BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Latar Be Belakan lakang g
Rinosinusitis telah dikenal luas oleh masyarakat awam dan merupakan salah satu penyakit yang sering dikeluhkan dengan berbagai tingkatan gejala klinik. Hidung dan sinus paranasal merupakan bagian dari sistem pernafasan sehingga infeksi yang menyerang bronkus, paru dapat juga menyerang hidung dan sinus paranasal (Purnaman dan Rifki, 1990). Rinosinusitis adalah penyakit peradangan mukosa yang melapisi hidung dan sinus paranasalis (PERHATI, 2001). Rinosinusitis ini merupakan inflamasi yang sering ditemukan dan akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup, sehingga penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejal gejalaa dan metod metodee diagn diagnosi osiss dari dari penya penyaki kitt rinos rinosin inusi usiti tiss ini (Roos (Roos,, 199 1999). 9). Rinosinusitis ini sendiri di klasifikasikan dalam 3 kriteria, yaitu rinosinusitis akut, rinosinusitis subakut dan rinosinusitis kronis. Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit penyakit peringkat utama atau sekitar sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit.Survei sakit. Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendeng Pendengaran aran 1996 yang yang diadakan diadakan oleh Binkesm Binkesmas as bekerja bekerja sama dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7 propins propinsi. i. Data Data dari Divisi Divisi Rinolog Rinologii Departe Departemen men THT RSCM RSCM JanuariJanuari-Agu Agustus stus
1
2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69%nya adalah sinusitis. Dari jumlah tersebut 30% mempunyai indikasi operasi BSEF (Bedah sinus endoskopik fungsional). Karena berbagai kendala dari jumlah jumlah ini hanya 60%nya (53 kasus) yang dilakukan dilakukan operasi. Di Bagian THT RS Dr. Wahidin Wahidin Sudirohu Sudirohusodo sodo Makasar, Makasar, dilapork dilaporkan an tindakan tindakan BSEF BSEF pada periode periode Januari 2005-Juli 2006 adalah 21 kasus atas indikasi rinoinusitis, 33 kasus pada polip hidung disertai rinosinusitis dan 30 kasus BSEF disertai dengan tindakan septum koreksi atas indikasi rinosinusitis dan septum deviasi. Sinusitis pada anak lebih banyak ditemukan karena anak-anak mengalami infeksi saluran nafas atas 6 – 8 kali per tahun dan diperkirakan 5%– 10% infeksi saluran nafas atas akan menimbulkan sinusitis.Menurut Rachelevsky 1994, 37% anak dengan rinosinusitis kronis didapatkan tes alergi positif sedangkan Van der Veken dkk 1997 mendapatkan tidak ada perbedaan insiden penyakit sinus pada pasien atopik dan bukan atopik. Menurut Takahasi dan Tsuttumi 1990 sinusitis sering di jumpai pada umur 6-11 tahun. Sedangkan menurut Gray 1995 terbanyak di jumpai pada anak umur 5-8 tahun dan mencapai puncak pada umur 6-7 tahun.
Saat ini di RSUP NTB belum dilakukan studi epidemiologi mengenai data pasti dari kasus rinosinusitis, padahal rinosinusitis salah satu penyakit yang sering dijumpai di poli THT RSUP NTB, sehingga sangat diperlukan data yang akurat untuk untuk mengeta mengetahui hui angka angka kejadian kejadian rinosinu rinosinusiti sitis, s, termasu termasuk k karaktri karaktristik stik subjek subjek berdas berdasarka arkan n usia, usia, jenis jenis kelami kelamin, n, tingkat tingkat pendidik pendidikan, an, jenis jenis pekerja pekerjaan, an, keluhan keluhan utama dan faktor predisposisi dari rinosinusitis.
2
Dari uraian diatas dengan berbagai hal yang melatarbelakanginya, maka penulis bermaksud mengangkat judul ”Angka Kejadian Rinosinusitis di Poli THT RSUP NTB Periode 1 Januari - 31 Desember 2009 ”. Di NTB khususnya
RSUP NTB yang merupakan pusat rujukan dari berbagai kabupaten/kodya di NTB,
1.2.
Rumusan Masalah
Bagaim Bagaimanak anakah ah angka kejadian kejadian
rinosin rinosinusit usitis is akut yang yang terjadi terjadi di
bagian Poli THT RSUP NTB periode 1 Januari – 31 Desember 2009?
1. 3. 3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum
Mengetahui Mengetahui angka kejadian kejadian rinosinusitis rinosinusitis yang terjadi di bagian poli THT RSUP NTB periode 1 Januari – 31 Desember 2007.
1.3. 1.3.2. 2. Tu Tuju juan an Kh Khus usus us
1. Mengetah Mengetahui ui rentang rentang usia usia pasie pasien n rinosinu rinosinusiti sitis. s. 2. Mengetah Mengetahui ui jenis jenis kelami kelamin n pasien pasien rinosin rinosinusit usitis. is. 3. Mengetah Mengetahui ui tingkat tingkat pendidika pendidikan n terakhir terakhir pasien pasien rinosinusi rinosinusitis. tis. 4. Mengetah Mengetahui ui jenis jenis pekerja pekerjaan an pasien pasien rinosi rinosinusi nusitis. tis. 5. Mengetah Mengetahui ui keluhan keluhan utam utamaa pasien pasien rinosin rinosinusit usitis. is. 6. Mengetah Mengetahui ui faktor faktor predispos predisposisi isi pasien pasien rinosin rinosinusit usitis. is.
3
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4. 1.4.1. 1. Bagi Bagi pene peneli liti ti::
1.
Meng Menget etah ahui ui seca secara ra lebi lebih h menda endala lam m angk angkaa keja kejadi dian an rino rinosi sinu nusi siti tiss yang terjadi di bagian Poli THT RSUP NTB periode 1 Januari – 31 Desember 2009.
2.
Sebagai
sarana
menambah
pengalaman
dalam
melakukan
penelitian.
1.4. 1.4.2. 2. Bagi Bagi RSU RSUP P NTB NTB::
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi pihak RSUP NTB dalam mengambil kebijakan guna meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di NTB. 1.4. 1.4.3. 3. Bagi Bagi par para a pemb pembac aca: a:
Diharapkan bahwa hasil Karya Tulis Ilmiah ini nantinya dapat menjadi sumber informasi dan bahan bacaan tambahan yang dapat memperluas wawasan pengetahuan, khususnya bagi mahasiswa kedokteran, tenaga kesehatan, maupun masyarakat pada umumnya
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Rinosinusitis
Rinosinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau atau infeks infeksii virus virus,, bakte bakteri ri maupu maupun n jamu jamur. r. Secar Secaraa klin klinis, is, rinos rinosinu inusit sitis is dapat dapat dikategorikan dikategorikan sebagai rinosinusitis rinosinusitis akut bila gejalanya berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu, minggu, rinosinusit rinosinusitis is subakut subakut bila berlangsung berlangsung dari 4 minggu minggu sampai sampai 3 bulan bulan dan rinosi rinosinus nusit itis is kroni kroniss bila bila berla berlangs ngsung ung lebih lebih dari dari 3 bulan bulan (Mangunkusumo dan Rifki, 2003). 2.1. 2.1.1. 1. Sinu Sinuss Fron Fronta tali liss
Sinus frontalis terdiri dari 2 sinus yang terdapat di setiap sisi pada daerah dahi, di os frontal. Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebar 2,4 cm dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada pada usia 8 tahun dan mencapai ukuran maksimal pada usia 20 tahun. Dinding Dinding medial medial sinus sinus merupak merupakan an septum septum sinus sinus tulang tulang interfr interfronta ontalis lis yang yang biasanya biasanya berada dekat garis tengah, tetapi biasanya berdeviasi pada penjalarannya penjalarannya ke posterior, sehingga sinus yang satu bisa lebih besar daripada yang lain. Sinus frontalis bermuara ke dalam meatus medius melalui duktus nasofrontalis. kedua sinus frontalis tidak terbentuk atau yang lebih lazim tidak terbentuk salah satu sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita yang
5
disebut dengan tulang compacta dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini (Hilger, 1997 dan Ballenger, 1994). (Gambar 2.1)
2.1. 2.1.2. 2. Sinu Sinuss Mak Maksi sila lari riss
Sinus maksilaris disebut juga antrum Highmore, yang telah ada saat lahir. Saat lahir sinus bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus Maksilaris meru merupak pakan an sinus sinus terbe terbesar sar dan terle terleta tak k di maksi maksila la pada pada pipi pipi yang yang berben berbentuk tuk segitiga segitiga.. Dinding Dinding anterior anterior sinus sinus adalah adalah permukaa permukaan n fasial fasial os maksila maksilaris ris yang disebut disebut fosa kanina, kanina, dinding dinding posteri posteriorny ornyaa adalah adalah permukaa permukaan n infra-te infra-tempo mporal ral maksila maksilaris, ris, dinding dinding medialn medialnya ya adalah adalah dinding dinding lateral lateral rongga rongga hidung, hidung, dinding dinding superiornya adalah dasar orbita dan dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksilaris berada disebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.
