KATA PENGANTAR
Segala puji hanya hanya milik Allah SWT, yang yang telah memberikan kenikmatan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan penulisan buku ajar ini. Buku ajar
ini digunakan oleh penulis sebagai bahan mengajar mata kuliah Kalkulus II. Materi yang terdapat pada buku ajar ini ditujukan bagi mahasiswa S1 Jurusan Teknik Elektro, Teknik Informatika, dan Teknik Industri Industri yang sedang mengikuti kuliah kalkulus II pada Program Perkuliahan Dasar Umum di STT Telkom. Buku ajar ini terdiri dari lima bab, yaitu : Persamaan Diferensial Biasa, Fungsi Dua Peubah, Fungsi Vektor, Integral Lipat, serta Integral Garis dan Integral Permukaan. Semua materi tersebut merupakan bahan kuliah yang yang sesuai dengan dengan kurikulum silabus yang berlaku di STT Telkom. Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya setulus-tulusnya
kepada berbagai
pihak atas segala bantuan
dan
dukungannya dukungannya
sehingga penulis dapat menyelesaikannya. menyelesaikannya. Mudah-mudahan buku ajar kuliah ini dapat memberikan manfaat bagi para mahasiswa yang yang ingin ingin mempelajari materi kuliah terkait. Akhirnya, penulis mohon mohon maaf jika dalam tulisan ini masih banyak kekurangan, sumbangan ide dan kritik yang membangun untuk perbaikan buku ajar ini sangat penulis harapkan.
Bandung, Juni 2001
Penulis,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ….…………………………………………………………
i
DAFTAR ISI …………….……………………………………………………….
ii
BAB I Persamaan Diferensial Biasa ………………………………………….. . 1
1.1 Persamaan Diferensial Orde satu …………………………………………... …. 1 1.2 Trayektori Ortogonal …………………………………………………………… 3 1.3 Persamaan Diferensial Orde Dua ……………………………………………… 5 1.3.1 Persamaan Diferensial Orde Dua Homogen …..……………………….. 5 1.3.2 Persamaan Diferensial Orde Dua Tak Homogen ………………………. 6 BAB II Fungsi Dua Peubah …………………………………………………….. 10
2.1 Bentuk Permukaan di Ruang ..…………………………………………………. 10 2.2 Domain dan Kurva Ketinggian Fungsi Dua Peubah ……………………….…. 13 2.3 Turunan Parsial ………………………………………………………………… 15 2.4 Vektor Gradien,Turunan Gradien,Turunan Berarah dan Bidang Bidang Singgung Singgung ………………………. 17 2.5 Bidang Singgung ………………………………………………………………. 18 2.6 Nilai Ekstrim ……………………………………………. ……………………. 19 BAB III Fungsi Vektor .. …………………………………………………….…. 22
3.1 Daerah Definisi dan Grafik …………………………………………………… 22 3.2 Limit, kekontinuan dan Turunan Parsial ……..………………………………. 24 3.3 Kinematika Pertikel ……………………………………………………………. 24 3.4 Kelengkungan …………………………………………………………………. 25 BAB IV Integral Lipat ………………………………. ………………………… 28
4.1 Integral Lipat Dua ……………………………………………………………. 28 4.1.1 Integral Lipat Dua pada Koordinat Kartesius ……………………….. 29 4.1.2 Integral Lipat Dua pada Koordinat kutub (Polar) ………………….… 32 4.2 Integral Lipat Lipat Tiga ...………………………………………………………… 34 4.2.1
Integral Lipat Tiga dengan Koordinat Kartesius ….………………… 34
4.2.2
Integral Lipat Tiga dengan Koordinat Tabung dan Bola …..……….. 35
BAB V Integral Garis dan Integral Permukaan …………………..…………. 39
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ….…………………………………………………………
i
DAFTAR ISI …………….……………………………………………………….
ii
BAB I Persamaan Diferensial Biasa ………………………………………….. . 1
1.1 Persamaan Diferensial Orde satu …………………………………………... …. 1 1.2 Trayektori Ortogonal …………………………………………………………… 3 1.3 Persamaan Diferensial Orde Dua ……………………………………………… 5 1.3.1 Persamaan Diferensial Orde Dua Homogen …..……………………….. 5 1.3.2 Persamaan Diferensial Orde Dua Tak Homogen ………………………. 6 BAB II Fungsi Dua Peubah …………………………………………………….. 10
2.1 Bentuk Permukaan di Ruang ..…………………………………………………. 10 2.2 Domain dan Kurva Ketinggian Fungsi Dua Peubah ……………………….…. 13 2.3 Turunan Parsial ………………………………………………………………… 15 2.4 Vektor Gradien,Turunan Gradien,Turunan Berarah dan Bidang Bidang Singgung Singgung ………………………. 17 2.5 Bidang Singgung ………………………………………………………………. 18 2.6 Nilai Ekstrim ……………………………………………. ……………………. 19 BAB III Fungsi Vektor .. …………………………………………………….…. 22
3.1 Daerah Definisi dan Grafik …………………………………………………… 22 3.2 Limit, kekontinuan dan Turunan Parsial ……..………………………………. 24 3.3 Kinematika Pertikel ……………………………………………………………. 24 3.4 Kelengkungan …………………………………………………………………. 25 BAB IV Integral Lipat ………………………………. ………………………… 28
4.1 Integral Lipat Dua ……………………………………………………………. 28 4.1.1 Integral Lipat Dua pada Koordinat Kartesius ……………………….. 29 4.1.2 Integral Lipat Dua pada Koordinat kutub (Polar) ………………….… 32 4.2 Integral Lipat Lipat Tiga ...………………………………………………………… 34 4.2.1
Integral Lipat Tiga dengan Koordinat Kartesius ….………………… 34
4.2.2
Integral Lipat Tiga dengan Koordinat Tabung dan Bola …..……….. 35
BAB V Integral Garis dan Integral Permukaan …………………..…………. 39
ii
5.1 Integral Garis ……………………………………………………………………39 5.2 Integral Garis Bebas Lintasan ……………………………………….…………. 42 5.3 Teorema Green …………………………………………………………….….. 44 5.4 Integral Permukaan …………………………………………………………….. 45 5.5 Teorema Divergensi Divergensi dan Sokes ….…………………………………………….. 47 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….. .50
iii
1 KALKULUS II
BAB I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA
Persamaan Diferensial adalah suatu persamaan yang mengandung satu atau beberapa turunan dari peubah tak bebasnya. bebasnya. Jika persamaan diferensial tersebut mengandung peubah tak bebas yang hanya bergantung bergantung pada satu peubah bebasnya bebasnya maka persamaan diferensial tersebut dinamakan persamaan diferensial biasa. Sedangkan jika peubah bebasnya lebih dari satu dinamakan persamaan diferensial parsial. Orde suatu persamaan diferensial adalah turunan tertinggi pada persamaan diferensial tersebut. Contoh Persamaan Diferensial Biasa : 1.
dy dx
dimana y sebagai peubah peubah tak bebas dan x + 2 sin x = 0 , persamaan diferensial orde satu dimana
merupakan peubah bebas. d 2 r dr 2. 2 + + 1 = 0 , persamaan diferensial orde dua dimana r sebagai peubah tak bebas dan dt 2 dt t merupakan peubah bebas. Notasi persamaan diferensial bisa dalam beberapa bentuk, antara lain notasi pada contoh kedua, selain diatas dapat pula ditulis sebagai berikut : r ” + 2r’ +1 = 0 atau r tt tt + 2r t t + 1 = 0 Persamaan diferensial dikatakan linear, apabila persamaan diferensial tersebut mempunyai mempunyai peubah tak bebas bebas maupun maupun turunannya turunannya bersifat linear. Definisi solusi suatu persamaan diferensial : Misal ada suatu persamaan diferensial dimana y sebagai peubah tak bebas yang bergantung pada peubah bebas x. Suatu fungsi f( x) disubstitusikan untuk y dalam persamaan diferensial, persamaan yang dihasilkan merupakan suatu kesamaan untuk setiap x dalam suatu selang, maka f(x) dinamakan solusi solusi persamaan diferensial tersebut. Contoh : Diketahui persamaan diferensial y’ + 2 sinx = 0 f( x x) = 2 cos x + C merupakan solusi persamaan diferensial diatas, dimana C adalah konstanta yang yang bergantung bergantung pada syarat syarat awal persamaan diferensial tersebut. 1.1 Persamaan Diferensial Orde Satu Bentuk umum persamaan diferensial orde satu adalah: dy dx
=
f ( x) g ( y )
Beberapa metode untuk menyelesaikan persamaan persamaan diferensial orde satu, antara lain : a. Peubah Terpisah Bentuk umum : dy dx
=
f ( x) g ( y )
atau
dy dx
=
g ( y ) f ( x )
Cara penyelesaian dengan integral biasa dari kedua kedua ruas di bawah ini : ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
2 KALKULUS II
∫ g ( y)dy = ∫ f ( x)dx Contoh : Tentukan solusi solusi umum dari persamaan diferensial
dy dx
=
y 1 + x
Penyelesaian : dy dx
=
y 1 + x
⇒
dy
⇒ ⇒
ln y = ln(1 + x) + C
y
=
dx 1 + x
y = C (1 + x )
b. Faktor Integrasi Bentuk umum merupakan persamaan diferensial linear, yaitu : y’ + p( x x) y = q( x x) Solusi persamaan persamaan diferensial diatas adalah : y =
1
u ( x )
∫
u ( x )q( x) dx + C dimana
u ( x) = e ∫
p ( x ) dx
Bukti : Kalikan persamaan diferensial (*) dengan u( x x) sehingga menjadi : u( x x) y’ + u( x x) p( x x) y = u( x x) q( x x) u( x x) y’ + u’ ( x x) y - [ u’ ( x x) y - u( x x) p( x x) y ] = u( x x) q( x x) Ambil u’ ( x x) y - u( x x) p( x x) y = 0 Sehingga u( x x) y’ + u’ ( x x) y = u( x x) q( x x) [ u( x x) y ]’ = u( x x) q( x x) y =
1
u ( x)
(**)
∫ u( x)q( x)dx + C
Dari (**) kita mempuny me mpunyai ai u’ ( x x) y - u( x x) p( x x) y = 0 Dengan metode peubah terpisah diperoleh :
u( x ) = e ∫
p ( x ) dx
ΘΘΘ
Contoh : Tentukan solusi solusi umum dari persamaan diferensial
dy dx
+
y x
=
1
x 2
Penyelesaian :
p(x) = 1/ x x y =
1
x
1
∫ x x
2
dx =
1
x
u( x x) = exp
1
∫ x dx = x
( ln x + C )
f ( x x, y) adalah fungsi homogen jika f (kx, ky) = k n f ( x x, y), untuk k ∈ skalar riil dan n merupakan orde dari fungsi tersebut. Beberapa persamaan diferensial orde satu tak linear yang yang dapat ditulis
dy dx
=
S( x, y ) T ( x, y )
, dimana S,
T merupakan fungsi homogen berderajat sama maka solusi persamaan diferensial dapat dicari dengan menggunakan metode substitusi sehingga menjadi bentuk persamaan diferensial ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
3 KALKULUS II
dengan peubah terpisah. Misal, kita dapat mensubstitusi peubah tak bebas y dengan u x, yaitu : y = u x dimana u = u( x), sehingga y’ = u’ x + u. Contoh : dy x + y Tentukan Solusi umum dari persamaan diferensial = dx
x
Penyelesaian : Misal y = ux, dimana u = u(x) Oleh karena itu y’ = u’ x + u Dengan mensubstitusi pada persamaan diferensial di atas ke persamaan diferensial, di peroleh : x + ux u ' x + u = x
u ' x + u = 1 + u
u' =
1
⇒
x
u = ln x + C
Maka y = x ln x + c x 1.2 Trayektori Ortogonal Salah satu aplikasi dari persamaan diferensial orde satu adlaah menentukan trayektori ortogonal dari suatu fungsi persamaan. Trayektori ortogonal dari suatu keluarga kurva adalah keluarga kurva yang memotong tegak lurus keluarga kurva tersebut. Langkah-langkah menetikan trayektori ortogonal dari suatu keluarga kurva f(x,y)= C, sebagai berikut : Turunkan f(x,y) = C secara implisit terhadap x, Misal Df(x,y) Jika turunan pertama mengandung C (parameter) maka substitusikan C(x,y) dari persamaan awal. Trayektori Ortogonal akan memenuhi persamaan diferensial berikut : dy dx
=−
1
Df ( x, y)
,
artinya solusi persamaan diferensial diatas merupakan trayektori ortogonal dari persamaan f(x,y)= C Contoh : Tentukan trayektori ortogonal dari keluarga kurva x 2 + y2 = C Penyelesaian : Turunan implisit dari fungsi di atas adalah : 2x + 2y y‘ = 0 Sehingga Df(x,y) = −
x y
Trayektori ortogonal akan memenuhi persamaan diferensial : dy dx
=−
1
Df ( x, y)
dy dx
=
y x
Trayektori ortogonalnya adalah y = C x
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
4 KALKULUS II
Latihan Tentukan solusi umum dari persamaan diferensial orde satu berikut :
1. 2. 3. 4. 5. 6.
