BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Populasi adalah suatu kelompok individu sejenis yang hidup pada suatu daerah tertentu. Genetik populasi adalah cabang dari ilmu genetika yang mempelajari gen-gen dalam populasi dan menguraikannya secara matematik akibat dari keturunan pada tingkat populasi. Suatu populasi dikatakan seimbang apabila frekuensi gen dan frekuensi genetik berada dalam keadaan tetap dari setiap generasi (Suryo, 1994: 344). Pola pewarisan suatu sifat tidak selalu dapat dipelajari melalui percobaan persilangan buatan. Pada tanaman keras atau hewan-hewan dengan daur hidup panjang seperti gajah, misalnya, suatu persilangan baru akan memberikan hasil yang dapat dianalisis setelah kurun waktu yang sangat lama. Demikian pula, untuk mempelajari pola pewarisan sifat tertentu pada manusia jelas tidak mungkin dilakukan percobaan persilangan. Pola pewarisan sifat pada organisme-organisme semacam itu harus dianalisis menggunakan data hasil pengamatan langsung pada populasi yang ada. Seluk-beluk pewarisan sifat pada tingkat populasi dipelajari pada cabang genetika yang disebut genetika populasi. Ruang lingkup genetika populasi secara garis besar oleh beberapa penulis dikatakan terdiri atas dua bagian, yaitu (1) deduksi prinsip prinsip Mendel pada tingkat populasi, populasi, dan (2) mekanisme pewarisan sifat kuantitatif. Untuk mempelajari pola pewarisan sifat pada tingkat populasi terlebih dahulu perlu difahami pengertian populasi dalam arti genetika atau lazim disebut juga populasi Mendelian. Populasi mendelian ialah sekelompok individu suatu spesies yang bereproduksi secara seksual, hidup di tempat tertentu pada saat yang sama, dan di antara mereka terjadi perkawinan (interbreeding) sehingga masing-masing akan memberikan kontribusi genetik ke dalam lungkang gen (gene pool), yaitu sekumpulan informasi genetik yang dibawa oleh semua individu di dalam populasi.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan Genetika Populasi ?
2.
Apa Hukum Hardy-Weinberg ?
3.
Apa saja Ciri-Ciri Hukum Keseimbangan Hardy-Weinberg ?
4.
Bagaimana Frekuensi Alel dan Frekuensi Genotif Dalam Populasi ?
5.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi frekuansi GEN ?
6.
Bagaimana Hubungan Genetika Populasi Dengan Cabang Ilmu Biologi Lainnya?
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Genetika Populasi
Menurut Suryo (1994: 295), genetika populasi ialah cabang dari genetika yang mempelajari gen-gen dalam populasi, yang menguraikan secara matematik akibat dari keturunan pada tingkat populasi. Adapun populasi ialah s uatu kelompok dari satu macam organisme dan dari situ dapat diambil cuplikan atau sampel. Semua makhluk merupakan suatu masyarakat sebagai hasil perkawinan antar spesies dan mempunyai lengkang gen yang sama. Genetika populasi adalah bidang biologi yang mempelajari komposisi genetik populasi biologi, dan perubahan dalam komposisi genetik yang dihasilkan dari pengaruh berbagai faktor, termasuk seleksi alam. Genetika populasi mengejar tujuan mereka dengan mengembangkan model matematis abstrak dinamika frekuensi gen, mencoba untuk mengambil kesimpulan dari model-model tentang pola-pola kemungkinan variasi genetika populasi yang sebenarnya, dan menguji kesimpulan terhadap data empiris. Gen merupakan unit dasar yang meneruskan sifat-sifat dari satu generasi ke generasi berikutnya. Tapi apa yang terjadi ketika Anda mengubah frekuensi gen? Pada dasarnya, evolusi adalah perubahan frekuensi gen dalam populasi. Darwin tahu bahwa variasi yang diwariskan diperlukan supaya evolusi dapat terjadi. Namun, ia tidak tahu apa-apa tentang hukum genetika Mendel. Hukum Mendel ditemukan di awal tahun 1900-an. Beberapa saat kemudian baru bisa ilmuwan memahami proses evolusi. Kita sekarang tahu bahwa variasi sifat dapat diwariskan. Variasi ini ditentukan oleh alel yang berbeda. Kita juga tahu bahwa evolusi adalah karena perubahan dalam alel dari waktu ke waktu. Berapa lama waktu terjadinya? Itu tergantung pada skala evolusi. 1.
