BAKTERIOLOGI UJI SENSITIVITAS BAKTERI
DOSEN PEMBIMBING I Nyoman Jirna, SKM., M.Si Oleh Kelompok 6 I Gede Satya Wijaya Putra
P07134016008
Ni Komang Setyaningsih
P07134016013 P07134016013
Dewa Ayu Yuni Kartika Putri
P07134016015 P07134016015
Ni Komang Trisna Utami
P07134016017 P07134016017
Ni Komang Ayu Andrena Parmita D.
P07134016028 P07134016028
Kadek Medania Orpita Wati
P07134016034 P07134016034
Ni Ketut Alit Wuriani
P07134016046 P07134016046
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN DIII ANALIS KESEHATAN TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunianyalah makalah tentang Uji Sentivitas ini dapat terselesaikan tepat waktu. Ucapan terima kasih, juga penulis sampaikan kepada dosen pembimbing kami I Nyoman Jirna, SKM., M.Si yang telah memberi pengarahan yang baik kepada kami dalam menyusun makalah ini. Dalam menyusun makalah ini, penulis bermaksud untuk memaparkan mengenai Uji Sensitivitas secara khusus untuk memenuhi tugas dari dosen pembimbing, sebagai salah satu syarat penilaian mata kuliah Bakteriologi. Harapan penulis, agar makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan pembaca mengenai materi yang kami bahas. Kritik dan saran membangun juga sangat kami harapkan.
Denpasar, 26 November 2017 Penulis
Kelompok 6
ii
DAFTAR ISI
Halaman judul (Sampul) .................................................................................................... i Kata Pengantar..................................................................................................................ii Daftar Isi ..........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 3 1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 3 1.4 Manfaat Penulisan ..................................................................................................... 3 1.5 Metode Penulisan ...................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Uji Sensitivitas ........................................................................................ 4 2.2 Prinsip Uji Sensitivitas ............................................................................................... 5 2.3 Metode Uji Sensitivitas .............................................................................................. 6 2.4 Jenis – Jenis Antibiotik ............................................................................................. 11 2.5 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Uji Sensitivitas Bakteri ................................ 18
BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan .................................................................................................................. 23 3.2 Saran ........................................................................................................................ 23 Daftar Pustaka ............................................................................................................... 24 iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Uji kepekaan terhadap antimikroba dimulai ketika pertemuan yang diprakarsai WHO di Genewa (1977), kepedulian terhadap semakin luasnya resistensi antimikroba baik yang berhubungan dengan infeksi manusia atau hewan. Hal ini mencetuskan program surveilance untuk memonitor resistensi antimikroba menggunakan metode yang sesuai. Dengan tes kepekaan terhadap antimikroba akan membantu klinisi untuk menentukan antimikroba yang sesuai untuk mengobati infeksi. Untuk mendapatkan hasil yang valid, tes kepekaan harus dilakukan dengan metode yang akurat dan presisi yang baik, dimana metode tersebut langsung dapat digunakan dalam menunjang upaya pengobatan. Kriteria yang penting dalam metode tes kepekaan adalah hubungannya dengan respon pasien terhadap terapi antimikroba. Dari pertemuan tersebut WHO merekomendasikan penggunaan teknik difusi Kirby-Bauer yang telah diperkenalkan pada tahun 1976, metode tersebut sangat sesuai khususnya untuk golongan Enterobactriaceae, tetapi dapat pula digunakan untuk semua bakteri pathogen. Pada prinsipnya tes kepekaan terhadap antimikroba adalah penentuan terhadap bakteri penyebab penyakit yang kemungkinan menunjukkan resistensi terhadap suatu antimikroba atau kemampuan suatu antimikroba untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang tumbuh in vitro, sehingga dapat dipilih sebagai antimikroba yang berpotensi untuk pengobatan. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap tes kepekaan
Penentuan tes laboratorium terhadap mikroorganisme, untuk hasil yang lebih akurat harus memperhatikan faktor fisika dan kimia yang mempengaruhi baik terhadap mikroorganisme ataupun pengaruh terhadap daya kerja antimikroba, sehingga harus dihindari faktor-faktor lingkungan yang kemungkinan merpengaruhi, Faktor lingkungan tersebut diantaranya: 1.
pH Beberapa antimikroba dipengaruhi oleh pH lingkungan, contohnya aktifitas antibakteri eritromisin dan aminoglikosida berkurang apabila terjadi penurunan 1
pH, sedangkan aktifitas tetrasiklin akan menurun bila terjadi peningkatan pH. Aktifitas aminoglikosida yang daya kerjanya menghambat sintesis protein bakteri melalui membran sel dengan proses oksidasi, sehingga apabila tidak terdapat oksigen akan mengurangi aktifitas antimikroba tersebut. 2.
Kation Aktifitas aminoglikosida juga dipengaruhi oleh konsentrasi kati on Ca++ dan Mg++. Tahapan aktifitas antimikroba yang penting adalah absorpsi antimikroba ke permukaan sel bakteri. Aminoglikosida bermuatan positif dan bekerja terutama untuk
bakteri
gram
negatif,
misalnya
membran
luar Pseudomomonas
aeruginosa yang bermuatan negative 3.
Tersedianya bahan gizi tertentu Bahan gizi tertentu dapat mempengaruhi aktifitas antimikroba, misalnya bakteri enterococcus mampu menggunakan timin dan asam folat hasil metabolisme untuk menghindari pengaruh aktifitas
sulfoamida dan trimetroprim, yang
dihambat oleh jalur metabolik asam folat. Pengujian dilakukan di bawah kondisi standar, dimana kondisi standar berpedoman kepada Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI). Standar yang harus dipenuhi yaitu: konsentrasi inokulum bakteri, media perbenihan (Muller Hinton) dengan memperhatikan pH, konsentrasi kation, tambahan darah dan serum, kandungan timidin, suhu inkubasi, lamanya inkubasi dan konsentrasi antimikroba Walaupun kondisi penting untuk pemeriksaan invitro telah distandarkan namun tidak ada kondisi invitro yang mengambarkan kondisi yang sama dengan keadaan invivo tempat yang sebenarnya bakteri tersebut menginfeksi. Dengan demikian ada beberapa faktor yang memegang peranan penting dari pasien disamping hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil uji kepekaan yang telah diperhitungkan pada metode uji. Faktor tersebut yaitu: a. Difusi antimikroba pada sel dan jaringan hospes b. Protein serum pengikat antimikroba c. Gangguan dan interaksi obat d. Status daya tahan dan system imun pasien e. Mengidap beberapa penyakit secara bersamaan f. Virulensi dan patogenitas bakteri yang menginfeksi g. Tempat infeksi dan keparahan penyakit
2
Dasar pemeriksaan uji kepekaan
1.
