Klasifikasi Metode Analisis Volumetri
Titrasi ada kalanya orang menyebut sebagai metode volumetric, hal ini disebabkan pengukuran volume larutan dalam titrasi memegang peranan yang penting. Dari pengambilan analit dengan volume tertentu hingga pembacaan volume titran yang habis dipakai untuk titrasi mempengaruhi semua hasil analisis. Oleh sebab itu penggunaan peralatan yang tepat dalam titrasi juga tidak boleh disepelekan.
Metode Volumetri dibedakan atas jenis-jenis reaksi yang terlibat antara titran dan analit yaitu:
Asam-Basa. Terdapat banyak senyawa asam dan basa yang dapat ditentukan secara titrasi. Baik asam kuat atau basa kuat, titik akhir titrasipun sangat mudah diamati dengan penggunaan indicator asam basa seperti fenolphtalein (PP), metal merah, metal orange, dan lainnya. Pada saat titik equivalent diperoleh maka larutan bersifat netral akan tetapi dengan penambahan sedikit titran untuk mencapai titik akhir titrasi maka cukup untuk mengubah warna indicator asam basa. Cara lain adalah dengan menggunakan pHmeter. Asam lemah dan basa lemah juga dapat dititrasi begitu juga dengan asam organic yang dititrasi dengan pelarut non-air.
Reduksi-Oksidasi . Zat yang bersifat oksidator seperti KMnO4, K2CrO4, I2, dan zat yang bersifat reduktor seperti H2C2O4, Fe2+, Sn2+ dapat ditentukan dengan metode titrasi ini. Reaksi redoks terlibat saat titran dan analit bereaksi. Beberapa metode titrasi redoks tidak membutuhkan indicator untuk melihat titik akhir titrasi seperti titrasi antara KMnO4 dan H2C2O4 disebabkan KMnO4 itu sendiri sudah berwarna. Amylum biasanya dipakai untuk titrasi yang melibatkan I2.
Kompleksometri. Reaksi pembentukan kompleks antara EDTA dan ion logam mendasari metode ini. EDTA merupakan jenis titrant yang banyak dipakai untuk titrasi kompleksometri dan bereaksi dengan banyak logam, reaksinyapun dapat dikontrol dengan mengontrol pH larutan.
Pengendapan. Reaksi pembentukan endapan menjadi dasar metode ini. Titran dan analit bereaksi membentuk endapan seperti penentuan ion klorida dengan menggunakan titran AgNO3. Indikator dapat digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi misalnya K2CrO4 untuk titrasi yang menggunakan titran perak nitrat.
Apa itu Titrasi ?
Mempelajari titrasi amatlah penting bagi mahasiswa yang mengambil jurusan kimia dan bidang-bidang yang berhubungan dengannya. Titrasi sampai sekarang masih banyak dipakai di laboratorium industri disebabkan teknik ini cepat dan tidak membutuhkan banyak reagen.
Titrasi merupakan salah satu teknik analisis kimia kuantitatif yang dipergunakan untuk menentukan konsentrasi suatu larutan tertentu, dimana penentuannya menggunakan suatu larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya secara tepat. Pengukuran volume dalam titrasi memegang peranan yang amat penting sehingga ada kalanya sampai saat ini banyak orang yang menyebut titrasi dengan nama analisis volumetri.
Larutan yang dipergunakan untuk penentuan larutan yang tidak diketahui konsentrasinya diletakkan di dalam buret (lihat gambar) dan larutan ini disebut sebagai larutan standar atau titran atau titrator, sedangkan larutan yang tidak diketahui konsentrasinya diletakkan di Erlenmeyer (lihat gambar) dan larutan ini disebut sebagai analit.
Titran ditambahkan sedikit demi sedikit pada analit sampai diperoleh keadaan dimana titran bereaksi secara equivalen dengan analit, artinya semua titran habis bereaksi dengan analit keadaan ini disebut sebagai titik equivalen.
Mungkin kamu bertanya apabila kita menggunakan dua buah larutan yang tidak bewarna seperti H2SO4 dan NaOH dalam titrasi, bagaimana kita bisa menentukan titik equivalent?
Titik equivalent dapat ditentukan dengan berbagai macam cara, cara yang umum adalah dengan menggunakan indicator. Indikator akan berubah warna dengan adanya penambahan sedikit mungkin titran, dengan cara ini maka kita dapat langsung menghentikan proses titrasi.
Sebagai contoh titrasi H2SO4 dengan NaOH digunakan indicator fenolpthalein (pp). Bila semua larutan H2SO4 telah habis bereaksi dengan NaOH maka adanya penambahan sedikit mungkin NaOH larutan akan berubah warna menjadi merah mudah. Bila telah terjadi hal yang demikian maka titrasi pun kita hentikan.
Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan adanya berubahan warna indicator disebut sebagai titik akhit titrasi. Titrasi yang bagus memiliki titik equivalent yang berdekatan dengan titik akhir titrasi dan kalau bisa sama.
Perhitungan titrasi didasarkan pada rumus:
V.N titran = V.N analit
Dimana V adalah volume dan N adalah normalitas. Kita tidak menggunakan molaritas (M) disebabkan dalam keadaan reaksi yang telah berjalan sempurna (reagen sama-sama habis bereaksi) yang sama adalah mol-equivalen bukan mol. Mol-equivalen dihasilkan dari perkalian normalitas dengan volume.
Tidak semua zat bisa ditentukan dengan cara titrasi akan tetapi kita harus memperhatikan syarat-syarat titrasi untuk mengetahui zat apa saja yang dapat ditentukan dengan metode titrasi untuk berbagai jenis titrasi yang ada. Mengenal berbagai macam peralatan yang dipergunakan dalam titrasipun sangat berguna agar kita mahir melakukan teknik titrasi.
Peralatan Titrasi
Agar kamu lebih mudah melakukkan titrasi maka sebaiknya kamu lebih familier dengan berbagai macam alat yang akan dipergunakan untuk titrasi. Dengan mengetahui fungsi daripada alat-alat tersebut maka diharapkan kamu bisa melakukkan dan menggunakan alat tersebut untuk keperluan titrasi yang lebih akurat.
Sebagai contoh pada waktu menimbang zat yang dipakai untuk larutan standar biasanya para siswa ada yang menggunakan alas berupa kertas, padahal hal ini tidak boleh dilakukan, kamu bisa menggunakan gelas arloji sebagai alas untuk menimbang zat tersebut. Dengan demikian perhitungan akan menjadi lebih presisi.
Peralatan yang umum dipakai untuk keperluan titrasi adalah buret dan statis, erlenmeyer, labu ukur, pipet ukur, gelas arloji, pipet tetes, dan karet penghisap.
Gambar Alat
Nama & Fungsi
Buret Dan Statis
Buret dipakai sebagai tempat titran, biasanya yang dipakai adalah buret dengan volume 50 mL. Skala 0 ada dibagian atas dan 50 ada di bawah. Statis dipakai untuk menahan buret (meletakkan buret) pada waktu titrasi.
Erlenmeyer
Erlenmeyer dipakai untuk meletakkan analit. Biasa yang dipergunakan untuk titrasi adalah ukuran 250 mL agar mudah dipegang dang lebih mudah melihat analit.
Pipet Ukur
Untuk mengambil analit dengan volume tertentu misal 10, atau 25 mL maka gunakan pipet ukur, jangan menggunakan gelas ukur karena pipet ukur lebih presisi. Pipet ukur tersedia dalam banyak ukuran.
Labu Ukur
Alat ini dipakai untuk membuat larutan standar dengan volume tertentu misalnya 10, 25, 50 mL. Jangan gunakan beaker glass untuk membuat larutan standar sebab labu ukur lebih presisi.
Pipet Tetes
Pipet tetes biasanya dipakai untuk mengambil indikator yang akan digunakan pada waktu titrasi.
Gelas Arloji
Untuk alas pada waktu menimbang zat kimia (zat untuk larutan standar) maka jangan mengunakan kertas akan tetapi Anda harus meggunakan gelas arloji.
Karet Penghisap
Gunakan karet penghisap untuk mengambil analit pada waktu Anda menggunakan pipet ukur. Jika analitnya tergolong zat yang tak berbahaya Anda bisa menghisapnya dengan mulut.
Bagaimana Membuat Larutan Standar?
Larutan standar dalam titrasi memegang peranan yang amat penting, hal ini disebabkan larutan ini telah diketahui konsentrasi secara pasti (artinya konsentrasi larutan standar adalah tepat dan akurat). Larutan standar merupakan istilah kimia yang menunjukkan bahwa suatu larutan telah diketahui konsentrasinya.
Terdapat dua macam larutan standar yaitu larutan standar primer dan larutan standar sekunder.
Larutan standar primer adalah larutan standar yang konsentrasinya diperoleh dengan cara menimbang.
Contoh senyawa yang dapat dipakai untuk standar primer adalah:
Arsen trioksida (As2O3) dipakai untuk membuat larutan natrium arsenit NaASO2 yang dipakai untuk menstandarisasi larutan natrium periodat NaIO4, larutan iodine I2, dan cerium (IV) sulfat Ce(SO4)2.
Asam bensoat dipakai untuk menstandarisasi larutan natrium etanolat, isopropanol atau DMF.
Kalium bromat KBrO3 untuk menstandarisasi larutan natrium tiosulfat Na2S2O3.
Kalium hydrogen phtalat (KHP) dipakai untuk menstandarisasi larutan asam perklorat dan asam asetat.
Natrium Karbonat dipakai untuk standarisasi larutan H2SO4, HCl dan HNO3.
Natrium klorida (NaCl) untuk menstandarisasi larutan AgNO3
Asam sulfanilik (4-aminobenzene sulfonic acid) dipakai untuk standarisasi larutan natrium nitrit.
