KOMUNIKASI SENI DR. Jaeni B Wastap
KOMUNIKASI SENI
KOMUNIKASI SENI
PENGERTIAN
Komunikasi seni adalah komunikasi estetik Esensi seni sebagai tindakan simbolik yang di dalamnya terjadi proses komunikasi estetik tentang nilai-nilai yang mereka miliki. Komunikasi estetik merupakan suatu bentuk relasi nilai-nilai yang berkelindan dan dimaknai oleh pelaku seni dan publiknya publiknya dalam suatu peristiwa seni pertunjukan. Komunikasi estetik dalam seni pertunjukan tidak Komunikasi sekadar perhatian terhadap bentuk, namun isi dan penyajianny penyajiannya a yang memiliki makna dan nilai “indah” bagi segenap masyarakat pendukungnya.
UNSUR KOMUNIKASI SENI
Peserta komunikasi (pelaku dan publik)
Media seni
Pesan (makna, nilai-nilai)
PESERTA KOMUNIKASI SENI KONTEKS SOSIAL BUDAYA
PELAKU Logis-Material Magis-Spiritual
PUBLIK Partisipatif-Kolektif Kritis-Apresiatif Snobis-Interaktif
Klasifikasi Publik
kritis-apresiatif
Kelompok Masyarakat
Makna Komunikasi
Kelompok terpelajar, budayawan, Penyampaian nilaiguru kesenian, pelaku seni, yang
nilai; sejarah,
dikategorikan sebagai orang
pendidikan, cermin
dewasa.
hidup masyarakat, dan hiburan
snobis-interaktif
Individu-individu yang memiliki
Aktualisasi diri dan
kemampuan ekonomi; para
hiburan
pemuda, pengusaha kampung ( juragan), para kuwu (kepala desa), kaum penggembira partisipatif-
Masyarakat lingkungannya yang
Solidaritas,
kolektif
berada di sekitar pementasan
kekeluargaan, leisure
pertunjukan.
time, dan hiburan.
SENI DALAM KONTEKS SOSIO-BUDAYA •
•
Seni (pertunjukan) merupakan bagian dari ekspresi budaya, maka penting kiranya untuk menempatkan hasil-hasil seni pertunjukan dalam wilayah-wilayah kebudayaan aslinya. Karya seni itu ada karena ada seniman penciptanya. Seniman ini bekerja berdasarkan “ideologi” masyarakat tempat ia hidup mengintegrasikan dirinya. Jadi konteks sosiobudaya memegang peranan penting terhadap terciptanya karya seni dan hidupnya karya seni tersebut dalam masyarakat.
•
•
•
Arti seni bagi seniman berbeda dengan pendekatan yang ditinjau dari penikmat seni (individu, biasa, atau kritikus seni), berbeda dengan tinjauan atas benda seni itu sendiri, dan berbeda pula dengan respons masyarakat umumnya. Konteks sosio-budaya seni pertunjukan ditekankan pada pendekatan berdasarkan konteks sezaman masyarakatnya. Benda seni hasil suatu zaman dalam masyarakat tertentu dapat terus hidup ke zaman-zaman berikutnya, begitu pula makna seni semula akan mengalami perubahan pada konteks zaman dan masyarakat sesudahnya, apalagi di masyarakat lain dan pada zaman yang lain pula.
ENAM SISTEM DASAR SOSIOBUDAYA •
•
TIPE PERTAMA memiliki ciri-ciri dasar dalam adaptasi ekologi dalam berkebun ubi atau keladi, berburu, dan meramu. Dalam sistem sosial, kelompok ini merupakan kelompok masyarakat ata desa terpencil tanpa diferensiasi dan stratifikasi yang berarti.
Beberapa pengaruh budaya luar sangat sulit menembusnya, bahkan tidak mengalami pengaruh budaya padi, budaya perunggu, budaya Hindu-Budha, dan Islam.
•
•
•
TIPE KEDUA, masyarakat sosial budaya yang memiliki ciri-ciri dasar dalam adaptasi ekologi yang sudah mengenal perdagangan dan juga ladang (budaya padi).
Sistem sosial budaya ini menunjukkan masyarakat tani dengan diferensiasi dan stratifikasi sosial yang sedang, sedangkan golongan atas yang dianggap lebih dihargai berada di kota-kota. Orientasi masyarakatnya adalah kebudayaan kota (kolonial dan republik). Sementara pengaruh budaya luar hampir tidak mengalami, justru isolasi dibuka oleh kaum Misionaris dan Zending.
