SEMINAR EMINAR NAS NASI ONAL PERIK PERIKANAN ANAN INDONE INDONES SI A 2010 2010 02-03 02-03 Desember 2010, Sekolah ekol ah Tinggi Tinggi Perika Perikanan nan KANDUNGAN GIZI DAN MUTU IKAN TENGGIRI (Scombe ( Scomberomorus romorus co mmersonii) mmersonii) SELAMA 1 TRANSPORTASI Sri Purwaningsih
2
ABSTRAK ABS TRAK Produksi perikanan tangkap di Sumatra Selatan, khususnya ikan tenggiri pada tahun 2007 sebesar 2.854,631 ton. Tujuan penelitian ini adalah: mempelajari pengaruh metode dan proses penanganan penanganan terhadap kandungan kandungan gizi dan mutu ikan tenggiri tenggiri selama proses proses transportasi. Metode penanganan yang digunakan oleh nelayan adalah metode pendinginan chilled sea water (CSW) yaitu ikan didinginkan dengan air laut bercampur es dengan perbandingan es :ikan (1:5), sedangkan peneliti peneliti menggunakan menggunakan es: ik an (1:1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode penanganan nelayan dan peneliti saat ikan baru ditangkap adalah sama dari nilai organoleptik yaitu 9; kadar air 75,38 %; kadar lemak 2,03 %; kadar protein 20,19 %; kadar abu 1,54 %; pH 6,28; TVB 11,86 mg N/100 g; dan log TPC 3,32 CFU/ml. Perlakuan metode penanganan penanganan nelayan dan peneliti saat ikan tiba di di Jakarta berturutturut : nilai organoleptik yaitu 4,6 dan 7,7; kadar air air 78,36 % dan 76,45 %; %; kadar lemak 1,19 % dan 1,90 %; kadar kadar protein 18,73 % dan 19,73 %; kadar kadar abu 1,50 % dan 1,54 %; nilai pH 6,56 6,56 dan 6,16; TVB 28,88 mg N/100 g dan 23,40 mg N/100 g; serta log TPC sebesar 5,42 CFU/ml dan 3,88 CFU/ml. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan metode penanganan dari nelayan dan peneliti berpengaruh berpengaruh pada nilai organoleptik organoleptik dan TPC. Menurut uji t dengan α=0,05 α=0,05 diketahui bahwa metode penanganan saat ikan tiba di Jakarta dan proses penanganan berpengaruh nyata terhadap kadar kadar air dan protein. Penelitian ini dapat dapat disimpulkan bahwa bahwa penanganan penanganan dengan menggunakan menggunakan es: ikan (1:1) lebih baik dan ikan masih segar sampai ketangan konsumen. Kata kunci: kandungan gizi, mutu ikan, penanganan ikan, ting kat kesegaran kesegaran ikan PENDAHULUAN Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang luas berupa perairan teroterial seluas 3,1 juta 2 2 km , perairan ZEE seluas 2,7 km dan panjang panjang pantainya 81 km. km. Selain itu terdapat perairan 2 umum seluas kurang lebih 91.000 km yang tersebar diseluruh pulau-pulau Sumatra, Kalimantan, dan Irian Jaya. Salah satu keunggulan keunggulan kompetitif yang dimiliki Indonesia adalah luas wilayah laut yang mengandung potensi sumberdaya yang melimpah, diantaranya adalah sumberdaya ikan. Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang mempunyai manfaat dalam bi dang kesehatan kesehatan dengan kandungan kandungan gizinya yang tinggi. Kandungan gizi gizi utama pada ikan adalah proteinnya proteinnya yang mudah dicerna dan kandungan asam lemak tidak jenuhnya berupa Eicosa Pentaenoic Acid (EPA) Acid (EPA) dan Docosa Hexaenoic Acid Acid (DHA) sangat berperan penting dibidang kesehatan. Adapun mutu dan kandungan gizi yang ada pada ikan tersebut sangat tergantung dari cara penangkapan dan penanganan penanganan selama t ransportasi sampai ke tangan konsumen. Kegiatan penangkapan ikan umumnya dilakukan oleh nelayan tradisional di daerah Sumatra Selatan menggunakan menggunakan kapal kapal motor di bawah bawah 3 Gross Ton (GT) Ton (GT) dan menggunakan alat tangkap jaring kepiting, jaring insang (gillnet) gillnet) pancing dan jaring udang (tramel (tramel net). net). Ikan tenggiri merupakan ikan laut hasil tangkapan yang sangat ekonomis karena harganya yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan dengan ikan laut tangkapan lainnya. lainnya. Ikan tenggiri hasil tangkapan dari dari daerah ini biasanya ditampung di TPI dan dikirim/dijual ke Jakarta. Penelitian ini perlu dilaksanakan agar diperoleh data dan informasi mengenai cara penanganan ikan tenggiri sejak ditangkap, melihat kemunduran mutu ikan oleh nelayan dan peneliti, serta mengetahui perubahan perubahan kandungan gizi gizi ikan sebagai informasi awal mengenai mutu hasil perikanan tangkap sampai ke tangan konsumen (di Jakarta). METODOLOGI Tempat Tempat Peneliti Peneliti an Tempat penelitian adalah di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Sumatera Selatan; Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perikanan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; dan Laboratorium Kimia Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 1
Diprese ntasikan pada Seminar Nasional Perikanan Perikana n Indonesia 2010 di Sekolah Tinggi Perikanan, 2–3 Desember 2010 2 Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Ke lautan, lautan, Institut Pertanian Bogor
387
SEMINAR NASIONAL PERIKANAN INDONESIA 2010 02-03 Desember 2010, Sekolah Tinggi Perikanan Alat d an Bahan Alat-alat yang digunakan pada penelitian antara lain coolbox sebagai wadah penyimpanan botol sampel, botol film, termometer untuk pengukuran suhu, score sheet organoleptik, mesin penggiling atau blender , timbangan kue, timbangan digital, alat untuk analisis kadar air (oven, desikator, cawan) dan tanur untuk analisis kadar abu. Alat-alat yang digunakan untuk analisis, yaitu tabung kjeltec, kjeltec system, erlenmeyer, buret, alat ekstraksi soxhlet, kertas saring, selongsong lemak, labu lemak, tabung soxhlet, oven, desikator, cawan conway, pipet, inkubator, magnetic stirrer, cawan petri, tabung reaksi, bunsen, gelas piala, alat hitung bakteri (bakteri Quebec), blender, pH-meter, homogenizer, gelas kimia, dan pH indikator universal. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ikan tenggiri (Scomberomorus commersonii), dan es. Bahan kimia yang digunakan, yaitu tablet kjeltab, H 2SO4, air, asam borat, HCl 0,1 N, pelarut lemak (petroleum benzene), TCA (trikhloroacetic acid) 7 %, larutan K2CO3, TCA 5 % (blanko), HCl 0,02 N, NaOH 0,01 N, asam borat, larutan garam 0,85 % steril, media agar, akuades, dan alkohol 95 %. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengukuran nilai pH adalah larutan buffer pH 7 dan akuades dan bahan untuk media pertumbuhan bakteri. Metode Penelitian Metodologi penelitian terdiri dari penelitian pendahuluan dan utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui cara penangkapan dan penanganan secara umum yang biasa dilakukan oleh nelayan. Penelitian utama bertujuan mengetahui secara langsung pengaruh penanganan dan kemunduran mutu ikan tenggiri sejak ditangkap sampai ke tangan konsumen (di Jakarta). Analisis yang dilakukan meliputi organoleptik, total plate count (TPC), total volatile base (TVB), pH, proksimat, dan kandungan asam amino. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Dari hasil kuisioner dapat ditarik kesimpulan bahwa alat tangkap yang digunakan oleh nelayan adalah jaring kepiting dan jaring insang (gillnet). Jenis ikan yang ditangkap menggunakan jaring insang di daerah ini antara lain ikan tongkol, tenggiri, kepiting, kembung, dan ikan-ikan kecil lainnya. Proses penanganan ikan tenggiri yang dilakukan oleh nelayan dimulai setelah seluruh jaring terangkat, dengan cara mengumpulkan ikan di atas kapal selama proses hauling (penarikan jaring) dan sesekali ikan disiram dengan air laut untuk mencegah terjadinya kemunduran mutu. Ikan yang tertangkap dimasukkan ke dalam fiber