dy dx dy dx dy dx dy dx x
= 1 + y2 =
x 2 + 3 xy + y 2 x 2
+ 2 y = 6 x =
dy
y cos x 1 + 2 y 2
− 2 y = x 3e x
dx dy y dx
−
2 x
−
x 2 y
=0
Tentukan solusi khusus dari persamaan diferensial orde satu berikut : dy
− 3 y = x 4 ;
7.
x
8.
(1 + e x ) dy
dx
dx
y (1) = 4
+ e x y ; y (0) = 1
Tentukan trayektori ortogonal dari fungsi berikut : 9.
y = C e −2 x
10. x 2 − y 2 = C 11. y = C x 2 12. x 2 + ( y − c )2 = C 2
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
5 KALKULUS II
1.3 Persamaan Diferesial Orde Dua Bentuk umum persamaan diferensial orde dua : y” + a y’ + b y = f(x) Jika f(x) = 0 maka persamaan diferensial diatas disebut persamaan diferensial homogen, sedangkan jika f(x) ≠ 0 maka dinamakan persamaan diferensial tak homogen. 1.3.1 Persamaan Diferensial Orde Dua Homogen Misalkan ada dua fungsi f(x) dan g(x), dikatakan bebas linier pada interval I, jika persamaan yang merupakan kombinasi linier dari keduanya, yaitu : m f(x) + n g(x) = 0 untuk setiap x ∈ I hanya dipenuhi oleh m = n = 0. Jika tidak demikian maka kedua fungsi tersebut dikatakan bergantung linier. Andai fungsi yang diberikan yaitu f(x) dan g(x) terdiferensialkan untuk setiap x ∈ ℜ. Maka Wronskian dari f(x) dan g(x) didefinisikan sebagai berikut :
W ( f( x ), g ( x ) ) =
f(x )
g (x )
f' (x )
g ' (x )
Keterkaitan antara kebebasan linier dan wronskian dari dua fungsi tersebut dapat dikatakan sebagai berikut : Dua fungsi f(x) dan g(x) dikatakan bebas linier pada I jika dan hanya jika wronskian dari kedua fungsi tersebut tidak sama dengan nol, untuk suatu x ∈ I. Misal u1 dan u2 adalah solusi persamaan diferensial orde dua dan wronskian (determinan wrosnki) dari keduanya didefinisikan oleh : W (u1, u2)=
u1
u2
u1 ' u2 '
Jika W ≠ 0 maka u1 dan u2 saling bebas linear artinya u1 dan u2 merupakan basis solusi, sehingga kombinasi linear dari u1 dan u2 , yaitu y = c1u1 + c2u2 juga merupakan solusi dari persamaan diferensial orde dua. Misal diferensial orde dua maka dengan u ( x) = e rx solusi persamaan mensubstitusikan pada persamaan diperoleh : e rx (r 2 + ar + b) = 0 Oleh karena e rx ≠ 0 maka r 2 + ar + b = 0 (dinamakan persamaan karakteristik) Solusi umum dari persamaan diferensial orde dua homogen bergantung pada akar persamaan karakteristik. Tiga kemungkinan solusi umum persamaan diferensial orde dua : Persamaan karakteristik mempunyai 2 akar riil yang berbeda (r 1 dan r 2) maka solusi umumnya berbentuk : y ( x) = c1e r 1 x + c2e r 2 x Persamaan karakteristik mempunyai 2 akar riil kembar (r 1 = r 2 = r) maka solusi umumnya berbentuk : y( x) = c1e rx + c2 xe rx
Persamaan karakteristik mempunyai 2 akar kompleks (r = p ± qi) maka solusi umumnya berbentuk : y ( x) = e px (c1 sin qx + c2 cos qx )
Tunjukan (sebagai latihan) bahwa untuk setiap kasus, wronskian ≠ 0. Contoh :
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
6 KALKULUS II
Tentukan solusi umum persamaan diferensial berikut : a. y” + y’ – 2y = 0 b. y” + 4y‘ + 4y = 0 c. y” + 9y = 0 Penyelesaian : a. Persamaan karakteristik yang sesuai adalah r 2 + r – 2 = 0 (r – 1) (r + 2) = 0 mempunyai dua akar real berbeda, yaitu : 1 dan -2 Sehingga solusi umumnya : y ( x) = c1e x + c2e −2 x b. Persamaan karakteristik yang sesuai adalah r 2 + 4r + 4 = 0 (r – 2) 2 = 0 mempunyai dua akar real kembar, yaitu : 2 Sehingga solusi umumnya : y ( x) = c1e 2 x + c2 xe 2 x c. Persamaan karakteristik yang sesuai adalah r 2 + 9 = 0 r 2 = – 9 r=3i mempunyai akar kompleks, yaitu : 3i Sehingga solusi umumnya : y ( x) = c1 sin 3 x + c2 cos 3 x 1.3.2 Persamaan Diferensial Orde Dua Tak Homogen Bentuk umum persamaan diferensial orde dua : y” + a y’ + b y = f(x) Solusi umum dari persamaan diferensial orde dua tak homogen adalah y = yh + y p, dimana yh merupakan solusi homogen dan y p solusi pelengkap. Solusi homogen diperoleh dari persamaan diferensial orde dua homogen (ambil f(x) = 0), sedangkan untuk menentukan solusi pelengkap ada dua metode, yaitu : • Koefisien Tak Tentu • Variasi Parameter Metode Koefisien Tak Tentu Metode ini sangat berguna manakala fungsi f ( x) berupa polinom, eksponensial sinus, dan cosinus. Metode ini bisa dikatakan metode coba-coba, untuk memudahkan perhatikan tabel berikut : f ( x) y p n n C x bn x + ….+ b1 x + b0 a x Ce Aea x C xea x Aea x + B xea x Csin a x A sin a x + Bcos a x Bcos a x A sin a x + Bcos a x Ket : C, B, A, a, b 0 , b1 , …, bn adalah konstanta riil. Aturan 1 : Jika f ( x) merupakan fungsi seperti pada kolom pertama, pilih y p dari kolom kedua yang bersesuaian (terletak pada baris yang sama)
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
7 KALKULUS II
Aturan 2 : Jika f ( x) sama dengan salah satu dari solusi homogen maka kalikan y p dengan x atau dengan x2 jika f ( x) sama dengan salah satu dari solusi homogen yang berasal dari dua akar kembar. Aturan 3 : Jika f ( x) penjumlahan dari fungsi dalam kolom satu maka pilih y p sebagai penjumlahan dari baris-baris yang bersesuaian. Setelah memilih y p yang diinginkan, dengan mensubstitusikan y p tersebut pada persamaan diferensial, kita berusaha menetukan koefisien yang y p. sehingga diperoleh solusi umum dari persamaan diferensial tersebut yaitu penjumlahan dari solusi homogen (yh) dengan solusi pelengkap (y p). Contoh : Tentukan solusi umum persamaan diferensial berikut : 2
d y dx
2
−3
dy dx
− 4 y = 2 sin x
Penyelesaian : Kita mempunyai solusi umum homogen 4 − yh = c1e x + c2 e x
Untuk menentukan solusi pelengkap, kita pilih : y p = Asinx + B cosx Substitusikan ke persamaan diferensial, sehingga diperoleh : (– A + 3B – 4A) sinx + (– B – 3A – 4B) cosx = 2 sinx Maka ada dua persamaan yaitu : – 5A + 3B = 2 – 5B – 3A = 0 Oleh karena itu A = – 5/17 dan B = 3/17 Solusi umum dari persamaan diferensial diatas adalah : 5 3 sin x + cos x y( x) = c1e − x + c2 e 4 x − 17 17 Metode Variasi Parameter Metode ini lebih umum dari metode sebelumnya, artinya jika kondisi persamaan diferensial seperti di atas, metode ini dapat digunakan dalam menentukan solusinya. Jika f ( x) tidak sama dengan fungsi-fungsi pada kolom pertama tabel maupun penjumlahannya, bisa berupa perkalian atau pembagian dari fungsi-fungsi tersebut, kondisi ini mendorong kita untuk menggunakan metode variasi parameter. Solusi pelengkap dari persamaan diferensial dengan menggunakan metode variasi parameter adalah : y p = v1u1 + v2u2 dimana u1, u2 merupakan solusi homogen yang bebas linear, sedangkan −u 2 f ( x) u1 f ( x) v1 = dx dan v2 = dx [u1u2 '−u 2u1 '] [u1u 2 '−u 2u1 '] Bukti : Misal y p = v1u1 + v2u2 solusi persamaan diferensial. Substitusikan sehingga diperoleh: v1’u1’ + v2’u2’ + v1u1” + v2u2” + a (v1’u1 + v2’u2 + v1u1’+ v2u2’) + b(v1u1+ v2u2)= f ( x)
∫
∫
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
8 KALKULUS II
v1’u1’ + v2’u2’ + a (v1’u1 + v2’u2) + v1u1” + v2u2” + a(v1u1’+ v2u2’) + b(v1u1+ v2u2)= f ( x) v1’u1’ + v2’u2’ + a (v1’u1 + v2’u2) + v1(u1” + au1’+ bu1) + v2 (u2” + au2’ + bu2)= f ( x) u1, u2 merupakan solusi homogen, oleh karena itu : v1’u1’ + v2’u2’ + a (v1’u1 + v2’u2) = f ( x) Ambil v1’u1 + v2’u2 = 0, sehingga v 1’u1’ + v2’u2’ = f ( x) Dengan memperhatikan dua persamaan terakhir, yaitu : v1’u1 + v2’u2 = 0 v1’u1’ + v2’u2’ = f ( x) Dapat ditulis dalam bentuk perkalian matriks berikut : u1 u 2 v1 ' 0 u ' u ' v ' = f ( x) 2 2 1 Dengan aturan Cramer diperoleh : 0
v1 ' =
u2
u1
f ( x) u 2 ' u1
v2 ' =
dan
u2
u1 ' u2 '
0
u1 ' f ( x) u1
u2
u1 ' u2 '
Dengan jaminan bahwa u1, u2 merupakan solusi homogen yang bebas linear maka W (u1, u2)=
