MANAJEMEN RISIKO BAB 18.1
Oleh: Kelompok 6 :
Martina Carissa Dewi
1506205018
Linda Safitri Dewi
1506205022
Ervina Wilyanita
1506205025
Kadek Dika Arya Putra
1506205037
I Gede Bayu Mertha Segara
1506205041
I Komang Alan Darmasaputra
1506205067
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA 2018
1
BAB 18.1
2.1. Kecelakaan Pesawat Supersonic Concorde
Pesawat Concorde adalah pesawat komersial dengan kecepatan diatas kecepatan suara (supersonic). Pesawat tersebut merupakan produksi kerjasama antara pemerintah Inggris, Perancis dan perusahaan Aerospaiale dan British Aircraf Corporatiin. Pesawat supersonic komersial lainnya adalah Turpolev Tu-144 dari Rusia, yang secara komersial kurang sesukses Concorde. Concorde terbang pertama kali tahun 1969, kemudian berlanjut selama 27 tahun berikutnya. Pada tanggal 25 Juli tahun 2000, sebuah pesawat supersonic komersial Concorde, Air France, mengalami kecelakaan beberapa menit setelah lepas landas dari airport Paris Charles de Gaulle, Paris, Perancis. Pesawat tersebut jatuh di atas hotel Horelissimo, di Gonesse, Paris. Kecelakaan tersebut memakan korban tewas 100 penumpang, sembilan kru pesawat, dan empat orang di darat. Menurut penyelidikan resmi dan Biro Kecelakaan Perancis (BEA), kecelakaan tersebut disebabkan karena pada saat Iepas landas, roda pesawat naas tersebut menabrak lempengan besi yang jatuh dari pesawat DC-IO Continental Airlines, yang lepas landas sekitar empat menit sebelumnya. Roda tersebut pecah, kemudian pecahan tersebut menghantam tanki bahan bakar, memutuskan beberapa kabel listrik. Percikan dari kabel listrik yang mengenai bocoran bahan bakar tersebut, menimbulkan api yang kemudian menjadi semakin besar, membakar bagian belakang pesawat tersebut . Beberapa menit kemudian, pesawat jatuh di pinggiran kota Paris. Penuntut umum dari Perancis kemudian menggugat Continental Airlines, menyebutkan adanya hubungan sebab akibat langsung (direct causal link) antara kejadian pesawat menabrak lempengan besi dan kebakaran yang menyebabkan kecelakaan pesawat tersebut. Setelah kecelakaan tersebut, semua pesawat Concorde berhenti terbang selama sekitar setahun lebih. Penyelidikan dan perbaikan pesawat dilakukan selama periode tersebut. Penerbangan komersial pesawat Concorde dimulai lagi pada tanggal 7 November 2001. Setelah terbang lagi sekitar dua tahun, pada tanggal 10 April 2003, Air France and British Airways mengumumkan pesawat Concorde akan dipensiunkan. Mereka menyebutkan beberapa alasan: kecelakaan tersebut (yang menyebabkan turunnya kepercayaan masyarakat 2
terhadap Concorde), resesi ekonomi akibat serangan teroris tahun 2001, dan meningkatnya biaya pemeliharaan pesawat.
2.2. Anatomi Krisis Subprime Mortgage
Tahun 2008 ditandai dengan krisis keuangan yang melanda dunia yang diakibatkan oleh gagal bayarnya subprime mortgage Amerika Serikat. Krisis tersebut menyebabkan krisis perbankan, bursa saham dunia turun nilainya (termasuk bursa saham Indonesia), dan dikhawatirkan bisa memicu resesi dunia. Subprime (dibawah prime) mortgage adalah pinjaman atau kredit rumahan kepada nasabah yang menunggak pembayaran, gagal bayar dimasalalu rumah pernah disita mengalami kebangkrutan dalam 7 tahun terakhir, mempunyai skor kredit di bawah angka tertentu (misal 620). Skor tersebut dihitung dengan melihat sejumlah variabel seperti kepemilikan rumah (punya atau menyewa), pendapatan, dan sebagainya. Skor yang tinggi mengindikasikan nasabah tersebut mempunyai probabilitas gagal bayar yang lebih kecil. Dengan kata lain, nasabah subprime adalah nasabah yang mempunyai risiko yang lebih tinggi. Nasabah semacam itu biasanya tidak bisa memperoleh kredit perumahan yang konvensional, sehingga nasabah tersebut tidak akan bisa memiliki rumah. Inovasi keuangan dan beberapa variabel makro ekonomi mendorong berkembangnya dan munculnya bubble subprime mortgage, dimana nasabah dengan risiko yang tinggi, yang sebelumnya tidak bisa memiliki rumah, sekarang bisa memperoleh pinjaman untuk perumahan. Pengaruh variabel ekonomi bisa dijelaskan berikut ini. Pada tahun 2001, terjadi gerangan teroris WTC (World Trade Center) yang memunculkan kekhawatiran terjadinya resesi ekonomi di Amerika Serikat. The Fed (Bank Sentral Amerika Serikat) menurunkan tingkat bunga Fed Fund Rate (tingkat bunga pinjaman antar bank satu hari, yang bunganya ditentukan oleh The Fed), bahkan menjadi 1% pada bulan Juni 2003, dan bertahan selama satu tahun. Tingkat bunga tersebut sangat rendah. Tingkat bunga yang rendah tersebut mendorong turunnya tingkat bunga kredit perumahan, sehingga lebih banyak penduduk yang bisa memperoleh pinjaman perumahan. Rata-rata tingkat bunga untuk kredit perumahan 30 tahun dengan bunga tetap pada tahun 2003 adalah 5,8%, tingkat bunga terendah sejak tahun 1960-an. 3