•
•
TIPE KETIGA, masyarakat sosial budaya yang memiliki ciri-ciri dasar dalam adaptasi ekologi yang telah mengenal berladang dan bersawah.
Sistem sosialnya dibangun sebagaimana masyarakat desa dengan diferensiasi dan stratifikasi sedang, orientasinya kepada masyarakat kota bekas negara dagang yang kuat ciri islamnya, juga berorientasi pada masyarakat pegawai kota dari masa kolonial dan republik.
•
•
•
TIPE KEEMPAT , masyarakat sosio budaya yang memiliki ciri-ciri dasar dalam adaptasi ekologi yang telah mengenal persawahan. Sistem sosialnya dibangun sebagaimana masyarakat tani dengan diferensiasi dan stratifikasi kompleks, orientasi kepada masyarakat kota bekas negara dagang yang kuat dengan ciri islam, juga berorientasi pada masyarakat pegawai kota dari masa kolonial dan republik. Masyarakat tipe ini memiliki pengaruh budaya luar yang sangat kuat dan hampir semua kebudayaan asing yang masuk Indonesia (HinduBudha, Kristen, dan Islam) mempengaruhi kehidupan masyarakat tersebut.
•
•
TIPE KELIMA, masyarakat sosio-budaya yang memiliki ciri-ciri dasar dalam adaptasi ekologi yang berorientasi pada masyarakat kota dengan sektor dagang dan industri yang masih lemah.
Sistem sosialnya sebagaimana sistem sosial masyarakat kota dengan penggolongan yang kompleks.
•
•
TIPE KEENAM, merupakan masyarakat yang memiliki ciri-ciri dasar dalam adaptasi ekologi yang mengarah pada perkembangan perdagangan dan perindustrian yang berarti, tapi masih didominasi oleh sektor pemerintahan (kepegawaian) dan politik, baik di tingkat daerah maupun nasional.
Sistem sosial masyarakat tipe ini merupakan masyarakat campur-aduk suku-suku bangsa dan campur-aduk bangsa-bangsa keturunan asing (Cina, Arab, Eropa).
MEDIA SENI MUSIK •
•
Musik menjadi bagian penting pertunjukan, baik sebagai ilustrasi maupun pengiring pokok dari bagian-bagian dalam struktur pertunjukan. Musik dalam pertunjukan merupakan pula penanda tokoh-tokoh peran yang muncul atau mewakili pertunjukan seni dalam suatu peristiwa seni.
TARI / GERAK •
•
unsur tari dalam peristiwa seni menjadi bagian tak terpisahkan dari setiap pertunjukannya. Unsur tari memiliki dua kategori; Pertama adalah tarian mandiri yang dipertunjukan secara khusus, dan kedua adalah tarian yang melekat pada setiap pelaku pertunjukan dalam sebuah peristiwa seni.
LAKON /DRAMATIK/ALUR CERITA •
•
Unsur lakon/dramatik/alur cerita menjadi bagianpenyajian seni. Unsur lakon/dramatik/alur cerita dimaksud merupakan bentuk penyajian yang dikomunikasikan atau disampaikan lewat akting, dialog, nyanyian, gerak tubuh (gestura), melalu alur cerita ( plot ), musik, bahkan rupa yang dirancang tanpa maupun ada naskah sebelumnya.
RUPA/ARTISTIK kelengkapan unsur peristiwa seni akan memiliki unsur rupa yang menjadi bagian dari visualisasi pertunjukan. Unsur rupa merupakan salah satu unsur pewujud pertunjukan atau rupa itu sendiri adalah peristiwa seni yang memiliki makna komunikasi. Di pertunjukan teater misalnya, rupa sangat dominan mewarnai setiap pertunjukan, di antaranya: setting panggung, layar bergambar (scenery ) yang dilengkapi dengan plisir (borders) dan sebeng (wings), lampu panggung dan stage effects, tata rias dan kostum serta berbagai asesoris lain. •
•
•
INTERELASI ANTARUNSUR PERTUNJUKAN
Musikalitas Tarian Waktu
Publik
Pertunjukan Teknologi Panggung
Artistik rupa
Rias Busana
TEORI-TEORI KOMUNIKASI UNTUK SENI FUNGSI TEORI
Fungsi pertama teori adalah mengorganisasikan dan menyimpulkan pengetahuan tentang sesuatu hal ini berarti bahwa dalam mengamati realitas kita tidak boleh melakukannya secara sepotongsepotong. Kita perlu mengorganisasikan dan mensintesiskan hal-hal yang terjadi dalam kehidupan dunia.
Fungsi yang kedua adalah menjelaskan. Maksudnya adalah bahwa teori harus mampu membuat suatu pénjelasan tentang hal yang diamatinya. Penjelasan ini tidak hanya berguna untuk memahami pola-pola, hubungan-hubungan, tetapi juga untuk menginterpretasikan peristiwaperistiwa tertentu.
Fungsi yang ketiga adalah pengamatan, menunjukkan bahwa teori tidak saja menjelaskan tentang apa yang sebaiknya diamati tetapi juga memberikan petunjuk bagaimana cara mengamatinya. Oleh karena itulah teori yang baik adalah teori yang berisikan konsep-konsep operasional.
Fungsi keempat adalah membuat prediksi. Meskipun kejadian yang diamati berlaku pada masa lalu, namun bérdasarkan data dan hasil pengamatan ini harus dibuat suatu perkiraan tentang keadaan yang bakal tejadi apabila hal-hal .yang digambarkan oleh teori juga tercerminkan dalam kehidupan di masa sekarang.
Fungsi yang kelima fungsi kontrol, bersifat normatif. Hal ini dikarenakan bahwa asumsi-asumsi teori dapat kemudian berkembang menjadi norma-norma atau nilai-nilai yang dipegang dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, teori dapat berfungsi sebagai sarana pengendali atau pengontrol tingkah laku kehidupan manusia.
CIRI TEORI YANG BAIK
Memiliki Nilai Kegunaan; Prinsip yang digunakan oleh para ahli untuk
mengevaluasi teori adalah dilihat dari kegunaannya. Berkenaan dengan aspek ini maka teori komunikasi hendaknya memiliki kegunaan yang sifatnya sepanjang waktu, artinya mengena pada setiap jaman.
Scope (Ruang Lingkup) ; Kriteria cakupan ini biasanya dimulai dalam pertanyaan ”Apakah ruang lingkup teori tersebut bersifat umum?” Ruang lingkup suatu teori
adalah kesimpulan perilaku komunikasi yang diuraikan yang handal tentang beberapa kelas fenomena komunikasi yang jelas.
Parsimony ; Teori harus sederhana, teori harus menyederhanakan realitas yang
sifatnya abstrak kedalam konsep yang bisa dipahami secara jelas dan singkat.
Heurism; Aksioma umum menyebutkan bahwa teori yang baik adalah teori yang
mampu merangsang penelitian. ini berarti bahwa teori yang diciptakan dapat merangsang timbulnya upaya-upaya penelitian selanjutnya. Hal ini dapat terjadi apabila konsep-konsep dan penjelasan-penjelasan teori cukup jelas dan operasional sehingga dapat dijadikan pegangan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
Falsifiability; Suatu paham atau pemikiran bahwa hasil pengamatan selalu akan
bersifat fals sebab realitas hanya sebagian kecil yang bisa diamati.
BEBERAPA TEORI KOMUNIKASI UNTUK SENI TEORI MEDIA: Lazarfeld dan Laswell
Teori media dari Laswell dianggap oleh para pakar komunikasi sebagai salah satu teori komunikasi yang paling awal dalam perkembangan teori komunikasi ( 1948).
Laswell mengatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan : Who Says What In Which Channel to Whom With What Effect ( Siapa Mengatakan Apa Melalui Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Efek Apa ).
Jawaban bagi pertanyaan paradigmatik Laswell itu merupakan unsur-unsur proses komunikasi, yaitu : komunikator, pesan, media, komunikan/penerima, efek.
Fungsi komunikasi menurut Laswell adalah sebagai berikut: 1) pengamatan lingkungan; 2) korelasi kelompok-kelompok dalam masyarakat ketika menanggapi lingkungan ; 3) transmisi warisan sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain.
TRIANGLE OF MEANING (Ogdens and Richards)
Menunjukkan bagaimana simbol berfungsi berdasarkan pengalaman seperti yang dikemukakan dalam teori Triangle of Meaning ( Ogdens and Richards).
Inti dari penggunaan bahasa adalah pada makna daripada persuasi sebagai fokus dari Komunikasi dan Studi Retorika .
Manusia menggunakan Simbol-simbol, seperti; kata, kesan, gesture, gambar, atau suara untuk menunjukkan konsep atau ide. Tetapi uniknya, simbol yang sama dapat mempunyai arti yang berbeda atau kata yang berbeda dapat mempunyai makna yang sama.
Ogden dan Richard menyatakan: bahwa makna ada pada manusia, bukan pada kata.
Makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa yang dimungkinkan karena manusia mampu menamai segala sesuatu, bukan hanya objek fisik, tindakan atau peristiwa (bahkan tanpa kehadiran objek fisik, tindakan atau peristiwa itu), namun juga gagasan yang abstrak.
DRAMATISM (Kenneth Burke) Merupakan bentuk retorika baru. Identifikasi pembicara dengan audien adalah cara terbaik
untuk
memahami drama manusia daripada retorika aristoteles. Semua bentuk komunikasi sebagai cerita dan
menawarkan paradigma naratifnya sebagai cara baru memahami pribadi dan retorika publik.
Bahasa adalah sebuah respon manusia yang merupakan tindakan penuh
arti dari suatu motif”. Bahwa hidup tidak seperti drama, tapi hidup
adalah drama.
Prinsip-prinsip komunikasinya berguna untuk
memahami motivasi
manusia. Perspektif prinsip-prinsip
tersebut tertuang dalam identifikasi, dramatism pentad, dan penyesalan-siklus penebusan sebagai cara untuk mengkaji yang dialamatkan pada publik.
• Identifikasi dalam dramatism Burke menggunakan kata subtansi sebagai payung untuk menggambarkan karakteristik fisik seseorang, bakat, pekerjaan, latar belakang, kepribadian, keyakinan, dan nilai. Sementara kata lain digunakan, yakni homophily untuk menggambarkan kemiripan persepsi antara pelaku dan publik. • Dramatism Pentad Burke, merupakan alat untuk menganalisis bagaimana persuasi sebagai upaya komunikator meyakinkan pandangannya tentang realitas sebagai sebuah kenyataan. Terdapat lima cabang metode yang menjadi perhatian kritis yang terdiri dari unsur-unsur krusial dari drama manusia, yakni tindakan (act ) berkaitan dengan respon, adegan (scene) berkaitan dengan situasi, yang mewakili (agent ) berkaitan dengan subjek, perwakilan (agency ) berkaitan dengan stimulus, dan maksud tujuan ( purpose) berkaitan dengan sasaran. • Penyesalan – Siklus Penebusan merupakan proses penyimbolan terhadap bahasa manusia sebagai akar dari semua bentuk retorika. Dalam hal ini, Burke meyakini bahwa proses tersebut dapat memberikan kebebasan terhadap penyesalan sebagai alur cerita dasar tentang drama manusia.
Dari ketiga prinsip-prinsip dramatism Burke dihasilkan sebuah kritik retorika yang dapat digunakan dalam memahami peristiwa dramatis. Kritik Burke ini juga dapat dijadikan sebagai evaluasi analisis kritis dalam bidang komunikasi, terutama yang menyangkut interaksi simbolik.
PARADIGMA NARATIF (Walter Fisher) Pendapat Fisher dilatarbelakangi oleh sebuah pertanyaan apa esensi
sifat
manusia? Komunikasi manusia menunjukkan sesuatu yang lebih mendasar
daripada
rasionalitas, kuriositas atau dalam penggunaan simbol-simbol. Semua bentuk komunikasi yang menarik alasan
kita adalah suatu jenis cerita yang berkaitan dengan sejarah, budaya, atau karakter manusia itu sendiri.
Hampir semua tipe
komunikasi adalah cerita.
Narasi sebagai tindakan simbolik dalam
kata maupun tindakan yang memiliki susunan dan makna bagi siapapun yang hidup, berkreasi, berinterpretasi.
Narasi adalah akar komunikasi dalam ruang dan waktu. Narasi
memuat setiap aspek dari kehidupan kita yang menunjukkan karakter, motif, dan tindakan.
Perubahan Paradigma dari dunia rasional ke narasi seseorang
Paradigma dunia rasional • Esensi orang adalah rasional • Kita membuat kebijakan pada dasar argumentasi • Tipe situasi pembicaraan menentukan arah argumentasi kita • Rasionalitas ditentukan oleh seberapa banyak kita mengetahui dan baiknya pendapat kita • Dunia adalah perangkat teka-teki logis yang dapat kita selesaikan dengan analisis rasional.
Paradigma naratif • Esensi orang adalah pendongeng • Kita buat kebijakan pada dasar alasan terbaik, dimana perubahan tergantung pada situasi komunikasi, media, dan genre (filsafat, teknik, retorik, atau artistik) • Sejarah, biografi, budaya, dan karakter menentukan apa yang menjadi alasan terbaik kita • Rasionalitas naratif ditentukan oleh koherensi dan ketepatan cerita kita. • Dunia merupakan perangkat cerita dari dimana kita memilih hingga mengkreasi kembali hidup kita.
KONVERGENSI SIMBOLIK (Ernest Bormann)
Terdapat enam asumsi epistemologis teori ini :
(1) Makna, emosi dan motif bertindak ada pada isi pesan yang temvatakan dengan jelas, (2) Realitas diciptakan secara simbolik. (3) Rantai fantasi menciptakan konvergensi simbolik dalam bentuk dramatistik, (4) Analisis tema fàntasi adalah metode pokok dalam menangkap relitas simbolik, (5) Tema fantasi dapat terjadi dalam berbagai wacana yang dikembangkan, (6) Terdapat tiga Visi analog Master yakni : Righteous, social dan pragmatic. Teori Konvegensi siinbolik dibangun dengan berlandaskan pada gagasan bahwa anggola-anggota kelompok harus bertukar fantasi untuk dapat membentuk kelompok yang kohesif
Fantasi diartikan sebagai interpretasi yang kreatif dan imajinatif terhadap berbagai peristiwa yang memenuhi kebutuhan psikologis dan retoris
Fantasi lebih diartikan sebagai cerita, satire, perumpamaan. kenangan masa lalu. pengalaman atau lelucon yang memiliki muatan emosi.
KOMUNIKASI ESTETIK
Komunikasi estetik memiliki sifat unik dan khas serta ditentukan oleh pengalaman dan perasaan yang subjektif terkait nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Peristiwa komunikasi dalam seni pertunjukan yang di dalamnya terdapat relasi nilai-nilai estetik (keindahan) sebagai pesan yang bermakna antara seniman dan publiknya. Chandrasekhar (1987), bahwa komunikasi estetik terjadi karena relasi harmonis antara unsur-unsur keindahan seni dengan kecerdasan, perasaan, dan pengalaman individu dalam lingkungannya. Komunikasi estetik mengisyaratkan kita untuk menganalisis dan menginterpretasikan komunikasi keindahan pada seni pertunjukan sebagai relasi nilai-nilai. Caranya dibutuhkan usaha untuk terlebih dahulu menemukan nilainilai estetik yang ada dalam setiap seni pertunjukan.
MAKNA
Nilai Sosial Budaya
Pertunjukan Seni
Nilai perasaan dan pengalaman
MAKNA
KONSTRUKSI KOMUNIKASI
Keindahan merupakan sebuah realitas pertunjukan yang dikonstruksi oleh masyarakat pendukungnya, baik pelaku maupun publiknya. Konstruksi menurut Barker (2000: 10) pada dasarnya sebuah usaha diskursif maupun representatif yang sadar-diri (self-reflexive) yang bertujuan menafsirkan dan menggambarkan dunia kekinian. Konsepsi Berger dan Luckmann (1990: 210) tentang konstruksi sosial, dimana realitas sosial merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Realitas komunikasi estetik pertunjukan merupakan realitas sosial dimana individu sebagai manusia bebas untuk menafsirkan sesuatu yang ia rasa indah atau tidak indah. Individu menjadi penentu dalam sebuah bentuk keindahan di dunia sosialbudaya yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya. Individu bukanlah korban fakta sosial, namun sebagai mesin produksi sekaligus reproduksi yang kreatif dalam mengkonstruksi keindahan pada seni pertunjukan dalam kehidupan sosial-budaya.
Sutradara
PENYESUAIAN VISI LAKON/TEMA
Publik (pemangku hajat)
Proses
Sutradara atau Pelaku lainnya
ATURAN/ RENCANA PESAN PERTUNJUKAN
Pelaku/Seniman
Proses
PENETRALAN
Pelaku/Seni man
PERTUNJUKAN
Publik
KOMUNIKASI EKSPRESIF
Di antara fungsi-fungsi komunikasi terdapat fungsi komunikasi ekspresif baik pada pesan verbal maupun nonverbal (Mulyana, 2007: 24) seperti dimiliki juga oleh seni pertunjukan sandiwara Cirebon melalui laku, tindakan dan ucap yang terdapat pada komunikasi estetik.
laku, ekspresi-ekspresi ditunjukkan oleh tokoh peran yang memiliki kemauan untuk berbuat sesuatu (will ) dalam sebuah adegan, seperti hasrat untuk saling mengenal dengan seseorang, hasrat untuk berbuat jahat, hasrat untuk saling sayang, dendam, protes dan lain-lain.
Tindakan akan terrepresentasikan oleh gerak-gerak pada tarian setiap tokoh, tindakan-tindakan seperti berkelahi, memukul, menangkis, membacok, juga tindakan tokoh peran ketika dalam adegan romantis, melalui nyanyian dengan berpelukan, saling usap pipi, mengelus rambut, dan lain-lain.
ucap, bisa kita dengar dan perhatikan dalam dialog-dialog, yang mencerminkan ekspresi-ekspresi kejahatan dan kelicikan maupun dialog-dialog yang yang mengekspresikan kebaikan, santun, dan hormat. Demikian halnya dengan dialog-dialog atau canda para bodor (pelawak) dengan nyanyian yang mengekspresikan kelucuan, konyol bahkan sedikit jorok yang membuat tawa penonton.
Laku, tindakan dan ucap dalam pertunjukan seni merupakan
ekspresi hidup keseharian yang distilasi melalui logika seni dalam gaya (grand style, slaptic, komikal, dan lain-lain). Ekspresi yang mewakili komunikasi seorang seniman (pelaku) di atas panggung merupakan ”bentuk tingkah laku sesuai dengan tema dan tuntutan pesan cerita bukanlah imitasi realitas, melainkan penemuan realitas” Cassirer (1956:183). Komunikasi dalam seni pertunjukan dapat menjadi
wahana penemuan ekspresi-ekspresi sosial budaya masyarakatnya, yang kadang tersembunyi dalam kehidupan sehari-hari.
Ekspresi-ekspresi yang muncul di
atas panggung merupakan ekspresi simbolik yang pada gilirannya harus dimaknai sesuai dengan kehidupan mereka (masyarakatnya).
KOMUNIKASI REFLEKTIF
Komunikasi seni memiliki fungsi komunikasi ekspresif dan lebih jauh memiliki nilai sebagai komunikasi reflektif atas peristiwanya memasuki wilayah pemahaman di luar kesadaran. Kalimat ”di luar kesadaran” artinya berbeda dengan kehidupan sehari-hari yang berarti seseorang hilang ingatan. Di luar kesadaran dalam komunikasi estetik merupakan proses komunikasi yang lebih mengarah pada proses emosional, dimana publik seolah-olah menyerahkan diri agar dikuasai keindahan. Ketidaksadaran merasakan keindahan dapat dikatakan sebagai perangkat jiwa yang bekerja lewat olah batin atau olah rasa (Jung,1949) sebagai perasaan dan pengalaman, tidak saja secara individu namun secara kolektif sebagai arketipe (Kahija, 2006).
Dalam pandangan timur, arketipe, diistilahkan sebagai logika paradoksikal yang menuntut penghargaan atas intuisi sebagai perangkat jiwa yang mampu menangkap langsung kebenaran sebagaimana yang terdapat dalam komunikasi estetik seni pertunjukan. Seni pertunjukan dapat menjadi seperangkat sikap, kepercayaan, dan nilai yang dianut seseorang atau sekelompok orang dalam asuhan suatu budaya sebagaimana komunikasi estetik seni pertunjukan yang bukan saja perpaduan kerja pancaindera dan rasa, namun juga tentang nilai-nilai yang menjadi refleksi pandangan dunia (Mulyana, 2004:32).
Nilai menjadikan komponen yang evolutif dari kepercayaan yang mencakup; kegunaan, kebaikan, estetika, dan kepuasan (Mulyana 2007: 215-216). Terkait dengan itu, komunikasi reflektif sebagai bagian dari nilai dalam komunikasi estetik seni pertunjukan akan bersumber dari isu filosofis yang lebih besar yang merupakan bagian dari lingkungan budaya masyarakat pendukungnya. Komunikasi refleksi sebagai nilai dalam komunikasi seni menyajikan tema-tema budaya masyarakat pendukungnya dan dapat dimaknai nilai-nilainya tergantung pemahaman, apresiasi, dan interpretasi menurut tafsir ”kita” dan mereka. (Bisa jadi pengungkapan tema-tema budaya lewat peristiwa pertunjukan A bukan sesuatu yang luar biasa bagi masyarakat yang bukan publiknya. Akan tetapi bagi publik pertunjukan B, pengungkapan itu menjadi refleksi atas apa yang terjadi saat ini, atas apa yang telah dilakukannya dalam masyarakat lingkungan budayanya, hingga perilaku-perilaku dirinya.)