BAB I PENDAHUIUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2015 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tinggi dapat terwujud, melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia (Depkes, 2009: 33) Pembangunan Nasional pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat. Salah satu dampak pembangunan kesehatan adalah meningkatnya umur harapan hidup (UHH) dengan berbagai masalah dan kebutuhan bagi lanjut usia di bidang kesehatan (Kementrian Kesehatan RI, 2010: 1) Di seluruh dunia, jumlah lanjut usia diperkirakan lebih dari 629 juta jiwa (satu dari 10 orang berusia lebih dari 60 tahun) pada tahun 2025. Lanjut usia akan mencapai 1,2 milyar. Di Negara maju, pertambahan populasi/ penduduk lanjut usia telah diantisipasi sejak awal abad ke -20 (Wahyudi, 2008: 1)
1
Menurut laporan data penduduk Internasional yang dikeluarkan oleh Bureav of the census USA (1993) dilaporkan bahwa Indonesia pada tahun 1990 sampai 2025 akan mengalami kenaikan jumlah usia lanjut sebesar 414 % suatu angka yang paling tinggi diseluruh dunia. Meskipun lambat tetapi pasti masalah usia lanjut mulai mendapatkan perhatian pemerintah dan masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi logis berhasilnya hidup dan bertambah banyaknya jumlah usia lanjut di Indonesia (Suryono, 2001: 249). Statistik penduduk lansia provinsi Sumatera Barat 2010, jumlah lansia di provinsi sumatera barat sebanyak 391.816 orang atau 8,08 persen dari keseluruhan penduduk. Jumlah lansia perempuan (225.239 orang) lebih banyak dari jumlah penduduk lansia laki-laki (166.577 orang). Penyebarannya jauh lebih banyak di daerah perdesaan (262.868 orang) dibandingkan di daerah perkotaan (128.948 orang). orang).
jika dilihat menurut menurut kelompok umur, jumlah penduduk lansia
terbagi menjadi lansia muda (60-69 tahun) sebanyak 214.776 orang, lansia menengah (70-79 tahun) sebanyak 126.448 orang, dan lansia tua (80 tahun ke atas) sebanyak 50.592 orang. Sementara itu, penduduk pra lansia yaitu kelompok umur 45-54 tahun dan 55-59 tahun masing-masing sebanyak 519.106 orang dan 188.084 orang. Upaya – upaya untuk mempertahankan kesehatan pada lansia dapat dilakukan dengan berbagai cara: preventif (pencegahan penyakit seperti pemeriksaan kesehatan berkala melalui posyandu atau Puskesmas), kuratif (pengobatan pada lansia yang mempunyai penyakit seperti stroke dan diabetes melitus), dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan setelah sembuh dari sakit atau 2
Menurut laporan data penduduk Internasional yang dikeluarkan oleh Bureav of the census USA (1993) dilaporkan bahwa Indonesia pada tahun 1990 sampai 2025 akan mengalami kenaikan jumlah usia lanjut sebesar 414 % suatu angka yang paling tinggi diseluruh dunia. Meskipun lambat tetapi pasti masalah usia lanjut mulai mendapatkan perhatian pemerintah dan masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi logis berhasilnya hidup dan bertambah banyaknya jumlah usia lanjut di Indonesia (Suryono, 2001: 249). Statistik penduduk lansia provinsi Sumatera Barat 2010, jumlah lansia di provinsi sumatera barat sebanyak 391.816 orang atau 8,08 persen dari keseluruhan penduduk. Jumlah lansia perempuan (225.239 orang) lebih banyak dari jumlah penduduk lansia laki-laki (166.577 orang). Penyebarannya jauh lebih banyak di daerah perdesaan (262.868 orang) dibandingkan di daerah perkotaan (128.948 orang). orang).
jika dilihat menurut menurut kelompok umur, jumlah penduduk lansia
terbagi menjadi lansia muda (60-69 tahun) sebanyak 214.776 orang, lansia menengah (70-79 tahun) sebanyak 126.448 orang, dan lansia tua (80 tahun ke atas) sebanyak 50.592 orang. Sementara itu, penduduk pra lansia yaitu kelompok umur 45-54 tahun dan 55-59 tahun masing-masing sebanyak 519.106 orang dan 188.084 orang. Upaya – upaya untuk mempertahankan kesehatan pada lansia dapat dilakukan dengan berbagai cara: preventif (pencegahan penyakit seperti pemeriksaan kesehatan berkala melalui posyandu atau Puskesmas), kuratif (pengobatan pada lansia yang mempunyai penyakit seperti stroke dan diabetes melitus), dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan setelah sembuh dari sakit atau 2
cacat). Selain itu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara promotif, yaitu dengan cara peningkatan kesehatan pada lansia yang salah satunya dapat dilakukan dengan olahraga atau senam secara teratur (Ekasari, 2005: 4) Senam lansia merupakan salah satu alternatif yang positif untuk membina kesehatan jasmani dan memelihara kebugaran. Menurut Depkes (1995, dalam Indonesian Nursing 2008:3) senam lansia selain memiliki dampak positif terhadap peningkatan fungsi organ tubuh juga berpengaruh dalam meningkatkan imunitas dalam tubuh manusia setelah latihan teratur. Senam lansia sendiri mempunyai banyak manfaat bagi lansia. Manfaat senam lansia atau latihan fisik secara langsung dapat membantu tubuh tetap bugar dan segar karena melatih tulang tetap kuat mendorong jantung bekerja optimal, dan membantu m embantu menghilangkan men ghilangkan radikal bebas yang ada di dalam tubuh, pengaturan kadar gula darah, merangsang adrenalin dan non adrenalin, peningkatan kualitas dan kuantitas tidur, membantu memberikan perasaan santai, mengurangi ketegangan dan kecemasan, meningkatkan perasaan senang, membantu pemberdayaan usia lanjut, peningkatan integritas sosial dan kultur. (Depkes RI, 1997) Pada laporan Dinas Kesehatan Kota Solok tahun 2011, dari 4 Puskesmas, yang rutin datang melakukan senam lansia 334 orang (8,18 %). Dilihat pada 4 Puskesmas yang ada di Kota Solok Tanah Garam, Tanjung Paku, KTK dan Nan Balimo terdapat jumlah lansia 4.083 orang, orang,
jumlah rata-rata lansia yang
melakukan senam lansia pada bulan Januari sampai Juni 2012 di wilayah kerja Puskesmas Tanah Garam 85 (6,67 %) orang lansia dari 1.273 orang lansia, di 3
wilayah kerja Puskesmas Tanjung Paku 95 (6,44 %) orang lansia dari 1.476 orang lansia, di wilayah kerja Puskesmas Nan Balimo 65 (13,56) orang lansia dari 479 orang lansia dan di wilayah kerja Puskesmas KTK 89 (9,85 %) orang lansia dari 903 orang lansia. Informasi yang diterima dari Puskesmas Tanjung Paku terdapat 11 posyandu lansia di 4 Kelurahan yang melaksanakan senam lansia setiap bulannya, di Posyandu Ambun Pagi Kelurahan Tanjung Paku merupakan posyandu yang kehadiran senam lansia terendah yaitu (7,5 %). %) . Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tebel 1.1 di bawah ini: Tabel 1.1 Jumlah Kehadiran Peserta Senam Lansia Di Kelurahan Tanjung Paku Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok dari Bulan Juli sampai Desember Tahun 2012
No
1.
2.