Mikroevolusi terjadi selama periode yang relatif singkat dalam populasi atau spesies.
2.
Makroevolusi terjadi dari waktu ke waktu geologi di atas tingkat spesies. Catatan fosil mencerminkan tingkat evolusi. Ini hasil dari mikro evolusi berlangsung selama beberapa generasi. Ingat bahwa individu tidak berevolusi. Gen mereka tidak berubah dari waktu ke
waktu. Unit evolusi adalah populasi. Populasi terdiri dari organisme dari spesies yang sama yang hidup di daerah yang sama.
Dalam hal evolusi, populasi diasumsikan kelompok yang relatif tertutup. Ini berarti bahwa sebagian kawin terjadi dalam populasi. Ilmu yang berfokus pada evolusi dalam populasi adalah genetika populasi. Ini adalah kombinasi dari teori evolusi dan genetika Mendel.
B. Defenisi Hukum Hardy-Weinberg
Menurut Suryo (1994: 295), dalam tahun 1908, G. H. Hardy (seorang ahli matematika bangsa Inggris) dan W. Weinberg (seorang dokter bangsa Jerman) secara terpisah menemukan dasar-dasar yang ada hubungannya dengan frekuensi gen di dalam populasi. Prinsip yang berbentuk pernyataan teoritis itu dikenal dengan prinsip ekuilibrium Hardy-Weinberg. Pernyataan itu menegaskan bahwa di dalam populasi yang ekuilibrium (dalam keseimbangan), maka baik frekuensi gen maupun frekuensi genotipe akan tetap dari satu generasi ke generasi seterusnya. Ini dijumpai dalam populasi yang besar
dimana
perkawinan
berlangsung secara
acak
(random)
dan
tidak
ada
pilihan/pengaturan atau faktor lain yang dapat merubah frekuensi gen. Hukum Hardy-Weinberg ini berfungsi sebagai parameter evolusi dalam suatu populasi. Bila frekuensi gen dalam suatu populasi selalu konstan dari generasi ke generasi, maka populasi tersebut tidak mengalami evolusi. Bila salah satu saja syarat tidak dipenuhi maka frekuensi gen berubah, artinya populasi tersebut telah dan sedang mengalami evolusi Untuk menjelaskan hukum ini digunakan contoh perkawinan sapi Shorthon warna merah, putih, dan roan. Seperti diketahui, sifat ini dikontrol oleh dua alel yang dominan yaitu alel merah (R) dan alel putih (r). Jika kita asumsikan bahwa frekuensi gen merah adalah p dan frekuensi gen putih adalah q, dengan p = 0,7 dan q = 0,3 maka proporsi gen sapi merah RR adalah p 2 = 0,49 , proporsi gen sapi putih adalah q 2 = 0,09 dan proporsi sapi roan = 2pq = 2 (0,7)(0,3) = 0,42. Akan dua didepan pq disebabkan oleh adanya dua kemungkinan terbentuknya sapi roan yaitu dari pertemuan sperma yang mengandung gen R dengan sel besar dengan sel telur yang mengandung gen r dan dari sperma yang mengandung gen r sperma dengan sel telur yang mengandung gen R. Ada dua hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan hukum Hardy Weinberg yaitu : 1.
Jumlah frekuensi gen dominan dan resesif ( p + q ) adalah 1.
2.
Jumlah proporsi dari ketiga macam genotif ( p 2 + 2pq + q2 ) adalah 1.
Jadi pada dasarnya hukum ini menyatakan bahwa frekuensi gen dominan dan resesif. Pada sutau populasi yang cukup besar tidak akan berubah dari satu generasi ke generasi lainnya. Keadaan populasi yang demikian disebut dalam keadaan equilibrium (dalam keadaan seimbang). Susunan genetik ini akan tetap dan tidak berubah jika beberapa keadaan terpenuhi antara lain : 1.
