PERCOBAAN VII ZAT WARNA: APLIKASI TLC DAN SPEKTROSKOPI SPEKTROSKOPI UV-VIS DALAM ANALISIS KURKUMINOID DARI TEMULAWAK DAN KUNYIT I. TUJUAN 1.1. Mampu menerapkan teori zat warna yang telah diperoleh pada p erkuliahan. 1.2. Mampu melakukan analisis dengan KLT d an spektroskopi UV-Vis. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Zat Warna Pigmen alami merupakan zat warna yang terdapat secara alami dan diproduksi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh tumbuhan, hewan, dan beberapa organisme seperti bakteri, alga, dan khamir. Sejak dahulu, pigmen alami telah dimanfaatkan, baik secara tradisional maupun komersial, sebagai pewarna makanan untuk meningkatkan organoleptik suatu produk p angan. Tentu saja pigmen alami ini lebih aman digunakan daripada pigmen sintetik. Penggunaan pigmen alami dalam makanan tergolong tergolong aman aman karena rendahnya efek samping samping yang diakibatkan oleh konsumsi makanan yang mengandung pigmen. Di alam, pigmen alami tersedia dalam berbagai jenis warna, mulai dari hijau, coklat, orange kemerahan, kuning, sampai merah. Zat warna alami hijau disebut klorofil. Zat warna alami yang berwarna coklat adalah tanin dan kurkumin. Zat warna alami orange-kemerahan disebut karotenoid. Karotenoid merupakan pigmen pelengkap yang distribusinya terdapat paling melimpah di alam dan berfungsi melindungi klorofil dari efek cahaya yang berlebihan (fotoproteksi). Zat warna alami kuning disebut kurkumin. Kurkumin merupakan pigmen nonfotosintetik berwarna kuning yang bersifat lebih stabil terhadap suhu dan cahaya, juga dalam tubuh manusia. Kurkumin berasal dari jenis rempah keluarga Zingibercaceae seperti kunyit dan temu lawak. Sedangkan zat warna alami merah disebut antosianin. Golongan antosianin merupakan pigmen alami dengan kisaran warna merah yang luas. Antosianin berasal dari bunga bewarna seperti bunga rosella dan sumber lainnya seperti buah duwet dan ubi un gu (Himalogista, 2013)
2.2. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu tanaman obat unggulan yang memiliki khasiat multifungsi. Rimpang induk temulawak berbentuk bulat seperti telur dan berwarna kuning tua atau cokelat kemerahan dimana bagian dalamnya berwarna jingga kecokelatan. Klasifikasi: Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Keluarga : Zingiberaceae Genus : Curcuma Spesies : Curcuma xanthorrhiza ROXB.(Rahmat,1995) Kurkumin, kurkuminoid, P-toluilmetilkarbinol, seskuiterpen d-kamper, mineral, minyak atsiri serta minyak lemak, karbohidrat, protein, mineral seperti Kalium (K), Natrium (Na), Magnesium (Mg), Besi (Fe), Mangan (Mn), dan Kadmium (Cd). (Itokawa, 1985) 2.3. Kunyit (Curcuma Domestica) Kunyit merupakan tanaman obat berupa semak dan bersifat tahunan (perenial) yang tersebar di seluruh daerah tropis. Tanaman ini banyak dibudidayakan di Asia Selatan khususnya India, Cina, Taiwan, Indonesia (Jawa) dan Filipina. Tanaman ini tumbuh bercabang dengan tinggi 40 - 100 cm. Batang merupakan batang semu, tegak, bulat membentuk rimpang dengan warna hijau kekuningan dan mempunyai pelepah daun . Kulit luar rimpang berwarna jingga kecoklatan dan daging buah merah jingga kekuning-kuningan. Tanaman kunyit siap dipanen pada umur 8-18 bulan, dimana saat panen terbaik adalah pada u mur tanaman 11-12 bulan (Sudarsono dkk, 1996). Klasifikasi Tanaman Kunyit : Divisio : Spermatophyta Sub-diviso : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Famili : Zungiberaceae Genus : Curcuma Species : Curcuma domestica Val.