Nama Posyandu Lansia
Ambun Pagi Bahagia
Jumlah kehadiran peserta senam lansia Kelurahan
Jumlah Lansia Jul
%
Agus
%
Sept
%
Okt
%
Nov
%
Des
%
212
25
11,8
18
8,5
21
10
17
8,0
19
9
16
7,5
198
19
9,5
18
9,1
18
9,1
18
9,1
18
9,1
19
9,5
Tj. Paku
Sumber: Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok Tahun 2012 Menurut petugas pengelola program Puskesmas Tanjung Paku, lansia dikatakan aktif mengikuti senam lansia jika kehadiran lansia dalam mengikuti senam lansia yaitu yaitu 75 % atau 3 kali sebulan. Berdasarkan studi awal yang dilakukan penulis pada tanggal 3 Januari 2013 di Posyandu lansia Ambun pagi Kelurahan Tanjung Paku Wilayah kerja 4
Puskesmas Tanjung paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok, penulis melakukan wawancara dengan 10 orang lansia, 4 lansia diantaranya mengatakan tidak mengetahui manfaat dari senam lansia mereka mengatakan badannya tambah sakit setelah senam, 4 lansia mengatakan tidak ada waktu luang untuk ikut senam, serta 2 lansia mengatakan orang lansia yang mengatakan tidak menghadiri senam lansia karena sibuk bekerja di rumah. Menurut Depkes RI (2010) beberapa kendala yang dihadapi lansia dalam mengikuti kegiatan senam lansia antara lain: pengetahuan lansia, sikap, kurangnya dukungan keluarga dan motivasi lansia. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin meneliti tentang hubungan pengetahuan, sikap dan motivasi lansia dengan keaktifan dalam mengikuti senam oleh lansia di posyandu lansia Ambun Pagi Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok Tahun 2013.
1.2 Rumusan Masalah
Belum diketahuinya hubungan pengetahuan, sikap dan motivasi lansia dengan keaktifan dalam mengikuti senam oleh lansia di posyandu lansia Ambun Pagi Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok Tahun 2013.
5
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 TujuanUmum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan motivasi lansia dengan keaktifan dalam mengikuti senam oleh lansia di posyandu lansia Ambun Pagi Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok Tahun 2013. 1.3.2
Tujuan Khusus
1.3.2.1 Diketahui distribusi frekuensi tingkat pengetahuan lansia tentang senam lansia di Posyandu lansia Ambun Pagi Wilayah kerja Puskesmas Tanjung paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok tahun 2013 1.3.2.2 Diketahui distribusi frekuensi sikap lansia tentang senam lansia di Posyandu lansia Ambun Pagi Wilayah kerja Puskesmas Tanjung paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok tahun 2013 1.3.2.3 Diketahui distribusi frekuensi motivasi lansia dalam mengikuti senam lansia di Posyandu lansia Ambun Pagi Wilayah kerja Puskesmas Tanjung paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok tahun 2013 1.3.2.4 Diketahui distribusi frekuensi keaktifan lansia mengikuti senam lansia di Posyandu lansia Ambun Pagi Wilayah kerja Puskesmas Tanjung paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok tahun 2013 1.3.2.5 Diketahui hubungan antara tingkat pengetahuan lansia dengan keaktifan lansia mengikuti senam lansia di Posyandu lansia Ambun Pagi Wilayah kerja
6
Puskesmas Tanjung paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok tahun 2013 1.3.2.6 Diketahui hubungan antara sikap lansia dengan keaktifan lansia mengikuti senam lansia di Posyandu lansia Ambun Pagi Wilayah kerja Puskesmas Tanjung paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok tahun 2013 1.3.2.7 Diketahui hubungan antara motivasi lansia dengan keaktifan lansia mengikuti senam lansia di Posyandu lansia Ambun Pagi Wilayah kerja Puskesmas Tanjung paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok tahun 2013 1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti Untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang keaktifan lansia mengikuti senam lansia, serta sebagai pengembangan pengetahuan dalam menerapkan ilmu-ilmu yang telah peneliti dapatkan selama perkuliahan. 1.4.2 Bagi Institusi pelayanan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi institusi pelayanan kesehatan khususnya Puskesmas Tanjung Paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok dalam membuat kebijakan khususnya bagi pelaksanaan program lansia. 1.4.3 Bagi Peneliti Lain Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai perbandingan untuk penelitian selanjutnya dan dengan variabel yang lain.
7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini
membahas hubungan pengetahuan, sikap dan motivasi
lansia dengan keaktifan dalam mengikuti senam oleh lansia di posyandu lansia Ambun Pagi Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah pengetahuan, sikap dan motivasi sedangkan variabel dependen adalah keaktifan lansia mengikuti senam lansia. Yang mana populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia usia ≥ 60 tahun yang berada di wilayah Posyandu lansia Ambun Pagi Kelurahan Tanjung paku berjumlah 48 orang lansia semua populasi langsung dijadikan sampel. Penelitian dilakukan pada tanggal 22 dan 30 April 2013.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Senam Lansia 2.1.1 Pengertian Senam Lansia
Senam adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah serta terencana yang dilakukan secara tersendiri atau berkelompok dengan maksud meningkatkan kemampuan fungsional raga untuk mencapai tujuan tersebut Lansia seseorang individu laki-laki maupun perempuan yang berumur antara 60-69 tahun (Nugroho, 1999: 20) Pengertian senam lansia adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah serta terencana yang diikuti oleh orang lanjut usia yang dilakukan dengan maksud meningkatkan kemampuan fungsional raga. Senam lansia ini dirancang secara khusus untuk melatih bagian-bagian tubuh serta pinggang, kaki serta tangan agar mendapatkan peregangan bagi para lansia, namun dengan gerakan yang tidak berlebihan. Jika diperhatikan, senam lansia tidak membuat pesertanya banyak bergerak seperti olah raga erobik, tujuannya adalah agar stamina dan energi para lansia tidak terkuras habis. Senam lansia dilaksanakan selama minimal 30 menit dan 3 kali dalam seminggu secara teratur dan terukur. Senam lansia dapat menjadi program kegiatan olahraga rutin yang dapat dilakukan di posyandu lansia atau di rumah dalam lingkungan masyarakat. Senam lansia dilakukan dengan senang hati
9
untuk memperoleh hasil latihan yang lebih baik yaitu kebugaran tubuh dan kebugaran mental seperti lansia merasa berbahagia, senantiasa bergembira, bisa tidur lebih nyenyak, pikiran tetap segar. Jadi senam lansia adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah serta terencana yang diikuti oleh orang lanjut usia yang dilakukan dengan maksud meningkatkan kemampuan fungsional raga untuk mencapai tujuan. (Santosa, 1994: 34) 2.1.2 Manfaat Senam Lansia atau latihan Fisik
Manfaat dari olahraga bagi lanjut usia menurut Nugroho (1999:157) antara lain: a.
Memperlancar proses degenerasi karena perubahan usia
b.
Mempermudah untuk menyesuaikan kesehatan jasmani dalam kehidupan (adaptasi)
c.
Fungsi melindungi, yaitu memperbaiki tenaga cadangan dalam fungsinya terhadap bertambahnya tuntutan, misalnya sakit sebagai rehabilitas Pada lanjut usia terjadi penurunan masa otot serta kekuatannya, laju denyut jantung maksimal, tolerasnsi latihan, kapasitas aerobik dan terjadinya peningkatan lemak tubuh. Dengan melakukan olahraga seperti senam lansia dapat mencegah atau melambatkan kehilangan fungsional tersebut. Bahkan dari berbagai penelitian menunjukan bahwa latihan/olah raga seperti senam lansia dapat mengeliminasi berbagai resiko penyakit seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit arteri koroner dan kecelakaan. (Darmojo, 1999: 81)
10
2.1.3 Komponen aktivitas dan kebugaran menurut Darmojo (1999:74)
a. Self
Efficacy
(keberdayagunaan-mandiri)
adalah
istilah
untuk
menggambarkan rasa percaya atas keamanan dalam melakukan aktivitas. Hal ini sangat berhubungan dengan ketidaktergantungan dalam aktivitas sehari-hari. Dengan keberdayagunaan mandiri ini seorang usia lanjut mempunyai keberanian dalam melakukan aktivitas. b. Latihan Pertahanan (resistence training) keuntungan fungsional atas latihan pertahanan berhubungan dengan hasil yang didapat atas jenis latihan yang bertahan, antara lain mengenai kecepatan bergerak sendi, luas lingkup gerak sendi (range of motion) dan jenis kekuatan. Yang dihasilkan pada penelitian-penelitian dipanti jompo didapatkan bahwa latihan pertahanan yang intensif akan meningkatkan kecepatan gerak (langkah) sekitar 20% dan kekuatan untuk menaiki tangga sebesar 23-38% c.
