Tugas Etika Profesi dan Tata Kelola Koorporat
IKLIM ETIKA DAN INTEGRITAS ORGANISASI
Oleh:
I PUTU EKA ADIPUTRA
(1707612002)
I DEWA GEDE SURYAWAN
(1707612007)
I PUTU ARI DARMAWAN
(1707612013)
WILLIAM JEFFERSON W
(1707612015)
Profesi Akuntansi (PPAk) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana 2018
Pemegang saham dan para pemangku kepentingan lainnya menaruh harapan besar terhadap bisnis, direksi, eksekutif, dan akuntan profesional tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mereka melakukannya. Pada saat yang sama, lingkungan tempat bisnis beroperasi semakin kompleks sehingga hal tersebut menjadi tantangan etika bagi mereka. Jika mereka sampai melakukan tindakan yang melanggar etika, maka hal tersebut dapat menimbulkan risiko yang besar dan akan berpengaruh buruk bagi reputasi dan pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan. Jadi, sangat dibutuhkan sistem tata kelola perusahaan yang menyediakan aturan serta akuntabilitas yang tepat untuk kepentingan pemegang saham dan semua pemangku kepentingan lainnya. Kerangka Tata Kelola dan Akuntabilitas Modern untuk Pemegang Saham dan Para Pemangku Kepentingan Lainnya.
Kasus pelanggaran etika yang berujung pada kegagalan bisnis, audit, dan tata kelola perusahaan berskala besar seperti Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom telah mengakibatkan hilangnya kepercayaan investor terhadap perusahaan-perusahaan di Amerika. Hal ini merupakan suatu bencana besar di lingkungan bisnis, dan telah menjadi pemicu harapan baru dalam tata kelola dan akuntabilitas perusahaan. Menyikapi hal tersebut, para politisi Amerika menciptakan kerangka tata kelola dan akuntabilitas baru yang dikenal dengan Sarbanes-Oxley Act (SOX) yang bertujuan untuk memulihkan kembali kepercayaan investor dan memfokuskan kembali tata kelola perusahaan pada tanggung jawab direksi terhadap kewajiban fidusia mereka, yakni tanggung jawab terhadap kepentingan pemegang saham dan para pemangku kepentingan lainnya.Pedoman lainnya. Pedoman yang tepat diperkuat oleh mekanisme umpan balik harus diberikan kepada manajemen dan diperkuat oleh budaya perusahaan yang etis.Jika tidak, manajemen dapat bertindak seenaknya seenakn ya karena tidak ada pedoman yang membatasi serta umpan balik.Umpan balik dari perusahaan contohnya :
Dewan Direksi mungkin akan diperingatkan oleh beberapa agen jika muncul perilaku manajemen yang dipertanyakan
Pemegang saham biasanya memilih auditor eksternal untuk memberikan pendapat ahli tentang apakah lapkeu yang disiapkan manajemen telah menyajikan secara wajar dan sesuai dengan IFRS/GAAP
Auditor eksternal diminta untuk bertemu dengan Komite Audit dari dewan dan mendiskusikan lapkeu dan internal kontrol perusahaan
Auditor internal berperan untuk menilai apakah kebijakan perusahaan telah bersifat komprehensif dan terus ditaati
Pengacara perusahaan akan diharapkan untuk membuat dewan direksi menyadari masalah jika manajemen tidak merespons dengan tepat ketika menceritakan kejanggalan yang ada
Ethics Officer harus melapor kepada Dewan Komite Audit dan menjadi saluran yang dilalui oleh whistle-blowers
Ancaman Bagi Tata Kelola dan Akuntabilitas yang Baik
Dalam menanggapi ancaman-ancaman yang terkait dengan tata kelola dan akuntabilitas yang baik, maka suatu pedoman yang jelas sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi dan mengatasi ancaman-ancaman tersebut. Tiga ancaman yang signifikan meliputi:
Sala Sa lah h menga ngarr ti ka kan n tujua ujuan n dan ke kew wajijib ban fi fid dus usii a. Misalnya pada kasus Enron, banyak direksi dan karyawannya percaya bahwa tujuan perusahaan terpenuhi dengan baik oleh tindakan-tindakan yang membawa keuntungan jangka pendek, sehingga perusahaan melakukan manipulasi untuk memperoleh keuntungan tersebut yang ternyata berujung pada kehancuran perusahan tersebut.
