ESTIMASI POPULASI GASTROPODA Carissa Paresky Arisagy 12/334991/PN/12981 Manajemen Sumberdaya Perikanan
Intisari Makrobentos merupakan salah satu komponen terpenting dalam ekosistem perairan sehubungan dengan perannya sebagai organisme kunci dalam jaring makanan. Tingkat keanekaragaman makrobentos yang terdapat pada lingkungan perairan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran. Sebagaimana kehidupan biota lainnya, penyebaran jenis dan populasi komunitas bentos ditentukan oleh sifat fisika, kimia, dan biologi perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penerapan metode tanpa plot (plotless) untuk mengestimasi populasi gastropoda, serta mempelajari korelasi antara beberapa tolok ukur lingkungan dengan populasi makrobentos (gastropoda). Penelitian dilaksanakan pada tanggal 2 April 2013 di sungai Tambak Bayan, Sleman, Yogyakarta. Metode yang digunakan adalah plotless (tanpa plot), dengan menggunakan tongkat sebagai titik pengambilan cuplikan secara acak. Dilakukan pengambilan parameter kimia, fisika, biologi pada 4 stasiun pengamatan sebagai tolok ukur lingkungan. Dari hasil pengamatan diperoleh densitas gastropoda pada stasiun 2 adalah yang paling tinggi dengan perincian 1089,87 idv/m2. Tingginya densitas makrobentos yang terdapat pada stasiun 2 menandakan bahwa kualitas air di sungai Tambak Bayan masih tergolong baik. Sementara, kualitas perairan terburuk adalah stasiun 4 dengan densitas gastropoda sebesar 7,55 idv/m². Kata kunci : densitas gastropoda, estimasi populasi, makrobentos, plotless, sungai
PENDAHULUAN Indikator kualitas perairan suatu lingkungan adalah adanya perubahan yang dapat diamati dan digolongkan menjadi pengamatan secara fisis, kimiawi dan biologis. Keanekaragaman gastropoda dan makrobentos merupakan parameter biologi utama yang menunjukkan tingkat pencemaran ekosistem sungai. Gastropoda, sebagai organisme yang menempati dasar perairan memiliki kemampuan untuk mendegradasi senyawa-senyawa organik yang terakumulasi di dasar perairan. Pencemaran di beberapa daerah akibat limbah industri dan rumah tangga seringkali menjadi penyebab menurunnya jumlah makrobentos serta organisme lainnya dalam perairan. Gastropoda sebagai indikator perairan yang mempunyai sifat kosmopolit, dapat menjadi parameter sejauh mana tingkat pencemaran limbah-limbah tersebut terhadap perairan. Oleh karena itu, dirasa perlu untuk melakukan praktikum estimasi gastropoda terutama untuk mengetahui kualitas dari suatu perairan.
Makrobentos yang merupakan hewan yang sebagian besar atau seluruh siklus hidupnya ada di dasar perairan, maka hewan ini memegang peranan penting di perairan (Odum 1993). Setyobudiandi (1997) menambahkan bahwa dalam ekosistem perairan makrobentos berperan besar sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus darin alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi. Kuantitas dari hewan bentos sangat dipengaruhi oleh kulitas air dan substrat tempat hidupnya, hal ini disebabakan karena hewan bentos merupakan organisme dasar perairan. Menurut Odum (1993) makrobentos dapat bersifat toleran dan sensitif terhadap perubahan lingkungan. Kuantitas penyebaran makrobentos dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik abiotik maupun biotik. Faktor abiotik lingkungan meliputi faktor fisika dan kimia (Hawkes, 1978). Kecepatan arus akan mempengaruhi tipe substratum, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kepadatan dan keanekaragaman makrobentos (Welch, 1980 ). Kepadatan populasi sangat penting diukur untuk menghitung produktifitas dan untuk membandingkan kepadatan suatu jenis dengan kepadatan semua jenis yang terdapat dalam unit tersebut (Suin, 1989). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penerapan metode tanpa plot (plotless) untuk mengestimasi populasi gastropoda. Selain itu praktikum ini juga dilakukan untuk mempelajari korelasi antara beberapa tolokukur lingkungan dengan populasi makrobentos (gastropoda).