Daya Tahan (endurance) daya tahan adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kerja dalam waktu yang relatif cukup lama. Pada lansia latihan daya tahan /kebugaran yang cukup keras akan meningkatkan kekuatan yang didapat dari latihan bertahan. Hasil akibat latihan kebugaran tersebut bersifat khas untuk latihan yang dijalankan (training specifik), sehingga latihan kebugaran akan meningkatkan kekuatan berjalan lebih dengan latihan bertahan.
d.
Kelenturan (flexibility) pembatasan atas lingkup gerak sendi, banyak terjadi pada lanjut usia yang sering berakibat kekuatan otot dan tendon.
11
Oleh karena itu latihan kelenturan sendi merupakan komponen penting dari latihan atau olah raga bagi lanjut usia e.
Keseimbangan-keseimbangan merupakan penyebab utama yang sering mengakibatkan lansia sering jatuh. Keseimbangan merupakan tanggapan motork yang dihasikan oleh berbagai faktor, diantaranya input sesorik dan kekuatan otot. Penurunan keseimbangan pada lanjut usia bukan hanya sebagai akibat menurunya kekuatan otot atau penyakit yang diderita. Penurunan
keseimbangan
bisa
diperbaiki
dengan
berbagai
latihan
keseimbangan. Latihan yang meliputi komponen keseimbangan akan menurunkan insiden jatuh pada lansia. 2.1.4 Jenis-jenis senam lansia a. Latihan Keseimbangan,
Seiring dengan semakin bertambahnya usia, tanggapan gerak motorik mengalami penurunan dengan semakin menurunnya kekuatan otot dan input sensorik syarak motorik ke otak yang menyebabkan lansia sering mengalami jatuh atau pun tidak dapat mempertahankan keseimbangan tubuhnya sendiri. Untuk itu latihan ini sangat berguna dalam kehidupan sehar-hari para lansia dalam
menghindari
kecelakaan
lebih
fatal
akibat
berkurangnya
keseimbangan saat jatuh. b. Latihan Kelenturan,
Dengan melatih elastisitas tubuh lansia, maka otomatis memperluas jangkauan gerak otot, gerak sendi hingga tendon yang menjadi sangat
12
penting dalam memudahkan lansia bergerak. Oleh sebab itu latihan kelenturan ini menjadi krusial untuk diterapkan sebagai latihan rutin dan setiap hari bagi lansia. c. Latihan Pertahanan,
Atau bisa disebut sebagai resistence training ini memberikan keuntungan fungsional pada kecepatan bergerak sendi, memperlebar lingkup gerak sendi serta mengembalikan kekuatan sendi. Penerapan latihan pertahanan ini terbukti meningkatkan kecepatan langkah para lansia sebesar 20% dan memberikan
kekuatan
menaiki
tangga
sebesar
23%
hingga
38%
dibandingkan mereka yang tidak ikut melakukan senam ini dip anti jompo. d. Latihan Daya Tahan
Latihan daya tahan (endurance) ini merupakan latihan olah tubuh agar mampu bertahan melakukan aktifitas dalam durasi yang relatif cukup lama. Dengan demikian lansia dapat bertahan menjalani latihan yang baik bagi kesehatan tanpa merasa cepat lelah. e. Latihan Keberdayagunaan Mandiri
Latihan ini merupakan suatu upaya meningkatkan rasa percaya diri para lansia
dalam
kemampuannya
melakukan
aktifitas
sehari-hari
yang
diinginkan tanpa ketergantungan orang lain ataupun merasa aman dengan melakukannya sendiri (self efficacy). Dengan demikian, para lansia dapat memberdayagunakan dirinya dalam kehidupan keseharian yang secara emosional dan psikologis meningkatkan rasa dibutuhkan dan mencegah depresi akibat pikiran kosong saat tidak mampu berbuat apapun. 13
Dengan demikian sangatlah penting bagi lansia menjalani senam lansia dalam terus menjalani hidup dengan terus menikmati hidup sehat bugar tanpa gangguan kesehatan fisik maupun mental. Terlebih karena senam lansia sering dilakukan secara berkelompok sehingga memberikan perasaan nyaman dan aman bersama sesame manusia lanjut usia lainnya menjalani aktifitas hidup. 2.1.5 Langkah-Langkah
2.1.5.1 Latihan kepala dan leher Lihat keatap kemudian menunduk sampai dagu ke dada ,Putar kepala dengan melihat bahu sebelah kanan lalu sebelah kiri, Miringkan kepala ke bahu sebelah kanan lalu kesebelah kiri. 2.1.5.2 Latihan bahu dan lengan, Angkat kedua bahu ke atas mendekati telinga kemudian turunkan kembali perlahan-lahan Tepukan kedua telapak tangan dan renggangkan lengan kedepan lurus dengan bahu. Pertahankan bahu tetap lurus dan kedua tangan bertepuk kemudian angkat lengan keatas kepala. Satu tangan menyentuh bagian belakang dari leher kemudian raihlah punggung sejauh mungkin yang dapat dicapai. Bergantian tangan kanandan kiri. Letakan tangan di punggung kemudian coba meraih keatas sedapatnya. 2.1.5.3 Latihan tangan, letakan telapak tangan diatas meja. Lebarkan jari-jarinya dan tekan ke meja. Baliklah telapak tangan. Tariklah ibu jari melintasi permukaan telapak tangan untuk menyentuh jari kelingking. Kemudian tarik kembali. Lanjutkan dengan menyentuh tiap-tiap jari dengan ibu jari dan kemudian
14
setelah
menyentuh
tiap
jari.
Kepalkan
tangan
sekuatnya
kemudian
renggangkan jari-jari selurus mungkin. 2.1.5.4 Latihan punggung Dengan tangan disamping bengkokan badan kesatu sisi kemudian kesisi yang lain. Letakan tangan dipinggang dan tekan kedua kaki, putar tubuh dengan melihat bahu kekiri dan kekanan.Tepukan kedua tangan dibelakang dan regangkan kedua bahu ke belakang. 2.1.5.5 Latihan paha, Latihan ini dapat dilakukan dengan berdiri tegak dan memegang sandaran kursi atau dengan, posisi tiduran. Lipat satu lutut sampai pada dada dimana kaki yang lain tetap lurus, dan tahan beberapa waktu. Duduklah dengan kedua kaki lurus kedepan. Tekankan kedua lutut pada tempat tidur hingga bagian belakang lutut menyentuh tempat tidur. Pertahankan kaki lurus tanpa membengkokan lutut, kemudian tarik telapak kaki kearah kita dan regangkan kembali. Tekuk dan regangkan jari-jari kaki tanpa menggerakan lutut. Pertahankan lutut tetap lurus, putar telapak kaki kedalam sehingga permukaannya saling bertemu kemudian kembali lagi. Berdiri dengan kaki lurus dan berpegangan pada bagian belakang kursi. Angkat tumittinggi- tinggi kemudian putarkan. 2.1.5.6 Latihan pernafasan. Duduklah di kursi dengan punggung bersandar dan bahu relaks. Letakkan kedua telapak tangan pada tulang rusuk. Tarik nafas dalamdalam maka terasa dada mengambang. Sekarang keluarkan nafas perlahanlahan sedapatnya. Terasa tangan akan menutup kembali. 2.1.5.7 Latihan muka. Kerutkan muka sedapatnya kemudian tarik alis keatas Tutup mata kuat-kuat, kemudian buka lebar-lebar. Kembangkan pipi keluar 15
sebisanya. Kemudian isap kedalam. Tarik bibir kebelakang sedapatnya, kemudian ciutkan dan bersiul 2.2 Konsep Lanjut Usia 2.2.1 Defenisi
Menurut UU Nomor 13 tahun 1998 menyahkan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas (Nugroho, 2000: 20). Proses menua adalah sebuah proses yang mengubah orang dewasa sehat menjadi rapuh disertai dengan penurunannya cadangan hampir semua sistem fisiologis dan disertai pula dengan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan kematian. (Suryono, 2001: 251). 2.2.2 Batasan-batasan usia lanjut
Menurut WHO dikutip dan Nugroho, (2000:19), menyatakan bahwa lanjut usia itu meliputi: a.
Usia pertengahan (middle age), adalah kelompok usia 45 sampai 59 tahun
b.
Lanjut usia (elderly) = antara 60 dan 74 tahun
c.
Lanjut usia tua (old ) = antara 75 dan 90 tahun
d.