Pemerintah Amerika Serikat juga mendorong kepemilikan rumah kepada golongan minoritas. Sebagai contoh, pada tahun 1999, pemerintahan Presiden Clinton mendorong kredit perumahan kepada golongan minoritas (imigran dari Amerika Latin, kulit hitam). Kebijakan tersebut mendorong tumbuhnya subprime mortgage, karena golongan minoritas biasanya masuk dalam kategori nasabah subprime (berisiko tinggi karena pendapatan yang rendah, tidak jelas, dan sebagainya). Pengaruh inovasi keuangan bisa dijelaskan sebagai berikut ini. Pada kredit perumahan tradisional, bank memberikan pinjaman rumah kepada nasabah. Bank menerima pelunasan dari nasabah sampai selesai. Dengan kata lain, bank menanggung risiko kredit. Inovasi keuangan yang bemama sekuritisasi membah pola pinjaman tradisional tersebut. Pada sekuritisasi, bank memberikan kredit perumahan kepada nasabah. Kemudian bank tersebut mengumpulkan kredit tersebut. Bank menerbitkan obligasi dengan jaminannya adalah kredit kredit perumahan tersebut. Obligasi tersebut kemudian dijual ke pasar keuangan. Bank memperoleh dana segar, yang kemudian disalurkan ke dalam kredit perumahan lagi, kemudian diterbitkan obligasi lagi, dijual ke pasar keuangan. Proses tersebut bisa dilakukan berulang-ulang sampai dana di pasar keuangan habis. Melalui proses tersebut, risiko kredit yang selama ini ditanggung oleh bank, dipindahkan ke berbagai pihak lain. Pengalihan risiko tersebut, pada satu sisi bisa mengurangi risiko kredit bank, tetapi juga menimbulkan konsekuensi lainnya, yaitu penyebaran risiko dan munculnya risiko lain, yaitu risiko perubahan harga aset, risiko likuiditas, risiko counterparty, di samping risiko kredit itu sendiri. Obligasi tersebut dibeli oleh berbagai pihak sebagai instrumen investasi termasuk oleh investor dari luar Amerika Serikat. Obligasi tersebut juga bisa dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi semakin menarik bagi investor. Sebagai contoh, aliran kas dan pembayaran nasabah bisa dipecah-pecah berdasarkan waktu pembayarannya, kemudian dijual secara terpisah. Misalkan kredit perumahan dengan jangka waktu 10 tahun. Untuk pembayaran kas tahun pertama, diterbitkan obligasi sendiri dengan jaminannya adalah pembayaran kas tahun pertama. Biasanya probabilitas pembayaran tahun pertama dilunasi, cukup tinggi, sehingga risikonya rendah, dan karena itu bisa diberi rating AAA oleh lembaga perating. Kredit yang risikonya tinggi bisa menjadi lebih menarik, sehingga bisa lebih Iaku dijual ke investor. 4
Melalui beberapa hal di muka, pasar mortgage di Amerika Serikat berkembang pesat. Pasar mortgage di Amerika Serikat diperkirakan mencapai nilai $12 triliun pada tahun 2007. Nilai pasar untuk subprime mortgage diperkirakan sekitar $13 triliun pada bulan Maret 2007. Sekitar $88 milyar (6,896 dari total pasar mortgage) adalah subprime adjustable rate mortgages (ARM), yaitu pinjaman dengan tingkat bunga mengambang sekitar tiga tahun
setelah pinjaman ditandatangani. Proporsi subprime mortgage terhadap total mortgage menunjukkan peningkatan, mulai dari 5% pada tahun 1994, 9% pada tahun 1996, 13% pada tahun 1999, dan menjadi 20% pada tahun 2006. Kepemilikan rumah meningkat dari 64% pada tahun 1994 (tahun 1980-an juga berada pada angka yang sama), menjadi 69,2% pada tahun 2004, rekor tertinggi. Harga rumah di AS meningkat 124% dari tahun 1997 ke tahun 2006. Perkembangan rumah yang pesat tersebut mendorong pengembang untuk membangun rumah Iebih banyak Iagi, sehingga terjadi kelebihan penawaran rumah. Housing bubble melanda Amerika Serikat. Pecahan gelembung perumahan (bubble burst ) mulai terjadi awal tahun 2006an. Tingkat bunga mulai meningkat, sehingga nasabah yang mengambil ARM mulai harus membayar bunga yang lebih tinggi. Gagal bayar pun mulai terjadi. Jumlah penyitaan properti nasabah yang mengambil ARM meningkat tiga kali lipat menjadi 16% dari total kredit subprime, dari tahun 2005 ke bulan Oktober 2007, meningkat lagi menjadi 21% pada Januari 2008, dan menjadi 25% pada bulan Mei 2008. Total gagal bayar dan penyitaan untuk pasar mortgage di Amerika Serikat mencapai sekitar 9,2%. Dari jumlah tersebut, 43% diantaranya dikarenakan kredit ARM. Pada tahun 2007, sekitar 1,3 juta propeni dikenai 2,2 juta surat penagihan atau peringatan (satu rumah bisa dikenai beberapa surat), kenaikan sebesar 79% dan 75% dibandingkan tahun 2006. Harga rumah mulai turun, sehingga nilai jaminan menjadi semakin rendah. Pada bulan November 2007, rata-rata harga rumah di AS turun sekitar 8% dari nilai tertinggi pada kuartal kedua tahun 2006, dan pada bulan Mei 2008, harga turun sekitar 18,496. Penurunan harga diperkirakan akan berlangsung terus sampai penawaran (supply) rumah kembali ke level yang normal. Rendahnya nilai jaminan tersebut meningkatkan insentif nasabah untuk gagal bayar, dan membiarkan bank mengambil alih rumah yang dijadikan jaminan, yang nilainya lebih rendah dari nilai kredit. Penawaran (supply) rumah yang berlebihan semakin memperparah situasi. Gagal bayar kredit perumahan (yang dijadikan underlying asset penerbitan obligasi sekuritisasi) 5
