Hubungan Air dengan Penularan Penyakit dan Strategi Penanganan Water Borne Disease
Disusun Oleh : FITRI SETIAWATI NPM. 07.13.001.416
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM) DIV KEBIDANAN PENDIDIK TAHUN 2014
BAB I Pendahuluan
I. Latar Bekalang
Air merupakan kebutuhan dasar mahluk hidup, sehingga penyediaan air yang aman untuk kesehatan sangatlah penting. Namun terkadang air yang disediakan untuk keperluan konsumsi sehari – hari dapat menyebabkan penyakit karena air yang dikonsumsi sudah terkontaminasi dengan mikroorganisme patogen yang berbahaya. berbaha ya. Hal inilah yang disebut waterborne waterbor ne disease. Terdapat beberapa istilah untuk keterkaitan air dengan penyakit, misalnya Waterborne Diseases (infeksi melalui suplai air minum: cholera, diare, typus), Water-washed Diseases Water-washed Diseases (infeksi karena kurang nya sarana air untuk personal higiene: E.coli; salmonella), Water-vectored Diseases (infeksi karena insects yang bergantung pada air: malaria, demam berdarah), Water-based Diseases (infeksi melalui hewan air: guinea worm disease).
Di Indonesia, di daerah – daerah daerah yang sering terjadi banjir seperti Jakarta, sering terjadi waterborne disease. Hal ini karena biasanya setelah terjadi banjir,, akses untuk mendapatkan air bersih menjadi sulit karena sebagian besar sumber air sudah terkontaminasi. Namun tak menutup kemungkinan juga untuk daerah – daerah yang tidak terjadi banjir.
II. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah di atas, maka masalah yang diangkat adalah strategi seperti apakah yang dibutuhkan untuk menangani dan mencegah Kasus Luar Biasa (KLB) waterborne disease? III.Tujuan III. Tujuan dan Manfaat 1. Pembaca mampu memahami tentang waterborn disease 2. Pembaca mampu memahami apa yang harus dilakukan untuk menghindari
waterborne disease; 3. Makalah ini dapat menjadi strategi untuk menangani masalah waterborn
disease.
BAB II Pembahasan
Pengertian water borne disease secara prinsip merupakan penyakit yang ditularkan melalui air yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen. Frekwensi terbanyak penyakit ini ditularkan pada air tawar yang terkontaminasi. Infeksi umumnya didapatkan ketika melakukan kegiatan seperti selama mandi, mencuci, minum, pengolahan makanan, atau pada saat mengkonsumsi makanan. Kejadian paling menonjol adalah timbulnya timb ulnya penyakit diare yang ditularkan melalui air. Macam-macam sumber air yang dipergunakan oleh masyarakat di Indonesia yaitu air permukaan, adalah air yang terdapat pada permukaan tanah, misalnya air sungai, air rawa dan air danau. Air tanah yang tergantung kedalamannya bisa di sebut air tanah dangkal atau air tanah dalam. Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir seperti hujan dan salju (Slamet, 2009). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan air bersih adalah: mengambil air dari sumber yang bersih, mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta menggunakan gayung khusus untuk mengambil air, memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan sumber pengotoran seperti septictank, tempat pembuangan sampah dan air limbah harus lebih dari 10 meter, menggunakan air minum yang direbus, mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai risiko
menderita diare lebih kecil bila dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih (Andrianto, 1995).
Sebagai tindakan monitoring dan deteksi dini terhadap potensi pencemaran terhadap sumber air bersih, dilakukan kegiatan inspeksi sanitasi. Risiko pencemaran sumber sumbe r air merupakan kualifikasi kual ifikasi penilaian pe nilaian terhadap terhad ap keadaan keada an sumber air bersih yang digunakan penduduk terhadap kemungkinan kontaminasi kotoran atau pencemaran air. Pencemaran air dapat berasal dari kondisi sekitar sumber air bersih seperti kontaminasi tinja, sampah, air limbah maupun kotoran hewan. Pencemaran air dapat juga berasal kondisi konstruksi sumber air bersih serta cara pengambilan air. Sebagaimana kita ketahui, keberadaan air di dalam tubuh manusia, berkisar antara 50-70% dari seluruh berat badan yang tersebar di seluruh bagian tubuh. Pentingnya air bagi kesehatan dapat dilihat dari jumlah air dalam tubuh dimana apabila terjadi kehilangan air 15% dari berat badan dapat mengakibatkan kematian. Karena itu orang dewasa perlu minum paling sedikit 1,5-2 liter air per hari.
