METODE EVALUASI KEGIATAN BIMBINGAN KLASIKAL Oleh: Sunawan, Ph.D.
Dalam Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan Konseling di Sekolah (lihat Ditjen GTIK, 2016(a)(b)(c)) dinyatakan bahwa evaluasi kegiatan bimbingan klasikal dilakukan pada dua hal, yakni proses dan hasil. Evaluasi proses diarahkan untuk menilai pelaksanaan bimbingan klasikal. Adapun evaluasi hasil digunakan untuk menilai: 1) pemahaman diri, sikap dan perilaku siswa yang terbangun dari kegiatan bimbingan klasikal; 2) perasaan positif p ositif pasca mengikuti kegiatan bimbingan klasikal; k lasikal; 3) rencana tindakan pasca bimbingan klasikal/layanan; dan 4) pencapaian standar kompetensi kemandirian peserta didik. Tabel 1 menunjukkan lingkup dan indikator kriteria dalam evaluasi kegiatan bimbingan klasikal. Tabel 1. Batasan evaluasi dan indikator keberhasilannya No
Jenis Evaluasi
A
Evaluasi Proses
B
Evaluasi Hasil
Kriteria Evaluasi Komponen/Asep Indikator Keberhasilan yang Dievaluasi 1. Pelaksanaan a. Peserta didik/konseli terlibat bimbingan secara aktif dalam kegiatan klasikal b. Peserta didik/konseli memiliki antusiasme yang tinggi dala kegiatan c. Konselor atau guru BK melaksanakan layanan sesuai dengan prosedur pemberian layanan yang berlaku d. Alokasi waktu pemberian layanan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan 1. Pemahaman a. Peserta didik/konseli memiliki diri, sikap dan pengetahuan dan pemahaman perilaku diri sesuai dengan layanan yang diberikan. b. Peserta didik/konseli mengalami perubahan sikap sesuai dengan layanan yang diberikan
Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
c. Peserta didik/konseli dapat memodifikasi atau melakukan perubahan perilaku sesuai dengan layanan yang diberikan 2. Perasaan positif a. Peserta didik/konseli merasa yakin atas kinerja konselor atau guru BK dalam melaksanakan layanan b. Peserta didik/konseli merasa yakin atas potensi yang dimilikinya c. Peserta didik/konseli termotivasi untuk mengembangkan potensi secara optimal 3. Rencana a. Peserta didik/konseli memiliki kegiatan yang berbagai alternatif upaya akan pengembangan/pengentasan dilaksanakan masalah pasca layanan b. Peserta didik/konseli memutuskan upaya pengembangan/pengentasan masalah yang akan dilakukan c. Peserta didik/konseli memiliki rencana kegiatan yang akan dilakukan sebagai upaya pengembangan/pengentasan masalah 4. Pencapaian a. Peserta didik/konseli dapat Standar mencapai tujuan Perkembangan/ perkembangan/kemandirian Kompetensi dalam aspek pribadi-sosial Kemandirian b. Peserta didik/konseli dapat Peserta Didik mencapai tujuan perkembangan/kemandirian dalam aspek belajar c. Peserta didik/konseli dapat mencapai tujuan perkembangan kemandirian dalam aspek karir Sumber: Ditjen GTIK (2016(a))
Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
Berdasarkan Tabel 1, maka evaluasi kegiatan bimbingan klasikal tidak cukup dilakukan hanya dengan mengaplikasikan teknik tes. Penggunaan teknik-teknik nontes, seperti angket, skala, dan skala penilaian, menjadi sangat penting. Meskipun da lam Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan Konseling di Sekolah (Ditjen GTIK, 2016(a)(b)(c)) telah menyediakan contoh instrumen evaluasi bimbingan klasikal, tetapi konselor masih dimungkinkan mengembangkan instrumen atau memodifikasi butir dalam instrumen evaluasi sesuai dengan kebutuhan konselor di sekolah, termasuk memodifikasi atau mengembangkan angket, skala, atau pedoman wawancara untuk keperluan evaluasi bimbingan klasikal. Pembahasan dalam kegiatan belajar