LAPORAN KASUS OBSTETRI KETUBAN PECAH DINI
OLEH : Muhammad Fadillah H1A 007 041
PEMBIMBING :
dr. I Made Putra Juliawan, Sp.OG
KEPANITERAAN KLINIK SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2014 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan kasus yang berjudul “Ketuban Pecah Dini” Dini” ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan dari SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Provinsi NTB. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis: 1. dr.I Made P. Juliawan, Sp.OG, selaku pembimbing laporan kasus ini. 2. dr. Agus Thoriq, Sp.OG, selaku Kepala Bagian/ SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP NTB. 3. dr. H. Doddy A.K., Sp.OG (K), selaku supervisor. 4. dr. Edi Prasetyo Wibowo, Sp.OG, selaku supervisor. 5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis. Penulis
menyadari
bahwa
dalam
penulisan
laporan
kasus
ini
masih
banyak
kekurangan.Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari sebagai dokter.
Mataram, Agustus 2014
Penulis
2
BAB I PENDAHULUAN
Angka Kematian Ibu waktu melahirkan (AKI) di Indonesia sangat tinggi sekali yaitu 307 per 100.000 kelahiran. AKI yang tinggi ini membuat Indonesia berada di peringkat atas di Asia. Beberapa negara ASEAN kondisinya jauh lebih baik yaitu Vietnam 160 per 100.000 kelahiran hidup; Malaysia 36 dan Singapura 6. Tingginya AKI di Indonesia Indonesia ternyata sebagian besar 1
karena perdarahan (40%), kekurangan gizi, infeksi dan masalah akses pelayanan kesehatan . Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih kontroversial dalam kebidanan. KPD sering kali menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi, terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan 2
kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif . Beberapa hasil penelitian menunjukkan insiden KPD yang bervariasi, yakni berkisar antara 8-10% dari semua kehamilan
3,4
. Dilaporkan juga bahwa angka kejadian KPD lebih
banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95%, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 5
34% semua kekahiran prematur . Sering terjadi dilemma pada pengelolaan KPD, dimana harus segera bersikap aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya akan ak an meningkatkan ke mungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup 5,6,7
. Protokol pengelolaan yang optimal harus mempertimbangkan pencegahan infeksi, umur
kehamilan, dan faktor-faktor lain seperti fasilitas serta kemampuan untuk merawat bayi yang kurang bulan. Meskipun tidak ada satu protokol pengelolaan yang dapat untuk semua kasus KPD, tetapi harus ada panduan pengelolaan yang strategis, yang dapat mengurangi mortalitas 1
perinatal dan dapat menghilangkan komplikasi yang berat baik pada anak maupun pada ibu .
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Selaput Ketuban
Setelah minggu pertama (hari 7-8), sel-sel trofoblas yang terletak di atas embrioblas yang berimplantasi di endometrium dinding uterus, mengadakan proliferasi dan berdiferensiasi 3
menjadi dua lapis yang berbeda : 1. Sitotrofoblas Sitotrofoblas terdiri dari selapis sel kuboid, batas jelas, inti tunggal, di sebelah dalam (dekat embrioblas) 2. Sinsitiotrofoblas Sinsitiotrofoblas terdiri dari selapis sel tanpa batas jelas, di sebelah luar (berhubungan dengan stroma endometrium). Di antara massa embrioblas dengan lapisan sitotrofoblas terbentuk suatu celah yang makin lama makin besar, yang nantinya akan menjadi rongga amnion. Dengan berlanjutnya 3
kehamilan, rongga ini tertutup akibat persatuan membran amnion dan membran korion . Membran amnion berasal dari ektoderm yang melapisi cavitas amniotica, merupakan lapisan epitel monoselular dengan ketebalan 0,02-0,05 mm dan avaskular. Jaringan ikat dibawah epitel ini mengandung kolagen yang padat. Korion merupakan lapisan epitel tersusun atas sel-sel kuboid dengan ketebalan 2-10 mm, menempel dan mendapat vaskularisasi dari desidua basalis. Pada umur kehamilan lanjut, karena fetus yang sedang berkembang bertumbuh besar maka cavitas amniotica didorong keluar terus-menerus sampai cavitas uteri terisi sehingga akan terjadi penyatuan amnion dan korion membentuk membran amniokorion. Produksi rata-rata air ketuban 16-42 ml per jam. Struktur membran ini menjadi lebih kuat terhadap kerusakan dan akan pecah pada saat proses persalinan berlangsung akibat kontraksi uterus. Amnion aterm berupa membran yang tipis dan transparan (bening) tetapi sangat kuat, yang dapat dikelupas dari korion sampai daerah insersi funiculus umbilicalis. Membran amnion terssebut melanjutkan diri untuk menutupi funiculus umbilicalis sampai seluruh panjangnya dan kemudian melanjutkan diri dengan kulit fetus pada umbilicus.