Usia sanga tua (very old ) = diatas 90 tahun Sedangkan menurut Dra. Ny. Jos Masdani (Psikolog UI), dikutip dan
Nugroho (2000: 19) Lanjut usia merupakan kelanjutan dan usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi 4 bagian yaitu: a. Fase infentus : 25-40 tahun b. Fase verilitas 40-50 tahun
16
c. Fase prasenium : 5 5-65 tahun d. Fase senium : >65 tahun sampai dengan menutup mata 2.2.3 Perubahan-peruhahan yang terjadi pada lanjut usia
a. Perubahan-perubahan fisik 1) Sel Lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukurannya, berkurangnya jumlah cairan tubuh, dan berkurangnya cairan intraselular. Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati, Jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel, otak menjadi atrofis, beratnya berkurang 5-10% 2) Sistem persyarafan Berat otak menurun 10-20%, cepatnya menurun hubungan persyarafan, lambat dalam respon dan waktu untuk hereksi, khusunya dengan stres, mengecilnya syaraf panca indera dan kurang sensitive terhadap sentuhan. 3) Sistem pendengaran Presbiakusis (gangguan pada pendengaran), membran timpani menjadi atrofi menyebabkan osteosklerosis, terjadinya pengumpulan cerumen dapat
mengeras
karena
meningkatnya
keratin
dan
pendengaran
bertambah menurun. 4) Sistem penglihatan Sflngter pupil timbul sklerogis dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola), lensa lebih suram menjadi katarak, 17
meningkatnya amang, pengamatan sinar, daya daptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap. Hilang daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, munurunnya daya membedakan warna biru atau hijau pada skala. 5) Sistem kardiovaskuler Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan elastisitas pembuluh darah dan tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dan pembuluh darah perifer. 6) Sistem pengaturan temperatur tubuh Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik lebih kurang 35 derajat celsius akibat metabolisme yang menurun, keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang hanyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot. 7) Sistem respirasi Otot-otot
pemafasan
kehilangan
kekuatan
dan
menjadi
kaku,
menurunnya aktivitas dan silia, paru-paru lehilangan elastisitas, alveoli ukurannya melebar dan biasanya, oksigen dan arteri menurun, karbon dioksida dari arteri tidak berganti, kemampuan untak batuk berkurang. 8) Sistem gastrointestinal Kehilangan gigi, indera pengecapan menurun, esofagus melebar, asam lambung menurun, peristaltik melemah, fungsi absorbsi melemah, liver 18
makin kecil, menciutnya ovari dan uterus dan atrofi payudara (Nugroho, 2000: 25). 9) Sistem genitourinania Banyak fungsi yang mengalami kemunduran contohnya : laju filtrasi, ekskresi dan reabsorsi oleh ginjal. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, kapasitas menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuesi buang air meningkat, susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga mengakibatkan meningkatnya retensi urin (Nugroho, 2000: 25). 10) Sistem endokrin Produksi
semua
hormon
menurun.
menurunnya
aktivias
tiroid,
menurunnya produksi aldosteron, dan menurunnya sekresi hormon kelamin. 11) Sistem kulit Kulit mengerut dan keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit kasar dan bersisik, menurun respon terhadap trauma dan kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu. 12) Sisteril musculoskeletal a) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin) Katilago berubah menjadi bentang cross linking yang tidak beratur. Perubahan
pada
kolagen
itu
merupakan
penyebab
turunnya
fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan
kemampuan
untuk
19
meningkatkan
kemampuan
otot,
kesulitan bergerak dan duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan dan hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Nugroho, 2000: 26). b) Kartilago Kertilago mengalami kalsifikasi di beberapa tempat, seperti pada tulang rusuk dan tiroid (Pudjiastuti, 2003: 9). Akibat perubahan itu, sendi mudah mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak, dan terganggunya aktivitas sehari-hari. c) Tulang Berkurangnya kepadatan tulang, setelah diobservasi, dalah bagian dan penuaan fisiologis (Nugroho, 2000: 26). d) Otot Atrofi serabut otot: serabut-serabut otot mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot
menjadi tremor (Nugroho,
2000:26). b. Perubahan-perubahan mental 1)
Daya ingat menurun, terutama peristiwa yang baru saja terjadi
2)
Sering lupa atau pikun, sering sangat mengganggu dalam pergaulan dengan lupa nama orang.
3)
Emosi mudah berubah, sering marah-marah, rasa harga diri mudah tersinggung.
a. Perubahan-perubahan psikososial 1)
Pensiun
2)
Merasakan atau sadar akan kematian 20
3)
Perubahan dalam cara hidup
4)
Penyakit kronis dan ketidakmampuan
b. Perkembangan spiritual 1) Agar atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya 2) Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya. 2.3 Konsep kesehatan pada usia lanjut
Terdapat 3 hal yang menyangkut kesehatan pada usia lanjut yaitu: 2.3.1 Status fungsional Yang merupakan interaksi dari gangguan fiik, gangguan psikis dan gangguan sosial/ ekonomi. Status fungsional ini pada lansia menunjukan apakah seorang lansia sebagai individu masih dapat melakukan fungsinya sehari-hari dan secara luas harus dipandang sebagai kesehatan secara menyeluruh, sehingga dapat dilihat bahwa ke-3 faktor yang merupakan gambaran kesejahteraan tersebut adalah sama dengan kesehatan lansia secara luas, manifestasi status fungsional ini secara praktis diperiksa dengan menilai kemampuan hidup sehari-harinya. 2.3.2 Sindroma geriatrik Sindroma geriatrik adalah suatu sindroma yang terdiri atas keluhan atau persepsi adanya abnormalitas atas kesehatannya oleh penerita usia lanjut atau keluarganya. Keluhan ini sangat beragam dari satu klinik ke klinik yang lain, dan sangat memerlukan perhatian yang serius dari para pengelola kesehatan usia lanjut karena akan menggambarkan masalah kesehatan yang benar dihadapi oleh penderita tersebut. Sangat beragamnya sindroma ini dapat 21
dilihat dari nama dan rincian abnormalitas sindroma yang termasuk didalamnya, diantaranya. 2.3.3 Penyakit pada usia lanjut Pada usia lanjut definisi penyakit adalah sama dengan yang kita defenisikan pada populasi lain. Yang berbeda adalah jenis penyakit yang diderita terutama adalah penyakit degeneratif dengan tampilan yang juga sudah berbeda dengan yang terdapat pada populasi lebih muda. Walaupun demikian perlu diperhatikan bahwa penyakit infeksi masih perlu ditangani dengan hati-hati, mengingat hal ini dapat mencetuskan berbagai penyakit lain, sedangkan
pada
infeksi
berat
angka
kematiannya
cukup
tinggi.
(Martono,2010: 451) 2.4 Faktor – faktor yang berhubungan dengan keaktifan lansia mengikuti posyandu lansia 2.4.1 Konsep Pengetahuan 2.4.1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007:139) 2.4.1.2 Proses Adopsi Perilaku
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari 22
oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni : 1) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. 2) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus 3) Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya), hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4) Trial, yaitu orang telah mulai mencoba perilaku baru 5) Adaption, ibu menyusui telah
berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut bersifat langgeng, sebaliknya apabila perilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. (Notoatmodjo, 2007: 140) 2.4.1.3 Tingkat Pengetahuan
Tingkat
pengetahuan
bertujuan
mengelompokkan
tingkah
laku
masyarakat atau individu yang diinginkan. Bagaimana individu itu berfikir dan berbuat sebagai hasil dari suatu unit pengetahuan yang telah di berikan. Adapun tingkat pengetahuan dalam domain kognitif adalah : 1) Tahu ( Know)
23
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk
kedalam
pengetahuan
tingkat
ini
adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari, antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. 2) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara besar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus
dapat
menjelaskan,
menyebutkan
contoh,
meramalkan,
menyimpulkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3) Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan 24
analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan
(membuat
bagan),
membedakan,
memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya. 5) Sintesis (syntesis) Sintesis
merupakan
suatu
kemampuan
untuk
meletakkan
atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis ini adalah suatu kemampuan untuk menyusun suatu formulasi-formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada misalnya menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas dan dapat menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilain-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. (Notoatmodjo, 2007: 140-142) Pengukuran pengetahuan dapat dilakuan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari sabjek penelitian/ responden. (Notoatmodjo, 2007: 140-141) 2.4.2 Sikap 2.4.2.1 Pengertian
a. Sikap adalah merupakan suatu reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek (Notoatmodjo, 2007:142).