box. Semua ikan yang telah tersusun di dalam fiber box diberi hancuran es balok yang diletakkan hanya pada bagian atas ikan, kemudian disiram dengan air laut sampai seluruh ikan terendam di dalam fiber box. Cara ini dikenal dengan istilah Chilled Sea Water (CSW). Lama ikan ditangkat sampai ke TPI rata-rata adalah 4 jam, dan setelah sampai ke TPI ikan tersebut disortir dan dipisahkan menurut jenis dan ukuran terutama ikan yang akan dijual ke Jakarta. Penelitian ini terfokus pada pengiriman ikan tenggiri ke Jakarta melalui jalan laut. Ikan yang ada di pengumpul disusun rapi dalam box styrofoam yang diberi es, kemudian disimpan dalam gudang penyimpanan dingin sehingga siap dikirim ke Jakarta pada hari berikutnya. Es yang digunakan untuk mengawetkan ikan agar mutunya tetap bagus diganti dalam jangka waktu 6 jam sekali, dan dilakukan pembuangan air dari es yang meleleh. Pada permasalahan sanitasi dan hyiene masih sangat kurang. Sebagian besar nelayan menggunakan perahu sebagai tempat tinggal sehingga seluruh aktivitasnyapun dilakukan di perahu. Bagian dari perahu terbuat dari kayu, sehingga sulit dibersihkan jika kotor selama proses penanganan berlangsung. Nelayan membersihkan lantai kapal menggunakan air tawar dan sabun. Kegiatan ini tidak selalu dilakukan setiap saat yaitu hanya sebulan sekali sehingga dapat dikatakan bahwa kebersihan kapal tidak terjamin. Sarana fisik yang digunakan selama proses penanganan ikan adalah keranjang plastik, keranjang kayu dan fiber box. Fiber box sebelum digunakan seringkali terdapat sisa ikan hasil tangkapan sebelumnya dan dibersihkan saat akan pergi melaut. Proses pembersihan dilakukan hanya dengan membuang air sisa lelehan es melalui lubang saluran air di bagian bawah fiber box tanpa dibilas dengan air sampai benar-benar bersih. Hal ini dapat mempercepat kemunduran mutu ikan yang disimpan dalam fiber box karena terjadinya kontaminasi mikroba dari fiber box yang tidak bersih. Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah para nelayan ketika bekerja sering merokok, meludah, buang air kecil di atas kapal dan bersin sembarang tempat sehingga akan memperburuk keadaan sanitasi proses penanganan ikan.
388
SEMINAR NASIONAL PERIKANAN INDONESIA 2010 02-03 Desember 2010, Sekolah Tinggi Perikanan Penelitian Utama Pengujian pada penelitian ini meliputi kadar gizi ikan, kesegaran ikan secara organoleptik, kimia maupun secara mikrobiologi. Pengujian dilakukan pada titik-titik yang dianggap kritis selama proses penanganan, yaitu sejak ikan ditangkap, di pengumpul, saat akan berangkat ke Jakarta dan ketika ikan tiba di Jakarta. Kandungan Gizi Ikan Kandungan gizi utama yang diukur pada penelitian ini adalah kadar air, protein, lemak, abu (diukur saat penangkapan dan setelah sampai di Jakarta), sedangkan kadar asam aminonya hanya diukur setelah sampai di Jakarta. Adapun kandungan gizi secara lengkapnya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan gizi ikan tenggiri (Scomberomorus commersonii) No Komposisi Awal Akhir Nelayan Peneliti Nelayan Peneliti 1 Air (%) 75,38 75,35 78,36 76,45 2 Protein (%) 20,19 20,20 18,73 19,73 3 Lemak (%) 2,03 2,02 1,19 1,90 4 Abu (%) 1,54 1,54 1,50 1,54 Air merupakan sumber komponen penting dalam bahan makanan yang dapat mempengaruhi penampakan, tekstur dan cita rasa makanan. Kadar air dalam bahan makanan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan makanan tersebut (Winarno 1991). Hasil uji t (uji perbedaan nilai tengah) diketahui bahwa metode penanganan nelayan dan peneliti memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air ikan tenggiri saat tiba di Jakarta. Kenaikan kadar air ini berhubungan dengan kesegaran ikan. Jumlah es yang