Letak ostium Sinus maksilaris lebih tinggi dari dasar sehingga aliran sekret tergantung dari gerakan silia, dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas,caninus. Akar-akar gigi dapat menonjol ke dalam sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan menyebabkan sinusitis dan ostium sinus maksila terletak di meatus medius, disekitar disekitar hiatus semilunaris semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat (Mangunkusumo dan Rifki, 2003). (Gambar 2.1)
2.1. 2.1.3. 3. Sinu Sinuss Etmo Etmoid idal alis is
6
Sinus Sinus etmoida etmoidalis lis berongga berongga-ron -rongga, gga, terdiri terdiri dari sel-sel sel-sel yang yang menyerup menyerupai ai sarang sarang tawon, tawon, yang yang terda terdapat pat di dalam dalam massa massa bagian bagian later lateral al os etmo etmoid, id, yang yang terletak terletak diantara diantara konka media dan dinding dinding medial orbita. orbita. Sama halnya halnya dengan sinus maksilaris, bahwa sinus etmoidalis ini telah ada saat lahir. Ukurannya dari anterior anterior ke posterior posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 ml cm dibagian posterior. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior dengan perlekatan konka media. Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang berhubungan berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang dise disebu butt infu infund ndib ibul ulum um,, temp tempat at berm bermua uara rany nyaa sinu sinuss osti ostium um sinu sinuss maks maksil ila. a. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila. Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid post posteri erior or berbat berbatasa asan n denga dengan n dindi dinding ng anter anterio iorr sinus sinus sfenoi sfenoid d (Soet (Soetji jipt pto o dan dan Mangunkusumo, 2003). Berhubungan dengan orbita, sinus etmoid dilapisi dinding tipis yakni lamina papirasea. Jika melakukan operasi pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka maka darah darah akan akan masuk masuk ke daera daerah h orbit orbitaa sehin sehingga gga terj terjadi adi Bril Brilll Hema Hematom tomaa (Ballenger, 1994). (Gambar 2.2)
7
2.1.4. Sinus Sfenoidalis
Sinus sfenoidalis terletak di dalam os sfenoidalis dibelakang sinus etmoid posterior. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml. Pneumatisasi sinus spenoidalis dimulai dimulai pada usia 8-10 tahun. Biasanya berbentuk tidak teratur dan sering terletak di garis garis tenga tengah. h. Sinus Sinus sfenoi sfenoid d dibag dibagii dua oleh oleh sekat sekat yang yang diseb disebut ut septu septum m intersfenoid. intersfenoid. Saat sinus berkembang, berkembang, pembuluh darah dan nervus dibagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid. Bata Batass sinus sinus sfeno sfenoid idal alis is
adala adalah h sebel sebelah ah ante anterio riorr dibent dibentuk uk oleh oleh reses resesus us
sfenoetmoidalis di medial dan oleh sel-sel etmoid posterior di lateral. Dinding posterior dibentuk oleh os sfenoidale. Sebelah lateral berkontak dengan sinus kavernosus, arteri karotis interna, nervus optikus dan foramen optikus. Penyakit penyakit pada sinus sfenoidalis dapat mengganggu struktur-struktur penting ini, dan pasien pasien dapat dapat mengala mengalami mi gejala-g gejala-geja ejala la oftalmo oftalmologi logi akibat akibat penyaki penyakitt sinus sinus primer primer.. Dinding Dinding medial medial dibentuk dibentuk oleh septum septum sinus sinus tulang tulang intersf intersfenoi enoid d yang yang memisahkan sinus kiri dari yang kanan. Superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa dan sebelah inferiornya atap nasofaring (Hilger, 1997). Rinosinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada yaitu maksilaris, maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis. sfenoidalis. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansin pansinusit usitis. is. Yang paling paling sering sering terkena terkena dalah dalah sinus sinus etmoida etmoidalis lis dan maksila maksila,, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sphenoid lebih jarang lagi. Sinus
8
maksila disebut juga antrum highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinus dentogen. Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik. Sinusit Sinusitis is dapat dapat menjad menjadii berbahay berbahayaa karena karena menyeb menyebabka abkan n komplika komplikasi si ke orbita orbita dan didalam didalam rongga rongga kepala kepala , serta serta menyeb menyebabka abkan n peningka peningkatan tan serangan serangan asma yang sulit diobati. (Mangunkusumo dan Rifki, 2003). (Gambar 2.2)
Gambar 2.1. Anatomi hidung dan sinus (Hilger, 1997)
9
1. Sinu Sinuss fro front ntal al 2. Sinus etmoid anterior 3. Aliran Aliran dari dari sinus sinus frontal frontal 4. Aliran ethmoid
dari
5. Sinus etmoid posterior 6. Konk Konka a medi media a 7. Sinus sphenoid 8. Konka Inferior 9. Har Hard pala palate te
Gambar 2.2. Dinding lateral hidung (Hazenfield, 2009) 2.2. Angka Kejadian Sinusitis pada berbagai tempat di Indonesia dan di Dunia
Prevalensi Prevalensi sinusitis di Indonesia cukup tinggi. Hasil penelitian tahun 1996 dari sub bagian Rinologi Departemen THT FKUI-RSCM, dari 496 pasien rawat jalan ditemukan 50 persen penderita penderita sinusitis sinusitis kronik. Pada tahun 1999, penelitian yang dilakukan bagian THT FKUI-RSCM bekerjasama dengan Ilmu Kesehatan Anak, menjumpai prevalensi sinusitis akut pada penderita Infeksi Saluran Nafas Atas Atas (ISNA) (ISNA) sebesar 25%. Angka Angka tersebu tersebutt lebih lebih besar besar dibandin dibandingkan gkan data di negara-negara lain. Rinosinusitis Rinosinusitis mempengaruhi mempengaruhi sekitar sekitar 35 juta orang per tahun di Amerika Amerika dan dan juml jumlah ah yang yang mengu mengunj njugi ugi rumah rumah sakit sakit mende mendekat katii 16 juta juta orang orang Menuru Menurutt National Ambulatory Medical Care Survey (NAMCS), kurang lebih dilaporkan 14
% penderita dewasa mengalami rinosinusitis yang bersifat episode per tahunnya
10
dan seperlimanya sebagian besar didiagnosis dengan pemberian antibiotik. Pada tahun 1996, orang Amerika menghabiskan sekitar $3.39 miliyar untuk pengobatan rinosinusitis Sekitar 40 % rinosinusitis akut merupakan kasus yang bisa sembuh dengan sendirinya tanpa diperlukan pengobatan. Penyakit ini terjadi pada semua ras, semua jenis jenis kelamin kelamin baik baik laki-lak laki-lakii maupun maupun perempua perempuan n dan pada semua kelompok umur. Rinosinusitis kronik mempengaruhi kronik mempengaruhi sekitar 32 juta orang per tahunnya dan 11,6 juta orang orang mengunj mengunjungi ungi dokter dokter untuk untuk memint memintaa pengobat pengobatan. an. Penyak Penyakit it ini bersif bersifat at persist persisten en sehingga sehingga merupak merupakan an penyebab penyebab penting penting angka angka kesakita kesakitan n dan kematian. Adapun penyakit ini dapat mengenai semua ras, semua jenis kelamin dan semua umur.
2.2.1. Angka kejadian berdasarkan umur
Penelitian William et al (1992) pada rekam medis dan staf ahli radiolog radiologi, i, ahli radiolog radiologii dengan dengan pelatih pelatihan an khusus khusus radiolog radiologii tulang, tulang, dan residen radiologi senior menyimpulkan bahwa foto Waters dapat diterima untuk untuk mendiagn mendiagnosis osis sinus sinus maxillaries. Pada Pada penelit penelitian ian ini ditemuk ditemukan an bahwa bahwa gambara gambaran n sinusiti sinusitiss relatif relatif meningk meningkat at dari kelompok kelompok usia 10-20 10-20 tahun sampai usia 50-60 tahun; relatif rendah pada usia 0-10 . Hal in sesuai dengan Sharma (2006) yang menyatakan bahwa prevalensi tertinggi sinusiti sinusitiss adalah adalah pada usia dewasa, dewasa, 18-75 18-75 tahun, tahun, setelah setelah itu anak-ana anak-anak k kurang dari 15 tahun dan pada anak usia 5-10 tahun.
11
Pene Peneli litia tian n tenta tentang ng gambar gambaran an sinus sinusit itis is maksi maksila la denga dengan n fakto faktor r predisposisi infeksi gigi rahang atas (dentogen) tidak banyak yang telah dilaporkan. dilaporkan. Pada penelitian penelitian Hasibuan Hasibuan (Medan 1992) di dapatkan dapatkan dari 25 penderita sinusitis yang di telitinya rata-rata umur yang terbanyak adalah 20-29 20-29 tahun tahun (32%) (32%).. Yoshi Yoshiura ura
et al (Jepan (Jepang g 199 1993) 3) dari 68 pende penderit ritaa
sinusitis yang ditelitinya rata-rata umur yang terbanyak adalah 46 tahun. Soedarmi dan Islam (Semarang 1999) mendapatkan umur terbanyak 30-40 tahun. Nishimura Nishimura dan Iizuka (jepang, 2001) mendapatakan mendapatakan rata-rata rata-rata umur yangterbanyak adalah 41-47 tahun. Suzanne at al (New York,2001) dari sampel dengan umur antara 21-80 tahun mendapatkan mendapatkan rata-rata umur yang terbanak adalah 32 tahun. Berasarkan data diatas dapat terlihat bahwa sinusitis maksila lebih banyak menyerang pada orang muda perbedaan umur oleh masing-masing peneliti lebih didasari leh pengelopokan umur yang berbeda-beda pada masing- masing peneliti. 2.2.2. Angka Kejadian berdasrkan jenis kelamin
Pada penelitian sinusitis yang dilakukan oleh departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adamalik Medan ini adalah perempuan sebanyak 26 pederitan (74,28%) dan laki-laki- 9 pederita (25.72%). Dari 91 sampel, 51% (46 orang) menunjukkan gambaran sinusitis pada pemeriksaan foto Waters - 53% (25 orang) wanita dan 47% (21 orang) laki-laki. Hal ini sesuai dengan penelitian Ramanan (2007) yang menyatakan bahwa wanita
12
mempunyai lebih banyak episode sinusitis karena cenderung mempunyai hubungan lebih dekat dengan anak-anak. . Peneli Peneliti-pe ti-penel neliti iti seperti seperti mangain mangain Hasibun Hasibun (Medan, (Medan,1992 1992)) yang yang menelit menelitii tentang tentang gambara gambaran n sinusiti sinusitiss maksila maksila dengan dengan factor factor predispo predisposisi sisi infeksi gigi rahang atas (dentogen) mendapatkan dari 25 penderita yang dieri dieriksa ksany nyaa terda terdapat pat 13 perem perempua puan n (25%) (25%) dan 12 lakilaki-la laki ki (48%) (48%).. Yoshi Yoshiour ouraa et al (Jepan (Jepang,1 g,1993 993)) menda mendapat pat kan kan dari dari 68 pendr pendrit itaa yang yang diperiksanya terdapat 36 perempuan (52,95%) dan 32 laki-laaki(47,05%). Soeda Soedarm rmee dan dan Islam Islam (Sem (Semar arang ang,19 ,1999) 99) menda mendapat patak akan an 19 perem perempua puan n (47,50% (47,50%)) dan 21 laki-la laki-laki ki (52,50%) (52,50%).. Zuzanni Zuzanni at al (Wew (Wew York,20 York,2001) 01) mendapatakan 14 kasus yang terdiri dari 10 perempuan (71,4%) dan 4 laki-laki (28,6%). Paada penelitian Nishimura dan Iizuka (Jepang,2001) medapat kan dari 15 penderita sinusitis dengan factor predisposisi rahang atas (dentogen) terdapat 5 perempuan perempuan (33,33%) dan 10 laki-laki (66,67%). Primar Primartono tono dan Supriha Suprihati ti (Semar (Semarang, ang,2003 2003)) mendapa mendapatkan tkan 70 penderi penderita ta sinusitis yang terdiri dari 32 perempuan ( 45,7%) dan 38 laki-laki (54,3%). Gambaran Gambaran sinusitis sinusitis maxillaris merup merupaka akan n yang yang terba terbany nyak ak - 52% (24 (24 orang orang)) ipsil ipsilat ater eral, al, 28% (13 orang) orang) bilat bilatera eral. l. Sisa Sisany nyaa 20% (9 orang orang), ), menunjukkan gambaran sinusitis maxillaris bersamaan dengan gambaran sinusitis lain, yakni 1 orang bersama sinusitis frontalis , 5 orang bersama sinusitis ethmoidalis , dan 3 orang pansinusitis. Hal ini sesuai penemuan
13
Mangunkusumo dan Rifki (2006). paling sering sinusitis maxillaris dan sinusitis ethmoidalis .
2.2.3. Angka Kejadian Berdasarkan Berdasarkan Pekerjaan
Dari Dari hasil hasil peneliti penelitian an Mangunku Mangunkusum sumu u dan Rifki Rifki (2006) (2006) didapat didapat jen jenis is peker pekerja jaan an terban terbanya yak k dari dari kelom kelompok pok belum belum/ti /tidak dak beker bekerja ja dan kelompok swasta yang memiliki jumlah pasien yang sama sebanyak 32 (26,66%) pasien. Kelompok belum/tidak bekerja ini terdiri dari anak usia <5 tahu tahun n yang yang belu belum m bers bersek ekol olah ah,, IRT IRT dan dan pens pensiu iuna nan, n, seda sedang ngka kan n kelompok swasta antara lain terdiri dari petani, buruh, montir bengkel, sopir dan tukang ojek. Dan yang merupakan kelompok terkecil adalah kelompok pelajar sebanyak 15 (12,50%) pasien. (Datu,2009) Kelo Kelomp mpok ok belum belum/t /tida idak k beker bekerja ja memi memilik likii kasus kasus tert terting inggi gi pada pada rentang usia 26-35 tahun sebanyak sebanyak 13 pasien, sedangkan kelompok swasta memi memilik likii kasus kasus tert terting inggi gi pada pada renta rentang ng usia usia 36-45 36-45 tahun tahun seban sebanya yak k 11 pasien. Untuk kelompok belum/tidak bekerja yang diketahui 26 dari 33 pasiennya adalah IRT, dimana mereka lebih banyak melakukan aktivitas di rumah, sehingga hal ini berhubungan erat dengan paparan yang terusmenerus dari alergen yang berada dalam rumah dan lingkungan sekitarnya, seperti debu rumah, rumah, apalagi apalagi di daerah urban terdapat terdapat banyak banyak pemukiman pemukiman padat penduduk yang biasanya di huni oleh kalangan menengah bawah, dengan lingkungan yang buruk pada tempat tinggal mereka, karena pada umumny umumnyaa rumah-r rumah-rumah umah tersebut tersebut memili memiliki ki sedikit sedikit ventila ventilasi si sehingga sehingga
14
sirkulas sirkulasii udara udara berjala berjalan n tidak tidak lancar. lancar. Namun faktor faktor resiko resiko non alergi alergi seperti udara dingin, kerja berat, infeksi virus dan lain-lain dapat juga berperan dalam mencetuskan rinosinusitis kronis penghuni rumah tersebut. Kemudian untuk kelompok swasta dengan rata-rata penghasilan rendah sepe sepert rtii yang yang tela telah h dije dijela lask skan an diat diatas as,, dima dimana na mere mereka ka lebi lebih h bany banyak ak melakukan aktivitasnya di luar rumah yang boleh diprediksikan bahwa kondisi lingkungan kerja mereka kurang baik, karena mereka akan lebih serin sering g terpa terpapar par oleh oleh polusi polusi udara udara dari dari kendar kendaraan aan bermo bermotor tor,, apala apalagi gi masy masyar arak akat at Indo Indone nesi siaa kita kita ini ini yang yang seba sebagi gian an besa besarr pend pendud uduk ukny nyaa merupakan perokok aktif, sehingga perokok pasif pun akan terpapar juga oleh oleh asap asap roko rokok k yang yang meru merupa paka kan n sala salah h satu satu aler alerge gen n yang ang dapa dapatt mencet mencetuska uskan n rinosinu rinosinusiti sitiss kronis. kronis. Kasus Kasus rinosin rinosinusit usitis is kronis kronis pada PNS juga cukup banyak, dimana kelompok ini menempati menempati urutan kedua setelah kelompok belum/tidak bekerja dan kelompok swasta. Jumlah PNS yang tinggi dikarenakan RSU Mataram menerima menerima pelayanan pelayanan ASKES, ASKES, sehingga banyak banyak dari mereka mereka yang yang memanfa memanfaatka atkan n fasilit fasilitas as pelayan pelayanan an kesehat kesehatan an gratis dari ASKES (Datu 2009).