25
b. Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecendrungan untuk bertindak sesuai dengan sikap yang objek tadi (Purwanto, 1999: 62). c. Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat intern maupun ektern sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup tersebut (Sunaryo, 2004: 27) Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi adalah merupakan “pre-disposisi” tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka, tingkah laku yang terbuka. Newcomb (Notoatmodjo, 2007:142), salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksana motif tertentu. 2.4.2.2 Ciri-ciri Sikap
Menurut Sunaryo (2004), ciri-ciri sikap adalah : a. Dalam Sikap selalu terdapat hubungan subjek-objek b. Objek Sikap itu dapat berupa suatu hal tertentu, tetapi dapat juga kumpulan hal-hal tersebut c. Sikap tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman-pengalaman d. Sikap dapat berubah-ubah sesuai keadaan lingkungan di sekitar individu yang bersangkutan pada saat yang berbeda e. Sikap tidak menghilang walaupun kebutuhan sudah terpenuhi 26
f. Sikap tidak punya satu macam saja, melainkan sangat bermacam-macam dengan banyak objek yang didapat akan menjadi perhatian orang yang bersangkutan. Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif, kecendrungan tindakan adalah mendekati hal yang disukai, melaksanakannya dan mengharapkan objek tertentu. Sikap negatif terdapat kecendrungan untuk menjauhi hal yang tidak disukai yang pada dasarnya harus dilaksanakan menghindari dan tidak menyukai objek tertentu. 2.4.2.3 Allport (1954) dikutip oleh
Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa
sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek c. Kecendrungan untuk bertindak Ketiga komponen itu secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan dan emosi yang memegang peranan penting. 2.4.2.4 Tingkatan Sikap
1) Menerima Diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan. 2) Merespon Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
27
3) Menghargai Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah. 4) Bertanggung jawab Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko. 2.4.2.5 Pembentukan Sikap
Pembentukan sikap tidak terjadi demikian saja melainkan melalui suatu proses tertentu, melalui kontak sosial terus-menerus antara individu dengan individu lain disekitarnya dan berkenaan dengan obyek tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perubahan sikap (Gerungen, 1986) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007: 152) adalah: 1) Faktor Interen Faktor interen berhubungan erat dengan motif-motif dan sikap yang bekerja dalam diri kita pada waktu itu dan yang mengarahkan minat perhatian terhadap objek-objek tertentu. Selektivitas dalam pengamatan senantiasa
berlangsung
karena
tidak
terdapat
individu
manusia
memperhatikan semua ransangan yang datang dari lingkungannya dengan taraf perhatian yang sama. 2) Faktor Eksteren Dalam pembentukan dan perubahan sikap, selain faktor-faktor interen, terdapat faktor eksteren atau faktor yang berada di luar diri individu yang turut menentukan pembentukan sikap, diantaranya sifat, isi pandangan 28
baru yang disampaikan, siapa yang mengemukakannya dan siapa yang menyokong pandangan baru tersebut, dengan cara apa pandangan itu diterangkan dan dalam situasi bagaimana sikap baru itu diperbincangkan. 2.4.2.6 Proses Perubahan Sikap
Menurut Kelman perubahan sikap dan perilaku indvidu
dimulai dari tahap
kepatuhan, identifikasi dan internalisasi (Sarwono, 1998:69; Kelman 1993). 1) Tahap Kepatuhan Mula-mula individu mematuhi suatu hal dengan tanpa kerelaan, biasanya tahap ini bersifat sementara. 2) Tahap Identifikasi Suatu tahap yang dilalui seseorang karena ia mengidolakan seseorang atau disebut juga mengidentifikasi 3) Tahap Internalisasi Individu merasa tindakan yang dilakukan merupakan hal positif bagi dirinya dan mengintegrasikan nilai-nilai lain pada dirinya. Hal ini merupakan tahapan perubahan sikap dan perilaku yang tinggi. 2.4.2.7 Pengukuran Sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pada pengukuran sikap ini dapat dipergunakan skala model likert dimana dalam pengolahannya menggunakan skor dengan pernyataan nilai positif dan negatif (Saifuddin,2002:154). Positif dapat dinyatakan: Sangat setuju (SS)
:4 29
Setuju (S)
:3
Tidak Setuju (TS)
:2
Sangat tidak setuju (STS)
:1
2.4.3 Motivasi 2.4.3.1 Definisi Motivasi
a. Motivasi adalah semua penggerak, alasan – alasan atau dorongan dalam diri manusia
yang
menyebabkan
seseorang
berbuat
sesuatu.
(Purwanto,
1999:56). b. Motivasi itu timbul karena adanya suatu kebutuhan atau keinginan yang harus dipenuhi. Keinginan itu akan mendorong individu untuk melakukan suatu tindakan, agar tujuannya tercapai (Sarwono, 2004,:3). c. Motivasi adalah dorongan penggerak untuk mencapai tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari. Motivasi dapat timbul dari dalam diri individu atau datang dari lingkungan (Sunaryo, 2004: 7). Lebih lanjut dijelaskan bahwa motivasi merupakan tenaga penggerak dan kadang – kadang mengenyampingkan hal – hal yang dianggap kurang bermanfaat dalam mencapai tujuan. Dengan motivasi manusia akan lebih cepat dan bersungguh – sungguh dalam melakukan kegiatan. Suatu motivasi murni adalah
motivasi yang betul – betul disadari akan pentingnya suatu
perilaku dan dirasakan sebagai suatu kebutuhan. 2.4.3.2 Jenis-Jenis Motivasi
Jenis motivasi menurut Heri Purwanto (1999) terbagi menjadi dua, yaitu:
30
a. Motivasi biogenetis, yaitu motivasi yang berkembang pada diri orang dan berasal dari organismenya sebagai makhluk biologis. b. Motivasi Sosiogenetis, yaitu motivasi yang berasal dari lingkungsn kebudayaan
yang
berasal
dari
kebutuhan
organisme
orang
demi
kelangsungan hidupnya 2.4.3.3 Unsur-Unsur Motivasi
Heri Purwanto (1999:56) menyatakan unsur-unsur motivasi adalah: a. Motivasi merupakan suatu tenaga dinamis manusia dan munculnya memerlukan rangsangan baik dari dalam maupun dari luar. b. Motivasi sering kali ditandai dengan perilaku yang penuh emosi. c. Motivasi merupakan reaksi pilihan dari beberapa alternatif pencapaian tujuan d. Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan manusia 2.4.3.4 Faktor perangsang dan penguat
a. Memberi hadiah dalam bentuk penghargaan, pujian, piagam, hadiah promosi pendidikan, dan jabatan b. Kompetisi atau persaingan yang sehat c. Memperjelas tujuan atau menciptakan tujuan d. Memberi informasi keberhasilan kegiatan yang telah dilakukan untuk mendorong agar lebih berhasil (Sunaryo, 2004: 3). 2.4.3.5 Fungsi Motivasi
Menurut Notoatmodjo (2007:78), motivasi mempunyai 3 (tiga) fungsi yaitu: 31
a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan. b. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan yang sudah direncanakan sebelumnya. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Pilihan perbuatan
yang
sudah
ditentukan
atau
dikerjakan
akan
memberikan
kepercayaan diri yang tinggi karena sudah melakukan proses penyeleksian.
32
BAB III KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep
Menurut Depkes RI (2010) beberapa kendala yang dihadapi lansia dalam mengikuti kegiatan senam lansia antara lain: pengetahuan lansia, sikap, kurangnya dukungan keluarga dan motivasi lansia. Ketentuan – ketentuan dalam melakukan senam / olah raga pada lansia adalah dilakukan secara baik dan benar dengan cara lansia harus menyenangi atau meminati latihan fisik atau olah raga tersebut dan harus sesuai dengan kondisi dan kesehatan lansia, sehingga dapat memberikan pengaruh positif terhadap tingkat kemampuan fisik lansia. Untuk menumbuhkan minat lansia kita perlu meninjau pengetahuan lansia khususnya olah raga pada lansia. (Depkes, 1999: 43) Secara sistemetis konsep tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Variabel Independen
Variabel Dependen
Pengetahuan lansia
Keaktifan lansia mengikuti senam lansia
Sikap lansia
Motivasi
33
3.2 Defenisi Operasional No
Variabel
Definisi
Variabel Dependen
1.