Merupakan metode
yang langsung mengukur aktifitas
satu atau
lebih
antimikroba terhadap inokulum bakteri 2.
Merupakan metode yang secara langsung mendeteksi keberadaan mekanisme
resitensi spesifik pada inokulum bakteri 3.
Merupakan metode khusus untuk mengukur interaksi antara mikroba dan
antimikroba
1.2. RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan uji sensitivitas? 1.2.2 Bagaimana prinsip dari uji sensitivitas / uji kepekaan? 1.2.3 Apa saja metode yang digunakan untuk uji sensitivitas? 1.2.4 Apa saja jenis – jenis antibiotic yang digunakan untuk uji sensitivitas? 1.2.5 Apa faktor – faktor yang mempengaruhi hasil dari uji sensitivitas? 1.3. TUJUAN PENULISAN
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian, fungsi dan tujuan dari uji sensitivitas. 1.3.2 Untuk mengetahui prinsip dari uji sensitivitas. 1.3.3 Untuk mengetahui apa saja metode yang digunakan dalam uji sensitivitas. 1.3.4 Untuk mengetahui jenis – jenis antibiotic yang digunakan untuk uji sensitivitas. 1.3.5 Untuk mengetahui faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi uji sensitivitas. 1.4. METODE PENULISAN
Metode penulisan yang dipakai adalah metode studi pustaka, yaitu pengumpulan informasi dilakukan dengan mencari referensi-referensi yang berhubungan dengan penulisan yang dilakukan. Referensi dapat diperoleh dari buku-buku atau internet.
3
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Uji Sensitivitas
Staphylococcus merupakan salah satu penyakit yang umum pada unggas dan mempunyai dampak ekonomik yang penting terhadap gangguan pertumbuhan, produksi telur yang tertunda, puncak produksi yang tidak tercapai, ketahanan produksi telur yang rendah, peningkatan jumlah ayam yang diafkir, dan peningkatan mortalitas pada masa produksi telur. Penyakit ini dapat diobati dengan pemberian antibiotik dan biasanya akan berhasil baik, namun banyak obat yang sering digunakan cenderung tidak optimal dan menimbulkan resisten. Resistensi bakteri terhadap antibiotik dapat terjadi karena penggunaan antibiotik yang secara terusmenerus pada peternakan sehingga dapat menyebabkan kegagalan dalam pengobatan (Veteriner et al., 2014.). Resistensi antimikroba yang berhubungan dengan infeksi pada manusia atau hewan. Hal ini memicu program pengawasan untuk memantau resistensi antimikroba menggunakan metode yang tepat. Sensitivitas tes antimikroba akan membantu dokter untuk menentukan antimikroba yang tepat dalam mengobati infeksi. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, tes sensitivitas harus dilakukan dengan metode yang akurat dan tepat, yang merupakan metode langsung dapat digunakan untuk mendukung upaya pengobatan. Kriteria penting dalam metode uji sensitivitas adalah untuk melakukan dengan respon pasien terhadap terapi antimikroba (Soleha, 2015). Tes kepekaan terhadap antimikroba adalah penentuan terhadap bakteri penyebab penyakit yang kemungkinan menunjukkan resistensi terhadap suatu antimikroba atau kemampuan suatu antimikroba untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang tumbuh in vitro, sehingga dapat dipilih sebagai antimikroba yang berpotensi untuk pengobatan. Uji kepekaan antimikroba (antimicrobial susceptibility testing) dilakukan pada isolat mikroba yang didapatkan dari spesimen pasien untuk mendapatkan agen antimikroba yang tepat untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroba tersebut. Pengujian dilakukan di bawah kondisi standar, dimana kondisi standar berpedoman kepada Clinical and Laboratory Standards 4
Institute (CLSI). Standar yang harus dipenuhi yaitu konsentrasi inokulum bakteri, media perbenihan (Muller Hinton) dengan memperhatikan pH, konsentrasi kation, tambahan darah dan serum, kandungan timidin, suhu inkubasi, lamanya ink ubasi, dan konsentrasi antimikroba (Soleha, 2015). Bakteri
penyebab infeksi telah mengembangkan perlindungan terhadap
senyawa biokimia lingkungan, dan untuk resisten terhadap antibiotik yang berbahaya bagi mereka. Resistensi mikroorganisme patogen tersebut memberikan perlindungan terhadap intervensi kemoterapi antibiotik dan dapat menyebabkan infeksi yang menjadi lebih sulit untuk disembuhkan. Obat untuk mengatasi infeksi bakteri adalah antibiotik. Antibiotik merupakan senyawa alami maupun sintetik yang mempunyai efek menekan atau menghentikan proses biokimiawi di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh mikroba (Soleha, 2015) . Dengan berjalannya waktu, terjadi perubahan pada praktik perawatan kesehatan. Penderita yang dirawat di rumah sakit dalam jangka panjang semakin banyak sehingga pajanan terhadap antibiotik semakin bertambah dan meningkatkan resistensi terhadap antibiotik (Nurmala, Andriani, & Liana, 2015) 2.2. Prinsip Uji Sensitivitas
Metode yang digunakan dalam uji sensitivitas bakteri terhadap antibiotik dilakukan dengan metode Kirby-Bauer yaitu dengan menggunakan cakram antibiotic (Sri, Intensification, & Lahan, 2013).
Sensitivitas bakteri terhadap antibiotik
diperoleh melalui pengukuran diameter zona hambatan yang terbentuk setelah penempelan cakram antibiotik.
