Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kedelai merupakan sejenis tanaman perdu yang mempunyai tinggi pada umumnya tidak mencapai 1 meter (Kanikus, 1989 dalam Hertina, 2013). Kulit buah kedelai berwarna cokelat dan berbulu. Nama ilmiah kedelai dalah Glycine max max (Lin.) Merril. Memiliki kandungan protein kedelai cukup
tinggi
dengan
faktor
cerna
75-80%,
tetapi memiliki
kandungan lemak yang yang tidak begitu banyak dan dan mengandung karbohidrat, kalsium,
fosfor, zat z at besi, vitamin B
banyak
kompeks, air
dan
isoflavon, yang telah terbukti memiliki sejumlah manfaat bagi tubuh dan kulit. Salah satu produk olahan kedelai adalah susu kedelai. Susu kedelai dapat digunakan sebagai alternatif pengganti susu sapi karena mengandung gizi yang hampir sama dengan harga yang lebih murah. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang hampir sama dengan susu sapi. Kandungan protein susu kedelai mencapai 1,5 kali protein susu sapi. Selain itu, susu kedelai juga mengandung lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1 vitamin B2, B2, dan isoflavon. Pada proses pembuatan susu kedelai, kita akan memperoleh produk samping berupa ampas susu kedelai yang berbentuk padatan hasil pemerasan bubur kedelai. Pada umumnya berwarna putih kekuningan dan berbau khas (langu). Pada suhu kamar akan cepat rusak bila dibandingkan begitu saja di udara terbuka. Ampas susu kedelai ni masih banyak megandung zat gizi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein dan serat kedelai, tetapi dalam industri pengolahan susu kedelai hasil samping ini biasanya terbatas pemanfaatannya yaitu dijadikan pakan ternak. Selain diolah menjadi susu kedelai, kedelai juga diolah secara tradisional menjadi temped dan tahu. Pada proses pengolahan kedelai menjadi tahu, akan dihasilkan produk samping yang berupa limbah. Limbah terebut terdiri dari limbah cair dan limbah padat. Limbah padat tahu lebih dikenal
1
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis masyarakat dengan sebutan ampas tahu. Meskipun merupakan limbah namun ampas tahu mempunyai nilai gizi yang tinggi, sehingga masih dapat diolah lagi menjadi bahan makanan. Nugget merupakan salah satu produk olahan daging beku melalui proses penggilingan dengan penambahan bumbu serta dicampur dengan bahan pengikat kemudian dicetak menjadi bentuk tertentu, yang selanjutnya dilumuri dengan tepung roti. Nugget dapat dikonsumsi sebagai lauk pauk atau cemilan. Nugget mengandung zat -zat gizi seperti protein, karbohidrat, dan lemak, tapi tidak mengandung serat. Menurut Koswara, kebutuhan akan serat dalam makanan perlu bagi manusia karena serat sanggup mencegah penyakit, seperti kanker usus besar (colon ( colon cancer ), ), luka serta benjolan dalam usus besar (diverticulitis), diverticulitis), serta dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Dikarenakan kebutuhan serat pada nugget kurang sehingga dibuatlah nugget berbahan dari ampas tahu dan ampas kedelai dapat menjadi pilihan makanan berserat tinggi dan bergizi. Demi mendukung pernyataan ini, maka perlu dilakukan analisis terhadap nugget tersebut. Analisis yang akan dilakukan pada nugget ampas tahu dan ampas susu kedelai adalah penentuan kadar vitamin B1 yang terkandung di dalamnya. dalamn ya. Vitamin B1 merupakan salah satu nutrisi yang sangat penting bagi manusia yaitu menjaga kesehatan dan fungsi jantung bagi tubuh. Vitamin B1 ini juga merupakan vitamin yang mudah larut dalam air seperti halnya vitamin A. Vitamin B1 atau dalam bahasa kimia disebut dengan Thiamine Thiamine ini juga dikenal sebagai penambah energi yang baik karena vitamin ini memasuki setiap reaksi kimia didalam tubuh, sehingga vitamin ini memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu menkonversi karbohidrat menjadi glukosa dan menghasilkan bahan produk energi yang dapat digunakan manusia untuk beraktifitas sehari-hari.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalh dari laporan praktikum analisis pangan ini adalah berapa kadar vitamin B1 pada nugget ampas tahu dan ampas susu kedelai ?
2
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan penulisan dari laporan praktikum analisis pangan ini adalah mengetahui kadar vitamin B1 pada nugget ampas tahu dan ampas susu kedelai.
D. Manfaat
Memberikan informasi tentang kadar vitamin B1 yang terkandung dalam nugget ampas tahu dan ampas susu kedelai.
E. Definisi Operasional, Asumsi, dan Pembatasan Masalah
1. Definisi Operasional -
Ampas tahu adalah limbah proses pembuatan tahu, sebagai limbah ampas tahu
masih mengandung protein dan
serat kasar, sehingga
mempunyai potensi untuk digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan nugget. -
Ampas susu kedelai adalah limbah padat hasil pemerasan bubur kedelai yang masih mengandung protein dan serat kedelai, sehingga mempunyai potensi untuk digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan nugget.
-
Vitamin B1 adalah vitamin yang akan dianalisis pada nugget ampas tahu dan ampas susu kedelai.
2. Asumsi Nugget ampas tahu dan susu kedelai kedelai yang digunakan diasumsikan bahwa bahwa 1) Proses pembuatan nugget ampas tahu dan ampas susu kedelai dilakukan pada waktu yang sama. 2) Ampas tahu dan ampas susu kedelai berasal dari jenis kedelai yang sama. 3. Pembatasan Masalah a. Pada praktikum ini dilakukan penentuan kadar vitamin B1 pada nugget ampas tahu dan ampas susu kedelai dengan menggunakan metode spektroskopi UV-Vis dengan vitamin B1 sebagai standar pembandingnya.
3
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis b. Sampel ampas tahu berasal dari limbah tahu daerah Sepanjang, Sidoarjo. c. Sampel ampas susu kedelai didapatkan dari pengolahan susu kedelai dengan dua kali pemerasan.
4
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Ampas Tahu
Ampas tahu merupakan hasil sampingan dalam pembuatan tahu yang meliputi perendaman kedelai, penggilingan, pendidihan bubur kedelai dan pengepresan (Tim Fatemeta IPB,
1981 dalam Yuliani, 2013). Seiring
dengan berkembangnya industri tahu pada saat ini maka akan semakin banyak ampas
tahu
yang
dihasilkan.