Keaktifan lansia mengikuti senam lansia
Jumlah kehadiran lansia dalam satu tahun terakhir di senam lansia yang dilakukan 4 x 1 bulan
Alat ukur
Studi dokumentasi
Skala ukur
Ordinal
Cara ukur
cheklist
Hasil ukur
Tidak Aktif serta bila lansia < 75 % mengikuti senam lansia dalam satu bulan Aktif serta bila lansia ≥ 75 % hadir mengikuti senam lansia dalam satu bulan
2
3
4
Variabel independen Pengetahuan
Sikap
Motivasi
Suatu informasi yang diperoleh oleh responden baik formal maupun informal tentang senam lansia
Kuesioner
Wawancara
Ordinal
Rendah bila nilai < mean Tinggi bila nilai ≥ mean
Kuesioner Suatu pandangan atau pernyataan respons yang masih tertutup dari lansia dalam mengikuti senam lansia Dorongan mental Kuesioner yang menggerakan dan mengarahkan tingkah laku lansia dalam mengikuti senam lansia
34
Wawancara
Ordinal
Negatif bila nilai < mean Positif bila nilai ≥ mean
Wawancara
Ordinal
Rendah bila nilai < mean Tinggi bila nilai ≥ mean
3.3 Hipotesa Penelitian
3.3.1 Ada hubungan antara pengetahuan lansia dengan Keaktifan lansia mengikuti senam lansia di Posyandu lansia Ambun Pagi Wilayah kerja Puskesmas Tanjung paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok tahun 2013 3.3.2
Ada hubungan antara sikap lansia dengan Keaktifan lansia mengikuti senam lansia di Posyandu lansia Ambun Pagi Wilayah kerja Puskesmas Tanjung paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok tahun 2013
3.3.3
Ada hubungan antara motivasi lansia dengan Keaktifan lansia mengikuti senam lansia di Posyandu lansia Ambun Pagi Wilayah kerja Puskesmas Tanjung paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok tahun 2013
35
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional . Dimana variabel Indenpenden dan dependen diteliti secara bersamaan. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di Posyandu lansia Ambun Pagi Wilayah kerja Puskesmas Tanjung paku Kota Solok pada bulan tanggal 22 dan 30 April 2013. 4.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan objek yang diteliti. (Notoatmodjo,2005: 79). Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua lansia yang berumur ≥ 60 tahun yang ada di Posyandu Ambun Pagi Wilayah kerja Puskesmas Tanjung paku yang berjumlah 48 orang. Seluruh populasi langsung dijadikan sebagai responden. Dengan kriteria sampel sebagai beirkut : a. Bersedia menjadi responden b. Berada dilokasi saat penelitian c. Bisa berkomunikasi dengan baik
36
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Sebelum pengumpulan dara peneliti memperkenalkan diri pada subjek penelitian dan menunjukkan surat izin meneliti, membina hubungan saling percaya dengan responden dan memberi informasi kepada responden tentang tujuan penelitian serta mempersilahkan responden menanda tangani surat persetujuan (bila bersedia menjadi responden) penelitian dilakukan dengan wawancara dan studi dokumentasi. Responden yang ada diwawancarai oleh peneliti satu persatu. Setiap jawaban yang diberikan responden, diisi oleh peneliti dengan memberi tanda silang pada pilihan jawaban yang disediakan. 4.5 Teknik Pengolahan dan Analisa Data 4.5.1
Teknik Pengolahan Data a. Penyuntingan data ( editing)
Melakukan pengecekan terhadap isian kuesioner apakah sudah
jawaban yang
dibuat sudah lengkap, jelas dan jawaban sudah relevan dengan
pertanyaan. a. Pengkodean data ( coding)
Memberikan kode pada setiap informasi yang sudah terkumpul pada setiap pertanyaan dalam kuesioner untuk memudahkan dalam
mengolah data.
Jawaban yang benar Untuk pertanyaan pengetahuan, jawaban benar diberi nilai 1 dan salah diberi nilai 0. Pernyataan sikap dan motivasi digunakan dengan standar Likert, dimana nilai pernyataan positif untuk sangat setuju nilai 4, setuju nilai 3, tidak setuju 2 dan sangat tidak setuju 1 sedangkan
37
nilai pernyataan negatif untuk sangat tidak setuju 4, setuju nilai 3, Tidak setuju nilai 2, setuju nilai 1. b. Pemprosesan data ( E ntery Data)
Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar, dan juga sudah melewati pengkodingan, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar dapat dianalisa. Pemprosesan data dilakukan secara manual dengan menggunakan master tabel yang telah dibuat terdiri dari baris dan kolom. c. Pembersihan data ( Cleaning)
1) Data yang telah dimasukkan dicek kembali untuk memastikan data tersebut telah bersih dari kesalahan 4.5.2 Analisa Data 4.5.2.1 Analisa Univariat
Analisa univariat adalah analisis yang dilakukan untuk satu variabel atau analisa yang dilakukan tiap variabel dari hasil penelitian (Notoatmodjo, 2005). Analisa univariat adalah analisa yang dilakukan pada masing-masing variabel dengan menggunakan statistik deskriptif yaitu distribusi frekuensi dan persentase dengan menggunakan rumus (Arikunto, 2000:230) Data variabel yang sudah dikelompokkan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan kemudian diinterpretasikan, dicari rata-rata setiap variabel. (Hasan, 2003:72) 4.5.2.2 Analisa Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas (tingkat pengetahuan dan dukungan keluarga) dengan variabel terikat
38
(pemanfaatan posyandu) dan odds ratio (OR). Untuk membuktikan ada tidaknya hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan motivasi dengan keaktifan lansia mengikuti senam melalui perhitungan uji chi-square dengan derajat kepercayaan 95% (p < 0.05). Hasil analisis dinyatakan bermakna apabila nilai p < 0.05. 4.6 Pertimbangan Etik
Untuk menjamin bahwa responden yang menjadi subjek penelitian tidak mendapatkan paksaan dan atas dasar sukarela, maka sebelum penelitian diberikan penjelasan tentang tujuan penelitian dan cara penggunaannya. Responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan pada informed consent (terlampir ) demi terjaminya kerahasiaan data yang diberikan. 4.7
Prosedur Penelitian
4.7.1 Tahap Pra Penelitian
4.7.1.1 Memilih lahan penelitian 4.7.1.2 Melakukan studi pendahuluan untuk mencari permasalahan 4.7.1.3 Menyusun proposal penelitian dan instrumen penelitian yang dibimbing oleh dosen pembimbing 4.7.1.4 Seminar proposal 4.7.2
Tahap Persiapan
4.7.2.1 Menyusun instrument ( kuesioner penelitian ) 4.7.2.2 Revisi instrument pengumpulan data 4.7.2.3 Perbanyak instrument pengumpulan dan tahap pelaksanaan
39
4.7.3
Tahap Pelaksanaan
4.7.3.1 Penjelasan tujuan penelitian pada responden 4.7.3.2 Menyampaikan informed consent pada responden 4.7.3.3 Wawancara penelitian dengan responden 4.7.3.4 Pengolahan dan melakukan analisa data 4.7.3.5 Penyusunan laporan penelitian 4.7.3.6 Sidang hasil penelitian
40
BAB V HASIL PENELITIAN
Penelitian ini tentang hubungan pengetahuan, sikap dan motivasi lansia dengan keaktifan dalam mengikuti senam oleh lansia di posyandu lansia Ambun Pagi Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok yang dilaksanakan pada tanggal 22 dan 30 April 2013. 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Posyandu lansia Ambun pagi Kelurahan Tanjung Paku Wilayah kerja Puskesmas Tanjung Paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok ini berbatasan dengan: a. Di sebelah utara
: Kelurahan Nan Balimo
b. Di sebelah Selatan
: Kelurahan PPA
c. Di sebelah Barat
: Kelurahan Laing
d. Di sebelah Timur
: Kelurahan Kp. Jawa
5.2 Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, pekerjaan dan pendidikan responden. Untuk lebih jelasnya berikut akan diuraikan masing-masing karakteristik responden tersebut.