4
Gambar 2.1. Lapisan-lapisan (mikroskopik) selaput ketuban Selaput amnion merupakan jaringan avaskular yang lentur tetapi kuat. Bagian dalam selaput yang berhubungan
dengan cairan merupakan
jaringan sel kuboid
yang asalnya ektoderm.
Jaringan ini berhubungan dengan lapisan interstisial mengandung kolagen I,III, dan IV. Bagian luar dari selaput ialah jaringan mesenkim yang berasal dari mesoderm. Lapisan amnion ini berhubungan dengan korion laeoe Lapisan dalam amnion merupakan mikrovili yang berfungsi mentransfer cairan dan metabolik. Lapisan ini menghasilkan zat penghambat metalloproteinase-l6. Sel mesenkim berfungsi menghasilkan kolagen sehingga selaput menjadi lentur dan kuat7. Di samping
itu, jaringan
tersebut menghasilkan
sitokin
IL-6,
IL-8, MCP-1 (monosit
cbernoattractant ?rotein-l); zat iru bermanfaat untuk melawan bakteri. Di samping itu, selaput amnion menghasilkan zat vasoaktif:
endotelin-1 (vasokonstriktor), dan PHRP
(paratlryroid
bormone rekted protein), suatu vasorelaksans,T. Dengan demikian, selaput amnion mengatur peredaran darah dan tonus pembuluh lokal.
5
Selaput amnion juga meliputi tali pusat. Sebagian cairan akan berasal pula dari difusi pada tali pusat. Pada kehamilan kembar dikorionik-diamniotik terdapat selaput amnion dari masingmasing yang bersatu. Namun, ada jaringan korion laeue di tengahnya (pada USG tampak sebagai huruf Y, pada awal kehamilan); sedangkan
pada kehamilan kembar dikorion
monoamniotik (kembar satu telur) tidak akan ada jaringan korion di antara kedua amnion (pada USG tampak gambaran huruf T). Masalah
pada klinik ialah pecahnya
perokok dan
infeksi
ketuban berkaimn
dengan
terjadi pelemahan pada ketahanan selaput
kekuatan selaput. sehingga
Pada
pecah. Pada
kehamilan normal hanya ada sedikit makrofag. Pada saat kelahiran leukosit akan masuk ke dalam cairan amnion sebagai reaksi terhadap peradangan. Pada kehamilan normaltidak ada IL-IB, tetapi pada persalinan preterm
IL-IB akan ditemukan. Hal
ini berkaitan
dengan
terjadinya infeksiT. Sejak awal kehamilan cairan amnion telah dibentuk. Cairan amnion merupakan pelindung dan bantalan untuk proteksi
sekaiigus
menunjang
pertumbuhan. Osmolalitas, kadar
natrium,
ureum, kreatinin tidak berbeda dengan kadar pada serum ibu, artinya kadar di cairan amnion merupakan hasil difusi dari ibunya. Cairan amnion mengandung banyak sel janin (lanugo, verniks kaseosa). Fungsi cairan amnion yang juga penting ialah menghambat bakteri karena mengandung zat seperti fosfat dan seng.. 2.2. Cairan Ketuban
Di dalam ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari lapisan amnion dan korion terdapat liquor amnii (= air ketuban). Cairan amnion disekresikan ke dalam kantong amnion oleh sel-sel amnion yang terletak pada plasenta. Cairan ini mengandung 99% air dan kuantitas meningkat selama kehamilan. pada kantong amnion cairan ini ditelan oleh janin. Kebanyakan cairan yang tertelan diabsorpsi oleh villi usus janin dan masuk kedalam sirkulasi janin. Dalam sirkulasi pertukaran cairan ini kebanyakan dilakukan plasenta, tetapi sejumlah kecil kembali ke dalam kantong amnion dengan cara transudasi melalui kulit janin. Pada 8
kehamilan trimester III urinasi janin menambah jumlah cairan amnion dalam kehamilan . Menurut Lehn, jumlah air ketuban yang normal pada primigravida adalah 1 liter; pada multigravida sebanyak 1,5 liter; dan sebanyak-banyaknya yang masih dalam batas normal 6
adalah 2 liter berat jenis: 1,007 - 1,025. warna: putih kekeruhan karena adanya lanugo dan verniks kaseosa. Asal air ketuban adalah dari fetal urin, transudasi dari darah ibu, sekresi dari epitel amnion, dan a mixed origin. Air ketuban mempunyai fungsi: (1) melindungi janin terhadap trauma dari luar; (2) memungkinkan janin bergerak dengan bebas; (3) melindungi suhu tubuh janin; (4) meratakan tekanan di dalam uterus pada partus, sehingga serviks membuka; dan (5) membersihkan jalan lahir – jika ketuban pecah – dengan cairan yang steril, dan mempengaruhi keadaan di dalam vagina, sehingga bayi kurang mengalami infeksi. Pecah ketuban merupakan proses yang pasti akan dilalui setiap wanita yang melahirkan. Ada dua macam pecah ketuban: 1. Pecah ketuban posisi atas Pada pecah ketuban posisi atas, selaput yang robek adalah yang jauh dari mulut rahim, dan hanya menyebabkan basahnya celana dalam, dan sulit membedakan apakah ini air seni yang bocor atau air ketuban. 2. Pecah ketuban total Pada pecah ketuban total, selaput yang robek adalah yang berada dekat mulut rahim, dan banyak air ketuban yang keluar.