u1
u2
u1 ' u2 '
≠0
ΘΘΘ
Contoh : Tentukan solusi umum persamaan diferensial y “ + y = sec x Penyelesaian : Kita mempunyai solusi umum homogen yh = c1 sin x + c2 cos x Untuk menentukan solusi pelengkap, kita menghitung wronskian terlebih dahulu, yaitu :
W (u 1 , u 2 ) =
cos
sin x
− sin x cos x
= cos2 x + sin 2 x =1 oleh karena itu − sin x sec x v1 = dx = ln cos x
∫
1
dan
v2 =
cos x sec x
∫
1
Sehingga y p = cosx ln |cosx| + x sinx Maka solusi umum persamaan diferensial di atas adalah : y ( x) = c1 sin x + c2 cos x + cos x ln cos x + x sin x
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
dx = x
9 KALKULUS II
Latihan Tentukan solusi umum (khusus) persamaan diferensial berikut : 1. y ” + 4y = 3sin2x ; y(0) = 2 dan y’(0) = -1 2. y ” + 2y’ + y = 2e-x 3. y “ + 9y = sinx + e 2x 4. y ” + 2y’ = 3 + 4 sin2x 5. y ” + y = csc x 6. y ” + 2y’ + y = e-x cosx 7. y “ + 2y’ + y = 4e -x ln x ; y(1) = 0 dan y’(1) =-e-1 8. y ” + 4y’ + 4y = x-2 e-2x
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
11 KALKULUS II
BAB II FUNGSI DUA PEUBAH 2.1 Bentuk Permukaan di Ruang
Sebelum belajar tentang fungsi dua peubah, terlebih dahulu kita mengenal 3 permukaan di ruang dan cara membuat sketsa suatu permukaan di ruang (R ). Berikut beberapa fungsi permukaan di ruang, antara lain : a. Bola, mempunyai bentuk umum : x 2 + y 2 + z 2 = a 2 a>0 Jejak di bidang XOY, z = 0 x 2 + y 2 = a 2 , berupa lingkaran Jejak di bidang XOZ, y = 0 x 2 + z 2 = a 2 , berupa lingkaran Jejak di bidang YOZ, x = 0 y 2 + z 2 = a 2 , berupa lingkaran Z
y
x
b.
Elipsoida, mempunyai bentuk umum : x 2 a2
+
y 2 b2
+
z 2 c2
=1
Jejak di bidang XOY, z = 0 Jejak di bidang XOZ, y = 0 Jejak di bidang YOZ, x = 0
a, b, c > 0 x 2 a2 x 2 a2 y 2 b2
+ + +
y 2 b2 z 2 c2 z 2 c2
= 1 , berupa ellips = 1 , berupa ellips = 1 , berupa ellips
Z
y
x ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
12 KALKULUS II
12 KALKULUS II
c.
Hiperboloida berdaun satu , mempunyai bentuk umum : x 2 a2
+
y 2
−
b2
z 2
=1
c2
a, b, c > 0
Jejak di bidang XOY, z = 0
x 2 a2 x 2
Jejak di bidang XOZ, y = 0
a2 y 2
Jejak di bidang YOZ, x = 0
b2
+ − −
y 2 b2 z 2 c2 z 2 c2
= 1 , berupa ellips = 1 , berupa hiperbol = 1 , berupa hiperbol
Z
y
x
d.
Hiperboloida berdaun dua, mempunyai bentuk umum : x 2 a y 2 b
2
+
z 2 c
2
=
2
−
x 2 a
2
y 2 b
2
−
z 2 c
2
=1
a, b, c > 0
− 1 maka terdefinisi saat x ≤ - a atau x ≥ a
Jejak di bidang XOY, z = 0 Jejak di bidang XOZ, y = 0
x 2 a2 x 2 a
2
− −
y 2 b2 z 2 c
2
= 1 , berupa hiperbol = 1 , berupa hiperbol
Jejak di bidang, x = k (konstanta), k > a atau k < - a , berupa ellips Z
y
x ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
13 KALKULUS II
13 KALKULUS II
e.
Paraboloida eliptik , mempunyai bentuk umum : x 2 a2
+
y 2 b2
=
z
a, b, c > 0
c
Cara membuat sketsa di ruang, dengan menelusuri setiap jejak di bidang yaitu : Jejak di bidang z = k (konstanta positif), berupa ellips Jejak di bidang XOZ, y = 0 Jejak di bidang YOZ, x = 0
x 2 a
=
z
=
z
2
y 2 b2
c
, berupa parabol
, berupa parabol
c
Z
y
x
f.
Paraboloida hiperbolik, mempunyai bentuk umum : y 2 b2
−
x 2 a2
=
z
a, b, c > 0
c
Cara membuat sketsa di ruang, dengan menelusuri setiap jejak di bidang yaitu : Jejak di bidang XOY, z = 0
y 2 b
2
−
x 2 a
=0,
2
berupa garis
Jika z = konstanta berupa hiperbol Jejak di bidang XOZ, y = 0
Jejak di bidang YOZ, x = 0
−
x 2
=
a2
y
2
b2
=
z
z c
c
, berupa parabol
, berupa parabol
Sehingga sketsa dari paraboloida hiperbolik, adalah
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
14 KALKULUS II
14 KALKULUS II
Z
y
x
g.
Kerucut, mempunyai bentuk umum : x 2 a
2
+
Jejak di bidang
y 2 b
2
=
z 2 c
a, b, c > 0
2
XOY, z = k (konstanta) ≠ 0
Jejak di bidang XOZ, y = 0 Jejak di bidang YOZ, x = 0
x 2 a2 y 2 b2
= =
z 2 c2 z 2 c2
x 2 a2
+
y 2 b2
=
k 2 c2
, berupa ellips
, berupa garis
, berupa garis
Z
y
x
2.2 Daerah Definisi dan Kurva Ketinggian Fungsi Dua Peubah
Definisi fungsi dua peubah : Misal A
⊆
2
R , suatu fungsi f : A R adalah suatu aturan yang memasangkan
setiap unsur di A dengan tepat satu unsur di R. Aturan fungsi f dapat ditulis sebagai
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
15 KALKULUS II
15 KALKULUS II
z = f(x, y). Dalam kasus ini daerah definisi f adalah A, sedangkan daerah hasil fungsi f = Rf = {z ∈ R | z = f(x,y), x, y ∈ A} Derah definisi fungsi dua peubah f (x,y) merupakan daerah pada bidang XOY sehingga fungsi tersebut akan terdefinisi. Contoh : Tentukan dan gambarkan daerah definisi fungsi : f ( x, y ) =
ln(2 + x)
y
−1
Penyelesaian : Syarat f(x,y) terdefinisi :
•
ln (2 + x) terdifinisi jika (2 + x) > 0 , oleh karena itu x > - 2
•
y
− 1 tedefinisi jika (y - 1)
≥
0,
tapi karena penyebut tidak boleh sama dengan nol maka (y - 1)
≥
0, oleh
karena itu y > 1 Sehingga daerah definisi (D f ) dari fungsi diatas adalah : D f = { (x, y) | x > -2 dan y > 1, x, y ∈ℜ} Sketsa daerah definisi pada kartesius adalah : y
D f y=1 x x=2 Kurva ketinggian dari suatu fungsi f(x,y) adalah proyeksi dari perpotongan permukaan f(x,y) dengan bidang z = k (konstanta) pada bidang XOY. Contoh : 2
2
Tentukan dan gambarkan kurva ketinggian dari fungsi f(x,y) = x + y untuk z = 0, 1, 4
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
16 KALKULUS II
16 KALKULUS II
Penyelesaian : 2
2
2
2
2
2
z = 0 0 = x + y , kurva ketinggian berupa titik di (0, 0, 0) z = 1 1 = x + y , kurva ketinggian berupa lingkaran dengan jari-jari satu z = 4 4 = x + y , kurva ketinggian berupa lingkaran dengan jari-jari dua y
z=1 x
z=0 z=4
Latihan :
Tentukan dan gambarkan daerah definisi fungsi berikut : 1. f ( x, y ) = 1 − x 2 − y 2 2. f ( x, y ) = 3. f ( x, y ) =
x 1 − y
xy 2 x 2
− y 2
Tentukan dan gambarkan kurva ketinggian dari fungsi berikut : 4. z = f ( x, y ) =
x + y x − y
, untuk z = 0, 1, 2, 3
5. z = f ( x, y ) = x + y 2 , untuk z = -2, -1, 0, 1, 2 6. z = f ( x, y ) =
x 2 y
, untuk z = -4, -1, 0, 1, 4
2.4 Turunan Parsial
Diketahui fungsi dua peubah f( x, y), denganmengambil nilai y = b (konstanta) maka fungsi menjadi f( x, b), ini dapat dipandang sebagai fungsi satu peubah x. Seperti pada ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
17 KALKULUS II
17 KALKULUS II
kalkulus fungsi satu peubah, kita dapat mendefinisikan fungsi satu turunan dari z = g( x) = f( x, b), yaitu g’( x). Dengan menggunakan limit, turunan parsial fungsi f( x,b) terhadap x dapat ditulis :
∂ f ( x, b) = ∂ x
dg ( x) dx
=
lim
f ( x
+ h), b) − f ( x, b)
h→ 0
h
asalkan limitnya ada. Secara geometris, turunan parsial diatas dapat diartikan sebagai berikut : Perpotongan bidang y = b dengan fungsi permukaan f(x,y) berupa sebuah kura (lengkungan s) pada
permukaan
tersebut. Turunan parsial fungsi f(x,y) di titik (a,b)
merupakan gradien garis singgung terhadap kurva s pada titik (a, b, f(a,b)) dalam arah sejajar sumbu x. Z
s
y (a,b) x
∂ f (a, b) ∂ x
Notasi dari turunan parsial di atas adalah
atau
f x (a, b)
Secara analog dengan cara di atas, kita dapat memperoleh turunan parsial f(x,y) terhadap peubah y. Contoh : Tentukan turunan parsial pertama, kedua, dan campuran terhadap masing-masing 2
2 3
peubah fungsi f(x,y) = 2x y + 3x y Penyelesaian : 3
f x (x, y) = 4xy + 6xy
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
18 KALKULUS II
18 KALKULUS II 2
2 2
f y (x, y) = 2x + 9x y 3
f xx (x, y) = 4y + 6y 2
f yy (x, y) = 18 x y 2
f xy (x, y) = 4x + 18x y ;
2
f yx (x, y) = 4x + 18x y
f xy = f yx
f xy dan f yx dinamakan turunan parsial campuran.