Hasil pengukuran zona hambat selanjutnya
dibandingkan dengan standar diameter zona hambatan berdasarkan pedoman CLSI (Clinical and Laboratory Standards Institute). Ukuran zona jernih tergantung kepada kecepatan difusi antimikroba, derajat sensitifitas mikroorganisme, dan kecepatan pertumbuhan bakteri. (Nurmala et al., 2015). Mekanisme resistensi bakteri dapat terjadi dengan mekanisme sebagai berikut: 1. Pengurangan akses antibiotik ke target porin pada membran luar 2. Inaktivasi enzimatis laktamase-ß (ß- laktamase)
5
3. Modifikasi/proteksi target resistensi terhadap ß-laktam, tetrasiklin, dan kuinolon 4. Kegagalan aktivasi antibiotik 5. Efluks aktif antibiotik Pada prinsipnya tes kepekaan terhadap antimikroba adalah penentuan terhadap bakteri penyebab penyakit yang kemungkinan menunjukkan resistensi terhadap suatu antimikroba atau kemampuan suatu antimikroba untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang tumbuh in vitro, sehingga dapat dipilih sebagai antimikroba yang berpotensi untuk pengobatan. Uji kepekaan antimikroba (antimicrobial susceptibility testing) dilakukan pada isolat mikroba yang didapatkan dari spesimen pasien untuk mendapatkan agen antimikroba yang tepat untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroba tersebut (Soleha, 2015). 2.3. Metode Uji Sensitivitas
Ada dua macam metode untuk uji sensitivitas yaitu metode dilusi dan metode difusi. a. Dilusi Pada prinsipnya antibiotik diencerkan hingga diperoleh beberapa konsentrasi. Metode yang dipakai ada dua macam, yaitu metode dilusi kaldu disebut juga dengan dilusi cair dan metode dilusi agar atau dilusi padat yang bertujuan untuk penentuan aktivitas antimikroba secara kuantitatif, Antimikroba dilarutkan kedalam media agar atau kaldu, yang kemudian ditanami bakteri yang akan dites. Setelah diinkubasi semalam, konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri disebut dengan MIC (minimal inhibitory concentration). Nilai MIC dapat pula dibandingkan dengan konsentrasi obat yang didapat di serum dan cairan tubuh lainnya untuk mendapatkan perkiraan respon klinik (diah a yu, 2009). a. Dilusi perbenihan cair Dilusi perbenihan cair terdiri dari makrodilusi dan mikrodilusi. Pada prinsipnya pengerjaannya sama hanya berbeda dalam volume. Untuk makrodilusi volume yang digunakan lebih dari 1 ml, sedangkan mikrodilusi volume yang digunakan 0,05 ml sampai 0,1 ml. Antimikroba yang digunakan disediakan pada berbagai macam pengenceran biasanya dalam satuan µg/ml, konsentrasi bervariasi tergantung jenis 6
dan sifat antibiotik, misalnya sefotaksim untuk uji kepekaan terhadapStreptococcus pneumonia, pengenceran tidak melebihi 2 μg/ml, sedangkan untuk Escherichia coli pengenceran dilakukan pada 16 µg/ml atau lebih. Secara umum untuk penentuan MIC, pengenceran antimikroba dilakukan penurunan konsentrasi setengahnya misalnya mulai dari 16, 8, 4, 2, 1, 0,5, 0,25 µg/ml konsentrasi terendah yang menunjukkan hambatan pertumbuhan dengan jelas baik dilihat secara visual atau alat semiotomatis dan otomatis, disebut dengan konsentrasi daya hambat minimum / MIC (minimal inhibitory concentration). b. Dilusi agar Pada teknik dilusi agar, antibiotik sesuai dengan pengenceran akan ditambahkan ke dalam agar, sehingga akan memerlukan perbenihan agar sesuai jumlah pengenceran ditambah satu perbenihan agar untuk kontrol tanpa penambahan antibiotik, konsentrasi terendah antibiotik yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri merupakan MIC antibiotik yang diuji. Salah satu kelebihan metode agar dilusi untuk penentuan MIC Neisseria gonorrhoeae yang tidak dapat tumbuh pada teknik dilusi perbenihan cair. Dasar penentuan antimikroba secara in vitro adalah MIC (minimum inhibition concentration) dan MBC (minimum bactericidal concentration). MIC merupakan konsentrasi terendah bakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan hasil yang dilihat dari pertumbuhan koloni pada agar atau kekeruhan pada pembiakan cair. Sedangkan MBC adalah konsentrasi terendah antimikroba yang dapat membunuh 99,9% pada biakan selama waktu yang ditentukan. Absorpsi obat dan distribusi antimikroba akan mempengaruhi dosis, rute dan frekuensi pemberian antimikroba untuk mendapatkan dosis efektif di tempat terjadinya infeksi (diah ayu, 2009). Penentuan konsentrasi minimum antibiotik yang dapat membunuh bakteri / minimum bactericidal concentration (MBC) dilakukan dengan menanam bakteri pada perbenihan cair yang digunakan untuk MIC ke dalam agar kemudian diinkubasi semalam pada 37⁰C. MBC adalah ketika tidak terjadi pertumbuhan lagi pada agar. Penentuan MBC dilakukan penanaman dari semua perbenihan cair pada penentuan MIC. Keuntungan
dan
kerugian metode dilusi memungkinkan penentuan
kualitatif dan kuantitatif dilakukan bersama-sama. MIC dapat membantu dalam penentuan tingkat resistensi dan dapat menjadi petunjuk penggunaan antimikroba. Kerugiannya metode ini tidak efisien karena pengerjaannya yang rumit, memerlukan 7
banyak alat-alat dan bahan serta memerlukan ketelitian dalam proses pengerjaannya termasuk persiapan konsentrasi antimikroba yang bervariasi (diah ayu, 2009).
b. Difusi Media difusi menggunakan kertas disk yang berisi antibiotik dan telah diketahui konsentrasinya. Pada metode difusi, media yang dipakai adalah agar Mueller Hinton. Ada beberapa cara pada metode difusi ini, yaitu : 1. Cara Kirby-Bauer Cara Kirby-Bauer merupakan suatu metode uji sensitivitas bakteri yang dilakukan dengan membuat suspensi bakteri pada media Brain Heart Infusion (BHI) cair dari koloni pertumbuhan kuman 24 jam, selanjutnya disuspensikan dalam 0,5 ml BHI cair (diinkubasi 4-8 jam pada suhu 37°C). Hasil inkubasi bakteri diencerkan sampai sesuai dengan standar konsentrasi kuman 108 CFU/ml (CFU : Coloni Forming Unit). Suspensi bakteri diuji sensitivitas dengan meratakan suspensi bakteri tersebut pada permukaan media agar. Disk antibiotik diletakkan di atas media tersebut dan kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 19-24 jam (Soleha, 2015). Dibaca hasilnya : a) Zona radical Suatu daerah disekitar disk dimana sama sekali tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri. Potensi antibiotik diukur dengan mengukur diameter dari zona radical (Soleha, 2015). b) Zona iradical Suatu daerah disekitar disk yang menunjukkan pertumbuhan bakteri dihambat oleh antibiotik tersebut, tapi tidak dimatikan. Disini akan terlihat adanya pertumbuhan yang kurang subur atau lebih jarang dibanding dengan daerah diluar pengaruh antibiotik tersebut (Jawetz et al., 2001). Pengukuran sensitivitas mikroorganisme terhadap antibiotik
Larutan antibiotik/sampeluji dengan konsentrasi tertentu dikeringkan pada kertas cakram. Kemudian diletakan pada permukaan agar yang sudah dioleskan mikroba yang
standar.
