BAGIAN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN Referat UNIVERSITAS HASANUDDIN JANUARI 2012
GUILLAIN BARRE SYNDROME
DISUSUN OLEH: Radinal Irwinsyah Andi Fa Fauziah Ar Armayani Ivonne J Sitaniapessy Andi Gunara Pratama
C111 07 043 C111 07 07 070 C111 07 075 C111 07 092
PEMBIMBING : dr. Rosmaladewi
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 LEMBAR PENGESAHAN
1
Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :
Nama
: Radinal Irwinsyah C111 07 043 Andi Fauziah Armayani C111 07 070 Ivonne J Sitaniapessy C111 07 075 Andi Gunara Pratama C111 07 092
Judul refarat
: Guillain Barre Syndrome
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, 19 Januari 2012
Pengamat
`
Pembimbing
dr. Muh.Iqbal B, M.Kes, Sp.S
dr. Rosmaladewi
i
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan
i 1
I.
Daftar Isi
ii
Pendahuluan dan definisi
1
II. Epidemiologi
1
III. Etiologi
2
IV. Patogenesa
3
V. Klasifikasi
6
VI. Gejala Klinis dan Kriteria Diagnosa
8
VII. Diagnosa Banding
10
VIII.Terapi
11
IX. Prognosis
12
X. Daftar Pustaka
13
Lampiran Referensi ii
Sindroma Guillain Barre I.
PENDAHULUAN
2
Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah penyakit langka dan parah.1 Sindroma Guillain Barre mengambil nama dari dua Ilmuwan Perancis, Guillain (baca Gilan) dan Barré (baca Barre), yang menemukan dua orang prajurit perang di tahun 1916 yang mengidap kelumpuhan kemudian sembuh setelah menerima perawatan medis. Penyakit ini menjangkiti satu dari 40,000 orang tiap tahunnya. 2 Penyakit ini terjadi setelah prosedur infeksi akut. Sindroma Guillain Barre mulanya mempengaruhi sistem saraf perifer. Biasanya penyakit ini adalah bentuk kelumpuhan
akut di
daerah tubuh bagian
bawah
yang bergerak
ke
arah
ekstremitas atas dan wajah. Secara bertahap pasien kehilangan semua refleks lalu mengalami kelumpuhan tubuh lengkap. Sindroma Guillain Barre adalah suatu kelainan mengancam kehidupan dan memerlukan perawatan yang tepat waktu dan perawatan suportif dengan imunoglobulin intravena atau plasmaferesis. Sayangnya banyak orang kehilangan nyawa mereka tanpa perawatan medis yang tepat dan cepat. Dysautonomia dan komplikasi paru merupakan
alasan dasar
untuk
komplikasi kematian fatal
lainnya.1
II.
EPIDEMIOLOGI
15 tahun), dan
Sepuluh
studi melaporkan kejadian pada menemukan
antara 0,34, dan 1.34/100 000.
kejadian
anak-anak (0tahunan menjadi
Kebanyakan penelitian menyelidiki populasi di
Eropa dan Amerika Utara dan melaporkan angka kejadian serupa tahunan, yaitu antara 0,84 dan 1.91/100, 000. Rata-rata pertahun 1-3/100.000 populasi dan perempuan lebih sering terkena daripada laki-laki dengan perbandingan rasio perempuan : laki-laki = 1,5 : 1 untuk semua usia. Penurunan insiden selama waktu antara tahun
1980-an dan
1990-an ditemukan. Sampai
dengan
70%
dari
kasus Sindroma Guillain Barre disebabkan oleh infeksi anteseden. 3
Inflamasi akut demielinasi poliradikuloneuropati
(AIDP) adalah
bentuk paling umum di negara-negara barat dan berkontribusi 85% sampai 90% kasus.
Kondisi ini terjadi pada semua umur, meskipun jarang pada masa
bayi. Usia termuda dan tertua dilaporkan adalah , masing-masing 2 bulan
2
dan 95 tahun.