K egagala agalan n dala dalam m meng ngii denti ntiffi kasi dan dan me meng nge elola r i si sikko eti tikka. Seiring dengan meningkatnya kompleksitas, volatilitas, dan risiko yang melekat pada kepentingan dan operasi perusahaan, maka risiko harus dapat diidentifikasi, dinilai, dan dikelola dengan hati-hati.Prinsipnya yaitu, risiko etika terjadi ketika terdapat kemungkinan harapan stakeholder tidak terpenuhi.Menemukan dan memperbaikinya adalah sangat penting untuk menghindari krisis atau kehilangan dukungan dari para pemangku kepentingan. Hal itu dapat dilakukan dengan menetapkan tanggung jawab, mengembangkan proses tahunan, dan tinjauan dari dewan organisasi.
K onfli k K epent ntii ngan Seluruh karyawan dan pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari konflik kepentingan.Konflik kepentingan terjadi ketika penilaian independen seseorang menjadi goyah, atau ada kemungkinan goyah dalam membuat keputusan terkait dengan kepentingan terbaik lainnya yang bergantung pada penilaian tersebut.Hal ini bisa saja terjadi karena karyawan dan pimpinan perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung memiliki kepentingan pribadi dalam mengambil suatu keputusan yang seharusnya diambil secara objektif, bebas dari keragu-raguan, dan demi kepentingan terbaik dari perusahaan.Konflik kepentingan ini lebih dari sekedar bias, dimana dapat diukur dan disesuaikan.Jadi karena ketidakjelasan sifat dan besarnya pegaruh, perhatian harus benar-benar diberikan pada setiap kecenderungan yang menuju kepada bias.
Untuk memudahkan penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-hari maka nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus dituangkan kedalam manajemen korporasi yakni dengan cara:
Menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code (code of conduct ). ).
Memperkuat sistem pengawasan.
Menyelenggarakan pelatihan (training (training ) untuk karyawan secara terus menerus.
Ada 3 jenis masalah yang dihadapi d ihadapi dalam Etika yaitu: 1. Sistematik. Masalah-masalah sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana bisnis beroperasi. 2.
Korporasi. Permasalahan korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan pertanyaan yang dalam perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahan ini mencakup pertanyaan tentang moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan individual sebagai keseluruhan.
3. Individu. Permasalahan individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan,tindakan dan karakter individual.
Mengelola Organisasi yang Berintegritas ( Mana Managing gi ng for for Organi Organi zati onal nal I nte ntegrity gr ity )
Integritas berasal dari bahasa latin “integrate” yang artinya komplit atau tanpa cacat, sempurna, tanpa kedok. Maksudnya adalah apa yang ada di hati sama dengan apa yang kita pikirkan, ucapkan, ucapkan , dan lakukan (Bertens, 1994). Integritas (integrity (integrity)) adalah bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai dan kebijakan organisasi serta kode etik profesi, walaupun dalam keadaan yang sulit untuk melakukannya.Secara sederhana, integritas menunjukkan keteguhan sikap, menyatunya perbuatan dan nilai-nilai moral yang dianut oleh seseorang. Orang yang memiliki integritas tidak akan tergoyahkan oleh godaan untuk mengkhianati nilai-nilai moral yang diyakini. Pribadi berintegritas adalah pribadi yang mempertahankan tingkat kejujuran dan etika yang tinggi dalam perkataan dan tindakannya sehari-hari.Mereka adalah orang-orang yang kompeten, teliti dan handal dalam berperilaku, dapat dipercaya oleh rekan kerjanya, bawahan dan atasannya serta pihak luar. Mereka juga memperlakukan orang lain dengan adil.Dalam integritas, terdapat beberapa hal penting, yaitu: 1. Mematuhi Peraturan dan Etika Organisasi 2. Jujur 3. Memegang Teguh Komitmen 4. Bertanggung Jawab
5. Konsisten Antara Pikiran, Ucapan dan Tindakan 6. Kearifan dalam Membedakan yangbenar dan salah Menurut Henry Cloud (2006), ada empat konsep integritas, yakni : 1. Sebagai keterampilan.Integritas merupakan sebuah keterampilan yang harus dilatih terusmenerus. Ia bukan sesuatu yang ada dalam kepribadian seseorang . Integritas diajarkan dan dipelajari sepanjang hidup.