METODOLOGI Praktikum estimasi populasi gastropoda ini dilaksanakan pada hari selasa tanggal 2 April 2013, pukul 14. 00 WIB sampai selesai. Praktikum ini dilaksanakn di Sungai Tambak Bayan, Sleman, Yogyakarta. Dalam pelaksanaannya praktikum etimasi populasi gastropoda ini dibagi dalam 4 stasiun dari hulu hingga hilir sungai. Adapun metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah dengan metode plotless
(metode tanpa plot), yakni dengan
menancapkan tongkat ke dasar perairan sebagai titik pengambilan cuplikan secara acak. Pada masing-masing stasiun dilakukan pengambilan data beberapa parameter lingkungan sebagai tolokukur yakni parameter fisika, meliputi suhu air dan udara, kecepatan arus, serta debit air. Selain itu dilakukan juga penentuan kadar CO2 bebas, kadar oksigen terlarut ( DO ), derajat keasaman ( pH ), serta alkalinitas sebagai parameter kimia. Di samping itu dilakukan pula pengambilan data parameter biologi yang meliputi densitas dan diversitas organisme yang ada di lokasi pengamatan. Penentuan kerapatan (densitas) populasi gastropoda dilakukan dengan metode plotless, di mana dilakukan pengambilan cuplikan
secara acak, dengan menancapkan tongkat ke dasar perairan. Kemudian diukur jarak gastropoda yang terdekat dengan tongkat (Xi). Perhitungan densitas adalah dengan menguadratkan jarak masing-masing cuplikan (Xi) dan dikalikan dengan π sehingga didapatkan nilai (Yi). Kemudian nilai Yi dari tiap-tiap cuplikan dijumlahkanhingga diperoleh nilai luas area kajian (Y). Kemudian ditentukan estimasi kerapatan (D) dengan jumlah titik cuplikan yang diambil (S) dikurangi 1 kemudian dibagi dengan Y. Estimasi kerapatan (D) dikuadratkan kemudian dibagi dengan (S – 2) sehingga diperoleh nilai densitas gastropoda (D). Kandungan O2 terlarut (DO) ditentukan dengan menggunakan metode Winkler. Hasil titrasi awal hingga akhir (h + j = Y). O2 terlarut (DO) ditentukan melalui persamaan kandungan O2 terlarut yang berbanding lurus dengan Y, 1000, 0,1 mg/l dan berbanding terbalik denagn 50. Kandungan CO2 bebas ditentukan melalui metode Alkalimetri. Volum titran yang diperoleh dari hasil titrasi (C ml). Kandungan CO2 bebas dihitung dengan rumus 1000 dikali C dikali 1 mg/l dibagi dengan 50. Pengukuran Alkalinitas ditentukan dengan menggunakan metode Alkalimetri. Alkalinitas dihitung dengan menjumlahkan kandungan CO32- dan HCO3-. Kandungan CO3- ditentukan dengan mengalikan 1000 dengan C dikali 1 mg/l kemudian dibagi dengan 50. Kandungan HCO3- ditentukan dengan mengalikan 1000 dengan D dan 1 mg/1 dan dibagi dengan 50. Adapun alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan dalam acara praktikum ini adalah tongkat kecil, bola tenis meja, stopwatch, roll meter, meteran / penggaris, arloji, termometer, botol oksigen, erlenmeyer, gelas ukur, kempot, pipet ukur, pipet tetes, ember plastik, pH meter, plat bamboo, sikat halus, saringan, lertas label, alat tulis dan mikroburet. Bahan-bahan yang digunakan antara lain larutan MnSO4 , larutan reagen O2, larutan H2SO4 , larutan 1/8 N Na2S2O3, larutan 1/40 N Na2S2O3 , larutan 1/44 N NaOH, larutan 1/50 N H2SO4 , 1/50 N HCI, larutan indikator PP, larutan indikator amilum, larutan indikator MO, larutan 4% formalin, larutan indikator (BCG/MR), larutan 0,01 asam oksalat.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gastropoda adalah kelas yang paling terkenal dari semua moluska. Mereka menempati hampir setiap habitat di bumi, dari pegunungan tinggi, ladang, hutan, danau, sungai dan sebagainya (Suwignyo, 2005). Terdapat lebih dari 60.000 spesies hidup dan 15.000 telah menjadi fosil. Gastropoda merupakan hewan yang bergerak menggunakan otot perutnya. Gastropoda dapat hidup apabila kondisi lingkungannya sesuai. Kondisi lingkungan habitat yang baik untuk gastropoda yaitu berdasarkan kondisi arus, gastropoda hidup pada
