A. Konsep Sehat Sakit Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dan kesehatan yang demikian yang menjadi dambaan setiap orang sepanjang hidupnya. Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bias ditolak meskipun kadang –kadang bisa dicegah atau dihindari. Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena
ada
faktor–faktor lain diluar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor social budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain. Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, sosial dan pengertian profesional yang beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat erat kaitannya dengan kesakitan dan penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah sesederhana itu, sehat harus dilihat dari berbagai aspek.WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan social seseorang. UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakanbagian integral kesehatan. Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan di pandang sebagai disiplin biobudaya yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya sepanjang sejarah kehidupan manusia yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Penyakit sendiri ditentukan oleh budaya: hal ini karena penyakit merupakan pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat menjalankan peran normalnya secara wajar. Masalah Sehat dan Sakit Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia, sosial budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Derajat kesehatan
masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well being, merupakan resultante dari 4 faktor yaitu: a. Environment atau lingkungan. b. Behaviour atau perilaku, antara
yang
pertama
dan
kedua
dihubungkan
dengan ecological balance. c. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan sebagainya. d. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang paling besar pengaruhnyaterhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat. Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi oleh faktor -faktor seperti kelas sosial,perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama bergantung dari variabel-variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi yang berbeda di kalangan pasien. Pengertian sakit menurut etiologi naturalistik dapat dijelaskan dari segi impersonal dan sistematik, yaitu bahwa sakit merupakan satu keadaan atau satu hal yang disebabkan oleh gangguan terhadap sistem tubuh manusia. Pernyataan tentang pengetahuan ini dalam tradisi klasik Yunani, India, Cina, menunjukkan model keseimbangan(equilibrium model) seseorang dianggap sehat apabila unsur-unsur utama yaitu panas dingin dalam tubuhnya berada dalam keadaan yang seimbang. Unsur-unsur utama ini tercakup dalam konsep tentang humors, ayurveda dosha, yin dan yang. Departemen Kesehatan RI telah mencanangkan kebijakan baru berdasarkan paradigma sehat.Paradigma sehat adalah cara pandang atau pola pikir pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, proaktif antisipatif, dengan melihat masalah kesehatan sebagai masalah yang dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis dan lintas sektoral, dalam suatu wilayah yang berorientasi kepada peningkatan pemeliharaan dan perlindungan terhadap penduduk agar tetap sehat dan bukan hanya penyembuhan penduduk yang sakit. Pada intinya paradigma sehat memberikan perhatian utama terhadap kebijakan yang bersifat pencegahan dan promosi kesehatan, memberikan dukungan dan alokasi
sumber daya untuk menjaga agar yang sehat tetap sehat namun tetap mengupayakan yang sakit segera sehat. Pada prinsipnya kebijakan tersebut menekankan pada masyarakat untuk mengutamakan kegiatan kesehatan daripada mengobati penyakit. Telah dikembangkan pengertian tentang penyakit yang mempunyai konotasi biomedik
dan
sosio
kultural.
Dalam
kata disease dan illness sedangkan dalam bahasa
bahasa
Indonesia,
Inggris
kedua
dikenal
pengertian
itu
dinamakan penyakit. Dilihat dari segi sosio kultural terdapat perbedaan besar antara kedua pengertian tersebut. Dengan disease dimaksudkan gangguan fungsi atau adaptasi dari
proses-proses
biologik
dan
psikofisiologik
pada
seorang
individu,
dengan illness dimaksud reaksi personal, interpersonal, dan kultural terhadap penyakit atau perasaan kurang nyaman. Para
dokter
mendiagnosis
dan
mengobati disease,
sedangkan
pasien
mengalami illness yang dapat disebabkan oleh disease illness tidak selalu disertai kelainan organic maupun fungsional tubuh. Dalam konteks kultural, apa yang disebut sehat dalam suatu kebudayaan belum tentu disebut sehat pula dalam kebudayaan lain. Di sini tidak dapat diabaikan adanya faktor penilaian atau faktor yang erat hubungannya dengan sistem nilai. 1. Konsep Sehat Sakit Menurut Masyarakat indonesia Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan fenomena yang dapat dikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit, selain itu hasil berbagai kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit. Masyarakat dan pengobat tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu: Naturalistik danPersonalistik. Penyebab
bersifat
naturalistic
yaitu
seseorang
menderita sakit akibat pengaruh lingkungan, makanan (salah makan), kebiasaan hidup, ketidak seimbangan dalam tubuh, termasuk juga kepercayaan panas dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan. Konsep sehat sakit yang dianut pengobat tradisional (Battra) sama dengan yang dianut masyarakat setempat, yakni suatu keadaan yang berhubungan dengan keadaan badan atau kondisi tubuh kelainan-kelainan serta gejala yang dirasakan. Sehat bagi seseorang berarti suatu keadaan yang normal, wajar, nyaman, dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan gairah.