As2O3, asam bensoat, KBrO3, KHP, Na2CO3, NaCl, dan asam sulfanilik diatas adalah standar primer jadi senyawa ini ditimbang dengan berat tertentu kemudian dilarutkan dalam aquades dengan volume tertentu untuk didapatkan larutan standar primer.
Larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh dengan cara mentitrasi dengan larutan standar primer.
NaOH tidak dapat dipakai untuk standar primer disebabkan NaOH bersifat higroskopis oleh sebab itu maka NaOH harus dititrasi dahulu dengan KHP agar dapat dipakai sebagai standar primer. Begitu juga dengan H2SO4 dan HCl tidak bisa dipakai sebagai standar primer, supaya menjadi standar sekunder maka larutan ini dapat dititrasi dengan larutan standar primer NaCO3.
Syarat senyawa yang dapat dijadikan standar primer:
Memiliki kemurnian 100%
Bersifat stabil pada suhu kamar dan stabil pada suhu pemanasan (pengeringan) disebabkan standar primer biasanya dipanaskan dahulu sebelum ditimbang.
Mudah didapatkan (tersedia diaman-mana).
Memiliki berat molekul yang tinggi (MR), hal ini untuk menghindari kesalahan relative pada saat menimbang. Menimbang dengan berat yang besar akan lebih mudah dan memiliki kesalahan yang kecil dibandingkan dengan menimbang sejumlah kecil zat tertentu.
Harus memenuhi kriteria syarat-syarat titrasi.
Bilangan Titer
Apabila nantinya kamu menjadi staff laboratorium atau apa aja yang kerjanya sering di laboratorium dan kamu sering melakukan titrasi dengan titran dan analit yang sama, maka ada baiknya kamu menentukan "titer" agar perhitungan kamu menjadi lebih mudah dan cepat.
Titer didefinisikan sebagai:
Berat analit (biasanya dalam satuan milligram) yang akan bereaksi dengan 1 mL titran
Sebagai contoh bila larutan natrium hidroksida NaOH memiliki titer 3,65 mg HCl maka artinya tiap 1 mL larutan standar NaOH yang anda gunakan untuk menitrasi HCl akan tepat bereaksi dengan 3,65 mg HCl. Jika titrasi memerlukan 5 mL NaOH maka HCl yang bereaksi adalah 18,25 mg.
Satuan titer dapat kita ganti dengan berbagai macam satuan tergantung keperluan kita seperti gram, atau mol dan sebagainya. Besar kecilnya nilai titer tergantung pada besar konsentrasi larutan standar. Titer 0,1 N NaOH dan 0,2 N NaOH terhadap HCl diatas tentu saja berbeda, jadi besarnya titer tergantung pada berapa konsentrasi larutan standar yang kita gunakan sehari-hari. Tentu saja penggunaan istilah titer hanya untuk nilai kepraktisan dalam perhitungan titrasi.
Untuk melihat berbagai macam soal tentang titer kamu dapat melihatnya disini.
Mencari Nilai Titer AgNO3 dalam Bentuk mg Br/mL
Menentukan Bilangan Titer K2Cr2O7 Dalam Bentuk Fe3O4
Mencari Nilai Titer EDTA dalam Bentuk BaO
Iodometri
Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat bereaksi dengan I- (iodide) untuk menghasilkan I2, I2 yang terbentuk secara kuantitatif dapat dititrasi dengan larutan tiosulfat. Dari pengertian diatas maka titrasi iodometri adalah dapat dikategorikan sebagai titrasi kembali.
Iodida adalah reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi jika direaksikan dengan oksidator kuat. Iodida tidak dipakai sebagai titrant hal ini disebabkan karena factor kecepatan reaksi dan kurangnya jenis indicator yang dapat dipakai untuk iodide. Oleh sebab itu titrasi kembali merubakan proses titrasi yang sangat baik untuk titrasi yang melibatkan iodide. Senyawaan iodide umumnya KI ditambahkan secara berlebih pada larutan oksidator sehingga terbentuk I2. I2 yang terbentuk adalah equivalent dengan jumlah oksidator yang akan ditentukan. Jumlah I2 ditentukan dengan menitrasi I2 dengan larutan standar tiosulfat (umumnya yang dipakai adalah Na2S2O3) dengan indicator amilum jadi perubahan warnanya dari biru tua kompleks amilum-I2 sampai warna ini tepat hilang.
Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat adalah sebagai berikut:
IO3- + 5 I- + 6H+ -> 3I2 + H2O
I2 + 2 S2O32- -> 2I- + S4O62-
Setiap mmol IO3- akan menghasilkan 3 mmol I2 dan 3 mmol I2 ini akan tepat bereaksi dengan 6 mmol S2O32- (ingat 1 mmol I2 tepat bereaksi dengan 2 mmol S2O32-) sehingga mmol IO3- ditentukan atau setara dngan 1/6 mmol S2O32-.
Mengapa kita menitrasi langsung antara tiosulfat dengan analit? Beberapa alasan yang dapat dijabarkan adalah karena analit yang bersifat sebagai oksidator dapat mengoksidasi tiosulfat menjadi senyawaan yang bilangan oksidasinya lebih tinggi dari tetrationat dan umumnya reaksi ini tidak stoikiometri. Alasa kedua adalah tiosulfat dapat membentuk ion kompleks dengan beberapa ion logam seperti Besi(II).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi Iodometri adalah sebagai berikut:
Penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat menjelang akhir titrasi, dimana hal ini ditandai dengan warna larutan menjadi kuning muda (dari oranye sampai coklat akibat terdapatnya I2 dalam jumlah banyak), alasannya kompleks amilum-I2 terdisosiasi sangat lambat akibatnya maka banyak I2 yang akan terabsorbsi oleh amilum jika amilum ditambahkan pada awal titrasi, alasan kedua adalah biasanya iodometri dilakukan pada media asam kuat sehingga akan menghindari terjadinya hidrolisis amilum
Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya oksidasi iodide oleh udara bebas. Pengocokan pada saat melakukan titrasi iodometri sangat diwajibkan untuk menghindari penumpukan tiosulfat pada area tertentu, penumpukkan konsentrasi tiosulfat dapat menyebabkan terjadinya dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan belerang. Terbentuknya reaksi ini dapat diamati dengan adanya belerang dan larutan menjadi bersifat koloid (tampak keruh oleh kehadiran S).
S2O32- + 2H+ -> H2SO3 + S
Pastikan jumlah iodide yang ditambahkan adalah berlebih sehingga semua analit tereduksi dengan demikian titrasi akan menjadi akurat. Kelebihan iodide tidak akan mengganggu jalannya titrasi redoks akan tetapi jika titrasi tidak dilakukan dengan segera maka I- dapat teroksidasi oleh udara menjadi I2.
Bagaimana menstandarisasi larutan tiosulfat?
Tiosulfat yang dipakai dalam titrasi iodometri dapat distandarisasi dengan menggunakan senyawa oksidator yang memiliki kemurnian tinggi (analytical grade) seperti K2Cr2O7, KIO3, KBrO3, atau senyawaan tembaga(II).
Bila digunakan Cu(II) maka pH harus dibuffer pada pH 3 dan dipakai tiosianat untuk masking agent, KSCN ditambahkan pada waktu mendektitik akhir titrasi dengan tujuan untuk menggantikan I2 yang teradsorbsi oleh CuI. Bila pH yang digunakan tinggi maka tembaga(II) akan terhidrolisis dan akan terbentuk hidroksidanya. Jika keasaman larutan sangat tinggi maka cenderung terjadi reaksi I- sebagai akibat adanya Cu(II) dalam larutan yang megkatalis reaksi tersebut.
Beberapa contoh reaksi iodometri adalah sebagai berikut
2MnO4- + 10 I- + 16 H+ <-> 2Mn2+ + 5 I2 + 8H2O
Cr2O72- + 6I- <-> 14 H+ <-> 2Cr3+ + 3 I2 + 7H2O
2Fe3+ + 2I- <-> 2Fe2+ + I2
2 Ce4+ + 2I- <-> 2Ce3+ + I2
Br2 + 2I- <-> 2Br- + I2
Iodimetri
Iodimetri merupakan titrasi redoks yang melibatkan titrasi langsung I2 dengan suatu agen pereduksi. I2 merupakan oksidator yang bersifat moderat, maka jumlah zat yang dapat ditentukan secara iodimetri sangat terbatas, beberapa contoh zat yang sering ditentukan secara iodimetri adalah H2S, ion sulfite, Sn2+, As3+ atau N2H4. Akan tetapi karena sifatnya yang moderat ini maka titrasi dengan I2 bersifat lebih selektif dibandingkan dengan titrasi yang menggunakan titrant oksidator kuat.
Pada umumnya larutan I2 distandarisasi dengan menggunakan standar primer As2O3, As2O3 dilarutkan dalam natrium hidroksida dan kemudian dinetralkan dengan penambahan asam. Disebabkan kelarutan iodine dalam air nilainya kecil maka larutan I2 dibuat dengan melarutkan I2 dalam larutan KI, dengan demikian dalam keadaan sebenarnya yang dipakai untuk titrasi adalah larutan I3-.
I2 + I- -> I3-
Titrasi iodimetri dilakukan dalam keadaan netral atau dalam kisaran asam lemah sampai basa lemah. Pada pH tinggi (basa kuat) maka iodine dapat mengalami reaksi disproporsionasi menjadi hipoiodat.
I2 + 2OH- <-> IO3- + I- + H2O
Sedangkan pada keadaan asam kuat maka amilum yang dipakai sebagai indicator akan terhidrolisis, selain itu pada keadaan ini iodide (I-) yang dihasilkan dapat diubah menjadi I2 dengan adanya O2 dari udara bebas, reaksi ini melibatkan H+ dari asam.