Efektivitas
antibiotik
berhubungan
dengan
zona
pertumbuhannya. Makin luas diameternya, makin potensi sample antibiotic. Prosedur Kerja : a. Persiapkan kultur murni berumur 18-24 jam pada medium non selektif. b. Sesuaikan kekeruhan sekitar standar kekeruhan 0.5 McFarland 8
inhibisi
c. Pilih 4-5 koloni murni dari plat agar dan pindahkan ke dalam tabung media kaldu spt kaldu tryptic-soy. Inkubasi semalam pada35°C atau sampai diperoleh kekeruhan sesuai standar 0.5 McFarland. d. McFarland 0.5 dan tabung berisi mikroorganisme yang disesuaikankekeruhannya. e. Inokulasi pada lempeng secara merata. Dalam 15 menit setelah distandarkan, ambil dengan aplikator steril dan tanam pada lempeng agar Muller Hinton secara rotasi berulang kali. Yakinkan utk menyerap kelebihan cairannya pada sisi lempeng. Biarkan 3-5 menit agar kelebihan cairan mengering atau terabsorb. f. Memilih cakram antibiotik dan memasangkannya
Medium agar harus pH 7.2 to 7.4 pada suhu ruangan. Permukaan harus lembab tanpa tetesan air. Cakram antibiotik harus disimpan pada 8°C atau disimpan pada-14°C. Sebelum digunakan biarkan dahulu pada suhu ruangan. Jangan gunakan yang sudah kadaluarsa.Inkubasi pada 32°C selama 16-18 jam
Antibiotik berdifusi ke dalam agar konsentrasiantibiotik terus berkurang menjauh dari cakramnya Setelah inkubasi, perhatikan daerah bening pada permukaan agar dan disebut sbg zona inhibisi.
9
2. Cara sumuran Suspensi bakteri 108CFU/ml diratakan pada media agar, kemudian agar tersebut dibuat sumuran dengan garis tengah tertentu menurut kebutuhan. Larutan antibiotik yang digunakan diteteskan kedalam sumuran. Diinkubasi pada suhu 37°C selama 1824 jam. Dibaca hasilnya, seperti pada cara Kirb y-Bauer (Jawetz et al., 2001).
3. Cara Pour Plate Setelah dibuat suspensi kuman dengan larutan BHI sampai konsentrasi standar (108CFU/ml), lalu diambil satu mata ose dan dimasukkan kedalam 4ml agar base 1,5% dengan temperatur 50 ⁰C. Suspensi kuman tersebut dibuat homogen dan dituang pada media agar Mueller Hinton. Setelah beku, kemudian dipasang disk antibiotik 10
(diinkubasi 15-20 jam pada suhu 37 ⁰C) dibaca dan disesuaikan dengan standar masing-masing antibiotik (Jawetz et al., 2001).
2.4. Jenis – Jenis Antibiotik
Antibiotik berasal dari kata Yunani tua, yang merupakan gabungan dari kata anti (lawan) dan bios (hidup).Kalau diterjemahkan bebas menjadi "melawan sesuatu yang hidup".Antibiotika di dunia kedokteran digunakan sebagai obat untuk memerangi infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau protozoa. Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi/jamur, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotika saat ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam prakteknya antibiotika sintetik tidak diturunkan dari produk mikroba(diah ayu, 2009). Antibiotik yang digunakan untuk membasmi mikroba, khususnya penyebab infeksi pada manusia, harus memiliki sifat toksisitas selektif yang setinggi mungkin.Artinya, antibiotik tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk inang/hospes.Antibiotik dibagi menjadi dua golongan berdasar kegiatannya, yaitu antibiotik yang memiliki kegiatan luas (Broad Spectrum) dan antibiotik yang memiliki kegiatan sempit (Narrow Spectrum). 1. Antibiotik yang memiliki kegiatan luas (Broad Spectrum) yaitu antibiotik yang dapat mematikan Gram positif dan bakteri Gram negative. Antibiotik jenis ini diharapkan dapat mematikan sebagian besar bakteri, termasuk virus tertentu dan protozoa. Tetrasiklin dan derivatnya, kloramfenikol serta Ampisillin merupakan golongan broad spectrum(diah a yu, 2009). 11
a. Ampisilin Ampisilin adalah antibiotik yang termasuk golongan penisilin.Penisilin merupakan salah satu bakterisid yang mekanisme kerjanya menghambat pembentukan dinding dan permeabilitas membran sel. Penggunaan penisilin tergantung pada berat ringannya penyakit dan preparat yang digunakan.Daerah kerjanya yaitu mencakup kokus Gram positif serta Staphylococcus, Streptococcus sedang basil Gram negatif yakni, basil Clostridium, basil anthrak. Ampisilin merupakan penisilin semisintetik yang stabil terhadap asam atau amidase tetapi tidak tahan terhadap enzim
lactamase. Ampisilin mempunyai
keaktifan melawan bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif dan merupakan antibiotika spektrum luas.Ampisilin merupakan prototip golongan aminopenisilin berspektrum luas, tetapi aktivitasnya terhadap Gram positif kurang daripada penisilin G. Semua penisilin golongan ini dirusak oleh -laktamase yang diproduksi kuman Gram positif maupun Gram negatif.Bakteri E. coli dan Proteus mirabilis merupakan kuman Gram negatif yang sensitif, tetapi dewasa ini telah dilaporkan adanya kuman yang resisten diantara kuman yang semula sangat sensitif tersebut. Umumnya Pseudomonas, Klebsiella, Serratia, Asinobakter, dan proteus indol positif resisten terhadap ampisilin dan aminopenisilin lainnya. Ampisilin stabil terhadap asam karena itu dapat digunakan secara oral.Absorpsi relatif lambat, laju absorpsi sekitar 50%. Kadar darah maksimum dicapai setelah kira-kira dua jam. Waktu paruh plasma sekitar satu sampai dua jam, kurang lebih dua kali lebih lama daripada benzilpenisilin.Ampisilin terutama digunakan pada infeksi saluran nafas, saluran urin dan empedu, pada otitis media, pertusis dan septiliemia yang peka terhadap ampisilin. Ampicillin Resisten
Intermediet
Sensitiv
< 13 mm
14 - 16 mm
> 17 mm
Tabel ketentuan zona hambat minimum pada ampicillin b. Tetrasiklin Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh Lloyd Conover.Berita tentang Tetrasiklin yang dipatenkan pertama kali tahun 1955.Tetrasiklin merupakan antibiotika yang memberi harapan dan sudah terbukti menjadi salah satu penemuan antibiotika penting.Antibiotik golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah
12
klortetrasiklin
yang
dihasilkan
oleh
Streptomyces
aureofaciens.Kemudian