Latihan :
Tentukan turunan parsial pertama, kedua, dan campuran dari fungsi berikut : – xy
1.
f( x, y) = e
2.
2 2 f( x, y) = y cos ( x + y )
2.5 Vektor Gradien dan Turunan Berarah
Jika f fungsi dua peubah yang dapat didiferensialkan di p =(a, b) maka
∇ f (a, b) =
df (a, b) ˆ df (a, b) ˆ i + j dx dx
disebut vektor gradien dari f di titik (a, b) Misal p adalah proyeksi dari suatu titik di permukaan f pada bidang XOY. Untuk setiap vektor satuan u , andaikan Du f ( p ) = lim
f ( p
+ hu ) − f ( p)
h→ 0
h
limit ini ada, maka D u f (p) disebut turunan berarah f di titik p pada arah u . Andaikan f dapat didiferensialkan di (a, b), maka turunan berarah di (a, b) pada arah vector satuan u
= u1i + u2 j adalah hasilkali titik antara vector gradien dengan vector
satuan tersebut. Dengan demikian dapat ditulis : Du f ( p ) = ∇ f ( p ) • u
atau D u f (a, b) = f x (a, b)u1 + f y (a, b)u2
Contoh : 2
2
Tentukan turunan berarah dari f(x,y) =2x + xy – y di titik (3, – 2) dalam arah vector a = iˆ − jˆ !
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
19 KALKULUS II
19 KALKULUS II
Penyelesaian f x ( x, y) = 4x + y
f x (3, – 2) = 10
f y ( x, y) = x – 2y
f y (3, – 2) = 7
oleh karena itu :
∇ f ( x, y ) = (4 x + y )iˆ + ( x − 2 y ) jˆ sedangkan u =
a a
=
∇ f (3,−2) = 10iˆ + 7 jˆ
sehingga
1 ˆ 1 ˆ i− j 2 2
Maka Du f (3,−2) = ∇ f (3,−2) • u =
10 2
−
7 2
=
3 2
2.6 Bidang Singgung
Definisi bidang singgung : Andai F(x, y, z) = k (konstanta) merupakan suatu permukaan dan misalkan dapat didiferensialkan di sebuah titik P(a, b, c) dari permukaan dengan ∇ f (a, b, c) ≠ 0 . Maka
bidang yang melalui
P yang tegak lurus
∇ f (a, b, c) dinamakan
bidang
singgung. Untuk permukaan F(x, y, z) = k, persamaan bidang singgung di titik (a, b, c) adalah : F x(a, b, c) ( x – a) + F y(a, b, c) ( y – b) + F z (a, b, c) ( z – c) = 0 Jika permukaan z = f( x, y) maka persamaan bidang singgung di (a, b, F(a, b)) adalah : z – F(a, b) = F x(a, b) ( x – a) + F y(a, b) ( y – b) Contoh : Tentukan persaman bidang singgung dan garis normal terhadap permukaan : x2
+ y 2 + 2z 2 = 23
di titik (1, 2, 3) !
Penyelesaian : Andaikan
F(x,y,z) = 23
ˆ. ∇ f (1,2,3) = 2ˆi + 4 jˆ + 12k
sehingga Maka
ˆ ∇ f ( x, y, z) = 2x ˆi + 2 y jˆ + 4z k
persamaan
bidang singgung di titik (1,2,3)
adalah : 2( x – 1 ) + 4 ( y – 2 ) + 12( z – 3 ) = 0 Sedangkan persamaan simetri dari garis normal yang melalui (1, 2, 3) adalah :
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
20 KALKULUS II
dan
20 KALKULUS II
x −1 2
=
y−2 4
=
z−3 12
Andaikan z = f(x, y), dengan f suatu fungsi yang dapat didiferensialkan, dan andaikan dx dan dy (disebut diferensial dari x dan y) berupa peubah. Difenesial total dari peubah tak bebas (dz ) disebut juga diferensial total f (df ( x, y)), didefinisikan oleh : dz = df ( x, y) = f x ( x, y) dx + f y ( x, y) dy
Latihan :
Tentukan turunan parsial pertama, kedua, dan campuran dari fungsi berikut : 1.
f(x,y)
= e − xy
2.
f(x,y)
= y cos(x 2 + y 2 )
3.
f(x,y)
= ln
( x + y) ( x − y)
Tentukan 4. f(x,y) = e − x cos y di titik P( 0, π/3) dalam arah menuju ke titik asal ! 5. f(x,y)
= 2x 2 + xy − y 2
di titik P(3,
– 2 ) dalam arah vektor yang membentuk sudut
0
30 dengan arah sumbu – x positif ! 6. Tentukan persamaan bidang simggung permukaan z
= 2 e3y cos 2 x
di titik P(π/3, 0, -
1) !
2.7 Nilai Ekstrim
Definisi titik kritis : Misal (a, b) suatu titik pada daerah asal f ( x, y). Titik (a, b) disebut titik kritis dari fungsi f ( x, y) jika ∇ f = 0 atau tidak mempunyai turunan parsial untuk setiap peubah bebasnya.
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
21 KALKULUS II
21 KALKULUS II
Jadi fungsi f ( x, y) yang mempunyai turunan parsial, pada titik kritis, bidang singgung terhadap f ( x, y) adalah sejajar dengan bidang XOY. Jenis titik kritis, antara lain :
• • •
Titik batas Titik stasioner Titik singular
Misal (a, b) suatu titik pada daerah asal f ( x, y) maka (a, b) dinamakan titik stasioner jika dan hanya jika
∇f ( x, y) = 0
Dengan kata lain :
∂ f (a, b) =0 ∂ x
dan
∂ f (a, b) =0 ∂ y
Definisi nilai maksimum dan nilai minimum : Diketahui fungsi dua peubah f ( x, y) dimana S merupakan daerah definisinya. f (a,b) disebut nilai maksimum global jika f (a, b) ≥ f ( x, y) untuk setiap x, y di S f (a,b)) disebut nilai minimum global jika f (a, b) ≤ f ( x, y) untuk setiap x, y di S. Definisi yang sama pertidaksamaan
berlaku
dengan
kata global digantikan
oleh kata
di atas hanya berlaku pada suatu hmpunan bagian
S.
lokal jika Jika f (a, b)
merupakan nilai maksimum atau nilai minimum maka f (a, b) dinamakan nilai ekstrim pada S. Diketahui f ( x, y) fungsi dua peubah yang mempunyai turunan kedua kontinu di suatu lingkungan dari (a, b). Misal (a,b) merupakan titik kritis dari f ( x, y), dan 2
D = f xx(a,b)f yy(a,b) - [f xy(a,b)] Maka :
Jika D > 0 dan
f xx > 0 maka f (a, b) merupakan nilai minimum
f xx < 0 maka f (a, b) merupakan nilai maksimum
Jika D < 0 maka titik (a,b, f(a,b)) merupakan titik pelana (sadel)
Jika D = 0, pengujian gagal, titik kritis yang demikian disebut titik kritis trivial.
Contoh : ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
22 KALKULUS II
22 KALKULUS II
Tentukan nilai ekstrim dan jenisnya dari fungsi f(x,y)
= 2 x 4 − x 2 + 3y 2
!
Penyelesaian : Turunan parsial dari fungsi tersebut adalah : 3
f x (x, y) = 8x – 2x
f y (x, y) = 6y 2
f xx (x, y) = 24x – 2, f yy (x, y) = 6, serta
Sedangkan Karena
dan
fungsi
di
atas
merupakan
fungsi
f xy(x, y) = 0
polinom
yang
berarti
bahwa
terdiferensialkan di daerah definisinya, maka titik kritisnya merupakan titik stasioner yang memenuhi
∇f ( x, y) = 0 , sehingga
titik kritis dari fungsi tersebut
adalah : (0, 0), ( ½ , 0), dan ( – ½ , 0) Untuk (0, 0) D = – 12 < 0 Untuk ( ½ , 0) D = 24 > 0 dan Untuk ( – ½ , 0) D = 24 > 0 dan
f xx ( ½ , 0) = 4 > 0 f xx (– ½ , 0) = 4 > 0
Jadi nilai ekstrim untuk fungsi di atas adalah : f ( ½ , 0) = f (– ½ , 0) = – 1/8 merupakan minimum lokal, sehingga titik minimumnya adalah ( ½ , 0, – 1/8) dan (– ½ , 0, – 1/8). Sedangkan (0, 0, 0) merupakan titik pelana (sadel).
Latihan :
Tentukan titik kritis, nilai ekstrim dan jenisnya (jika ada) dari fungsi berikut :
= xy2 − 6x 2 − 3y 2
1.
f(x,y)
2.
f(x,y) = xy +
3.