(Backer,1968) Rimpang kunyit mengandung 28% glukosa, 12% fruktosa, 8% protein, vitamin C dan mineral kandungan kalium dalam rimpang kunyit cukup tinggi (Rismunandar, 1998), 1,3-5,5% minyak atsiri yang terdiri 60% keton seskuiterpen, 25% zingiberina dan 25% kurkumin berser ta turunannya. Keton Seskuiterpen yang terdapat dalam rimpang kunyit adalah tumeron dan antumeron, sedangkan kurkumin dalam rimpang kunyit meliputi kurkumin (diferuloilmetana), dimetoksikurkumin (hidroksisinamoil feruloilmetan), dan bisdemetoksi-kurkumin (hidroksisinamoil metana)(Sudarsono dkk,1996). 2.4. Kurkuminoid
Kurkumin mempunyai rumus molekul C 21H20O6 (BM = 368). Sifat kimia kurkumin yang menarik adalah sifat perubahan warna akibat perubahan pH lingkungan. Kurkumin berwarna kuning atau kuning jingga pada suasana asam, sedangkan dalam suasana basa berwarna merah. Kurkumin dalam suasana basa atau pada lingkungan pH 8,5-10,0 dalam waktu yang relatif lama dapat mengalami proses disosiasi, kurkumin mengalami degradasi membentuk asam ferulat dan feruloilmetan. Warna kuning coklat feruloilmetan akan mempengaruhi warna merah dari kurkumin yang seharusnya terjadi. Sifat kurkumin lain yang penting adalah kestabilannya terhadap cahaya. Adanya cahaya dapat menyebabkan terjadinya degradasi fotokimia senyawa tersebut. Hal ini karena adanya gugus metilen aktif (-CH2-) diantara dua gugus keton pada senyawa tersebut. Kurkumin mempunyai aroma yang khas dan tidak bersifat toksik bila dikonsumsi oleh manusia. Jumlah kurkumin yang aman dikonsumsi oleh manusia adalah 100 mg/hari sedangkan untuk tikus 5 g/hari (Rahayu, 2010). Sifat-sifat kurkumin adalah sebagai berikut : Berat molekul : 368.37 (C = 68,47 %; H = 5,47 %; O = 26,06 %) Warna : Light yellow Melting point : 183ºC Larut dalam alkohol dan asam asetat glasial Tidak larut dalam air Kurkumin dapat ditemukan pada dua bentuk tautomer, yaitu bentuk keto dan bentuk enol. Struktur keto lebih stabil atau lebih banyak ditemukan pada fasa padat, sedangkan struktur enol lebih dominan pada fasa cair atau larutan. Kurkumin merupakan senyawa yang sedikit pahit, larut dalam aseton, alkohol, asam asetat glasial dan alkali hidroksida, serta tidak larut dalam air dan dietileter. (Yudha, 2009). Kandungan kunyit berupa zat kurkumin 10 %, Demetoksikurkumin 1-5 % Bisdemetoksikurkumin, sisanya minyak atsiri atau volatil oil (Keton sesquiterpen, turmeron, tumeon 60%, Zingiberen 25%, felandren, sabinen, borneol dan sineil), lemak 1-3%, karbohidrat 3%, protein 30%, pati 8%, vitamin C 45-55%, dan garam-garam Mineral (Zat besi, fosfor, dan kalsium) (Sh arma R.A, A.J. Gescher, W.P. Steward, 2005).