Sedangkan sakit
dianggap
sebagai
suatu
keadaan
badan
yang
kurang
menyenangkan, bahkan dirasakan sebagai siksaan sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-hari seperti halnya orang yang sehat. Sedangkan konsep Personalistik menganggap munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi suatu agen aktif yang dapat berupa makhluk bukan manusia (hantu, roh, leluhur atau roh jahat), atau makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung). Menelusuri nilai budaya, misalnya mengenai pengenalan kusta dan cara perawatannya. Kusta telah dikenal oleh etnik Makasar sejak lama.Adanya istilah kaddala sikuyu (kusta kepiting) dan kaddala massolong (kusta yang lumer), merupakan ungkapan yang mendukung bahwa kusta secara endemik telah berada dalam waktu yang lama di tengah-tengah masyarakat tersebut. Hasil penelitian kualitatif dan kuantitatif atas nilai-nilai budaya di Kabupaten Soppeng, dalam kaitannya dengan penyakit kusta (Kaddala,Bgs.) di masyarakat Bugis menunjukkan bahwa timbul dan diamalkannya leprophobiasecara ketat karena menurut salah seorang tokoh budaya, dalam nasehat perkawinan orang-orang tua di sana, kata kaddala ikut tercakup di dalamnya. Disebutkan bahwa bila terjadi pelanggaran melakukan hubungan intim saat istri sedang haid, mereka (kedua mempelai) akan terkutuk dan menderita kusta/kaddala. Ide yang bertujuan guna terciptanya moral yang agung di keluarga baru, berkembang menuruti proses komunikasi dalam masyarakat dan menjadi konsep penderita kusta sebagai penanggung dosa. Pengertian penderita sebagai akibat dosa dari ibu-bapak merupakan awal derita akibat leprophobia. Rasa rendah diri penderita dimulai dari rasa rendah diri keluarga yang merasa tercemar bila salah seorang anggota keluarganya menderita kusta. Dituduh berbuat dosa melakukan hubungan intim saat istri sedang haid bagi seorang fanatik Islam dirasakan sebagai beban trauma psikosomatik yangsangat berat. Orang tua, keluarga sangat menolak anaknya didiagnosis kusta. Pada penelitian Penggunaan Pelayanan Kesehatan Di Propinsi Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Barat (1990, hasil diskusi kelompok di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa anak dinyatakan sakit jika menangis terus, badan berkeringat, tidak mau makan, tidak mau
tidur, rewel, kurus kering. Bagi orang dewasa, seseorang dinyatakan sakit kala u sudah tidak bisa bekerja, tidak bisa berjalan, tidak enak badan, panas dingin, pusing, lemas, kurang darah, batuk-batuk, mual, diare. Sedangkan hasil diskusi kelompok di Nusa Tenggara Barat menunjukkan bahwa anak sakit dilihat dari keadaan fisik tubuh dan tingkah lakunya yaitu jika menunjukkan gejala misalnya panas, batuk pilek, mencret, muntah -muntah, gatal, luka, gigi bengkak, badan kuning, kaki dan perut bengkak. Seorang pengobat tradisional yang juga menerima pandangan kedokteran modern, mempunyai pengetahuan yang menarik mengenai masalah sakit-sehat. Baginya, arti sakit adalah sebagai berikut: sakit badaniah berarti ada tanda-tanda penyakit di badannya seperti panas tinggi, penglihatan lemah, tidak kuat bekerja, sulit makan, tidur terganggu, dan badan lemah atau sakit, maunya tiduran atau istirahat saja. Pada penyakit batin tidak ada tanda -tanda di badannya, tetapi bisa diketahui dengan menanyakan pada yang gaib. Pada orang yang sehat, gerakannya lincah, kuat bekerja, suhu badan normal, makan dan tidur normal, penglihatan terang, sorot mata cerah, tidak mengeluh lesu, lemah, atau sakit-sakit badan. Sudarti (1987) menggambarkan secara deskriptif persepsi masyarakat beberapa daerah di Indonesia mengenai sakit dan penyakit; masyarakat menganggap bahwa sakit adalah keadaan individu mengalami serangkaian gangguan fisik yang menim – bulkan rasa tidak nyaman. Anak yang sakit ditandai dengan tingkah laku rewel, sering menangis dan tidak nafsu makan. Orang dewasa dianggap sakit jika lesu, tidak dapat bekerja, kehilangan nafsu makan, atau “kantong kering” (tidak punya uang). Selanjutnya masyarakat menggolongkan penyebab sakit ke dalam 3 bagian yaitu : a. Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap tubuh manusia b. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin. c. Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain.). Untuk mengobati sakit yang termasuk dalam golongan pertama dan ke dua, dapat digunakan obat-obatan, ramuan-ramuan, pijat, kerok, pantangan m akan, dan bantuan tenaga kesehatan. Untuk penyebab sakit yang ke tiga harus dimintakan bantuan dukun, kyai dan lain-lain. Dengan demikian upaya penanggulangannya tergantung kepada kepercayaan mereka terhadap penyebab sakit.