Cairan ketuban dapat didentifikasi dengan mengukur PH-nya (dengan kertas lakmus atau test strip pengukur PH). PH vagina 4.5-5.5, PH air ketuban (7-7,5) gabungan keduanya terukur dengan PH 6-6.2. Dengan kertas lakmus warna merahnya akan berubah jadi biru. Pemeriksaan dibawah mikroskop memperlihatkan gambaran pakis. Secara klinik cairan
amnion akan dapat bermanfaat
untuk deteksi dini kelainan
kromosom dan kelainan DNA dari 12 minggu sampai 20 minggu. Cairan amnion yang terlalu banyak disebut polihidramnion (> 2 liter) yang mungkin berkaitan
dengan diabetes
atau
trisomi
18. Sebaliknya,
cairan yang kurang disebut
oligohidramnion yang berkaitan dengan kelainan ginjal janin, trisomi 21, atat 13, atau hipoksia janin. Oligohidramnion dapat dicurigai bila terdapat kantong amnion yang kurang dari2x2 cm,atau indeks cairan pada 4 kuadran kurang dari 5 cm. Setelah 38 minggu volume akan berkurang, tetapi pada postterm oligohidramnion merupakan penanda serius apalagi bila bercampur mekonium. 7
Pada cairan amnion juga terdapat alfa feto protein (AFP) yang berasal dari janin, sehingga dapat dipakai untuk menentukan defek tabung saraf. Mengingat AFP cukup spesifik, pemeriksaan serum
ibu dapat dilakukan
pada
kehamilan
trimester 2. Namun, sangat
disayangkan kelainan tersebut terlambat diketahui. Sebaliknya, kadar AFP yang rendah, estriol, dan kadar tinggi hCG merupakan penanda sindrom Down. Gabungan penanda meningkatkan
tersebut
likelibood ratio menjadi
dengan
60 % untuk
usia
ibu > 35 tahun akan mampu
deteksi sindrom
Downs. Gabungan
dengan penanda PAPP-A dan pemeriksaan nucbal translucency (NT) yaitu pembengkakan kulit leher janin > 3 mm pada usia kehamilan 10 - 14 minggu memungkinkan deteksi sindrom Down lebih dini. Pada akhir kehamilan dan persalinan terjadi peningkatan corticotropin-releasingbormone (CRH), sehingga diduga hormon ini (dihasilkan di hipotalamus, adrenal, plasenta, korion, selaput amnion) berperan pada persalinan.
8
2.3. Definisi Ketuban Pecah Dini (KPD)
Ketuban pecah dini (KPD) atau spontaneous/early/premature rupture of the membrane (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat sebelum inpartu atau selaput ketuban pecah 1 jam kemudian tidak diikuti tanda-tanda awal persalinan (tanpa melihat umur 3
kehamilan).
Ketuban pecah dini (KPD) dapat merangsang onset persalinan preterm, dengan atau tanpa faktor-faktor penyebab lainnya (Derek). Sekitar 5-8% kejadian ketuban pecah dini, lima persen diantaranya segera diikuti oleh persalinan dalam 5-6 jam, sekitar 95% diikuti oleh persalinan dalam 72-95 jam, dan selebihnya memerlukan tindakan konsersatif atau aktif dengan menginduksi persalinan atau operatif (Maman). Bila periode laten terlalu panjang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi infeksi yang dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak (mochtar): 2.4. Etiologi Dan Faktor Resiko Ketuban Pecah Dini (KPD)
Etiologi KPD tidak diketahui secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Berikut beberapa faktor yang dapat mengakibatkan kejadian ketuban pecah dini : 1. Faktor umum
2.
3.
4.
a.
Infeksi STD
b.
Faktor sosial : perokok, peminum, keadaan sosial ekonomi rendah
Faktor keturunan a.
Kelainan genetik
b.
Faktor rendahnya vitamin C dan ion Cu dalam serum
Faktor obstetrik a.
Overdistensi uterus: kehamilan kembar, hidramnion
b.
Faktor obstetrik : serviks inkompeten, serviks konisasi, CPD
Tidak diketahui
9
2.5 Mekanisme Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dalan persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior mudah pecah, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesus dan degradasi ekstraseluler matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolsgen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebaibkan selaput ketuban pecah. Faktor risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah : -
Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen
-
Kekurangan tembaga dan adam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur abnormal karena antara lain merokok. Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang dihambat oleh
inhibitor jaringan spesifikdan inhibitor protease. Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraselulerdan membran janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis di mana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi ketuban pecah dini. Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhirterjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh fakyor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini prematur sering terjadi pada polihidroamnion, inkompetensi serviks, solusio plasenta.