arus yang sedang, suhu yang tidak terlalu tinggi, dengan PH 7, kandungan DO yang tinggi namun kadar CO2 bebasnya rendah (Suwignyo, 2005). Arus yang deras yakni di atas 5 m/s menyebabkan berkurangnyajumlah gastropoda yang hidup pada daerah tersebut sebab hal itu dipengaruhi oleh kemampuan gastropoda untuk menempel pada subtrat/mencengkram subtrat (Whitton, 1975). Kondisi subtrat dasar yang berbatu merupakan habitat yang paling baik untuk makrobentos (Odum, 1971). Kadar DO yng sesuai untuk kehidupan gastropoda adalah berkisar antara 5-8 ppm. kadar CO2 harus berada di bawah 12 ppm, sebab apabila berlebih makrobentos akan mengalami tekanan fisiologis (Ambarwati, 2011). pH yang layak untuk kehidupan organisme perairan berkisar antara 6,6 – 8,5 (Widiastuti, 1983). Kondisi lokasi praktikum yakni sungai Tambak Bayan, Sleman, Yogyakarta ini umumnya memiliki subtrat yang berbatu dan berpasir. Vegetasi di sekitar sungai tumbuh subur dan tampak ditumbuhi oleh berbagai macam tumbuhan yang didominasi oleh pohonpohon besar dan rerumputan. Arus pada sungai ini dapat dikatakan cukup deras dan intensitas cahaya yang masuk pun cukup. Warna air sungainya pun masih tampak jernih, sehingga tampak beberapa orang mengunjunginya untuk sekedar mandi dan bermain air maupun memandikan hewan-hewan peliharaannya. Selain itu disekitar sungai terdapat usaha perikanan yang dikelola oleh warga sekitar. Pada praktikum estimasi populasi gastropoda ini, metode yang digunakan adalah dengan metode plotless ( metode tanpa plot ) yaitu dengan menancapkan tongkat ke dasar perairan sebagai titik pengambilan cuplikan secara acak. Dilakukan metode tanpa plot sebab apabila dilakukan dengan plot akan tidak efisien sebab gastropoda cenderung menyebar di seluruh perairan, agar hasil yang diperoleh lebih akurat. Lokasi dibagi menjadi empat stasiun. Pada masing-masing stasiun dilakukan pengamatan beberapa parameter lingkungan sebagai tolokukur yaitu parameter fisika, meliputi suhu, kecepatan arus, parameter kimia, meliputi derajat keasaman ( PH ), kadar oksigen terlarut ( DO ), kadar karbondioksida bebas, serta alkalinitas dan parameter biologi, meliputi organism yang ada di lokasi perairan. Arus yang tidak terlalu deras dan tidak lamban menyebabkan banyak gastropoda yang hidup pada daerah tersebut (Wardani, 2002). Menurut penelitian densitas gastropoda pada stasiun 3 adalah 11,31 idv/m2 dengan kecepatan arus 0,53 m/s. Kadar DO pada stasiun 3 adalah sebesar 5,9 ppm. kandungan CO2 bebas pada stasiun 3 tergolong cukup tinggi yaitu sebesar 10 ppm. Hal tersebut disebabkan faktor sampah yang terombak di perairan yang menghasilkan karbondioksida cukup tinggi. Faktor suhu perairan yang tinggi juga mempengaruhi tingginya kandungan CO2 di perairan. Hal ini menyebabkan tingkat densitas gastropoda pada stasiun ini menjadi rendah. Akan tetapi kondisi ini masih tergolong aman di
mana masih memenuhi syarat untuk kehidupan populasi gastropoda yaitu perairan
Densitas Gastropoda vs Stasiun Densitas
1500 1000 500
Densitas Gastropoda
0 0
5 Stasiun
Kecepatan Arus (m/s2)
yangmemiliki kadar CO2 sebesar 2 ppm – 12 ppm ( Cahyono, 1993 ).