4I- + O2 + 4H+ -> 2I2 + 2H2O
Titrasi dilakukan dengan menggunakan amilum sebagai indicator dimana titik akhir titrasi diketahui dengan terjadinya kompleks amilum-I2 yang berwarna biru tua. Beberapa reaksi penentuan denga iodimetri ditulis dalam reaksi berikut:
H2S + I2 -> S + 2I- + 2H+
SO32- + I2 + H2O -> SO42- + 2I- + 2H+
Sn2+ + I2 -> Sn4+ + 2I-
H2AsO3 + I2 + H2O -> HAsO42- + 2I- + 3H+
Penentuan Titik Akhir Titrasi Redoks
Seperti yang telah kita ketahui bahwa titik akhir titrasi (TAT) redoks dapat dilakukan dengan megukur potensial larutan dan dengan menggunakan indicator. TAT dengan mengukur potensial memerlukan peralatan yang agak lebih banyak deperti penyediaan voltameter dan elektroda khisus, dan kemudian diikuti dengan pembuatan kurva titrasi redoks maka dengan alasan kemudahan dan efisiensi maka TAT dengan menggunakan indicator yang lebih banyak untuk diaplikasikan.
Beberapa Jenis Indikator Pada Titrasi Redoks
Indikator Sendiri
Apabila titrant dan analit salah satunya sudah berwarna, sebagai contoh penentuan oksalat dengan permanganate dimana lautan oksalat adalah larutan yang tidak berwarna sedangkan permanganate berwarna ungu tua, maka warna permanganate ini dapat dipakai sebagai indicator penentuan titik akhir titrasi. Pada saat titik akhir titrasi terjadi maka warna larutan akan berubah menjadi berwarna merah muda akibat penambahan sedikit permanganate. Karena titik akhir titrasi terjadi setelah titik equivalent terjadi (baca: TAT diamati setelah penambahan sejumlah kecil permanganate agar tampak warna merah muda ) maka penggunaan blanko sangat dianjurkan untuk mengkoreksi hasil titrasi pada waktu melakukan titrasi ini. Contoh lain titrasi redoks yang melibatkan indicator sendiri adalah titrasi alkohol dengan menggunakan kalium dikromat.
Indikator Amilum
Indikator amilum dipakai untuk titrasi redoks yang melibatkan iodine. Amilum dengan iodine membentuk senyawa kompleks amilum-iodin yang bewarna biru tua. Pembentukan warna ini sangat sensitive dan terjadi walaupun I2 yang ditambahkan dalam jumlah yang sangat sedikit. Titrasi redoks yang biasa menggunakan indicator amilum adalah iodimetri dan iodometri.
Indikator Redoks
Indikator redoks melibatkan penambahan zat tertentu kedalam larutan yang akan dititrasi. Zat yang dipilih ini biasanya bersifat sebagai oksidator atau reduktor lemah atau zat yang dapat melakukan reaksi redoks secara reversible. Warna indicator dalam bentuk teroksidasi dengan bentuk tereduksinya berbeda sehingga perubahan warna ini dapat dipakai untuk penentuan titik akhir titrasi redoks. Reaksi indicator dapat dituliskan sebagai berikut: (Inox bentuk teroksidasi dan Inred bentuk tereduksi)
Inox + ne- <-> Inred
Indikator redoks berubah warnanya pada kisaran potensial tertentu (hal ini analog dengan perubahan indicator asam –basa yang berubah pada kisaran pH tertentu untuk membacanya Anda bisa mengikuti link ini). Jadi jika suatu indicator redoks mengalami reaksi berikut:
Inox + n'H+ + ne- <-> Inred Eo
Maka potensial larutan dapat dinyatakan sebagai berikut:
E = Eo + 0.0591/n log [Inox][H+]n' / [Inred]
E = Eo + 0.0591/n log [Inox]/[Inred] + 0.0591/n x n' log [H+]
Karena perubahan warna terjadi terjadi pada saat [Inox]/[Inred] nilainya 10/1 atau 1/10 dan asumsikan n'=1 maka persamaan diatas menjadi:
E1 = Eo + 0.0591/n log 1/10 + 0.0591/n x log [H+]
E1 = Eo + E o + 0.0591 log [H+] – 0.0591/n
Jadi pada saat Eo = constant dan pH = Constant maka nilai E menjadi
E1 = constant – 0.0591/n ……..(1)
E2 = Eo + 0.0591/n log 10/1 +0. 0591/n x log [H+]
E2 = Eo + E o + 0.0591 log [H+] + 0.0591/n
Jadi pada saat Eo = constant dan pH = Constant maka nilai E menjadi
E2 = constant +0.0591/n ……..(2)
Jadi Range E agar terjadi perubahan warna indicator redoks adalah:
Erange = E2-E1 = 0.0591/n – 0.0591/n = 0.118V/n
Titik akhir titrasi akan tergantung pada:
Eo
pH
Syarat Indikator redoks
Indikator harus bisa megalami raksi reduksi atau oksidasi dengan cepat.
Indikator harus dapat mengalami reaksi redoks reversibel dengan cepat sehingga bila terjadi penumpukan massa titrant atau analit maka sistem tidak akan mengalami reaksi oksidasi atau reduksi secara gradual.
Contoh indikator redoks adalah ferroin Tris (1, 10 phenanthroline) iron(II)Sulfate yang dipakai untuk titrasi Besi(II) dengan Ce(IV), dimana bentuk teroksidasi ferooin berwarna biru muda dan bentuk tereduksinya berwarna merah darah.
Lihat disini untuk soal titrasi redoks.
Titrasi Campuran Dua Basa Na2CO3 dan NaHCO3
0 comments
Posted by indigomorie on Jul 14, 2010 in Soal Titrasi Asam Basa " 0 comments
Suatu padatan cuplikan hanya mengandung 1.372 g Na2CO3 dan NaHCO3. Ditritrasi dengan larutan standar 0.7344 N HCl dan membutuhkan total 29.11 untuk melesaikan titrasi tersebut. Hitung massa masing-masing komponen dalam campuran?
Jawab:
Campuran basa dapat ditritrasi dengan menggunakan asam dengan syarat perbedaan antara Kb basa pertama dan Kb basa kedua minimal adalah 10exp4. Reaksi yang terjadi pada waktu melakukan titrasi diatas adalah sebagai berikut:
Na2CO3 + 2 HCl -> 2 NaCl + H2O + CO2
NaHCO3 + HCl -> NaCl + H2O + CO2
Misalkan massa Na2CO3 adalah x gram maka massa NaHCO3 adalah 1.372-x gram dan masing-masing mol dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut:
mol Na2CO3 = x/105.99 mol
mol NaHCO3 = (1.372-x)/84.01 mol
Total mol HCl yang diperlukan untuk bereaksi dengan Na2CO3 dan NaHCO3 adalah sebagai berikut:
mol ekuivalen HCl = (0.029 L)(0.7344 M) = 0.02138 mol
mol HCl = 0.02138 mol
Dari persamaan reaksi diketahui bahwa:
2 mol Na2CO3 + 1 mol NaHCO3 = 0.02138 mol
maka :
2(x/105.99 mol) + [(1.372 – x)/84.01 mol] = 0.02138 mol
penyelesaian persamaan diatas akan diperoleh hasil bahwa :
x = Na2CO3 = 0.724 gram
NaHCO3 = 0.648 gram
VOLUMETRI
Posted: December 19, 2008 by megaspace007 in ARTIKEL
0
Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya. (disini hanya dibahas tentang titrasi asam basa).
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai "titrant" dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai "titer" dan biasanya diletakkan di dalam "buret". Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan.
Prinsip Titrasi Asam basa
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
Titrant ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai "titik ekuivalen".
Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant.
Cara Mengetahui Titik Ekuivalen
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa.
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah "titik ekuivalent".
2. Memakai indicator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis.
Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indicator yang perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes.
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indicator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.
Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indicator disebut sebagai "titik akhir titrasi".
Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas).
Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai. Umumnya indicator yang digunakan adalah indicator azo dengan warna yang spesifik pada berbagai perubahan pH.
Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stokiometri antara zat yang dianalisis dan larutan standar.
Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada indicator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yyang dianalisis dan larutan standar.
Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi. Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis pada suatu senyawa.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetric adalah sebagai berikut :
1. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.
2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi yang kuantitatif/stokiometrik.
3. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai, baik secara kimia maupun secara fisika.
4. Harus ada indicator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia atau fisika. Indikator potensiometrik dapat pula digunakan.
Alat-alat yang digunakan pada analisa titrimetri ini adalah sebagai berikut :
1. Alat pengukur volume kuantitatif seperti buret, labu tentukur, dan pipet volume yang telah di kalibrasi.
2. Larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti atau baku primer dan sekunder dengan kemurnian tinggi.
3. Indikator atau alat lain yang dapat menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai.
Baku primer adalah bahan dengan kemurnian tinggi yang digunakan untuk membakukan larutan standar misalnya arsen trioksida pada pembakuan larutan iodium.
Baku sekunder adalah bahan yang telah dibakukan sebelumnya oleh baku primer, dan kemudian digunakan untuk membakukan larutan standar, misalnya larutan natrium tiosulfat pada pembakuan larutan iodium
modul Analisis Secara Gravimetri dan Titrimetri
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara garis besar jenis analisis dikelompokan menjadi : analisis secara fisik, kimia, fisikokimia, mikrobiologis, organoleptik. Analisis berasal dari bahasa latin yaitu analusys yang berarti melepaskan. Secara umum analisis dapat diartikan usaha pemisahan satu-kesatuan materi bahan menjadi komponen-komponen penyusunnya sehingga dapat diketahui lebih lanjut. Analisis juga dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu analisis kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kualitatif adalah analisis yang menyangkut identifikasi zat, yaitu unsur atau senyawa apa yang ada di dalam suatu contoh, sedangkan analisis kuantitatif adalah analisis mengenai penentuan berapa zat tertentu ada di dalam suatu contoh, zat yang ditentukan sering disebut sebagai zat yang diinginkan atau analit ( dapat terdiri dari sebagian kecil atau besar dari contoh yang dianalisis). Jika analit terdapat lebih dari 1% dianggap sebagai konstituen utama, apabila berjumlah sekitar 0,01 sampai 1% disebut konstituen kurang penting, sedangkan jumlahnya kurang dari 0,01% dianggap sebagai konstituen runut.