ditemukan oksitetrasiklin dari Streptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh dari spesies Streptomyces lain. Tetrasiklin merupakan agen antimikrobial hasil biosintesis yang memiliki spektrum aktivitas luas. Mekanisme kerjanya yaitu blokade terikatnya asam amino ke ribosom bakteri (sub unit 30S). Aksi yang ditimbulkannya adalah bakteriostatik yang luas terhadap gram positif, gram negatif, chlamydia, mycoplasma, bahkan rickettsia.Generasi
pertama
meliputi
tetrasiklin,
oksitetrasiklin,
klortetrasiklin.Generasi kedua merupakan penyempurnaan dari sebelumnya yaitu terdiri dari doksisiklin, minosiklin. Generasi kedua memilki karakteristik farmakokinetik yang lebih baik yaitu antara lain memiliki volume distribusi yang lebih luas karena profil lipofiliknya. Selain itu bioavailabilitas lebih besar, demikian pula waktu paruh eliminasi lebih panjang (> 15 jam).Doksisiklin dan minosiklin tetap aktif terhadap stafilokokus yang resisten terhadap tetrasiklin, bahkan terhadap bakteri anaerob seperti Acinetobacter spp, Enterococcus yang resisten terhadap Vankomisin sekalipun tetap efektif. Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air, tetapi bentuk garam natrium atau garam HCl-nya mudah larut.Dalam keadaan kering, bentuk basa dan garam HCl tetrasiklin bersifat relatif stabil.Dalam larutan, kebanyakan tetrasiklin sangat labil sehingga cepat berkurang potensinya.Golongan tetrasiklin adalah suatu senyawa yang bersifat amfoter sehingga dapat membentuk garam baik dengan asam maupun basa.Sifat basa tetrasiklin disebabkan oleh adanya radikal dimetilamino yang terdapat didalam struktur kimia tetrasiklin, sedangkan sifat asamnya disebabkan oleh adanya radikal hidroksi fenolik. Menurut farmakope Indonesia Edisi 4, Tetrasiklin memiliki pemerian serbuk hablur kuning, tidak berbau.Stabil di udara tetapi pada pemaparan dengan cahaya matahari kuat, menjadi gelap. Dalam laruta dengan pH lebih kecil dari 2, potensi berkurang dan cepat rusak dalam larutan alkali hidroksida (4).Tetrasiklin mempunyai kelarutan sangat sukar larut dalam air, larut dalam 50 bagian etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam kloroform P, dan dalam eter P. Larut dalam asam encer, larut dalam alkali disertai peruraian. c. Kloramfenikol
13
Kloramfenikol adalah antibiotik berspektrum luas yang mempunyai aktifitas bakteriostatik, dan pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Kloramfenikol memiliki nama kimia 1- (pnitrofenil)- dikloroasetamido-1,3-propandiol, rumus molekul C11H12Cl2N2O5. Kloramfenikol merupakan senyawa fenil propan tersubstitusi yang mempunyai dua unsur struktur tidak lazim untuk bahan alam yaitu suatu gugus nitro aromatik dan residu diklor asetil.Gugus R pada turunan kloramfenikol berpengaruh pada aktivitasnya sebagai anti bakteri Staphylococcus aureus. Kloramfenikol (R=NO2) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphyllococcus aureus yang optimal. Untuk mendapatkan senyawa turunan kloramfenikol baru dengan aktivitas optimal, harus diperhatikan agar gugus R bersifat penarik elektron kuat dan mempunya sifat lipofilik lemah.Turunan kloramfenikol yang mempunyai gugus trifluoro lebih aktif daripada kloramfenikol terhadap E. coli.Turunan yang gugus hidroksilnya pada C3 terdapat sebagai ester juga digunakan dalam terapi. Kloramfenikol aktif terhadap sejumlah organisme gram positif dan gram negatif, tetapi karena toksisitasnya penggunaan obat ini dibatasi hanya untuk mengobati infeksi yang mengancam kehidupan dan tidak ada alternative lain. Kloramfenikol adalah antibiotik berspektrum luas, menghambat bakteri Gram positif dan negatif aerob dan anaerob, Klamidia, Ricketsia, dan Mikoplasma. Kloramfenikol mencegah sintesis protein dengan berikatan pada subunit ribosom 50S. Efek samping yang ditimbulkan adalah supresi sumsum tulang, grey baby syndrome, neuritis optik pada anak, pertumbuhan kandida di saluran cerna, dan timbulnya ruam. Antibiotik ini diindikasikan pada pasien dengan demam tifoid, infeksi berat lain terutama
yang
disebabkan
oleh
Haemophilus
influenzae,
abses
serebral,
mastoiditis, ganggren, septikemia, pengobatan empiris pada meningitis. Dosis yang diberikan untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri sensitif tetapi tidak sensitif terhadap antibiotic lainnya adalah bayi<2 minggu: 25 mg/kgBB/hari dalam 4dosis terbagi, bayi 2 minggu – 1 tahun: 50 mg/kgBB/haridalam 4 dosis terbagi, anak : oral atau injeksi IV atau infusIV: 50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis terbagi. Untuk infeksiberat seperti meningitis, septikemia, dan epiglottitis hemofilus hingga 100 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi,kurangi dosis tinggi segera setelah terjadi perbaikan gejalaklinis. d. Amoksisilin 14
Amoksisilin adalah salah satu senyawa antibiotik golongan beta-laktam dan memiliki nama kimia alfa-amino-hidroksilbenzil-penisilin. Obat ini awalnya dikembangkan memiliki keuntungan lebih dibandingkan ampisilin yaitu dapat diabsorpsi lebih baik di traktus gastrointestinal.Obat ini tersedia dalam bentuk amoksisilin trihidrat untuk administrasi oral dan amoksisilin sodium untuk penggunaan
parenteral.Amoksisilin
telah
menggantikan
ampisilin
sebagai
antibiotik yang sering digunakan di berbagai tempat (Grayson, 2010). Secara kimiawi,
amoksisilin
adalah
asam
(2S,5R,6R)-6-[[(2R)-2-Amino-2-(4-
hidroksifenil) asetil] amino]- 3,3 - dimetil- 7- okso - 4- tia - 1 - aza - bisiklo [3.2.0] heptan-2- karboksilat. Amoksisilin merupakan salah satu antibiotik golongan penisilin yang banyak beredar di pasaran dan banyak digunakan karena harga antibiotik golongan ini relatif murah (Harianto dan Transitawuri, 2006).Amoksisilin berspektrum luas dan sering diberikan pada pasien untuk pengobatan beberapa penyakit seperti pneumonia, otitis, sinusitis, infeksi saluran kemih, peritonitis, dan penyakit lainnya. Obat ini tersedia dalam berbagai sediaan seperti tablet, kapsul, suspensi oral, dan tablet dispersible. Amoxicillin Resisten
Intermediet