Masyarakat
juga
beranggapan
bahwa ampas tahu kurang bermanfaat dan sudah tidak mengandung gizi gizi serta tidak layak konsumsi. Jadi minat untuk memanfaatkan ampas tahu untuk menjadi suatu produk olahan makanan yang bergizi serta
ekonomis
masih sangat rendah sekali. Ampas tahu memiliki tekstur lembek dengan kadar air yang tinggi serta hanya mampu bertahan selama 24 jam, setelah itu ampas tahu berangsur-angsur akan mengeluarkan bau busuk atau membentuk unsur NH3. NH3 ini disebabkan oleh protein yang mengalami degradasi, sehingga dapat memecah molekul komplek yaitu protein menjadi molekul yang lebih sederhana. Degradasi ini membentuk gas NH 3 yang berbau busuk. Selama proses pembusukan, ampas tahu dapat memproduksi racun yang
dikenal
dengan mikotoksin. Mikotoksin merupakan zat yang diproduksi oleh ole h kapang selama s elama bahan makanan akibat proses fermentasi (Koswara, 1995 dalam Yuliani, 2013). Prabowo dkk., (1983) dalam Yuliani (2013) menyatakan bahwa protein ampas tahu mempunyai nilai biologis lebih tinggi daripada protein biji kedelai dalam keadaan mentah, karena bahan ini berasal dari kedelai yang telah dimasak. Kandungan senyawa pada ampas tahu yang cukup berpotensi adalah sebagai sumber antioksidan alami. ala mi. Antioksidan berfungsi
sebagai pencegah
beberapa
penyakit
degeneratif
seperti
penyakit kardiovaskular, kanker dan aterosklerosis (Schmildz dan Labuza, 2000 dalam Yuliani, 2013). Jenis antioksidan yang terdapat dalam ampas tahu adalah senyawa isoflavon. Hasil penelitian (Wahyu, 2004 dalam Yuliani,
5
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis 2013), menunjukkan bahwa ampas tahu masih mengandung 0,98% isoflavon sedangkan pada kedelai
yang merupakan bahan baku pembuatan tahu
mengandung 5,5 % isoflavon. Ampas tahu ta hu juga mengandung unsur-unsur mineral mikro mi kro maupun makro yaitu untuk mikro; Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm, Cu 5-15 ppm, Co kurang dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm. Ampas tahu dalam keadaan segar berkadar air sekitar 84,5 % dari bobotnya. Sedangkan, ampas tahu kering mengandung air sekitar 10,0 -15,5 % sehingga umur simpannya lebih lama dibandingkan dengan ampas tahu segar. Ampas tahu sekarang ini menjadi bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia mengandung nutrisi / gizi per 100 gram dapat diuraikan dalam tabel 1. Tabel 1. Kandungan nutrisi / gizi pada ampas tahu No. Unsur Nutrisi / Gizi 1 Energi 2 Protein 3 Lemak 4 Karbohidrat 5 Kalsium 6 Fosfor 7 Zat Besi 8 Vitamin A 9 Vitamin B1 10 Vitamin C (Sumber : KEMENKES RI)
Kandungan 414 kkal 26,6 gr 18,3 gr 41,3 gr 19 mg 29 mg 4 mg 0 IU 0,2 mg 0 mg
B. Ampas Susu Kedelai
Kedelai merupakan leguminosa yang proteinnya mengandung semua asam amino esensial, dimana asam amino esensial tersebut tidak dapat disintesis oleh tubuh, jadi harus dikonsumsi dari luar. Susu kedelai merupakan minuman kesehatan meskipun kadar lemaknya tinggi (18%), ternyata kadar lemak jenuhnya rendah dan tidak mengandung kolesterol serta rendah nilai kalorinya, tetapi mengandung phitokimia, phitokimia, yaitu senyawa dalam bahan pangan yang mempunyai khasiat menyehatkan seperti falvonoid. Selain mengandung zat gizi yang baik, kedelai juga mengandung serat
6
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis makann (dietary (dietary fiber ) dan dikenal paling rendah kandungan racun kimia serta residu pestisidanya. Pada proses pembuatan susu kedelai, kita akan memperoleh produk samping berupa ampas susu kedelai yang berbentuk padatan hasil pemerasan bubur kedelai. Pada umumnya berwarna putih kekuningan dan berbau khas (langu), pada suhu kamar akan cepat rusak bila dibiarkan begitu saja di udara terbuka. Ampas susu kedelai tersebut masih banyak mengandung zat gizi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein dari serat kedelai, tetapi dalam industri pengolahan susu kedelai, hasil smaping ini biasanya masih terbatas pemanfaatannya yakni hanya dijadikan sebagai pakan ternak dan bahkan masih ada industri kecil yang sama sekali tidak memanfaatkannya. Ketersediaan ampas susu kedelai pada saat ini sangat banyak seiring menjamurnya home industri pembuatan susu kedelai, akibat tingginya kesadaran masyarakat untuk hidup sehat. Kandungan gizi ampas susu kedelai cukup tinggi dengan protein kasar 27,62%; lemak kasar 2,95%; BETN 52,66%; serat kasar 13,81% dan abu 2,96%, Ca 0,09%, P 0,04% (Hasil laboratorium non ruminansia, 2009 dalam Muis, 2010). Sedangkan menurut Hsieh dan Yang (2003) dalam Muis (2010), kandungan gizi ampas susu kedelai adalah protein kasar 27,62%, lemak 5,52%, serat kasar 7,6%, dan BETN 45,44%, serta mengandung asam amino lisin, metionin, dan vitamin B1. Kandungan gizi ampas susu kedelai ini hamper sama dengan ampas tahu karena berasal dari bahan baku yang sama, walaupun berasal dari proses yang berbeda (Mariyono et al ., ., 1997 dalam Muis, 2010).
C. Nugget
Nugget
merupakan
produk
olahan
siap
saji
yang
telah
berkembang dan diminati masyarakat luas, dari mulai anak-anak hingga kalangan lanjut usia. Nama nugget berasal dari bentuknya, yang awalnya dahulu selalu
disajikan
dalam
bentuk persegi
panjang. Kini dengan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pangan,
produk nugget
dapat
dan
variasi. Badan
SNI.
01-6638-2002
dihidangkan
Standarisasi
dengan beragam
Nasional
(BSN)
bentuk
(2002) pada
7
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis mendefinisikan nugget sebagai produk olahan yang dicetak dalam bentuk potongan empat persegi, dimasak, dibuat dari campuran daging giling yang diberi bahan bahan pelapis pelapis tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Secara umum pembuatan produk beku melalui beberapa tahap mulai dari persiapan raw material (bahan baku), proses pencetakan/forming (untuk produk seperti bakso, nugget), pelapisan (coating ), ), menggorengan ( frying ), ), membekuan ( freezing ) dan pengemasan ( packaging ). ). Salah satu contoh makan beku yang banyak ditemui di pasaran adalah nugget, terutama chicken nugget dengan berbagai variasi bentuk. Bahan baku yang digunakan lebih banyak berupa daging beku (sapi, ikan atau ayam). Proses pembuatan nugget dimulai dengan melakukan persiapan bahan baku yaitu melakukan tempering/pelayuan, daging beku di simpan di ruangan dingin (chill room) untuk menaikkan suhu daging yang diinginkan, dengan standar tertentu. Proses selanjutnya daging digiling dengan alat giling (grinder meat) untuk mendapatkan ukuran daging yang diinginkan. Pada tahap ini juga dilakukan pembuatan emulsi dengan mencampurkan minyak, air dan soy protein. Alat yang digunakan untuk pembuatan emulsi berupa mesin chopper, alat yang sama dalam pembuatan pasta bakso. Selanjutnya emulsi dan daging giling dicampur bersamaan dengan bumbu lain sehingga terbentuk adonan ( meat mix). mix). Pada skala industri tahapan ini kadang digunakan gas CO 2 atau yang sejenis untuk mendapatkan meat mix dengan suhu tertentu agar mudah untuk dicetak, atau disimpan terlebih dahulu di ruangan dingin. Meat mix mix yang telah terbentuk kemudian dicetak sesuai bentuk dan ukuran yang diinginkan. Selanjutnya dilakukan pelapisan (coating) dengan cara pelapisan basah (wet coating) dan pelapisan kering (dry coating) sejenis tepung roti/breader hingga permukaannya tertutup rata. Tahapan pemasakan untuk nugget ada yang dilakukan 2 tahap untuk hasil fully cooked , yaitu penggorengan (pan-frying)
dan
pengovenan,
atau
hanya
dilewatkan
penggorengan saja. Pengorengan dilakukan dengan merendam produk pada minyak goreng panas selama beberapa saat.
8
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis Selanjutnya nugget dilewatkan ke dalam oven. Pada tahap ini, nugget diberi uap jenuh panas/steam sehingga mengalami pematangan penuh. Proses ini juga berguna untuk membantu memperbaiki tekstur pada produk akhir. Tahap selanjutnya nugget dibekukan dengan mesin pembeku individual quick freezing (IQF) sampai membeku sempurna. Suhu pembekuan memegang peran penting terhadap daya simpan nugget. Selanjutnya nugget yang telah beku dilakukan pengemasan pengemasan sesuai yang diinginkan.
Gambar 1. Gambaran nugget ayam (chicken (chicken nugget ) D. Vitamin B1 (Tiamin Hdroklorida)
Tiamin adalah senyawa organosulfur tidak berwarna dengan rumus kimia C12H17 N4OS. Strukturnya terdiri dari aminopyrimidine aminopyrimidine dan sebuah cincin tiazol (thiazole) yang dihubungkan oleh satu jembatan metilen. Tiazol ini tersubstitusi dengan rantai samping metil dan hidroksietil. Tiamin adalah senyawa yang larut dalam air, metanol, dan gliserol, sehingga tidak larut dalam pelarut organik yang bersifat kurang polar. Tiamina stabil pada pH asam, tetapi tidak stabil dalam larutan alkali. Tiamin yang merupakan karbena N-heterosiklik, dapat digunakan pada sianida sebagai katalis untuk kondensasi benzoin. Tiamin tidak stabil terhadap panas, tetapi stabil selama disimpan dalam kondisi beku. Selain itu tiamina juga tidak stabil bila terkena sinar ultraviolet dan iradiasi sinar gamma. Tiamin bereaksi kuat pada reaksi Maillard. Tiamin larut dalam alkohol 70 % dan air, dapat rusak oleh panas, terutama dengan adanya alkali. Pada kondisi kering, tiamin stabil pada suhu 100oC selama beberapa jam. Kelembaban akan mempercepat kerusakannya.