berimbas pada turunnya nilai obligasi, yang sekarang dipegang oleh banyak pihak. Akibatnya banyak perusahaan atau lembaga keuangan yang mengalami kerugian yang signifikan. Tercatat beberapa perusahaan mengalami kerugian yang signifikan: Morgan Stanley, $3.7 billion. Merrill Lynch $8.5 billion, Citigroup, $11 billion, Bear Steams, Lehman Brothers, Washington Mutual mengalami kebangkrutan. Perusahaan asuransi AIG mengalami krisis, karena perusahaan tersebut menjamin asuransi kredit subprime mortgage. Indeks Dow Iones turun dari level 14.000-an pada pertengahan 2007, menjadi dibawah 9.000-an pada bulan Oktober 2008. Demikian juga dengan indeks Nasdaq yang turun ke level 1.700-an dari 2.200-an setahun sebelumnya. Krisis tersebut juga berdampak ke negara lain. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun dari level 2400-an menjadi level 1.400an pada bulan Oktober 2008. Bahkan Bursa Efek Indonesia sempat ditutup selama tiga hari pada bulan Oktober 2008 untuk mencegah kepanikan dan penurunan harga saham lebih lanjut. Pertanyaan berikut adalah kenapa terjadi bubble and burst semacam itu, bagaimana menghindari kejadian semacam itu di masa mendatang? Penyebab peristiwa tersebut cukup kompleks. Ada beberapa penyebab yang sering disebutkan: kebijakan tingkat bunga AS, masuknya dana asing yang cukup kencang, kurangnya pengawasan atau kompleksnya instrumen keuangan di sektor perumahan, spekulasi berlebihan, moral hazard. Kombinasi tingkat bunga yang rendah, aliran dana yang cukup besar dari investor asing (yang memperoleh keuntungan besar dari kenaikan harga minyak dan komoditas selama periode sebelumnya), inovasi keuangan sekuritisasi, menyebabkan munculnya bubble sektor perumahan. Harga perumahan yang semakin meningkat mendorong konsumen untuk meminjam lebih banyak lagi. Menurut perhitungan mereka, kalaupun mereka tidak bisa membayar cicilan hutang dan bunganya, rumah mereka bisa dijual dengan harga lebih tinggi (dibandingkan dengan harga belinya), dan mereka bisa melunasi hutang mereka, dan memperoleh keuntungan. Kondisi bubble tersebut juga mendorong spekulasi yang berlebihan di sektor perumahan. Banyak konsumen yang membeli rumah bukan untuk ditinggali, tetapi untuk tujuan lainnya seperti untuk rumah liburan, membeli kondominium untuk investasi (dijual lagi untuk memperoleh keuntungan). Kondisi bubble diperparah oleh moral hazard dari 6
pelaku di pasar perumahan. Pada saat itu terjadi kondisi supply (dana) memburu permintaan (nasabah). Nasabah yang berisiko tinggi bisa memperoleh kredit perumahan dengan mudah. Sebagai ilustrasi,
Ada wanita yang menginginkan kredit perumahan, tetapi pasangannya (suami) tidak bisa datang. Tetapi karena harus ada tanda tangan dari peminjam, wanita tersebut akhirnya mengaku kalau suaminya dipenjara. Tidak masalah. Broker mortgage datang ke penjara dan memperoleh tanda tangan yang diperlukan. Akhirnya wanita tersebut memperoleh kredit perumahan meskipun pasangannya tinggal di penjara.
Pada kasus Iain, ada seorang pekerja di restoran McDonald’s dengan gaji tahunan
$35,000, bisa memperoleh kredit perumahan senilai $500.000. Situasi semacam itu mendorong moral hazard yang tinggi, baik untuk nasabah, broker mortgage, bank pemberi mortgage, dan semua pelaku di pasar perumahan. Nasabah tidak mau mengukur kemampuanya sebelum mengajukan pinjaman. Pihak broker mortgage dan bank pemberi kredit juga tidak memperhatikan situasi tersebut, apalagi risiko kredit bisa ditransfer ke pihak lain melalui proses sekuritisasi. Pada proses sekuritisasi, karena risiko kredit didistribusikan ke berbagai pihak, insentif untuk mengawasi risiko kredit menjadi semakin berkurang. Bank tidak lagi melakukan pengawasan yang ketat, karena risiko tersebut sudah dipindahkan. Di samping itu, proses sekuritisasi dengan berbagai pengembangannya membuat transaksi menjadi lebih sulit dipahami, sehingga menjadi lebih sulit untuk diawasi. Faktor-faktor yang disebutkan di muka bergabung, dan memunculkan krisis keuangan yang cukup signifikan pada tahun 2007 dan 2008. Pelajaran sederhana bisa ditarik dari kasus subprime mortgage. Inovasi keuangan bisa sangat bermanfaat (dalam hal ini membuat lebih
banyak orang memiliki rumah), tetapi tanpa pengawasan yang ketat, inovasi tersebut bisa menjadi bumerang.