Analisis volumetri merupakan bagian dari analisis secara kuantitatif. Analisis volumetri disebut juga titrimetri karena proses analisisnya berupa titrasi, larutan standar (pereaksi) sebagai titran yang ditempatkan di dalam buret yang digunakan untuk mentitrasi larutan yang akan ditentukan jumlah analitnya.
Sedangkan gravimetri merupakan salah satu cabang utama kimia analisis. Gravimetri menjadi metode klasik yang masih sering digunakan. Gravimetri adalah penentuan jumlah zat didasarkan pada penimbangan. Penimbangan merupakan penimbangan hasil reaksi setelah zat yang dianalisis direaksikan. Hasil reaksi dapat berupa sisa bahan atau suatu gas yang terjadi atau suatu endapan yang dibentuk dari bahan yang dianalisis.
Gravimetri merupakan cara analisis tertua dan paling murah. Hanya saja gravimetri memerlukan waktu yang relatif lama dan hanya dapat digunakan untuk kadar komponen yang cukup besar. Suatu kesalahan kecil, secara relatif akan berakibat besar. Kendati demikian gravimetri masih dipergunakan untuk keperluan analisis karena waktu pengerjaannya yang tidak perlu terus-menerus dilakukan analis karena setiap tahapan pengerjaan memakan waktu yang cukup lama.
B. Tujuan
Setelah membaca modul ini, peserta diklat dapat melakukan analisis secara gravimetri dan titrimetri.
C. Sub Kompetensi
Ruang lingkup sub kompetensi melakukan analisis secara gravimetri dan titrimetri meliputi :
Menyiapkan peralatan, bahan dan contoh.
Melakukan analisis secara gravimetri dan titrimetri
Memproses data
Menjaga keamanan lingkungan kerja
Memelihara catatan laboratorium
BAB II PEMBELAJARAN
Tujuan akhir pembelajaran / Terminal Performance Objective (TPO) setelah mempelajari kompetensi ini peserta diklat mampu melakukan melakukan analisis secara gravimetri dan titrimetri.
Sub. Kompetensi Menyiapkan peralatan, bahan dan contoh
Tujuan Antara / Enabling Objective (EO)
Peserta mampu menyiapkan peralatan, bahan dan contoh.
Materi : Persiapan peralatan, bahan dan contoh.
Prinsip utama kegiatan menyiapkan peralatan, bahan dan contoh adalah memilih peralatan gelas, peralatan pendukung non gelas bahan kimia, dan perlengkapan laboratorium lainnya sesuai dengan kriteria dan peruntukkannya.
Konsep pemilihan menyiapkan peralatan, bahan dan contoh didasarkan pada :
Penggunaan peralatan pengujian dan persiapan bahan/pereaksi kimia.
Ketepatan hasil analisis tergantung dari beberapa faktor yang meliputi pemilihan prosedur, peralatan yang digunakan, bahan kimia yang digunakan serta kemampuan pelaksana analisis.
Peralatan pengujian
Ketepatan peralatan yang digunakan tergantung dari jenis peralatan, ketelitian, akurasi, kebersihan dan ketepatan perawatan dan perbaikan. Sedangkan kemampuan seorang analis tergantung dari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimiliki. Peralatan pengujian selalu digunakan dalam setiap kegiatan analisis. Pemilihan peralatan gelas dan peralatan analisis lainnya didasarkan pada kegunaannya dan disiapkan sesuai dengan keperluannya.
Penguasaan cara pengoperasian peralatan dasar yang ada di laboratorium pengujian yang benar mendasari cara pengoperasian peralatan pengujian tingkat lanjut seperti peralatan instrumen.
Peralatan dasar yang digunakan di laboratorium meliputi :
Peralatan gelas (glass ware equipment)
Secara garis besar peralatan gelas dibedakan menjadi dua yaitu peralatan gelas yang tahan panas (suhu tinggi) biaanya mempunyai merk "Pyrex" dan peralatan gelas yang tidak tahan suhu tinggi. Contoh : Buret, erlenmeyer, labu ukur, corong saring dan gelas piala.
Peralatan non gelas (non glass equipment) pendukung
Peralatan bukan gelas diperlukan untuk mendukung penggunaan peralatan lain seperti peralatan gelas, peralatan pemanas dan peralatan untuk menimbang. Contoh : Klem dan statif, kaki tiga, kawat kasa, krustang, cawan porselen dan spatula.
Peralatan pemanas (heating equipment)
Peralatan pemanas digunakan untuk berbagai kegiatan di laboratorium seperti pemanasan dan pendidihan larutan, membantu melarutkan bahan kimia dan lain-lain. Peralatan pemanas yang banyak digunakan adalah hot plate, oven dan tanur.
Neraca (balance) untuk menimbang.
Secara garis besar timbangan yang digunakan dibedakan menjadi timbangan kasar, sedang dan halus. Timbangan kasar dengan ketelitian kurang atau sama dengan 0,1 g, timbangan sedang dengan ketelitian antara 0,01 g – 0,001 g dan timbangan halus dengan ketelitian lebih besar atau sama dengan 0,0001 g.
Bahan/pereaksi kimia
Bahan kimia/pereaksi yang akan digunakan dalam analisis harus diidentifikasi dan disiapkan sesuai dengan metode pengujian. Bahan kimia biasanya diproduksi oleh prabrik yang dikemas dengan wadah yang dilengkapi label berisi informasi seperti nama kimia, rumus molekul, berat molekul, kemurnian, simbol/tanda bahaya, kode R/S. contoh bahan/pereaksi kimia adalah asam sulfat (H2SO4), asam klorida dan natrium oksalat pentahidrat (Na2S2O3.5H2O).
Bahan kimia yang akan digunakan harus diperhatikan derajat kemurniannya yaitu bahan kimia teknis atau p.a (pure analyzis).
Bahan kimia yang dipergunakan pada umumnya berbentuk larutan dan harus dibuat sesuai konsentrasi yang diperlukan misalnya konsentrasi dalam bentuk normalitas (N), molaritas (M), persen (%) atau bahkan bpj ( bagian per juta) atau ppm (part per million).
Pembuatan dan standardisasi larutan sangat penting terutama bila analisis berhubungan dengan analisis titrimetri. Larutan pereaksi yang digunakan dalam titrimetri disebut dengan larutan baku.
Larutan baku adalah larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat, mengandung bobot yang diketahui dalam suatu volume tertentu larutan.
Bila pereaksi yang digunakan dalam bentuk padatan maka beratnya harus diketahui dengan tepat. Dan bila pereaksi yang digunakan dalam bentuk larutan maka volume dan konsentrasinya harus diketahui dengan tepat.
Larutan standar sekunder yang digunakan harus distandardisasi dengan larutan standar primer.
Alat pelindung diri.
Alat pelindung diri (APD) merupakan peralatan pelindung yang digunakan oleh seorang pekerja untuk melindungi dirinya dari kontaminasi lingkungan. Setiap peralatan yang digunakan harus mampu melindungi pemakainya.
Jenis alat pelindung diri :
Perlindungan mata dan wajah
Perlindungan mata dan wajah merupakan persyaratan mutlak yang harus dikenakan pemakai saat bekerja di laboratorium terutama saat bekerja dengan bahan kimia untuk melindungi mata dan wajah dari tumpahan bahan kimia, uap kimia dan radiasi. Secara umum perlindungan mata dan wajah terdiri atas kaca mata pelindung, goggle, pelindung wajah dan pelindung mat khusus yaitu goggle yang menyatu dengan masker khusus untuk melindungi mata dan wajah dari radiasi dan bahaya laser.
Perlindungan badan
Baju yang dikenakan selama bekerja di laboratorium atau yang disebut jas laboratorium pada umumnya terbuat dari katun dan bahan sintetik. Selain jas laboratorium, perlindungan badan lainnya dapat berupa apron yang berfungsi untuk melindungi diri dari cairan korosif dan iritan dan jumpsuits yang direkomendasikan untuk keadaan berisiko tinggi seperti penanganan bahan karsinogenik dalam jumlah banyak.
Bahan pelindung badan harus dapat melindungi pekerja laboratorium dari percikan bahan kimia, panas, dingin, uap lembab dan radiasi.
Perlindungan tangan
Sarung tangan merupakan alat yang sering digunakan untuk melindungi tangan dari bahan kimia beracun dan korosif, perlatan gelas yang pecah dan rusak, permukaan benda kasar atau tajam dan material panas atau dingin.
Kriteria pelindung tangan harus dipilih bahan yang sesuai dengan bahan kimia yang ditangani karena sifat sarung tangan yang mudah rusak. Selain itu ketebalan dan daya tembus bahan kimia ke kulit tangan.
Perlindungan pernafasan
Kontaminasi bahan kimia yng paling sering ke dalam tubuh manusia lewat prnafasan seperti partikel udara, debu, uap dan gas yang dapat membahayakan pernafasan.
Masker dapat digunakan sebagai pelindung pernafasan. Pemilihan masker harus didasarkan pada jenis kontaminasi, konsentrasi dan batas paparan. Beberapa jenis perlindungan pernafasan dilengkapi filter pernafasan yang berfungsi menyaring udara yang masuk.
Persiapan contoh
Persiapan contoh merupakan hal yang sangat penting dalam analisis. Sistem penerimaan dan penyimpanan menjadi faktor yang sangat penting dalam proses persiapan contoh. Keadaan awal contoh harus teridentifikasi dengan baik termasuk adanya penyimpangan dari kondisi normal atau dari kondisi tertentu.