2.2.4. Angka Kejadian berdasarkan tingkat pendidikan
tingkat pendidikan terakhir penderita rinosinusitis kronis tertinggi pada kelompok SMA sebanyak 51 (42,5%) pasien dan terendah pada kelompok TK sebanyak 3 (3,33%) pasien. Kelompok SMA terbanyak pada rentang usia 16-25 tahun dengan jumlah kasus tertinggi yaitu sebanyak 22 pasien.
15
Untuk distribusi distribusi rentang usia dan tingkat. tingkat. Namun Namun demikian, demikian, belum ada penj penjel elasa asan n yang yang pasti pasti menge mengena naii hub hubung ungan an antar antaraa tingk tingkat at pendid pendidik ikan an dengan kejadian sinusitis. Mangunkusumu dan Rifki (2006).
2.2.5 Rencana tabulasi data
Tabel 2.1. Angka Kejadian pasien rinosinusitis berdasarkan rentang umur
No 1 2 3 4 5 6 7
Rentang usia <5 6-15 16 - 2 5 26 - 3 5 36 - 4 5 > 46 Total
Frekuensi
Persen (%)
Tabel 2.2. Angka kejadian pasien rinosinusitis berdasarkan jenis kelamin
No
Jenis kelamin
Frekuensi
Persen (%)
16
1
Wanita
] 2
Laki-laki
3
Total
Tabel 2.3. Angka kejadian pasien rinosinusitis kronis berdasarkan tingkat pendidikan terakhir
No 1 2 3 4 5 6 7
Tingkat Pendidikan Terakhir Belum/tidak sekolah TK SD SMP SMA Tamatan universitas Total
Tabel Tabel 2.4. 2.4.
No 1 2 3 4 5
Frekuensi
Persen(%)
Distr Distribu ibusi si pasie pasien n rinos rinosinu inusit sitis is berda berdasar sarkan kan jenis jenis pekerj pekerjaa aan n
Jenis Pekerjaan Belum/tidak be bekerja Pelajar Mahasiswa Swasta PNS
Frekuensi
Persen (%)
17
6
Total
2.3. 2.3.
Etio Etiolo logi gi dan dan fak fakto torr pred predis ispo pose sess rino rinosi sinu nusi siti tiss
Beberap Beberapaa faktor faktor etiologi etiologi dan faktor faktor predispo predisposisi sisi antara antara lain ISPA ISPA akibat virus, bermacam rhinitis terutama renitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau atau hipertro hipertrofi fi konka, konka, sumbata sumbatan n kompleks kompleks osteome osteomeatal atal (KOM), (KOM), infeksi infeksi tonsi tonsil, l, infeks infeksii gigi, gigi, kelai kelaina nan n imuno imunolo logi, gi, diskin diskinesi esiaa silia silia sepert sepertii pada pada sindrom kartagener dan diluar negri adalah penyakit fibrosis kistik. Pada anak hipertro hipertrofi fi adenoid adenoid merupak merupakan an faktor faktor penting penting penyebab penyebab sinusit sinusitis is sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral. Faktor lain yang juga berpengaruh berpengaruh adalah lingkungan lingkungan berpolusi, berpolusi, udara dingin, dingin, serta serta kebiasaa kebiasaan n merokok merokok.. Keadaan Keadaan ini lama-la lama-lama ma menyeb menyebabka abkan n perubahan mukosa dan merusak silia. (Munir dan Kurnia, 2007).
Etiologi rinosinusitis pada anak adanya Peradangan yang disebabkan infek infeksi si salura saluran n nafas nafas atas atas dan dan alergi alergi.. Mekan Mekanika ikall terda terdapa patt deform deformit itas as septum / nasal, obstruksi kompleks osteo meatal (KOM), konka hipertropi, polip, tumor, adenoid hipertropi, benda asing dan cleft palate . Sistemik terbentuk fibrosis kistik, sindroma Kartagener, imunodefisiensi
18
Bakteri aerob yang sering ditemukan antara lain staphylococcus aureus, streptococcus viridians, haemuphilus influenza, neisseria flavus, staphylococcus staphylococcus epidermidis, epidermidis, streptococcus streptococcus pneumonia, dan escherichia coli coli.. Seda Sedang ngka kan n bakt bakter erii anae anaero rob b anta antara ra lain lain pept peptos ostr trep epto toco cocc ccus us,, corynebacterium, corynebacterium, bacteroides, dan veillonella. veillonella. Infeksi campuran antara
organisme aerob dan anaerob sering kali juga terjadi (Hilger, 1997) .
2.4. Patofisiologi Rinosinusitis
19
Gambar 2.3 Omplek Ostiomeatal. (Hazenfield, 2009) Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya lancarnya klirens mukosiliar didalam sumbatan kompleks kompleks osteo meatal (KOM). Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfun berfungsi gsi sebagai sebagai mekanis mekanisme me pertahan pertahanan an tubuh tubuh terhadap terhadap kuman kuman yang yang masuk bersama udara pernapasan. (Hilger, 1997).
Organ-organ yang membentuk uumbatan kompleks osteo meatal (KOM (KOM)) letak letakny nyaa berde berdekat katan an dan bila bila terja terjadi di edema edema,, mukos mukosaa yang yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium ostium tersumba tersumbat. t. Akibatny Akibatnyaa terjadi terjadi tekanan tekanan negative negative didalam didalam rongga rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis yang tidak disebab kan oleh bakteri dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.
Bila Bila kon kondis disii ini ini menet menetap, ap, sekret sekret yang yang terkum terkumpul pul dalam dalam sinus sinus merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Sekret menjadi
20
purulen. Keadaan ini disebut sebagi rinosinusitis akut yang disebab kan oleh bakteri dan memerlukan terapi anti bakteri .
Jika terapi tidak berhasil, inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakt bakter erii anaer anaerob ob berkem berkemban bang. g. Muk Mukos osaa maki makin n memb membeng engkak kak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar. Sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrifi, polipoid atau pembentukan polip dan dan kista kista.. Pada Pada keada keadaan an ini ini mungk mungkin in diper diperluk lukan an tinda tindaka kan n opera operasi. si. (Mangunkusumo dan Rifki, 2003).
