Jenis-jenis kerja obat adalah sebagai berikut: 1. Obat Berstruktur Nonspesifik Obat berstruktur nonspesifik , obat yang bekerja secara langsung tidak tergantung struktur kimia, mempunyai struktur kimia bervariasi, tidak berinteraksi dengan struktur kimia spesifik. Aktifitas biologis dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia fisika seperti: adsorpsi, kelarutan, aktifitas termodinamika,
tegangan
permukaan,
potensi
oksidasi
reduksi,
mempengaruhi permeabilitas, depolarisasi membran, koagulasi protein, dan pembentukan kompleks. Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah anastetika umum, hipnotika tertentu, bakterisida tertentu, antiseptik, anti jamur. Ciri-ciri obat yang berstruktur nonspesifik adalah : a. Obat tidak bereaksi dengan reseptor spesifik b. Kerja biologisnya berlangsung dengan aktifitas termodinamika c. Bekerja dengan dosis yang relatif besar d. Menimbulkan efek yang mirip walaupun strukturnya berbeda e. Kerjanya hampir tidak berubah pada modifikasi struktur 2. Obat Berstruktur Spesifik Obat berstruktur spesifik aitu obat-obat yang memberikan aktifitas biologis akibat adanya ikatan obat dengan reseptor atau akseptor spesifik. Aktivitas biologisnya dihasilkan dari struktur kimia yang mengadaptasikandirinya ke dalam struktur reseptor dalam bentuk tiga dimensi dalam organisme dan membentuk kompleks. Karakteristik obat berstruktur spesifik a. Efektif pada kadar rendah b. Modifikasi sedikit dalam struktur kimianya akan menghasilkan perubahan dalam aktifitas biologisnya c. Melibatkan kesetimbangan kadar obat dalam biofasa dan fasa eksternal d. Pada keadaan kesetimbangan, aktivitas biologisnya maksimal e. Melibatkan ikatan-ikatan kimia yang lebih kuat dibandingkan pada senyawa yang berstruktur nonspesifik.
Mekanisme obat yang mungkin terjadi a. Bekerja
terhadap
enzim
antagonis
dengan
cara
pengaktifan,
penghambatan, atau pengaktifan kembali enzim-enzim tubuh. b. Penularan fungsi gen yang bekerja pada membran yaitu, dengan mengubah membran sel dan mempengaruhi sistem transport membran. A. HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT FISIKA KIMIA DENGAN PROSES METABOLISME DAN DISRTIBUSI OBAT DALAM TUBUH 1. Hubungan struktur, sifat fisika kimia dengan proses metabolisme Proses metabolisme dapat dipengaruhi aktivitas biologis, masa kerja, dan toksisitas obat, sehingga pengetahuan tentang metabolisme obat dan senyawa organik asing lain (xenobiotika) sangat penting dalam dunia kimia medisinal. Secara umum, tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat menjadi metabolit tidak aktif dan tidak toksik (bioinaktifasi atau detoksifikasi), mudah larut dalam air dan kemudian diekresikan dari tubuh. Hasil metabolit beberapa obat bersifat lebih toksik dibanding dengan senyawa induk (biotoksifikasi) tapi, ada pula hasil metabolit obat yang mempunyai
efek
farmakologis
berbeda
dengan
senyawa
induk
(Siswandono, 1995). Hati adalah organ tubuh yang merupakan tempat utama metabolisme obat karena mengandung lebih banyak enzim-enzim metabolisme dibanding organ yang lain. Setelah pemberian oral, obat diserap oleh saluran cerna, masuk peredaran darah dan kemudian masuk kedalam hati melalui efek lintas pertama. Aliran darah yang membawa obat atau senyawa organik asing melalui sel-sel hati secara perlahan-lahan termetabolisis menjadi senyawa yang mudah larut dalam air kemudian diekresikan melalui urin. Contoh obat yang yang dimetabolisis di dalam hati adalah isoproterenol, lidokain, meperidin, propoksifen, propanolol dan salisilamid. Hati menghsilkan cairan empedu yang membantu pencernaan lemak dan sebagai media untuk ekskresi metabolit beberapa obat melalui tinja. Selain hati tenyata usus juga mempunyai peranan penting dalam
proses metabolisme. Adanya flora normaldi usus halus dan memetabolisme obat dengan cara kerja sama dengan enzim-enzim mikrosom hati. Sejumlah konjugat glukorina di ketahui dikeluarkan oleh empedu ke usus. Di usus konjugat tersebut terhirolisis olah enzim glukurinodase menghasilkan obat bebas yang bersifat lipofil. Obat bebas ini diserap secar difusi pasif melalui dinding usus, masuk peredaran darah dan masuk kembali ke hati. Di hati terjadi konjugasi kembali menghasilkan konjugat yang hidrofil, kemudian dikeluarkan kembali melalui empedu. Di usus konjugat terhidrolisis lagi, demikian seterusnya sehingga merupakan suatu siklus. Proses ini dinamakan siklus entherohepatik. Konjugat obat yang tidak mengalami hidrolisis langsung diekresikan melalui tinja (Siswandono, 1995). Reksi metabolisme obat dan senyawa organik asing ada dia tahap yaitu: a. Reaksi fasa I atau reaksi fungsionalisasi Yang termasuk reaksi fasa I adalah reaksi-reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis. Tujuannya adalah memasukkan gugus fungsional tertentu yang bersifat polar, seperti OH, COOH, NH2, dan SH, ke struktur molekul senyawa. Hal ini dapat dicapai dengan: 1) Secara