2.3. Kasus Bausch & Lomb
Pada tahun 1993, perusahaan optikal Bausch & Lomb (B&L) merupakan perusahaan terkemuka di bidang lensa kontak dan kacamata. B&L sangat ketat dengan target mereka, tidakada istilah kegagalan memenuhi target dalam kamus bisnis mereka. Divisi lensa kontak
7
selalu sama atau bisa melebihi target selama 48 bulan berturut-turut. Tetapi pada tahun 1993, divisi tersebut nampaknya tidak akan bisa memenuhi targetnya. Divisi tersebut kemudian menawarkan kepada distributornya harga yang didiskon secara signifikan dan memberikan kredit lebih lunak. Promosi tersebut bisa mendorong penjualan yang melebihi target pada kuartal ketiga. Tetapi suplai yang berlebihan mempunyai efek negatif sehingga penjualan pada kuartal keempat akan lebih kecil dari perkiraan. Divisi tersebut harus melakukan tindakan yang lebih ekstrim jika ingin tetap memenuhi target kuartal keempat. Divisi tersebut melakukan tindakan yang ekstrim yaitu mengatakan kepada distributornya bahwa mereka akan dipakai oleh B&L jika mereka bersedia mengambil sisa barang dagangan yang belum laku. Kebanyakan menerima persyaratan tersebut, meskipun hal tersebut berarti mereka harus menerima barang dengan volume yang sangat besar. Beberapa bahkan mempunyai 2-tahun persediaan barang dagangan. Majalah Business Week bahkan menuduh B&L menjual lensa kontak dengan harga bantingan (sekitar $7,5) padahal harga normalnya adalah $70. Beberapa konsumen yang terlanjur membeli lensa dengan harga mahal tidak puas, dan mereka menggugat B&L. B&L akhimya menyelesaikan gugatan tersebut dengan membayar ganti rugi sebesar $68 juta pada tahun 1996. Tindakan divisi tersebut pada akhirnya terungkap keluar, dan Security Exchange Commission (SEC atau Bapepamnya AS) melakukan investigasi dan B&L harus mengakui kerugian sebesar $22 juta. Tidak hanya itu, divisi lainnya menggunakan praktik bisnis yang meragukan. The Asian Pacific Division (APD) ’menjual’ setengah juta kacamata yang
dikirimkan ke gudang di Hongkong, bukannya menjual ke nasabah yang riil. APD menghasilkan penjualan palsu sebesar $20 juta melalui cara tersebut. Pada akhirnya tindakan dari dua divisi tersebut (divisi lensa konrak dan APD) membuat B&L harus mengurangi pendapatan sebesar $17,6 juta dan membayar $42 juta untuk menyelesaikan gugatan hukum nasabah yang dikecewakan pada tahun 1997.
2.4. Morgan Grenfell Asset Management (MGAM)
MGAM merupakan perusahaan keuangan yang cukup berhasil pada tahun 1994. Aset pensiun yang dikelola jasa investasi MGAM tumbuh dari $7,6 miliar menjadi $10 miliar selama tahun 1994. Tetapi pada tahun 1995, salah seorang karyawannya melakukan 8
serangkaian transaksi yang aneh yang menghapuskan cerita sukses MGAM. Manajer investasi Peter Young mulai melakukan pembelian secara diam-diam saham perusahaan yang tidak pernah terdengar dalam jumlah yang sangat besar. Saham-saharn tersebut kemungkinan besar tidak akan pernah disetujui oleh komite investasi atau peraturan investasi perusahaan. Salah satu saham yang dibeli tersebut adalah Solv-Fx, suatu perusahaan yang digambarkan tidak punya apa-apa selain ambisi untuk merubah pasir di Kanada menjadi minyak dan mineral. Pada tahun 1996, Young membeli saham perusahaan tersebut sekitar $30 juta dengan harga perlembarnya $2, suatu harga yang terlalu tinggi untuk saham tersebut. Young juga melanggar aturan oleh Dewan Investasi yang melarang investasi lebih dari 10% untuk setiap perusahaan yang sahamnya dibeli. Pada bulan September 1996, regulator di London mulai melakukan penyelidikan terhadap nilai aset MGAM. Perdagangan oleh MGAM ditutup selama tiga hari dan dimulai lagi setelah Deutsche Bank, pemilik MGAM, menggantikan aset yang diragukan dengan kas $300 juta. Tetapi 30% investor sudah tidak percaya lagi, lari dari MGAM dengan membawa $400 juta. MGAM harus membayar ganti rugi kepada sekitar 80.000 investor dan didenda oleh regulator London. Yang menjadi pertanyaan di sini kenapa Young bisa bebas melakukan perdagangan yang eksentrik untuk periode yang cukup lama, padahal ada catatan yang menunjukkan bahwa ia sudah diperingatkan karena melanggar aturan investasi.
2.5. Baring Bank
Baring Bank dikenal sebagai bank yang konservatif, dengan umur sekitar 233 tahun.
dengan salah seorang nasabahnya adalah Ratu Elizabeth. Tetapi pada tahun 1995, seorang trader -nya Nick Leeson praktis secara individual membangkrutkan bank tersebut.