Contoh yang dipersiapkan untuk analisis harus mewakili contoh keseluruhan. Contoh diambil secara acak yang berarti setiap bagian contoh mempunyai kesempatan sama untuk dipilih ebagai contoh yang akan dianalisis. Hal ini menjadi sangat penting terutama contoh yang dikemas dalam kemasan kecil dan dalam jumlah banyak misalnya dus atau karton.
Pengambilan contoh memiliki tata cara tersendiri meliputi pengambilan contoh padatan, cairan atau gas.
Persiapan contoh harus disesuaikan dengan sifat dan keadaan contoh. Contoh berbentuk padat atau cair dalam satu kemasan harus dihomogenkan. Semua contoh padatan yang akan dianalisis dihaluskan terlebih dahulu dengan diblender dan sejenisnya hingga dapat melewati saringan 20 mesh. Masukan contoh ke dalam wadah plastik atau gelas bersih bertutup. Homogenkan contoh yang telah dihaluskan sebelum ditimbang. Jumlah (berat atau volume) contoh mencukupi untuk semua analisis gravimetri dan titrimetri.
Contoh untuk penentuan kadar air dengan cara analisis gravimetri harus segera dianalisis sebelum disimpan di dalam freezer. Contoh untuk analisis lemak harus dihidrolisis dengan asam. Contoh untuk serat kasar diekstraksi terlebih dahulu untuk menghilangkan lemak dalam contoh. Contoh analisis titrimetri yang mempunyai konsentrasi tinggi dapat diencerkan terlebih dahulu.
Sifat contoh yang akan dianalisis dicatat, kondisi bahan padat atau cair, suhu saat penerimaan, wadah kemasan. Contoh mudah rusak disimpan di dalam freezer. Contoh padatan ditempatkan dalam desikator atau tempat yang tidak mudah terkontaminasi oleh bahan lain.
Tugas – Tugas
a) Penguasaan konsep
Sebutkan jenis dan fungsi peralatan yang akan digunakan dalam analisis gravimetri dan titrimetri!
Bagaimana cara membuat larutan BaCl2 0,2 M dan NaOH 0,1 N?
Jelaskan fungsi alat pelindung diri saat melakukan analisis gravimetri dan titrimetri!
b) Mengenal fakta
Melakukan observasi. Peserta melakukan observasi dikoordinir oleh widyaiswara, kegiatan observasi ke laboratorium pengujian dalam kegiatan persiapan peralatan, bahan dan contoh.
Observasi dilakukan secara berkelompok pada tempat yang berbeda.
Observasi dilakukan untuk mengetahui bagaimana laboratorium pengujian melakukan persiapan peralatan, bahan dan contoh. Dari hasil observasi ini selanjutnya merumuskan kegiatan apa yang dilakukan laboratorium pengujian dan mampu memberikan konstribusi secara positif tetapi belum ada pada konsep dasar, mengidentifikasi apa yang ada pada konsep dasar tapi belum dilakukan oleh laboratorium pengujian dan bila dilakukan akan mampu memberikan konstribusi dalam meningkatkan kemampuan analisis. Saran apa yang bisa diberikan untuk memperbaiki kegiatan persiapan peralatan, bahan dan contoh.
Kegiatan mengenal fakta ini dapat dilakukan sekaligus untuk subkompetensi/kompetensi dasar ; uji fisiko kimia, penggunaan peralatan gelas dan penggunaan peralatan dasar non gelas.
c) Merefleksikan. Setelah peserta diklat melakukan penguasaan konsep dan mengenal fakta, selanjutnya peserta melakukan refleksi bagaimana menyiapkan peralatan, bahan dan contoh.
d) Melakukan analisis dan sintesis
Analisis daya dukung. Peserta diklat melakukan kegiatan analisis terhadap daya dukung yang tersedia di tempat praktik untuk mengetahui kesesuaian dalam kegiatan persiapan peralatan, bahan dan contoh (peralatan pengujian, bahan/pereaksi kimia dan persiapan contoh). Kegiatan ini dilakukan berkelompok.
Sintesis. Peserta diklat melakukan kegiatan sintesis terhadap hasil refleksi persiapan peralatan, bahan dan contoh dan hasil analisis terhadap tingkat kesesuaian daya dukung. Apabila terdapat ketidaksesuaian terhadap daya dukung, peserta diklat melakukan rekonstruksi/modifikasi terhadap hasil refleksi dalam kegiatan persiapan peralatan, bahan dan contoh. Kegiatan rekonstruksi ini tetap memperhatikan parameter persyaratan yang diperlukan.
e) Menyusun dan melaksanakan rencana kerja
Peserta diklat secara berkelompok menyusun/membuat alternatif-alternatif rencana persiapan peralatan, bahan dan contoh, rencana kerja/proposal memuat metode persiapan peralatan, bahan dan contoh yang akan dilaksanakan, kriteria keberhasilan, waktu pencapaian dan jadwal kegiatan serta pembagian tugas kelompok.
Pengambilan keputusan/menetapkan rencana kerja.
Secara berkelompok peserta diklat mengambil keputusan/menetapkan alternatif rencana persiapan peralatan, bahan dan contoh yang akan dilaksanakan dengan memperhatikan daya dukung dan persyaratan teknis dalam persiapan peralatan, bahan dan contoh. Apabila ada kesulitan peserta dapat mendiskusikan dengan fasilitator.
Penetapan peran masing-masing individu dalam kelompok.
Kelompok menyusun pembagian tugas dan menentukan peran setiap anggota kelompok.
Melaksanakan rencana kerja, peserta diklat melakukan kegiatan persiapan peralatan, bahan dan contoh, mengacu pada rencana kerja persiapan peralatan, bahan dan contoh yang telah disepakati.
Proses pengamatan dan pencatatan, peserta diklat melakuka pengamatan dan pencatatan data kegiatan persiapan peralatan, bahan dan contoh. Lembar pengamatan disiapkan peserta diklat setelah mendapat persetujuan fasilitator.
Evaluasi dan diskusi terhadap hasil kegiatan.
Peserta diklat melaksanakan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan dan pencapaian standar kerja yang telah ditetapkan dalam perencanaan.
Peserta diklat melakukan diskusi terhadap hasil kegiatan dan pencapaian standar kerja yang telah ditetapkan dalam perencanaan.
Peserta diklat melakukan diskusi terhadap hasil kegiatan dan hasilnya dibandingkan dengan rancangan kerja dan konsep-konsep yang telah dirumuskan sebelumnya.
Proses penyusunan kesimpulan dan memberikan umpan balik.
Peserta secara berkelompok menyusun umpan balik/rekomendasi terhadap metode persiapan peralatan, bahan dan contoh untuk mendapatkan hasil yang optimal. Perumusan umpan balik ini juga harus mempertimbangkan dasar teori, fakta dan kondisi hasil kerja.
Tes
Daftar evidence of learning yang harus dikumpulkan
Hasil perumusan penguasaan konsep dan tugas-tugas diskusi, presentasi dan hasil perumusan tentang persiapan peralatan, bahan dan contoh.
Hasil observasi mengenai fakta di laboratorium pengujian tentang persiapan peralatan, bahan dan contoh.
Hasil refleksi tentang persiapan peralatan, bahan dan contoh.
Hasil analisis persiapan peralatan, bahan dan contoh.
Hasil sintesis tentang persiapan peralatan, bahan dan contoh.
Hasil penyusunan rencana kegiatan (berupa rencana kerja/proposal implementasi) tentang persiapan peralatan, bahan dan contoh.
Hasil pengamatan/recording tentang persiapan peralatan, bahan dan contoh.
Hasil evaluasi ketercapaian tentang persiapan peralatan, bahan dan contoh.
Kesimpulan dan rekomendasi/umpan balik tentang persiapan peralatan, bahan dan contoh.
Sub. Kompetensi Melakukan Analisis Secara Gravimetri dan Titrimetri
Tujuan Antara / Enabling Objective (EO)
Peserta mampu melakukan analisis secara gravimetri dan titrimetri.
Materi : Analisis secara gravimetri dan titrimetri.
Prinsip utama kegiatan analisis secara gravimetri dan titrimetri adalah kemampuan menggunakan peralatan pengujian dan teknik pengujian.
Konsep melakukan analisis secara gravimetri dan titrimetri didasarkan pada :
Teori dasar gravimetri
Gravimetri merupakan analisis kuantitatif dengan menimbang unsur atau senyawa tertentu dalam bentuk murninya. Analitnya dipisahkan secara fisis dari komponen lainnya. Sebagian analisis gravimetri menyangkut unsur yang akan ditentukan menjadi senyawa murni yang stabil dan mudah diubah ke dalam bentuk yang dapat ditimbang. Berat analat dapat dihitung dari rumus dan berat atom senyawa yang ditimbang.
Pengendapan merupakan teknik yang paling luas penggunaannya. Hal terpenting dalam pengendapan suatu analit adalah kemurniannya dan kemudahan penyaringan yang pasti dilakukan dalam teknik pengendapan.
Gravimetri terbagi menjadi dua :
Cara evolusi ; bahan yang direaksikan akan menimbulkan gas. Gas didapatkan dengan cara pemanasan atau mereaksikan dengan pereaksi tertentu.
Cara tidak langsung. Besar gas diperoleh sebagai selisih berat analat sebelum dan sesudah reaksi.
Contohnya adalah penentuan kadar air. Bahan yang akan dianalisis dipanaskan pada suhu tertentu dalam jangka waktu tertentu sehingga air menguap dan beratnya diperoleh sebagai selisih berat bahan sebelum dan sesudah pemanasan. Contoh lain adalah penentuan karbonat, karena pemanasan, karbonat terurai dan mengeluarkan gas CO2. Berat gas juga ditentukan dengan menimbang bahan sebelum dan sesudah pemanasan.