− x 2 + y 2 − 4 y f(x,y) = e
4.
f(x,y) = x 3 − 3xy
2 x
+
2 y
+
1 2
y2
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
23 KALKULUS II
23 KALKULUS II
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
22 KALKULUS II
22 KALKULUS II
BAB III FUNGSI VEKTOR
3.1 Daerah Definisi dan Grafik
Definisi fungsi vektor : Fungsi vektor merupakan aturan yang mengkaitkan daerah asal himpunan riil dengan daerah hasil yang berupa vektor (R 2 atau R 3) Notasi : F (t ) = f 1(t) i + f 2(t) j
fungsi vektor di bidang
= f 1(t) i + f 2(t) j + f 3(t) k fungsi vektor di ruang
F (t )
dimana i, j, k , masing-masing merupakan vektor satuan untuk arah x, y, dan z, sedangkan f 1(t), f 2(t), f 3(t) merupakan fungsi parameter yang bernilai riil. Daerah asal
Misal
t | t ∈ D f
1
F (t )
merupakan fungsi vektor,
∩ D f
maka D F =
2
maka daerah asal F (t) = D F =
untuk F (t ) di bidang, sedangkan untuk F (t )
t | t ∈ D f
1
∩ D f ∩ D f 2
3
, dimana
di ruang
D f , D f 2 , D f 3 merupakan 1
daerah asal untuk masing-masing fungsi parameter. Contoh : Tentukan daerah asal dari fungsi F (t ) =ln |1– t | i + (t–5)
– ½
j
Penyelesaian : f 1 = ln |t – 1 |
D f = { t | t > 1, t 1
½
D f 2 = { t | t > 5, t ∈ ℜ}
f 2 = ( t – 5) –
∈ ℜ}
Maka D F = { t | t > 5, t ∈ ℜ}
Grafik Fungsi
Grafik dari fungsi vektor adalah berupa lengkungan di R 2(3) yang mempunyai arah tertentu. Contoh : F (t )
= 3 cos t i + 2 sin t j, untuk 0 < t < π
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
23 KALKULUS II
Penyelesaian : x = 3 cos t dan y = 2 sin t maka cos t = x/3 dan sin t = y/2 kita tahu bahwa : cos2 t + sin2 t = 1 oleh karena itu grafik fungsi F (t ) adalah berupa ellips : x 2
+
32
y2 22
=1
dimana saat t = 0 x = 3 dan y = 0
π
saat t =
x = – 3 dan y = 0
ini merupakan titik pangkal dan ujung dari lengkungan (kurva) tersebut sehingga grafiknya sebagai berikut :
y 2
– 3
3
x
Latihan :
Tentukan daerah asal dari fungsi vektor berikut : 1
1.
r (t ) =
2.
g (t ) = t 2
t − 2
iˆ + 4 + t jˆ
− 1 iˆ +
1
t − 2
jˆ
Gambarkan grafik dari fungsi vektor berikut : 3.
f (t ) = (t + 1) iˆ + t 2
4.
r (t ) =
− 2t ˆj ; untuk -1 ≤ t ≤ 2
t ˆ i + 4 − t 2 jˆ ; untuk 0 2
≤t≤2
3.2 Limit, Kekontinuan dan Turunan Fungsi Vektor
Misal
F (t )
= f 1(t) i + f 2(t) j, fungsi vektor di bidang.
F (t )
dikatakan
mempunyai limit di c jika dan hanya jika f 1(t) mempunyai limit di c dan f 2(t) mempunyai limit di c, sehingga berlaku :
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
24 KALKULUS II
lim F (t ) = lim f 1 (t ) iˆ + lim f 2 (t ) jˆ t → c
t → c
Semua sifat
limit
t → c
berlaku untuk
fungsi
vektor.
Demikian pula
dalam hal
kekontinuan, yaitu F (t) kontinu di c apabila lim F (t ) = F (c) . t → c
Dengan
demikian, kita dapat
mendefinisikan
turunan dari fungsi vektor sebagai
berikut : d F (t ) dt
=
lim
F (t + h) − F (t )
h→ 0
= =
lim
h ( f 1 (t + h) + f 2 (t + h) ) − ( f 1 (t ) + f 2 (t ))
h→ 0
h
df 1 (t ) dt
df 2 (t )
+
dt
Dengan cara yang sama, kita dapat medefinisikan untuk fungsi vektor di ruang (R 3).
Contoh : t
Tentukan turunan pertama dan kedua fungsi F (t) = (t2 + t) i + e j Penyelesaian : t
F ’(t)
= (2t + 1) i + e j
F ”(t)
= 2 i + e j
t
3.3 Kinematika Partikel
Misalkan
r(t) = x(t) i + y(t) j + z(t) k ,
untuk a
≤t≤b
merupakan vektor
posisi untuk titik P = P(t) yang menyusuri kurva selama t bertambah besar.
Misal
≠ 0 (sehingga disebut kurva mulus). Panjang
bususr
r’(t) ada dan kontinu
dan r’(t)
s dari P(a) ke P(t) diberikan oleh : t
s
=∫ a
dr du
t
du
2
= ∫ a
2
2
dx + dy + dz du du du
du
Jika t mengukur waktu, kita dapat mendefinisikan kecepatan, laju dan percepatan, yaitu : Kecepatan
: v(t ) = r ’(t )
Laju
: ds/dt = | r ’(t ) | = | v(t ) |
Percepatan
: a(t ) = r “ (t )
Contoh :
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
25 KALKULUS II
Tentukan vektor kecepatan, laju dan vektor percepatan dari vektor posisi
r
(t) = 3t2 i + t3 j , saat t = 2 Penyelesaian : Kecepatan = v (t) = r ‘ (t) = 6 t i + 3t2 j
v (t=2) = 12 i + 12 j ½
Laju = ds/dt = | r ’(t ) | = | v(t ) | = (12 2+122) Percepatan = a (t) = v’ (t) = 6 i + 6t j
= 12 2
a ( t = 2) = 6 i + 12 j
Latihan :
Tentukan turunan pertama dan kedua dari fungsi vektor berikut : 2
2t
1.
r (t) = (2t + 3) i – e j
2.
r (t) = cos 2t i – sin3 t j
Tentukan vektor kecepatan, laju dan vektor percepatan saat t = t1 dari vektor posisi berikut : 3.
r (t) = e –t i + e t j ; untuk t1 = 1
4.
r (t) = 2 cos t i – 3 sin t j; untuk t1 = π /3
5.
r (t) = cos t i – 2 tan t j ; untuk t1 = – π /4
6.
r (t) = et/2 i + e –t j ; untuk t1 = 2
2
3.4 Kelengkungan
Diketahui vektor posisi r (t ) = f 1(t) i + f 2(t) j
untuk a
≤ t ≤ b dan titik
P(t)
pada bidang. Andaikan r‘ (t) ada, kontinu dan tidak pernah nol pada selang [a, b]. Maka apabila t bertambah nilainya, P akan bergerak sepanjang sebuah kurva mulus, panjang lintasan s = h(t) dari P(a) ke P(t) ditentukan oleh : t
s = h( t ) =
∫ [f ' (u)]
2
1
a
Oleh karena r‘ (t)
≠ 0,
t
+ [f 2 ' (u )]
2
du
= ∫ r ' (u )
du
a
maka | v(t ) | > 0. Dengan demikian s naik apabila t naik,
sehingga s mempunyai fungsi invers, yaitu : t = h –1( s) dan dt ds
=
1 1 = ds v (t ) dt
Misal, T(t) adalah vektor singgung satuan di P(t), didefinisikan sebagai :
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
26 KALKULUS II
r ' (t )
T (t ) =
Apabila
r ' (t )
P(t)
v (t )
=
v (t )
bergerak sepanjang kurva, vektor satuan T(t) merubah arahnya.
Perbandingan perubahan T terhadap panjang busur s, yaitu : d T / ds dinamakan vektor kelengkungan di P. Akhirnya kita definisikan kelengkungan ditentukan sebagai besaran d T / ds, jadi
κ (kappa) di P
κ = | d T / ds |.
Dengan demikian vektor kelengkungan dapat ditulis : d T ds
=
d T dt dt ds
=
T ' (t ) v (t )
sedangkan kelengkungannya adalah : κ
=
d T ds
=
T ' (t ) v (t )
Andaikan x = f(t) dan y = g(t) adalah persamaan parameter kurva mulus. Maka κ
=
x ' y"− y ' x"
[ x '
2
3
+ y ' 2 ] 2
Khusus untuk kurva dengan persamaan y = h(x), berlaku : κ
=
y" 3
[1 + y ' ] 2
2
Contoh : Tentukan kelengkungan ellips x =3cos t, y = 2sin t pada titik t = 0 dan t = π/2 ! Penyelesaian : x ‘ (t) = –3 sin t
x “ (t) = –3 cos t
y ‘ (t) = 2 cos t
y “ (t) = –2 sin t
κ
= κ (t ) =
Sehingga
x' y"− y ' x"
[ x '
2
3
+ y ' 2 ] 2
κ (0) = ¾
Terlihat bahwa
=
6 sin 2 t + 6 cos 2 t
[9 sin
dan
κ (0)
>
2
2
3
]
t + 4 cos t
= 2
6
[5 sin
2
t + 4
3
]
2
κ (π/2) = 2/9 κ (π/2),
cocok dengan kenyataan.
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
27 KALKULUS II
Latihan :
Tentukan vektor singgung satuan dan kelengkungan saat t = t 1 dari vektor posisi berikut : 2
1.
r (t) = 4t i + 4t j ; t1 = ½
2.
r (t) = 4cos t i + 3 sin t j ; t1 = π/4
3.
r (t) = e sin t i + e cos t j ; t1 = π/2 t
t
Tentukan kelengkungan di titik yang diberikan dari fungsi berikut : 4. y2 = x + 4 ; (– 3 , – 1) 5. y = ln x ; (1, 0) x 6. y=e –x; (0, 1) 7. y = cos ½ x ; (0, 1)
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
28 KALKULUS II
BAB IV INTEGRAL LIPAT
3.1 Integral Lipat Dua
Misalkan R merupakan suatu persegi panjang tertutup, yaitu : R = {(x, y) : a ≤ x ≤ b, c ≤ y ≤ d} Bentuk partisi P dari R yang berupa persegi panjang kecil, dengan luas berukuran ∆Ak = xk yk untuk setiap k = 1, 2, 3, … n jika R dibagi menjadi n buah persegi panjang kecil. Misal, ( x k , y k adalah ) sembarang titik di dalam persegi panjang kecil ke-k, maka seperti halnya pengertian integral terdahulu, kita dapat mendefinisikan integral lipat dua dengan menggunakan Jumlah Riemann. Definisi integral lipat dua : Misalkan f suatu fungsi dua peubah yang terdefinisi pada suatu persegi panjang n
tertutup R. Jika
lim
P → 0
∑ f ( x , y )∆ A ada, kita katakan f dapat diintegralkan pada R. k
∫∫ f ( x, y)dA ,
Lebih lanjut
k
k
k =1
yang
disebut integral lipat dua f pada R diberikan
R
oleh : n
∫∫
f ( x, y)dA = lim
P → 0
R
∑ f ( x , y )∆ A k
k
k
k =1
Sifat Integral lipat dua:
•
Linear, yaitu :
∫∫ [c f ( x, y) + c g ( x, y)]dA = c ∫∫ f ( x, y)dA + c ∫∫ g ( x, y)dA 1
2
1
R
2
R
R
dimana c1 dan c2 adalah konstanta.
•
Jika daerah R merupakan gabungan dari dua daerah (R 1 dan R 2) dengan batas pada suatu ruas garis maka :
∫∫ f ( x, y)dA = ∫∫ f ( x, y)dA + ∫∫ f ( x, y)dA R
•
R1
R 1
R2
Jika f(x,y) ≤ g(x,y) untuk setiap (x,y) di R maka
∫∫ f ( x, y)dA ≤ ∫∫ g ( x, y)dA R
R
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
R 2
29 KALKULUS II
3.1.1 Integral Lipat Dua pada Koordinat Kartesius
Integral lipat dua atas daerah R dapat dihitung dengan dua integrasi (dalam integral biasa) secara berturut-turut. Misalkan R merupakan daerah persegi panjang, yaitu : R = {(x,y) | a
≤ x ≤ b, c ≤ y ≤ d}
maka integral lipat dua dari fungsi f(x,y) pada daerah R adalah:
d b
b d
c a
a c
∫∫ f ( x, y) dA = ∫ ∫ f ( x, y) dx dy = ∫∫ f ( x, y) dy dx R
Contoh : Hitung integral lipat dua berikut ini :
∫∫ ( x
+ 2 y 2 )dA
2
R
dimana R = {(x,y) | 0 ≤ x ≤ 6, 0 ≤ y ≤ 4} Penyelesaian :
∫∫ (x R
4 6
2
+ 2 y )dA = ∫∫ (x 2 + 2 y2 ) dx dy 2
0 0
x 3 = ∫ + 2 y 2 x 3 a b
x =6
dy x =0
b
=
∫ (72 + 12y ) dy 2
a
= Jika
R
(daerah
544
integrasi)
berupa
persegi
panjang,
perubahan
urutan
pengintegralan tidak berpengaruh, tetapi jika daerah R bukan persegi panjang, urutan pengintegralan harus benar-benar diperhatikan. Jika daerah integrasi R merupakan sembarang (bukan daerah persegi panjang) ada beberapa hal yang harus diperhatikan.