Beberapa contoh penyakit pada bayi dan anak sebagai berikut : a. Sakit demam dan panas. Penyebabnya adalah perubahan cuaca, kena hujan, salah makan, atau masuk angin. Pengobatannya adalah dengan cara mengompres dengan es, oyong, labu putih yang dingin atau beli obat influensa. Di Indramayu dikatakan penyakit adem meskipun gejalanya panas tinggi, supaya panasnya turun. Penyakit tampek (campak) disebut b.
juga sakit adem karena gejalanya badan panas. Sakit mencret (diare). Penyebabnya adalah salah makan, makan kacang terlalu banyak, makan makanan pedas, makan udang, ikan, anak meningkat kepandaiannya, susu ibu basi, encer, dan lain-lain. Penanggulangannya dengan obat tradisional misalkan dengan pucuk daun jambu dikunyah ibunya lalu diberikan kepada anaknya (Bima Nusa Tenggara Barat) obat lainnya adalah Larutan Gula Garam (LGG), Oralit, pil Ciba dan lain lain. Larutan
Gula Garam sudah dikenal hanya proporsi campurannya tidak tepat. c. Sakit kejang-kejang Masyarakat pada umumnya menyatakan bahwa sakit panas dan kejang-kejang disebabkan oleh hantu. Di Sukabumi disebut hantu gegep, sedangkan di Sumatra Barat disebabkan hantu jahat. Di Indramayu pengobatannya adalah dengan dengan pergi ke dukun atau memasukkan bayi ke bawah tempat tidur yang ditutupi jaring. d. Sakit tampek (campak) Penyebabnya adalah karena anak terkena panas dalam, anak dimandikan saat panas terik, atau kesambet. Di Indramayu ibu-ibu mengobatinya dengan membalur anak dengan asam kawak, meminumkan madu dan jeruk nipis atau memberikan daun suwuk, yang menurut kepercayaan dapat mengisap penyakit. 2. Konsep Sehat dan Sakit pada masyarakat Bali Sehat begitu identik dengan keadaan dalam mana seseorang dapat mempergunakan secara efektif keseluruhan fungsi fisik, mental dan sosial untuk berhubungan dengan lingkungannya. Tak lain agar hidup berbahagia dan bermanfaat. Definisi Word Health Organization (WHO) sehat merupakan suatu kondisi manusia yang bukan saja bebas dari penyakit dan kecacatan fisik, tetapi juga bebas dari gangguan mental.
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor–faktor lain diluar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain.Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya. Pada masyarakat Bali konsepsi tentang kondisi sehat atau sakit mengacu pada prinsip keseimbangan dan ketidakseimbangan sistemik unsur-unsur pembentuk tubuh dan unsurunsur yang ada di dalam tubuh manusia. Disamping keseimbangan hubungan dengan lingkungan yang lebih luas. Disamping itu sehat dalam konsepsi masyrakat Bali, sehat tidak hanya menyangkut bebas dari sakit atau penyakit, tetapi juga untuk menikmati seterusnya tanpa terputus-putus terhadap keadaan fisik, mental dan spiritual yang bahagia dan utuh. Konsep dari keadaan keseimbangan menyangkut keseimbangan hubungan secara dinamis dengan lingkungan yang lebih luas, yakni hubungan harmonis desangan sesama, lingkungan dan Tuhan. Kemudian mengacu pada kosmologi Bali, alam semesta dipandang sebagai sesuatu yang bersifat nyata (sekala) dan dapat ditangkap dengan panca indra serta bersifat tidak nyata (niskala/gaib) yang tidak dapat ditangkap dengan panca indra, tetapi dipercaya ada. Secara keseluruhan isi alam semesta ini terdiri atas lima unsur (Panca maha Bhuta) , yaitu bayu, teja, apah, akasa, dan pertiwi. Dalam konteks sistem medis etnis Bali atau Usadha dan konsepsi balian tentang sehat-sakit, bahwa Manusia disebut sehat, apabila semua sistem dan unsur pembentuk tubuh
(panca
maha
bhuta)
yang
berhubungan
denganaksara
panca
brahma
(Sang,Bang,Tang, Ang, Ing) serta cairan tubuhnya berada dalam keadaan seimbang dandapat berfungsi dengan baik. Sistem tubuh dikendalikan oleh suatu cairan humoral.Cairan humoral ini terdiri dari tiga unsur yang disebut dengan tri dosh
(vatta=unsurudara, pitta=unsur api, dan kapha=unsur air). Tiga unsur cairan tri dosha (Unsur udara, unsur api, dan unsur air) dalampratek pengobatan oleh balian dan menurut agama Hindu di Bali (Siwasidhanta), Ida Sang Hyang Widhi atau Bhatara Siwa(Tuhan) yang menciptakan semua yangada di jagad raya ini. Beliau pula yang mengadakan penyakit dan obat. Dalambeberapa hasil wawancara dengan balian dan sesuai dengan yang tertera dalam lontar (Usada Ola Sari, Usada Separa, Usada Sari, Usada Cemeng Sari)