Tidak ada mutasi atau mutasi berjalan seimbang (jika gen A bermutasi menjadi gen a, maka harus ada gen a yang menjadi gen A dalam jumlah yang sama).
2.
Tidak terjadi seleksi alam.
3.
Tidak ada migrasi.
4.
Perkawinan acak.
5.
Populasi besar.
Hukum Hardy-Weinberg dirumuskan sebagai berikut : P2 + 2PQ + Q2
Sebagai contoh alel gen A dan a, maka menurut persamaan diatas a dalah : P2
= Frekuensi Individu Homozigot AA
2PQ
= Frekuensi Individu Heterzigot Aa
Q2
= Frekuensi Individu Homozigote aa.
Rumus ini berlaku dengan syarat sebagai berikut : 1.
Mutasi tidak terjadi atau mutasi menguntungkan sama jumlahnya dengan mutasi yang merugikan
2.
Semua anggota [populasi tersebut mempunyai kesempatan yang sama untuk mengawini anggota populasi (perkawinan acak atau panmiksi)
3.
Tidak terjadi imigrasi atau jumlah individu yang berimigrasi adalah sama dengan yang berimigrasi
4.
Semua alel mempunyai kemungkinan yang sama untuk berada dalam populasi, tidak ada yang lebih unggul dari yang lain. Dengan perkataan lain, seleksi alam tidak terjadi.
5.
Jumlah populasi tetap, atau jumlah individu yang mati sama dengan jumlah individu yang lahir
6.
Populasi berjumlah besar sehingga faktor kebetulan tidak terjadi atau dapat diabaikan.
C. Ciri-Ciri Hukum Keseimbangan Hardy-Weinberg
Adapun ciri-ciri dalam hokum keseimbangan Hardy-Weinberg, antara lain: 1.
Jumlah frekuensi genotipe harus sama dengan 1, yaitu p 2(CC) + 2pq(Cc) + q 2(cc)=1
2.
Hubungan p 2 + 2pq + q 2 tetap, tidak peduli besarnya frekuensi alel permulaan (p atau q) dapat bernilai 0 sampai 1), yaitu frekuensi genotipe pada saat keseimbangan hanya tergantung pada frekuensi alel permulaan dan tidak tergantung dari frekuensi genotipe dari populasi asal.
3.
Keseimbangan dapat tercapai dalam satu generasi; kemudian frekuensi alel dan genotipe tidak berubah dari generasi ke generasi asal syarat-syarat keseimbangan Hardy-Weinberg terpenuhi.
4.
Frekuensi alel dapat ditentukan dari frekuensi satu genotipe yang diketahui.
5.
Bila suatu populasi dalam keseimbangan, maka frekuensi alel dapat dihitung apabila diketahui srekuensi satu genotip homozigot. Umpama saudara menangkap suatu contoh tikus dari pertanaman padi dan diperoleh frekuensi no-agouti (aa) adalah 0,509 persen.
D. Frekuensi Alel dan Frekuensi Genotif Dalam Populasi
Untuk mempelajari komposisi dan variasi genetik suatu populasi, maka seorang peneliti Genetika Populasi harus mampu menggambarkan lengkang gen populasi tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan menghitung frekuensi genotipe dan frekuensi alel populasi tersebut. Jika gamet yang dihasilkan oleh suatu populasi ditetapkan sebagai suatu campuran unit-unit genetik yang akan menimbulkan generasi berikutnya, kita mempunyai konsep suatu lengkang gen. Misalnya dalam lengkang gen: p adalah frekuensi alel A atau alel dominan q adalah frekuensi alel a atau alel resesif
Dengan demikian frekuensi genotip yang diharapkan pada generasi berikutnya adalah: p2(AA) + 2pq(Aa) + q2(aa)
= 1 yang berasal dari :
f(AA) = (p x p)
= p2
f(Aa) = (p x q) + (p x q)
= 2pq
f(aa)
= q2
= (q x q)
Sedangkan frekuensi alel adalah p(A) + q(a) = 1 Berdasarkan hal di atas, beberapa peneliti genetika populasi ada yang menganggap bahwa frekuensi alel adalah frekuensi gen atau gamet, sedangkan frekuensi genotipe adalah frekuensi zigot. Penggunaan frekuensi alel memiliki kelebihan bila dibandingkan
dengan frekuensi genotip. Sebagai contoh jika suatu lokus memiliki 3 alel (A 1, A 2, A3), maka frekuensi genotip yang harus dihitung ada 6 yaitu genotip A 1A1, A1A2, A1A3, A2A2, A2A3, A3A3, sedangkan frekuensi alel yang harus dihitung hanya 3, yaitu f rekuensi A1, A2, dan A3.