Usia
rata onset adalah
sekitar
40 tahun,
dengan
kemungkinan dominasi laki-laki. Sindroma Guillain Barre adalah penyebab paling umum dari acute flaccid
paralysis pada anak-anak. Acute Motor Axonal Neuropathy( AMAN) sering didapatkan di daerah Jepang dan Cina, terutama pada orang muda. Hal ini terjadi lebih sering selama musim panas, sporadis AMAN seluruh dunia mempengaruhi10% sampai 20% pasien dengan Sindroma Guillain Barre . Miller-
Fisher syndrom mempengaruhi antara 5% dan 10% pasien GBS di negaranegara barat, tetapi lebih umum di Asia Timur, dengan 25% terjadi di Jepang dan 19% di Taiwan. 4
I.
ETIOLOGI
Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain: Infeksi; Vaksinasi; Pembedahan; Penyakit sistematik, seperti keganasan, systemic lupus erythematosus, tiroiditis. penyakit Addison; serta kehamilan atau dalam masa nifas SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal. 5
Infeksi Akut yang Berhubungan dengan SGB
Infeksi
Definite
Probable
Possible
Virus
CMV
HIV
Influenza
EBV
Varicella- Zoster
Measles Mumps
1
Vaccinia/Smallpox
Rubella Hepatitis Coxsackie Echo
Bakteri
Campylobacter
Typhoid
Borreila B
Jejeni
Paratyphoid
Mycoplasma
Brucellosis
Pneumonia
Chlamydia Legionella Listeria
Tabel `1 : Infeksi akut yang berhubung dengan SGB. (Gambar dikutip dari kepustakaan 4)
II.
PATOGENESA
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi. Bukti-bukti
bahwa
imunopatogenesa
merupakan
mekanisme
yang
menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah: 1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell
mediated immunity ) terhadap agen infeksious pada saraf tepi. 2. Adanya auto antibody terhadap sistem saraf tepi 3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi. Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
1
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus. 5
Gambar 2 : Patogenesis dan fase klinikal dari SGB (Gambar dikutip dari kepustakaan 8 )
2
Gambar 3 : Lokasi SGB yang menyerang sistem nervus perifer. ( Gambar dikutip dari kepustakaan 6 )
Gambar 4 : Stadium pada kerusakan saraf perifer pada SGB (Gambar dikutip dari kepustakaan 6 )
Peran imunitas seluler
Dalam sistem kekebalan seluler, sel limposit T memegang peranan penting disamping peran makrofag. Prekursor sel limposit berasal dari sumsum tulang (bone marrow) steam cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan kedalam jaringan limfoid danperedaran. Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi antigen harus dikenalkan pada limposit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah menelan (fagositosis) antigen/terangsang oleh virus, allergen atau bahan imunogen lain akan memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen (antigen presenting cell = APC). Kemudian antigen tersebut akan dikenalkan pada limposit T (CD4). Setelah itu limposit T tersebut menjadi aktif karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma interferon serta alfa TNF.
1
Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial akan berperan dalam membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit T dan pengambilan makrofag . Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat merusak protein myelin disamping menghasilkan TNF dan komplemen.6,8
III.
KLASIFIKASI
Sindroma Guillain Barre diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy
Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP) adalah jenis paling umum ditemukan pada SGB, yang juga cocok dengan gejala asli dari sindrom tersebut. Manifestasi klinis paling sering adalah kelemahan anggota gerak proksimal dibanding distal. Saraf kranialis yang paling umum terlibat adalah nervus facialis. Penelitian telah menunjukkan bahwa pada AIDP terdapat infiltrasi limfositik saraf perifer dan demielinasi segmental makrofag.
2. Acute Motor Axonal Neuropathy
Acute motor axonal neuropathy (AMAN) dilaporkan selama musim panas SGB epidemik pada tahun 1991 dan 1992 di Cina Utara dan 55% hingga 65% dari pasien SGB merupakan jenis ini. Jenis ini lebih menonjol pada kelompok anak-anak, dengan ciri khas degenerasi motor axon. Klinisnya, ditandai dengan kelemahan yang berkembang cepat dan sering dikaitkan dengan kegagalan pernapasan, meskipun pasien biasanya memiliki prognosis yang baik. Sepertiga dari pasien dengan AMAN dapat hiperrefleks,
tetapi
mekanisme
belum
jelas.
Disfungsi
sistem
penghambatan melalui interneuron spinal dapat meningkatkan rangsangan neuron motorik.
3. Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy
2
Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) adalah penyakit akut yang berbeda dari AMAN, AMSAN juga mempengaruhi saraf sensorik dan motorik. Pasien biasanya usia dewasa, dengan karakteristik atrofi otot. Dan pemulihan lebih buruk dari AMAN.
4. Miller Fisher Syndrome
Miller Fisher Syndrome adalah karakteristik dari triad ataxia, arefleksia, dan oftalmoplegia. Kelemahan pada ekstremitas, ptosis, facial palsy, dan bulbar palsy mungkin terjadi pada beberapa pasien. Hampir semua menunjukkan IgG auto antibodi terhadap ganglioside GQ1b. Kerusakan imunitas tampak terjadi di daerah paranodal pada saraf kranialis III, IV, VI, dan dorsal root ganglia.
5. Acute Neuropatic panautonomic
Acute Neuropatic panautonomic adalah varian yang paling langka pada SGB. Kadang-kadang disertai dengan ensefalopati. Hal ini terkait dengan tingkat kematian tinggi, karena keterlibatan kardiovaskular, dan terkait disritmia. Gangguan berkeringat, kurangnya pembentukan air mata, mual, disfaga, sembelit dengan obat pencahar atau bergantian dengan diare sering terjadi pada kelompok pasien ini. Gejala nonspesifik awal adalah kelesuan, kelelahan, sakit kepala, dan inisiatif penurunan diikuti dengan gejala otonom termasuk ortostatik ringan. Gejala yang paling umum saat onset
berhubungan
dengan
intoleransi
ortostatik,
serta
disfungsi
pencernaan.
6. Ensefalitis Batang Otak Bickerstaff’s (BBE)
Tipe ini adalah varian lebih lanjut dari SGB. Hal ini ditandai dengan
onset
akut
oftalmoplegia,
ataksia,
gangguan
kesadaran,
hiperrefleks atau babinsky sign. Perjalanan penyakit dapat monophasic atau terutama di otak tengah, pons, dan medula. BEE meskipun presentasi awal parah biasanya memiliki prognosis baik. MRI memainkan peran penting dalam diagnosis BEE. Sebagian besar pasien BEE telah dikaitkan
2
dengan SGB aksonal, dengan indikasi bahwa dua gangguan yang erat terkait dan membentuk spectrum lanjutan.5
I.
GEJALA KLINIS & KRITERIA DIAGNOSA 1. Kelemahan
Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan simetris secara natural. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena duluan sebelum tungkai atas. Otot-otot proksimal mungkin terlibat lebih awal daripada yang lebih distal. Tubuh, bulbar, dan otot pernapasan dapat terpengaruh juga. Kelemahan otot pernapasan dengan sesak napas mungkin ditemukan, berkembang secara akut dan berlangsung selama beberapa hari sampai minggu. Keparahan dapat berkisar dari kelemahan ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan ventilasi. 7
2.
Keterlibatan saraf kranial
Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan SGB. Saraf kranial III-VII dan IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum mungkin termasuk sebagai berikut; wajah droop (bisa menampakkan palsy Bell), Diplopias,
Dysarthria , Disfagia, Ophthalmoplegia, serta gangguan pada pupil. Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh dan tungkai yang terkena. Varian Miller-Fisher dari SGB adalah unik karena subtipe ini dimulai dengan defisit saraf kranial. 7
3. Perubahan Sensorik
Gejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan sensori cenderung minimal dan variabel.7 Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa, atau perubahan sensorik serupa. Gejala sensorik sering mendahului
kelemahan. Parestesia
umumnya dimulai pada jari kaki dan ujung jari, berproses menuju ke atas tetapi umumnya
tidak
melebar
keluar
pergelangan
tangan
atau
pergelangan
kaki. Kehilangan getaran, proprioseptis, sentuhan, dan nyeri distal dapat hadir.