2.5. Ekstraksi Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dar i suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi juga merupakan proses pemisahan satu atau lebihkomponen dari suatu campuran homogen menggunakan pelarut cair
(solven) sebagaiseparating agen. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dar i komponen-komponen dalam campuran. Ekstraksi pelarut atau sering disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan atau pengambilan zat terlarut dala m larutan (biasanya dalam air) dengan menggunakan pelarut lain (biasanya or ganik). Berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, suatu ekstraksi dibedakan menjadi ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair. 1. Ekstraksi padat-cair; zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran yang berbentuk padatan. Ekstraksi jenis ini banyak dilakukan di dalam usaha mengisolasi zat berkhasiat yang terkandung di dalam bahan alam seperti steroid, hormon, antibiotika dan lipida pada biji-bijian. 2. Ekstraksi cair-cair; zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran yang berbentuk cair. Ekstraksi cair-cair sering juga disebut ekstraksi pelarut banyak dilakukan untuk memisahkan zat seperti iod atau logam-logam tertentu dalam larutan air. (Estien Yazid,2005) 2.6. Maserasi Maserasi adalah salah satu jenis metoda ekstraksi dengan sistem tanpa pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, jadi pada metoda ini pelarut dan sampel tidak mengalami pemanasan sama sekali. Sehingga maserasi merupakan teknik ekstraksi yang dapat digunakan untuk senyawa yang tidak tahan panas ataupun tahan panas. Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan pencair, Jadi, Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana dengan cara merendam serbuk simplisia menggunakan pelarut yang sesuai dan tanpa pemanasan (Dirjen POM,1995). 2.7. Absorpsi
Absorpsi spektrofotometri UV-Vis adalah istilah yang digunakan ketika radiasi ultraviolet dan cahaya tampak diabsorpsi oleh molekul yang diukur. Alatnya disebut UV-Vis spektrofotometer. Spektrofotometer UV-Vis (Ultra Violet-Visible) adalah salah satu dari sekian banyak instrumen yang biasa digunakan dalam menganalisa suatu senyawa kimia. Spektrofotometer umum digunakan karena kemampuannya dalam menganalisa begitu banyak senyawa kimia serta kepraktisannya dalam hal preparasi sampel apabila dibandingkan dengan beberapa metode analisa (Herliani, 2008). 2.8. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi Lapis Tipis yaitu kromatografi yang menggunakan lempeng gelas atau alumunium yang dilapisi dengan lapisan tipis alumina, silika gel, atau
bahan serbuk lainnya. Kromatografi lapis tipis pada umumnya dijadikan metode pilihan pertama pada pemisahan dengan kromatografi. Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan senyawa secara cepat, dengan menggunakan zat penjerap berupa serbuk halus yang dipaliskan serta rata pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapis, dapat dianggap sebagai “kolom kromatografi terbuka” dan pemisahan dapat didasarkan pada penyerapan, pembagian atau gabungannya, tergantung dari jenis zat penyerap dan cara pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis pelarut. Kromatografi lapis tipis dengan penyerap penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Harga Rf yang diperoleh pada kromatografi lapis tipis tidak tetap, jika dibandingkan dengan yang diperoleh pada kromatografi kertas. Oleh karena itu pada lempeng yang sama di samping kromatogram zat yang di uji perlu dibuat kromatogram zat pembanding kimia, lebih baik dengan kadar yang berbeda-beda (Dirjen POM, 1979). 2.9. Fasa Gerak dan Fasa Diam 2.9.1. Fase Diam Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah adsorpsi dan partisi (Gandjar & Rohman, 2007). 2.9.2. Fase Gerak Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini d apat mudah d iatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak : 1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif. 2. Daya elusi fase gerak harus d iatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan. 3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan. Beberapa Sistem Pemisahan dengan KLT d ari Bahan Alam:
Eluen
Fase Diam
Keterangan
Heksan : Etil asetat
Silika Gel
Sistem umum yang digunakan
Petrol : Dietileter
Silika Gel
Sistem umum yang digunakan untuk senyawa nonpolar seperti terpen dan asam lemak
Petrol : Kloroform
Silika Gel
Berguna untuk pemisahan derivat asam sinamat dan kumarin
Toluen : Etil asetat : Asam asetat (TEA)
Silika Gel
Komposisi 80:18:2 v/v atau 60:38:2 v/v baik untuk p emisahan metabolit asam
Kloroform : Aseton
Silika Gel
Sistem umum untuk produk dengan polaritas sedang
n-Butanol : Asam Asetat : Air
Silika Gel
Sistem polar untuk flavonoid dan glikosida
Metanol : Air
C18
Dimulai dengan metanol 100% dilanjutkan dengan penambahan konsentrasi air
Asetonitril : Air
C18
Sistem umum Reverse phase
Metanol : Air
Selulosa
Memisahkan senyawa dengan kepolaran tinggi seperti gula dan glikosida
(Gandjar & Rohman, 2007).
2.10.
Flourensi
2.10.1. Prinsip Fluoresensi
Fluoresensi adalah proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu materi setelah tereksitasi oleh berkas cahaya beren ergi tinggi. Emisi cahaya terjadi karena proses absorbsi cahaya oleh atom yang mengakibatkan keadaan atom tereksitasi (Retno, 2013). Keadaan atom yang tereksitasi akan kembali keadaan semula dengan melepaskan energi yang berupa cahaya (de-eksitasi). Fluoresensi merupakan proses perpindahan tingkat energi dari keadaan atom tereksitasi (S1 atau S2) menuju ke
keadaan stabil (ground states). Proses fluoresen si berlangsung kurang lebih 1 nano detik (Rhys-Williams, 2011).
