektrolit, edema paru, hiperglikemia reaktif.
I.
Prognosis Prognosis dipengaruhi oleh usia pasien, tingkat kesadaran, jenis kelamin, tekanan darah, penyebab stroke, dan ada atau tidaknya penyakit komorbid.
17
BAB III KESIMPULAN
Stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi cerebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskular. Stroke diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik merupakan gangguan suplai darah ke otak akibat adanya obstruksi atau penyempitan pembuluh darah otak yang dapat menyebabkan gangguan neurologik mendadak. Sedangkan Stroke hemoragik merupakan stroke yang terjadi karena pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga menyebabkan perdarahan di otak. Faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi yaitu hipertensi, penyakit jantung (fibrilasi atrium), aterosklerosis, diabetes melitus, merokok, konsumsi alkohol, dislipidemia, kurang aktifitas, dan stenosis arteri karotis, sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, ras/suku, dan genetik. Gejala klinis berupa nyeri kepala, mual, hipertensi, penurunan kesadaran, gangguan bicara, hemiparesis dan hemihipestesi kontralateral, hemianopsi homonim atau kuadranopsi kontralateral, gangguan murni motorik atau sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur. Diagnosis ditegakkan melalui Siriraj Stroke Score dan kriteria Gajah Mada. Gambaran radiologis pada pasien stroke dinilai dengan metode CT-scan, MRI, Magnetic Resonance Angiogram (MRA), Diffusion Weighted Imaging (DWI), Angiogram Konvensional, Carotid Doppler Ultrasound. Namun CT-scan adalah metode radiologis lini pertama yang digunakan dalam mendiagnosa pasien dengan suspek stroke. CT-Scan Stroke Non-hemoragik terlihat gambaran lesi hipodens yang jelas sesudah 4 hari dengan batas yang tidak tegas. Pada Stroke Hemoragik terlihat gambaran lesi hiperdens warna putih dengan batas tegas. Pada stadium lanjut terlihat edema disekitar perdarahan (edem perifokal) yang menyebabkan pendesakan. Jika terjadi absorbsi lengkap, gambarannya hipodens. Penatalaksanaan dengan 5 B yaitu breathing, blood, brain, bladder dan bowel serta pengendalian faktor resiko dan rehabilitasi medik. Komplikasi yang terjadi dapat berupa gangguan 18
neurologis maupun nonneurologis. Prognosis dipengaruhi oleh usia pasien, tingkat kesadaran, jenis kelamin, tekanan darah, penyebab stroke, dan ada atau tidaknya penyakit komorbid. DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, Arief, et al. 2000. Stroke dalam Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI, pp.17-20 2. Sidharta P, Mardjono M. 2004. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf. Neurologi
Klinis Dasar. Surabaya : Dian Rakyat, pp. 269-293 3. Soertidewi L. 1998. Hipertensi sebagai Faktor Resiko Stroke. Tesis Magister Epidemiologi Klinik. Jakarta: FKUI. 4. Riskesdas Depkes. 2008. Proporsi Penyebab Kematian pada Kelompok Umur 55-64 tahun Menurut Tipe Daerah. 5. Gubitz G, Sandercock P. 2000. Extracts from Clinical Evidence. Acute Ischemic Stroke.
BMJ ; 320: 692-6 6. Rothwell, PM .2007. "Effect of urgent treatment of transient ischemic attack and minor
stroke on early recurrent stroke (EXPRESS study): a prospective population-based sequential comparison." Tersedia: http://www.emedicinehealth.com/transient_ischemic_ attack_ministroke/article_em.htm Diunduh pada 12 Maret 2012 7. Guyton, A et al. 2005. Aliran Darah Serebral, Aliran Serebrospinal dan Metabolisme
Otak . Fisiologi Kedokteran edisi 9 editor Setiawan I. Jakarta : EGC. 8. Harsono. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gangguan Peredaran Darah Otak.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, pp. 59-133 9. Duus, Peter. 2006. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta: EGC. 10. Goetz Christopher G. 2007. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 11. Easton, JD, Saver, JL, Albers, GW, dkk. 2009. Definition and evaluation transient
ischemic attack. AHA / ASA Ilmiah Pernyataan. Stroke; 40:2276 12. Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victor’s Priciples of Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005. 13. Sunardi. Computed Tomography Scan (CT Scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pada Sistem Neurologis. [online] [cited 2012 Okt 14] [1 screen]. Available from:URL:http://www.docstoc.comdocs18556421Computed- Tomography-Scan-%28CT-Scan %29-dan-Magnetic-Resonance-Imaging
19