41
5.2.1
Pendidikan Responden
Pendidikan responden dikelompokan menjadi pendidikan dasar (SD dan SLTP), pendidikan menengah (SMU, SMK / sederajat), pendidikan tinggi (perguruan tinggi dan sederajat). distibusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan di Posyandu Ambun Pagi Kelurahan Tanjung Paku Wilayah kerja Puskesmas Tanjung paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok tahun 2013
Pendidikan
f
%
Pendidikan dasar
41
85,4
Pendidikan menengah
7
14,6
48
100
Jumlah
Dari tabel 5.1 dapat dilihat bahwa sebagian besar (85,4%) responden memiliki latar belakang pendidikan dasar. 5.2.3 Pekerjaan Responden
Pekerjaan responden terdiri dari ibu rumah tangga (tidak bekerja), PNS, swasta, tani dan dagang. Untuk lebih jelasnya tabel berikut memperlihatkan distibusi frekuensi pekerjaan responden.
42
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Posyandu Ambun Pagi Kelurahan Tanjung Paku Wilayah kerja Puskesmas Tanjung paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok tahun 2013
Pekerjaan
f
%
Dagang
10
20,8
Tani / buruh
17
35,4
Tidak bekerja (IRT)
21
43,8
70
100
Jumlah
Dari tabel 5.2 dapat dilihat kurang dari sebagian (43,8 %) responden berprofesi sebagai ibu rumah tangga (tidak bekerja). 5.3 Analisa Univariat a. Pengetahuan Lansia Tentang Senam Lansia
Nilai rata- rata untuk variabel pengetahuan adalah 5 dengan nilai terendah 2 dan nilai tertinggi 9. Apabila nilai responden ≥ 5 dikategorikan pengetahuan tinggi dan bila < 5 dikategorikan pengetahuan rendah. Distribusi pengetahuan responden dapat dilihat pada tabel berikut ini:
43
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Lansia Di Posyandu Ambun Pagi Kelurahan Tanjung Paku Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok Tahun 2013
Pengetahuan
f
%
Rendah
28
58,3
Tinggi
20
41,7
Jumlah
48
100
Dari tabel 5.3 dapat dilihat lebih dari sebagian (58,3 %)
responden
mempunyai pengetahuan tinggi tentang senam lansia. b. Sikap Lansia Tentang Senam Lansia
Nilai rata- rata untuk variabel sikap adalah 37 dengan nilai terendah 30 dan nilai tertinggi 46. Apabila nilai responden ≥ 37 dikategorikan sikap positif dan bila < 37 dikategorikan sikap negatif. Distribusi sikap responden dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Lansia Di Posyandu Ambun Pagi Kelurahan Tanjung Paku Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok Tahun 2013
Sikap
f
%
Positif
27
56,2
Negatif
21
43,8
Jumlah
48
100
Dari tabel 5.4 dapat dilihat lebih dari sebagian (56,2%) mempunyai sikap positif terhadap senam lansia.
44
responden
c. Motivasi Lansia Tentang Senam Lansia
Nilai rata- rata untuk variabel motivasi adalah 18 dengan nilai terendah 15 dan nilai tertinggi 25. Apabila nilai responden ≥ 18 dikategorikan motivasi tinggi dan bila < 25 dikategorikan motivasi rendah. Distribusi motivasi responden dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Motivasi Lansia Di Posyandu Ambun Pagi Kelurahan Tanjung Paku Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok Tahun 2013
Motivasi
f
%
Tinggi
33
68,8
Rendah
15
31,2
Jumlah
48
100
Dari tabel 5.5 dapat dilihat lebih dari sebagian (68,8%) mempunyai motivasi tinggi terhadap senam lansia.
45
responden
d. Keaktifan Senam Lansia Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keikutsertaan Senam Lansia Di Posyandu Ambun Pagi Kelurahan Tanjung Paku Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok Tahun 2013
Keaktifan senam
f
%
Aktif
23
47,9
Tidak Aktif
25
52,1
Jumlah
48
100
Dari tabel 5.6 dapat dilihat lebih dari sebagian (52,1 %) responden tidak aktif dalam kegiatan senam lansia. 5.3.2 Analisa bivariat a.
Hubungan Pengetahuan Dengan Keaktifan Senam Lansia
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Hubungan Pengetahuan Dengan Keikutsertaan Senam Lansia Di Posyandu Ambun Pagi Kelurahan Tanjung Paku Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok Tahun 2013
Keaktifan Senam Lansia Pengetahuan
Tidak aktif
Aktif
Total
f
%
f
%
f
%
Rendah
20
71,4
8
28,6
28
100
Tinggi
5
25
15
75
20
100
Jumlah
25
52,1
23
47,9
48
100
p value = 0,004
OR = 7,5
46
Berdasarkan tabel 5.7 dapat dilihat bahwa dari 28 responden yang mempunyai pengetahuan rendah, sebagian besar (71,4%) responden tidak aktif melaksanakan senam lansia, sedangkan dari 20 responden yang mempunyai pengetahuan tinggi sebagian kecil (25%) responden tidak aktif melaksanakan senam lansia. Hasil uji statistik diperoleh hasil bahwa nilai pvalue = 0,004 ≤ 0,05, artinya terdapat hubungan antara pengetahuan responden dengan keaktifan senam lansia. Nilai Odds Ratio (OR) dalam analisa bivariat antara pengetahuan dengan keaktifan senam lansia adalah 7,5 Nilai OR ini menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan rendah memiliki peluang tidak aktif senam lansia, yaitu sebesar 7,5 kali dibandingkan dengan responden yang mempunyai pengetahuan tinggi. b.
Hubungan Sikap Dengan Keaktifan Senam Lansia
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Hubungan Sikap Dengan Keikutsertaan Senam Lansia Di Posyandu Ambun Pagi Kelurahan Tanjung Paku Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok Tahun 2013
Keaktifan Senam Lansia Sikap
Tidak aktif
Aktif
Total
f
%
f
%
f
%
Negatif
15
71,4
6
28,6
21
100
Positif
10
37
17
63
27
100
Jumlah
25
52,1
23
47,9
48
100
p value = 0,038
OR = 4,25
47
Berdasarkan tabel 5.8 dapat dilihat bahwa dari 21 responden yang mempunyai
sikap
negatif,
sebagian
besar
(71,4%)
responden
tidak
aktif
melaksanakan senam lansia, sedangkan dari 27 responden yang mempunyai sikap positif sebagian kecil (37%) responden tidak aktif melaksanakan senam lansia. Hasil uji statistik diperoleh hasil bahwa nilai pvalue = 0,038. ≤ 0,05, artinya terdapat hubungan antara sikap responden dengan keaktifan senam lansia. Nilai Odds Ratio (OR) dalam analisa bivariat antara sikap dengan keaktifan senam lansia adalah 4,25 Nilai OR ini menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki sikap negatif memiliki peluang tidak aktif senam lansia, yaitu sebesar 4,25 kali dibandingkan dengan responden yang mempunyai sikap positif. c.
Hubungan Motivasi Dengan Keaktifan Senam Lansia
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Hubungan Motivasi Dengan Keikutsertaan Senam Lansia Di Posyandu Ambun Pagi Kelurahan Tanjung Paku Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok Tahun 2013
Keaktifan Senam Lansia Motivasi
Tidak aktif
Aktif
Total
f
%
f
%
f
%
Rendah
13
86,7
2
13,3
15
100
Tinggi
12
36,4
21
63,6
33
100
Jumlah
25
52,1
23
47,9
48
100
p value = 0,003
OR = 11,4
Berdasarkan tabel 5.9 dapat dilihat bahwa dari 15 responden yang mempunyai motivasi rendah, sebagian besar (86,7%) responden tidak aktif
48
melaksanakan senam lansia, sedangkan dari 33 responden yang motivasi tinggi sebagian kecil (36,4%) responden tidak aktif melaksanakan senam lansia. Hasil uji statistik diperoleh hasil bahwa nilai pvalue = 0,003 ≤ 0,05, artinya terdapat hubungan antara motivasi responden dengan keaktifan senam lansia. Nilai Odds Ratio (OR) dalam analisa bivariat antara motivasi dengan keaktifan senam lansia adalah 11,4 Nilai OR ini menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki motivasi rendah memiliki peluang tidak aktif senam lansia, yaitu sebesar 11,4 kali dibandingkan dengan responden yang mempunyai motivasi tinggi.