ini, secara khusus, diarahkan untuk membahas prosedur pengembangan instrumen tes sebagai sarana evaluasi bimbingan klasikal dengan dua pertimbangan. Pertama, pengukuran pemahaman siswa setelah mengikuti bimbingan klasikal belum dicontohkan secara spesifik dalam Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan Konseling di sekolah. Kedua, teknik asesmen non-tes, termasuk untuk keperluan evaluasi bimbingan klasikal, telah dibahas dalam Kegiatan Belajar Asesmen dalam Bimbingan Konseling. Oleh karena, fungsi dan keperluan tes dalam evaluasi bimbingan klasikal berbeda dengan fungsi dan keperluan tes dalam pembelajaran yang dilakukan guru, maka pemaparan tentang metode evaluasi bimbingan klasikal dengan teknik tes disesuaikan dengan arah dan lingkup tugas konselor. a. Prinsip penyusunan tes Terdapat empat prinsip yang dapat digunakan panduan bagi konselor dalam mengembangkan tes guna mengevaluasi bimbingan klasikal: 1) Tes digunakan untuk mengases seluruh tujuan bimbingan klasikal. Prinsip ini menegaskan bahwa tes yang dibuat oleh konselor diarahkan untuk mengukur ketercapaian tujuan bimbingan klasikal. Oleh karena itu, dalam mengembangkan tes sendiri, konselor harus menggunakan tujuan bimbingan klasikal sebagai bahan penyusunan butir.
Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
2) Mencakup sebanyak mungkin ranah kognitif. Tes disusun bukan hanya untuk mengases ranah pengetahuan yang berorientasi pada hafalan saja, melainkan ranah kognitif yang lebih tinggi juga penting untuk dilibatkan. Ranah kognitif yang dilibatkan tentunya diharapkan selasar dengan tingkat rana h kognitif yang dirancang dalam tujuan bimbingan klasikal. Meski banyak ranah kognitif yang diukur, bukan berarti butirnya harus banyak. 3) Menggunakan jenis dan format tes yang tepat. Penting untuk dipahami bahwa soal tes dengan jenis tertentu hanya untuk keperluan terbatas atau mengases proses berpikir yang berbeda. Konselor diharapkan dapat memilih jenis soal yang tepat untuk mengevaluasi kegiatan bimbingan klasikalnya. 4) Menggunakan tes untuk memperkuat pembelajaran dalam bimbingan klasikal. Penggunaan tes dalam bimbingan klasikal tidak diarahkan untuk memberi nilai bagus atau kurang atas kinerjanya mengikuti bimbingan klasikal sebagaimana guru memberi tes untuk mengukur pencapaian belajar siswa. Tes dalam evaluasi bimbingan klasikal diharapkan dapat memperkuat pemahaman konsep siswa terhadap konten atau materi bimbingan klasikal. Apabila terjadi kesalahan atau kekeliruan
pada
siswa
dalam
mengerjakan
tes,
maka
konselor
dapat
memanfaatkannya sebagai sarana untuk memberi balikan kepada siswa sehingga mereka mendapatkan pemahaman yang lebih tepat tentang isu yang dibahas dalam bimbingan klasikal. b. Konstruksi tes Berikut ini adalah tahapan dalam mengkonstruksi tes: 1) Merencanakan tes. Perencanaan tes dilakukan dengan membuat cetak biru atau kisi kisi atau blue print tes. Cetak biru sangat bermanfaat untuk menentukan dan membuat keputusan tentang seberapa banyak ruang yang diberikan untuk men gukur tingkat berpikir tertentu. Bagi konselor yang menempatkan tes berbeda dengan guru, alokasi ruang dalam merencanakan tes menjadi penting mengingat konselor diharapkan tidak terlalu banyak menyusun butir tes. Tes lebih untuk mengases
Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
tingkat pemahaman siswa tentang konten atau materi yang diajarkan dalam bimbingan klasikal. Tabel 2 menyajikan contoh kisi-kisi tes. Tabel 2 Contoh format kisi-kisi tes No
Tujuan Khusus
C1
1
Tujuan khusus 1