10
2.6 Diagnosis Ketuban Pecah Dini (KPD)
Diagnosis KPD didasarkan pada riwayat hilangnya cairan vagina dan pemastian adanya cairan amnion dalam vagina. Inkontinensi urine episodik, leukorea, atau hilangnya sumbat lendir harus disingkirkan. Penanganan pada pasien yang memiliki riwayat ini bergantung pada umur gestasi. Untuk pasien yang tidak dalam persalinan, apakah kurang bulan atau cukup bulan, tangan pemeriksa tidak boleh dimasukkan ke dalam vagina karena terdapat risiko masuknya infeksi dan periode masa laten yang biasanya lama dari waktu pemeriksaan hingga kelahiran. Pemeriksaan spekulum vagina yang steril harus dilakukan untuk memastikan diagnosis, menilai dilatasi dan panjang serviks, memperoleh biakan servikal dan contoh cairan 6
amnion untuk uji kematangan paru (pada pasien kurang bulan) . Pemastian diagnosis dapat dilakukan dengan: (1) Menguji cairan dengan kertas lakmus (litmus), yang akan berubah biru bila terdapat cairan amnion, dan (2) menempatkan contoh bahan pada suatu kaca objek mikroskopik, dikeringkan di udara, dan memeriksa untuk mencari 6
ada tidaknya gambaran seperti pakis .
Gambar 2.3. Gambaran pakis pada pemeriksaan Mikroskopis air ketuban Hasil-hasil positif palsu dari uji lakmus terjadi bila terdapat urine, darah, atau lendir serviks. Bila terdapat darah, biasanya ditemukan pada pasien yang juga dalam persalinan dini, polanya mungkin tampak berupa skeleonisasi. Seperti pada persalinan kurang bulan dengan selaput ketuban yang utuh, pemeriksaan ultrasonik lengkap harus dilakukan untuk 6
menyingkirkan anomali janin dan untuk menilai umur gestasi dan volume cairan amnion .
11
2.7
Diagnosis Banding Ketuban Pecah Dini (KPD)
Diferensial diagnosis KPD dijelaskan dalam tabel 2.1 dibawah ini Tabel 2.1. Diferensial diagnosis ketuban pecah din i (KPD) Gejala dan Tanda yang Selalu ada
Gejala dan Tanda yang Kadang ada
Diagnosis mungkin
Keluar cairan ketuban
Ketuban pecah tiba-tiba Cairan tampak di introitus Tidak ada his dlm 1 jam Riwayat keluar air Uterus menyempit DJJ cepat Perdarahan pervaginam sedikitsedikit Gatal, keputihan, Nyeri perut, Disuria
KPD
Nyeri perut, gerak janin berkurang, perdarahan banyak
Perdarahan ante partum
Cairan vagina berbau Demam/menggigil Nyeri perut
Cairan vagina berbau Tidak ada riwayat ketuban pecah Cairan vagina berdarah
Amnionitis
Vaginitis/ Servisitis
12
2.8
Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini (KPD)
Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak ahan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari). Jika umur kehamilan < 32 - 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak lagi keiuar. Jika usia kehamilan 32 - 37 minggu, belum inpanu, tidak ada infeksi, tes busa negatif
beri deksametason, observasi
tanda-tanda
infeksi, dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 - 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (saibutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 - 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda
infeksi (suhu, leukosit, tanda -tanda infeksi intrauterin). Pada usia
kehamilan 32 - 37 minggu berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2hari, deksametason I.M. 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25 pg - 50 pg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri. Bila skor pelvik < 5, lakukan
pematangan
serviks, kemudian
induksi.
Jika tidak
berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan.
Yang dimaksud terminasi adalah 1. Induksi persalinan dengan Oksitosin drip 5 IU dalam 500 cc Dekstrose 5% dimulai 8 tetes permenit, dinaikkan 4 tetes tiap 30 menit sampai his adekuat, maksimal 40 tetes per menit. 2. Seksio sesarea bila syarat oksitosin drip tidak terpenuhi atau oksitosin drip gagal. 3. induksi persalinan dinyatakan gagal bila dengan 2 botol ( masing-masing 5 IU dalam 500 cc Dekstrose 5%) belum ada tanda-tanda awal persalinan atau bila 12 jam belum keluar dari fase laten dengan tetesan maksimal.
13
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usai kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal. a. Persalinan prematur Setelah ketuban pecah biasanya segera disusuloleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan diantara 28-34 minggu 50% persalinan dlam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu. b. Infeksi risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dpat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketubah pecah dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten. c. Hipoksia dan asfiksia Dengan pecahanya ketuban terjadi oligohidroamnion yang menekan tali pusat sehingga terjadi asfiksia dan hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidroamnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat. d. Sindrom deformitas janin Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhabat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasia pulmoner.