”, rujukan atau tujuan yang 2. Sebagai pedoman.Integritas merupakan “benchmark ”, digunakan dalam membuat keputusan yang berdasarkan pada kebenaran dan kejujuran. 3. Sebagai bangunan yang kokoh.Integritas harus dibangun dan dilestarikan sepanjang hidup. Integritas merupakan suatu bangunan di dalam hati seseorang, dimulai ketika orang itu masih muda. Integritas harus dipelihara terus menerus, jika tidak maka bangunan yang sudah dibuat selama hidup dapat runtuh dalam waktu singkat. 4. Sebagai benih.Integritas ibarat sebuah benih yang ditanam sejak kecil, disirami dan akan berbunga di saat dewasa. Semakin rajin dirawat, akan lebih cepat cep at tumbuh dan berbunga. b erbunga. Jika tanaman kita mati, harus segera menanam yang baru dan disirami tiap hari. Perlu diingatkan bahwa tanaman tidak bisa langsung berbunga, perlu waktu untuk kembali seperti semula. Dalam sebuah perusahaan, nilai etika harus dituangkan ke dalam berbagai aturan atau standar perilaku agar dapat menjadi kerangka perilaku yang dipedomani seluruh pegawai. Nilai etika bukan sekedar bermanfaat untuk membentuk (memotivasi dan mendorong) perilaku pegawai sehari-hari, namun juga membimbing mereka ketika melakukan proses pengambilan keputusan. Sehingga jika nilai etika dapat ditegakkan secara konsisten dan konsekuen, maka fondasi good governance governance di dalam organisasi akan semakin berdiri kokoh. Organisasi sangat membutuhkan nilai etika, karena: 1. Untuk menyelarasan dengan sistem moral, norma dan aturan yang berlaku di tengah perusahaan ; 2. Untuk menyelaraskan dengan nilai, norma dan aturan perusahaan; 3. Untuk membangun dan mewujudkan good mewujudkan good governance; governance; 4. Untuk memfokuskan penyelenggaraan sistem perusahaan agar dapat mencapai tujuan;
5. Untuk menjaga kedekatan dengan sistem, struktur, kultur dan perilaku birokrasi kelembagaan perusahaan; Manajemen untuk Menghindari dan Meminimalkan Konsekuensi
1. Penghindaran
Pendekatan yang dianjurkan jika konflik kepentingan tampak dapat dihindari
Memastikan bahwa semua karyawan menyadari keberadaan dan konsekuensi mereka melalui kode etik dan pelatihan terkait
2. Pengungkapan atas para stakeholder yang mengandalkan keputusan
Menurut teori agensi, shareholder berharap dan ingin ingin para manajer dan karyawan nonmanajerial berperilaku sesuai dengan tujuan yang ditetapkan untuk perusahaan
3. Manajemen konflik atas stakeholder
Elemen Kunci dari Tata Kelola Perusahaan dan Akuntabilitas
Menge Me ngem mbangka ngkan, n, Me Mene nerap rapka kan, n, dan Me Menge ngelo lola la B ud uda aya Pe Perusa rusaha haa an Se Seccara E ti s Direksi, pemilik, manajemen senior, dan karyawan semuanya harus memahami bahwa suatu organisasi akan lebih bernilai jika mempertimbangkan kepentingan seluruh pemangku kepentingannya, tidak hanya han ya pemegang saham, dan dalam membuat keputusan mempertimbangkan nilai-nilai etika yang tepat. Direksi dan para eksekutif harus cermat dalam mengatur bisnis dan risiko etika perusahaannya.Mereka harus memastikan bahwa budaya etis telah berjalan dengan efektif dalam perusahaan.Oleh karena itu, dibutuhkan pengembangan kode etik sehingga dapat menciptakan pemahaman yang tepat mengenai perilaku-perilaku etis, memperkuat perilaku-perilaku tersebut, dan memastikan bahwa nilai-nilai yang mendasarinya melekat pada strategi dan operasi perusahaan.Hal-hal seperti konflik kepentingan, pelecehan seksual, dan hal-hal serupa lainnya harus segera diatasi dengan pengawasan yang memadai untuk menjaga agar budaya perusahaan tetap sejalan dengan harapan saat ini.