disebutkan
siapa
yang
membuat
penyakit
dan
siapa
yang
dapat
menyembuhkannya.Penyakit itu tunggal dengan obatnya, apabila salah cara mengobati akan menjadipenyakit dan apabila 4 benar cara mengobati akan menjadi sembuh (sehat). Secaraumum penyakit ada tiga jenis, yakni penyakit panes(panas), nyem(dingin), dan sebaa(panas-dingin). Demikian pula tentang obatnya. Ada obat yang berkasihat anget (hangat), tis (sejuk), dan dumelada (sedang). Untuk melaksanakan semua aktifitas ini adalah Brahma, Wisnu, dan Iswara. Disebut juga dengan Sang Hyang Tri Purusa atau Tri Murti atau Tri Sakti wujud Beliau adalah api, air dan udara. Penyakit panes dan obat yang berkasihat anget, menjadi wewenang BhataraBrahma. Bhatara Wisnu bertugas untuk mengadakan penyakit nyem dan obat yang berkasihat tis. Bhatara Iswara mengadakan penyakit sebaa dan obat yang berkasihat dumelada. Sebaliknya manusia akan menjadi sakit apabila unsur-unsur panca brahma sebagai kekuatan panas, dan unsur-unsur panca tirta sebagai kekuatan dingin saat berinteraksi dengan udara, ada dalam keadaan tidak seimbang. Atau di antara keduanya, (unsur panas dan dingin ) ada dalam kondisi yang berlebihan sehingga fungsi-fungsi unsur pembentuk tubuh (panca maha butha) terganggu. Terganggunya fungsi unsur-unsur tubuh inilah yang menyebabkan orang menjadi sakit. Dengan kata lain, terganggunya keseimbangan unsur-unsur pembentuk tubuh dan fungsi unsur dalam tubuh manusia dapat menyebabkan orang bersangkutan menjadi sakit. Karena itu, mengembalikan keseimbangan seperti semula usur-unsur dan fungsi pembentuk tubuh merupakan prinsip dan tindakan utama dalam proses penyembuhan penyakit.
Penyakit seperti kita ketahui, tidaklah hanya merupakan gejala biologi saja,tetapi memiliki dimensi yang lain yakni sosial budaya. Menyembuhkan suatupenyakit tidaklah cukup hanya ditangani masalah biologinya saja, tetapi harusdigarap masalah sosial budayanya. Masyarakat pada umumnya mencaripertolongan pengobatan bukanlah karena penyakit yang patogen, tetapi kebanyakanakibat adanya kelainan fungsi dari tubuhnya. Masyarakat di Bali masih percayabahwa pengobatan dengan usada banyak maanfaatnya untuk menyembuhkan orangsakit. Walaupun telah banyak ada Puskesmas tersebar merata di setiap kecamatan,tetap berobat ke pengobat tradisional Bali (balian) masih merupakan pilihan yangtidak dapat dikesampingkan begitu saja baik bagi orang desa maupun orang kota. Unsur Humoral Menurut sistem pengobatan usadha Bali yang bersandarkan pada sistem pengobatan Ayurveda dan naskah-naskah pengobatan kuno yang ada di Bali, bahwa berfungsinya sistem organisme tubuh manusia secara normal dikendalikan oleh tiga unsur humoral, yaitu unsur udara (vatta), unsur api (pitta), dan unsur air (kapha). Atau disebut dengan Tridosha. Konsepsi selajutnya dijadikan sebagai salah satu kerangka dasar pijakan oleh sebagian balian usadha di Bali dalammenjalankan profesinya, baik dalam tahap menegakkan diagnosis maupun terapinya. Dalam kosmologi berkenaan dengan konsepsi orang Bali tentang Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wase, bahwa Bhatara Ciwa dipandang sebagai segala sumber yang ada di dunia, atau menciptakan semua yang ada di jagad raya ini, termasuk berbagai jenis penyakit dan obatnya. Tuhan dalam wujudnya sebagai Trimurti bermanifestasi sebagai dewa Brahma yang menjadi sumber panas, dewa Wisnu menjadi sumber air yang bersifat dingin, dan dewa Iswara menjadi sumber udara. Dengan mengacu pada konsepsi itu, maka masyarakat Bali secara global menggolongkan jenis dan penyebab sakit menjadi dua, yaitu penyakit yang bersifat fisik (sekala) dan nonfisik (niskala); demikian juga penyebabnya ada yang dipandang karena faktor yang bersifat alamiah (naturalistik), ada juga yang bersifat nonalamiah (personalistik), dan supranaturalistik, atau gabungan dari kedua atau ketiganya.