Selain untuk kebutuhan minum, air juga merupakan kebutuhan dasar manusia dalam melangsungkan aktivitas sehari-hari seperti memasak, mandi, mencuci, kakus serta aktivitas kebersihan rumah tangga lainnya. Banyaknya air yang digunakan untuk kegiatan di dalam masyarakat sangat bervariasi, dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas air, sosial ekonomi masyarakat, harga air, iklim daerah serta karakteristik penduduk. Istilah water borne disease terutama dimaksudkan untuk jenis infeksi yang terutama ditularkan melalui kontak atau mengkonsumsi air yang terinfeksi. Namun istilah ini juga dapat merujuk pada penyakit seperti malaria atau DHF sebagai "waterborne" terutama karena nyamuk memiliki fase air dalam siklus hidup mereka. Sedangkan mikroorganisme yang secara spesifik menyebabkan penyakit yang ditularkan melalui air diantaranya protozoa dan bakteri, banyak parasit usus, atau menyerang men yerang jaringan atau sistem peredaran darah da rah melalui dinding dindin g saluran pencernaan. Berbagai penyakit ditularkan melalui air lainnya disebabkan oleh virus, parasit metazoan, nematoda tertentu, dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Chandra (2007), penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air berdasarkan cara penularannya ada beberapa kelompok. Mekanisme penularan penyakit terbagi ter bagi menjadi 4 bagian, yaitu: Waterborne mechanism : Adalah kuman patogen dalam air yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui mulut atau system pencernaan. Seperti : kolera, tifoid, hepatitis, disentri dan poliomyelitis. Watherwashed mechanism :Mekanisme penularan ini berkaitan
dengan kebersihan umum dan perorangan. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penularan, yaitu:
1. Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak 2. Infeksi melalui kulit dan mata, seperti scabies dan trachoma 3. Penularan melalui binatang pengerat seperti pada penyakit leptospirosis
Water-based mechanism : Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini
memiliki agens penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor atau sebagai intermediate host yang hidup di dalam air. Contohnya: skistosomiasis dan penyakit akibat Dracunculus medinensis Wather-related insect vector mechanism :Agens penyakit ditularkan melalui
gigitan serangga yang berkembang biak di dalam air. Contoh: filariasis, dengue, malaria dan yellow fever.
Strategi Strategi Penanganan
Pada 23 September 2012, Irak mengalami wabah kolera. WHO bersama UNICEF dan UNAMI membantu Departemen Kesehatan Irak dengan beberapa cara dan rekomendasi untuk menghindari wabah ini terjadi di masa yang akan datang. Terdapat beberapa cara yang bisa diadopsi untuk penanganan waterborne disease di Indonesia misalnya: 1.
Koordinasi
Pada kasus Irak dilakukan penguatan sistem pengawasan epidemiologi untuk penyakit menular dan koordinasi kesehatan di tingkat departemen untuk melihat setiap peningkatan kasus diare yang tidak semestinya dapat ditingkatkan koordinasi dari tingkat Puskesmas sampai Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota seluruh Provinsi dan selanjutnya ke Dinkes Provinsi agar kejadian kasus
waterborne disease dapat terlaporkan secepatnya sehingga memungkinkan penanganan sedini mungkin. mung kin.
2.
Strategi Str ategi Pencegahan Pencegahan
Pada kasus Irak dilakukan promosi kebersihan (menargetkan klorinasi pada perairan dalam negeri, mencuci mencu ci tangan, melakukan desinfeksi d esinfeksi kakus dan tangki air di sekolah, informasi dan komunikasi tentang kolera), meningkatkan kadar klorinasi air di semua sumber dengan pemantauan yang ketat pada sumber distribusi dan tingkat distribusi sabun rumah tangga, dan oralit, peningkatan truk air yang mengandung klor. Klorinasi adalah pembubuhan klor aktif untuk membunuh mikroorganisme. Sumber klor yang biasa digunakan adalah kaporit [Ca(OCl)2]. Kaporit ketika dilarutkan dalam air akan berubah menjadi asam hipoklorit (HOCl) dan ion hipoklorit (OCl-) yang memiliki sifat desinfektan. HOCl dan ion OCl- bersifat sangat reaktif terhadap berbagai komponen sel bakteri. Selanjutnya HOCl dan ion OCl- disebut sebagai klor aktif (Rosyidi, 2010) Dapat dilakukan cara tersebut di tingkat provinsi untuk mencegah terjadinya waterborne disease. Klorinasi perairan di provinsi ini sebaiknya difokuskan di tingkat rumah tangga, mengingat persentase rumah tangga di Maluku Utara yang menggunakan sumber air minum dari ledeng relatif masih rendah, Selain itu, kadar klor yang akan diberikan juga harus diperhatikan karena menurut Sururi, dkk., (2008), desinfeksi dengan menggunakan klor berpotensi menghasilkan Trihalometan (THMs) yang disebabkan oleh adanya reaksi antara senyawa – senyawa organik berhalogen dalam air baku dengan klor. Selain itu, ada dampak negatif lain dari aplikasi klor terhadap kesehatan manusia seperti mengganggu indera pembau dalam beberapa waktu, Iritasi membran mukosa, Iritasi pada sistem pernafasan, Sakit dada, sulit bernapas, muntah, dan batuk, bahkan letal. Selain itu menurut Cortes dkk., (2011) dalam jurnal mereka yang berjudul Rotavirus Vaccine and Health Care Utilization for Diarrhea in U.S. Children
mengatakan bahwa tingkat diare terkait rawat inap dan kunjungan rawat jalan
antara anak-anak AS di bawah 5 tahun menurun selama kedua musim rotavirus (tahun 2007-2008 dan 2008-2009) setelah pengenalan dari pentavalent rotavirus vaccine (RV5). Temuan bahwa pengurangan yang lebih besar selama bulan-bulan ketika prevalensi rotavirus tinggi (Januari – Juli) dan bahwa tingkat rawat inap akibat infeksi rotavirus mengalami penurunan sebesar 60% sampai 75%. Secara nasional, diperkirakan bahwa sekitar 65.000 diare terkait rawat inap itu dicegah selama periode 2007-2009, sehingga adanya pengurangan $ 278.000.000 dalam biaya pengobatan. Langkah pencegahan waterborne disease dengan vaksinasi rotavirus seperti yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya dapat diterapkan. Hal ini karena prevalensi diare akibat rotavirus pada anak tinggi. ti nggi.