K ode E tik P er usa usahaa haan n Kode etik dalam tingkah laku bisnis di perusahaan merupakan implementasi salah satu prinsip tata kelola perusahaan yang baik.Kode etik dapat didefinisikan sebagai mekanisme struktural perusahaan yang digunakan sebagai tanda komitmen mereka
terhadap prinsip-prinsip etika.Mekanisme tersebut dipandang sebagai suatu cara yang efektif untuk mendukung kebiasaan etika dalam menjalankan bisnis. Kode etik menuntut karyawan dan pimpinan perusahaan untuk melakukan praktik-praktik etika bisnis terbaik dalam semua hal yang dilakukan atas nama perusahaan. Jika prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan, maka seluruh karyawan dan pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran kode etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum.
K epemi mpi nan E tik tika a Salah satu unsur penting dari tata kelola dan akuntabilitas perusahaan adalah “tone at the top” dan peran pimpinan dalam membangun, membina, melaksanakan, dan memantau budaya perusahaan yang diharapkan. Jika para pemimpin senior atau junior hanya bersuara untuk menyatakan nilai-nilai yang diinginkan di dalam perusahaan, maka karyawan akan mempertimbangkan hal tersebut sebagai suatu yang tidak patut diperhatikan. Meskipun budaya formal organisasi menetapkan nilai tersebut, namun jika tidak didukung oleh budaya informal maka hal tersebut hanya akan diangap sebagai suatu
ocehan atau istilah lainnya “window dressing”.Untuk dapat menjalankan hal tersebut, maka
seorang
pemimpin
perusahaan
harus
memiliki
ciri-ciri
pemimpin
yangBerintegritas, yaitu: 1. Character , yaitu memiliki karakter/akhlak yang baik. 2. Concept, yaitu Concept, yaitu memiliki wawasan kebangsaan. 3. Competence, yaitu Competence, yaitu memiliki kemampuan untuk mengembangkan organisasi. 4. Connection, Connection, yaitu memiliki kemampuan dalam menciptakan jejaring kerja internal dan eksternal. 5. Commitment, yaitu Commitment, yaitu memiliki kemauan yang kuat untuk mengembangkan organisasi. Kewajiban Direksi dan Pekerja
Tata kelola etika dan akuntabilitas perusahaan bukan hanya sekedar bisnis yang bagus, namun merupakan suatu hukum.SOX Seksi 404 mengharuskan perusahaan meneliti efektivitas sistem pengendalian internal mereka terkait dengan pelaporan keuangan. CEO, CFO, dan auditor harus melaporkan dan menyatakan efektivitas tersebut. Pendekatan COSO terkait dengan sistem
pengendalian internal menjelaskan bagaimana cara suatu perusahaan mencapai tujuannnya melalui 4 dimensi, yaitu strategi, operasi, pelaporan, dan kepatuhan. Melalui 4 dimensi tersebut, kerangka manajemen etika melibatkan 8 unsur yang saling terkait mengenai cara manajemen menjalankan perusahaan dan bagaimana mereka terintegrasi dengan proses manajemen yang meliputi lingkungan internal, penetapan tujuan, identifikasi kejadian, penilaian risiko, tanggapan terhadap
risiko,
aktivitas
pengendalian,
informasi
dan
komunikasi,
dan
pemantauan
(monitoring). Etika dan budaya etis perusahaan memainkan peran penting dalam penetapan pengendalian lingkungan, dan juga dalam menciptakan manajemen risiko etika yang efektif yang berorientasi pada sistem pengendalian internal dan perilaku yang dihasilkan. Oleh karena itu, hal tersebut
dapat menentukan “tone at the top”, kode etik, kepedulian pegawai, tekanan untuk memperoleh tujuan yang tidak realistis, kesediaan manajemen untuk mengabaikan pengendalian, kepatuhan dalam penilaian kinerja, pemantauan terhadap efektivitas pengendalian internal, program
“whistle- blowing”, blowing”, dan tindakan perbaikan dalam menanggapi pelanggaran kode etik.