Untuk lebih jelanya,
berikut dalam hal perhitungan integralnya.
Tinjau 2 kasus berikut :
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
perhatikan dua kasus
30 KALKULUS II
a.
D = {(x,y) | a ≤ x ≤ b , p(x) ≤ y ≤ q(x) }
y q( x) D p( x)
a
x
b
Integral lipat dua pada daerah D dapat dihitung sebagai berikut : b q ( x )
∫∫ f ( x, y)dA = ∫ ∫ f ( x, y) dy dx D
b.
a p ( x )
D = {(x,y) | r(y)≤ x ≤ s(y) , c ≤ y ≤ d } d D c
s ( y)
r ( y)
x
Integral lipat dua pada daerah D dapat dihitung sebagai berikut : d s ( y )
∫∫ f ( x, y)dA = ∫ ∫ f ( x, y) dx dy D
c r ( y )
Contoh : Hitung
∫∫ (2 y e )dA x
dimana R = {(x,y) | 0 ≤ x ≤ y2, 0 ≤ y ≤ 1}
R
Penyelesaian :
∫∫
1 y
f ( x, y) dA =
R
Urutan
2
∫ ∫
1
x
2 y e dx dy
0 0
=
∫
2 2 y e x y0 dy
0
1
=
∫
2
( ) − 2 ydy = e − 2
e y d y 2
0
pengintegralan dalam integral lipat dua tergantung dari bentuk R
(daerah integrasi). Tetapi
dalam tiap kasus, kita seharusnya mengharapkan limit dari
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
31 KALKULUS II
integral sebelah kanan berupa fungsi satu peubah, dan yang paling kiri (luar) berupa konstanta.
Dalam
perhitungannya,
kadangkala
kita
perlu
merubah
urutan
pengintegralan. Hal ini dapat disebabkan dengan perubahan urutan pengintegralan akan memudahkan dalam proses integrasinya. Oleh karena itu, langkah pertama kita harus dapat menggambarkan daerah integrasi, selanjutnya kita dapat merubah urutan integrasi dengan mengacu pada sketsa daerah integrasi yang sama. Contoh : 4 2
Hitung
∫ ∫
2
e y dy dx
0 x 2
Penyelesaian : Daerah integrasi dari integral lipat dua di atas adalah :
y
y
=
x 2
x D = {(x,y) | 0
≤x≤4,
D = {(x,y) | 0
≤ x ≤ 2y , 2 2 y
4 2
∫∫
½ x ≤ y ≤ 2 } dapat dirubah menjadi
y 2
e
dy dx =
0 x 2
∫ ∫
0 ≤ y ≤ 2 }, sehingga integral di atas menjadi : 2
y 2
e
∫
2
y 2
dx dy = 2 y e
0 0
0
dy =
∫
2
( ) = e4 − 1
e y d y 2
0
Integral lipat dua dapat dipakai untuk menghitung luas suatu daerah.
Dengan
menjadikan daerah yang akan dihitung luasnya sebagai daerah integrasi (D) dan fungsi dalam integralnya sama dengan satu. 3.1.2 Integral Lipat Dua dengan Koordinat Kutub (Polar) Andai daerah integrasi (D) mempunyai bentuk dasar lingkaran, kardioid, dll. maka
untuk memudahkan dalam perhitungan integral lipat dua digunakan dalam
koordinat polar.
Transformasi peubah (x,y)
(r, θ)
y
( x, y) r
θ
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
x
32 KALKULUS II
x = r cos θ y = r sin θ Determinan jacobi dari transformasi ini adalah
∂x J( r , θ) = ∂r ∂y ∂r cos θ = sin θ = r
∂x ∂θ ∂y ∂θ − r sin θ − r cos θ
Sehingga integral lipat dua dalam koordinat kutub dapat ditulis :
∫∫ f ( x, y) dy dx = ∫∫ f (r ,θ ) r dr d θ D
D *
Contoh : Hitung
1
1− x
−1
0
2
3
( x 2 + y 2 ) 2 dy dx
∫ ∫
Penyelsaian :
y 1
– 1 1
1− x 2
∫ ∫
−1
x
1
( x
2
+ y
2
3
)
π 1 2
dy dx =
0
3
∫∫ (r 2 ) 2 r dr d θ 0 0
π 1
=
∫∫ r dr d θ 4
0 0
=
π 5
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
33 KALKULUS II
Latihan :
Hitung integral lipat dua di bawah ini : 3 3 y
1.
∫ ∫
3
x e y dx dy
1 − y
π
2.
cos x
2
∫ ∫ y sin x dy dx 0
0
1 1
3.
∫∫
e
− y 2
dx dy
0 x 4
4.
5.
∫ ∫
3
e x dx dy
0
y
1
1− y
2
∫ ∫ sin( x 0
2
6.
2
2
+ y 2 ) dx dy
0
2 x − x 2
∫ ∫ 1
( x 2 + y 2 )−
1
2
dy dx
0
Hitung integral lipat dua pada daerah S, berikut ini : 7.
∫∫
3
y e x dx dy S dikuadran pertama yang dibatasi garis x = ½ y dan x = 1
S
8.
∫∫
e
−( x 3 + y 3 )
dA S adalah lingkaran berjari-jari dua berpusat di (0, 0)
S
Tentukan luas daerah S, dengan menggunakan integral lipat dua : 9.
S adalah daerah yang dibatasi oleh lingkaran berjari-jari 1 berpusat di (0, 0), garis y = x, dan sumbu- y positif.
10.
S adalah daerah di dalam lingkaran berjari-jari dua yang berpusat di (0, 2) dan di luar lingkaran berjari-jari dua berpusat di (0, 0)
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
34 KALKULUS II
4.2 Integral Lipat Tiga
Misal suatu fungsi f
tiga peubah yang didefinisikan atas
suatu daerah
berbentuk balok B dengan sisi-sisi sejajar sumbu koordinat. Kita tidak dapat lagi menggambarkan grafik f, tetapi kita dapat menggambar B. bentuklah suatu partisi P dari B dengan melewatkan bidang-bidang melalui B sejajar bidang koordinat, jadi memotong B kedalam balok-balok bagian B 1, B2, … Bn; Perhatikan jumlah Riemann : n
lim
P → 0
∑ f ( x , y , z )∆V k
k
k
k
dengan
∆Vk = ∆ xk ∆ yk ∆ z k
k =1
merupakan volume balok B k . Andaikan panjang norma partisi p ini adalah panjang diagonal terpanjang dari semua balok bagian. Maka kita definisikan integral lipat tiga dengan
∫∫∫ f ( x, y, z )dV = B
n
lim
P → 0
∑ f ( x , y , z )∆V k
k
k
k
k =1
asalkan limit ini ada.
4.2.1
Integral Lipat Tiga dengan Koordinat Kartesius
Misalkan B =[a, b] x [c, d] x [e, f] adalah sebuah kotak, kemudian kotak tersebut dibagi menjadi n buah kotak-kotak kecil. panjang =
∆x,
∆x ∆y ∆z.
lebar ∆y dan tinggi
∆z,
Kotak kecil tersebut berukuran
sehingga volume kotak kecil tersebut adalah
∆V
Dengan memisalkan kotak-kotak kecil tersebut sebagai partisi, dengan
pendekatan jumlah Riemann kitapun dapat mendefinisikan integral lipat tiga. Dalam koordinat kartesius, cara perhitungan integral lipat tiga tidak berbeda dengan integral lipat dua yang telah diberikan. Masalah tergantung dari bentuk B, tetapi
urutan
pengintegralan
dalam tiap kasus, kita seharusnya mengharapkan
limit dari integral sebelah kanan berupa fungsi dua peubah, pada integral tengah berupa fungsi satu peubah, dan yang paling kiri (luar) berupa konstanta. Bentuk umumnya : b q ( x ) s ( x , y )
∫∫∫ f ( x, y, z )dV = ∫ ∫ ∫ f ( x, y, z ) dz dy dx , B
a, b adalah konstanta
a p ( x ) r ( x, y )
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
35 KALKULUS II
Contoh : Hitung
2 z
x z
0 1
0
∫∫ ∫ 2 x y z dy dx dz
Penyelesaian : 2 z
x
2 z
z
∫∫ ∫
2x y z dy dx dz
0 1
0
y= x
= ∫∫ x z y 2 y = 0
z
dx dz
0 1
2 z
= ∫∫ x z x z dx dz 0 1 2 z
= ∫∫ x 2 dx dz 0 1 2
=
x3
∫ 3 0
x =z
dz x =1
z 3 1 = ∫ − dz 3 3 0 z=2 z 4 z = − 12 3 z = 0 2
=
2 3
Integral lipat tiga dapat dipakai untuk menghitung volume suatu benda di ruang. Dengan menjadikan benda di ruang yang akan dihitung volumenya sebagai daerah integrasi (B) dan fungsi dalam integralnya sama dengan satu.