2.10.2. Instrumentasi Untuk Pengukuran Fluoresensi
-
Sumber
-
Sumber serbaguna yang terbaik adalah lampu busur Xenon. Pemilihan Panjang Gelombang
Untuk analisis sampel-sampel yang mengandung campuran spesies berpendar, karena sering suatu kombinasi panjang gelombang eksitasi dengan pemonitoran pancaran yang selektif terhadap panjang gelombang, memberika komponen yang berbeda-beda. - Instrumen Monokrom Instrumen ini dilengkapi dengan susunan automis baik dari panjang gelombang eksitasi maupun panjang geombang pancaran dengan perekaman grafis dari isyarat detektor. - Deteksi Radiasi Pengganda foto biasa digunakan sebagai detektor. Pembacaan isyarat detektor yang dikuatkan dapat melibatkan suatu voltmeter, suatu rekaman pena-tinta dari tegangan vs waktu atau suatu pembacaan dari dalam suatu komputer (interface) (Underwood, 1998).
2.10.3. Penerapan Fluoresensi Hanya teradapat sedikit ion anorganik yang dapat berpendar, paling dikenal adalah ion uranil, UO 2+. Kebanyakan analisis fluometrik melibatkan molekul organik seperti fenol, pirena dan asam salisilat. Terdapat beberapa senyawa kelat logam yang berpendar yang memberikan metode-metode yang peka untuk beberapa ion logam. Seringkali kelat logam itu diekstrak dari dalam larutan berair menjadi suatu pelarut organik sebelum pengukuran, suatu proses yang sekaligus memisahkannya dari ion-ion pengganggu dan mengkonsentrasikan spesies berpendar. Mmisalnya banyak terdapat reagensia fluometrik untuk aluminium dan berilium. Logam-logam yang lebih berat seperti Fe3+, Ni2+ dan Cu2+ sebaliknya, cenderung mematikan fluoresens yang diperagakan oleh banyak zat pengkelat itu sendiri, hadirnya ion logam kompleks mendorong dibuangnya energi yang diserap itu secara tak radiatif (Underwood, 1998).
2.11. Spektroskopi UV-Vis Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran energi cahaya oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu (Day, 2002). Sinar ultraviolet (UV) mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, dan sinar tampak (visible) mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Pengukuran spektrofotometri menggunakan alat spektrofotometer yang melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif. Spektrum UV-Vis sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Rohman, 2007). 2.12. Hukum Lambert Beer 2.12.1. Hukum Lambert “Bila suatu sumber sinar monokromatik melewati medium transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorpsi.” Hukum ini menyatakan bahwa bila cahaya monokromatik melewati medium tembus cahaya, laju berkurangnya intensitas oleh bertambahnya ketebalan, berbanding lurus dengan intensitas cahaya. Ini setara dengan menyatakan bahwa intensitas cahaya yang dipancarkan berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya ketebalan medium yang menyerap. Atau dengan menyatakan bahwa lapisan manapun dari medium itu yang tebalnya sama akan menyerap cahaya masuk kepadanya dengan fraksi yang sama. 2.12.2. Hukum Beer
“Intensitas sinar yang diter uskan berkurang secara eksponensial denganbertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut.” Sejauh ini telah dibahas absorbsi cahaya dan transmisi cahaya untuk cahaya monokromatik sebagai fungsi ketebalan lapisan penyerap saja. Tetapi dalam analisis kuantitatif orang terutama berurusan dengan larutan. Beer mengkaji efek konsentrasi penyusun yang berwarna dalam larutan, terhadap transmisi maupun absorbsi cahaya. Dijumpainya hubungan yang sama antara transmisi dan konsentrasi seperti yang ditemukan Lambert antara transmisi dan ketebalan lapisan, yakni intensitas berkas cahaya monokromatik berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi zat penyerap secara linier. Dari kedua hukum tersebut diperoleh suatu persamaan “Hukum LambertBeer ” A = log I 0/It = a.b.c. Dimana: A = Absorbansi I0= intensitas sinar mula-mula It= Intensitas sinar yang diteruskan a = absortivitas b = Panjang jalan sinar c = Konsentrasi atom yang mengabsorpsi sinar Baik hukum Lambert maupun hukum Beer harus dilakukan pada sinar yang monokromatis (Day & Underwood, 1989).