langsung
memasukkan
gugus
fungsional,
contoh:
hidroksilasi senyawa aromatik dan alifatik. 2) Memodifikasi gugus-gugus fungsional yang ada dalam struktur molekul. Contohnya: 1) Reduksi gugus keton atau aldehid menjadi alkohol 2) Oksidasi alkohol menjadi asam karboksilat 3) Hidrolisis ester dan amida, menghasilkan gugus-gugus COOH, OH dan NH2. 4) Reduksi senyawa azo dan nitro menjadi gugus NH 2 5) Dealkilasi oksidatif dari atom N, O dan S menghasilkan gugusgugus NH2, OH dan SH. Meskipun reaksi fasa I kemungkinan tidak menghasilkan senyawa yang cukup hidrofil, tetapi secara dapat meghasilkan suatu gugus
fungsional yang mudah terkonjugasi atau mengalami reaksi fasa II. Yang termasuk reaksi fasa II adalah reaksi konjugasi, metilasi, dan asetilasi. Tujuannya adalah mengikat gugus fungsional hasil metabolit reaksi fasa I dengan senyawa endogen yang mudah terionisasi dan bersifat polar, seperti asam glukoronat, sulfat, glisisn, dan glugtamin menghasilkan konjugat yang mudah larut dalam air. Hasil konjugasi yang terbentuk (konjugat) kehilangan aktifitas dan toksisitas, dan kemudian diekskresikan melalui urine. Reaksi metilasi dan asetilasi bertujuan membuat senyawa menjadi tidak aktif (Siswandono, 1995). b. Reaksi fasa II atau reaksi konjugasi Kloramfenikol adalah obat yang berkhasiat sebagai obat antibiotik. Kloramfenikol termasuk dalam obat yang mengalami metabolisme fase I (reaksi fungsionalisasi). Pada reaksi ini, kloramfenikol termasuk dalam reaksi oksidasi dimana terjadi penambahan gugus OH. Pada metabolisme fase I terjadi penambahan gugus fungsional tertentu yang bersifat polar, seperti OH, COOH, NH2, dan SH ke struktur molekul senyawa. Metabolisme fase I mengubah obat yang bersifat lipofil menjadi obat yang bersifat hidrofil dengan menambahkan produk polar. Sedangkan metabolisme fase II mengubah obat yang bersifat hidrofil menjadi obat yang bersifat sangat hidrofil, akibatnya obat akan dikeluarkan melalui ginjal dalam bentuk urin (Siswandono dan Bambang, 2000). Adapun reaksi dari kloramfenikol, yaitu kloramfenikol termasuk ke dalam obat yang mengalami bioaktivasi pada metabolisme fase I dan mengalami bioinaktivasi pada metabolisme fase II. Adapun penjelasannya, yaitu : 1) Bioaktivasi Kloramfenikol mengalami oksidasi dengan penambahan gugus OH menjadi turunan oksamil klorida yang aktif sebagai antibiotik. Kloramfenikol yang bersifat lipofil ini mengalami perubahan menjadi obat yang bersifat hidrofil karena adanya penambahan
gugus polar, yaitu gugus OH. Akibatnya, 5-10% kloramfenikol yang dalam bentuk aktif (turunan oksamil klorida) dapat diekskresi oleh ginjal melalui urin. Bentuk aktif kloramfenikol diekskresi terutama melalui filtrat glomerulus (Tim Penyusun, 2008). 2) Bioinaktivasi Kloramfenikol yang telah bersifat hidrofil (turunan oksamil klorida) kembali mengalami konjugasi (metabolisme fase II) dengan asam glukuronat oleh enzim glukuronit transferase menjadi obat yang sangat hidrofil (turunan asam oksamat). Akibatnya, 80-90% kloramfenikol yang sangat hidrofil (turunan asam oksamat) diekskresi melalui ginjal dalam bentuk urin (Tim Penyusun, 2008). 2. Hubungan struktur, sifat fisika kimia dengan proses ekskresi. a. Ekskresi Obat melalui Paru Obat yang di ekskresikan melalui paru terutama adalah obat yang digunakan secara inhalasi, seperti siklopropan, etilen nitrogen oksida, halotan, eter, kloroform dan enfluran. Sifat fisik yang menentukan kecepatan obat melalui paru adalah koefisien partisi darah/udara. Obat yang mempunyai koefisien partisi darah/udara kecil, seperti siklopropan dan nitrogen oksida, diekskresikan dengan cepat, sedang obat dengan koefisien partisi darah/udara besar, seperti eter dan halotan, di ekresikan lebih lambat. b. Ekskresi Obat melalui Ginjal Ekskresi obat yang dikeluarkan dengan jalan filtrasi glomerusi sangat diperlambat, karena hanya obat bebas mengalami filtrasi. Obat yang diekskresi secara aktif tidak terpengaruh oleh pengikatan, misalnya benzilpenisilin (PP k.l 50%) hampir diekskresikan seluruhnya dengan pesat (Tjay, 2007). Ekskresi obat melalui ginjal melalui tiga tahap yaitu, penyaringan glomerulus, absorpsi kembali secara pasif pada tubulus ginjal dan sekresi aktif pada tubulus ginjal.