4.2.2 Integral Lipat Tiga dengan Koordinat Tabung dan Bola
Kita akan menggunakan koordinat tabung, pada saat mempunyai benda B yang simetris terhadap suatu garis, seperti halnya tabung. Koordinat tabung dan kartesius dihubungkan oleh persamaan-persamaan berikut :
x = r cos θ y = r sin θ
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
36 KALKULUS II
P(r,θ,z)
z
y
r
θ x
Transformasi peubah (x, y, z)
(r, θ, z) memberikan Jacobian = r
Sehingga Integral lipat tiga dapat ditulis : θ 2 q (θ ) t ( r ,θ )
∫∫∫ f ( x, y, z )dV = ∫ ∫ ∫ f (r cosθ , r sin θ , z ) r dz dr d θ θ 1 p (θ ) s ( r ,θ )
B
Seperti pada koordinat tabung, jika kita mempunyai benda B yang simetris terhadap suatu titik, maka kita lebih baik menghitung integral lipat tiga tersebut dengan menggunakan koordinat bola. Koordinat bola dan kartesius dihubungkan oleh persamaan-persamaan berikut :
x = ρ cosθ sin φ y = ρ sinθ sin φ ; z = ρ cos φ z P(ρ ,θ, φ)
ρ
φ y
θ x
Transformasi peubah (x, y, z)
(ρ , θ, φ) memberikan Jacobian = ρ 2 sin φ
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
37 KALKULUS II
Sehingga integral lipat tiga dengan koordinat bola dapat ditulis : φ2
q ( φ ) t ( θ, φ)
∫∫∫ f (x, y, z)dV = ∫ ∫ ∫ f (ρ, θ, φ) ρ, sin φ1
B
2
φ dρ, dθ, dφ
p ( φ ) s ( θ, φ )
Contoh : Hitung dengan menggunakan koordinat tabung, volume suatu ruang V yang dibatasi oleh z = 12 – 2x 2 – 2y2 dan z = x2 + y2 ! Penyelesaian : Ruang V yang terbentuk mempunyai satu garis simetri, yaitu sumbu-z, perpotongan kedua permukaan diatas adalah berbentuk lingkaran berjari-jari 4 berpusat di (0, 0). Oleh karena itu volume V dapat dihitung dengan menggunakan integral lipat tiga dala koordinat tabung, dimana : Permukaan 1 : f(x,y) = 12 – 2x2 – 2y2 Permukaan 2 : f(x,y) = x 2 + y2
f(r,θ) = 12 – 2r 2
f(r,θ) = r 2
2 π 2 12 − 2 r 2
Jadi
Volume V
=
∫∫∫ f (x, y, z)dV = ∫ ∫ ∫ 1 r dz dr dθ B
0
0
2
r
2π 2
=
∫ ∫ (12r − 3r ) dr dθ 3
0
2π
=
∫ 0
0
2
6r 2 − 3 r 4 dθ 4 0
2π
=
∫ (24 − 12) dθ = 24π 0
Latihan : 1
1 0
1.
3
∫ ∫ ∫ ( x + 2 y + 3 z )
2
0 −1
2
dz dy dx
0
2
2 y z
2.
∫ ∫∫ y z dx dy dz 0
3
3.
−1 1
9 − x 2 2
∫ ∫ ∫ x 0
0
2
+ y 2
dz dy dx
0
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
38 KALKULUS II
2
4 − x 2
∫ ∫
4.
0
0
4 − x 2 − y 2
∫ z
4 − x 2
− y 2
dz dy dx
0
Tentukan volume benda pejal B dengan menggunakan integral lipat tiga ! 5.
B benda pejal di oktan pertama dari tabung y2 + z2 = 1 dan bidang y = x dan bidang x=0!
6.
B benda pejal yang dibatasi oleh paraboloid z = 4x 2 + y2 dan selinder parabolic z = 4 – 3y2 !
7.
B benda pejal dibatas oleh z = x2 + y2, z = 0, dan x 2 + (y – 1)2 = 1
8.
Tuliskan perbedaan perhitungan volume bola menggunakan : a.
Integral lipat tiga dengan koordinat kartesius
b.
Integral lipat tiga dengan koordinat tabung
c.
Integral lipat tiga dengan koordinat bola
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
39 KALKULUS II
BAB V
INTEGRAL GARIS DAN INTEGRAL PERMUKAAN
5.1 Integral Garis
Konsep integral garis merupakan generalisasi sederhana dari konsep integral b
tentu
∫ f ( x) dx .
Dalam integral tentu tersebut, kita mengintegralkan f sepanjang
a
sumbu- x dari a ke b dan yang diintegralkan f adalah fungsi yang terdefinisi pada setiap titik antara a dan b. Dalam integral garis, kita mengintegralkan sepanjang kurva (lengkungan) C di dalam ruang dan yang diintegralkan adalah fungsi yang tedefinisi pada setiap titik di sepanjang kurva (lengkungan) C tersebut. Misal kurva (lengkungan) C memenuhi persamaan : r
(t) = x(t) i + y(t) j + z(t) k
Kurva C dinamakan kurva mulus C jika d r / dt ≠ 0 untuk setiap t. Definisi integral garis : Misal C suatu kurva mulus yang diberikan secara parameter oleh : x = x(t) dan y = y(t), untuk a < t < b dengan x’ dan y’ kontinu dan tidak serentak nol pada [a, b], serta C berorientasi positif
(arah positifnya berpadanan
terhadap
pertambahan
nilai t).
Jadi
C
memiliki titik awal A = (x(a), y(a)) dan titik ujung B = (x(b), y(b)). Partisi [a, b] sehingga menghasilkan kurva C yang terpotong-potong ke dalam n bagian, dimana bagian partisi P i mewakili potongan pada waktu t i. Andaikan ∆si menyatakan panjang busur yang bersesuaian, dan |P | merupakan partisi yang terbesar. Perhatikan sketsa berikut :
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
40 KALKULUS II
Z
f ( x, y)
r y
D f ( x, y) x
n
Maka
jumlah
Riemann :
∑ f ( x , y ) ∆s i
i
merupakan
i
luas tirai tegak sepanjang
i =1
lengkunga (kurva)
∫ f ( x, y) ds
C.
dinamakan integral garis fungsi f sepanjang
C
lengkungan C dari A ke B. Sehingga dapat ditulis : b
2
2
dx dy f ( x, y ) ds = f ( x(t ), y (t ) ) + dt dt dt C a
∫
∫
Jika di tulis dalam bentuk tanpa parameter sebagai berikut: b
2
dy f ( x, y ) ds = f ( x, y ) 1 + dx atau dx C a
∫
∫
2
b
dx f ( x, y ) ds = f ( x, y ) 1 + dy dy C a
∫
∫
Sifat integral garis : o
∫ f ( x, y) ds = − ∫ f ( x, y) ds ,
dimana – C adalah kurva yang sama dengan C namun
− C
C
berlawanan arah. o
∫ f ( x, y) ds = ∫ f ( x, y) ds + ∫ f ( x, y) ds , dimana gabungan C
C
C 1
1
dengan C2 adalah C.
C 2
Contoh : Hitung
∫ ( x y ) ds 2
dimana C sepanjang x = 3cost, y = 3sin t, 0
C
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
≤ t ≤ π/2
41 KALKULUS II
Penyelesaian : π / 2
∫ x y ds = ∫ (3 cos t ) 3 sin t (− 3 sin t ) + (3 cos t ) dt 2
2
C
2
2
0
π / 2
=
81
∫ cos t sin t dt = 27 2
0
Andai bahwa gaya yang
bekerja pada suatu titik (x, y, z)
dalam ruang
diberikan oleh medan vektor : F (x, y, z) = M(x,y,z) i + N(x,y,z) j + P(x,y,z) k dengan M, N, P kontinu. Kita ingin menentukan kerja (usaha) W yang dilakukan oleh F dalam memindahkan partikel menelusuri kurva terarah C. Misalkan, r = x i + y j +
z k merupakan vektor posisi partikel. Jika T adalah vektor singgung satuan d r/ds di
•
P, maka F
adalah komponen singgung F
T
di P. Sehingga kita mempunyai
rumusan kerja adalah : W
= ∫ F • T ds C
= ∫ F • C
dr ds
ds
= ∫ F • dr C
dimana F
• d r
sebagai menyatakan kerja yang dilakukan F dalam menggerakan
suatu partikel menelusuri vektor singgung d r yang sangat kecil.
Latihan :
Hitung
∫ F • d r
dimana
C
1.
F
= x2 i + y2 j ; C kurva y = x 2 dari x = -1 dampai x = 1
2.
F
= y i + x2 j ; C kurva x = 2t dan y = t2 – 1 , 0 ≤ t ≤ 2
3.
F
= y i + x j ; C kurva y = x 2 , 0 ≤ x ≤ 1
Tentukan kerja yang dilakukan oleh medan gaya F untuk memindahkan partikel sepanjang kurva C, berikut ini : 4.
F (x,y) =
(x3 – y3) i + xy2 j ; C adalah kurva x = t2, y = t 3, -1 ≤ t ≤ 0
5.
F (x,y) =
(x2 – y) i + (y2 – x) j ; dari (0,1) ke (1,2), jika:
a.
C adalah 2 garis lurus dari (0,1) ke(1,1) dan dari (1,1) ke (1,2) ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
42 KALKULUS II
C adalah kurva r (t) = t i + (t2 – 1) j
b.
C adalah kurva (y – 1)2 = x
c.
5.2 Integral Garis Bebas Lintasan
Dengan mengingat kembali teorema dasar kalkulus, yaitu : b
∫ f ( x) dx = f (b) − f (a) a
teorema ini berlaku juga untuk integral garis. Andaikan C kurva mulus sepotong-sepotong yang secara parameter diberikan oleh r = r (t) , a
≤ t ≤ b.
Jika f dapat didiferensialkan secara kontinu pada suatu himpunan
terbuka yang mengandung C, maka
∫ ∇ f (r ) • d r = f (b) − f (a)
C
Misal D tersambung, yaitu jika dua titik sembarang dalam D dapat dihubungkan oleh sepotong kurva mulus seluruhnya terletak dalam D.
Definisi bebas lintasan :
∫ F (r ) • d r dikatakan bebas lintasan dalam D, jika untuk sembarang dua titik A
C
dan B dalam D,
integral garis mempunyai nilai yang sama untuk sembarang
lintasan dalam D yang secara postif terarah dari A ke B. Andaikan F ( r ) kontinu pada suatu himpunan tersambung terbuka D. Maka integral
∫
garis F ( r ) • d r dikatakan bebas lintasan dalam D jika dan hanya jika
F ( r )
= ∇ f r
C
untuk suatu fungsi skalar f . F disebut medan vektor konservatif. Definisi divergensi dan rotasi dari suatu medan vektor F : Misal F (x, y, z) = M(x,y,z) i + N(x,y,z) j + P(x,y,z) k suatu medan vektor dan adalah operator o
∂ ˆ ∂ ˆ ∂ ˆ i+ j + k maka ∂ x ∂ y ∂ z
Div F = ∇ • F = Mx + Ny + Pz dinamakan divergesi F ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
∇
43 KALKULUS II
o
curl F
=∇xF=
ˆi
jˆ
ˆ k
M
N
P
∂ ∂ ∂ ∂P ∂ N ˆ ∂M ∂P ˆ ∂ N ∂M ˆ i j k = − + − + − ∂x ∂y ∂z ∂y ∂z ∂z ∂x ∂x ∂y
dinamakan rotasi (Curl) F Akhirnya, suatu medan vektor F dikatakan konservatif jika dan hanya jika : Untuk F (x, y, z) = M(x,y,z) i + N(x,y,z) j maka My = Nx Untuk F (x, y, z) = M(x,y,z) i + N(x,y,z) j + P(x,y,z) k maka curl F = 0
Contoh : Tentukan apakah F = (4x3 + 9x 2y2 ) i + (6x3y + 6y5) j merupakan medan vektor konservatif ? jika ya, tentukan fungsi skalar f yang memenuhi F = ∇ f ! Penyelesaian : o F = M i + N j M(x,y) = 4x3 + 9x2y2 dan N(x,y) = 6x3y + 6y5 My = 18x2y
dan Nx = 18x2y
Sehingga My = Nx F konservatif o Misal f (x,y) adalah fungsi skalar yang memenuhi
∇ f =
F
,
Maka f x = M dan f y = N Sehingga f x = 4x3 + 9x2y2 f (x,y) = x4 + 3x3y2 + c(y) ……………(*) Turunan parsial f (x,y) terhadap y = f y = 6x3y + c’(y) Kita tahu bahwa f y = N c’(y) = 6y5 c(y) = y6 + c …….…….(**) Substitusikan (**) pada (*) sehingga diperoleh :
f (x,y) = x4 + 3x3y2 + y6 + c sebagai fungsi skalar dari fungsi vektor konservatif tersebut.