digunakan oleh peneliti lebih banyak daripada nelayan yang berarti suhu lingkungan ikan tenggiri yang disimpan dalam box styrofoam lebih dingin sehingga kesegaran ikan lebih terjaga. Lemak mengalami perubahan kimia yang kompleks dan bereaksi dengan unsur pokok pangan lainnya, menghasilkan banyak komponen baik yang diinginkan maupun yang merusak kualitas pangan selama proses penyimpanan dan penanganan pangan (Fennema 1996). Berdasarkan hasil uji t dengan selang kepercayaan 95 % diketahui bahwa metode penanganan nelayan dan peneliti saat ikan tiba di Jakarta tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar lemak ikan tenggiri. Proses penanganan sejak ikan ditangkap sampai tiba di Jakarta untuk metode penanganan nelayan dan peneliti tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar lemak. Ikan secara umum yang tergolong berlemak rendah memiliki kadar lemak < 5 % dan ikan berlemak tinggi memiliki kadar lemak > 15 % (Junianto 2003). Ikan tenggiri termasuk ikan pelagis dan tergolong ikan berlemak rendah karena kadar lemaknya < 5 %, yaitu sebesar 2,03 % (saat ikan ditangkap). Abu termasuk dalam data dasar zat gizi sebagai salah satu komponen proksimat dalam pangan. Abu menyediakan sebuah perkiraan kandungan total mineral pangan. Mineral dalam abu berada dalam bentuk logam oksida, fosfat, nitrat, sulfat, klorida dan halida lainnya (Fennema 1996). Hasil uji t dengan selang kepercayaan 95 % diketahui bahwa metode penanganan nelayan dan peneliti saat ikan tiba di Jakarta tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu ikan tenggiri. Hal ini berarti bahwa perbedaan perbandingan penggunaan es oleh nelayan dan peneliti sejak ikan ditangkap sampai tiba di Jakarta memberikan nilai kadar abu yang relatif sama. Menurut Daramola et al. (2007), kadar abu dipengaruhi oleh ukuran ikan serta rasio antara daging dan tulang. Kadar abu ikan tenggiri dengan metode penanganan nelayan dan peneliti selama proses penanganan tidak mengalami perubahan disebabkan ukuran ikan yang digunakan sebagai sampel relatif seragam. Kandungan protein ikan erat sekali kaitannya dengan kandungan lemak dan air. Ikan yang mengandung lemak rendah rata-rata memiliki nilai protein dalam jumlah besar. Daging ikan memiliki sedikit sekali tenunan pengikat (tendon) sehingga sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis. Hasil autolisis tersebut menjadi media yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme (Adawyah 2006). Berdasarkan uji t dengan selang kepercayaan 95 % diketahui bahwa metode penanganan nelayan dan peneliti saat ikan tiba di Jakarta memberikan pengaruh nyata terhadap kadar protein ikan tenggiri. Penurunan kadar protein ikan tenggiri disebabkan kadar airnya mengalami peningkatan. Hal ini berhubungan dengan jumlah proporsional kadar air, lemak, protein dan abu. Kadar abu ikan tenggiri tidak mengalami perubahan, sedangkan kadar airnya mengalami peningkatan sehingga menyebabkan kadar protein menjadi turun. Es yang digunakan 389
SEMINAR NASIONAL PERIKANAN INDONESIA 2010 02-03 Desember 2010, Sekolah Tinggi Perikanan oleh peneliti (ikan:es = 1:1) lebih banyak daripada nelayan yang berarti suhu lingkungan ikan tenggiri yang disimpan dalam box styrofoam lebih dingin, sehingga proses degradasi protein oleh enzim maupun mikroorganisme dapat dihambat oleh es yang bersuhu suhu rendah. Ikan secara umum yang tergolong berprotein rendah memiliki kadar protein < 15 % dan ikan dengan protein tinggi memiliki kadar protein 15-20 % hingga > 20 % (Junianto 2003). Ikan tenggiri yang diteliti tergolong ikan berprotein tinggi karena kadar proteinnya > 20 %, yaitu sebesar 20,19 %. Asam amino merupakan senyawa penyusun protein, yang