Secara fisik atau naturalistik, berdasarkan pada gejala-gejala atau simtomatisnya, masyarakat Bali menggolongkan penyakit ke dalam tiga golongan, panas, dingin, dan panas-dingin. Sebaliknya, kualitas dan kasiat bahan obat dan obat yang dibuat untuk mengobati jenis penyakit tersebut, juga diklasifikasi ke dalam tiga kelompok, sesuai dengan penyakit. Penggolongan penyakit dan jenis obat tersebut jika mengacu pada konsep kepercayaan terhadap wujud Tuhan sebagai Brahma, Wisnu dan Iswara (Trimurti) dipandang sebagai wujud api, air dan kombinasi api dan air. Sebagaimana telah juga disinggung di atas, bahwa dalam kosmologi dan sistem medis masyarakat Bali, masalah sehat sakit merupakan masalah yang berkaitan dengan harmoni/keseimbangan dan disharmoni/ketidakseimbangan hubungan antara buana agung (makrokosmos) atau alam semesta, dan buana alit (mikrokosmos) manusia itu sendiri, dan Sang Hyang Widhi (Tuhan) sebagai pencipta dan pengendali. Oleh karena itu, orang Bali percaya dan yakin, bahwa sehat, bahagia, dan sejahtera sekala-niskala (lahir-batin) akan terwujud atau terjadi apabila hubungan antara ketiga komponen tersebut berada dalam keadaan seimbang (Tri Hita Karana) Sebaliknya kondisi buruk seperti sakit, tidak bahagia, sengsara, dan sebagainya, bisa terjadi manakala hubungan ketiga komponen tersebut terganggu atau tidak harmonis. Bagi orang Bali, apabila hal ini terjadi, maka upaya mengembalikan keseimbangan hubungan sistem, baik dalam konteks mikrokosmos maupun makrokosmos merupakan upaya yang penting. Dalam konteks sehat-sakit, terganggungnya fungsi-fungsi elemen tubuh (panca maha butha dan tri dosha) baik karena faktor alamiah, personalistik maupun supranatural, menyebabkan seseorang menjadi sakit. Oleh karena sakit dipandang tidak hanya merupakan gejala biologis yang bersifat individual, tetapi dipandang berkaitan secara holistik dengan alam, masyarakat dan Tuhan, maka setiap upaya kesehatan yang dilakukan tidak hanya menggunakan obat sebagai sarana pengobatan, tetapi juga menggunakan sarana ritus-ritus tertentu. Seperti mantra-mantra yang termuat dalam aksara suci sebagai bagian dari proses tersebut. Dengan demikian, menyembuhkan atau menanggulangi suatu penyakit tertentu umumnya
yang digarap oleh balian usadha di Bali, bukan hanya aspek biologis dari pasien, tetapi juga aspek sosial-budaya dan spiritualnya Sistem Pemeriksaan dan Pengobatan Dalam
melakukan
suatu
pemeriksaan
dan
mendiagnosa
penyakit,
balian
menyimpulkan berdasarkan hasil wawancara/anamnesis, hasil pemeriksaan seperti pemeriksaan fisik seperti melihat aura tubuh, sinar mata, menggunakan kekuatan dasa aksara, chakra, kanda pat dan tenung. Sedangkan pada balian kapican, yang menjadi alat pemeriksaan adalah benda bertuah yang diperoleh sebagai pica. Sistem pengobatan/penatalaksanaan suatu penyakit dalam usadha terdiri atas berbagai pendekatan, meliputi pengobatan tradisional (tamba) seperti loloh, boreh dan minyak/lengis yang didasarkan atas lontar taru pramana; penggunaan banten-bantenan yang disesuaikan dengan tenung dan lontar; dan penggunaan rerajahan aksara suci. Selain pengobatan yang bersifat kuratif, usadha juga mengenal sistem pengobatan preventif/pencegahan yaitu mencegah kekuatan jahat akibat penyakit yang dibuat orang lain, leak/desti dan racun/cetik. Sarana yang digunakan dapat berupa mempasupati benda keramat yang dapat sebagai bekal seperti batu permata, rerajahan dan tumbal. 3. Konsep Pencegahan Penyakit Masyarakat Berdasarkan Budaya Budaya merupakan bentuk adaptasi manusia terhadap lingkungan. Adaptasi dalam arti luas meliputi seluruh perilaku dan kebiasaan dan termaktub dalam pikiran, pengetahuan, sikap dan praktek yang semuanya ditujukan sebagai bentuk reaksi terhadap lingkungan (dan perubahannya) baik internal maupun eksternal. Kesehatan, kesakitan dan penyakit adalah bagian dari lingkungan manusia yang perlu mendapatkan tanggapan (respon). Upaya untuk memperoleh kesehatan adalah bentuk reaksi manusia terhadap lingkungannya. Reaksi ini dapat bervariasi bergantung pada persepsi dan pengetahuan orang mengenai sebab dan cara memperoleh kesehatan. Demikian pula respon terhadap sakit dan penyakit dapat beranekaragam, satu orang dengan orang lainnya dapat berbeda dan dapat pula sama.