2.10 Prognosis
Prognosis ketuban pecah dini (KPD) Sangat variatif bergantung maturitas paru dan ada atau tidaknya infeksi, pada usia kehamilan < 32 minggu semakin muda kelahiran semakin buruk prognosisnya.
14
BAB III LAPORAN KASUS
Masuk Rumah Sakit
: 02 Agustus 2014 pukul 09.00 Wita
Nomor Rekam Medis
: 543641
I. IDENTITAS
Nama
: Nyonya “H”
Umur
: 23 tahun
Agama
: Islam
Suku/Bangsa : Sasak Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: IRT
Nama Suami : Tuan “S” Suku/Bangsa : 25 tahun Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Sigerongan, Lombok Barat
II. ANAMNESIS Keluhan utama : Pasien datang dengan keluhan keluar air dari jalan lahirnya Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan puskesmas Sigerongan dengan G1P0A0L0 37 minggu/T/H/IU presentasi kepala dengan obs.inpartu + KPD. Pasien mengeluh keluar air dari jalan lahir sejak tanggal 1-8-2014 (20.00). pasien mengeluh nyeri perut sejak 02-08-2014 (03.00), keluar lendir dan darah dari jalan hair (-), dan pasien masih merasakan pergerakan janinnya.
Kronologi di Puskesmas Sigerongan Pasien datang ke Puskesmas Sigerongan pada tanggal 2 Agustus 2014 2012 pukul 01.30 15
Subjektif Pasien mengeluh nyeri perut dan nyeri pinggang sejak 02-8-2014 pukul 00.30. pasien juga mengeluh keluar lendir dan darah dari jalan lahir. Riwayat keluar air dari jalan lahir (+). Pergerakan janin (+). Objektif Status generalis: Baik Tekanan darah 120/70 mmHg Nadi 84 kali/menit Pernapasan 20 kali/menit Suhu 36.8°C Status obstetri Pemeriksaan Leopold L1 : bokong L2 : punggung di sebelah kiri L3 : kepala L4 : 4/5 TFU : 25 cm His : 1x10’-25” DJJ : 12-11-11 (136 kali/menit) VT : : Ø 2cm, eff 25%, ketuban (-), teraba kepala, HI, tidak teraba bagian terkecil janin dan tali pusat. Assessment G1P0A0 UK 37 minggu T/H/IU dengan obs.in partu + KPD Planning -
Injeksi Ampisilin 1 gram/IV
-
Rujuk ke RSUP NTB
16
HPHT: 13 – 12 – 2013 HTP: 20 – 08 – 2014 ANC: 7x, di Polindes dan ANC terakhir tanggal 03/07/2014. USG: Tidak Pernah Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat tekanan darah tinggi (-)
Riwayat kencing manis (-)
Riwayat penyakit paru (-)
Riwayat penyakit ginjal (-)
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti yang diderita pasien. Tidak ada riwayat hipertensi, DM, dan penyakit turunan lainnya. Riwayat kontrasepsi
Pasien tidak pernah menggunakan metode kontrasepsi apapun sebelumnya. Rencana kontrasepsi selanjutnya menggunakan IUD. Riwayat ginekologi
Pasien mendapatkan haid pertama pada usia 14 tahun, dengan siklus menstruasi teratur tiap bulan. Pasien telah menikah selama 1 tahun, dan ini merupakan pernikahan pertamanya. Pasien menikah pada usia 22 tahun. Riwayat obstetri
I.
Ini
II. PEMERIKSAAN FISIK DI RSU MATARAM 1. Status Generalis : •
Keadaan umum: baik
•
Kesadaran: CM
•
Vital Sign TD: 120/80 mmHg RR: 20 x/mnt 17
Nadi : 80x/mnt T: 36,7’C •
Mata : An -/-, Ikterus -/-
•
Jantung : S1, S2 tunggal,regular, murmur (-), gallop (-)
•
Paru : vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)
•
Ekstremitas : akral hangat, edema (-)
2. Status Obstetri:
L1 : Bokong
L2 : Punggung kanan
L3 :Kepala
L4 : 4/5
TBJ : 2945 g
His: 2x / 10’ ∞ 10”
DJJ: 12-12-12 (144 kali/menit)
VT : Ø 2 cm, penipisan. 25% ketuban (-) kering, teraba kepala, penurunan HI, denominator
TFU : 30cm
tidak jelas, tidak teraba bagian terkecil janin dan tali pusat.