Sensitiv
< 14 mm
15 - 16 mm
> 17 mm
Table ketentuan zona hambat minimum Amoxicillin
2. Antibiotic yang memiliki kegiatan sempit (Narrow Spectrum). Antibiotik yang bersifat aktif bekerja hanya terhadap beberapa jenis mikroba saja, bakteri gram positif atau gram negative saja.Contohnya eritromisin, klindamisin, kanamisin, hanya bekerja terhadap mikroba gram-positif. Sedangkan streptomisin, gentamisin, hanya bekerja terhadap kuman gram-negatif(Bobone, Emaliah, Yuda, Miluwati, & Putri, 2013). a. Penisilin Golongan penisilin mempunyai persamaan sifat kimiawi, mekanisme kerja, farmakologi, dan karakterisktik imunologis dengan sefalosforin, monobaktam, karbapenem, dan penghambat beta-laktamase. Semua obat tersebut merupakan senyawa beta lactam yang dinamakan demikian karena mempunyai cincin laktam beranggota empat yang unik. Penisilin mempunyai mekanisme kerja dengan 15
caramempengaruhi langkah akhir sintesis dinding sel bakteri (transpepetidase atau ikatan silang), sehingga membrane kurang stabil secara osmotik. Lisis sel dapat terjadi, sehingga penisilin disebut bakterisida.Keberhasilan penisilin menyebabkan kematian sel berkaitan dengan ukurannya, hanya defektif terhadap organisme yang tumbuh secara cepat dan mensintesis peptidoglikan dinding sel. Golongan
penisilin
diklasifikasikan
berdasarkan
spectrum
aktivitas
antibiotiknya, antara lain penislin G dan penislin V, penislin yang resisten terhadap beta-laktamase, aminopenislin, karboksipenislin, ureidopenislin. Tampak pada tabel 1.
Penisilin G (Benzil Penisilin) merupakan klasifikasi dari antibiotik golongan penisilin yang diindikasikan pada pasien dengan penyakit pneumonia, infeksi tenggorokan, otitis media, penyakit Lyme, endokarditis streptokokus, infeksi meningokokus, enterokolitis nekrotika, fasciitis nekrotika, leptospirosis, antraks, aktinomikosis, abses otak, gas gangren, selulitis, osteomielitis. Golongan antibiotik ini dikontraindikasikan pada pasien dengan hipersensitif. Dosis pemakaian penisilin pada infeksi ringan sampai sedang pada organisme yang sensitif adalah dengan cara injeksi (Intarmuskular) IM atau (Intravena) IV lambat atau infus IV. Pada neonatus dosis yang digunakan 50 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi, pada usia 1−4 minggu dosis yang digunakan 75 mg/kgBB/hari dalam 3 16
dosis terbagi, usia 1 bulan – 12 tahun: 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis terbagi. Pada infeksi berat digunakan dosis yang lebih tinggi. Golongan Benzatin Penisilin diindikasikan pada pasien dengan faringitis yang disebabkan oleh Streptokokus, carrier difteri, sifilis dan infeksi treponema lain (ulkus tropikum), profilaksis demam rematik. Dosis yang digunakan untuk faringitis streptokokal, profilaksis primer demam rematik adalah injeksi IM jika berat badan<30 kg dosis yang digunakan 450 – 675 mg dosis tunggal.Berat badan>30 kg, 900 mg dosis tunggal.Ampisilin diindikasikan pada pasien dengan penyakit mastoiditis, infeksi ginekologik, septikemia, peritonitis, endokarditis, meningitis,
kolesistitis,
osteomielitis
yang
disebabkan
oleh
kuman
yang
sensitif.Antibiotik ini dikontraindikasikan pada pasien dengan hipersensitif terhadap golongan penisilin. Dosis yang digunakan pada neonatus 25 – 50 mg/kgBB/dosis, pada usia 1 minggu setiap 12 jam, usia 2 – 4 minggu setiap 6 – 8 jam pemberian secara IV. Dosis pada bayi dan anak secara oral adalah 7,5 – 25 mg/kgBB/dosis setiap 6 jam. Golongan amoksisilin diindikasikan pada pasien dengan penyakit infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas bagian atas, bronkitis, pneumonia, otitis media, abses gigi, osteomielitis, penyakit Lyme pada anak, profilaksis endokarditis, profilaksis paska-splenektomi, infeksi ginekologik, gonore, eradikasi Helicobacter pylori. Tersedia dalam bentuk kapsul dan tablet. Dosis untuk anak<10 tahun, 125 mg setiap 8 jam, untuk infeksi berat dosis diberikan dosis ganda. Dosis untuk neonatus sampai umur 3 bulan, 20−30 mg/kgBB dalam dosis terbagi setiap 12 jam. b. Gentamisin Gentamisin merupakan antibiotika golongan aminoglikosida. Mekanisme kerja gentamisin adalah dengan mengikat secara ineversibel sub unit ribosom 30s dari kuman, yaitu dengan menghambat sintesis protein dan menyebabkan kesalahan translokasi kode genetik. Gentamisin bersifat bakterisidal. Gentamisin efektif terhadap berbagai strain kuman Gram negatif termasuk Spesies Brucella, alymmatobaterium,
ompulobacter,
Citrobacter,
Escherichia,
Enterobacter,
Klebsiella, Proteus, Providencia, Pseudomonas, Serratia, Vibrio dan Yersinia. Terhadap mikroorganisme Gram positif, gentamisin juga efektif terutama terhadap Staphylococcus aureus dan Listeria monocytogenes serta beberapa strain Staphylococcus epidermis, tetapi gentamisin tidak efektif terhadap enterococcus dan streptococcus. 17
2.5 Faktor – Faktor yang mempengaruhi Uji Sensitivitas Bakteri
A. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap tes kepekaan Penentuan tes laboratorium terhadap mikroorganisme, untuk hasil yang lebih akurat harus memperhatikan faktor fisika dan kimia yang mempengaruhi baik terhadap mikroorganisme ataupun pengaruh terhadap daya kerja antimikroba, sehingga
harus
dihindari faktor-faktor
lingkungan
yang
kemungkinan
merpengaruhi, Faktor lingkungan tersebut diantaranya: 1. pH Beberapa antimikroba dipengaruhi oleh pH lingkungan, contohnya aktifitas antibakteri eritromisin dan aminoglikosida berkurang apabila terjadi penurunan pH, sedangkan aktifitas tetrasiklin akan menurun bila terjadi peningkatan pH. Aktifitas aminoglikosida yang daya kerjanya menghambat sintesis protein bakteri melalui membran sel dengan proses oksidasi, sehingga apabila tidak terdapat oksigen akan mengurangi aktifitas antimikroba tersebut. 2. Kation Aktifitas aminoglikosida juga dipengaruhi oleh konsentrasi kation Ca 2+ dan Mg2+. Tahapan aktifitas antimikroba yang penting adalah absorpsi antimikroba ke
permukaan
bekerja terutama
sel
bakteri.