membentuk sel tubuh manusia dan hewan. Asam amino dibagi dalam dua kelompok utama, yaitu asam amino esensial dan nonesensial. Asam amino esensial tidak dapat di produksi oleh tubuh sehingga harus disuplai lewat makanan, sedangkan asam amino nonesensial dapat diproduksi dalam tubuh. Berbagai jenis asam amino menyatu dalam ikatan peptida menghasilkan protein. Asam-asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh manusia ialah histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, arginin, phenilalanin, treonin, triptofan, dan valin, sedangkan asam-asam amino non esensial ialah alanin, aspargin, sistein, asam glutamat, glutamin, asam aspartat, glisin, hidroksiprolin, dan tirosin. Adapun kandungan asam amino untuk ikan tenggiri hasil penelitian disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan Asam amino ikan tenggiri (Scomberomorus commersonii) No Jenis asam amino Kadar asam amino (mg/g N) Asam ami no esensi al 1
Treonin
243
2
Valin
268
3
Metionin
122
4
Isoleusin
215
5
Leusin
406
6 7
Phenilalanin Lisin
206 297
8
Histidin
93
9
Arginin
387
10
Triptopan
65
10
Asam ami no no n esens ial Asam aspartat
566
11
Asam glutamat
953
12 13
Serin Glisin
271 307
14
Alanin
280
15 16
Prolin Tirosin
245 187
17
Sistin
80 Asam amino pembatas Valin skor kimiawi 86
Beberapa asam amino sangat besar peranannya dalam pertumbuhan misalnya isoleusin berperan dalam pertumbuhan bayi dan keseimbangan nitrogen bagi orang dewasa. Lisin berperan untuk crosslinking protein dalam biosintesis karnitin, menyembuhkan penyakit herpes kelamin. Valin berperan untuk pada penyakit anemia, menggantikan posisi asam glutamat dalam hemoglobin. Metionin berperan untuk produksi sulfur, menjaga kenormalan metabolisme, sebagai antioksidan dan merangsang serotonin sehingga dapat menghilangkan kantuk. Glutamat berperan untuk produksi antara-dalam reaksi interkonversi asam amino, prekursor prolin, ornitin, arginin, poliamin, neurotransmiter α-amino butirat (GABA), sumber NH3. Serin berperan untuk komponen fosfolipid, prekursor sfingolipid, prekursor etanolamin dan kholin. Dilihat dari peranannya maka kadar protein dari i kan tenggiri sangat besar manfaatnya bagi kesehatan. Organoleptik Penetapan kemunduran mutu ikan secara subyektif (organoleptik) dilakukan menggunakan score sheet yang telah ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dengan SNI 01-2346-2006, 390
SEMINAR NASIONAL PERIKANAN INDONESIA 2010 02-03 Desember 2010, Sekolah Tinggi Perikanan meliputi penampakan luar, kelenturan daging ikan (konsistensi), keadaan mata, daging dan perut, serta warna insang. Berdasarkan uji Kruskal-Wallis nilai organoleptik mata, insang, daging dan perut, serta konsistensi dipengaruhi secara nyata oleh metode dan proses penanganan. Adapun data selengkapnya disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai rata-rata Organoleptik No Materi Posisi Saat Tangkap Pengumpul Berangkat ke Sampai Jakarta Jakarta Nelaya Penelit Nelaya Penelit Nelaya Penelit Nelaya Peneli n i n i n i n ti 1 Mata 9,0 9,0 8,0 8,2 7,4 8,2 5,2 7,8 2 Insang 9,0 9,0 8,7 9,0 7,5 8,8 3,0 7,1 3 Daging dan 9,0 9,0 8,3 8,8 5,8 8,5 5,0 7,8 perut 4 Konsistensi 9,0 9,0 7,4 8,8 7,1 8,5 5,2 8,0 Mata merupakan salah satu bagian dari tubuh ikan yang dapat dijadikan parameter tingkat kesegaran ikan. Ikan segar memiliki ciri-ciri mata berwarna cerah dan bersih, menonjol penuh serta transparan (Stansby 1963). Berdasarkan uji Kruskal-Wallis dengan α=0,05, perlakuan metode penanganan dan proses penanganan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai rata-rata organoleptik mata ikan tenggiri, sedangkan interaksi antara kedua perlakuan tidak. Metode penanganan yang digunakan adalah es yang