Pelvic examination: -
Promontorium tidak teraba
-
Spina ischiadica not prominent
-
Os coccygeus mobile
-
Arcus pubic > 90
o
PS : -
Cervic dilatation 2 cm : 1
-
Cerviks length 3cm: 1
-
cerviks consistency soft: 1
-
Cerviks position mid: 1
-
Station H I: 1
-
Total: 5
18
3. Hasil pemeriksaan laboratorium
Hb: 9,9g/dL
HCT: 29.6%
RBC: 3.79 /uL
WBC: 12.34 /uL
PLT: 426.000
HBsAg: ( - )
4. Diagnosis :
G1P0A0H0 UK 37-38 minggu/T/H/IU presentasi kepala dengan KPD>12 jam. 5. Rencana tindakan: Observasi kesra ibu dan janin. Injeksi Ampisilin 1gram/6jam DM konsul ke dokter umum: pro terminasi kehamilan drip oksitosin. Supervisor acc
terminasi dengan drip oksitosin bila CTG reaktif. Lakukan pemeriksaan CTG
6. Proses Persalinan
Akselerasi dengan drip oksitosin dimulai pukul 11.00 dengan tetesan 8 tpm.. Bayi
-
Lahir tgl / jam
: 2 Agustus 2014 / 18.50 WITA
-
Jenis Kelamin
: Perempuan
-
Macam Persalinan
: Partus Spontan
-
Apgar Score
: 7-9
-
Indikasi
: KPD>12 jam.
-
Lahir
: Hidup
-
Berat
: 2900 gram
-
Panjang
: 44 cm
-
Kel.kongenital
:-
19
Plasenta
-
Lahir tgl / jam
: 2 Agustus 2014/ 18.55 (spontan)
-
Berat
: ±300 gram
-
Panjang tl.pusat : 50 cm
-
Lengkap
: Ya
-
Air Ketuban
: jernih
-
Perdarahan
: ± 200 cc
Keadaan Ibu 2 jam post SC
-
Keadaan umum
: Baik
-
Tek. Darah
: 110/80 mmHg
-
Nadi
:84x/mnt
-
Nafas
: 24x/mnt
-
Suhu
: 36,5°C
-
Kontraksi Uterus
: Baik
-
Tinggi Fundus Uteri
: sejajar umbilikus
20
Follow Up Pasien Waktu
Objektif
Subjektif
02/08/2014
Pasien
rujukan
09.18
Sigerongan
puskesmas
Diagnosis
G1P0A0H0
Status Generalis :
UK
Rencana Tindakan
37-38
dengan
•
Keadaan umum: baik
minggu/T/H/IU
G1P0A0L0 37 minggu/T/H/IU
•
Kesadaran: CM
kepala dengan KPD>12 jam.
•
Vital Sign
presentasi
kepala
dengan
presentasi
Observasi kesejahteraan ibu dan janin
DM konsul ke dokter umum
pro
CTG
dan
obs.inpartu + KPD. Pasien
TD: 120/80 mmHg
injeksi Ampisilin 1gr/6
mengeluh keluar air dari jalan
Nadi: 80 x/mnt
jam, ACC dokter umum.
lahir sejak tanggal 1-8-2014
RR: 20 x/mnt
(20.00). pasien mengeluh nyeri
T: 36,7’C
perut
sejak
02-08-2014
(03.00),
keluar
lendir
dan
dilakukan di PKM pukul
•
Mata : An -/-, Ikterus -/-
•
Jantung
:
S1,
07.25 S2
darah dari jalan hair (-), dan
tunggal,regular, murmur (-),
pasien
gallop (-)
masih
merasakan
pergerakan janinnya. Riwayat
•
kencing manis,tekanan darah tinggi,
asma
dan
trauma
Paru : vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)
•
(terjatuh) disangkal.
Ekstremitas : akral hangat, edema (-)
HPHT: 13 – 11 – 2013
His: 2x / 10’ ketuban (-)
HTP: 20 – 08 – 2014
kering,
ANC: 7x, di Polindes
penurunan HI, denominator
ANC
terakhir
Injeksi Ampisilin sudah
tanggal
tidak
teraba
jelas,
tidak
kepala,
teraba
21
15/08/2012.
bagian terkecil janin dan tali
Hasil ANC : TD 110/70, BB
pusat.
47,5
kg,
UFH
26
cm,
presentasi kepala
Pelvic examination: -
USG: Tidak Pernah
teraba
KB sebelumnya : Rencana
KB
Promontorium tidak
-
selanjutnya
:
Spina ischiadica not prominent
AKDR
-
Os coccygeus mobile
Riwayat obstetri
-
Arcus pubic > 90
I.
Ini
Kronologi
PS : -
Kronologi
di
Puskesmas -
Pasien datang ke Puskesmas
2012
-
pukul
cerviks
consistency
soft: 1
01.30
-
Subjektif
Cerviks position mid: 1
Pasien mengeluh nyeri perut dan nyeri pinggang sejak 02-8-
Cerviks length 3cm: 1
Sigerongan pada tanggal 2 2014
Cervic dilatation 2 cm : 1
Sigerongan
Agustus
o
Station H I: 1
Total: 5
2014 pukul 00.30. pasien juga mengeluh keluar lendir dan
22
darah dari jalan lahir. Riwayat
Hasil laboratorium
keluar air dari jalan lahir (+).