Tolak Ukur Akuntabilitas Publik
Salah satu perkembangan terkini yang perlu dipertimbangkan oleh dewan direksi dan manajemen ketika mengembangkan nilai-nilai, kebijakan, dan prinsip-prinsip yang mendasari budaya perusahaan dan tindakan karyawan mereka adalah gelombang baru dalam pengawasan pemangku kepentingan dan kebutuhan untuk transparansi dan akuntabilitas publik. Jika direksi mampu mengenali dan mempersiapkan perusahaan mereka di era baru dimana akan berhadapan dengan akuntabilitas para pemangku kepentingan yang efektif dan juga sistem tata kelola yang beretika, mereka tidak hanya akan mengurangi risiko, tapi juga akan menghasilkan keuntungan kompetitif dari perlanggan, karyawan, mitra, lingkungan, dan para stakeholder lainnya yang tentunya menarik bagi pemegang saham. Intinya, direksi, eksekutif, dan akuntan profesional harus fokus sepenuhnya terhadap pengembangan dan pemeliharaan budaya integritas jika mereka ingin memuaskan harapan seluruh pemangku kepentingannya.
Kasus SKANDAL SUAP SIEMENS
Siemens AG adalah raksasa rekayasa dan elektronik Jerman berusia 160 tahun. Mereka adalah salah satu konglomerat terbesar di Eropa, dengan laba pada tahun 2007 sebesar 3,9 miliar euro untuk pendapatan 72,4 miliar euro, naik 6 miliar euro dari pendapatan tahun 2006. Mereka memiliki lebih dari 475.000 karyawan dan operasi di seluruh dunia. Mereka juga mengembangkan budaya organisasi yang korup di mana ratusan juta euro dimasukkan ke dalam dana cadangan yang kemudian digunakan untuk membayar suap dalam rangka mendapatkan kontrak yang menguntungkan. Perincian sebagai berikut telah terungkap:
Pada bulan November 2006 auditor Siemens, KPMG, menyelesaikan sebuah laporan rahasia yang merinci sejumlah pembayaran yang tidak mungkin untuk diverifikasi. Mereka tidak bisa mengidentifikasi siapa yang telah menerima uang atau layanan apa yang disediakan. Seluruh
pembayaran yang mencurigakan, dari 2000 hingga 2006, mencapai €1,4 miliar (US$ 1,88 miliar). Pada saat itu, perusahaan mengatakan bahwa eksekutif senior tidak mengetahui pembayaran ini.
Pada bulan Januari 2007 perusahaan membayar denda €418 juta untuk Komisi Eropa karena perusahaan itu dituduh memimpin suatu kartel yang membagi pasar untuk peralatan listrik. Siemens menantang denda tersebut.
Pada Oktober 2007 perusahaan membayar denda €201 juta terkait dengan penyuapan dalam bisnis perlengkapan komunikasinya. Sejumlah eksekutif senior juga dituduh dan kemudian dihukum karena melakukan
pembayaran penyuapan, termasuk:
Andreas Kley, CFO unit pembangkit listrik, dinyatakan bersalah (Mei 2007) untuk penyaluran
€6 juta, dari 1999 hingga 2002, untuk sebuah perusahaan energy Italia untuk memenangkan kontrak turbin gas. Hakim juga mendenda Siemens €38 juta dan memerintahkan perusahaan untuk mengembalikan keuntungan kontrak.
Johannes Feldmayer, seorang anggota dewan eksekutif, dinyatakan bersalah (pada bulan Juli 2008) atas otorisasi suap kepada serikat pekerja, Asosiasi Karyawan Independen, yang dianggap ramah pada manajemen Siemens. Pembayaran itu, dibuat antara tahun 2001 dan
2005, dimaksudkan untuk mengimbangi kekuatan IG Metall, serikat Jerman yang menguasai hampir setengah dari kursi dewan direksi Siemens.