Cara langsung. Gas yang terjadi ditimbang setelah diserap oleh suatu bahan yang khusus untuk gas tertentu.
Pada penentuan kadar air, maka uap air yang terjadi dilewatkan tabung berisi bahan higroskopis yang tidak menyerap gas-gas lain. Berat tabung dengan isi sebelum dan sesudah uap diserap menunjukkan jumlah air.
Cara pengendapan ; analat direaksikan sehingga terjadi suatu endapan dan endapan itu ditimbang.
Endapan dibentuk dengan reaksi antara analat dengan suatu pereaksi. Endapan biasanya berupa senyawa. Cara ini biasa disebut dengan gravimetri.
Endapan dibentuk secara elektrokimia. Analat dielektrolisis sehingga terjadi logam sebagai endapan. Cara ini biasa disebut elektrogravimetri.
Teori dasar titrimetri
Analisis volumetri (titrimetri) adalah suatu proses untuk menentukan jumlah yang tidak diketahui dari suatu zat dengan mengukur volume secara kuantitatif larutan pereaksi yang digunakan untuk bereaksi sempurna dengan zat yang akan ditentukan.
Dalam analisis volumetri perhitungan-perhitungan yang digunakan didasarkan pada hubungan stoikiometri sederhana dari reaksi kimia seperti :
aA + tT produk
a merupakan molekul analit A, bereaksi dengan t molekul reagensia T. Reagensia T disebut titran, ditambahkan sedikit-demi sedikit, biasanya dari dalam buret dalam bentuk larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan cara standardisasi.
Penambahan titran diteruskan sampai jumlah T yang secara kimia setara dengan A, maka dikatakan telah tercapai titik ekivalensi dari titrasi itu. Untuk mengetahui kapan penambahan titran itu harus dihentikan maka digunakan suatu zat yang disebut indikator yang dapat menunjukkan terjadinya kelebihan titran dengan perubahan warna.
Perubahan warna ini bisa tepat atau tidak tepat pada titik ekuivalensi. Titik dalam titrasi pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir. Dalam kondisi idealnya adalah titik akhir sedekat mungkin dengan titik ekivalensi sehingga pemilihan indikator yang tepat merupakan salah satu aspek yang penting dalam analisis titrimetri untuk mengimpitkan kedua titik tersebut.
Reaksi kimia yang berperan sebagai dasar dalam analisis titrimetri dikelompokkan dalam empat jenis, yaitu ;
Reaksi asam – basa (Titrasi netralisasi)
Reaksi didasarkan pada netralisasi proton (asam) oleh ion hidroksil (basa) atau sebaliknya :
H3O+ + OH- 2H2O
Asam kuat dan basa kuat terdisosiasi lengkap dalam larutan air jadi pH pada berbagai titik selama titrasi dapat dihitung langsung dari kuantitas stoikiometri asam dan basa yang bereaksi.
Perubahan besar pada pH selama titrasi digunakan untuk menentukan kapan titik kesetaraan itu dicapai. Untuk menentukan titik akhir titrasi digunakan indikator. Banyak asam dan basa organik lemah yang bentuk ion dan bentuk tak terdisosiasinya menunjukkan warna yang berlainan. Molekul-molekul semacam itu dapat digunakan untuk menetapkan kapan telah ditambahkan cukup titran dan disebut indikator tampak ( visual indicator)
Beberapa jenis indicator : fenolftalein, brom kresol hijau, metil merah, metil oranye.
Reaksi oksidasi – reduksi (Titrasi redoks)
Titrasi oksidasi reduksi adalah titrasi penentuan suatu oksidator oleh reduktor atau sebaliknya. Reaksinya merupakan reaksi serah terima elektron, yaitu elektron diberikan oleh pereduksi (proses oksidasi) dan diterima oleh pengoksidasi (proses reduksi).
Indikator yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi redoks adalah :
Warna dari pereaksinya sendiri (auto Indikator)
Apabila pereaksinya sudah memiliki warna yang kuat, kemudian warna tersebut hilang atau berubah bila direaksikan dengan zat lain maka pereaksi tersebut dapat bertindak sebagai indikator. Contoh : KMnO4 berwarna ungu, bila direduksi berubah menjadi ion Mn2+ yang tidak berwarna atau larutan I2 yang berwarna kuning coklat dan titik akhir titrasi diketahui dari hilangnya warna kuning, perubahan ini dipertajam dengan penambahan larutan amilum.
Indikator Redoks
Indikator redoks adalah indikator yang dalam bentuk oksidasinya berbeda dengan warna dalam bentuk reduksinya. Contohnya Difenilamin dan Difenilbensidina, indikator ini sukar larut di dalam air,pada penggunaannya dilarutkan dalam asam sulfat pekat.
Indikator Eksternal
Indikator eksternal dipergunakan apabila indikator internal tidak ada. Contoh, Ferrisianida untuk penentuan ion ferro memberikan warna biru.
Indikator Spesifik
Indikator spesifik adalah zat yang bereaksi secara khas dengan salah satu pereaksi dalam titrasi menghasilkan warna. Contoh : amilum membentuk warna biru dengan iodium atau tiosianat membentuk warna merah dengan ion ferri.
Reaksi pengendapan (Titrasi presipitasi)
Titrasi pengendapan adalah titrasi yang melibatkan terbentuknya endapan. Berdasarkan pada cara penentuan titik akhirnya, ada beberapa metode titrasi pengendapan , yaitu :
Metode Guy Lussac (cara kekeruhan)
Metode Mohr ( pembentukan endapan berwarna pada titik akhir)
Metode Fajans (adsorpsi indikator pada endapan)
Metode Volhard (terbentuknya kompleks berwarna yang larut pada titik akhir).
Reaksi pembentukan kompleks (Titrasi kompleksometri)
Titrasi pembentukan kompleks (Kompleksometri) adalah suatu metode analisis berdasarkan reaksi pembentukan senyawa kompleks antara ion logam dengan zat pembentuk kompleks (ligan). Ligan yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah Dinatrium Etilen Diamin Tetra Asetat ( Na2EDTA) yang mempunyai rumus bangun sebagai berikut :
HOOC—CH2 CH2—COONa
N—CH2—CH2—N
NaOOC—CH2 CH2—COOH
Reaksi pembentukan kompleks dengan ion logam adalah :
H2Y2- + Mn+ Myn-4 + 2H+
H2Y2- = EDTA
Penentuan titik akhir titrasi kompleksometri dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Cara Visual
Sebagai indikator digunakan jenis indikator logam seperti : Eriochrom Black T (EBT), Murexide, Xylenol Orange, Dithizon, Asam sulfosalisilat.
Cara Instrumen
Untuk menentukan titik akhir titrasi digunakan instrumen fotometer atau potensiometer.
Macam-macam titrasi kompleksometri menggunakan EDTA adalah:
1. Titrasi langsung
Dilakukan untuk ion-ion logam yang tidak mengendap pada pH titrasi, reaksi pembentukan kompleks berjalan cepat, dan ada indikator yang cocok.
2. Titrasi kembali
Dilakukan untuk ion-ion logam yang mengendap pada pH titrasi, reaksi pembentukan kompleks berjalan lambat dan tidak ada indikator yang cocok.
3. Titrasi substitusi
Dilakukan untuk ion-ion logam yang tidak bereaksi (atau tidak bereaksi sempurna) dengan indikator logam atau untuk ion-ion logam yang membentuk kompleks EDTA yang lebih stabil daripada kompleks ion-ion logam lain. (seperti ion-ion Ca2+ dan Mg2+)
4. Titrasi tidak langsung
Dilakukan dengan berbagai cara yaitu;
Titrasi kelebihan kation pengendap (misalnya penetapan ion sulfat)
Titrasi kelebihan kation pembentuk senyawa kompleks (misalnya penetapan ion sianida).
Syarat reaksi yang dapat digunakan dalam analisis titrimetri adalah:
Reaksi harus berjalan sesuai dengan suatu persamaan reaksi tertentu. Tidak boleh ada reaksi samping.
Reaksi harus berjalan secara lengkap pada titik ekuivalensi (Tetapan kesetimbangan harus sangat besar)
Ada indikator yang cocok untuk menentukan titik akhir titrasi
Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan dalam beberapa menit
Langkah kerja analisis gravimetri dan titrimetri.
Penentuan Kadar Sulfat dari Natrium sulfat
Prinsip : Mengendapkan sulfat dalam sampel dengan bahan pengendap BaCl2
Alat : 1. Neraca analitik
Kaca arloji
Beaker glass 500 mL
Gelas ukur 50 mL
Spatula
Batang pengaduk
Kawat kasa
Lampu spirtus
Kaki tiga
Bahan : 1. Contoh
2. Natrium sulfat
3. HCl 37%
4. BaCl2 0,2 M
Cara Kerja :
Pipet 25 mL larutan yang mengandung ± 0,3 gram Natrium sulfat, masukan ke dalam beaker glass 500 mL dan tambahkan 0,3 – 0,6 mL HCl 37%
Encerkan dengan aquadestt sampai volume ± 200 mL. Panaskan larutan hingga mendidih.