Kecepatan Arus vs Stasiun 1.5 1 Kecepatan Arus vs Stasiun
0.5 0 0
5 Stasiun
Grafik 1. Densitas Gastropoda dan Kecepatan Arus vs Stasiun
Kecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun 4 dengan besar 1,095 m/s. Dimana seharusnya kecepatan tertinggi berada pada stasiun 1 yang merupakan hulu dari sungai Tambak Bayan ini. Sementara kecepatan arus pada stasiun 1 sebesar 0,68 m/s. Ketidaksesuaian kecepatan arus pada stasiun ini tersebut dapat disebabkan oleh dapat dipengaruhi oleh jumlah sampah yang terbawa arus dan batu-batuan yang terdapat di perairan sungai yang menyebabkan kecepatan arus berkurang menurut Fauzi (2001), kecepatan arus ini akan berpengaruh pada tingkat densitas gastropoda pada perairan. Menurut Welch (1980) kepadatan dan keanekaragaman makrobentos dipengaruhi oleh kecepatan arus. Hubungan tersebut tampak pada grafik di mana densitas gastropoda tinggi pada stasiun yang memiliki kecepatan arus yang rendah. Stasiun 2 memiliki kecepatan arus terendah dan juga densitas gastropoda tertinggi dibandingkan dengan stasiun lain, berturut-turut sebesar 0,34 m/s dan 1089,87 idv/m². Sementara pada stasiun 4 memiliki kecepatan arus yang tercepat dari keempat stasiun yakni 1.095 m/s. Akan tetapi pada stasiun 4 ini memiliki densitas plankton terendah dibandingkan dengan stasiun lainnya, yaitu 7,55 idv/m². Hal ini disebabkan
kecepatan arus yang terlampau tinggi akan mempersulit dan mengurangi kemampuan gastropoda untuk mencengkram subtrat oleh karena itu gastropoda cenderung hidup di daerah yang tidak berarus deras. rendah sehingga hanya membawa sedikit populasi dari stasiun sebelumnya. Penyebab utama terjadinya perbedaan nilai densitas ini yaitu karena kondisi fisik yakni kecepatan arus semakin cepat kea rah hulu karena kemiringan daerah yang semakin ekstrim dan semakin lambat kea rah hilir. Arus membawa tekanan dalam aliran materi yang
ada dalam air ( Effendi, 2003 ). Hal ini menyebabkan distribusi atau penyebaran gastropoda
CO2 vs stasiun
Densitas Gastropoda vs Stasiun
15
1500
10 CO2
Densitas
lebih terorientasi ke daerah yang memiliki kecepatan arus yang rendah.
1000 500
Densitas Gastropoda
0 0
5 Stasiun
CO2 vs stasiun
5 0 0
5 Stasiun
Grafik 2. Densitas Gastropoda dan CO2 vs Stasiun Kadar CO2 sangat mempengaruhi densitas gastropoda pada suatu perairan. Kadar CO2 suatu perairan yang baik untuk kehidupan gastropoda adalah sebesar 2 ppm – 12 ppm (Cahyono, 1993). Pada grafik tampak hubungan yang berbanding terbalik antara densitas gastropoda dengan kandungan CO2 bebas. Stasiun 2 memiliki densitas gastropoda tertinggi yakni sebesar 1089,87 idv/m². Akan tetapi pada stasiun tersebut CO2 bebas yang terkandung dalam perairannya menempati kadar terendah yaitu sebesar 5,7 ppm. Stasiun 4 memiliki kandungan CO2 bebas yang tinggi, yaitu sebesar 12,9 ppm dimana densitas gastropodanya rendah yakni sebesar 7,55 idv/m². Menurut Cahyono (1993), kadar CO2 suatu perairan yang baik untuk kehidupan gastropoda adalah sebesar 2 ppm – 12 ppm. Berdasarkan hasil praktikum pada stasiun 1 dan 4 memiliki kandungan CO2 terlarut yang tinggi di atas 12 ppm. Hal tersebut lah yang menyebabkan densitas gastropoda pada stasiun 1 dan 4 rendah. Semakin tinggi kandungan CO2 pada suatu perairan maka akan menyebabkan berkurangnya densitas gastropoda yang mendiami wilayah tersebut, begitu pula sebaliknya semakin rendah kandungan CO2 pada suatu perairan maka akan menyebabkan meningkatnya densitas gastropoda yang mendiami wilayah tersebut. Sebab apabila CO2 bebas kandungannya dalam perairan berlebihan melebihi batas optimumnya maka dapat mengakibatkan kematian pada gastropoda.