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Frekuensi GEN
1.
Seleksi Seleksi merupakan suatau proses yang melibatkan kekuatan-kekuatan untuk menentukan ternak mana yang boleh berkembang biak pada generasi selanjutnya. Kekuatan-kekuatan itu bisa di kontrol sepenuhnya oleh alam yang disebut seleksi alam. Jika kekuatan itu di kontrol oleh manusia maka prosesnya disebut seleksi buatan kedua macam seleksi itu akan merubah frekuensi gen yang relatif terhadap alelnya. Laju perubahan frekuensi pada seleksi buatan jika dibandingkan dengan seleksi alam. Untuk mendemonstrasikan peran seleksi dalam mengubah frekuesni gen, diambil suatu contoh populasi yang terdiri dari beberapa ribu sap yang bertanduk dan yang tidak bertanduk. Jika diasumsikan bahwa frekuensi gen yang bertanduk dan yang tidak bertanduk pada populasi tersebut masing-masing 0,5 (bila terjadi kawin acak) maka sekitar 75% dari total sapi yang ada tidak bertanduk dan 25% bertanduk. Dari 75% sapi yang tidak bertanduk sebanyak 1/3 bergenotip hemozigot dan 2/3 bergenotip heterozigot.
2.
Mutasi Mutasi adalah suatu perubahan kimia gen yang berakibat berubahnya fungsi gen. Jika gen mengalami mutasi dengan kecepatan tetap maka frekuensi gen akan sedikit menurun, sedangkan frekuensi alel akan meningkat. Laju mutasi bervariasi dari suatu kejadian mutasi ke kejadian mutasi lain. Namun, laju relatif rendah (kira-kira satu dalam satu juta penggandaan gen) sebagai gambaran, diambil contoh frekuensi gen merah pada sapi angus, yaitu antara 0.05-0.08. jika terjadi kawin acak maka akan dijumpai 25-64 ekor sapi merah dari setiap 10.000 kelahiran. Anak sapi yang berwarna merah dan juga tetua yang heterozigot akan dikeluarkan dari peternakan. Secara teoritis frekuensi gen merah akan menurun mendekati angka nol, namun kenyataan frekuensi gen merah tetap antara 0.05-0.08 dari suatu generasi ke generasi berikutnya hal itu bisa dijalaskan dengan menggunakan teori
mutasi. Diduga bahwa laju mutasi gen hitam menjadi gen merah sama dengan laju seleksi terhadap gen merah sehingga tercapai suatu keseimbangan. 3.
Pencampuran populasi Percampuran dua populasi yang frekuensi gennya berbeda dapat mengubah frekuensi gen tertentu. Frekuensi gen ini merupakan rataan dari frekuensi gen dari dua populasi yang bercampur. Jika seorang peternak memiliki 150 ekor sapi dengan frekuensi bertanduk dengan = 0.95 ( bila terjadi kawin acak) maka sekitar 90% dari sapi-sapinya akan bertanduk. Selanjutnya, jika diasumsikan bahwa ada enam pejantan baru yang dimasukkan ke peternakan utnuk memperbaiki mutu geneteik ternak-ternak yang ada. Dari enam pejantan dimasukkan terdapat satu ekor yang bertanduk, dua ekor yang tidak bertanduk heterozigot dan tiga ekor yang tidak bertanduk homozigot. Frekuensi gen bertanduk pada kelompok pejantan = 1/6 = 0.033. dengan asumsi bahwa tidak ada sapi lain yang masuk kedalam peternakan maka frekuensi gen bertanduk pada populasi itu setelah terjadi kawin acak, selama satu generasi (0.950 + 0.333) / 2 = 0.064
4.