Tambahkan 10 – 12 mL larutan BaCl2 0,2 M tetes demi tetes sambil diaduk
Biarkan endapan turun selama beberapa menit. Periksalah pada bagian atas larutan apakah pengendapan telah sempurna. Dengan menambahkan beberapa tetes larutan pengendap
Bila masih terjadi endapan, tambahkan 3 mL larutan pengendap
Biarkan endapan dan cairan selama 1 jam di atas penangas air dalam keadaan tertutup kaca arloji. Jaga larutan hingga tidak kurang dari 150 mL
Endapan harus sudah mengendap dan larutan harus sudah jernih. Periksa dengan beberapa tetes larutan BaCl2 hingga tidak terbentuk larutan lagi dan siap disaring
Dekantasi cairan bagian atas melalui kertas saring bebas abu dan pindahkan endapan dalam kertas saring
Bersihkan sisa endapan dengan menggunakan policeman
Endapan di kertas saring dicuci dengan sedikit air panas beberapa kali dan biarkan air cucian pertama habis terlebih dahulu sebelum menambahkan air cucian baru
Teruskan pencucian sampai ± 5 mL air cucian terakhir hingga tidak memberikan kekeruhan dengan setetes larutan AgNO3
Lipat kertas saring kering dan masukan ke dalam cawan porselen
Keringkan endapan di atas nyala api kecil sampai kertas saring menjadi hitam
Pijarkan cawan tersebut dalam tanur hingga berwarna putih
Dinginkan dan timbang hingga berat konstan
Titrasi asam basa
Prinsip : Reaksi penetralan asam oleh basa atau sebaliknya
Alat : 1. Neraca analitik
Labu ukur 100 mL
Erlenmeyer 250 mL
Buret
Corong saring
Bahan : 1. Contoh
2. HCl 0,1 N
3. NaOH 0,1 N
4. Asam oksalat dihidrat
5. Fenolftalein
Cara Kerja :
a. Pembuatan Larutan Standar Sekunder HCl 0,1 N
Didihkan kurang lebih 1 L aquadestt selama 5 – 10 menit, dinginkan dan masukkan dalam botol tertutup
Masukkan ke dalamnya kurang lebih 8 mL asam klorida pekat ( ±12N ).
Kocok dan beri etiket. Standardisasi larutan asam klorida ini dengan larutan standar primer
b. Pembuatan Larutan Standar Sekunder NaOH 0,1 N
Larutkan kurang lebih 25 gram natrium hidroksida ke dalam 25 mL aquadestt di dalam botol tertutup plastik. Bila diperlukan lakukan dekantasi.
Sementara itu panaskan 1 L aquadestt, didihkan 5 – 10 menit, kemudian dinginkan dan masukkan ke dalam botol lain yang bertutup plastik.
Dengan menggunakan pipet ukur ambil 6,5 mL larutan natrium hidroksida tersebut (bagian yang jernih), masukkan ke dalam botol yang berisi aquadest tadi
Beri label setelah botol dikocok.
Standardisasi larutan natrium hidroksida ini dengan larutan standar primer
Kocok dan beri label.
c. Standardisasi larutan NaOH dengan larutan asam oksalat
Timbang dengan teliti 0,1 gram H2C2O4.2H2O, masukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL.
Tambahkan ke dalamnya 25 mL aquadest yang telah dididihkan dan didinginkan.
Tambahkan 3 tetes indikator Fenolftalein
Titrasi dengan larutan NaOH dari buret sampai terbentuk warna merah jambu yang tidak hilang setelah dikocok selama 15 detik.
Lakukan titrasi duplo.
Hitung rata-rata dari normalitas natrium hidroksida.
e. Penetapan kadar HCl oleh NaOH o,1 N
Pipet 25 mL sampel asam klorida masukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL.
Tambahkan ke dalamnya 2 – 3 tetes indikator fenolftalein.
Titrasi larutan HCl dengan larutan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah muda yang tidak hilang setelah dikocok 15 detik
Tugas – Tugas
1) Penguasaan konsep
Sebutkan contoh elektrogravimetri yang paling sering digunakan!
Sebutkan jenis titrasi redoks!
Sebutkan indikator untuk titrasi redoks, titrasi pengendapan dan titrasi kompleksometri!
Jelaskan prinsip analisis secara gravimetri dan titrimetri!
Sebutkan bahan pengendap yang dapat digunakan dalam analisis secara gravimetri?
2) Mengenal fakta
Melakukan observasi. Peserta melakukan observasi dikoordinir oleh widyaiswara, kegiatan observasi ke laboratorium pengujian dalam kegiatan analisis secara gravimetri dan titrimetri.
Observasi dilakukan secara berkelompok pada tempat yang berbeda.
Observasi dilakukan untuk mengetahui bagaimana laboratorium pengujian melakukan analisis secara gravimetri dan titrimetri. Dari hasil observasi ini selanjutnya merumuskan kegiatan apa yang dilakukan laboratorium pengujian dan mampu memberikan konstribusi secara positif tetapi belum ada pada konsep dasar, mengidentifikasi apa yang ada pada konsep dasar tapi belum dilakukan oleh laboratorium pengujian dan bila dilakukan akan mampu memberikan konstribusi dalam meningkatkan kemampuan analisis. Saran apa yang bisa diberikan untuk memperbaiki kegiatan analisis secara gravimetri dan titrimetri.
Kegiatan mengenal fakta ini dapat dilakukan sekaligus untuk subkompetensi/kompetensi dasar ; uji fisiko kimia, penggunaan peralatan gelas dan penggunaan peralatan dasar non gelas.
3) Merefleksikan. Setelah peserta diklat melakukan penguasaan konsep dan mengenal fakta, selanjutnya peserta melakukan refleksi bagaimana melakukan analisis secara gravimetri dan titrimetri, berdasarkan konsep dasar dan hasil observasi analisis secara gravimetri dan titrimetri di laboratorium pengujian.
4) Melakukan analisis dan sintesis
Analisis daya dukung. Peserta diklat melakukan kegiatan analisis terhadap daya dukung yang tersedia di tempat praktik untuk mengetahui kesesuaian dalam kegiatan analisis secara gravimetri dan titrimetri (alat dan bahan, proses data, keselamatan lingkungan dan pemeliharaan rekaman analisis). Kegiatan ini dilakukan berkelompok.
Sintesis. Peserta diklat melakukan kegiatan sintesis terhadap hasil refleksi analisis secara gravimetri dan titrimetri dan hasil analisis terhadap tingkat kesesuaian daya dukung. Apabila terdapat ketidaksesuaian terhadap daya dukung, peserta diklat melakukan rekonstruksi/modifikasi terhadap hasil refleksi dalam kegiatan analisis secara gravimetri dan titrimetri. Kegiatan rekonstruksi ini tetap memperhatikan parameter persyaratan analisis secara gravimetri dan titrimetri.
5) Menyusun dan melaksanakan rencana kerja
Peserta diklat secara berkelompok menyusun/membuat alternatif-alternatif rencana analisis secara gravimetri dan titrimetri, rencana kerja/proposal memuat metode analisis secara gravimetri dan titrimetri yang akan dilaksanakan, kriteria keberhasilan, waktu pencapaian dan jadwal kegiatan serta pembagian tugas kelompok.
Pengambilan keputusan/menetapkan rencana kerja.
Secara berkelompok peserta diklat mengambil keputusan/menetapkan alternatif rencana analisis secara gravimetri dan titrimetri yang akan dilaksanakan dengan memperhatikan daya dukung dan persyaratan teknis dalam analisis secara gravimetri dan titrimetri. Apabila ada kesulitan peserta dapat mendiskusikan dengan fasilitator.
Penetapan peran masing-masing individu dalam kelompok.
Kelompok menyusun pembagian tugas dan menentukan peran setiap anggota kelompok.
Melaksanakan rencana kerja, peserta diklat melakukan kegiatan analisis secara gravimetri dan titrimetri, mengacu pada rencana kerja analisis secara gravimetri dan titrimetri yang telah disepakati.
Proses pengamatan dan pencatatan, peserta diklat melakukan pengamatan dan pencatatan data kegiatan analisis secara gravimetri dan titrimetri. Lembar pengamatan disiapkan peserta diklat setelah mendapat persetujuan fasilitator.
Evaluasi dan diskusi terhadap hasil kegiatan.
Peserta diklat melaksanakan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan dan pencapaian standar kerja yang telah ditetapkan dalam perencanaan.
Peserta diklat melakukan diskusi terhadap hasil kegiatan dan pencapaian standar kerja yang telah ditetapkan dalam perencanaan.
Peserta diklat melakukan diskusi terhadap hasil kegiatan dan hasilnya dibandingkan dengan rancangan kerja dan konsep-konsep yang telah dirumuskan sebelumnya.
Proses penyusunan kesimpulan dan memberikan umpan balik.
Peserta secara berkelompok menyusun umpan balik/rekomendasi terhadap metode analisis secara gravimetri dan titrimetri untuk mendapatkan hasil yang optimal. Perumusan umpan balik ini juga harus mempertimbangkan dasar teori, fakta dan kondisi hasil kerja.
Analisis anorganik kualitatif
Analisis anorganik kualitatif atau analisis kualitatif adalah bidang kimia analitik yang membahas tentang identifikasi zat-zat, mengenai unsur atau senyawa apa yang terdapat dalam suatu sampel atau contoh [1]
Pada pokoknya tujuan analisis kualitatif adalah memisahkan dan mengidentifikasi sejumlah unsur [2]. Analisis kuantitatif berurusan dengan penetapan banyak suatu zat tertentu yang ada dalam sampel [2] .Analisis kualitatif diperuntukkan untuk analisa komponen atau jenis zat yang ada dalam suatu larutan [2] . Analisa kualitatif merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mempelajari kimia dan unsur-unsur serta ion-ionnya dalam larutan [2]
Metode
Analisa suatu larutan dapat digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu golongan I asam klorida, golongan II hidrogen {[sulfida]], golongan III ammonium sulfida]] dan golongan IV ammonium klorida dan golongan V adalah sisa [3]. Dalam metode analisis kualitatif digunakan beberapa pereaksi diantaranya pereaksi golongan dan pereaksi spesifik, kedua pereaksi ini dilakukan untuk mengetahui jenis anion atau kation suatu larutan [3]. Regensia golongan yang dipakai untuk klasifikasi kation yang paling umum adalah asam klorida, hidrogen sulfida, ammonium sulfida, dan amonium karbonat [3]. Klasifikasi ini didasarkan atas apakah suatu kation bereaksi dengan reagensia-reagensia ini dengan membentuk endapan atau tidak [3]. Sedangkan metode yang digunakan dalam anion tidak sesistematik kation [3]. Namun skema yang digunakan bukanlah skema yang kaku, karena anion termasuk dalam lebih dari satu golongan [3].Golongan I disebut juga dengan golongan asam klorida [3]. Kation golongan ini membentuk endapan dengan asam klorida encer [3]. Ion golongan ini adalah Pb, Ag, Hg. (PbCl2, HgCl2, AgCl).[3]
Referensi
^ Vogel`s. 1979. Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis Fifth Edition. New York: Longman Group.