2.13.
Syarat-syarat hukum LambertBeer
2.13.1. Syarat Konsentrasi Hukum Beer baik untuk larutan encer. Pada konsentrasi tinggi (biasanya 0,01M), jarak rata-rata diantara zat-zat pengabsorpsi menjadi kecil sehingga masing-masing zat mempengaruhi distribusi muatan tetangganya. Interaksi ini dapat mengubah kemampuan untuk mengabsorpsi cahaya pad a panjang gelombang yang diberikan. Oleh karena interaksi ini bergantung pada konsentrasi, maka peristiwa ini menyababkan penyimpangan dari kelinearan hubungan di antara absorbansi dengan konsentrasi. Pengaruh serupa kadang-kadang terjadi didalam larutan yang mengandung konsentrasi zat pengabsorpsi yang rendah tapi konsentrasi zat non-pengabsorpsi yang tinggi, terutama elektrolit. Interaksi elektrostatis ion-ion yang berdekatan dengan zat pengabsorpsi akan mempengaruhi harga molar absortivitas; pengaruh ini dapat dihindari dengan cara pengenceran.
Pengaruh interaksi molekul-molekul tak berarti pada konsentrasi dibawah 0,01M kecuali untuk ion-ion or ganik tertentu yang molekulnya besar. 2.13.2.
Syarat Kimia
Zat pengabsorpsi tidak boleh terdisosiasi, berasosiasi, atau b ereaksi dengan pelarut menghasilkan suatu produk pengabsorpsi spektrum yang berbeda dari zat yang dianalisis. 2.13.3. Hukum
Syarat Cahaya Beer
hanya
berlaku
untuk
cahaya
yang
betul-
betul monokhromatik (cahaya yang mempunyai satu panjang gelombang) . 2.13.4.
Syarat Kejernihan
Kekeruhan larutan yang disebabkan oleh p artikel-partikel koloid misalnya menyebabkan penyimpangan hukum Beer. Sebagian cahaya dihamburkan oleh hukum pertikel-partikel koloid akibatnya kekuatan cahaya yang diabsorpsi berkurang dari cahaya yang seharusnya. (Dachriyanus, 2004)
2.14.
Panjang Gelombang
Panjang gelombang adalah jarak antara dua titik yang berdekatan secara identik dalam gelombang. Hal ini biasanya diukur antara dua titik agar mudah diidentifikasi, seperti dua puncak yang berdekatan atau lembah dalam bentuk gelombang. Sementara panjang gelombang dapat dihitung untuk berbagai jenis gelombang, mereka yang paling akurat diukur dalam gelombang sinusoidal, yang memiliki osilasi halus dan berulang-ulang. Panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi. Itu berarti jika dua gelombang berjalan dengan kecepatan yang sama, gelombang dengan frekuensi yang lebih tinggi akan memiliki panjang gelombang yang lebih pendek. Demikian juga, jika satu gelombang memiliki panjang gelombang lebih panjang dari gelombang lain, akan juga memiliki frekuensi yang lebih rendah jika kedua gelombang berjalan dengan kecepatan yang sama. Rumus berikut dapat digunakan untuk menentukan panjang gelombang: λ=v/ƒ
Simbol (λ) adalah simbol standar yang digunakan untuk mewakili panjang gelombang dalam fisika dan matematika. Huruf “v” mewakili kecepatan dan “ƒ” mewakili frekuensi. Karena kecepatan suara sekitar 343 meter per detik pada 68° F (20° C), 343 m/s dap at digantikan untuk “v” ketika mengukur panjang gelombang suara. Oleh karena itu, hanya frekuensi diperlukan untuk menentukan panjang gelombang dari gelombang suara pada 68 ° F. catatan A4 (A tombol di atas C tengah) memiliki frekuensi 440 hertz. Oleh karena itu, panjang gelombang dari gelombang suara A4 pada 68 ° F adalah 343 m / s / 440 hz, yang sama dengan 0,7795 meter, atau 77,95 cm.