Silang dalam (inbreeding ) dan sialng luar (outbreeding) Silang dalam merupakan salah satu bentuk isolasi secara genetik. Jika suatu populais terisolasi, silang dalam cenderung terjadi karena adanya keterbatasan pilihan dalam proses perkawinan. Jika silang dalam terjadi anatara grup ternak yang tidak terisolasi secara geografis maka pengaruhnya juga yang sama. Oleh sebab itu, silang dalam merupakan suatu isolasi buatan. Sebenarnya silang dalam tidak merubah frekuensi gen awal pada saat proses silang dalam dimulai. Jika terjadi perubahan frekuensi gen maka perubahan itu disebabkan oleh adanya seleksi, mutasi dan pengaruh sampel acak. Jika silang luar dilakukan pada suatu populasi yang memilik rasio jenis kelamin yang sama dengan frekuensi gen pada suatu lokus yang sama pada kedua jenis kelamin maka frekuensi gen tidak akan berubah akibat pengaruh langsung silang luar.
5.
Genetic drift Genetic drift merupakan perubahan frekuensi gen yang mendadak. Perubahan frekuensi gen yang mendadak biasanya terjadi pada kelompok kecil ternak yang di pindahkan untuk tujuan pemulian ternak atau dibiakan. Jika kelompok ternak diisolasi dari kelompok ternak asalnya maka frekuensi gen yang terbentuk pada populasi baru dapat berubah. Perubahan frekuensi gen yang mendadak dapat pula
disebabkan oleh bencana alam, misal matinya sebagian besar ternak yang memiliki gen tertentu.
F.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
frekuensi
gen
dan
keanekaragaman
(variabilitas) genetik
Estimasi frekuensi gen yang sebenarnya didalam suatu populasi sering memerlukan penggunaan berbagai pendekatan matematik. Namun pada pembahasan kita, untuk sebagian besar akan kita pusatkan pada prinsip-prinsip dan konsep-konsep saja, dan mengabaikan langkah-langkah sebenarnya dalam kalkulasi, yang dapat dicari dalam buku-buku genetika yang terperinci. Kalkulasi ini memperhitungkan sejumlah faktor yang diketahui mempengaruhi frekuensi gen dalam atau variabbilitas genetik dari, populasi. Faktor-faktor itu diantaranya adalah mutasi, reproduksi seksual dan rekombinasi, perkawinan keluarga, migrasi, arus genetik secara acak (“rendom genetic drift”), seleksi, dan lingkungan. Mutasi Akhirnya, gen-gen terdapat dalam berbagai bentuk sebagai alel yang berlainan karena mereka mengalami mutasi. Sebab itu, frekuensi alel-alel pada lokus didalam suatu populasi di pengaruhi oleh sifat dapat bermutasi dari lokus itu. Mutasi maju (“forward mutation”) mengurangi frekuensi gen-gen tipe liar; muatsi surut (“back mutation”) meningkatkan frekuensi gen-gen tipe liar. Selain dari pada itu, gen-gen dapat mengalami mutasi maju menjadi banyak bentuk yang berlainan, suatu penomena yang telah kita teliti terdahulu sebagai alelisma jamak. Adanya banyak alel yang berlainan bagi gen yang sama dikenal sebagai polimorfisma. Pada tahun-tahun terakhir ini, genetika molekular telah meningkatkan pengetahuan kita mengenai polimorfisma ekstensif melalui studi struktur molekular protein-protein (hemoglobin, misalnya) dan deretan ADN.
G. Hubungan Genetika Populasi Dengan Cabang Ilmu Biologi Lainnya
Genetika populasi mempunyai hubungan yang erat dengan evolusi, sistematik, dan ekologi. Secara garis besar hubungan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Hubungan antara Genetika Populasi dengan Evolusi Evolusi menggambarkan perubahan frekuensi alel dan frekuensi genotip individuindividu suatu populasi akibat adanya mutasi, migrasi, seleksi dan random genetic drift . Perubahan ini terjadi karena individu-individu tersebut harus beradaptasi dengan
perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungannya. Dengan demikian, proses evolusi akan selalu menimbulkan keanekaragaman organisme. 2. Hubungan antara Genetika Populasi dengan Sistematik Seperti telah dijelaskan di atas bahwa proses evolusi dan spesiasi akan selalu menimbulkan keanekaragaman organisme. Agar tidak membingungkan, maka keanekaragaman individu-individu antar populasi perlu diklasifikasikan. Demikian halnya pula dengan individu-individu yang terdapat pada populasi yang terisolasi, artinya status taksonomi individu-individu populasi tersebut perlu diperhatikan. Untuk mengetahui keanekaragaman organisme-oragnisme atau individu-individu dalam suatu populasi, maka organisme-organisme tersebut tidak hanya diamati variasi morfologi, fisiologi, dan perilakunya saja, namun perlu diteliti juga variasi genetiknya yang meliputi frekuensi alel dan frekuensi genotip individu-individu dalam populasi yang diamati. Berdasarkan frekuensi alel dan frekuensi genotip, hubungan kekerabatan antar populasi satu spesies dapat dianalisis, sehingga hal ini akan memudahkan dalam menentukan kedudukan taksonomi individu-individu populasi yang diteliti tersebut. Bahkan, data variasi genetik ini sangat berguna dalam mengklarifikasi spesies-spesies kompleks maupun cryptic
species, yaitu individu-individu yang kenampakan
morfologinya sama namun variasi genetiknya berbeda. Sesungguhnya pada populasi alami banyak ditemukan spesies-spesies kompleks yang belum banyak diteliti status taksonominya. Oleh karena itu para ahli sistematik perlu menggunakan pendekatan pendekatan genetika populasi dalam menentukan kedudukan taksonomi spesiesspesies kompleks tersebut dan juga hubungan kekerabatannya. 3. Hubungan antara Genetika Populasi dengan Ekologi Kajian ekologi pada populasi-populasi yang mengalami perubahan frekuensi alel dan frekuensi genotip memiliki arti yang sangat penting terutama untuk mengetahui proses seleksi dan adaptasi yang terjadi.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Genetika populasi adalah cabang genetika yang membahas transmisi bahan genetik pada ranah populasi. Dari objek bahasannya, genetika populasi dapat dikelompokkan sebagai cabang genetika yang berfokus pada pewarisan genetik. Genetika populasi membicarakan implikasi hukum pewarisan Mendel apabila diterapkan pada sekumpulan individu sejenis di suatu tempat. Berbeda dengan genetika Mendel, yang mengkaji pewarisan sifat untuk perkawinan antara dua individu (atau dua kelompok individu yang memiliki genotipe yang sama), genetika populasi menjelaskan implikasi yang terjadi terhadap bahan genetik akibat saling kawin yang terjadi di dalam satu populasi atau lebih. Genetika populasi didasarkan pada Hukum Hardy-Weinberg. Pola pewarisan sifat tertentu adakalanya tidak dapat dipelajari melalui percobaan persilangan, tetapi harus dilakukan pengamatan langsung pada suatu populasi alam yang disebut sebagai populasi mendelian. Populasi mendelian i alah sekelompok individu suatu spesies yang bereproduksi secara seksual, hidup di tempat tertentu pada waktu yang sama, dan diantara mereka terjadi perkawinan (interbreeding) sehingga masing-masing akan memberikan kontribusi genetik ke dalam lungkang gen (gene pool).
B. Saran
Kami selaku penyusun sangat menyadari masih jauh dari sempurna dan tentunya banyak sekali kekurangan dalam pembutan makalah ini. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya kemampuan kami. Oleh karena itu, Kami selaku pembuat makalah ini sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.Kami juga mengharapkan makalah ini sangat bermanfaat untuk kami khususnya bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Suryo. 1994. Genetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University. hal 295-297 http://sutarno.staff.uns.ac.id/2012/10/10/genetika-11-basic-population-genetics/ http://usaha321.net/pengertian-genetika-populasi.html http://chyrun.com/genetika-populasi/ http://rispandahlan.blogspot.co.id/2012/03/hukum-hardy-weinberg-dan-genetika.html https://id.wikipedia.org/wiki/Evolusi