berfungsi sebagai media pendingin untuk mempertahankan ikan tetap bermutu baik. Es yang digunakan oleh nelayan tidak berdasarkan pada jumlah ikan yang ditangkap melainkan berdasarkan pengalaman, sedangkan peneliti menggunakan perbandingan es dan ikan sebesar 1:1. Berdasarkan kriteria mata dari ikan tenggiri saat tiba di Jakarta dengan metode dari peneliti masih tergolong kategori segar karena menurut SNI 01-2346-2006, nilai organoleptik ikan tergolong kategori segar berkisar antara 7-9, sedangkan metode penanganan nelayan sudah termasuk agak ti dak segar. Insang merupakan bagian dari tubuh ikan yang banyak ditemukan adanya bakteri sehingga dapat dijadikan parameter tingkat kesegaran (Irawan 1995). Berdasarkan uji Kruskal-Wallis dengan α=0,05 diketahui bahwa perlakuan metode dan proses penanganan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai rata-rata organoleptik insang, sedangkan interaksi antara kedua perlakuan tidak. Ikan yang mempunyai nilai organoleptik dengan kisaran 1-3 termasuk kategori tidak segar (SNI 01-2346-2006). Nilai organoleptik insang ikan tenggiri saat ikan tiba di Jakarta adalah 3,0 (metode penanganan nelayan) dan 7,1 (peneliti), sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi insang ikan tenggiri setelah tiba di Jakarta untuk metode penanganan nelayan sudah tergolong tidak segar, sedangkan metode peneliti adalah masih segar. Daging dan perut merupakan bagian dari t ubuh ikan yang dapat digunakan sebagai parameter kesegaran ikan. Keadaan perut yang tidak pecah, masih utuh dan warna sayatan daging cemerlang, serta jika ikan dibelah daging merekat kuat pada tulang terutama rusuknya menandakan bahwa ikan masih dalam keadaan segar (Junianto 2003). Hasil uji Kruskal-Wallis dengan α=0,05 diketahui bahwa perlakuan metode penanganan, proses penanganan, dan interaksi diantara keduanya masing-masing memberikan pengaruh nyata terhadap rata-rata nilai organoleptik daging dan perut ikan tenggiri. Berdasarkan hasil uji Multiple Comparison diketahui bahwa interaksi antara perlakuan metode dan proses penanganan yang menghasilkan nilai organoleptik daging dan perut terbaik adalah pada saat ikan baru ditangkap. Nilai organoleptik daging dan perut paling jelek terdapat pada interaksi perlakuan metode penanganan nelayan saat ikan tiba di Jakarta. Ikan yang mempunyai nilai organoleptik dengan kisaran 5-6 termasuk kategori agak segar dan kisaran nilai organoleptik antara 7-9 termasuk kategori segar (SNI 01-2346-2006). Nilai organoleptik daging dan perut ikan tenggiri saat tiba di Jakarta adalah 5,0 (metode penanganan nelayan) termasuk dalam kondisi agak segar dan 7,8 (metode penanganan peneliti) yang tergolong kategori segar. Parameter penting dalam penentuan tingkat kesegaran ikan adalah tekstur (konsistensi). Tekstur daging ikan segar adalah elastis dan jika ditekan tidak ada bekas jari, serta padat atau kompak (Junianto 2003). Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis dengan α=0,05 diketahui bahwa perlakuan metode penanganan, proses penanganan dan interaksi diantara kedua perlakuan masing-masing memberikan pengaruh nyata terhadap rata-rata nilai organoleptik konsistensi (tekstur) ikan tenggiri. Hasil uji Multiple Comparison diketahui bahwa interaksi perlakuan metode penanganan peneliti dan nelayan pada saat ikan baru saja ditangkap menghasilkan nilai 391