1) Penyaringan glomerulus Ginjal menerima ± 20-25% cairan tubuh dari jantung atau 1,2-1,5 lier darah per menit, dan ± 10% disaring melalui glomerulus. Membran glomerulus empunyai karakteristik sehingga dapat dilewati oleh molekul obat dengan garis tengah ± 40% Å, berat molekul lebih kecil dari 5000 dan obat mudah larut dalam cairan plasma atau obat yang bersifat hidrofil (Siswandono, 1995). Selama filtrat ini dipekatkan dalam tubuli zat-zat lipofil berdifusi kembali secara pasif pula melalui membran sel-nya kedalam darah dan demikian menghindari ekskresi. Zat-zat hidrofil hampir tidak didifusi kembali dan langsung dikeluarkan lewat urine. Ekskresi dapat diperlancar dengan memperkuat disosiasi obat yang kebanyakan bersifat asam atau basa lemah dengan derajat ionisasi agak ringan (Tjay, 2007). Contohnya : Indometacin dengan Litium, dimana pada aliran darah keginjal diatur oleh prostaglandin (PG). Indometcin menghambat sintesis PG sehingga menyebabkan fungsi ginjal menurun dan kadar litium menjadi meningkat. 2) Adsorpsi kembali secara pasif pada tubulus ginjal Adsorpsi kembali molekul obat dan koefisien partisi lemak/air. Obat yang bersifat polar, sukar larut dalam lemak, tidak diadsorpsi kembali oleh mebran tubulus. Adsorpsi kembali pada tubular ini sanagat tergantung pada pH urin. Obat yang bersifat elektrolit lemah pada urine normal, pH = 4,8-7,5. Sebagian besar akan terdapat dalam bentuk tidak terdisosiasi, mudah larut dalam lemak, sehingga mudah diadsorpsi kembali oleh tubular. 3) Sekresi pengangkutan aktif pada tubulus ginjal Obat dapat bergerak dari plasma darah ke urin melalui tubulus ginjal dengan mekanisme pengangkutan aktif. Sebagai contoh, kombinasi obat antara probenesid dengan penisilin meningkatkan masa kerja penisilin karena probenesid dapat menghambat sekresi
pengangkutan aktif penisilin secara kompetitif sehingga ekskesi penisili menurun, kadar penisilin dalam darah tetap tinggi dan menunjukkan aktifitas lebih lanjut. c. Ekskresi Obat melalui Empedu Obat dengan berat molekul lebih kecil dari 150 dan obat telah dimetabolisis menjadi senyawa yang lebih polar, dapat diekresikan dari hati,
melewati
empedu,
menuju
keusus
dengan
mekanisme
pengangkutan aktif. Obat tersebut biasanya dalam bentuk terkonjugasi dengan asam glukoronat, asam sulfat atau glisin. Diusus bentuk konjugat tersebut secara langsung diekresikan melalui tinja ataupun mengalami proses hidrolisis oleh enzim atau bakteri usus menjadi senyawa yang besifat nonpolar, sehingga di absorpsi kembali ke plasma darah, kembali ke hati dan dimetabolisme dan di keluarkan kembali melalui empedu menuju ke usus, demikian seterusnya hingga dinamakan siklus entherohepatik. Dimana siklus ini mempunyai masa kerja obat menjadi lebih panjang. Contohnya
adalah
ampicilin
diekresi
kedalam
empedu,
dan
dimanfaatkan dengan memberika ampicillin untuk infeksi dari saluran empedu. Beberapa obat dikethui mengalami siklus ini adalah dioksin, rifamfisin, stilboestrol, glutethimide, klorampenikol, indometacin dan morfin (Zaman, 2002). Contoh mekanismenya : antara probenesid dengan penisillin. Dimana probenesid adalah obat asam urat yang merebut medium transport dari penisilin, sehingga menyebabkan ekskresi penisliin terhambat. Penisilin tertahan lama dalam ginjal. Sehingga menyebabkan efek penisilin lebih panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Siswandono, dan Bambang Soekarjo. 1995. Kimia Medisinal Edisi I. Airlangga University Press. Surabaya. Tim Penyusun. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi V. Departemen Farmakologi dan Terapeutik. Universitas Indonesia. Jakarta Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat penting khasiat, penggunaan, dan efek-efek sampingnya. Elex Media Komputindo. Jakarta. Zaman, Nanizar. 2002. Ars Prescribendi Resep yang Rasional Edisi ke-3. Airlangga University Press. Surabaya.