9
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis Hal ini menunjukkan bahwa pada makanan segar, tiamin kurang stabil terhadap panas jika dibandingkan dengan makanan kering. Tiamin atau vitamin B1 merupakan kristal putih dengan bau yang spesifik. Bersifat higroskopis dan bentuk anhidratnya dapat menyerap 4 % air. Meleleh dan mengalami dekomposisi pada 248ºC. Struktur tiamin hidroklorida (vitamin B1) dapat dilihat pada gambar (2).
Gambar 2. Struktur vitamin B1
Vitamin B1 merupakan jenis vitamin yang masih tergabung dalam kelompok vitamin B kompleks. Vitamin B1 (Tiamin hidroklorida) berfungsi sebagai koenzim tiamin pirofosfat (TPP) dalam metabolism karbohidrat dan asam amino rantai cabang. TPP dikoordinasikan melalui magnesium (Mg 2+) berpartisipasi dalam dua jenis utama reaksi metabolik : a) Pembentukan -keton (misalnya antara antara heksosa dan pentosa fosfat) fosfat) yang dikatalisis oleh transketolase. b) Dalam oksidasi oksidasi (misalnya, asam piruvat, piruvat, -ketoglutarat dan rantai cabang -keto) asam
-keto oleh kompleks dehidrogenase. Oleh karena itu,
kekurangan tiamin akan mengakibatkan penurunan secara keseluruhan dalam metabolism karbohidrat dan koneksi antar dengan metabolisme asam amino (melalui asam
-keto). Konsekuensi terberat bisa bisa timbul
penurunan pembentukan asetikolin untuk untuk fungsi saraf. Tiamin ditemukan di dalam berbagai macam makanan pada konsentrasi rendah. Ragi, ekstrak ragi, dan adalah sumber tiamina yang yang paling tinggi. Secara umum, biji-bijian merupakan sumber makanan paling penting yang mengandun tiamin, berdasarkan manfaat dan keutamaannya. Dari sumber tersebut, biji-bijian lebih banyak mengandung tiamin bila
10
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis dibandingkan dengan biji-bijian olahan, karena tiamin kebanyakan ditemukan pada lapisan luar dari gandum dan kulit ari biji-bijian (yang dihilangkan selama proses pemurnian/pengolahan). Misalnya, 100 g tepung gandum utuh mengandung 0,55 mg tiamin, sementara 100 g tepung putih hanya mengandung 0,06 mg tiamin. Di Amerika Serikat, tepung olahan harus diperkaya dengan mononitrat tiamina (bersama dengan niacin / niasin, zat besi, riboflavin, dan asam folat) untuk menggantikan tiamina yang hilang selama pemrosesan. Di Australia, tiamina, asam folat, dan garam beryodium ditambahkan untuk alasan yang sama. Oleh karena itu seluruh jenis makanan sangat dianjurkan untuk mengatasi penyakit akibat defisiensi / kekurangan vitamin. Beberapa makanan lainnya yang kaya akan kandungan tiamin adalah oatmeal, rami dan biji bunga matahari, beras merah, gandum utuh gandum, asparagus, kubis kembang kol, kentang, jeruk, hati (sapi, babi, dan ayam), dan telur. Tiamina hidroklorida (Betaxin) berwarna putih apabila dalam bentuk senyawa tunggal. Senyawa ini i ni adalah senyawa aditif / tambahan pada makanan yang memiliki berwujud kristal higroskopis higroskopis dan digunakan untuk memberikan aroma dan rasa kaldu pada sup. Senyawa ini merupakan senyawa perantara alami yang dihasilkan dari reaksi tiamin-HCl yang mendahului siklus hidrolisis dan fosforilasi, sebelum akhirnya digunakan (dalam bentuk TPP) pada sejumlah amino enzimatik, asam lemak enzimatik, dan reaksi karbohidrat. Tiamin hidroklorida dapat ditetapkan kadarnya dengan berbagai metode
yang
pemilihannya
tergantung
pada
bentuk
sediaan
dan
efektifitasnya. Metode yang serimg digunakan ada 6 metode yaitu : a) Metode fluorometri dari tiokrom
Tiamin yang ditambah dengan kalium heksasianoferat (III) akan teroksidasi
menghasilkan
tiokrom
yaitu
suatu
senyawa
yang
berfluoresensi biru. Kadar tiamin akan sebanding dengan intesitas fluoresensi yang dapat diukur dengan fluorometer
11
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis b) Metode kolorimetri
Dasar metode ini adalah reaksi antara tiamin yang telah didiazotasi dengan 6-aminotimol yang akan memperpanjang kromofor sehingga menimbulkan warna. Intensitas warna ini diukur dengan melihat serapannya pada λ tertentu. Intensitas serapan ini akan sebanding dengan kadar tiamin. c) Metode asidi alkalimetri
Hidroklorida pada tiamin HCl dapat dititrasi dengan NaOH 0,1N dengan menggunakan indikator brom timol biru. d) Metode titrasi bebas air
Tiamin HCl dalam asam asetat glasial dapat dtitrasi dengan asam perklorat jika sebelumnya ditambahkan Hg asetat berlebihan. Kedua atom nitrogen tertitrasi maka berat ekivalennya setara dengan setengah Bmnya. e) Metode argentometri
Klorida pada tiamin HCl dapat ditetapkan secara argentometri. Dengan penambahan AgNO 3 maka ion klorida akan mengendap sebagai AgCl 2. Jumlah AgNO 3 akan setara dengan jumlah CL - dengan demikian setara juga dengan jumlah tiamin HCl. f) Metode gravimetri
Tiamin dalam tablet dan dalam injeksi dapat ditetapkan secara gravimetri
dengan
mengendapkan
larutan
tiamin
dengan
asam
silikowolframat.
Secara kualitatif, vitamin B1 (Tiamin hidroklorida) dapat ditentukan yaitu dengan cara sebagai berikut : a) Uji A : Ditambahkan 2 tetes larutan kalium ferisianida (K 3Fe(CN)6) 1 % dan 1 mL NaOH 15 %. Apabila terbentuk fluoresensi warna biru maka larutan sampel mengandung vitamin B1. b) Uji B : Ditambahkan 1 mL larutan kalium iodida 1 N. Bila terbentuk endapan orange maka sampel mengandung vitamin B1.
12
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis c) Uji C : Dimasukan 1 ml larutan tiamin 1% kedalam tabung reaksi. Setelah itu ditambahkan 1 ml larutan Pb-asetat 10% dan 4,5 ml NaOH 6 N. Lalu dicampurkan dengan baik, kemudian perhatikan timbulnya warna kuning yang terjadi. Lalu dipanaskan, sehingga akan timbul endapan warna coklat-hitam yang menandakan vitamin B1 positif. d) Uji D : Didalam tabung reaksi masukan 5 tetes larutan thiamen 1%. Kemudian ditambahkan 5 tetes larutan bismuth nitrat,dicampurkan dengan baik. Lalu ditambahkan pula satu tetes larutan KI 5%. Dan diperhatikan perubahan warna yang terjadi. Timbulnya endapan warna merah jingga berarti vitamin B1 positif.
E. Spektrofotometer UV-Vis
Metode analisis spektrometri adalah metode analisis yang paling banyak dipakai
di
dalam
Kimia
analisis,
khususnya pada
spektra
elektromagnetik daerah ultraviolet dan tampak. Aplikasinya meliputi bidang Kimia Klinik, Kimia Lingkungan dan bidang-bidang lain. Keuntungan dari metode analisis spektrometri adalah peralatannya yang mudah didapat dan biasanya cukup mudah dioperasikan. Prinsip metode analisis spektrometri adalah larutan sampel menyerap radiasi elektromagnetik dan jumlah intensitas radiasi yang diserap oleh larutan sampel dihubungkan dengan konsentrasi analit (zat/unsur yang akan dianalisis) dalam larutan sampel.
Gambar 3. Warna komplementer pada spektrofotometri UV-Vis
Pada metode analisis spektrometri terdapat komplementer warna. Warna-warna yang saling berlawanan satu sama lain pada roda warna dikatakan sebagai warna-warna komplementer. Biru dan kuning adalah warna
13
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis komplementer; merah dan sian adalah komplementer; demikian juga hijau dan magenta (merah muda). Warna kompleks adalah komplemen warna cahaya yang diserap oleh sample dalam spektrometri. Absorbsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Energi yang terserap kemudian terbuang sebagai cahaya atau tersalurkan dalam reaksi kimia. Absorbsi cahaya tampak dan radiasi ultraviolet meningkatkan energi elektronik sebuah molekul, artinya energi yang disumbangkan oleh fotonfoton memungkinkan elektron-elektron itu mengatasi kekangan inti dan pindah ke luar ke orbital baru yag lebih tinggi energinya. Semua molekul dapat
menyerap
radiasi
dalam
daerah
UV-tampak
karena
mereka
mengandung electron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat dieksitasi ketingkat energi yang lebih tinggi. Absorbsi untuk transisi electron seharusnya tampak pada panjang gelombang diskrit sebagai suatu spektrum garis atau peak tajam namun ternyata berbeda. Spektrum UV maupun tampak terdiri dari pita absorbsi, lebar pada daerah panjang gelombang yang lebar. Ini disebabkan terbaginya keadaan dasar dan keadaan eksitasi sebuah molekul dalam subtingkatsubtingkat rotasi dan vibrasi. Transisi elektronik dapat terjadi dari subtingkat apa saja dari keadaan dasar ke subtingkat apa saja dari keadaan eksitasi. Karena berbagai berbagai transisi ini ini berbeda energi
sedikit sekali, maka panjang panjang
gelombang absorpsinya juga berbeda sedikit dan menimbulkan pita lebar yang tampak dalam spektrum itu. Di samping pita-pita spektrum visible disebabkan terjadinya tumpang tindih energi elektronik dengan energi lainnya (translasi, rotasi, vibrasi) jugadisebabkan ada faktor lain sebagai faktor lingkungan kimia yang diberikan oleh pelarut yang dipakai. Pelarut akan sangat berpengaruh mengurangi kebebbasan transisi elektronik pada molekul yang dikenakan radiasi elektromagnetik. Oleh karenaitu, spektrum zat dalam keadaan uap akan memberikan pita spektrum yang sempit.
14
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis Panjang
gelombang
dimana
terjadi
eksitasielektronik
yang
memberikan absorban maksimum disebut sebagai panjang gelombang maksimum (λ maks). Penentuan panjang gelombang maksimum yang pasti (tetap) dapat dipakai untuk identifikasi molekul yang bersifat karakteristikkarakteristik sebagai data sekunder. Dengan demikian spektrum visibel dapat dipakai untuk tujuan analisis kualitatif (data sekunder) dan kuatitatif. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron akan menyerap cahaya pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang menyerap energi lebih sedikit akan menyerap cahaya pada panjang gelombang yang lebih l ebih panjang. Senyawa yang menyerap men yerap caha dalam daerah tampak memiliki electron yang lebih mudah dipromosikan daripada senyawa yang menyerap cahaya pada panjang gelombang UV yang lebih pendek.
1. Instrumentasi
Instrument yang digunakan untuk mempelajari serapan atau emisi radiasi elektromagnetik sebagai fungsi dari panjang gelombang disebut “spektrometer ” atau spektrofotometer. Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diarbsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dibandingkan dengan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengarbsorbsi untuk larutan sampel dan blangko ataupun pembanding.
15
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis
Gambar 4. Instrumen spektrofotometri (bagian-bagian spektrofotometer)
a.
Sumber Sumber sinar polikromatis berfungsi sebagai sumber sinar polikromatis dengan berbagai macam rentang panjang gelombang. gelombang.
Untuk sepktrofotometer UV menggunakan lampu deuterium atau disebut juga heavi hidrogen.
VIS menggunakan lampu tungsten yang sering disebut lampu wolfram.
UV-VIS
menggunan
photodiode photodiode yang
telah
dilengkapi
monokromator. b. Monokromator Monokromator
berfungsi
sebagai
penyeleksi
panjang
gelombang yaitu mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya monaokromatis. Jenis monokromator yang saat ini banyak digunakan adalan gratting atau lensa prisma dan filter optik. Jika digunakan grating maka cahaya akan dirubah menjadi spektrum cahaya. Sedangkan filter optik berupa lensa berwarna sehingga cahaya yang diteruskan sesuai dengan warnya lensa yang dikenai cahaya. Ada banyak lensa warna dalam satu alat yang digunakan sesuai dengan jenis pemeriksaan.
16
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis
Gambar 5. Gambaran proses disperse atau penyebaran cahaya
c. Sel sampel Sel sampel berfungsi sebagai tempat meletakkan sampel. UV, VIS dan UV-VIS menggunakan kuvet sebagai tempat sampel. Kuvet biasanya terbuat dari kuarsa atau gelas, namun kuvet dari kuarsa yang terbuat dari silika memiliki kualitas yang lebih baik. Hal ini disebabkan yang terbuat dari kaca dan plastik dapat menyerap UV sehingga penggunaannya hanya pada spektrofotometer sinar tampak (VIS). Kuvet biasanya berbentuk persegi panjang dengan lebar 1 cm. d. Detektor Detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan mengubahnya menjadi arus listrik. Syarat-syarat sebuah detektor :
Kepekaan yang tinggi
Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi
Respon konstan pada berbagai panjang gelombang.
Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi.
Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga radiasi.
Macam-macam detektor :
Detektor foto (Photo detector)
Photocell , misalnya CdS.
Phototube
Hantaran foto
Dioda foto
17
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis
Detektor panas
e. Read Out Read out merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya isyarat listrik yang berasal dari detektor.
2. Cara Kerja Spektrofotometer
Ketika cahaya dengan berbagai panjang gelombang (cahaya polikromatis) mengenai suatu zat, maka cahaya dengan panjang gelombang tertentu saja yang akan diserap. Di dalam suatu molekul yang memegang peranan penting adalah elektron valensi dari setiap atom yang ada hingga terbentuk suatu materi. Elektron-elektron yang dimiliki oleh suatu molekul dapat berpindah (eksitasi), berputar (rotasi) dan bergetar (vibrasi) jika dikenai suatu energi. Jika zat menyerap cahaya tampak dan UV maka akan terjadi perpindahan elektron dari keadaan dasar menuju ke keadaan tereksitasi. Perpindahan elektron ini disebut transisi elektronik . Apabila cahaya yang diserap adalah cahaya inframerah maka elektron yang ada dalam atom atau elektron ikatan pada suatu molekul dapat hanya akan bergetar (vibrasi). Sedangkan gerakan berputar elektron terjadi pada energi yang lebih rendah lagi misalnya pada gelombang radio. Atas dasar inilah spektrofotometri dirancang untuk mengukur konsentrasi suatu suatu yang ada dalam suatu sampel. Dimana zat yang ada dalam sel sampel disinari dengan cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu. Ketika cahaya mengenai sampel sebagian akan diserap, sebagian akan dihamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan. Pada spektrofotometri, cahaya datang atau cahaya masuk atau cahaya yang mengenai permukaan zat dan cahaya setelah melewati zat tidak dapat diukur, yang dapat diukur adalah I t/I0 atau I0/It (perbandingan cahaya datang dengan cahaya setelah melewati materi (sampel). Proses penyerapan cahaya oleh suatu zat dapat digambarkan sebagai berikut:
18
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis
Gambar 6. Proses penyerapan cahaya oleh zat dalam sel se l sampel. dari gambar terlihat bahwa zat sebelum melewati sel sampel lebih terang atau lebih banyak di banding cahaya setelah melewati sel sampel
Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi (A) sedangkan cahaya yang hamburkan diukur sebagai transmitansi (T), dinyatakan dengan hukum lambert-beer atau Hukum Beer, berbunyi: be rbunyi: “Jumlah radiasi cahaya tampak (ultraviolet, inframerah dan sebagainya) yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan”.
Berdasarkan hukum Lambert-Beer, rumus yang digunakan untuk menghitung banyaknya cahaya yang hamburkan:
atau
Dan absorbansi dinyatakan dengan rumus :
Dimana I0 merupakan intensitas cahaya datang dan It atau It adalah intensitas cahaya setelah melewati sampel. Rumus yang diturunkan dari Hukum Beer dapat ditulis sebagai berikut :
Dimana : A = absorbansi
19
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis b atau ata u terkadang ter kadang digunakan l = = tebal larutan (tebal kuvet diperhitungkan juga umumnya 1 cm) c = konsentrasi larutan yang diukur ε = tetapan absorptivitas molar (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam molar) a = tetapan absorptivitas (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam ppm). Secara eksperimen hukum Lambert-beer akan terpenuhi apabila peralatan yang digunakan memenuhi memenuhi kriteria-kriteria berikut: 1. Sinar yang masuk atau sinar yang mengenai sel sampel berupa sinar dengan dengan panjang gelombang tunggal (monokromatis). 2. Penyerapan sinar oleh suatu molekul yang ada di dalam larutan tidak dipengaruhi oleh molekul yang lain yang ada bersama dalam satu larutan. 3. Penyerapan terjadi di dalam volume larutan yang luas penampang (tebal kuvet) yang sama. 4. Penyerapan tidak menghasilkan pemancaran sinar pendafluor. Artinya larutan yang diukur harus benar-benar jernih agar tidak terjadi hamburan cahaya oleh partikel-partikel partikel-parti kel koloid atau ata u suspensi yang ada di dalam larutan. larutan. 5. Konsentrasi analit rendah. Karena apabila konsentrasi tinggi akan menggangu kelinearan grafik absorbansi versus konsntrasi konsntras i. Faktor-faktor
yang
sering
menyebabkan
kesalahan
dalam
menggunakan spektrofotometer dalam mengukur konsentrasi suatu analit : 1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis termasuk zat pembentuk warna. 2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa, namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik. 3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui pengenceran atau pemekatan).
20
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis Bab III METODE ANALISA
A. Sasaran Percobaan
Sasaran dalam percobaan ini adalah nugget yang berasal dari ampas tahu dan ampas susu kedelai.
B. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang dipakai dalam praktikum ini adalah deskriptif kuantitatif.
C. Variabel Percobaan
Penentuan kadar vitamin pada nugget ampas tahu dan ampas susu kedelai Variabel bebas
: nugget ampas tahu dan ampas susu kedelai
Variabel kontrol : jenis kedelai Variabel terikat
: kadar vitamin B1
D. Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Analitik dan Laboratorium Instrumen Jurusan Kmia, Universitas Negeri Surabaya mulai hari Senin, 20 Oktober 2013 sampai selesai.
E. Sampel Percobaan
Sampel percobaan yang digunakan dalam prkatiku ini adalah nugget yang terbuat dari ampas tahu dan ampas kedelai yang telah siap dimasak artinya nugget tersebut masih dalam kondisi mentah.
F. Alat dan Bahan yang Digunakan
Alat : Labu ukur, gelas kimia, pipet volum, pipet tetes, corong pisah, mortar, dan alu, tabung reaksi, gelas ukur, kaca arloji, erlenmeyer, thermometer, kompor listrik, statif dan klem, Spektrofotometer UV-Vis SHIMADZU 1800
21
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis Bahan : Sampel berupa nugget ampas tahu dan ampas susu kedelai, standar vitamin B1, aquades, HCl 0,1 N, NaOH 15%, K 3Fe(CN)6 1%, KI 20%, n-butanol, dan kertas saring.
G. Prosedur Percobaan
1. Preparasi sampel (Pembuatan Nugget) Ampas tahu dan / ampas susu kedelai diletakkan dalam baskom yang telah berisi 2 butir telur, setelah itu diaduk hingga rata. Kemudian dimasukkan ayam cincang, wortel, brokoli, daun bawang, dan daun bombay yang telah diiris diiri s halus, ditambah dengan bumbu (bawang putih, garam, merica yang telah ditumbuk halus). Setelah itu diaduk hingga semua bumbu dan bahan tercampur lalu diletakkan dalam cetakan yang telah diberi minyak. Kukus adonan selama 40 menit. Angkat adonan dari pengukus. 2. Ekstraksi Sampel Nugget sebanyak 5 gram ditumbuk diatas mortar menggunakan alu sampai lembut, kemudian ditambahkan 0,1 N larutan HCl sampai 10 kali lipat atau lebih. Selanjutnya panaskan hingga 30 menit pada suhu 95°C100°C diatas penangas air dan usahakan selalu diaduk. Setelah itu dinginkan dan kalau terjadi partikel padat usahakan kontak dengan cairannya. Selanjutnya encerkan dengan HCl 0,1 N kembali sampai volumenya mencapai 50 mL. Lalu larutan sampel tersebut disaring dengan kertas saring sampai dapat filtrat sampel (Sudarmadji, 1997). 3. Pemisahan tiamin hidroklorida dan persiapan pengukuran menggunakan spektrofotometer Masing-masing filtrat Sampel dimasukkan ke dalam corong pisah ditambahkan dengan 1,5 mL larutan natrium hidroksida 15% dan 1 tetes larutan kalium ferisianida 1% kemudian dikocok kuat. Setelah itu didiamkan dan ditambahkan 10 mL larutan n-butanol digoyang perlahanlahan, lalu didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan. Lapisan bawah yang berupa larutan air dipisahkan, sehingga yang tertinggal hanya lapisan
22
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis butanolnya ditampung dalam wadah, selanjutnya dianalisis dengan spektrofotometer
UV-Vis
pada
panjang
gelombang
maksimum
(Sudarmadji, 1997). 4. Analisis Tiamin Hidroklorida a. Uji Kualitattif Analisis kualitatif menurut Laksmiwati et al (2012) al (2012) merupakan uji pendahuluan yang akan memberikan petunjuk untuk memastikan ada tidaknya tiamin hidroklorida pada nugget ampas tahu dan ampas susu kedelai. Uji kualitatif ini dilakukan dengan 2 (dua) kali pengujian dengan menggunakan uji A dan B. Filtrat sampel sebanyak 2 mL dimasukkan pada masing – masing masing tabung reaksi, yang kemudian diperlakukan sebagai berikut :
Uji A
: Ditambahkan
2
tetes
larutan
kalium
ferisianida
K 3Fe(CN)6 1 % dan 1 mL NaOH 15 %. Apabila terbentuk fluoresensi warna biru maka larutan sampel mengandung vitamin B1.
Uji B: Ditambahkan 1 mL larutan kalium iodida 1 N. Bila terbentuk endapan orange maka sampel mengandung vitamin B1.
b. Analisis Kuantitatif menggunakan Spektrofotometer UV-Vis 1) Pembuatan Larutan Baku 0,1 gram tiamin hidroklorida dilarutkan dengan HCl 0,1 N hingga 100 mL, kemudian dikocok hingga homogen. 2) Pembuatan Larutan Standar Dalam membuat larutan standar, 10 mL larutan baku dipipet kemudian dimasukkan dalam labu ukur dan ditambahkan aquades sampai 100 mL, dikocok hingga homogen. Dari larutan ini dipipet masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, 5 mL, kemudian ditambahkan aquades dalam labu ukur 100 mL sampai tanda batas sehingga konsentrasi larutan standar diperoleh 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, dan 5 ppm. Selanjutnya dilakukan pemisahan tiamin hidroklorida sama dengan prosedur seperti pada sampel.
23
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis 2,5
mL
larutan
standar
masing-masing
konsentrasi
dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian ditambahkan 1,5 mL larutan natrium hidroksida 15% dan 1 tetes larutan kalium ferisianida 1% kemudian dikocok kuat. Setelah itu didiamkan dan ditambahkan 7,5 mL larutan n-butanol digoyang perlahan-lahan, lalu didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan. Lapisan butanolnya (lapisan bawah) ditampung dalam wadah, selanjutnya dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis. Sedangkan larutan blanko dibuat sama dengan prosedur pemisahan tiamin hidroklorida seperti pada sampel, hanya saja sampel diganti dengan aquades dan tidak ditambahkan kalium ferisianida 1%. 3) Penentuan panjang gelombang maksimum (λ maks) Penentuan
panjang
gelombang
maksimum
( λ maks) maks)
diperoleh dengan mengukur absorbansi larutan standar tiamin hidroklorida pada panjang gelombang ( λ ) 200-400 nm. Dari pengukuran
larutan
standar
tersebut
diperoleh panjang
gelombang maksimum
H. Teknik Analisis Data
Metode analisis data yang metode analisis deskriptif
digunakan
kuantitatif.
untuk mendeskripsikan hasil
pada percobaan ini adalah
Deskriptif
konsentrasi
kuantitatif
kandungan
digunakan
vitamin B1 pada
nugget ampas tahu dan ampas susu kedelai. Konsentrasi tersebut diperoleh berdasarkan persamaan garis kurva standar.
24
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
A. Data Pengamatan
Analisis vitamin B pada sampel nugget ampas tahu dan ampas susu kedelai dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif yang diperoleh data sebagai berikut : 1. Analisis Kualitatif Tabel 1. Data percobaan secara kualitatif Uji A Sampel K 3Fe(CN)6 1 % + NaOH 15% Nugget ampas tahu Ampas tahu + K 3Fe(CN)6 = kuning (+) Setelah ditambahkan NaOH 20 tetes = kuning (-), tetesannya ditambahkan hingga 50 tetes = kuning Nugget ampas susu Ampas susu kedelai + kedelai K 3Fe(CN)6 = kuning (++) Setelah ditambahkan NaOH 20 tetes = kuning (-), tetesannya ditambahkan hingga 50 tetes = orange
Uji B (KI 20%)
Ampas tahu + KI (50 tetes) = orange (+)
Ampas susu kedelai + KI (50 tetes) = orange
2. Analisis Kuantitatif
Pengulangan 1 (ditambahkan zat warna / pengompleks K 3Fe(CN)6)
Tabel 2. Data percobaan standar vitamin B1 pada pengulangan 1 Standar 2 ppm 4 ppm 5 ppm
Absorbansi 1,242 1,502 1,506
dengan R 2 = Persamaan kurva standar : 0,90159
25
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis
26
Tabel 3. Data percobaan sampel nugget ampas tahu dan ampas susu kedelai pada pengulangan 1
Kode Absorbansi Sampel
AT 1 AT 2 AS 1 AS 2
3,412 1,532 1,773 1,626
Volume nbutanol (mL)
Berat sampel (gram)
Kadar tiamin dalam 10 mL n-butanol (mg)
Kadar tiamin (mg/100g)
10 mL 10 mL 10 mL 10 mL
5,015 5,010 5,019 5,010
2,48493 0,48912 0,74465 0,58871
0,495 0,0976 0,1484 0,1175
Rata-rata kadar tiamin (mg/100g)
0,2963 0,13295
Kadar Vitamin B1 (%)
49,5 9,76 14,8 11,75
Rata-rata kadar Vitamin B1 (%)
29,63% 13,275%
Pengulangan 2 (tanpa ditambahkan zat warna / pengompleks K 3Fe(CN)6) Tabel 4. Data percobaan standar vitamin B1 pada pengulangan 2 Standar 1 ppm 2 ppm 3 ppm 4 ppm
Absorbansi 0,631 0,454 0,391 0,007
dengan R 2 = Persamaan kurva standar : 0,90280 Tabel 5. Data percobaan sampel nugget ampas tahu dan ampas susu kedelai pada pengulangan 2
Kode Absorbansi Sampel
AT 2 AS 2
0,371 0,199
Volume nbutanol (mL)
Berat sampel (gram)
Kadar tiamin dalam 7,5 mL n-butanol (mg)
7,5 mL 7,5 mL
5,010 5,010
0,541 0,2903
Kadar tiamin (mg/100g)
0,1079 0,579
Kadar tiamin dalam sampel (%) 10,79 5,79
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis B. Pembahasan
Telah dilakukan percobaan analisis vitamin B1 yang bertujuan untuk mengetahui kadar vitamin B1 pada sampel nugget ampas tahu dan ampas susu kedelai. Pertama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah ekstraksi senyawa tiamin hidroklorida dari sampel nugget tersebut. Ekstraksi sampel dilakukan dengan menghaluskan nugget kemudian diekstrak menggunakan HCl, selanjutnya dipanaskan diatas penangas air pada suhu 95°C-100°C. Ekstraksi tiamin hidroklorida dilakukan menggunakan HCl karena tiamin hidroklorida akan lebih stabil dalam larutan HCl sehingga saat dipanaskan tidak terjadi dekomposisi. Kestabilan senyawa tiamin hidroklorida dalam larutan HCl ini didukung oleh sifat tiamin yang dapat rusak oleh panas terutama dengan alkali. Setelah dipanaskan larutan sampel tersebut didinginkan, lalu ditambahkan kembali 50 mL HCl dan diaduk hingga homogen, selanjutnya disaring hingga didapatkan filtrat sampel. Tujuan penambahan HCl kembali adalah untuk mengembalikan tiamin yang sempat lepas karena pemanasan menjadi bentuk garamnya. Senyawa tiamin memang stabil pada suhu 100°C apabila dalam kondisi kering selama beberapa jam, sedangkan sampel yang diolah ini merupakan sampel dengan kondisi lembab sehingga cepat rusak. Oleh karena itu perlu ditambahkan HCl kembali. Filtrat sampel yang dihasilkan kemudian dilakukan pemisahan senyawa tiamin hidroklorida menggunakan corong pisah. Pemisahan ini difungsikan agar sampel tersebut hanya mengandung senyawa tiamin saja sehingga dapat dianalsis dengan benar dan terbaca oleh instrumen. Dalam pemisahannya tersebut sampel dimasukkan ke dalam corong pisah sebanyak 2,5 mL, kemudian ditambahkan 1,5 mL larutan natrium hidroksida 15% dan 1 tetes larutan kalium ferisianida 1% kemudian dikocok kuat. Setelah itu didiamkan dan ditambahkan 10 mL larutan n-butanol digoyang perlahan-lahan, lalu didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan. Lapisan yang bawah dibuang dan bagian atas ditampung untuk diuji pada pada pengujian berikutnya. Penambahan NaOH dilakukan untuk mengubah tiamin hidroklorida menjadi basa bebasnya dengan melepaskan molekul HCl. Selain itu, HCl juga berfungsi sebagai pemberi suasana basa pada reaksi pembentukan tiokrom. Tiokrom terbentuk karena adanya oksidasi tiamin oleh kalium ferisianida pada
27
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis suasana basa. Kemudian n-butanol yang bertindak sebagai pelarut mampu menarik tiamin hingga terbentuk dua lapisan. Hal ini disebabkan senyawa tiamin mudah larut atau bersifat polar terhadap alkohol. Adapun NaOH akan terpartisi ke fase air yang merupakan lapisan bawah pada pemisahan ini dan selanjutnya dibuang. Setelah dilakukan ekstraksi dan pemisahan senyawa tiamin hidroklorida kemudian dilakukan analisis secara kualitatif dan kauntitatif. Analisis kualitatif merupakan uji pendahuluan yang akan memberikan petunjuk untuk memastikan ada tidaknya tiamin hidroklorida pada nugget ampas tahu dan ampas susu kedelai. Uji kualitatif dilakukan dua jenis uji yang spesifik terhadap tiamin hidroklorida yaitu dengan penambahan kalium ferisianida dan kalium iodida. Pada pengujian secara kualitatif ini sampel nugget ampas tahu yang ditambahkan larutan kalium ferisianida 2 tetes dan NaOH 15% 1 mL seharusnya akan terbentuk fluoresensi warna biru. Namun, setelah ditambahkan hingga 20 tetes NaOH, warna sampel hanya berubah menjadi kuning (-) dan ditambahkan kembali sampai 50 tetes hanya menunjukkan perubahan dari kuning (-) menjadi kuning. Berdasarkan hasil yang diperoleh, nugget ampas tahu ketika direaksikan dengan kalium ferisianida hasilnya negatif (tidak terbentuk fluorosensi warna biru) atau senyawa tiokrom tidak terbentuk. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kemungkinan pemberian kalium ferisianida kurang banyak dimana kondisi sampel sebelum diberi perlakuan itu lembab dan berada diluar (tidak dikondisikan dalam suhu tertentu, misalnya dimasukkan dalam lemari es) yang menyebabkan senyawa tiamin dapat rusak atau banyak yang telah terdekomposisi pada suhu ruang. Telah diungkapkan sebelumnya bahwa senyawa tiamin lebih cepat rusak pada makanan lembab. Maka, respon senyawa tiamin dalam sampel nugget ampas tahu terhadap kalium ferisianida kurang peka sehingga negatif atau kemungkinannya ada melainkan terlalu kecil. Jika, pada sampel nugget ampas tahu uji A (K 3Fe(CN)6 1 % + NaOH 15%) hasilnya negatif, maka sampel pada ampas susu kedelai saat ditambahkan K 3Fe(CN)6 warnanya kuning (++) dan setelah ditambahkan NaOH 20 tetes warnanya menjadi kuning (-), lalu ditambahkan terus menerus hingga 50 tetes
28
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis warnanya berubah menjadi orange. Hal ini menunjukkan uji A pada sampel nugget ampas susu kedelai juga negatif sama halnya dengan nugget ampas tahu. Penyebabnya bisa dimungkinkan karena senyawa tiamin terdekomposisi pada suhu ruang. Berikut reaski antara tiamin dengan kalium ferisianida dalam suasana basa :
Uji kulitatif yang kedua (B) adalah menambahkan larutan KI 20% ke dalam sampel nugget ampas tahu dan ampas susu kedelai. Larutan KI sama-sama ditambahkan sebanyak 50 tetes ke dalam masing-masing sampel. Seharusnya ketika ditambahkan larutan KI ke dalam sampel, hasil positif akan terbentuk endapan orange. Namun, pada sampel nugget ampas tahu menghasilkan warna larutan orange (+), sedangkan pada nugget ampas susu kedelai menghasilkan warna orange. Masing-masing sampel hanya mengalami perubahan warna tidak sampai terbentuk endapan, sebab idealnya larutan KI yang digunakan uji adalah larutan KI 1 N bukan KI 20%. Setelah semua proses uji kualitatif dilakukan, langkah selanjutnya adalah penentuan
kadar
vitamin
B1
secara
kuantitatif
menggunakan
metode
spektrofotometri UV-Vis. Dalam analisis kuantitatif ini dilakukan dua kali pengulangan. Pengulangan ini dilakukan dua kali dikarenakan data yang dihasilkan pada pengulangan 1 tidak memuaskan. Pada analisis vitamin B1 secara kuantitatif dibutuhkan larutan standar untuk dapat dilakukan pembacaan absorbansi dalam spektrofotometri UV-Vis dan dibuat kurva standar yang dipergunakan untuk menghitung konsentrasi sampel. Setelah kami mendapatkan standar vitamin B1, kemudian kami buat larutan baku dari vitamin B1 tersebut. 0,1 gram tiamin hidroklorida dilarutkan dengan HCl 0,1 N hingga 100 mL, kemudian dikocok hingga hingga homogen.
29
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis Dalam membuat larutan standar, 10 mL larutan baku dipipet kemudian dimasukkan dalam labu ukur dan ditambahkan aquades sampai 100 mL, dikocok hingga homogen. Dari larutan ini dipipet masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, 5 mL, kemudian ditambahkan aquades dalam labu ukur 100 mL sampai tanda batas sehingga konsentrasi larutan standar diperoleh 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, dan 5 ppm. Selanjutnya dilakukan pemisahan tiamin hidroklorida sama dengan prosedur seperti pada sampel. Sedangkan larutan blanko dibuat sama dengan prosedur pemisahan tiamin hidroklorida seperti pada sampel, hanya saja sampel diganti dengan aquades dan tidak ditambahkan kalium ferisianida 1%. Pada pengulangan 1, pemisahan tiamin pada larutan standar dilakukan sama persis seperti pada sampel. Setelah didapatkan lapisan atas (n-butanol), selanjutnya dilakukan pembacaan menggunakan spektrofotometri UV-Vis dimana absorbansi standar diperoleh >1 seperti yang ditunjukkan pada tabel 1, sehingga diperoleh persamaan garis yaitu
dengan regresi
sebesar 0,9015. Dari 5 standar hanya 3 standar yang diambil karena regresi yang didapatkan terlalu kecil. Hal ini disebabkan absorbansi yang diperoleh >1 sehingga faktor kesalahannya besar (linearitas rendah) meskipun tren kurva standar mengikuti hukum Lambert Beer. Dapat saja dilakukan pengenceran menggunakan pelarutnya yaitu n-butanol, namun dikarenakan pelarut tersebut habis sehingga tak dapat dilakukan. Berdasarkan persamaan garis yang diperoleh pada pengulangan 1, konsentrasi sampel dapat diketahui dimana masing-masing sampel (nugget ampas tahu dan ampas susu kedelai) dilakukan replikasi sebanyak 2 kali (Tabel 2). Dikarenakan absorbansi standar yang diperoleh >1, maka absorbansi sampel juga >1 sehingga mempengaruhi besarnya kadar tiamin dalam sampel. Untuk sampel berkode AT memperoleh rata-rata kadar sebesar 0,2963 mg/100g dengan prosentase sebesar 29,63%, sedangkan sampel yang berkode AS memperoleh ratarata sebesar 0,13295 mg/100g dengan prosentase sebesar 13,295%. Penambahan kalium ferisianida yang dilakukan pada pengulangan 1 lebih cocok digunakan pada spektrofluorometri karena metode ini yang paling spesifik dan terbaik untuk menetapkan kadar tiamin hidroklorida. Dalam hal ini tiamin hidrolorida diubah menjadi senyawa yang rigid dan kaku sehingga bisa ditetapkan
30
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis ditetapkan berdasarkan fluoresensi yang terjadi. Energi yang diperlukan untuk berfluoresensi lebih kecil dibanding energi untuk absorpsi sehingga pengukuran dilakukan pada λ yang lebih panjang. Metode ini memberikan sensitivitas yang tinggi karena absorban yang dihasilkan lebih besar. Selain itu, metode ini juga lebih selektif karena hanya senyawa yang memiliki kromofor, auksorom, rigid dan kaku struktur inilah yang dapat terdeteksi. Namun demikian, pada praktikum ini tidak dapat digunakan spektrofluorometri karena tidak tersedianya alat tersebut di laboratorium instrumen Universitas Negeri Surabaya. Pada pengulangan yang kedua, tahap pemisahan sen yawa tiamin dilakukan sama seperti sampel, namun tidak ditambahkan kalium ferisianida. Setelah diperoleh lapisan atas (n-butanol), selanjutnya dilakukan pembacaan pada spektrofotometer UV-Vis. Dengan alasan pelarut (n-butanol) dalam volume terbatas sehingga hanya 4 standar yang berhasil melalui proses pemisahan dan dipersiapkan untuk pembacaan absorbansi. Data pembacaan absorbansi dapat dilihat pada tabel 3 dimana persamaan garis yang diperoleh adalah
dengan regresi sebesar 0,90280. Kurva standar pada pengulangan 2 ini menunjukkan ketidaksesuaian dengan hukum Lambert Beer dimana semakin besar konsentrasi juga semakin besar absorbansi (linear), namun yang terjadi kebalikannya yaitu semakin besar konsentrasi semakin kecil absorbansinya. Dasar pemilihan metode spektrofotometri UV-Vis ialah struktur kimia Thiamin HCl yang memiliki ikatan rangkap konjugasi yang cukup untuk menyerap radiasi pada λ di daerah sinar UV UV (200-380 nm). Di samping itu thiamin HCl memiliki gugus auksokrom yang dapat meningkatkan intensitas serapan.
31
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis Prinsip dasar penetapan tiamin hidroklorida dengan spektrofotometri UVVis pada daerah UV, tiamin hidroklorida memberikan serapan tergantung pH. Pada pH 7 ada dua panjang panja ng gelombang yang dapat digunakan, yaitu pada λ = 232233 nm, dan
λ = 266 nm. Untuk membuat pH 7, digunakan buffer fosfat.
Sedangkan pada pH 2, panjang gelombang yang dapat digunakan ialah pada λ max = 246 nm. Meskipun bisa mendeteksi secara spesifik, analisis kuantitatif dengan spektrofotometer UV harus didahului dengan pemisahan analit dari campuran yang dapat mengganggu dalam pengukuran absorbansi. Kemungkinan penyimpangan kurva standar pada pengulangan 2 ini disebabkan oleh tidak ditambahkannya larutan buffer dalam larutan standar sebelum dilakukan pembacaan. Begitu pula dengan sampel juga tidak ditambahkan larutan buffer, sehingga mempengaruhi pembacaan absorbansi pada spektrofotometer UV-Vis. Sampel yang digunakan pada pengulangan 2 ini adalah sampel berkode AT 2 dan AS 2 yang masing-masing memperoleh kadar tiamin yaitu sebesar 0,1079 mg/100g mg/100g dan 0,579 mg/100g dengan prosentase 10,79% dan 5,79%. Pada pengulangan 2 inilah data sampel kami ambil untuk dibandingkan dengan syarat mutu nugget yang telah ditetapkan. Dalam syarat mutu nugget berdasarkan SNI kadar vitamin B1 yang seharusnya ada dalam nugget tidak tercantumkan, sehingga kami membandingkan hasil yang kami peroleh dengan standar mutu ampas tahu dan ampas susu kedelai. Berdasarkan KEMENKES RI kandungan vitamin B1 pada ampas tahu sebesar 0,2 mg/100g, sedangkan vitamin B1 pada nugget ampas tahu sebesar 0,1077 mg/100g. Kandungan vitamin B1 pada sampel nugget ampas tahu lebih kecil dari kadar yang ditetapkan oleh KEMENKES RI.
32
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan : 1. Kadar vitamin B1 pada nugget ampas tahu diperoleh lebih kecil dari kadar yang telah ditetapkan KEMENKES RI yaitu 0,1079 mg/100g. Sedangkan, kadar vitamin B1 pada nugget ampas susu kedelai lebih kecil dibandingkan dengan kadar vitamin B1 pada nugget ampas tahu yaitu 0,0579 mg/100g. 2. Metode spektrofotometer UV-Vis dapat digunakan untuk menentukan kadar vitamin B1 pada daerah UV dan harus menggunakan buffer karena senyawa tiamin hidroklorida serapannya tergantung pada pH. 3. Penambahan kalium ferisianida lebih cocok digunakan saat penentuan vitamin B1 menggunakan metode spektrofluorometri.
B. Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan dalam percobaan ini yaitu diharapkan penentuan kadar vitamin B1 dalam nugget ampas tahu dan ampas susu kedelai dapat dilakukan menggunakan metode spektrofluorometri guna tercapainya hasil yang lebih spesifik, selektif, dan terbaik. Selain itu, dapat dicobakan uji kualitatif sebagai uji pendahuluan menggunakan Bi(NO 3)3 dan KI 5% serta Pb asetat 10% dan NaOH 6N.
33
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis DAFTAR PUSTAKA
Andaruni, Hilmi Himawanti Fifian. 2014. Pengaruh Proporsi Daging Ikatan Patin ( Pangasius Pangasius Hypophtalmus) Hypophtalmus) dan Penambahan Bayam ( Amaranthus spp) spp ) Terhadap Tingkat Kesukaan Nugget. E-Journal Nugget. E-Journal boga. boga. 3 (3) : 125-130. Anonim
(1).
-
.
Proses
pembuatan
Nugget.
http://karanhtengahraharjo.blogspot.com/2011/10/proses-pembuatannugget.html, (Diakses 4 Desember 2014). Anonim (2). - . Vitamin B1, Tiamina, Fungsi, Sumber, Manfaat, Kekurangan, Defisiensi,
Efek
Samping,
Struktur,
Makanan.
(Online).
http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/10/vitamin-b1-tiaminafungsi-sumber-struktur-kekurangan.html, (Diakses 30 November 2014). Anonim
(3).
2011.
Uji
Kualitatif
Vitamin.
(Online).
http://blackamplifierinjection.blogspot.com/2011/06/uji-kualitatifvitamin.html, (Diakses 1 Desember 2014). Anonim
(4).
-
.
Thiamin
(Vitamin
B1).
http://www2.moh.gov.my/images/gallery/rni/6_chat.pdf,
(Online).
(Diunduh
27
November 2014). Hertina, Tiur Nur. 2013. Pemanfaatan Ampas Kedelai Putih dan Ampas Kopi Dengan Perbandingan Berbeda Dalam Pembuatan Lulur Tradisional Untuk Perawatan Tubuh. E-Journal. 2 (3) : 70-77. Laksmiwati, A. A. I. A. Mayun, Ketut Ratnayanti, dan Ni Wayan Agustini. 2012. Kadar Thiamin Hidroklorida (Vitamin B1) Pada Nasi Beras Putih dan Beras Merah Pada Berbagai Waktu Penyimpanan Pada Alat Magic-Com. Jurnal Kimia. Kimia. 6 (1) : 47-54. Melisa, Nova. 2011. Pengaruh Pencampuran Tepung Ampas Tahu dan Tepung Terigu Sebagai Bahan Pengikat Terhadap Mutu Nugget Wortel (Daucus carota L). L). Padang : Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Andalas. Muis, Helmi, Mirnawati, dan Imana Martaguri. 2010. Pemanfaatan Ampas Susu Kedelai Fermentasi Sebagai Pengganti Protein Bungkil Kedelai Dalam Ransum Broiler. Jur. Broiler. Jur. Embrio. Embrio. 3 (2) : 89-97.
34
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis Nawawi, Muhammad Imam. 2012. Pengaruh Lama Perebusan Kedelai Terhadap Kadar
Vitamin
B1
Spektrofotometri
Dalam
Proses
Uv-Vis.
Pembuatan (online).
Tempe
Secara
http://imam-
bocah.blogspot.com/2012/12/revisi.html, bocah.blogspot.com/201 2/12/revisi.html, (Diakses 3 Desember 2014). Seran,
Emel.
2011.
Chemistry
For
Peace
Not
For
War.
(Online).
http://wanibesak.wordpress.com/tag/prinsip-kerja-spektrofotometer, (Diakses 25 November 2014). Sudarmadji, Slamet, Bambang Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian . Yogyakarta : Liberty Yogyakarta. Virdiani, Ginna. 2009. Pemanfaatan Ampas Susu Kedelai Sebagai Bahan Baku Pembuatan Non Pembuatan Non Flaky Cracker . Padang : Fakultas Teknologi Pertanian. Yuliani, Ita. 2013. Studi Eksperimen Nugget Ampas Tahu dengan Campuran Jenis Pangan Sumber Protein dan Jenis Filler Yang Berbeda. Berbeda . Semarang : Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi, Fakultas Teknik. ZN, Adisam. 2012. Pengembangan Metoda Pengujian Kandungan Vitamin B1, B2, B9 Secara Simultan Dalam Tepung Terigu Menggunakan LC-MS/MS LC -MS/MS .. Depok : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Magister Ilmu Kimia.
35
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis LAMPIRAN
Lampiran Perhitungan
Pengulangan 1 (ditambahkan zat warna / pengompleks K 3Fe(CN)6) Standar 2 ppm 4 ppm 5 ppm
Absorbansi 1,242 1,502 1,506
Persamaan kurva standar : dengan R 2 = 0,90159
Kode Absorbansi Sampel
AT 1 AT 2 AS 1 AS 2
Volume nbutanol (mL)
Berat sampel (gram)
10 mL 10 mL 10 mL 10 mL
5,015 5,010 5,019 5,010
3,412 1,532 1,773 1,626
AT 1
AT 2
AS 1
36
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis
AS 2
Pengulangan 2 (tanpa ditambahkan zat warna / pengompleks K 3Fe(CN)6) Standar 1 ppm 2 ppm 3 ppm 4 ppm
Absorbansi 0,631 0,454 0,391 0,007
Persamaan kurva standar : dengan R 2 = 0,90280 Kode Sampel
Absorbansi
AT 2 AS 2
0,371 0,199
Volume nbutanol (mL) 7,5 mL 7,5 mL
Berat sampel (gram) 5,010 5,010
AT 2
AS 2
37
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis
38
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis
39
Lampiran Foto
Bahan-bahan Bahan-bahan pembuat nugget
Nugget ampas ampas tahu (kiri) dan amps amps susu kedelai (kanan) setelah ditambahkan HCl
Nugget ampas ampas susu kedelai
Nugget ampas ampas tahu
Sampel saat dipanaskan dengan penangas Sampel saat disaring
Filtrat kedua sampel setelah disaring
Sampel diuji kualitatif
Analisis Vitamin B1 Secara Kualitatif dan Kuantitatif Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis
Pemisahan senyawa tiamin pada sampel
Pemisahan senyawa tiamin pada larutan standar
Reagen-reagen yang digunakan saat praktikum Larutan standar vitamin B1
40