SEMINAR NASIONAL PERIKANAN INDONESIA 2010 02-03 Desember 2010, Sekolah Tinggi Perikanan organoleptik konsistensi paling bagus, sedangkan nilai organoleptik yang paling jelek pada perlakuan metode penanganan oleh nelayan saat ikan tiba di Jakarta. Nilai organoleptik konsistensi ikan tenggiri saat ikan tiba di Jakarta adalah 5,2 (metode penanganan nelayan) termasuk dalam kondisi agak segar dan 8,0 (metode penanganan peneliti) yang tergolong kategori masih segar. Hasil analisis kimiawi-mikrobiologi Analisis kimiawi-mikrobiologi ikan tenggiri meliputi Total Volatile Bases (TVB), pH, dan Total Plate Count (TPC). Pengambilan sampel dilakukan pada setiap tahap proses penanganan ikan yaitu sejak ikan ditangkap, pengumpul, saat berangkat ke Jakarta, dan saat tiba di Jakarta pada masing-masing metode penanganan yang dilakukan oleh nelayan dan peneliti. Adapun data selengkapnya disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai rata-rata dari pH, TVB, dan TPC No Materi Posisi Saat Tangkap Pengumpul Berangkat ke Sampai Jakarta Jakarta Nelaya Penelit Nelaya Penelit Nelaya Penelit Nelaya Peneli n i n i n i n ti 1 pH 6,28 6,28 6,36 6,35 6,45 6,19 6,56 6,16 2 TVB 11,86 11,86 12,04 12,16 15,87 13,25 28,88 23,40 mg /100 g 3 TPC 3,32 3,32 3,85 3,40 4,56 3,43 5,42 3,88 (CPU/ml) Uji derajat keasaman (pH) adalah suatu metode untuk mengetahui tingkat keasaman atau kebasaan suatu produk, yang pengukurannya didasarkan pada konsentrasi ion hidrogen pada suatu medium atau pelarut. Nilai pH ikan segera setelah ditangkap dilaporkan berada diantara 6,0 sampai 6,5. Ikan masih dapat diterima sampai pH 6,8 tetapi menjadi busuk dengan pH di atas 7,0 (Huss 1988 diacu dalam Kose 2003). Hasil analisis ragam α=0,05 diketahui bahwa perlakuan metode penanganan, proses penanganan, dan interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai pH ikan tenggiri. Hal ini berarti bahwa perbedaan es yang digunakan oleh nelayan dan peneliti selama proses penanganan sejak ikan ditangkap sampai tiba di Jakarta tidak mempengaruhi perubahan nilai pH daging ikan tenggiri. Penentuan kesegaran ikan secara kimiawi dapat dilakukan menggunakan prinsip penetapan TVB. Prinsip penetapan TVB adalah menguapkan senyawa-senyawa yang terbentuk karena penguraian asam-asam amino yang terdapat pada daging ikan (Hadiwiyoto 1993). Hasil analisis ragam diketahui bahwa perlakuan metode penanganan, proses penanganan, serta interaksi antara kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai TVB. Seafood dikategorikan berdasarkan nilai TVB-N menurut Ludorff dan Meyer 1973, dan Schorműller 1968 diacu dalam Metin et al. (2001) adalah sebagai berikut: kandungan TVB-N sebesar 25 mg N/100 g sangat bagus, 30 mg N/100 g bagus, 35 mg N/100 g yang dipasarkan dan nilai TVB-N yang lebih dari 35 mg N/100 g menandakan pembusukan. Berdasarkan kategori diatas maka ikan pada saat berangkat ke Jakarta dalam kondisi sangat bagus, dan ikan perlakuan penelitian setelah sampai Jakarta masih tergolong sangat bagus karena nilai TVB-nya masih dibawah 25 mg N/100 g. Ikan mengandung bakteri cukup banyak yang terkonsentrasi pada permukaan kulit, insang dan saluran pencernaan. Pengujian kesegaran ikan secara mikrobiologis dapat dilakukan dengan cara menghitung jumlah bakteri yang ada pada daging ikan. Hasil analisis ragam α=0,05 menunjukkan bahwa proses penanganan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai log TPC ikan tenggiri. 5 Batas maksimum jumlah bakteri yang terdapat pada ikan segar adalah 5x10 koloni/gram (nilai lognya adalah 5,7 koloni/gram) (SNI 01-2729-2006) dan ikan masih dalam kategori segar jika 5 jumlah bakterinya tidak melebihi 10 (log TPC adalah 5) (Junianto 2003). Nilai log TPC ikan tenggiri saat tiba di Jakarta, yaitu 5,42 (metode penanganan nelayan) dan 3,88 (metode penanganan peneliti). Hal ini berarti bahwa kondisi ikan tenggiri dengan perlakuan metode penanganan oleh nelayan telah berada dalam batas untuk digolongkan sebagai ikan segar, tetapi untuk peneliti masih dalam kategori ikan segar.