Lingkungan budaya tradisional kaya akan kearifan. Belum banyak diungkap bagaimana kearifan ini tumbuh dan terpelihara dalam kehidupan masyarakat. Diperlukan upaya penggalian budaya kesehatan tradisional untuk revitalisasi dan memperkuat basis masyarakat (community base) dalam pembangunan kesehatan sebagaimana diamanahkan dalam pembangunan nasional. Sistem kesehatan tradisional tidak hanya mengenal pengobatan saja, ada upaya lain yang bersifat preventif dan promotif sebelum tindakan pengobatan diperlukan. Konsepsi pencegahan penyakit tradisional ini kurang dikenal. Upaya tersebut terkandung dalam budaya leluhur yang perlu diteliti dan digali untuk mengungkapnya dalam rangka menguatkan perananya bagi peningkatan status kesehatan masyarakat. Pengobatan tradisional merupakan bagian dari sistem budaya masyarakat yang potensi manfaatnya sangat besar dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Pengobatan tradisional merupakan manifestasi dari partisipasi aktif masyarakat dalam menyelesaikan problematika kesehatan dan telah diakui peranannya oleh berbagai bangsa dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Contohnya: 1. Konsep Pencegahan Penyakit di Daerah Papua Papua adalah salah satu wilayah di Indonesia yang terkenal rawan malaria. Tidak heran karena di sana nyamuk masih sangat banyak terutama di daerah-daerah dekat rawa dan dekat hutan. Tempat seperti itu merupakan habitat yang disukai oleh nyamuk terutama nyamuk penyebab malaria (anopheles). Menurut masyarakat papua untuk mencegah terkena malaria dianjurkan untuk memakan makanan yang memiliki nilai gizi yang seimbang dan tidak lupa sering-sering makan sayur daun pepaya, selain itu air rebusan akar pohon kelapa juga dapat diminum untuk mencegah malaria. Tumbuhan lain yang disebut dengan manspai yang diambil pucuk tunasnya lalu dicuci dan dimakan juga dapat untuk mengobati malaria. Jenis tumbuhan yang disebut anas juga dapat untuk mengobati penyakit malaria dengan memanfaatkan daunnya, atau batangnya atau akarnya(direbus lalu diminumkan) ataupun buahnya. Daun tumbuhan yang nama lokalnya samparyer atau nama ilmiahnya Glochidion sp dan Yaren atau yerem
yang nama ilmiahnya Alstonia scholaris juga dapat dimanfaatkan untuk obat malaria. Tumbuhan yang lain yaitu yang namanya belakang babiji akar tumbuhan ini lalu direbus dan air rebusannya diminumkan kepada penderita malaria. Masih ada satu lagi tumbuhan yang berkhasiat untuk mengobati malaria yaitu inggamimes, air perasan itulah yang diminumkan ke penderita malaria. Berdasarkan pemahaman kebudayaan orang Papua, dapat dianalisis bagaimana cara-cara melakukan pengobatan secara tradisional. Untuk itu telah diklasifikasikan pengobatann tradisional orang Papua kedalam enam pola pengobatan, yaitu: Pola Pengobatan Jimat. Pola pengobatan jimat dikenal oleh masyarakat di daerah kepala burung terutama masyarakat Meibrat dan Aifat. Prinsip pengobatan jimat, menurut Elmberg, adalah orang menggunakan benda-benda kuat atau jimat untuk memberi perlindungan terhadap penyakit. Jimat adalah segala sesuatu yang telah diberi kekuatan gaib, sering berupa tumbuhtumbuhan yang berbau kuat dan berwarna tua. Pola Pengobatan Kesurupan. Pola kesurupan dikenal oleh suku bangsa di daerah sayap burung, yaitu daerah teluk Arguni. Prinsip pengobatan kesurupan adalah seorang pengobat sering kemasukan roh/mahluk halus pada waktu berusaha mengobati orang sakit. Dominasi kekuatan gaib dalam pengobatan ini sangat kentara seperti pada pengobatan jimat. Pola Pengobatan Penghisapan Darah. Pola penghisapan darah dikenal oleh suku bangsa yang