Hb: 9,9g/dL
HCT: 29,6 %
RBC: 3,79/uL
WBC: 12,34 /uL
PLT: 426.000
HBsAg: ( - )
Pergerakan janin (+). Objektif Status generalis: Baik Tekanan darah 120/70 mmHg Nadi 84 kali/menit Pernapasan 20 kali/menit Suhu 36.8°C Status obstetri Pemeriksaan Leopold L1 : bokong L2 : punggung di sebelah kiri L3 : kepala L4 : 4/5 TFU : 25 cm His : 1x10’-25” DJJ
:
12-11-11
(136
kali/menit) VT : : Ø 2cm, eff 25%, ketuban (-), teraba kepala, HI, tidak teraba bagian terkecil 23
janin dan tali pusat. Assessment G1P0A0
UK
37
minggu
T/H/IU dengan obs.in partu + KPD Planning -
Injeksi
Ampisilin
1
gram/IV -
Rujuk ke RSUP NTB
10.15
His: 2x10’-10”
CTG di lakukan
Konsul hasil CTG ke
DJJ: 12-12-11 (140 kali/menit)
10.30
dokter umum, advise : akselerasi
dengan
oksitosin drip 5IU
11.00
Nyeri Perut
His: 2x10’-15”
KIE keluarga
Drip oksitosin 8 tpm
DJJ: 12-11-11 (136 kali/menit) 11.30
Nyeri perut
His : 2x10’-20” DJJ : 12-11-12 (140 kali/menit)
G1P0A0H0 UK 37-38
Drip oksitosin 12 tpm
minggu/T/H/IU presentasi
24
VT : Ø 2 cm, Penipisan. 25%
kepala kala I fase Laten
ketuban (-) kering, teraba kepala,
dengan riwayat keluar air.
HI, tidak teraba bagian terkecil janin dan tali pusat. 12.00
Nyeri perut
His : 2x10’-20”
Drip Oksitosin 16 tpm
DJJ : 12-11-11 (136 kali/menit) 12.30
Nyeri perut
His : 2x10’-25”
Drip oksitosin 20 tpm
DJJ : 12-12-12 (144 kali/menit) 13.00
Nyeri perut
His : 2x10’-25”
Drip oksitosin 24 tpm
DJJ : 12-11-12 (140 kali/menit) 13.30
Nyeri perut
His : 2x10’-25”
Drip okitosin 28 tpm
DJJ : 12-11-12 (140 kali/menit) 14.00
Nyeri perut
His : 3x10’-30”
Drip oksitosin 32 tpm
DJJ : 12-12-12 (144 kali/menit) 14.30
Nyeri perut
His : 3x10’-30”
Drip oksitosin 36 tpm
DJJ : 12-11-12 (140 kali/menit) 15.00
Nyeri perut
His : 3x10’-30”
Drip oksitosin 40 tpm
DJJ : 12-11-12 (140 kali/menit) 15.30
Nyeri perut
His : 3x10’-30”
Drip oksitosin 40 tpm
DJJ : 12-11-12 (140 kali/menit) 16.00
Nyeri perut
His : 4 x10’-30”
Drip oksitosin 40 tpm
DJJ : 12-11-12 (140 kali/menit) 25
16.30
Nyeri perut
His : 4x10’-30”
Drip oksitosin 40 tpm
DJJ : 12-11-11 (136 kali/menit) 17.00
Nyeri perut
His : 4x10’-40”
G1P0A0H0 UK 37-38
DJJ : 12-11-11 (136 kali/menit)
minggu/T/H/IU
VT : : Ø 5 cm, eff. 75% amnion
presentasi kepala kala
(-) dry, head palpable, HII,
I fase aktif dengan
denom LOA, unpalpable small
riwayat keluar air.
Drip oksitosin 40 tpm
part of fetus/ umbilikal cord 17.30
18.00
Nyeri perut
Nyeri perut
His : 4x10’-40”
Drip oksitosin 40 tpm.
DJJ : 12-11-11 (136 kali/menit)
Flash kedua
His : 4x10’-45”
Drip oksitosin 40 tpm
DJJ : 11-11-11 (132 kali/menit) 18.30
Nyeri perut, ibu ingin meneran
His : 4x10’-40”
Persalinan kala II
Pimpin persalinan
DJJ : 12-11-11 (136 kali/menit) Inspeksi
:vulva
perineum
menonjol,
membuka, tekanan
anus. 18.50
Bayi lahir, perempuan 2900 gram, 44 cm, AS 7-9 cm, anus
(+),
anomali
kongenital (-) 18.55
Kontraksi uterus baik
Persalinan kala III
Plasenta
lahir
spontan, 26
TFU : 2 jari dibawah umbilikus
lengkap,
500
gram,
pendarahan ± 200cc 21.15
•
GC: well
•
BP: 120/80 mmHg
•
PR: 92x/m
•
cons:E4V5M6
2 jam post partum + febris
RR: 20x/m
•
UC: (+) well
•
UFH:
•
2
below
umbilicus 03/08/2014
•
GC: well
cons:E4V5M6
07.00
•
BP: 120/80 mmHg
•
PR: 92x/m
post partum hari I
•
Inj ampi 1 gr/IV
•
Observed
•
UFH:
Suggest mother to eat
suggest mother to breast feeding
fingers
below
•
Suggest
mother
to
mobilisation.