Bagaimana hal tersebut terjadi? Nick Leeson berasal dari Inggris, mempunyai kualifikasi yang biasa-biasa saja. Tetapi pada tahun 1980-an ia memperoleh pekerjaan di Ban Coutts, yang kemudian berpindah pindah sampai akhimya bekerja di Baring Bank. Di Baring, dia dengan cepat dipromosikan sebagai trader. Kemudian ia ditunjuk menjadi manajer untuk operasi yang baru di pasar futures SIMEX (Singapore Monetary Exchange), Singapura. Pada mulanya, kegiatannya
menghasilkan keuntungan yang cukup besar, sehingga atasannya mempercayainya.
9
Hidupnya juga cukup menyenangkan, dengan gaji 50.000 poundsterling, dengan bonus mencapai 150.000 poundsterling, weekend di tempat eksotis, apartemen yang modern, pesta. Leeson memegang dua fungsi sekaligus di Baring Singapura yaitu fungsi pencatatan (back office) dan fungsi trading ( front-office). Di Singapura, Baring mencatat setiap transaksi futures-nya, yang kemudian dikomunikasikan ke SIMEX. Jika terjadi perbedaan, maka Baring harus memasukkan posisi baru untuk menyamakan catatan antara keduanya. Kerugian atau keuntungan yang terjadi dimasukkan ke dalam rekening 99905. Masalahnya komputer SIMEX seringkali terjadi crash, sehingga Baring tidak tahu persis posisinya saat itu. Aktivitas pada rekening 99905 menjadi runyam, tidak mulus. Padahal rekening tersebut dilaporkan setiap hari ke kantor pusat di London. Pada tanggal 3-Juli-1992, Gordon Bowser, pimpinan setelmen futures dan opsi di kantor London memutuskan bahwa software di London tidak bisa lagi menangani kekacauan dan kesalahan yang terjadi di Singapura, karena komputer yang crash. Karena itu dia menyarankan Leeson untuk tidak lagi memberikan informasi mengenai kesalahan kecil. Leeson kemudian menjawab bahwa dia akan membuat rekening baru untuk menampung kesalahan kecil tersebut. Rekening tersebut dinamai rekening 88888, angka 8 dipilih karena merupakan angka favorit sekretarisnya, kemudian lima kali dipilih karena rekening di SIMEX menggunakan lima digit. Karena dia memegang rekening 88888, maka persoalan mulai muncul. Pada mulanya ia mencatat kerugian kecil ke rekening 88888 tersebut. Dia seringkali memasukkan uang dari klien yang masuk ke rekening tersebut dengan tujuan untuk menutup kerugian yang terjadi sementara. Tetapi karena dia terlalu agresif melakukan trading, kerugian-kerugian yang terjadi diakumulasi di rekening 88888, dan menjadi semakin besar. Pada musim fall 1993, kerugian yang disembunyikan tersebut mencapai 5,5 juta pondsterling. Dia harus memperoleh tambahan kas untuk menutup kerugian tersebut. Dia kemudian mulai melakukan trading yaitu melakukan arbitrase antara kontrak futures Osaka (Jepang) dengan Singapura. Kantor London mengira bahwa transaksi di dua
tempat tersebut membutuhkan dua kali pembayaran margin, padahal SIMEX mensyaratkan pernbayaran margin atas posisi bersih (netting of margin). Dengan demikian kantor London mengirimkan uang Iebih banyak dari yang seharusnya kepada Leeson. Sebagian digunakan untuk trading, sebagian lagi ditaruh di rekening 88888.
10
Perdagangan arbitrase tersebut nampaknya cukup menguntungkan dengan risiko yang rendah. Sebagai contoh, pada tahun 1994, auditor Baring yang me-review Operasi di Singapura mengatakan ”Sukses kegiatan arbitrase di Singapura nampaknya dicapai tanpa menaikkan eksposur terhadap indeks Nikkei 225”. Pada tahun sebelumnya, Leeson
memperoleh laba sekitar 10 juta poundsterling, sekitar 10% dari total laba bank tahun itu. Situasi tersebut nampaknya semakin meningkatkan kepercayaan terhadap Leeson. Pada akhir tahun 1994, kerugian dari rekening 88888 tersebut mencapai $512 juta. Leeson tetap bebas karena dia meme gang pencatatan rekening tersebut, dan melakukan perdagangan. Iika kantor London tidak mengawasinya dengan ketat, maka kerugiannya tidak akan pemah ketahuan. Untuk menutup kerugian, Leeson harus memperoleh kas untuk membayar margin dari futures-nya. Ia kemudian mulai menjual opsi put dan call sekaligus dengan harga eksekusi
yang sama, pada indeks Nikkei 225 . Posisi tersebut dinamakan sebagai short straddle, seperti terlihat pada bagan berikut mi. Bagan 1. Short Straddle
Melalui posisi tersebut dia memperoleh pembayaran premi Opsi dua kali, yaitu dari menjual opsi call dan menjual opsi put . Kunci suksesnya adalah harga saham Nikkei tidak banyak berubah. Jika Nikkei bergerak naik atau turun dari 19.000 maka straddle tersebut akan memperoleh kerugian yang signifikan. 11
Pada bulan Januari 1995, gempa bumi dahsyat melanda Kobe, menewaskan 5.000 orang. Indeks Nikkei turun menjadi 17.785. Leeson menghadapi kesulitan besar, karena dia akan membayar jumlah uang yang besar karena dia sudah menjual Opsi put Nikkei. Kemudian dia membeli futures Nikkei, long, sebanyak 55.399 kontrak yang akan jatuh tempo pada bulan Mei. Sepertinya dia panik, dan ingin menggerakkan pasar Nikkei agar bisa naik. Tetapi hal tersebut tidak cukup. Pada akhirnya Baring merugi sekitar $1,3 juta. Sekitar tiga perempat dari kerugian tersebut datang dari kontrak futures yang terakhir tersebut. Pada saat itu Nick Leeson sudah menghilang. Dia mengirimkan faks dari hotelnya di Kuala Lumpur mengatakan ‘ My sincere apologies for the predicament that I have left on you’ (Maaf atas kesulitan yang saya
tinggalkan untuk Anda). Kemudian dia menandatanganinya ‘ Apologies, Nick’. Nick Leeson akhirnya tertangkap di Jerman, dan dikirimkan balik ke Singapura untuk diadili di sana. Dia dihukum 6,5 tahun karena perbuatannya tersebut.