Reinhard Seikaczek, seorang manajer penjualan di divisi telekomunikasi, dinyatakan bersalah (pada bulan Juli 2008) membangun sistem lumpur dana yang dirancang untuk melakukan pembayaran penyuapan. Hakim mengatakan bahwa Seikaczek bertindak atas perintah
atasannya, dan bahwa ia “adalah bagian dari sistem tidak bertanggung jawab terorganisasi yang secara implicit dimaafkan”. Meskipun mereka tidak pernah dituduh melakukan kesalahan, pada bulan April 2007, baik Klaus Kleinfeld, CEO, dan Heinrich von Piere, ketua dewan pengawas, mengundurkan diri. Mereka telah diganti, pada bulan Juli 2007, oleh orang luar, Peter Loscher, yang berasal dari pembuat obat Merck & Company. Sebagai CEO baru, Loscher mulai mengubah struktur organisasi dan budaya. Sebelumnya, masing-masing lini bisnis memiliki direktur dan dewan pengelolaan yang terpisah. Struktur ini menghambat akuntabilitas dan memungkinkan untuk menyebarkan korupsi Loscher mereorganisasi perusahaan ke dalam tiga sector – industry, energy, dan perawatan kesehatan – dengan masing-masing tiga manajer duduk di dewan mengelola pusat di Munich. Dia juga mengadopsi kebijakan nol toleransi, memberikan pesan bahwa korupsi harus berakhir. Pertanyaan :
1. Para eksekutif senior di Siemens menghabiskan sebagian besar hidup mereka bekerja di lingkungan luar yang memaafkan penyuapan di luar wilayah Jerman, tetapi tidak di dalam. Namun, mereka gagal untuk memperhatikan perubahan yang Transparency International – yang diperjuangkan oleh seorang Jerman yang merasa malu dengan standar ganda warga negaranya – usulkan, usulkan, dan yang akhirnya menghasilkan rezim antisuap baru di seluruh dunia. Mengapa mereka mengabaikan perubahan? Jawab:
Pihak Siemens mengabaikan perubahan, karena dengan budaya organisasi yang sekarang (korup), mereka dapat tetap mempertahankan eksitensi perusahaannya.Budaya organisasi merupakan norma atau nilai yang dianut bersama (shared value) yang value) yang menjadi dasar bertindak seorang indvidu dalam organisasi.Sebagai salah satu unsur penting dari tata kelola dan
akuntabilitas perusahaan adalah “tone at the top” dan peran pimpinan dalam membangun,
membina, melaksanakan, dan memantau budaya perusahaan yang diharapkan. Jika para pemimpin senior atau junior hanya bersuara untuk menyatakan nilai-nilai yang diinginkan di dalam perusahaan, maka karyawan akan mempertimbangkan hal tersebut sebagai suatu yang tidak patut diperhatikan.Yang terjadi pada kasus Siemens, anggaran perusahaan banyak menghilang dalam kas-kas gelap perusahaan dan dipakai untuk membayar uang suap guna melancarkan bisnis di luar negeri. Para pimpinan perusahaan mengatakan bahwa tidak perlu terlalu teliti dalam bekerja dan para petinggi perusahaan juga saling lempar tanggung jawab, sehingga pada akhirnya tidak ada yang merasa bersalah. Permasalahan yang sering muncul pada proses perubahan adalah adanya penolakan terhadap perubahan. Perubahan pada dasarnya diupayakan untuk membuat keadaan menjadi lebih baik. Namun pada kenyataannya tidak setiap perubahan akan mendapat dukungan. Ketidaksetujuan atau bahkan pertentangan yang dilandasi oleh berbagai alasan mengharuskan kereka yang berjuang untuk perubahan perlu memahami hal yang berkenaan dengan persepsi dan keyakinan.Oleh keyakinan.Oleh karena itu, peran pemimpin diperlukan untuk meyakinkan dan memotivasi para karyawan untuk melakukan perubahan.Berdasarkan paparan materi sebelumnya, seorang pemimpin perusahaan harus memiliki ciri-ciri pemimpin yang berintegritas, yaitu: yaitu: 1. Character , yaitu memiliki karakter/akhlak yang baik. 2. Concept, yaitu Concept, yaitu memiliki wawasan kebangsaan. 3. Competence, yaitu Competence, yaitu memiliki kemampuan untuk mengembangkan organisasi. 