49
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Hubungan Pengetahuan Lansia Dengan Keaktifan Senam Lansia
Hasil penelitian setelah uji statistik diperoleh hasil bahwa nilai pvalue = 0,004 ≤ 0,05, artinya terdapat hubungan antara pengetahuan responden dengan keaktifan senam lansia. Nilai Odds Ratio (OR) dalam analisa bivariat antara pengetahuan dengan keaktifan senam lansia adalah 7,5 Nilai OR ini menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan rendah memiliki peluang tidak aktif senam lansia, yaitu sebesar 7,5 kali dibandingkan dengan responden yang mempunyai pengetahuan tinggi. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan itu terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui alat indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Dalam penelitian ini pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang senam lansia (Notoatmodjo, 2003:127). Peningkatan
pengetahuan
memiliki
hubungan
yang
positif
dengan
perubahan perilaku. Dimana pengetahuan dapat diperoleh melalui pendidikan dan penyuluhan-penyuluhan kesehatan. Hal ini bisa didapatkan juga dengan membaca buku dan mendengarkan televisi, radio, juga dapat diperoleh melalui pengamatan berupa penglihatan, penciuman dan raba. Selain itu pengetahuan juga dapat diperoleh
50
melalui institusi pendidikan. Dimana institusi pendidikan merupakan tempat diselenggarakannya
proses
belajar
mengajar
secara
formal,
dimana
terjadi
transformasi ilmu pengetahuan dari para guru atau pengajar kepada anak didiknya. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi kemampuan penyerapan informasi. Informasi inilah yang menjadi pengetahuan bagi seseorang. (Notoatmodjo, 2007:127) Kenyataan ditemukan di lapangan sebagian kecil (28,6 %) responden mempunyai pengetahuan rendah, tapi aktif senam lansia hal ini dikarenakan responden tinggal dekat dengan tempat pelaksanaan senam lansia sehingga jika lansia tidak datang selalu dijemput oleh kader atau diingatkan oleh anggota keluarga. Dan sebagian kecil responden yang mempunyai pengetahuan tinggi tapi tidak aktif senam lansia, hal ini disebabkan karena responden sering tidak ada di rumah sehingga pada waktu pelaksanaan senam lansia responden tidak dapat menghadirinya. 6.2. Hubungan Sikap Lansia Dengan Keaktifan Senam Lansia
Hasil penelitian setelah uji statistik diperoleh hasil bahwa nilai pvalue = 0,038 ≤ 0,05, artinya terdapat hubungan antara sikap responden dengan keaktifan senam lansia. Nilai Odds Ratio (OR) dalam analisa bivariat antara sikap dengan keaktifan senam lansia adalah 4,25 Nilai OR ini menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki sikap negatif memiliki peluang tidak aktif senam lansia, yaitu sebesar 4,25 kali dibandingkan dengan responden yang mempunyai sikap positif Menurut Sunaryo (2004:27) Sikap adalah “respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat intern maupun ektern sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup tersebut”. Dan menurut Notoatmodjo (2007: 142) sikap 51
merupakan suatu reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain; orang yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi suatu objek. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata, hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, diantaranya prilaku normal, kebiasaan nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup dan kebudayaan. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. Kenyataan ditemukan di lapangan sebagian kecil (28,6 %) responden mempunyai sikap negatif, tapi aktif senam lansia hal ini dikarenakan responden tinggal dekat dengan tempat pelaksanaan senam lansia sehingga jika lansia tidak datang selalu dijemput oleh kader atau diingatkan oleh anggota keluarga. Dan sebagian kecil responden yang mempunyai sikap positif tapi tidak aktif senam lansia, hal ini disebabkan karena responden sakit sehingga tidak mampu mealakukan senam lansia. 6.3. Hubungan Motivasi Lansia Dengan Keaktifan Senam Lansia
Hasil penelitian setelah uji statistik diperoleh hasil bahwa nilai pvalue = 0,003 ≤ 0,05, artinya terdapat hubungan antara motivasi responden dengan keaktifan senam lansia. Nilai Odds Ratio (OR) dalam analisa bivariat antara motivasi dengan keaktifan senam lansia adalah 11,4 Nilai OR ini menjelaskan bahwa seseorang yang
52
memiliki motivasi rendah memiliki peluang tidak aktif senam lansia, yaitu sebesar 11,4 kali dibandingkan dengan responden yang mempunyai motivasi tinggi Menurut Purwanto (1999) motivasi adalah semua penggerak, alasan – alasan atau dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan seseorang berbuat sesuatu. Motivasi itu timbul karena adanya suatu kebutuhan atau keinginan yang harus dipenuhi. Keinginan itu akan mendorong individu untuk melakukan suatu tindakan, agar tujuannya tercapai serta motivasi adalah dorongan penggerak untuk mencapai tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari. Motivasi dapat timbul dari dalam diri individu atau datang dari lingkungan (Sunaryo 2004,p.7). Kenyataan yang ditemui di lapangan lebih dari sebagian (13,3 %) responden mempunyai motivasi rendah dan aktif senam lansia hal ini disebabkan karena responden sudah mendapat informasi dan penyuluhan dari pihak – pihak terkait seperti pembina posyandu yang ada tentang pentingnya mengahadiri senam lansia setiap bulannya sehingga meningkatkan keinginan lansia untuk menghadiri senam lansia, dan sebagian kecil responden yang mempunyai motivasi tinggi tapi tidak aktif senam lansia hal ini disebabkan karena responden mengasuh cucu dan lupa jadwal senam lansia sehingga pada waktu pelaksanaan posyandu responden tidak dapat menghadirinya.
53
BAB VI PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan pada penelitian ini dengan 48 responden yaitu lansia di Posyandu Ambun Pagi Kelurahan Tanjung Paku Wilayah kerja Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok
tahun 2013, dapat ditarik
kesimpulan: 1. Lebih dari sebagian (58,3 %) tentang
responden mempunyai pengetahuan tinggi
senam lansia di Posyandu Ambun Pagi Kelurahan Tanjung Paku
Wilayah kerja Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok tahun 2013. 2. Lebih dari sebagian (56,2%) responden mempunyai sikap positif terhadap senam lansia di Posyandu Ambun Pagi Kelurahan Tanjung Paku Wilayah kerja Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok tahun 2013 3. Lebih dari sebagian (68,8%) responden mempunyai motivasi tinggi terhadap senam lansia di Posyandu Ambun Pagi Kelurahan Tanjung Paku Wilayah kerja Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok tahun 2013. 4. Lebih dari sebagian (52,1 %) responden tidak aktif dalam kegiatan senam lansia di Posyandu Ambun Pagi Kelurahan Tanjung Paku Wilayah kerja Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok tahun 2013
54
5. Ada hubungan antara pengetahuan lansia dengan keaktifan senam lansia di Posyandu Ambun Pagi Kelurahan Tanjung Paku Wilayah kerja Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok tahun 2013 6. Ada hubungan antara sikap lansia dengan keaktifan senam lansia di Posyandu Ambun Pagi Kelurahan Tanjung Paku Wilayah kerja Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok tahun 2013 7. Ada hubungan antara motivasi lansia dengan keaktifan senam lansia di Posyandu Ambun Pagi Kelurahan Tanjung Paku Wilayah kerja Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok tahun 2013 7.2 Saran
Untuk meningkatkan keikutsertaan lansia mengikuti senam lansia di Posyandu Ambun Pagi Kelurahan Tanjung Paku Wilayah kerja Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok tahun 2013, peneliti menyarankan : Diharapkan pada kader posyandu lansia untuk selalu mengingatkan kepada lansia I hari sebelum kegiatan senam dan juga kepada pengelola program senam lansia untuk lebih memotivasi lansia ikut serta dalam senam lansia dengan cara mengadakan kegiatan lomba senam lansia minimal 1 kali enam bulan.
55