2.6. Metallgessellscraft
Pada bulan Desember 1993, Metallgesellshcaft AG yang berkantor di Frankfurt, Jerman, menghadapi krisis yang serius. Perusahaan tersebut merugi sekitar $1 miliar pada kontrak futures minyak. Paket perbaikan diluncurkan, pada akhirnya banyak asetnya yang dijual. Direkturnya dipecat, reorganisasi dilakukan di perusahaan tersebut. Apa yang terjadi? Metallgesellschaft merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan,
logam, dan teknik (engineering ). Pada tahun 1993, penjualannya melebihi $16 miliar, dengan aset sekitar $10 miliar, dengan 15 anak perusahaan besar. MG Corp AS merupakan salah satu anak perusahaan dengan modal sekitar $50 juta. Anak tersebut melakukan bisnis minyak dan mempunyai anak perusahaan yaitu MG Refining dan Marketing (MGRM). MGRM melakukan kontrak dengan Castle Energy untuk membeli output Castle dengan jumlah sekitar 46 juta barel per-tahun, dengan marjin yang tetap selama 10 tahun (harga berubah-ubah tetapi marjin tetap). MGRM kemudian menjual minyak tersebut dengan harga tetap ke ritel. Kontrak semacam itu menghadapkan MGRM ke risiko perubahan harga minyak. Jika harga minyak meningkat, maka MGRM akan merugi, karena membayar harga yang lebih 12
tinggi. Untuk mengurangi risiko tersebut MGRM memutuskan untuk melakukan hedging dengan membeli futures yaitu long futures oil. Jika MGRM menggunakan kontrak forward , MGRM tidak akan menghadapi risiko basis karena MGRM bisa menegosiasikan kebutuhannya. Tetapi forward dirasakan lebih mahal dan tidak likuid. Kontrak futures menghadapkan MGRM pada masalah baru, yaitu risiko basis. Jika risiko basis muncul, maka mestinya perusahaan melakukan perhitungan sehingga bisa diperoleh rasio hedge optimal. Nampaknya MGRM tidak melakukan hal tersebut sehingga pada akhirnya MGRM membeli kontrak futures lebih banyak dari yang seharusnya (optimal). Karena lebih banyak dibandingkan dengan nilai eksposur yang di-hedge, maka MGRM menghadapi masalah baru yaitu perspekulasi dari kelebihan kontrak futures tersebut. Diperkirakan dari 158 juta barel dari kontrak futures, 86 juta barel merupakan hedge murni, sementara 68 juta barel merupakan kelebihan tersebut (spekulasi). Pada waktu harga minyak jatuh signifikan, posisi futures oil MGRM mengalami kerugian yang signifikan. Untuk sebagian, kerugian di futuresnya akan diganti oleh keuntungan di spot nya, tetapi untuk posisi spekulasi, tidak ada kompensasinya. Diperkirakan untuk penurunan harga minyak $1. MGRM mengalami kerugian sebesar $68 juta. Masalah lain adalah, dalam kontrak futures, kerugian akan dikurangkan dari saldo kas yang didepositkan oleh perusahaan. Jika kerugian semakin besar, maka perusahaan akan menghadapi margin calls, di mana pihak Bursa akan meminta perusahaan untuk menambah saldo kasnya. Hal semacam itu terjadi terhadap MGRM, yang mengakibatkan MGRM menghadapi kewajiban jangka pendek. Kerugian MGRM dari kontrak futures-nya diperkirakan sekitar $1 miliar, sebagian dikompensasi oleh keuntun gan di spot -nya, sebagian lagi merupakan kerugian murni. Untuk perusahaan dengan aset sekitar $10 miliar, kerugian sekitar $1 miliar tentu saja menimbulkan masalah serius. Apalagi perusahaan harus menyediakan kas dengan jumlah signifikan untuk menutup margim calls, padahal kas dari penjualan belum masuk ke perusahaan. Pada akhirnya manajemen Metallgesellschaft memutuskan untuk menutup kontrak futures-nya dan menanggung kerugian sebesar $1 miliar dari kontrak futures tersebut. Sampai saat ini masih terjadi perdebatan apakah sebenarnya kontrak futures Metallgesellschaft merupakan kontrak yang jelek, atau sebenarnya baik, tetapi reaksi dari
13
manajemen yang berlebihan sehingga kontrak tersebut harus ditutup merugi. Kontroversi masih berkelanjutan.