Latihan :
1.
Diketahui sebuah medan vektor F = ex sin y i + ex cos y j, a. b. c.
Periksa, apakah medan vektor tersebut konservatif ? Tentukan fungsi potensial f , sehingga F =
∇ f
Tentukan usaha untuk memindahkan partikel dari (0,0) ke (1, π/2) ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
44 KALKULUS II
2.
Diketahui sebuah medan vektor G = (6xy3 + 2z2) i + 9x2 y2 j + (4xz + 1) k , a.
Periksa, apakah medan vektor tersebut konservatif ? Tentukan fungsi potensial f , sehingga F =
b. c.
∇ f
Tentukan usaha untuk memindahkan partikel dari (0,0,0) ke (1,1,1)
5.3 Teorema Green
Misal R adalah daerah tertutup yang terbatas didalam bidang xy oleh suatu lengkungan tertutup C yang terdiri dari sejumlah kurva mulus terhingga. Misal M(x,y) dan N(x,y) adalah fungsi yang kontinu dan mempunyai turunan paarsial M y dan Nx yang kontinu pada setiap titik dalam beberapa domain yang mengandung R. Maka
dN
dM
∫ M dx + N dy = ∫∫ dx − dy dx dy
C
R
Integrasi yang diambil sepanjang seluruh batasan C dari R sedemikian sehingga R yang disebelah kiri suatu untegrasi tingkat tinggi.
Contoh : Diketahui M(x,y) = (y2 – 7y) dan N(x,y) = (2xy + 2x) dan C adalah lingkaran berpusat di (0,0) dan berjari-jari 1. Penyelesaian : o
Integral ruas kiri r
(t) = [cost, sint]
r ‘
(t) = [ – sint , cost]
Dengan mensubstitusi, kita peroleh : M(t) = sin2 t – 7 sin t
dan N(t) = 2cos t sin t + 2 cos t
2π
M dx + N dy dt = [(sin 2 t − 7 sin t )(− sin t ) + 2(cos t sin t + cos t )(cos t ) ] dt dt dt C 0 = 0 + 7π + 0 + 2π = 9π
∫
o
∫
Integral ruas kanan
dN dM − dx dy = [(2 y + 2) − (2 y − 7 )] dx dy dx dy R
∫∫ R
∫∫
2π 1
=9
∫∫ dx dy = 9 ∫ ∫ r dr d θ = 9π R
0 0
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
45 KALKULUS II
Bentuk vektor dari teorema green.
Misalkan, C adalah kurva mulus tertutup sederhana pada bidang xy dan berlawanan arah jarums jam yang membatasi daerah R. Maka T =
n
=
dx ˆ dy ˆ i + j merupakan vektor singgung satuan, dan ds ds
dy ˆ dx ˆ i− j adalah vektor normal yang mengarah keluar dari R. ds ds
Jika F(x, y) = M(x,y) i + N(x, y) j adalah suatu medan vektor maka
∫ F • n ds = ∫∫ div F dA
C
R
dinamakan teorema Divergensi Gauss.
∫ F • T ds = ∫∫ (curl F )• k ˆ dA
Sedangkan
C
disebut teorema Stokes pada bidang.
R
Latihan :
∫
Hitung integral garis F (r ) • d r berlawanan arah jarun jam sepanjang C, dengan : C
1.
F
= 3x2 i – 4xy j, C adalah ruas garis persegi panjang 0 ≤ x ≤ 4 ; 0 ≤ y ≤ 1
2.
F
= y i – x j, C adalah lingkaran x2 + y2 = ¼
3.
F
= (x3 – 3y)i + (x + sin y) j, C adalah ruas garis pada segitiga dengan titik sudut
(0, 0), (1,0) dan (0,2) x
y
4.
F
= (e – 3y)i + (e + 6x) j, C berupa ellips x 2 + 4y2 = 4
5.
F
= (2xy – x2 ) i + (x + y2) j,
C adalah lengkungan tertutup yang dibatasi oleh
y = x2 dan y2 = x
5.4 Integral permukaan
Misakan G suatu permukaan yang diberikan oleh z = f(x, y), dengan (x, y) di R. Jika f mempunyai turunan parsial pertama yang kontinu dan g(x, y, z) = g(x, y, f(x, y)) Kontinu pada R, maka :
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
46 KALKULUS II
∫∫ g ( x, y, z )dS = ∫∫ g ( x, y, f ( x, y)) secθ dA = ∫∫ g ( x, y, f ( x, y )) f + f R
G
2
x
2
y
+ 1 dy dx
R
dimana θ adalah sudut antara normal satuan ke atas n di (x, y, f(x, y)) dan sumbu z positif. Andaikan G sutu permukaan dua sisi yang demikian mulus dan anggap dia terendam di dalam fluida dengan suatu medan kecepatan kontinu F (x,y,z). Jika
∆S
adalah luas
sepotong kecil dari G, maka disana F (x,y,z) hampir konstan, dan volume fluida yang melewati potongan ini dalam arah normal satuan n adalah
∇V ≈
F
∇V
• n ∆S
Kita dapat menyimpulkan bahwa : Fluks F yang melintasi G =
∫∫ F • n dS G
Persamaan permukaan dapat ditulis H(x, y, z) = z – f (x, y) Sehingga n
∇H ∇H ∂f ∂f ˆ − ˆi − jˆ + k ∂x ∂y = 2 2 f ∂ ∂f + +1 x y ∂ ∂
=
Maka
− f iˆ − f jˆ + k ˆ x y ( f )2 + ( f )2 + 1 dA F • n dS = F • y x 2 2 ( ) + + 1 f f ( ) G R y x = F • [− f xiˆ − f y jˆ + k ˆ]dA
∫∫
∫∫
∫∫ R
Contoh : Tentukan fluks ke atas dari F (x, y, z) = x i + y j + z k , yang melewati bagian permukaan G yang ditentukan oleh fungsi z = 1 – x 2 – y2 Penyelesaian : f x = – 2x dan f y = – 2y Maka fluks yang melintasi G adalah : ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
47 KALKULUS II
∫∫
∫∫ = ∫∫ ( x
F • n dS =
G
∂ z ˆ ∂ z ˆ ˆ i− j + k dA ∂ x ∂ y
F • −
R
2
+ y 2 + 1) dx dy
R
2π 1
=
∫∫ (r + 1) r dr d θ = 2
0 0
3π 2
Latihan :
Hitung
∫∫ g ( x, y, z ) dS : G
1.
g(x, y, z) = x + y, permukaan G : z = √ 4 –x2 , 0 ≤ x ≤ √ 3 dan 0 ≤ y ≤ 1
2.
g(x, y, z) = 2y2 + z, permukaan G : z = x2 – y2, 0 ≤ x2 + y2 ≤ 1
Hitung
∫∫ F • n dS : G
3.
F (x,
y, z) = x i + y j + 2z k , permukaan G : z = 1 – x2 – y2
4.
F (x,
y, z) = x i + y j + z k , permukaan G : z = √ 9 – x2 – y2
5.
F (x,
y, z) = z2 k , permukaan G : z = √ 1 – x2 – y2
5.5 Teorema Divergensi dan Stokes Teorema Divergensi
Andai S suatu benda pejal tertutup
dan terbatas dalam ruang dimensi-3, yang
secara lengkap dicakup oleh suatu permukaan mulus sepotong-sepotong
∂ S .
Andai F = M i + N j + P k , berupa medan vektor sedemikian hingga M, N, dan P mempunyai turunan parsial pertama yang kontinu pada S dan batasnya Jika n menyatakan normal satuan terluar terhadap
∂ S,
∂ S .
maka :
∫∫ F • n dS = ∫∫∫ div F dV ∂S
S
Dengan kata lain, fluks F yang melewati batas suatu daerah tertutup dalam ruang dimensi-3 adalah integral lipat tiga dari divergensinya atas daerah tersebut.
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
48 KALKULUS II
Contoh : Hitung fluks dari medan vektor F
= x3 i + y3 j + z3 k
yang keluar dari bola B berpusat di (0, 0, 0) berjari-jari 1. Penyelesaian : Dengan menggunakan teorema divergensi, fluks yang keluar dari bola adalah :
∫∫ F • n dS = ∫∫∫ div F dV = ∫∫∫ 3 ( x + y + z ) dV ∂S
B
2
2
2
B
2π π 1
=
∫ ∫ ∫ 3ρ sinφ d ρ d φ d θ 4
0 0
=
0
12π 5
Teorema Stokes
Misalkan, S adalah permukaan dua sisi yang dibatasi oleh lengkungan tertutup
∂ S
dengan normal satuan n dan andaikan F = M i + N j + P k , berupa medan vector sedemikian
hingga M, N, dan P
kontinu pada S dan batasnya terhadap
∂ S ,
∂ S .
mempunyai turunan parsial Jika
T
pertama
yang
menyatakan vector singgung satuan
maka
∫ F • T dS = ∫∫ (curl F )• n dS
∂S
S
Contoh : Tentukan integral F = z i – x j – y k sepanjang segitiga yang titik sudutnya (0, 0, 0), (0, 2, 0), (0, 0, 2). Gunakan teorema stoke ! Penyelesaian : Curl F = – i + j – k sedangkan normal dari permukaan adalah n = i
•
Jadi Curl F
n
= –1
Oleh karena itu
∫ F • T dS = ∫∫ (curl F ) • n dS = −1(luas S ) = −2
C
S
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
49 KALKULUS II
Latihan :
Tentukan fluks dari medan vektor F yang melewati permukaan S, berikut ini : 1.
F
= y i – x j + 2 k ; S adalah permukaan z = √ 1-x2 , untuk 0
2.
F
= x2 i + y2 j + z2 k ; S adalah benda pejal z = √ 4 – x2 – y2 dan z = 0
3.
F
= 2z i + x j + z2 k ; S adalah benda pejal 0 ≤ x2 + y2 ≤ 4 , 0 ≤ x ≤ 1
Hitung
≤x≤5
∫ F • T dS , dengan C berlawanan arah jarum jam !
C
4.
F
= 2z i + x2 j + 3y k ; C adalah ellips perpotongan z = x dan x2 + y2 = 4
5.
F
= (z – y) i + y j + x k ; C adalah perpotongan tabung x2 + y2 = x dengan
bola x2 + y2 + z2 = 1
ADIWIJAYA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM