PERSIAPAN BENANG
2.1 Mesin Interlace 2.1.1
Fungsi
Mesin interlace adalah mesin yang digunakan untuk membuat benang lebih kuat dengan cara menginterlace atau mengikat benang dengan tekanan angin sehingga terbentuk interlace.
Filamen
interlace
Gambar 1.1 interlace pada benang
2.1.2
Diagram Mesin Interlace Yarn Guide Rolling Yarn
Convensator
Nozzle
Bahan Baku
Gambar 1.2 Diagram Mesin Interlace
Gambar di atas menunjukan bagian-bagian mesin interlace dan alur benang dari mulai bahan baku benang yang diantarkan oleh yarn guide ke convensator dimana convensator berfungsi untuk mengatur tension benang, benang dari dar i konvensator akan melewati nozzle, nozzle merupakan bagian mesin yang menghasilkan interlace pada benang. Prinsip kerja nozzle adalah dengan meniupkan tekanan angin ke benang sehingga bagian benang yang terkena tekanan angin menghasilkan ikatan atau interlace.
1
2
Apabila terjadi benang putus pada mesin interlace benang harus disambung pada posisi sebelum konvensator, pada saat menyambung benang berhenti roda harus diangkat agar benang berhenti menggulung sehingga dapat di lakukan proses penyambungan benang yang putus 2.1.3
Proses Pada Mesin Interlace Tabel 1.1 Contoh Data Proses Mesin Interlace
No Mesin Jenis Benang Lot Poles Start Tanggal Proses Group Prosse Doffing Tanggal Doffing Group
7 LK BSF 130-108 04 ORANGE 19:00 11/2/2014 A-G 05:00 12/2/2014 B-C
Tabel di atas menunjukan proses benang pada mesin interlace, dan hasil proses di tandai dengan poles dengan warna yang berbeda . Waktu doffing dan waktu start juga dapat di lihat pada tabel di atas sehingga memudahkan pemasukan data dan pencatatan riwayat proses pada mesin. Tabel 1.2 Bahan Baku Dan Hasil Proses Mesin Interlace
Bahan Baku Indorama INOV 130-60 /A174/1AF Indorama FINE 130-108 /48L
Hasil Proses LK BSI 130-60 / 01 / A LK BSF 130-108 / 04 / A
Bahan baku yang di tunjukan oleh tabel 1.2 di proses hingga menghasilkan Benang dengan jumlah interlace yang diinginkan. Pada proses interlace bahan baku harus harus berupa filamen dengan jumlah interlace sedikit at au masuk pada klasiffikasi low interlace yaitu 10-20 interlace dalam satu meter benang.
3
2.1.4
Standar dan kriteria hasil proses mesin interlace
Standar yang digunakan pada proses baik bahan baku ataupun spesifikasi mesin diantaranya adalah: Apabilsa kualitas benang secara visual bagus dan kualitas interlace sesuai dengan spesifikasi dan berat yang di tentukan maka hasil proses mesin interlace masuk ke kriteria GRADE 1A Apabila kualitas benang secara visual bagus dan kualitas interlace sesuai dengan spesifikasi tetapi berat tidak seusai maka hasil proses mesin interlace masuk ke kriteria GRADE 1AS Apabila kualitas benang secara visual bermasalah seperti crossing, berbulu, brightness, looping, kotor, gulungan tidak rat a, dan gulungan luber tetapi kualitas interlacenya sesuai dengan spesifikasi dan memiliki berat sesuai spesifikasi maka hasil proses mesin interlace masuk ke kriteria GRADE 2A Apabila kualitas benang secara visual bermasalah seperti crossing, berbulu, brightness, looping, kotor, gulungan tidak rata, dan gulungan luber dan kualitas interlacenya tidak seusai dengan spesifikasi dan memiliki berat tidak sesuai spesifikasi maka hasil proses mesin interlace masuk ke kriteria GRADE B
2.1.5
Permasalahan dan Solusi pada Mesin Interlace
Permasalahan pada mesin interlace dibagi menjadi dua yaitu masalah pada strandar teknis dan masalah pada performa secara visual. Permasalah pada standar teknis diantaranya adalah, Hardness tidak sesuai d engan standar, berat hasil proses mesin interlace tidak seuai dengan standar yang di tetapkan, jumlah interlace setiap meter-nya pada benang hasil proses mesin interlace tidak sesuai dengan yang di tetapkan. Permasalah pada performa mesin interlace adalah kesalah standard an kriteria yang telah di jelaskan pada point 2.1.4. Perrmasalahan di atas dapat di akibatkan oleh kesalahan pada saat melakukan setting mesin interlace atau dikarenakan berkuranganya performa mesin.
4
2.1.6
Produksi Mesin Interlace
/ / =
60 24 ℎ 9.000.000
Contoh kasus produksi pada mesin interlace : Mesin interlace dengan spesifikasi proses berikut : Bahan Baku
Indorama INOV 130-60 /A174/1AF
Yarn Speed
500 meter/menit
Effisiensi
85%
Jumlah spindle setiap mesin
160 spindle
Maka produksi mesin interlace perKG permesin dalam satu hari adalah
=
500 130 60 24 0.85 160 9.000.000
/ / = 1414,4
2.2 Mesin Mach Crimper 2.2.1
Fungsi
Fungsi dari mesin mach crimper adalah memberikan texture pada benang dengan cara pemanasan dan perberian tention yang berbeda dari penarikan sampai dengan penggulungan pada mesin mach crimper.
5
2.2.2
Diagram Mesin Mach Crimper Disc Heater 1
Feed Roll 2 Nozel Bahan baku
Heater 2 Feed Roll 1 Feed Roll 3
Winding Roll
Oiling Roll Gambar 1.2 Diagram Mesin Mach Crimper
Gambar diatas menunjukan proses pemberian texture pada benang dengan cara benang di lewatkan melalui yarn guide menuju ke heater 1, benang di berikan tention yang lebih besar dengan cara memberikan kecepatan lebih kepada feed roll 2 dibandingkan dengan kecepatan feed roll 1, benang dari heater 1 dilewatkan ke disc yang menyebabkan benang akan lebih mengembang di bandingkan sebelumnya, benang yang telah mengembang diberikan tekanan angin pada nozel sehingga terjadi ikatan-ikatan pada benang yang biasa kita sebut dengan rottoset, benang yang telah di-rottoset akan melewati heater 2 dimana heater 2 akan membuat benang menjadi lebih bulky dengan perbandingan feed roll 3 lebih kecil daripada feed roll 2, sesudah melewati feed roll 3 benag akan melewati oiling roll yang berfungsi memberikan kekuatan pada benang agar tidak mudah rapuh pada jangka waktu panjang, setelah itu winding roll akan menggulung benang menjadi bentuk bobbin.
6
2.2.3
Proses Pada Mesin Mach Crimper Tabel 2.2 contoh Data Proses Mesin Mach Crimper
No Mesin Bahan Baku Lot Bahan Baku Hasil Proses Lot Hasil Proses Poles Yarn Speed Tekanan Nozel Heater 1 Heater 2 Doffing Time Berat hasil
3 SKKI 130-72 A761 LK LSI 130-72 03 BIRU+KUNING+KUNING (…) 600 3 Bar 0’ C 185’ C 10 jam 5,25 KG
Tabel di atas menunjukan proses benang pada mesin Mach Crimper, dan hasil proses di tandai dengan poles dengan warna yang berbeda . Waktu doffing dapat di lihat pada tabel di atas sehingga memudahkan pemasukan data dan pencatatan riwayat proses pada mesin Tabel 2.2 Bahan Baku Dan Hasil Proses Mesin Mach Crimper
Bahan Baku Indorama INOV 130-60 /A174/1AF Indorama FINE 205-108 /48L RECRON POY 120-72 LOT P 37142
Hasil Proses LK LSI 130-60 / 03 / A LK LSF 130-108 / 02 / A LK DTY 75-72 LOT M 00
Bahan baku yang di tunjukan oleh tabel 2.2 di proses hingga menghasilkan Benang denga texture yang di inginkan. 2.2.4
Standar dan Kriteria Hasil Proses Mesin Mach Crimper
Standar yang digunakan pada proses baik bahan baku ataupun spesifikasi mesin diantaranya adalah: Apabilsa kualitas benang secara visual bagus dan kualitas Mach Crimper sesuai dengan spesifikasi dan berat yang di tentukan maka hasil proses mesin Mach Crimper masuk ke kriteria GRADE 1A Apabila kualitas benang secara visual bagus dan kualitas Mach Crimper sesuai dengan spesifikasi tetapi berat tidak seusai maka hasil proses mesin Mach Crimper masuk ke kriteria GRADE 1AS
7
Apabila kualitas benang secara visual bermasalah seperti crossing, berbulu, brightness, looping, kotor, gulungan tidak rat a, dan gulungan luber tetapi kualitas Mach Crimpernya sesuai dengan spesifikasi dan memiliki berat sesuai spesifikasi maka hasil proses mesin Mach Crimper masuk ke kriteria GRADE 2A Apabila kualitas benang secara visual bermasalah seperti crossing, berbulu, brightness, looping, kotor, gulungan tidak rata, dan gulungan luber dan kualitas Mach crimpernya tidak seusai dengan spesifikasi dan memiliki berat tidak sesuai spesifikasi maka hasil proses mesin Mach Crimper masuk ke kriteria GRADE B 2.2.5
Permasalahan dan Solusi pada Mesin Mach Crimper
Permasalahan pada mesin interlace dibagi menjadi dua yaitu masalah pada strandar teknis dan masalah pada performa secara visual. Permasalah pada standar teknis diantaranya adalah, Hardness tidak sesuai dengan sta ndar, berat hasil proses mesin interlace tidak seuai dengan standar yang di tetapkan, jumlah interlace setiap meter-nya pada benang hasil proses mesin interlace tidak sesuai dengan yang di tetapkan. Permasalah pada performa mesin interlace adalah kesalah standard an kriteria yang telah di jelaskan pada point 2 .2.4. Perrmasalahan di atas dapat di akibatkan oleh kesalahan pada saat melakukan setting mesin interlace atau dikarenakan berkuranganya performa mesin. 2.2.6
Produksi Mesin Mach Crimper
ℎ / / =
60 24 ℎ 9.000.000
Contoh kasus produksi pada mesin interlace : Mesin interlace dengan spesifikasi proses berikut : Bahan Baku
RECRON POY 120-72 LOT P 37142
Yarn Speed
602 meter/menit
Effisiensi
85%
Jumlah spindle setiap mesin
216 spindle
8
Maka produksi mesin interlace perKG permesin dalam satu hari adalah
=
602 120 60 24 0.85 216 9.000.000
/ / = 2122.12
2.3 Mesin Pirn Winder 2.3.1
Fungsi
Menggulung benang dari bahan baku dalam bentuk pirn dengan panjang dan berat yang di butuhkan di mesin Two for One 2.3.2
Diagram Mesin Pirn Winder
Konvensator Bandul Yarn Guide
Bahan Baku Pirn Gambar 3.1 Diagram Mesin Pirn Winder
Benang dari bahan baku akan melewati beberapa yarn guide terlebih dahulu sebelum masuk melewati konvensator yang berfungsi memberikan tention pada benang, pada konvensator terdapat bandung yang menjadi inti pada pemberian tention pada saat benang melewati konvensator, setelah itu benang akan di gulung kedalam bentuk pirn oleh winding roll dengan adanya bantuan dar i travers.
9
2.3.3
Proses Pada Mesin Pirn Winder Tabel 2.2 contoh Data Proses Mesin Mach Crimper
No Mesin Bahan Baku Lot Proses Hasil Proses Lot Hasil Proses Poles Yarn Speed Doffing Time Berat hasil
3 DTY 75-72 F 140130.3810 LK DTY 75-72 M 03 Orange (-) 500 750 gram
Tabel di atas menunjukan proses benang pada mesin Pirn Winder, dan hasil proses di tandai dengan poles dengan warna yang berbeda Tabel 2.37 contoh Data Proses Mesin Mach Crimper
FINE 80/48 KG GRADE : 1A LOT NO : A213 UNIT : 64 NET WT : 416 KG Berat Satuan : 6,5KG
BSI 130-60 GRADE : 1A LOT NO : 01 UNIT : 76 NET WT : 304 KG Berat Satuan : 4KG
LK DTY 150-48 GRADE : 1A LOT NO : M05 UNIT : 64 NET WT : 384 KG Berat Satuan : 6KG
Bahan baku yang di tunjukan oleh tabel 2.2 di proses hingga menghasilkan Benang dengan texture yang di inginkan.
10
2.3.4
Standar dan Kriteria Hasil Proses Mesin Pirn Winder
a) Tension penggulungan rata-rata : 0.1-0.125 gr/de b) Hardness rata-rata : 70-85(derajat kekerasan) c) Hasil produksi tidak boleh cacat (brondol,benjol,kotor,dll) Pada mesin PW ini hanya ada dua grade yaitu : grade a & underweight, apabila hasil dari produksi PW memenuhi kriteria diatas maka termasuk grade A.
2.3.5
Permasalahan dan Solusi pada Mesin Pirn Winder
Permasalahan pada mesin Pirn Winder dibagi menjadi dua yaitu masalah pada strandar teknis dan masalah pada performa secara visual. Permasalah pada standar teknis diantaranya adalah, Hardness tidak sesuai dengan standar, berat hasil proses mesin PW tidak seuai dengan standar yang di tetapkan. Perrmasalahan di atas dapat di akibatkan oleh kesalahan pada saat melakukan setting mesin PW atau dikarenakan berkuranganya performa mesin Solusi dari permasalahan diatas adalah dengan mensetting mesin PW sesuai dengan SOP dan meningkatkan perawatan mesin PW secara berkala dan mengganti part mesin PW apabil terdapat kerusakan pada part mesin.
2.3.6
Produksi Mesin Pirn Winder
ℎ / / =
60 24 ℎ 9.000.000
Contoh kasus produksi pada mesin Pirn Winder : Mesin interlace dengan spesifikasi proses berikut : Bahan Baku
LK DTY 75-72 M 03
Yarn Speed
500 meter/menit
Effisiensi
85%
Jumlah spindle setiap mesin
256 spindle
11
Maka produksi mesin interlace perKG permesin dalam satu hari adalah
=
500 75 60 24 0.85 256 9.000.000
/ / = 1305.6 2.4 Mesin Two For One 2.4.1
Fungsi Mesin Two For One
Memberikan twist atau puntiran sesuai karakter kain yang akan di buat agar membuat benang menjadi lebih kuat. 2.4.2
Diagram Mesin Two For One
Take Up Tension
Winding Yarn Guide
Rolling Guide
Balloning Tension Washer Bahan Baku Pirn Delay Angle
Gambar 2.4 Diagram Mesin Two For One
Benang dari pirn winder ke dilanjutkan ke proses TFO, proses d i TFO yaitu pertama benang melewati washer, masuk kedalam pirn dan melewati ste ll ball, di stell ball benang diatur tension guna mengatur sudut pada delay angle, kemudian benang keluar dari mata itik dan akan mengalami proses twist, kemudian melewewati yarn guide. Lalu benang melewati ballooning tension untuk mengatur hardness pada gulungan.
12
2.4.3
Proses Pada Two For One
Tabel 2.2 contoh Data Proses Mesin Two For One
No Mesin Bahan Baku Lot Proses Hasil Proses Lot Hasil Proses Poles Yarn Speed Rpm/Tpm Group
43 DTY 75-72 140130.3810 LK DTY 75-72 140310.3810/43 Cokelat+Biru (x.) 9,359 13000/2778 A-G
Tabel di atas menunjukan proses benang pada mesin Two For One, dan hasil proses di tandai dengan poles dengan warna yang berbeda Tabel 2.37 contoh Data Proses Mesin Two For One
SILKRA 60-36/98213 T/M: 2250 “S/Z” LOT NO : A213 B.GUIDE: NET WT : 416 KG
BSI 130-60 GRADE : 1A LOT NO : 01 UNIT : 76 NET WT : 304 KG Berat Satuan : 4KG
LK DTY 150-48 GRADE : 1A LOT NO : M05 UNIT : 64 NET WT : 384 KG Berat Satuan : 6KG
Bahan baku yang di tunjukan oleh tabel 2.2 di proses hingga menghasilkan Benang dengan texture yang di inginkan.