3.
Str ategi ategi Ku r atif
Pada kasus Irak dilakukan pelatihan staf kesehatan, dukungan dari pusat perawatan kolera k olera dan Poin Rehidrasi Oral, dan sistem rujukan r ujukan untuk pasien. Pada Provinsi Malut dapat dilakukan pelatihan staf kesehatan, dukungan dari pemerintah pusat yang bisa diwujudkan dengan koordinasi yang baik ke pusat, dan sistem rujukan ke rumah sakit yang lebih maju. Selain dengan mengadopsi ketiga langkah yang dilakukan dalam penanganan kasus waterborne disease di Irak dan di Amerika Serikat tadi, Pemerintah juga dapat mensosialisasikan First Steps for Managing an Outbreak of Acute Diarroea (Langkah – langkah pertama dalam menangani wabah Diare)
yang diterbitkan oleh World Health Organization (WHO). Karena dengan mensosialisasikan langkah – langkah tersebut, masyarakat dapat memahami apa yang harus dilakukan dalam menghadapi Kasus Luar Biasa (KLB) waterborne disease
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Strategi dalam penanganan KLB waterborne dosease adalah dengan: 1. Koordinasi yang baik di antara instansi terkait; 2. Preventif dengan klorinasi air, mencuci tangan, melakukan desinfeksi kakus dan tangki air di sekolah, informasi dan komunikasi tentang waterborne disease, dan vaksinasi rotavirus pada anak (balita); dan 3. Kuratif dengan pelatihan staf kesehatan, dukungan dari pemerintah pusat yang bisa diwujudkan dengan koordinasi yang baik ke pusat, dan sistem rujukan ke rumah sakit yang lebih maju.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan dalam makalah ini, maka penulis memberikan dua rekomendasi, yaitu: 1. Jagalah kebersihan diri dan lingkungan sehingga terbebas dari berbagai macam mikroorganisme patogen. Mulailah dari yang paling sederhana, misalnya mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, ke WC, dan sebagainya; 2. Lakukan klorinasi air yang tepat pada setiap sumber air yang digunakan oleh masyarakat serta vaksinasi rotavirus pada balita. Langkah preventif lebih bermanfaat karena selain dapat mencegah terjadinya penyakit, juga dapat menghemat anggaran.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cortes, J. E., dkk. 2011. Rotavirus Vaccine and Health Care Utilization for Diarrhea in U.S. Children . Original Article. The New England Journal of
Medicine. http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa1000446#Top (diakses pada tanggal 5 Desember 2014) 201 4) 2. Sururi, R. M., Rachmawati, S.Dj., Sholichah, M.,. 2008. Perbandingan Efektifitas Klor dan Ozon sebagai Desinfektan Des infektan pada Sampel Air dari Unit Filtrasi Instalasi PDAM Kota Bandung. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung 3. World Health Organization. 2010. First steps for managing an outbreak of acute diarrhoea. http://www.who.int/cholera/publications/firststeps/en/ diare (diakses
pada tanggal 5 Desember 2014) 201 4) 4. World
Health
Organization.
2012.
Cholera
in
Iraq.
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=cholera%20in%20iraq%202012%20p df&source=web&cd=1&cad=rja&sqi=2&ved=0CCcQFjAA&url=http%3A%2F% 2Fwww.emro.who.int%2Fimages%2Fstories%2Firaq%2Fdocuments%2Fcholera_ in_IRaq_2012.pdf&ei=EvasUNpijZCuB_SzgLgF&usg=AFQjCNHlwkns2kBdp5 vunRNromrhheDjMg (diakses pada tanggal 5 Desemberr 2014 5. Chandra, B., 2007, Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC; WikidediaWaterborne
Disease-See
more
at:http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2014/03/waterbornedisease.html#sthash.r7 xeFxzW.dpuf