tinggal disepanjang sungai Tor di daerah Sarmi, Marindanim, Kimaam, Asmat. Prinsip dari pola pengobatan ini adalah bahwa penyakit itu terjadi karena darah kotor, maka dengan menghisap darah kotor itu, penyakit dapat disembuhkan. Cara pengobatan penghisapan darah ini dengan membuat insisi dengan pisau, pecahan beling, taring babi pada bagian tubuh yang sakit. Cara lain dengan meletakkan daun oroh dan kapur pada bagian tubuh yang sakit. Dengan lidah dan bibir daun tersebut digosok-gosok sampai timbul cairan merah yang dianggap perdarahan. Pengobatan dengan cara ini khusus pada wanita saja. Prinsip ini sama persis pada masyarakat Jawa seperti kerok. Pola Pengobatan Injak. Pola injak dikenal oleh suku bangsa yang tinggal disepanjang sungai Tor di daerah Sarmi. Prinsip dari pengobatan ini adalah bahwa penyakit itu terjadi karena tubuh kemasukan roh, maka dengan menginjak-injak tubuh orang yang sakit
dimulai pada kedua tungkai, dilanjutkan ketubuh sampai akhirnya ke kepala, maka injakan tersebut akan mengeluarkan roh jahat dari dalam tubuh. Pola Pengobatan Pengurutan. Pola pengurutan dikenal oleh suku bangsa yang tinggal di daerah selatan Merauke yaitu suku bangsa Asmat, dan selatan kabupaten Jayapura yaitu suku bangsa Towe. Prinsip dari pola pengobatan ini adalah bahwa penyakit itu terjadi karena tubuh kemasukan roh, maka dengan mengurut seluruh tubuh penderita, maka akan keluar roh jahat dari dalam tubuhnya. Orang Asmat menggunakan lendir dari hidung sebagai minyak untuk pengurutan. Sedangkan pada suku bangsa Towe penyebab penyakit adalah faktor empirik dan magis. Dengan menggunakan daun-daun yang sudah dipilih, umunya baunya menyengat, dipanaskan kemudian diurutkan pada tubuh penderita. Pola Pengobatan Ukup. Pola ukup dikenal oleh suku bangsa yang tinggal di selatan kabupaten Jayapura berbatasan dengan kabupaten Jayawijaya yaitu suku bangsa Towe, Ubrup. Prinsip dari pengobatan ini adalah bahwa penyakit terjadi karena tubuh kemasukan roh, hilang keseimbangan tubuh dan jiwa, maka dengan mandi uap dari hasil ramuan daun-daun yang dipanaskan dapat mengeluarkan roh jahat dan penyebab empirik penyakit. 2. Pencegahan Penyakit Menurut Budaya Minang Pengertian sehat-sakit menurut masyarakat suku Minang tidak terlepas dari tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Pada umumnya, masyarakat menganggap bahwa seseorang dikatakan sehat adalah seseorang yang memiliki jasmani dan rohani yang sehat,serta dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari. Sedangkan untuk masalah sakit, sebagian masyarakat Minang masih ada yangmempercayai bahwa selain disebabkan karena penyebab fisik, jugadisebabkan karena adanya gangguan roh-roh halus. Bagi masyarakatMinang, dikatakan sakit, jika seseorang tersebut tidak dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari seperti berdagang, bekerja di kantor, berladangdan lainlain. Walaupun seseorang tersebut tersebut sudah memiliki gejalasakit seperti sakit kepala, flu ataupun masuk angin namun masih dapatberaktivitas belum diartikan sebagai sakit. Dan jikalau kepala keluargasakit, maka secara tidak langsung semua anggota keluarga yang ada didalam keluarga tersebut akan sakit.
Tradisi Pemeliharaan Kesehatan
Praktik-praktik kesehatan keluarga Minangkabau dipengaruhi olehnilai-nilaiajaran agama Islam. Sebagai contoh, kelahiran bayi dibantu olehdukun/bidan dan ditunggui oleh ibu mertua. Setelah bayi lahir, plasentabayi tersebut dimasukkan ke dalam periuk tanah dan ditutup dengan kainputih. Penguburan plasenta dilakukan oleh orang yang dianggapterpandang
dalam
lingkungan
keluarga.