Patofisiologi rinosinusitis pada anak berbeda dengan orang dewasa. Rinosinusitis pada anak biasanya merupakan sisa infeksi saluran nafas atas akut. Insiden infeksi saluran nafas akut lebih tinggi pada anak-anak akibat sistem imun yang menurun yang menimbulkan infeksi virus pada saluran nafas atas dan juga karena seringnya terpapar dengan lingkungan seperti sekola sekolah, h, di mana mana sering sering kon konta tak k denga dengan n anak-a anak-ana nak k yang yang lain lain sebag sebagai ai transfer infeksi. Infeksi saluran nafas atas menyebabkan edem mukosa sehingga sehingga menyeb menyebabka abkan n obstruks obstruksii aliran aliran sinus sinus sehingga sehingga menimb menimbulka ulkan n infek infeksi. si. Pada Pada anak-a anak-anak nak,, dengan dengan anatom anatomii perkem perkemban bangan gan sinus sinus yang yang berukuran berukuran kecil dan pendeknya jarak antara permukaan permukaan mukosa dari ostio memainkan peranan pada perkembangan rinosinusitis.( Hilger, 1997). Perubahan sekresi kelenjar pada kistik fibrosis menghasilkan mukus yang yang kental kental sehingga sehingga menyul menyulitka itkan n pembers pembersihan ihan sekret sekret serta serta gangguan gangguan gera geraka kan n sili siliaa sepe sepert rtii pada pada sili siliaa imot imotil il
sind sindro roma ma.. Kedu Keduaa hal hal ini ini
21
menimbulkan stase mukus yang selanjutnya akan terjadi kolonisasi kuman dan timbul infeksi. (Stankiewicz.1997). Peranan alergi pada sinusitis adalah akibat reaksi anti gen anti bodi yang yang menim menimbul bulkan kan pemb pembeng engkak kakan an mukos mukosaa sehin sehingga gga meni menimb mbulk ulkan an obstruksi pada ostium sinus dan menghambat aliran mukus. Selanjutnya terjadi vakum di rongga sinus sehingga terjadi transudasi cairan ke rongga sinu sinus. s. Menu Menum mpukn puknya ya cair cairan an di rong rongga ga sinu sinuss
meru merupa paka kan n
medi mediaa
pertum pertumbuha buhan n bakteri bakteri sebagai sebagai hasil hasil obstruks obstruksii ostium ostium sinus sinus yang yang lama. lama. Faktor kelainan anatomi seperti septum deviasi, hipertropi hipertropi atau paradoksal paradoksal konka media dan konka bulosa juga dapat mempengaruhi aliran ostium sinus.
Menurut Messerklinger, yang di kutip oleh Kenedy 1995, bila dua lapisan mukosa yang berdekatan saling kontak karena edema akan terjadi gangguan fungsi silia di tempat tersebut sehingga terjadi retensi sekret. Kontak mukosa pada kompleks osteo meatal terjadi pada celah antara prosesus unsinatus dengan konkha media, antara bula etmoid dan konkha media serta di atas dan belakang bula etmoid. Pada keadaan ini pertukaran udara atau ventilasi terganggu, perubahan pH sinus akan menurun, oksigen akan di serap dan mukosa akan mengalami hipoksia dan kematian sel mukosa sinus yang memudahkan terjadinya infeksi. (Levinson 1996).
2.5. Klasifikasi Rinosinusitis
22
Berdasarkan konsensus tahun 2004, sinusitis dibagi menjadi tiga berdasarkan waktunya, yaitu:
Rinosinusit sitis is akut: akut: gejala gejala terjadi terjadi selama selama 4 minggu minggu atau atau 2.5.1. Rinosinu kurang dari 4 minggu 2.5.2. Rinosinusitis subakut: gejala terjadi lebih dari 4 minggu
dan kurang dari 12minggu 2.5.3. Rinosinusitis kronik: gejala lebih dari 12 minggu
Berdasarkan penelitian, Bakteri utama pada sinusitis akut adalah Streptococcus Streptococcus pneumonia pneumonia sinus sinussit sitis is akut akut yait yaitu u
merupakan merupakan penyebab penyebab terbanyak terbanyak dari infeksi infeksi
30 % sampai sampai
50 %, Haem Haemoph ophyl ylus us influ influenz enzae ae
mencapai 20% sampai 40 % sedangakan Moraxella catarrhalis hanya 4%.
Sedangk Sedangkan an Bakteri Bakteri utama utama pada sinusuti sinusutiss kronik kronik tergantu tergantung ng pada faktor predisposisi, predisposisi, namun bakteri yang ada lebih condong ke arah bakteri gram negatif dan anaerob.
2.6. 2.6. Gej Gejala ala klinis klinis rinosi rinosinus nusiti itiss
Keluhan utama sinusitis ialah hidung tersumbat disertai nyeri/ rasa teka tekana nan n pada pada muka uka dan dan ingu inguss puru purule len n yang yang seri sering ngka kali li turu turun n ke
23
tenggorok(post nasal drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. (Mangunkusumo dan Rifki, 2003).
Gejala rinosinusitis pada anak bervariasi sesuai umur karena pada anak anak yang yang kecil kecil,, sulit sulit untuk untuk menc menceri eritak takan an keluha keluhanny nnyaa dengan dengan jela jelas, s, sedangkan pada anak yang lebih besar dapat memberikan keluhan yang jelas sehingga akan lebih tepat seperti keluhan pada rinosinusitis dewasa. Gejala yang berat dan komplikasi sering terjadi pada rinosinusitis akut. Menurut Wald, terdapat 2 manifestasi klinik, yaitu : 1.
Infeksi Saluran Nafas Atas (ISNA) yang tampak berat dengan demam lebih dari 390C, sekret purulen dan nyeri wajah.
2.
ISNA ISNA yang yang lama lama deng dengan an batuk batuk dan sekre sekrett hidu hidung ng menet menetap ap lebih dari 10 hari. Muntz dan Lusk 1994, menyatakan, bahwa demam jarang
ditemukan pada rinosinusitis anak-anak, meskipun pada keadaan akut. Demam biasanya menandakan adanya komplikasi. Kadangkadang terjadi muntah pada saat batuk, mual atau rasa tercekik karena sekresi yang mengalir di belakang hidung ke tenggorok. Rinosinusitis kronis banyak dilaporkan terjadi pada anak dengan riwayat rinitis alergi dan asma. Batuk pada waktu siang maupun malam hari merupakan gejala yang paling sering terjadi dan tidur sering terganggu
2.6.1. Sinusitis maksila
24
Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai dengan daerah yang terkena. Pada sinusitis maksila nyer nyerii tera terasa sa di bawa bawah h kelopa kelopak k mata mata dan dan kadang kadang meny menyeb ebar ar ke alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan telinga. Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi nyeri pada gerak gerakan an kepal kepalaa menda mendadak dak,, misal misalny nyaa sewakt sewaktu u naik naik atau atau turun turun tangg tangga. a. Serin Seringka gkali li terdap terdapat at nyeri nyeri pipi pipi khas khas yang yang tumpul tumpul dan menus menusuk. uk. Sekre Sekrett mukop mukopuru urule len n dapat dapat kelua keluarr dari dari hidun hidung g dan dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non produktif seringkali ada. Gejalanya demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, nyeri pada pipi terutama sore hari, ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur darah.
2.6.2. Sinusitis etmoid
Gejala berupa nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantu ntus
mediu dius,
kada kadan ng-k g-kada adang
nye nyeri
dib dibola ola
mata
atau
belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis dan sumbatan hidung. Ingus kental di hidung dan nasafaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing.
2.6.3. Sinusitis frontal
Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri berlokasi berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa
25
nyeri nyeri bila bila disentuh disentuh dan mungkin mungkin terdapa terdapatt pembeng pembengkaka kakan n supra supra orbit orbita. a. Dema Demam, m,sak sakit it kepal kepalaa yang yang hebat hebat pada pada siang siang hari, hari,te teta tapi pi berkurang setelah sore hari, ingus kental dan penciuman berkurang. 2.6.4. Sinusitis sphenoid
Pada sinusitis sfenodalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital, di belakang bola mata dan di daerah mastoid. Namun penyakit penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis, sehingga gejalanya sering menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya. Gejalanya nyeri di bola mata, sakit kepala, ingus di nasofaring (Mangunkusumo dan Rifki, 2003). 2.7.
Diagnosis rinosinusitis
Kriteria rinosinusitis akut dan kronis pada penderita dewasa dan anak berdasarkan gambaran klinik, yaitu:
Tabel Tabel 2.5. Kriter Kriteria ia rinosinusi rinosinusitis tis akut dan kronik kronik pada anak dan dewasa dewasa menurut menurut International Conference on Sinus Disease 1993 & 2004 (Kennedy, 1995) No
Kriteria
Rinosinusitis akut
Rinosinusitis Kronis Dewasa Anak Dewasa Anak < 12 < 12 > 12 > 12 minggu minggu minggu minggu
1
Lama gejala dan tanda
2
Jumlah episode serangan < 6 kali / > 4 kali / > 6 kali / a ku t , masing-masing < 4 kali / tahun tahun tahun berlangsung minimal 10 hari tahun
3
Jumlah episode serangan Dapat sembuh a ku t , masing-masing semp sempur urna na deng dengan an berlangsung minimal 10 hari pengobatan medikamentosa
Tidak dapat sembuh semp sempur urna na deng dengan an pengobatan medikamentosa
26
Berda Berdasar sarka kan n gamb gambara aran n klini klinik k ini, ini, dapat dapat ditent ditentuka ukan n langk langkah ah diag diagno nosi siss
dari dari
rino rinosi sinu nusi siti tis. s.
Diag Diagno nosi siss
dite ditega gakk kkan an
berd berdas asar arka kan n
anamnesis,peme anamnesis,pemeriksaan riksaan fisik, dan pemeriksaan pemeriksaan penunjang. penunjang. Pemeriksaan Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan nasoendoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas adala adalah h adany adanyaa pus dimea dimeatus tus medi medius us atau atau didae didaerah rah meat meatus us superi superior or.. (Mangunkusumo dan Rifki).
Kriteria
Rinosi nosinu nusi sittis
menuru nurutt
American can
Academy emy
of
Otolari Otolaringol ngology ogy & Americ American an Rhinolo Rhinologic gic Society Society 1996 adalah adalah sebagai sebagai berikut:
1. Geja Gejala la mayor mayor dapat dapat berupa berupa terasa terasa sakit sakit daerah daerah muka, muka, hidun hidung g tersumbat, terjadi post nasal drip puru. 2. Geja Gejala la minor minor dap dapat at berup berupaa pasie pasien n
batuk batuk,, terdap terdapat at lendi lendirr di
tenggoro tenggorok, k, terasa terasa nyeri nyeri dikepala dikepala,, nyeri nyeri geraham geraham,, halitosi halitosis. s. Rinosinusitis akut didiagnosis jika terdapat 2 kriteria mayor atau lebih, atau 1 gejala mayor dan 2 gejala minor. (Kennedy, 1995).
Pemeriksaan Pemeriksaan penunjang penunjang yang penting penting adalah foto polos polos atau CT scan. Foto polos posisi waters, PA atau lateral , umumnya hanya mampu menil enilai ai kond kondis isii sinu sinuss-si sinu nuss besa besar. r. Kela Kelain inan an akan akan terl terlih ihat at beru berupa pa perselubungan, batas udara cairan atau penebalan mukosa. CT scan sinus merupak merupakan an standar standar utama utama untuk untuk mendiag mendiagnosi nosiss sinusiti sinusitiss karena karena mapu mapu
27
menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun, karena mahal hanya dikerjakansbagai penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik denga dengan n pengob pengobat atan an atau atau praope praoperas rasii sebaga sebagaii pandua panduan n operat operator or saat saat melakukan operasi sinus. (Mangunkusumo dan Rifki). Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan mikrobiologi dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotika yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil dari fungsi sinus maksila. (FKUI-Kapita Selekta Kedokteran, 2003).
2.8. 2.8.
Tera Te rapi pi Rin Rinos osin inus usit itis is
Tuju Tu juan an
tera terapi pi
sinu sinusi siti tiss
adal adalah ah
memp memper ercp cpat at
peny penyem embu buha han, n,
mencegah komplikasi dan mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan di sumbatan kompleks osteomeatal (KOM) sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.
Anti Antibio bioti tika ka dan dan dekong dekongest estan an merup merupak akan an terap terapii pilih pilihan an pada pada sinusitis akut bacterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta serta membuka sumbatan sumbatan ostium sinus. Antibioti Antibiotika ka yang dipilih dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika diperkirakan diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta laktamase, maka dapat diberikan amoksisilin klavulanat atau jenis sefalosporin generasi 2. Pada sinusitis
28
antibio antibiotika tika diberika diberikan n selama selama 10-14 hari meskipun meskipun gejala klinik klinik sudah sudah hilang. (Piccirillo, 2004).
Pada Pada sinusitis sinusitis kronik diberika diberikan n antibiotik antibiotikaa
yang yang sesuai untuk untuk
kuman negative gram dan anaerob. Elain dekongestan hidung, terapi lain dapat diberikan seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rong rongga ga hidu hidung ng deng dengan an NaCl NaCl atau atau pema pemana nasa san. n. Imun Imunot oter erap apii dapa dapatt diper diperti timba mbangk ngkan an jika jika pasie pasien n mende menderi rita ta kelai kelainan nan alergi alergi yang yang berat berat.. (Mangunkusumo dan Rifki, 2003). Penatalaksanaan sinusitis pada anak terdiri dari dua jenis yaitu : konservatif konservatif dan operatif. operatif. Terapi konservatif merupakan terapi utama pada rinosinusitis anak dan terapi operatif dilakukan bila dengan konservatif gagal atau terjadi komplikasi ke orbita atau intra kranial.
Adap Adapun un anti antibi biot otik ikaa
yang yang dapa dapatt
dipi dipili lih h
pada pada tera terapi pi rino rinosi sinu nusi siti tis, s,
diantaranya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel Tabel 2.6. 2.6. Anti Antibio bioti tika ka yang yang dapat dapat dipil dipilih ih pada pada terapi terapi rinosi rinosinus nusit itis is (Piccirillo, 2004)
SINUSITIS AKUT Lini Pertama
Antibotik
Dosis
29
Amoksisilin
Kotrimoxazol
Anak: 20-40mg/kg/hari terbagi dalam 3 dosis Dewasa: 3 x 500 mg Anak: 6 - 12 mg TMP/ 30 – 60 mg SMX/ kg/hari terbagi dlm 2 dosis Dewasa: 2 x 2 tab dewasa
Eritromisin
Anak: 30-50mg/kg/hari terbagi setiap 6 jam Dewasa: 4 x 250-500mg
Doksisiklin
Dewasa: 2 x 100 mg Lini kedua
Amoksi-clavulanat Cefuroksim Klaritromisin Azitromisin Levofloxacin
Anak: 25-45mg/kg/hari terbagi dlm 2 dosis Dewasa: 2 x 875 mg 2 x 500 mg Anak: 15 mg/kg/hari terbagi dlm 2 dosis Dewasa: 2 x 250 mg 1 x 500 mg, kemudian 1x250 mg selama 4 hari berikutnya. Dewasa: 1 x 250-500 mg SINUSITIS KRONIK
Antibiotika Amoksi-clavulanat
Dosis Anak: 25-45mg/kg/hari terbagi dlm 2 dosis Dewasa: 2 x 875 mg
Azitromisin
Anak: 10 mg/kg pada hari 1 diikuti 5mg/kg selama 4 hari berikutnya Dewasa: 1 x 500 mg, kemudian 1 x 250mg selama 4 hari
Levofloxacin
Dewasa: 1 x 250-500mg
2.9. 2.9. Tind Tindak akan an oper operas asii
30
Bedah Bedah sinus sinus endos endoskop kopii fungs fungsio ional nal (BSE (BSEF/ F/FE FESS SS)) merup merupaka akan n oper operas asii terk terkin inii untu untuk k sinu sinusi siti tiss kron kronik ik yang yang meme memerl rluk ukan an oper operas asi. i. Indikasi Indikasinya nya berupa berupa sinusiti sinusitiss kronik kronik yang yang tidak tidak membaik membaik setelah setelah terapi terapi adekuat, adekuat, sinusit sinusitis is kronik kronik diserta disertaii kista, kista, atau kelaina kelainan n yang yang irrever irreversibl sible, e, poli polip p ekste ekstensi nsif, f, adany adanyaa kompl komplika ikasi si sinus sinusit itis is serta serta sinusi sinusiti tiss jamur. jamur. (Mangunkusumo dan Rifki, 2003).
2.10. 2.10. Komplikasi Komplikasi
Kompli plikasi asi
sin sinusit sitis
telah
menuru nurun n
sec secara aranya nyata
sej sejak
ditemukannya antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau sinusit sinusitis is kronik kronik dengan dengan eksaserb eksaserbasi asi akut, akut, berupa berupa komplik komplikasi asi orbita atau intrakranial. (Hilger, 1997).