^ a b c d Underwood & R.A Day. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta
^ a b c d e f g h i Darusman L K. 2001. Diktat Kimia Analitik 1 jilid 1. Bogor: Departemen Kimia FMIPA-IPB.
^ Harjadi, W. 1993.Ilmu kimia analitik Dasar .Erlangga. Jakarta.
^ Harjadi W H. 1989. Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Proses
Analisis ini dilakukan dengan tiga macam reaksi yaitu selektif, sensitif dan spesifik [4].
Unsur kimia, atau hanya disebut unsur, adalah zat kimia yang tak dapat dibagi lagi menjadi zat yang lebih kecil, atau tak dapat diubah menjadi zat kimia lain dengan menggunakan metode kimia biasa. Partikel terkecil dari unsur adalah atom. Sebuah atom terdiri atas inti atom (nukleus) dan dikelilingi oleh elektron. Inti atom terdiri atas sejumlah proton dan neutron. Hingga saat ini diketahui terdapat kurang lebih 117 unsur di dunia.
Gambaran umum
Hal yang membedakan unsur satu dengan lainnya adalah jumlah proton dalam inti atom tersebut. Misalnya, seluruh atom karbon memiliki proton sebanyak 6 buah, sedangkan atom oksigen memiliki proton sebanyak 8 buah. Jumlah proton pada sebuah atom dikenal dengan istilah nomor atom (dilambangkan dengan Z).
Namun demikian, atom-atom pada unsur yang sama tersebut dapat memiliki jumlah neutron yang berbeda; hal ini dikenal dengan sebutan isotop. Massa atom sebuah unsur (dilambangkan dengan "A") adalah massa rata-rata atom suatu unsur pada alam. Karena massa elektron sangatlah kecil, dan massa neutron hampir sama dengan massa proton, maka massa atom biasanya dinyatakan dengan jumlah proton dan neutron pada inti atom, pada isotop yang memiliki kelimpahan terbanyak di alam. Ukuran massa atom adalah satuan massa atom (smu). Beberapa isotop bersifat radioaktif, dan mengalami penguraian (peluruhan) terhadap radiasi partikel alfa atau beta.
Unsur paling ringan adalah hidrogen dan helium. Hidrogen dipercaya sebagai unsur yang ada pertama kali di jagad raya setelah terjadinya Big Bang. Seluruh unsur-unsur berat secara alami terbentuk (baik secara alami ataupun buatan) melalui berbagai metode nukleosintesis. Hingga tahun 2005, dikenal 118 unsur yang diketahui, 93 unsur diantaranya terdapat di alam, dan 23 unsur merupakan unsur buatan. Unsur buatan pertama kali diduga adalah teknetium pada tahun 1937. Seluruh unsur buatan merupakan radioaktif dengan waktu paruh yang pendek, sehingga atom-atom tersebut yang terbentuk secara alami sepertinya telah terurai.
Daftar unsur dapat dinyatakan berdasarkan nama, simbol, atau nomor atom. Dalam tabel periodik, disajikan pula pengelompokan unsur-unsur yang memiliki sifat-sifat kimia yang sama.
[sunting] Tata nama
Penamaan unsur telah jauh sebelum adanya teori atom suatu zat, meski pada waktu itu belum diketahui mana yang merupakan unsur, dan mana yang merupakan senyawa. Ketika teori atom berkembang, nama-nama unsur yang telah digunakan pada masa lampau tetap dipakai. Misalnya, unsur "cuprum" dalam Bahasa Inggris dikenal dengan copper, dan dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan istilah tembaga. Contoh lain, dalam Bahasa Jerman "Wasserstoff" berarti "hidrogen", dan "Sauerstoff" berarti "oksigen".
Nama resmi dari unsur kimia ditentukan oleh organisasi IUPAC. Menurut IUPAC, nama unsur tidak diawali dengan huruf kapital, kecuali berada di awal kalimat. Dalam paruh akhir abad ke-20, banyak laboratorium mampu menciptakan unsur baru yang memiliki tingkat peluruhan cukup tinggi untuk dijual atau disimpan. Nama-nama unsur baru ini ditetapkan pula oleh IUPAC, dan umumnya mengadopsi nama yang dipilih oleh penemu unsur tersebut. Hal ini dapat menimbulkan kontroversi grup riset mana yang asli menemukan unsur tersebut, dan penundaan penamaan unsur dalam waktu yang lama (lihat kontroversi penamaan unsur).
[sunting] Lambang kimia
Sebelum kimia menjadi bidang ilmu, ahli alkemi telah menentukan simbol-simbol baik untuk logam maupun senyawa umum lainnya. Mereka menggunakan singkatan dalam diagram atau prosedur; dan tanpa konsep mengenai suatu atom bergabung untuk membentuk molekul. Dengan perkembangan teori zat, John Dalton memperkenalkan simbol-simbol yang lebih sederhana, didasarkan oleh lingkaran, yang digunakan untuk menggambarkan molekul.
Sistem yang saat ini digunakan diperkenalkan oleh Berzelius. Dalam sistem tipografi tersebut, simbol kimia yang digunakan adalah singkatan dari nama Latin (karena waktu itu Bahasa Latin merupakan bahasa sains); misalnya Fe adalah simbol untuk unsur ferrum (besi), Cu adalah simbol untuk unsur Cuprum (tembaga), Hg adalah simbol untuk unsur hydrargyrum (raksa), dan sebagainya.
Simbol kimia digunakan secara internasional, meski nama-nama unsur diterjemahkan antarbahasa. Huruf pertama simbol kimia ditulis dalam huruf kapital, sedangkan huruf selanjutnya (jika ada) ditulis dalam huruf kecil.
[sunting] Simbol non-unsur
Non unsur, khususnya dalam kimia organik dan organometalik, seringkali menggunakan simbol yang terinspirasi oleh simbol-simbol unsur kimia. Berikut adalah contohnya:
Cy - sikloheksil; Ph - fenil; Bz - benzoil; Bn - benzil; Cp - Siklopentadiena; Pr - propil; Me - metil; Et - etil; Tf - triflat; Ts - tosil; Hb - hemoglobin.
[sunting] Kelimpahan
Unsur
Ppm (w/w)
Hidrogen
739,000
Helium
240,000
Oksigen
10,400
Karbon
4,600
Neon
1,340
Besi
1,090
Nitrogen
960
Silikon
650
Magnesium
580
Sulfur
440
Kalium
210
Nikel
100
Senyawa kimia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Senyawa)
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Senyawa kimia adalah Zat tunggal yang terbentuk dari beberapa unsur dengan melalui reaksi kimia dan senyawa tersebut juga dapat diuraikan lagi menjadi unsur-unsur pembentuknya dengan reaksi kimia tersebut. Contohnya, dihidrogen monoksida (air, H2O) adalah sebuah senyawa yang terdiri dari dua atom hidrogen untuk setiap atom oksigen.
Umumnya, rasio tetap ini harus tetap karena sifat fisikanya, bukan rasio yang dipilih manusia. Oleh karena itu, material seperti kuningan, superkonduktor YBCO, semikonduktor "aluminium galium arsenida", atau coklat dianggap sebagai campuran atau aloy, bukan senyawa.
Ciri-ciri yang membedakan senyawa adalah dia memiliki rumus kimia. Rumus kimia memberikan rasio atom dalam zat, dan jumlah atom dalam molekul tunggalnya (oleh karena itu rumus kimia etena adalah C2H4 dan bukan CH2. Rumus kimia tidak menyebutkan apakah senyawa tersebut terdiri atas molekul; contohnya, natrium klorida (garam dapur, NaCl adalah senyawa ionik.
Senyawa dapat wujud dalam beberapa fase. Kebanyakan senyawa dapat berupa zat padat. Senyawa molekuler dapat juga berupa cairan atau gas. Semua senyawa akan terurai menjadi senyawa yang lebih kecil atau atom individual bila dipanaskan sampai suhu tertentu (yang disebut suhu penguraian).
Setiap senyawa kimia yang telah dijelaskan dalam literatur memiliki nomor pengenal yang unik, yaitu nomor CAS.
[sunting] Jenis senyawa
asam
basa
senyawa ionik
garam
oksida
senyawa organik
Kimia analitik adalah cabang ilmu kimia yang berfokus pada analisis cuplikan material untuk mengetahui komposisi, struktur, dan fungsi kimiawinya. Secara tradisional, kimia analitik dibagi menjadi dua jenis, kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk mengetahui keberadaan suatu unsur atau senyawa kimia, baik organik maupun inorganik, sedangkan analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui jumlah suatu unsur atau senyawa dalam suatu cuplikan.
Kimia analitik modern dikategorisasikan melalui dua pendekatan, target dan metode. Berdasarkan targetnya, kimia analitik dapat dibagi menjadi kimia bioanalitik, analisis material, analisis kimia, analisis lingkungan, dan forensik. Berdasarkan metodenya, kimia analitik dapat dibagi menjadi spektroskopi, spektrometri massa, kromatografi dan elektroforesis, kristalografi, mikroskopi, dan elektrokimia.
Meskipun kimia analitik modern didominasi oleh instrumen-instrumen canggih, akar dari kimia analitik dan beberapa prinsip yang digunakan dalam kimia analitik modern berasal dari teknik analisis tradisional yang masih dipakai hingga sekarang. Contohnya adalah titrasi dan gravimetri.