Pada
zaman
dahulu,
keluargaMinangkabau lebih memilih melahirkan dengan dibantu dukun beranakdaripada pergi ke pusat kesehatan.Mereka beranggapan bahwa melahirkan dibantu dukun beranakatau
paraji
biayanya
lebih
murah.
Namun
sekarang
ini
sesuai
denganperkembangan zaman, keluarga Minang lebih memilih melahirkan dibidan atau Puskesmas. Mungkin hanya sebagian saja yang masihmelahirkan dibantu oleh dukun beranak, khususnya masyarakat yangmasih tinggal di daerah terpencil dan tenaga kesehatannnya terbatas.Keluarga Minangkabau pada kelas sosial yang rendah mempunyai polaperilaku mencari bantuan pertolongan kesehatan keluarga yangsederhana, yaitu dengan
pergi
ke
dukun.Dalam
hal
perawatan
orang
sakit,
seiring
dengan
perkembanganteknologi dan tingginya tingkat pengetahuan, keluarga/masyarakatMinang lebih memilih untuk meneruskan pengobatan yang didapat daripetugas kesehatan. Namun adakalanya, keluarga memberikan perawatan-perawatan sederha na seperti jika seseorang demam hanya dikompresdengan daun-daun yang sifatnya dingin (kembang semangkok, daun jarak), jika batuk diberikan air daun kacang tujuh yang telah diremas, ibupostpartum biasanya diberikan tambahan seperti minum jamu ataupunramuan-ramuan tertentu.
Sikap fatalisme yang mempengaruhi status kesehatan Sikap fatalisme yang juga mempengaruhi perilaku kesehatan,beberapa anggota masyarakat Minang di kalangan kelompok yangberagama Islam percaya bahwa anak adalah titipan Tuhan, dan sakit atau mati itu adalah takdir, sehingga masyarakat kurang berusaha
untukmencari pertolongan
pengobatan
bagi
anaknya
yang
sakit,
ataumenyelamatkan seseorang dari kematian.Sejalan dengan aktivitas ekonomi di pedesaan, banyak warung yangmenjual obat sampai ke pelosok. Oleh karena itu bila mereka sakit,biasanya mereka hanya berobat ke warung. Resiko yang dapat terjadidengan
pola mencari bantuan kesehatan seperti ini adalah terjadikomplikasi atau sakitnya semakin parah.
Nilai atau norma yang mempengaruhi status kesehatan Nilai yang berlaku dalam masyarakat berpengaruh terhadapperilaku kesehatan. nilainilai tersebut ada yang menunjang dan ada yangmerugikan kesehatan. Beberapa nilai yang merugikan kesehatan misalnyaadalah Pemberian nutrisi pada bayi baru lahir. Ada suatu kebiasaan yangada pada masyarakat daerah ini yang kurang baik untuk nutrisi bayi, yaituibu bayi tidak langsung memberikan ASInya pada bayi tapi ibu bayimembuang ASI yang pertama kali keluar. Padahal ASI yang pertama kalikeluar mangandung colostrums yang sangat berperan dalam kekebalantubuh bayi. Masyarakat ini menganggap colostrums sebagai ASI yangsudah rusak karena warnanya yang kekuningan. Selain itu, colostrums juga dianggap dapat menyebakan diare, muntah, dan masuk angin padabayi
Dwijanegara, I Kadek Pande. 2010. Makalah Ilmu Sosial Budaya. (Online). Available : https://www.scribd.com/doc/111753620/Makalah-Ilmu-Sosial-Budaya (15 Maret 2015)
Nurwidodo. 2011. Pencegahan Dan Promosi Kesehatan Secara Tradisional Untuk Peningkatan Status
Masyarakat
Di
Sumenep
Madura.
(Online).
Available
:
http://www.lontarmadura.com/pencegahan-dan-promosi-kesehatan-masyarakat-disumenep/#ixzz3UTG2XHUG (15 Maret 2015) Melinda, Yessi. 2012. Perilaku Sehat Sakit Masyarakat Minang. (Online). Available : https://www.scribd.com/doc/147317877/Perilaku-Sehat-sakit-Masyarakat-Minang
(15
Maret 2015) Soejati, Sunanti Z. 2011. Konsep Sehat, Sakit, dan Penyakit dalam Konteks Sosial Budaya. Jakarta : Departemen Kesehatan RI Pos
Bali.
2013.
Konsepsi
Sehat
dan
Sakit
ala
Bali.
(Online).
http://posbali.com/konsepsi-sehat-dan-sakit-ala-bali/ (15 Maret 2015)
Available
: