LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI ORAL I FLORA NORMAL DAN IDENTIFIKASI CANDIDA
Disusun Oleh : Nadia Chairony
021611133138
Resgita Nadila Masya
021611133139
Prisca Agustina N. P.
021611133140
Virna Septianingtyas
021611133142
Dian Pramita Ayu K.
021611133143
Vina Zavira Nizar
021611133144
Fiona Cherrilia Adji
021611133145
Andari Sarasati
021611133146
Nadya Melinda
021611133147
Febrianti Nuraisyah
021611133148
Yayas Qori Awwali
021611133149
Monica Cynthia H.
021611133150
Annisa Zahra N.
021611133151
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2017
1. PENDAHULUAN Latar Belakang
Rongga mulut merupakan tempat berkumpulnya bakteri dan jamur. Rongga mulut dapat memberikan kontribusi yang cukup berarti dalam menimbulkan bakteremia dan candidiasis. Pada keadaan penurunan imunitas, bakteri rongga mulut yang semula komensal dapat berubah menjadi patogen sehingga dapat menyebabkan bakteremia dan infeksi sistemik. Bakteri dan jamur yang biasanya terdapat dalam mulut diantaranya adalah Streptococcus mutans, Streptococcus
viridians,
Staphylococcus
aureus
epidermidis,
Aggregatibacter
actinomycetemcomitans, dan jamur Candida sp. Flora normal adalah sekumpulan mikroorganisme yang hidup pada kulit dan selaput lender atau mukosa manusia yang sehat maupun sakit. Pertumbuhan flora normal pada bagian tubuh tertentu dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, nutrisi dan adanya zat penghambat. Keberadaan flora normal pada bagian tubuh tertentu mempunyai peranan penting dalam pertahanan tubuh karena menghasilkan suatu zat yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Adanya flora normal pada bagian tubuh tidak selalu menguntungkan, dalam kondisi tertentu flora normal dapat menimbulkan penyakit, misalnya bila terjadi perubahan substrat atau berpindah dari habitat yang semestinya. Candida merupakan jamur golongan khamir, yang membentuk sel ragi dan hifa semu. Di dalam tubuh manusia Candida hidup sebagai saprofit,dan dapat berubah menjadi patogen bila terdapat faktor resiko seperti menurunnya imunitas, gangguan endokrin, terapi antibiotik dalam jangka waktu lama, perokok dan khemoterapi. Perubahan Can dida dari saprofit menjadi patogen menyebabkan penyakit yang disebut kandidiasis atau kandidiasis. Sebagai saprofit Candida dapat ditemukan pada kulit, saluran genital, saluran napas bagian atas dan saluran pencernaan termasuk rongga mulut. Rongga mulut bukan lingkungan yang homogen untuk pertumbuhan Candida, karena ada perbedaan p erbedaan lokasi seperti daerah palatum, gingival, dorsum lidah, permukaan gigi dan pipi. Selain itu rongga mulut juga memiliki peran biologis yang mendukung pertumbuhan komunitas mikroba yang berbeda. Umumnya Candida ditemukan dalam bentuk sel ragi. Prevalensi Candida pada rongga mulut orang sehat berkisar antara 271%.
Aggregatibacter actinomycetemcomitans adalah bakteri gram negatif berbentuk kokobasil
yang
bersifat
fakultatif
anaerob
(Najar
et
al.,
2009).
Aggregatibacter
actinomycetemcomitans bersifat patogen oportunistik dan merupakan bagian flora normal yang berkolonisasi di mukosa rongga mulut, gigi, dan orofaring (Amalina cit Bailey, 2011). Sejumlah faktor virulensi dari bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans diantaranya adalah lipopolisakarida (endotoksin), leukotoksin (sebagai yang paling penting), kolagenase, bakteriosin, faktor penghambat kemotaksis, faktor sitotoksik, protein pengikat Fc (Fragment crystallizable), faktor penghambat fibroblas, faktor imunosupresif serta faktor penghambat adesif, invasi, dan fungsi dari leukosit PMN (Kesic et al., 2009).
Tujuan :
1. Mengetahui cara pengambilan sampel rongga mulut. 2. Mengetahui keberadaan macam-macam bakteri atau jamur di rongga mulut.
2. TINJAUAN PUSTAKA
1. Candida C. albicans berasal dari rongga mulut, gastrointestinal saluran kelamin, saluran kelamin perempuan dan kadang-kadang kulit. Infeksi biasanya bersifat endogen, meski infeksisilangdapat terjadi, misal dari ibu ke bayi, dan di antara bayi saudara kandung (Samaranayake, 2016). Morfologi
Candida berasal dari bentukan ragi. Bentukan ragi adalah uniseluler dengan tubuh oval atau spherical, dengan diameter 2-5 μm, dan berwarna dengan pengecatan metode Gram positif, semua ragi bentuknya serupa secara morfologis pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya. Umumnya tidak berbahaya bagi manusia yang sehat, tetapi dapat menyebabkan penyakit apabila mengenai pasien, maka candida termasuk patogen oportunistik. Mikosis oportunistik akan semakin meningkat seiring dengan penurunan sistem imun seperti pasien yang terinfeksi HIV (immunodeficiency virus / HIV), penerima
transplantasi organ pada terapi imunosupresif dan pasien kanker pada terapi sitotoksik dan radiasi (Samaranayake, 2016).
Gambar 1 Bentukan blastospora dan hifa pada Candida albicans
C. albicans biasanya tumbuh seperti spherical ke oval dengan bentukan sel ragi berukuran 3-5 × 5-10 μm. Sel fase ragi ini juga disebut blastospora, namun jangan sampai bingung dengan spora bakteri. Pseudohyphae memanjang berserabut, sel bergabung dari ujung ke ujung yang terlihat terutama pada posisi yang lebih rendah pada suhu inkubasi dan media gizi buruk (Samaranayake, 2016).
Gambar 2 Pengecatan dengan gram positif
Kultur C. albicans tumbuh pada media Sabouraud sebagai koloni putih krem, pipih atau belahan. C. albicans dan C. dubliniensis dapat dibedakan dari spesies candida lainnya dengan kemampuannya memproduksi tabung kuman dan chlamydospores (Samaranayake, 2016):
Bila sel ragi diinkubasi selama 3 jam pada suhu 37 ° C, serum C. albicans dan C. dubliniensis membentuk tabung kuman (hifa baru jadi), sedangkan spesies Candida lainnya tidak melakukannya (lihat Gambar 6.15).
Baik C. albicans dan C. dubliniensis berbentuk bulat, berdinding tebal, fase istirahat yang disebut chlamydospores yang terlihat saat diinkubasi pada suhu 22-25 ° C dengan penurunan oksigen yaitu media gizi buruk (misalnya agar tepung jagung). Namun, identifikasi spesies secara pasti dilakukan dasar asimilasi karbohidrat (metabolisme aerobik) dan reaksi fermentasi (metabolisme anaerobik) dan tes
Gambar 3 Pertumbuhan koloni pada agar
biokimia lainnya. Jamur patogen Candida spp memiliki kemampuan virulensi, termasuk (Samaranayake, 2016):
Kemampuan untuk parasit terhadap jaringan inang dan prostesis (mis. gigi palsu) dan bentuk biofilm
Potensi untuk beralih (mis. kasar ke pembentukan koloni) dan memodifikasi antigen permukaan
Kemampuan untuk membentuk hifa yang membantu dalam menginvasi jaringan
Ekstraselular fosfolipase dan proteinase, dan produksi hemolitik, yang dapat memecah fisik jaringan inang
A. Virulensi Candida albicans
Faktor virulensi Candida yang menentukan adalah dinding sel. Dinding sel merupakan bagian yang berinteraksi langsung dengan sel penjamu. Dinding sel Candida mengandung zat yang penting untuk virulensinya, antara lain turunan manoprotein yang mempunyai sifat imunosupresif sehingga mempertinggi pertahanan jamur terhadap imunitas penjamu. Candida tidak hanya menempel, namun juga p enetrasi ke dalam mukosa. Enzim proteinase aspartil membantu Candida pada tahap awal invasi jaringan untuk menembus lapisan mukokutan yang berkeratin. Dinding sel berperan pula dalam proses penempelan dan kolonisasi serta bersifat antigenik. Fungsi utama