untuk
Aminoglikosida
bakteri
gram
bermuatan
positif
negatif, misalnya
dan
membran
luar Pseudomomonas aeruginosa yang bermuatan negatif 3. Tersedianya bahan gizi tertentu Bahan gizi tertentu dapat mempengaruhi aktifitas antimikroba, misalnya bakteri enterococcus mampu menggunakan timin dan asam folat hasil metabolisme
untuk
menghindari
pengaruh
aktifitas sulfoamida
dan
trimetroprim, yang dihambat oleh jalur metabolik asam folat. Informasi
mengenai
resistensi
yang
kemungkinan
berasal
dari
lingkungan digunakan untuk membuat metoda standar yang dapat mengurangi
18
pengaruh faktor lingkungan terhadap bakteri uji, sehingga pemeriksaan lebih akurat. Tujuan pengendalian faktor lingkungan
1. Hambatan pertumbuhan berkaitan dengan aktifitas antimikroba melawan bakteri uji dan tidak dibatasi oleh bahan gizi, suhu dan kondisi lingkungan lainnya yang dapat menghalangi pertumbuhan, sehingga dapat dipastikan hambatan pertumbuhan hanya disebabkan oleh antimikroba yang digunakan. 2.
Mengoptimalkan kondisi
untuk
pemeliharaan
keutuhan
dan
aktifitas
antimikroba sehingga dapat dipastikan kegagalan menghambat pertumbuhan bakteri disebabkan oleh keresistenan bakteri itu sendiri tapi bukan dari pengaruh lingkungan yang membuat antimikroba inaktif. 3.
Untuk
mempertahankan
(reproducibility dan consistency)
hasil sehingga
konsisten organisme
yang yang
berulang sama
akan
memperlihatkan hasil kepekaan yang sama, terhadap metode uji laboratorium yang digunakan Pengujian dilakukan di bawah kondisi standar, dimana kondisi standar berpedoman kepada Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI). Standar yang harus dipenuhi yaitu: konsentrasi inokulum bakteri, media perbenihan (Muller Hinton) dengan memperhatikan pH, konsentrasi kation, tambahan darah dan serum, kandungan timidin, suhu inkubasi, lamanya inkubasi dan konsentrasi anti mikroba. Walaupun kondisi penting untuk pemeriksaan invitro telah distandarkan namun tidak ada kondisi invitro yang mengambarkan kondisi yang sama dengan keadaan invivo tempat yang sebenarnya bakteri tersebut menginfeksi. Dengan demikian ada beberapa faktor yang memegang peranan penting dari pasien disamping hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil uji kepekaan yang telah diperhitungkan pada metode uji. Faktor tersebut yaitu: a. Difusi antimikroba pada sel dan jaringan hospes b. Protein serum pengikat antimikroba c. Gangguan dan interaksi obat
19
d. Status daya tahan dan system imun pasien e. Mengidap beberapa penyakit secara bersamaan f. Virulensi dan patogenitas bakteri yang menginfeksi g. Tempat infeksi dan keparahan penyakit
B. Faktor-Faktor Teknis yang Mempengaruhi Ukuran Diameter Zone Hambatan
1. Kepekatan Inokulum Jika inokulum terlalu encer, zona hambatan akan menjadi lebih lebar walaupun kepekaan organismenya tidak berubah. Galur yang relatif resisten mungkin dilaporkan sebagai sensitif. Sebaliknya, jika inokulum terlalu pekat, ukuran zona akan menyempit dan galur yang sensitif dapat dilaporkan sebagai resisten. Biasanya hasil optimal didapat dengan ukuran inokulum yang menghasilkan
pertumbuhan
yang
hampir
menyatu
(konfluen).(Yerhaegen,
Engbaek, Rohner, Piot, & Heuck, 2010). 2. Waktu Pemasangan Cakram Jika setelah ditanami dengan galur uji lempeng agar, dibiarkan pada suhu ruang lebih lama dari waktu baku, perkembangbiakan inokulum dapat terjadi sebelum cakram dipasang. Ini menyebabkan zona diameter mengecil dan dapat menyebabkan suatu galur sensitif dilaporkan sebagai resisten.(Yerhae gen, Engbaek, Rohner, Piot, & Heuck, 2010). 3. Suhu Inkubasi Uji kepekaan biasanya diinkubasi pada suhu 35 0C untuk pertumbuhan yang optimal. Jika suhu diturunkan, waktu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan efektif akan memanjang dan dihasilkan zona lebih lebar. Jika galur Staphylococcus aureus yang heteroresisten diuji dengan metisilin (oksasilin), bagian yang resisten dapat dideteksi pada suhu 35 0C. Pada suhu yang lebih tinggi, seluruh biakan tampak sensitif. Pada suhu 35 0C atau lebih rendah, koloni yang resisten tumbuh di dalam zona hambatan. Koloni-koloni yang resisten dapat dilihat lebih mudah bila agar dibiarkan selama beberapa jam pada suhu ruang sebelum pembacaan hasil. Kolonikoloni tersebut harus selalu diidentifikasi untuk memeriksa apakah merupakan pencemar.(Yerhaegen, Engbaek, Rohner, Piot, & Heuck, 2010). 4. Waktu inkubasi 20