4. Nyeri
2
Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan SGB, 89% pasien melaporkan nyeri yang disebabkan SGB pada beberapa waktu selama perjalanannya. Nyeri paling parah dapat dirasakan pada daerah bahu, punggung, pantat, dan paha dan dapat terjadi bahkan dengan sedikit gerakan. Rasa sakit ini sering digambarkan sebagai sakit atau berdenyut. Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama perjalanan penyakit mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa terbakar, kesemutan, atau sensasi shocklike dan sering lebih umum di ekstremitas bawah daripada di ekstremitas atas. Dysesthesias dapat bertahan tanpa batas waktu pada 5-10%pasien. Sindrom nyeri lainnya yang biasa dialami oleh sebagian pasien dengan SGB adalah sebagai berikut; Myalgic , nyeri visceral, dan rasa sakit yang terkait dengan kondisi imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf, ulkus dekubitus).7
5. Perubahan otonom
Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan otonom dapat mencakup sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial flushing , Hipertensi paroksimal, Hipotensi ortostatik, Anhidrosis dan / atau diaphoresis Retensi urin karena gangguan sfingter urin, karena paresis lambung dan dismotilitas usus dapat ditemukan. Disautonomia lebih sering pada pasien dengan kelemahan dan kegagalan pernafasan yang parah. 7
6. Pernapasan
Empat puluh persen pasien SGB cenderung memiliki kelemahan pernafasan atau orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering ditemukan adalah sebagai berikut; Dispnea saat aktivitas, Sesak napas, Kesulitan menelan, Bicara cadel Kegagalan ventilasi yang memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi pada hingga sepertiga dari pasien di beberapa waktu selama perjalanan penyakit mereka.7
2
Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa: Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP serial; jumlah sel CSS < 10 MN/mm3;Varian ( tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala dan Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3 ). Gambaran
elektrodiagnostik
yang
mendukung
diagnose
adalah
perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal. 5
I.
DIAGNOSA BANDING
Gejala klinis SGB biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan kriteria diagnostik dari NINCDS, tetapi pada stadium awal kadang-kadang harus dibedakan dengan keadaan lain, seperti Mielitis akuta, Poliomyelitis anterior akuta, Porphyria intermitten akuta, dan Polineuropati post difteri. 5
II.
TERAPI
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum bersifat simtomatik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi
khusus
adalah
mengurangi
beratnya
penyakit
dan
mempercepat
penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi). 6,8
1) Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.
2) Plasmafaresis
Plasmafaresis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu
2
nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).
3) Pengobatan imunosupresan: •
Imunoglobulin IV (IVIg)
Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.
Obat sitotoksik
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah: a) 6 merkaptopurin (6-MP) b) azathioprine c) cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala. 4,6,8
I.
PROGNOSIS
Pada umumnya, sekitar 3% sampai 5% pasien tidak dapat bertahan dengan penyakitnya, tetapi pada sebagian kecil penderita dapat bertahan dengan gejala sisa. 95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan keadaan antara lain pada pemeriksaan NCVEMG relatif normal, mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset, progresifitas penyakit lambat dan pendek, dan terjadi pada penderita berusia 30-60 tahun.
1,4,5
2
DAFTAR PUSTAKA 1. Evil Science. 2008 [11/10/2010]. Available from : http://www.guillainbarresyndrome.net 2. Erasmus MC. Gullain-Barre Syndrome . Professor Marianne de vissers,
Editor. University Medical Center Rotterdam. Netherlands; 2004 3. Evidence Center. 2011 [14/04/2011]. Available from:
http://bestprice.bmj.com/best practice/monograph/176/basics/epidemiology.html 4. Dr Iskandar J, Guillain Barre Syndrome. Universitas Sumatera Utara ; 2005 5. Seneviratne U MD(SL), MRCP. Guillain-Barre Syndrome:
Clinicopathological Types and Electrophysiological Diagnosis. Departement of Neurology, National Neuroscience Institute, SGH Campus; 2003. 6. Andary T M, 2011 [26/08/2011]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/315632-treatment 7. Ropper H A, Brown H R. Adam’s and Victor, Principles of Neurological
8th edition. United States of America; 2005. p.1117-27 8. Mayo Clinic staff. 2011 [28/05/2011]. Available from : http://www.mayoclinic.com/health/guillain-barresyndrome/DS00413/DSECTION=treatments-and-drugs
2
9. AIDP ( Guillain Barre Syndrome ). Available from : http://www.netterimages.com/image/63612.htm
1