umbilicus 04-08-2014
•
GC: well
07.00
•
BP: 120/80 mmHg
•
PR: 92x/m
•
and
and drink •
2
mother
baby well being
0
UC: (+) well
to
Paracetamol oral 3 x 1
RR: 20x/m
•
mother
•
•
T: 38 C
Suggest
mobilitation fingers
•
Suggest mother to eat and drink
0
T: 38 C
Observation mother and baby well being
•
•
•
•
cons:E4V5M6
RR: 20x/m
Post partum hari II
•
Observed
mother
and
baby well being •
Suggest mother to eat and drink
27
•
T: 38 C
•
UC: (+) well
•
UFH:
•
2
umbilicus
suggest mother to breast feeding
fingers
below
•
Suggest
mother
mobilisation.
28
to
BAB IV PEMBAHASAN
Pada laporan kasus berikut, diajukan suatu kasus seorang wanita berusia 23 tahun G1P0A0H0 37-38 minggu, tunggal, hidup intrauterin yang kemudian didiagnosa dengan KPD>12 jam.Selanjutnya akan dibahas: 1.Ketepatan Diagnosis
Pasien ini didiagnosa dengan G0P0A0H0 37-38 minggu, tunggal, hidup, intrauterin dengan KPD>12jam. Pasien di diagnosa hamil karena memenuhi beberapa kriteria kehamilan, diantaranya tanda-tanda tidak pasti kehamilan yaitu : amenorrhea, perut membesar, pigmentasi kulit pada areola mammae, striae gravidarum pada kulit abdomen. Dan tanda pasti kehamilan yaitu : adanya gerak janin, pemeriksaan leopold I-IV yang dapat meraba bagian besar dan kecil janin, balottement (+), terdapat denyut jantung janin. Usia kehamilan pasien ini dapat ditentukan dengan HPHT yaitu 37-38 minggu. Pemeriksaan tinggi fundus uteri 28 cm dengan taksiran berat janin 2480 gram dengan menggunakan Formula Johnson, menunjukkan bahwa kehamilan pasien ini belum cukup bulan. Janin tunggal hidup dinilai dari pemeriksaan Leopold yang memberi kesan adanya satu janin dengan letak membujur dimana teraba bokong di bagian fundus, punggung di sebelah kanan dan ekstremitas di sebelah kiri, serta kepala berada di bagian bawah dan sudah masuk PAP. Diagnosa ketuban pecah dini ditegakkan karena pasien mengeluh keluar air dari jalan lahir. Pasien Ny. H, 23 tahun datang ke RSU Mataram tanggal 02 Agustus 2014 pada pukul 09.00 wita, didiagnosis KPD (ketuban pecah dini) >12 jam berdasarkan hasil anamnesa dimana pasien mengaku keluar air pervaginam sejak jam 20.00 wita (01 agustus 2014), jernih seperti air kencing dan tidak berbau. Menanyakan waktu keluarnya air ketuban sangat penting karena akan mempengaruhi prognosis, komplikasi infeksi dan penanganan. Dari hasil pemeriksaan fisik dapat diketahui 1x10-10”, kemudian dilakukan pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan 2 cm, penipisan 25%, ketuban negatif teraba kepala penurunan HI denominator belum jelas serta tidak teraba bag.kecil/ tali pusat janin. Pada kasus ini diagnosis KPD sesuai dengan batasan KPD yaitu pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum inpartu. Idealnya diagnosis KPD diambil berdasarkan pemeriksaan yang lengkap, 29
namun di RSU Mataram diagnosis KPD lebih ditekankan pada hasil anamnesa dan pemeriksaan dalam, untuk pemeriksaan laboratorium (kertas lakmus) tidak rutin dilakukan.
2. Ketepatan Penanganan Kasus
Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat sesuai dengan penatalaksaaan KPD aterm yaitu pasien diberikan injeksi antibiotic ampicilin 1 gr/6 jam sebagai profilaksis dan karena ketuban pecah dini telah berlangsung lebih dari 12 jam, maka seegera dilakukan terminasi. Untuk mempercepat terminasi kehamilan dilakukan akselerasi oksitosin drip 5 Unit dalam 500 cc D 5% dimulai dengan 8 tetes/menit dinaikkan 4 tetets/30 menit sampi his adekuat. Pertimbangan terminasi dengan oksitosin drip, karena tidak ditemukan kontra indikasi untuk dilahirkan pervaginam, serta nilai pelvic score 5, sehinggs kemungkinan keberhasilan drip oksitasin cukup tinggi.
30
BAB V KESIMPULAN
Kesimpulan pada kasus ini adalah: 1. Diagnosis pada pasien ini sudah tepat sesuai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu G1P0A0H0 37-38 minggu/T/H/IU, presentasi kepala, dengan KPD>12 jam. 2. Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu terapi aktif pada KPD.
31