Kebanyakan teknik menerapkan masa inkubasi antara 16-1 8 jam. Walaupun demikian, pada keadaan darurat, laporan pendahuluan dapat dibuat setelah 6 jam. Ini tidak dianjurkan secara rutin dan hasilnya harus selalu dipastikan setelah masa inkubasi konvensional.(Yerhaegen, Engbaek, Rohner, Piot, & Heuck, 2010). 5. Ukuran Lempeng, Ketebalan Media Agar, dan Pengaturan Jarak Cakram Antimikroba Uji kepekaan biasanya dikerjakan menggunakan cawan petri ukuran 9-10 cm, jarak cakram 3 cm dan 2 cm dari pinggir petridish dan tidak lebih dari 6 atau 7 cakram antimikroba pada tiap lempeng agar. Jika jumlah antimikroba yang harus diuji lebih banyak, lebih disukai menggunakan dua lempeng atau satu le mpeng agar berdiameter 14 cm. Zona hambatan yang sangat besar mungkin terbentuk pada media yang sangat tipis; dan sebaliknya berlaku untuk media yang tebal. Perubahan kecil dalam ketebalan lapisan agar efeknya dapat diabaikan. Pengaturan jarak cakram yang tepat sangat penting untuk mencegah tumpang tindihnya zona hambatan atau deformasi didekat tepi-tepi lempeng. Ketebalan media agar 4 mm, bila kurang maka difusi obat lebih cepat dan bila lebih maka difusi obat lambat.(Yerhaegen, Engbaek, Rohner, Piot, & Heuck, 2010). 6. Potensi Cakram Antimikroba Diameter zona hambatan terkait dengan jumlah obat dalam cakram. Tiap jenis obat mempunyai diameter disk yang sama tetapi potensinya berbeda. Jika potensi obat berkurang akibat rusak selama penyimpanan, zona hambatan akan menunjukkan pengurangan ukuran yang sesuai. Yang harus diperhatikan : 1. Cara penyimpanan : obat yang labil seperti penisillin dll disimpan pada suhu 40C. 2. ED nya dan setiap disk obat baru diterima harus dicek dengan kontrol strain. (Yerhaegen, Engbaek, Rohner, Piot, & Heu ck, 2010). 7. Komposisi Media Media mempengaruhi ukuran zona melalui efeknya terhadap kecepatan pertumbuhan organisme, kecepatan difusi obat antimikroba, dan aktivitas obat. Penggunakan media harus sesuai dengan metode tersebut.(Yerhaegen, Engbaek, Rohner, Piot, & Heuck, 2010).
21
Banyak faktor yang mempengaruhi diameter zona yang mungkin diperoleh pada uji organisme yang sama nyata-nyata menunjukkan perlunya standardisasi pada metode difusi-cakram. Hasil yang sahih hanya bisa didapatkan bila kondisi yang ditetapkan untuk metode tertentu diikuti secara ketat. Perubahan pada salah satu faktor yang mempengaruhi pemeriksaan dapat menghasilkan laporan-laporan yang sangat menyesatkan klinisi.(Yerhaegen, Engbaek, Rohner, Piot, & Heuck, 2010) Ketelitian dan ketepatan metode harus dipantau dengan menetapkan program pengendalian mutu. Dengan demikian, penyimpangan dapat segera diusut dan diambil tindakan untuk mengatasinya.(Yerhaegen, Engbaek, Rohner, Piot, & Heuck, 2010).
22
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan
Tes kepekaan terhadap antimikroba adalah penentuan terhadap bakteri penyebab penyakit yang kemungkinan menunjukkan resistensi terhadap suatu antimikroba atau kemampuan suatu antimikroba untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Pada prinsipnya tes kepekaan terhadap antimikroba adalah penentuan terhadap bakteri penyebab penyakit yang kemungkinan menunjukkan resistensi terhadap suatu antimikroba. Ada dua macam metode untuk uji sensitivitas yaitu metode dilusi dan metode difusi.Ada beberapa cara pada metode difusi, yaitu cara Kirby-Bauer, cara sumuran, dan cara pour plate. Cara yang paling umum digunakan dalam uji sensitivitas bakteri terhadap antibiotik dilakukan dengan metode Kirby-Bauer yaitu dengan menggunakan cakram antibiotic, seperti penisilin, ampisilin, amoksilin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan gentasimin. Pengujian dilakukan di bawah kondisi standar, dimana kondisi standar berpedoman kepada Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI). Standar yang harus dipenuhi yaitu konsentrasi inokulum bakteri, media perbenihan (Muller Hinton) dengan memperhatikan pH, konsentrasi kation, tambahan darah dan serum, kandungan timidin, suhu inkubasi, lamanya inkubasi, dan konsentrasi antimikroba. 3.2 Saran
Hendaklah berhati – hati dalam memilih jenis antibiotika, terutama jika dipakai untuk pengobatan. Hal itu disebabkan tidak semua antibiotika baik sebagai zat kemoterapeutik. Suatu antibiotic dapat digunakan untuk kemoterapeutik bila toksisitasnya selektif, artinya dapat menghambat mikroorganisme tetapi tidak beracun bagi inangnya.
23
DAFTAR PUSTAKA
Diah Ayu, I. (2009). Uji Resistensi Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli Dari Isolat Susu Sapi Segar Terhadap Beberapa Antibiotik. Skripsi, 0 – 29. Jawetz, E., Melnick, J. L., Adelberg, E. A., 2001, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi XXII, diterjemahkan oleh Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, 205-209, Penerbit Salemba Medika, Jakarta Nurmala, Andriani, & Liana, D. (2015). Resistensi dan Sensitivitas Bakteri terhadap Antibiotik di RSU dr. Soedarso Pontianak Tahun 2011-2013. eJKI, 3(1), 21 – 28. Retrieved from http://journal.ui.ac.id/index.php/eJKI/article/viewFile/4803/3338 Soleha, T. U. (2015). Uji Kepekaan terhadap Antibiotik Susceptibility Test of Antimicroba. Uji Kepekaan Terhadap Antibiotik, 3 – 7. Sri, M., Intensification, R., & Lahan, D. I. (2013). Edisi Agustus 2013 Volume VII No. 2, VII(2), 106 – 120. Veteriner , J. K., Toelle, N. N., Mikrobiologi, L., Studi, P., Hewan, K., Pertanian, P., … Negeri, P. (n.d.). Uji Sensitivitas Staphylococcus spp . Terhadap Beberapa Antibiotik Yang Berbeda, 2(2), 151 – 154. Yerhaegen, J. Y. E. J., Engbaek, K., Rohner, P., Piot, P., & Heuck, C. C. (2010). Prosedur Laboratorium Dasar Untuk Bakterologi Klinis.
24