392
SEMINAR NASIONAL PERIKANAN INDONESIA 2010 02-03 Desember 2010, Sekolah Tinggi Perikanan KESIMPULAN Metode penanganan yang digunakan oleh nelayan adalah metode pendinginan chilled sea water (CSW) yaitu ikan didinginkan dengan air laut bercampur es dengan perbandingan es :ikan (1:5), sedangkan peneliti menggunakan es: ikan (1:1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode penanganan nelayan dan peneliti saat ikan baru ditangkap adalah sama dari nilai organoleptik yaitu 9; kadar air 75,38 %; kadar lemak 2,03 %; kadar protein 20,19 %; kadar abu 1,54 %; pH 6,28; TVB 11,86 mg N/100 g; dan log TPC 3,32 CFU/ml. Perlakuan metode penanganan nelayan dan peneliti saat ikan tiba di Jakarta berturutturut : nilai organoleptik yaitu 4,6 dan 7,7; kadar air 78,36 % dan 76,45 %; kadar lemak 1,19 % dan 1,90 %; kadar protein 18,73 % dan 19,73 %; kadar abu 1,50 % dan 1,54 %; nilai pH 6,56 dan 6,16; TVB 28,88 mg N/100 g dan 23,40 mg N/100 g; serta log TPC sebesar 5,42 CFU/ml dan 3,88 CFU/ml. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan metode penanganan dari nelayan dan peneliti berpengaruh pada nilai organoleptik dan TPC. Menurut uji t dengan α=0,05 diketahui bahwa metode penanganan saat ikan tiba di Jakarta dan proses penanganan berpengaruh nyata terhadap kadar air dan protein. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penanganan dengan menggunakan es: ikan (1:1) lebih baik dan ikan masih segar sampai ketangan konsumen. Metode penanganan yang digunakan oleh nelayan menunjukkan kualitas (mutu) ikan yang masih tergolong agak segar sedangkan penanganan oleh peneliti tergolong segar dan dapat dikonsumsi secara aman karena telah diuji baik secara organoleptik, kimia, dan mikrobiologis. DAFTAR PUSTAKA Adawyah R. 2006. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia 01-2346. Uji Organoleptik Ikan Segar . Jakarta: Badan Standarisasi Nasional Indonesia. Daramola JA, Fasakin EA, Adeparusi EO. 2007. Changes in physicochemical and sensory characteristics of smoke dried fi sh spesies stored at ambient temperature. Ajfand Vol.7(6). [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2005a. Potensi Kelautan dan Perikanan Kabupaten Belitung Tahun 2005. Pemerintah Kabupaten Belitung Timur. Fennema OR. 1996. Food Chemistry. New York: Marcel Dekker, Inc. Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jilid 1. Jakarta: Penerbit Liberty. Irawan A. 1995. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan. Solo: Penerbit Aneka. Jeyasekaran G, Ganesan P, Anandaraj R, Shakila JR, Sukumar D. 2006. Effect of pre-chilling on the shelf-life and quality of silver pomfret (Pampus argenteus) stored in dry ice and wet ice. American J Food Tech American 1 (2): 117-128. Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya. Kose S. 2003. An investigation of quality in anchovy (Engraulis encrasicolus) stored at different temperatures. Turk J Vet Anim Sci 28: 575-582. Metin S, Erkan N, Varlik C. 2001. The application of hypoxanthine activity as a quality indicator of cold stored fish burgers. Turk J Vet Anim Sci 26: 363-367. Stansby ME. 1963. Industrial Fishery Technology. London: Reinhold Publ. Co Chapman and Hall Ltd. Winarno FG. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
.
393