4. Connection, Connection, yaitu memiliki kemampuan dalam menciptakan jejaring kerja internal dan eksternal. 5. Commitment, yaitu Commitment, yaitu memiliki kemauan yang kuat untuk mengembangkan organisasi. Selain pemimpin yang berintegritas, terdapat tiga pendekatan yang dapat diterapkan untuk menghadapi dampak ketakutan perubahan: 1. Force change strategy. Bahwa perubahan harus terjadi (dipaksakan) dan orang yang dapat mengharuskan terjadinya perubahan adalah orang yang memiliki kekuasaan, yaitu pimpinan. Ketika pimpinan yang memiliki kekuasaan formal telah memutuskan adanya perubahan, maka anggota organisasi harus menerima perubahan tersebut. Pendekatan ini tidak selalu buruk, jika diterapkan pada kondisi yang tepat. 2. Educative change strategy. Yaitu mengedukasi, atau memberikan pengetahuan dan informasi tentang perlunya suatu perubahan. Melalui edukasi, anggota organisasi
diharapkan akan memahami pentingnya perubahan sehingga merekapun akan menerima perubahan tersebut. 3. Rational/self-interest change strategy. strategy. Yaitu menunjukkan benefit yang akan diperoleh individu dari diterapkannya suatu perubahan, sehingga individu tersebut dengan sendirinya akan tertarik melakukan perubahan-perubahan.
2. Jika Anda menjadi Loscher, CEO baru, bagaimana Anda menunjukkan karyawan dan pemangku kepentingan eksternal bahwa Anda benar-benar memiliki kebijakan nol toleransi tentang korupsi? Jawab:
Memperkuat pedoman dengan melakukan penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-hari agar menjadi budaya organisasi maka dengan cara:
Menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code (code of conduct ). ).
Memperkuat sistem pengawasan.
Menyelenggarakan pelatihan (training (training ) untuk karyawan secara terus menerus.
Hal ini membantu dalam mengontrol dan mengawasi manajemen agar tidak dapat bertindak seenaknya melalui reaksi umpan balik dari penerapan.Umpan balik dari perusahaan contohnya :
Dewan Direksi mungkin akan diperingatkan oleh beberapa agen jika muncul perilaku manajemen yang dipertanyakan
Pemegang saham biasanya memilih auditor eksternal untuk memberikan pendapat ahli tentang apakah lapkeu yang disiapkan manajemen telah menyajikan secara wajar dan sesuai dengan IFRS/GAAP
Auditor eksternal diminta untuk bertemu dengan Komite Audit dari dewan dan mendiskusikan lapkeu dan internal kontrol perusahaan
Auditor internal berperan untuk menilai apakah kebijakan perusahaan telah bersifat komprehensif dan terus ditaati
Pengacara perusahaan akan diharapkan untuk membuat dewan direksi menyadari masalah jika manajemen tidak merespons dengan tepat ketika menceritakan kejanggalan yang ada
Ethics Officer harus melapor kepada Dewan Komite Audit dan menjadi saluran yang dilalui oleh whistle-blowers
Selain itu, menggunakan SOX seksi 404 sebagai pedoman dari tata kelola etika dan
akuntabilitas perusahaan, serta terkait efektivitas sistem pengendalian internal mereka terkait dengan pelaporan keuangan. Hal ini dibantu dengan pendekatan COSO terkait dengan sistem pengendalian internal yang menjelaskan bagaimana cara suatu perusahaan mencapai tujuannnya melalui 4 dimensi, yaitu strategi, operasi, pelaporan, dan kepatuhan. Melalui 4 dimensi tersebut, kerangka manajemen etika melibatkan 8 unsur yang saling terkait mengenai cara manajemen menjalankan perusahaan dan bagaimana mereka terintegrasi dengan proses manajemen yang meliputi lingkungan internal, penetapan tujuan, identifikasi kejadian, penilaian risiko, tanggapan terhadap
risiko,
(monitoring).
aktivitas
pengendalian,
informasi
dan
komunikasi,
dan
pemantauan
Daftar Pustaka
https://www.scribd.com/doc/243415852/Chapter-5-Tata-Kelola-Etis-Perusahaan-revised14-10