DO vs Stasiun
Densitas Gastropoda vs Stasiun
8 6 DO
Densitas
1500 1000 500
Densitas Gastropoda
0 0
5 Stasiun
4 DO vs Stasiun
2 0 0
2
4
6
Stasiun
Grafik 3. Densitas Gastropoda dan DO vs Stasiun
Berdasarkan grafik tampak bahwa hubungn kandungan O2 terlarut (DO) berbanding lurus dengan densitas gastropoda, di mana apabila kandungan DO tinggi maka gastropoda yang hidup pada wilayah tersebut pun akan banyak pula. Hal ini berkaitan dengan distribusi gastropoda yang cenderung mencari daerah yang kaya oksigen yang digunakan untuk proses respirasinya. Kandungan DO pada suatu perairan sangat diperlukan untuk keberlangsungan hidup oraganisme di dalam perairan. Idealnya kadar DO pada suatu perairan berkisar antara 5-8 ppm (Ambarwati, 2011). Pada stasiun 2
kadar DO cukup tinggi dengan densitas
gastropoda yang tinggi yakni sebesar 5,9 ppm dan 1198,31 idv/m². Hal tersebut menunjukan bahwa gastropoda membutuhkan oksigen sehingga gastropoda akan cenderung menempati daerah yang mengandung banyak oksigen. Nilai densitas gastropoda terendah adalah stasiun 4 yaitu sebesar 7,55 idv/m². Pada stasiun tersebut kandungan DO-nya rendah, oleh sebab itulah distribusi gastropoda pada stasiun 4 rendah. Berdasarkan data hasil penelitian densitas gastropoda pada setiap stasiun, diketahui bahwa nilai densitas tertinggi yaitu pada stasiun 2 yakni sebesar 1089,87 idv/m², sedangkan nilai densitas gastropoda terendah adalah stasiun 4, yaitu sebesar 7,55 idv/m² . Densitas gastropoda dipengaruhi oleh parameter-parameter seperti kecepatan arus, kandungan O2 terlarut (DO) serta CO2 bebas, dimana gastropoda cenderung hidup pada daerah yang tidak berarus deras, dengan kandungan DO yang tinggi dan CO2 bebas yang rendah. Dari hal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa prairan terbaik pada ekosistem sungai Tambak Bayan terdapat pada stasiun 2 dimana densitas tertinggi berada pada stasiun 2. Sementara periran terburuk berada pada stasiun 4 yang memiliki densitas gastropoda terendah.
KESIMPULAN Estimasi populasi gastropoda dapat di lakukan dengan metode plotless (metode tanpa plot) yaitu dengan menancapkan tongkat ke dasar perairan sebagai titik pengambilan cuplikan secara acak. Berdasrkan jarak gastropoda yang diperoleh terhadap tongkat dapat ditentukan kepadatannya.
Adanya kelompok bentos yang hidup dan menetap menandakan bahwa
kualitas air di Sungai Tambak Bayan masih tergolong baik. Terdapat korelasi antara faktor fisik dan kimia terhadap estimasi populasi gastropoda. Semakin tinggi kadar CO2, maka kepadatan populasi semakin rendah. Semakin tinggi kadar O2 dan kecerahan air maka kepadatan populasi semakin tinggi.
SARAN Peningkatan aktivitas manusia di sekitar sungai dalam pemenuhan kebutuhannya dapat mengancam terjadinya penurunan kualitas lingkungan perairan sungai Tambak Bayan sehingga perlu dilakukan pengelolaan terpadu untuk menjaganya agar tetap terpelihara dengan baik dan terkontrol.
DAFTAR PUSTAKA Ambarwati. 2011. Ekosistem Akuatik. CV Tiga Serangkai. Surakarta. Cahyono, U. 1993. Air Dalam Kehidupan Lingkungan yang Sehat. Alumni. Bandung. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta. Fauzi, M. 2001. Faktor Fisika dan Kimia Air Sungai. Universitas Riau. Riau. Hawkes, Terence. 1978. Structuralism and Semiotics. Mathuen & Co. Ltd. London. Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. W.B. Sounders Company Ltd. Philadelphia. Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Gajah Mada Press. Yogyakarta. Setyobudiandi, I. 1997. Makrozoobentos. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suin, Nurdin Muhammad. 1989. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta. Suwignyo. 2005. Ekologi Kuantitatif. Usaha Nasional. Surabaya. Wardani. 2002. Ekosistem Sungai dan Penanganannya. Grafindo Media Tama. Bandung. Welch, S. 1980. Limnology. Mc Graw Hill Book Company. New York. Whitton, B.A. 1975. Rivers Ecology, Studies in Ecology volume 2. Department of Botany University of Durham. England. Widiastuti. 1983. Kehidupan Dasar Perairan. Kereta Kencana. Bandung.