2.10.1. Kelainan pada Orbita
Sinusitis Sinusitis ethmoidalis ethmoidalis merupakan merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang yang terse terserin ring. g. Pemb Pembeng engkak kakan an orbit orbitaa dapat dapat merup merupak akan an mani manifes festa tasi si ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat dekat orbit orbitaa dan dapat dapat menim menimbul bulkan kan infek infeksi si isi orbita orbita juga. juga. Pada Pada komplikasi ini terdapat lima tahapan : a.
Peradan Peradangan gan atau atau reaksi reaksi edem edemaa yang yang ringa ringan. n.
Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. didekatnya. Keadaan ini terutama terutama ditemukan pada anak, karena
31
lami lamina na
papi papira rase seaa
yang yang
memis emisah ahka kan n
orbi orbita ta
dan dan
sinu sinuss
ethmoidalis sering kali merekah pada kelompok umur ini.
b.
Selulitis orbita Edem Ed emaa bers bersif ifat at difu difuss dan dan bakt bakter erii tela telah h seca secara ra akti aktif f menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk
c. Abse Absess sub subpe peri rios oste teal al Pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis. d. Abses ses or orbit bita
Pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraok ekstraokula ularr mata mata yang yang terseri tersering ng dan kemosis kemosis konjungt konjungtiva iva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.
e. Thrombosis sinus kavernosus
Akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena kedalam sinus kavernos kavernosus, us, kemudia kemudian n terbent terbentuk uk suatu suatu trombof tromboflebi lebitis tis septik septik (Hilger, 1997).
32
2.10.2. Kelainan intracranial
a. Meningitis akut Sala Salah h satu satu komp kompli lika kasi si sinu sinusi siti tiss yang yang terb terber erat at adal adalah ah meningi meningitis tis akut, akut, infeksi infeksi dari sinus sinus paranasa paranasalis lis dapat dapat menyeb menyebar ar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis. (Hilger, 1997). b. Abses dura
Kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intrakranial.
c. Abses subdural Kumpul Kumpulan an pus dianta diantara ra duram duramat ater er dan dan arach arachnoi noid d atau atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura. d. Abses otak
Sete Setela lah h teri terinf nfek eksi si,,
sist sistem em
maka maka dapa dapatt
vena vena,, terj terjad adii
dapa dapatt
muko mukope peri rios oste teum um
perl perlua uasa san n
sinu sinuss
meta metast stat atik ik seca secara ra
hematogen ke dalam otak.
2.10.3. Osteitis dan Osteomylitis.
33
Penyebab Penyebab terserin tersering g osteom osteomieli ielitis tis dan abses abses subperio subperiostea steall pada tulang frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat sangat berat. berat. Gejala Gejala sistemi sistemik k berupa berupa malaise malaise,, demam demam dan menggig menggigil. il. (Hilger, 1997).
2.10.4. Mukokel
Suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus front frontal alis, is, ethm ethmoid oidali aliss dan sfenoi sfenoida dali lis, s, kista kista ini dapat dapat memb membesa esarr dan melal melalui ui atrof atrofii tekan tekanan an mengi mengikis kis strukt struktur ur sekit sekitar arny nya. a. Kist Kistaa ini dapat dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat dapat mengges menggeser er mata mata ke lateral. lateral. Dalam sinus sinus sfenoid sfenoidali alis, s, kista kista dapat dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya (Hilger, 1997).
2.10.5. Pyokokel.
Mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat (Hilger, 1997). 2.11 2.11..
Kerang angka Konse onsep p Pe Penelit elitia ian n
Berda Berdasar sarkan kan uraia uraian n di atas, atas, dapat dapat disus disusun un kerang kerangka ka kon konsep sep penel peneliti itian an sebagai berikut:
Faktor predisposisi
34 Tingkat pendidikan
Jenis pekerjaan
Rinosinusitis
Usia
Jenis kelamin
Gambar 2.4. Kerangka konsep penelitia
35
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis Penelitian
Penelitian Penelitian ini dirancang secara deskriptif, dengan pengumpulan pengumpulan data bersifat retrospektif yaitu melakukan tinjauan terhadap rentang usia, jenis jenis kelami kelamin, n, tingkat tingkat pendidi pendidikan, kan, jenis jenis pekerjaa pekerjaan, n, keluhan keluhan utama utama dan faktor faktor predispo predisposisi sisi pada pasien pasien rinosinu rinosinusiti sitiss yang yang berobat berobat di Poli Poli THT RSUP NTB periode 1 Januari – 31 Desember 2009.
3.2.
Waktu da dan Te Tempat Pe Penelitian
Pene Peneli litia tian n dilak dilaksan sanaka akan n di RSUP RSUP NTB NTB pada pada bulan bulan Sept Septem ember ber 2010. Data dalam penelitian ini diambil dari kartu rekam medis pada pasien rinosinusitis akut yang menjalani pemeriksaan di bagian Poli THT di RSUP NTB periode 1 Januari – 31 Desember 2009.
3.3.
Subjek Penelitian
36
Subjek Subjek dalam dalam peneliti penelitian an ini adalah adalah seluruh seluruh rekam rekam medis medis pasien pasien rinosinusitis rinosinusitis akut yang menjalani pemeriksaan pemeriksaan di poli THT RSUP NTB periode 1 Januari Januari – 31 Desember Desember 2009. Jumlah sampel sampel dihitung dihitung denga rumus sebagai berikut : Rumus Slovin
N n = --------1+N(e)2 Keterangan: n
= ukuran sampel
N = ukuran populasi e
= persen p ersen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan
pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan, misalnya 10%.
3.4.
Definisi Operasional
Angka Kejadia Kejadian n Rinosinu Rinosinusit sitis is ditentuk ditentukan an berdasar berdasarkan kan diagnos diagnosis is 1. Angka yang yang ditegga diteggakkan kkan oleh dr. Spesial Spesialis is THT. THT. Yaitu: Yaitu: Rinosin Rinosinusit usitis is akut, rhinosinusitis sub akut, rhinosinusitis kronik. 2. Karakte Karakterist ristik ik Rhinosiusi Rhinosiusitis tis merupaka merupakan n gambara gambaran n umum penderita penderita yang terdiri dari rentang usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, jenis pekerjaan, keluhan utama, dan faktor predisposisi
37
rinosinusitis rinosinusitis akut yang disajikan disajikan dalam bentuk bentuk tabel, gambar gambar atau ikhtisa ikhtisarr lainnya lainnya yang mewakil mewakilii serangka serangkaian ian karakter karakteristi istik k secara secara kuantitatif. 3. Usia Usia pasi pasien en rino rinosi sinu nusi siti tiss meru merupa paka kan n wakt waktu u hidu hidup p pasi pasien en seja sejak k dila dilahi hirk rkan an sam sampai pai
data datang ng ke poli poli THT deng dengan an peny penyak akit it
rinosinusitis. 4. Jenis Jenis kelami kelamin n adalah adalah laki laki –laki –laki dan perempua perempuan. n. 5. Tingk ingkat at pend pendid idik ikan an merup erupak akan an pend pendid idik ikan an form formal al yang yang tela telah h diselesaikan 6. Pekerja Pekerjaan an merupaka merupakan n mata pencahari pencaharian an dari pasien pasien rinosinus rinosinusiti itiss 7. Kelu Keluha han n utam utamaa meru merupa paka kan n geja gejala la yang yang dira dirasa saka kan n oleh oleh pasi pasien en rinosinusitis saat datang berkunjung ke poli THT. 8. Fakt Faktor or predi predispo sposis sisii merup merupak akan an hal-ha hal-hall yang yang menja menjadi di peny penyeba ebab b terjadinya terjadinya rinosinusitis kronis, seperti: obstruksi mekanik seperti deviasi septum, hipertropi konka media, benda asing di hidung, polip serta tumor di dalam rongga hidung yang dibiarkan terus menerus, rangsangan menahun dari lingkungan berpolusi, udara dingin serta kering, faktor fisik, kimia, saraf, hormonal ataupun emosional. 3.5. 3.5.