Gelombang dalam spektrum elektromagnetik, seperti gelombang radio dan gelombang cahaya, memiliki panjang gelombang yang lebih pendek dari gelombang suara. Oleh karena itu, panjang gelombang ini biasanya diukur dalam milimeter atau nanometer, bukan sentimeter atau meter. (Beiser, 1999) 2.15. Analisis Bahan 2.15.1. Kunyit Sifat fisik : tanaman berdaun elips lebar, berbatang semu berwarna hijau, tinggi 1,6 meter Sifat kimia : mengandung kurkumin (Sudarsono dkk, 1996 ) 2.15.2. Kurkumin Sifat fisik : berwarna kuning Sifat kimia : tidak larut dalam air, larut dalam etanol dan aseton (Joe et al, 2004)
Commented [T1]: ( + Temulawak )
2.15.3. Etanol Sifat fisik : zat cair, tidak berwarna, memiliki bau yang khas, mendidih pada suhu 70,5 C Sifat kimia : sebagai pelarut, bahan bakar, bila terbakar diudara berwarna biru (Daintith, 1994) 2.15.4. Metanol Sifat fisik : cairan tak berwarna, densitas 0,79 g/mL titik leleh -98 C, titik didih 64 C Sifat kimia : dibuat melalui oksidasi katalitik dari metana, sebagai pelarut (Daintith, 1994) 2.15.5. Kloroform Sifat kimia : BM 119,3 g/mol , densitas 1,484 Sifat fisik : diperoleh dengan mereaksikan Cl2 dengan alcohol/ aseton, bersifat volatile (Danway,1960)
III. METODE PERRCOBAAN
3.1 Bahan Dan Alat 3.1.1 Bahan 1. Aquadest 2. Etanol 3. Kurkumin 4. Kloroform 5. Methanol 3.1.2 Alat 1. Spektroskopi Uv-VIS 2. Cuvet 3. Tabung reaksi 4. Corong pemisah 5. Gelas beaker 6. Erlenmeyer 7. Pipet tetes 8. Gelas ukur 9. Kertas saring 3.1.3 Gambar Alat
Spektrofotometer uv-vis
Gelas beaker saring
Erlenmeyer
cuvet
Tabung Reaksi
Pipet Tetes
Gelas Ukur
Coronng pemisah
Kertas
3.2. Skema Kerja 3.2.1. Isolasi Pigmen Kurkumin Kunyit 2 gram bubuk kunyit Gelas Beker -
Penambahan 10 ml etanol teknis Pengadukan Maserasi selama 10 menit Penyaringan
Residu
Filtrat - Ambil 5 tetes - Pengenceran dengan etanol - Penggojogan
HASIL
3.2.3. Isolasi Pigmen Kurkumin Temulawak
2 gram bubuk kunyit Gelas Beker Residu
Penambahan etanol 96 % Pengadukan Maserasi selama 10 menit Penyaringan Filtrat - Ambil 0,1 ml - Pengenceran dengan etanol - Penggojogan HASIL
3.2.2. Pembuatan Elusi, Analisis Kromatografi Lapis Tipis
3,92 mL metanol + 0,1 mL CHCl3 Chamber - Pengadukan - Pemasukan dalam chamber Hasil
Larutan kurkumin Plat KLT - Penotolan sampel kurkumin (kunyit, temulawak, kurkumin standard) pada plat KLT dengan jarak 1 cm dari bawah plat KLT - Pendiaman hingga kering - Pengelusian dengan campuran meetanol dan kloroform (98:2) - Pengambilan KLT setelah mencapai 0,5cm dari batas atas plat KLT - Pengeringan - Pengamatan bercak sinar UV Hasil
3.2.3. Analisis Komponen Hasil Isolasi dengan Spektrometer UV-Vis Larutan etanol sebagai Blanko Cuvet - Pemasukan ke dalam spectrometer UV-vis - Pemasukan larutan standard - Lakukan scan pada panjang gelombang 350nm-750nm - Pengukuran panjang gelombang Hasil
Larutan kurkumin pada temulawak yang sudah diencerkan Cuvet - Pemasukan ke dalam spectrometer UV-vis - Lakukan scan pada panjang gelombang 350nm-750nm - Pengukuran panjang gelombang Hasil
Larutan kurkumin pada kunyit yang sudah di encerkan Cuvet - Pemasukan ke dalam spectrometer UV-vis - Lakukan scan pada panjang gelombang 350nm-750nm - Pengukuran panjang gelombang Hasil