2
Tujuan khusus 2
3
Tujuan khusus 3
3
Total
1
C2
C3 C4
C5
1
Jumlah
1
2
1
C6
1
1
4
2
1
4
Keterangan: C1 = mengingat; C2 = memahami; C3 = menerapkan; C4 = me nganalisis; C5 = mengevaluasi; C6 = menciptakan 2) Menyusun tes. Tahapan ini dilakukan dengan memutuskan format tes dan jenis tipe soal yang akan digunakan. Ada dua tipe soal, yakni (1) selected response items, dan (2) constructed response items. Soal jenis selected response items meminta siswa untuk memilih jawaban yang sudah disiapkan oleh pembuat soal, contoh soal benarsalah, menjodohkan, dan pilihan ganda. Adapun soal jenis constructed response items meminta siswa untuk mengkonstruk sendiri jawaban dari tiap butir yang
ditanyakan, contoh soal esay dan jawaban pendek . Tipe soal selected response items biasanya disebut objektif karena tidak terlalu menimbulkan penafsiran ulang dalam proses koreksinya. 3) Mengonstruksikan dan memberikan skor butir. Tahapan akhir dari konstruksi tes buatan guru atau konselor adalah memberikan bobot skor terhadap butir yang telah dibuat. c. Jenis soal Pada paparan ini akan dibahas tiga macam soal selected response items, yakni benar-salah, menjodohkan, dan pilihan ganda, serta dua macam soal constructed response items, yakni jawaban pendek dan esai. Setiap macam soal tersebut dapat
dimanfaatkan konselor untuk mengases pemahaman atau penguasaan siswa terhadap materi atau konten bimbingan klasikal.
Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
1) Soal benar-salah. Jenis soal ini bermanfaat untuk mengukur pencapaian tujuan bimbingan klasikal yang sifatnya membandingkan berbagai alternatif. Di samping itu, jenis soal ini dapat diaplikasikan ketika konselor kesulitan mengembangkan alternatif jawaban (distractor ) untuk soal pilihan ganda. Kelemahan soal ini adalah peluang siswa menjawab benar yang besar, yakni sebesar 50%. 2) Soal menjodohkan. Jenis soal menjodohkan sangat bermanfaat untuk mengukur pemahaman siswa tentang fakta dan konsep dalam jumlah yang banyak. Soal menjodohkan tidak dianjurkan dalam jumlah butir yang banyak; biasanya antara 6 sampai 8 butir saja dalam satu tes. 3) Soal pilihan ganda. Jenis soal pilihan ganda merupakan jenis soal yang dipandang paling baik karena soal ini memberikan peluang menjawab benar yang tidak terlalu tinggi dan dapat dimanfaatkan untuk mengukur tingkat berpikir tinggi (higher order thinking). Ada tiga komponen dalam soal pilihan ganda, yakni stem, jawaban
benar/kunci jawaban, dan pengecoh (distractor ). Stem merupakan pernyataan yang menyuguhkan pertanyaan atau masalah. Kunci jawaban merupakan pernyataan yang menjawab permasalahan atau pertanyaan yang disajikan dalam stem. Adapun pengecoh adalah pernyataan yang logis tetapi keliru. 4) Soal jawaban pendek. Jenis soal jawaban pendek sangat bermanfaat untuk digunakan mengukur kemampuan siswa dalam mengingat informasi, terutama mengingat fakta dan konsep. Kemungkinan siswa menebak-nebak dalam menjawab soal tereliminir karena tidak ada pilihan jawaban. Dalam menyusun soal jawaban pendek, penyusun harus memastikan bahwa soal atau permasalahan hanya menuntut satu jawaban yang benar. 5) Soal esai. Jenis soal esai merupakan cara terbaik untuk mengukur proses berpikir tingkat tinggi yang dilakukan siswa. Di samping itu, membuat soal esai tidak terlalu merepotkan jika dibandingkan dengan soal objektif, terutama soal pilihan ganda. Namun, kritik diberikan terhadap cara penskoran jenis soal esai yang cenderung mengandung bias.
Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018