2.7. Serangan Teroris 11 September 2001
Serangan teroris hari Selasa, 11 September 2001, mempakan rangkaian serangan teroris terhadap Amerika Serikat. Sekitar 19 pembajak mengambil alih empat pesawat komersial domestik AS. Dua pesawat ditabrakkan ke World Trade Center di Manhattan, New York City. Masing-masing ditabrakkan ke gedung kembar, dengan jeda waktu sekitar 18 menit. Dalam dua jam, kedua gedung tersebut ambruk. Pesawat ketiga ditabrakkan ke gedung Pentagon, di Arlington County, Virginia. Pesawat keempat jatuh di ladang pertanian di Sommerset County, Pennsylvania, AS. Nampaknya ada penumpang pesawat yang melawan teroris. Korban resmi mencapai 2.986, termasuk 19 pembajak, seperti terlihat dari tabel berikut ini. Tabel 1. Jumlah Korban Serangan Teroris 11 September 2001
Jumlah Korban
Jumlah Korban
World Trade Center
Pentagon
Shankville
Gedung
2595
Pesawat 111
92
Pesawat 175
65
Gedung
125
Pesawat 77
64
Pesawat 93
45 2986
Total
Osama Bin Laden pada mulanya mengaku tidak bertanggung jawab terhadap serangan tersebut. Pada bulan November 2001, pasukan AS menemukan video tape dari rumah yang hancur di Jalalabad, Afganistan, di mana seseorang yang ternyata adalah Osama Bin Laden berbicara kepada Khaled al-Harbi. Dalam tape tersebut, Osama Bin Laden mengakui telah merencanakan serangan tersebut. Tape tersebut kemudian disiarkan di media pada bulan Desember 2001. Sebelum pemilihan presiden AS pada tahun 2004, Bin Laden mengakui 14
bahwa Al-Qaeda terlibat dalam serangan tersebut. Dia mengakui bahwa dia mempunyai kaitan langsung dengan serangan tersebut. Dia mengatakan bahwa serangan tersebut dilakukan karena “Kita adalah orang merdeka, yang tidak menerima ketidakadilan, dan kita
ingin memperoleh kebebasan negara kita”. Serangan tersebut dimulai dari pembajakan pesawat terbang, yang membawa sekitar 24.000 gallon (91.000 liter) bahan bakar. Dengan kapasitas semacam itu, pesawat terbang tersebut praktis bisa menjadi bom yang terbang. Pembajak mengambil-alih pesawat dengan menggunakan pisau untuk membuka kotak boks untuk membunuh pramugari, dan setidaknya satu orang pilot. Bahan kimia seperti gas air mata atau semprotan cabe ( pepper spray) nampaknya juga digunakanan bom juga nampaknya digunakan di beberapa pesawat
tersebut. Serangan teroris 11 September tersebut merupakan salah satu kejadian yang paling penting di abad 21 ini. Serangan tersebut mempunyai efek politik, psikologis, dan ekonomi yang besar di Amerika Serikat dan negara lain di dunia. Serangan teroris tersebut mendorong serangan Amerika Serikat ke Afganistan, yang kemudian disusul dengan serangan ke Irak. Isu keamanan di Amerika Serikat menjadi lebih serius dibandingkan dekade sebelumnya. Serangan tersebut mempunyai dampak yang signifikan terhadap ekonomi AS dan dunia. Bursa New York Stock Exchange, American Stock Exchange, dan Nasdaq tutup selama tanggal 11 tersebut, dan baru dibuka kembali pada tanggal 17 September 2001. Fasilitas di NYSE tidak terganggu. tapi fasilitas dari perusahaan sekutitas lain banyak yang rusak karena fasilitas terletak di dekat WTC, sehingga mengganggu komunikasi. Ketika pasar modal dibuka kembali pada tanggal 17 5eptember 2001, indeks Dow Jones jatuh 684 poin atau 7,1%, menjadi 8920. Penurunan tersebut merupakan penurunan paling besar dalam satu hari. Pada akhir minggu, indeks Dow Jones turun 14,3% (1369,7 poin), penurunan satu minggu yang paling besar dalam sejarah AS. Saham kehilangan nilainya sekitar $1,2 triliun untuk satu minggu tersebut. Penerbangan di Amerika Utara tutup selama beberapa hari sesudah serangan tersebut. Perjalanan udara menurun secara signifikan pada waktu penerbangan dibuka kembali. Erangan tersebut menurunkan kapasitas penerbangan sekitar 20%, dan memperparah masalah ekonomi AS yang memasuki tahap resesi pada tahun tersebut. 15
2.8. Apa yang Bisa Dipelajari
Ilustrasi di atas menggambarkan dampak negative dari risiko muncuI. Seorang manajer risiko yang balk akan mendokumentasikan risiko atau peristiwa yang muncul yang bisa mempengaruhi perusahaan, Kemudian dia akan mendiskusikan masalah tersebut untuk mencari akar penyebabnya dan altematif pengelolaan jika risiko tersebut terjadi di perusahaannya, Ilustrasi berikut menyajikan bagaimana seorang manajer risiko membangun budaya sadar nlsiko dengan belajar dari perusahaan lain. Contoh : Ketika Lam memulai program ERM di Fidelity Investment pada tahun 1995,konsep apa yang bisa dipelajari (lesson learned ) dan praktik terbaik (best practices) merupakan konsep sentral sebagai inisiatif untuk meningkatkan kesadaran risiko.Tim Global Risk Management mengorganisir pertemuan 200 eksekutif puncak perusahaan secara regular,
termasuk manajer, business unit head , profesional keuangan, dan manajemen risiko. Salah satu agenda penting dalam pertemuan itu adalah diskusi mengenaj pelajaran apa yang bisa ditarik dari berbagai bencana di perusahaan keuangan, seperti masalah di Baring Bank, Kidder, Peabody. Untuk setiap peristiwa tersebut, peserta membahas akar permasalahan dan
dampak bisnis dan keuangan terhadap perusahaan. Fokus dari diskusi semacam ini adalah bagaimana Fidelity Investment bisa menghindari permasalahan semacam itu. Pertemuan tersebut menjadi sangat penting untuk membangun kesadaran risiko di antara para eksekuhf Fidelity.