Alat Alat dan dan Car Cara a Pen Pengu gump mpul ulan an Data Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah informasi yang tertulis dalam dalam rekam rekam medis medis pasien pasien rinosinu rinosinusiti sitis. s. Pengump Pengumpulan ulan data data dilakuka dilakukan n
38
dengan dengan mencat mencatat at informa informasi-i si-infor nformas masii yang yang penting penting dalam dalam kartu kartu rekam rekam medis pasien. Data yang dicatat meliputi: 1. Nomo Nomorr rek rekam am medi medis. s. 2. Tangg Tanggal al masu masuk k rum rumah ah saki sakit. t. 3. Nama Nama,, umur, umur, jenis jenis kelam kelamin, in, tingkat tingkat pendidi pendidikan kan,, pekerj pekerjaa aan n dan alamat pasien. 4. Faktor Faktor predisp predisposis osisii timbuln timbulnya ya rinosin rinosinusit usitis. is. 5. Kelu Keluha han n uta utama ma.. 6. Hasil Hasil pem pemer eriks iksaan aan penu penunja njang. ng.
3.6.
Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini, digunakan prosedur penelitian yang sesuai dengan langkah-langkah berikut: 1. Melakukan pencatatan pasien rinosinusitis dari buku registrasi
di poli poli THT THT RSUP RSUP NTB perio periode de 1 Januar Januarii – 31 Desem Desember ber 2009. 2. Mela Melaku kuka kan n penc pencar aria ian n reka rekam m medi medik k pasi pasien en rino rinosi sinu nusi siti tiss di RSUP NTB NTB periode 1 Januari – 31 Desember Desember 2009. 3. Menc Mencat atat at prof profil il semu semuaa pasi pasien en rino rinosi sinu nusi siti tiss di RSUP RSUP NTB NTB periode 1 Januari – 31 Desember 2009. 4. Mengumpu Mengumpulkan lkan data data dan dan melakuk melakukan an pengentr pengentrian ian data. data.
39
5. Mela Melaku kuka kan n anal analis isaa data data deng dengan an meto metode de anal analis isis is desk deskri ript ptif if sederhana terhadap data yang sudah terkumpul dalam bentuk tabel dan gambar. 6. Membaha Membahass dan menginter menginterpres prestas tasikan ikan hasil hasil data yang yang diperol diperoleh eh yang yang dikai dikaitka tkan n dengan dengan varia variabl ble-v e-vari ariab abel el penel peneliti itian an yang yang digunakan. 3.7.
Analisis Data
Data yang diperoleh disusun dan ditabulasi serta disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
3.8.
Rencana Kegiatan
Tabel 2.3 Jadwal penelitian berdasarkan kegiatan yang dilaksanakan Tabel 2.3 Jadwal penelitian berdasarkan kegiatan yang dilaksanakan Rencana kegiatan
J un i
Penyusunan judul
X
Penyusunan proposal
Juli
Agts
Sept
X
X
X
Ok t
Pengumpulan data
X
Analisis data
X
Laporan penelitian
N ov
Des
X X
40
DAFTAR PUSTAKA
Hilger, Peter, A., penyakit sinus paranasalis BOEIS Buku Ajar Penyakit THT Penerbi rbitt Buku Buku (BOEIS (BOEIS Fundamen Fundamentals tals of Otolaryn Otolaryngolo gology), gy), Edisi Edisi 6,Jakart 6,Jakarta a : Pene Kedokteran EGC, 1997 Mangunkusumo, E., Soetjipto, D. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku Buku Ajar Ilmu Kesehata Kesehatan n Telinga Telinga Hidung Hidung Tenggoro Tenggorokk Kepala Kepala Leher. Leher. Edisi keenam . Jakarta: FKUI, 2007.
Herawati sri, Rukmini s. Buku hajar ilmu penyakit THT , Jakarta: Buku kedokteran EGC .2004 Gillon VM, Staffor N . Segipraktis Segipraktis THT , Jakarta: Binarupa aksara.1991 Hal 110114 MB ,HR, FRCS. Petunjuk penting penting pada penyakit THT, Jakarta: Hipokrates. 1996 Thal Th alle lerr SR, SR, Grani Granick ck M. Diagram Jakarta: Buku Buku Diagram diagnost diagnostic ic penyakit penyakit THT, Jakarta: kedokteran EGC. 1995
Hal 111
41
Adam GL, 1996. Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring . Dalam : Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi bahasa Indonesia. EGC Jakarta. Hal : 335336 Rusmarjono, Soepardi E. A., 2003. “ Penyakit serta Kelainan Faring dan Tonsil “, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Gaya Baru. Jakarta. Hal : 178 – 184 Fiegler. R.P.J, Pelajaran Pelajaran ringkas telinga hidung tenggorok, jakarta: PT Gramedia pustaka utama. 1983 Ballenger, John, Jacob. Pelajaran telinga hidung tenggorok kepala dan leher , Jakarta: Binarupa Aksara. 1994, edisi 13 Wald ER. Rhinitis Acute & Chronic Sinusitis. Dalam : Bluestone C.D. Stool SE, Scheetz MD (ED). Pediatric Otolaryngology. 2nd Ed. Volume 1. Philadelphia: WB Saunders Company, 1990.729-43. http://www.Utmb.edu/otoref/Grnds/Pedisinus.htm. (Accesed ( Accesed: 28 Oktober, 2010).
Levinson MR, Sidman JD, Brown AC. Sinusitis in Children Diagnosis and treatment. Dalam: http://www.allina.com/Allina Journal/Winter 1996/Lovinson.html . ( Accesed: 28 Oktober, 2010).
O’Hollaren. TM. Chronic rhinosinusitis and Asthma : Common connected conditions. 57th Annual Meeting of the American Academy of Allergy, Asthma and Immunology. http://www.Medscope http://www.Medscope..
42
com/medscape/cno/2001/AAAAI/Story.Cfm?story.id=2168. (Accesed: ( Accesed: 28 Oktober, 2010). Lazar MR. Functional Endonasal Sinus Surgery (FESS) Dalam : Pediatrics in Practical Endoscopy Sinus Surgery. Toronto : Mc. Grawhill, Inc, 1990, 107-117. http://www.rnzegp.org.nz/nzip/ISSUES/feb99/bartley.htm. http://www.rnzegp.org.nz/nzip /ISSUES/feb99/bartley.htm. ( Accesed 29 Oktober, 2010).
Depkes RI. (2006), Functional Endoscopic Sinus Surgery di Indonesia, _hlm /52, HTA Indonesi Indonesia, a, Availabl Availablee from: from: http:// http://www. www. yanmedik depkes. net/hta/ Hasil% 20Kajian% 20HTA/ 2006/ Functional% 20Endoscopic%20 Sinus% 20Surgery% 20di% 20Indonesia. doc. doc. (Accessed: 28 Otober, 2010). Hazenfield, Hazenfield, Hugh N., M.D., F.A.C.S., (2009), Endoscopic Sinus Surgery by the American
Board
of
Otolaryngology,
Available
from:
www.dochazenfield.com/sinus_surgery.htm (Accesed: 30 Oktober, 2010) PIT, PERHATI. (2001), Penatalaksanaan Baku Rinosinusitis , dipresentasikan di Palembang, Palembang, Available Available from: http://www.yanmedik-depkes.net/ hta/ Hasil% 20 Kajian% Kajian%20HTA/ 20HTA/2006/Func 2006/Functional%20 tional%20Endoscopi Endoscopic%20Sin c%20Sinus%20Surg us%20Surgery ery % 20di%20Indonesia.doc. 20di%20Indonesia.doc. (Accessed: 1 November, 2010). Purnama Purnaman n dan Rifki, Rifki, Nusyir Nusyirwan. wan. (1990), (1990), Sinusitis , dalam dalam Nurbait Nurbaitii Iskandar Iskandar,, Efiaty AS, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Telinga, Hidung Tenggorok, edisi pertama, FKUI, Jakarta, Available from: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/ files/cdk_155_THT.pdf . (Accessed: 1 November 2010). Roos, K. (1999), The Pathogenesis of Infective Rhinosinusitis, In Rhinosinusitis: Rhinosinusitis: Current Issues in Diagnosis and Management. Lund V. Corey J (Eds). The Royal Society of Medicine Press Limited, London, UK, Round Table Series 67: 3-9, Available from: http:// http://www.y www.yanmedik-de anmedik-depkes.net pkes.net// hta/ Hasil% 20
43
Kaji Ka jian% an% 20 20HT HTA/ A/ 200 2006/ 6/ Fu Funct nctio ional nal% % 20 En Endos doscop copic ic% % 20 Si Sinus nus% % 20 Surgery % 20 di % 20Indonesia.doc. 20Indonesia.doc. (Accessed: 2 november 2010).
44
45