Inisiatif lain yang diakukan untuk membangun kesadaran tersebut adalah dengan melakukan kunjungan ke beberapa perusahaan lain sebagai perbandingan best practices di bidang manajemen risiko yang dijalankan oleh perusahaan lain tersebut Perusahaan yang dikunjungi tersebut antara lain Brown Brothers, Chase, GE Capital, State Street Bank. Hasil dari kunjungan tersebut adalah dokumentasi sekitar 100 best-practices dan aplikasinya, yang kemudian ditaruh di intranet perusahaan sebagai bagian dari pendidikan manajemen risiko. Database best practices tersebut memungkinkan semua karyawan perusahaan, khususnya
profesiona] di bidang manajemen risiko, untuk memperoleh insiglite (pandangan baru) dari kunjungan ke beberapa perusahaan tersebut. Sementara intranet memungkinkan pencarian 16
infomasi menjadi Iebih efektif. Pemakai bisa mencari informasi dengan cepat, misal dengan memasukkan kata kunci, kemudian bisa membolak-balik informasi berdasarkan perusahaan, risiko, atau aplikasinya. Dari kunjungan tersebut terlihat bahwa perusahaan lain sangat menghargai proses pembelajaran manajemen risiko. Sebagai contoh, State Street Bank mempunyai program makan siang selama enam minggu untuk pegawai baru, dan melatih serta mendidik mereka masalah proses manajemen risiko. Sementara Brown Brothers mempunyai program errors and omission programs yang mendidik pegawainya di mana masalah dalam perusahaan
biasanya muncul, dan bagaimana menghindari masalah tersebut. Perusahaan lain yang dikunjungi menerapkan proses pembelajaran yang sistematis yang me-review kejadiankejadian penting, kerugian-kerugian di atas batas yang ditetapkan, dan isu lain seperti pelanggaran terhadap kebijakan risiko. Berdasarkan kunjungan tersebut, Fidelity Investment kemudian meluncurkan beberapa inisiatif pada level unit bisnis dan perusahaan (corporate). lnisiatif tersebut termasuk risk college atau universitas risiko, proses review kejadian dan kerugian, memfollow up hasil
kunjungan ke perusahaan Iain. Global Risk Management juga memberikan konsultasi internal untuk unit bisnis. Unit bisnis tersebut bisa mengurangi penurunan kerugian tahunan sebesar 85% sejak diluncurkan risk event log (salah satu program dari manajemen risiko) Setiap kerugian yang melebihi ambang batas tertentu akan dicatat dalam log tersebut, kemudian di-review oleh manajemen risiko, yang diketuai oleh manajer unit bisnis, untuk melihat akar permasalahannya dan mengembangkan prosedur pencegahannya.
17
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pesawat Concorde adalah pesawat komersial dengan kecepatan diatas kecepatan suara (supersonic). Pesawat tersebut merupakan produksi kerjasama antara pemerintah Inggris, Perancis dan perusahaan Aerospaiale dan British Aircraf Corporatiin. Tahun 2008 ditandai dengan krisis keuangan yang melanda dunia yang diakibatkan oleh gagal bayarnya subprime mortgage Amerika Serikat. Krisis tersebut menyebabkan krisis perbankan, bursa saham
dunia turun nilainya (termasuk bursa saham Indonesia), dan dikhawatirkan bisa memicu resesi dunia. Pada tahun 1993, perusahaan optikal Bausch & Lomb (B&L) merupakan perusahaan terkemuka di bidang lensa kontak dan kacamata. B&L sangat ketat dengan target mereka, tidakada istilah kegagalan memenuhi target dalam kamus bisnis mereka. Divisi lensa kontak selalu sama atau bisa melebihi target selama 48 bulan berturut-turut. MGAM merupakan perusahaan keuangan yang cukup berhasil pada tahun 1994. Aset pensiun yang dikelola jasa investasi MGAM tumbuh dari $7,6 miliar menjadi $10 miliar selama tahun 1994. Ilustrasi di atas menggambarkan dampak negative dari risiko muncuI. Seorang manajer risiko yang baik akan mendokumentasikan risiko atau peristiwa yang muncul yang bisa mempengaruhi perusahaan, Kemudian dia akan mendiskusikan masalah tersebut untuk mencari akar penyebabnya dan altematif pengelolaan jika risiko tersebut terjadi di perusahaannya, Ilustrasi berikut menyajikan bagaimana seorang manajer risiko membangun budaya sadar risiko dengan belajar dari perusahaan lain.
18
DAFTAR PUSTAKA
Mamduh, M. Hanafi. 2009. Manajemen Risiko (cetakan Kedua). Yogyakarta: UPP STIM YKPN
19