dinding sel tersebut adalah memberi bentuk pada sel dan melindungi sel ragi dari lingkungannya. Candida albicans mempunyai struktur dinding sel yang kompleks, tebalnya 100 sampai 400 nm (Bachtiar dan M. Boy, 2007). Penyakit yang disebabkan oleh Candida albicans dapat dibagi atas candidiasis selaput lendir, candidiasis kutis, candidiasis sistemik, dan reaksi id (Candidid). Pada candidiasis oral terlihat mukosa yang berwarna merah yang diselubungi bercak-bercak putih. Bercak-bercak putih ini biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat juga diikuti dengan perasaan terbakar (burning sensation). Lesi dapat berbentuk difus maupun lokal, bersifat erosif, dan berbentuk seperti pseudomembran (Kayser FH., et al, 2005). Candidiasis yang telah masuk ke dalam aliran darah dapat menyebar ke berbagai organ seperti ginjal, limpa, jantung, otak, dan menimbulkan berbagai penyakit seperti endokarditis, meningitis, endophtalmitis dan pielonefritis (Kayser FH., et al, 2005). B. Candidiasis rongga mulut
Secara klinis ditemukan 4 macam kandidiasis di dalam rongga mulut yang merupakan infeksi superfisial yang biasanya disebabkan oleh Candida albicans (Gayford JJ and Haskell R, 2013) : 1. Candidiasis Pseudomembran Akut
Disebut juga oral thrush. Candidiasis pseudomembran akut adalah suatu infeksi opportunistik yang disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan dari jamur Candida albicans superfisial. Pseudomembran tersebut terdiri atas kumpulan hifa dan sel ragi, sel radang, bakteri, sel epitel, debris makanan dan jaringan nekrotik. Candidiasis
pseudomembran akut biasanya dijumpai pada mukosa pipi, lidah dan palatum lunak. Tampak sebagai plak mukosa yang putih, difus, bergumpal secara klinis, plak-plak putih tersebut tampak dalam kelompok-kelompok yang mempunyai dasar mukosa eritematosa atau mungkin berdarah dan terasa n yeri sekali. 2. Candidiasis Atrofi Akut
Jenis ini dapat berada pada rongga mulut tetapi sebagian besar berada di atas permukaan dorsal lidah dan atau palatum. Biasanya terlihat pada pasien yang mengalami perawatan jangka panjang dengan antibiotik. Rasa sakit pada jenis candidiasis ini sedikit lebih kuat daripada candidiasis pseudomembran akut . Pasien sering mengeluh perasaan terbakar. Daerah yang terkena tampak khas sebagai lesi eritematosa, simetris, tetapi berbatas tidak teratur pada permukaan dorsal tengah lidah, sering hilangnya papilla lidah dengan pembentukan pseudomembran minimal ada rasa nyeri. 3. Candidiasis Atrofi K ronis
Disebut juga denture stomatitis. Bentuk tersering pada pemakai protese (1 diantara 4 pemakai) dan 60% diatas usia 65 tahun, wanita lebih sering terkena. Gambaran khas berupa eritema kronis dan edema di sebagian palatum di bawah prostesis maksilaris.Pada candidiasis atrofi kronis sering disertai kheilitis angularis, tidak menunjukkan gejala atau hanya gejala ringan. Candida albicans lebih sering ditemukan pada permukaan gigi palsu daripada di permukaan mukosa. Bila ada gejala umumnya pada penderita dengan peradangan granular atau generalisata, keluhan dapat berupa rasa terbakar, pruritus dan nyeri ringan sampai berat. Berdasarkan gambaran klinis yang terlihat pada mukosa yang terinflamasi di bawah gigi tiruan rahang atas, denture stomatitis ini dapat diklasifikasikan atas tiga tipe, yaitu : 1. Tipe I
: tahap awal dengan adanya pin point hiperemi yang terlokalisir
2. Tipe II : tampak eritema difus pada mukosa yang berkontak dengan gigi tiruan 3. Tipe III : tipe granular (inflammatory papillary hyperplasia) yang biasanya tampak pada bagian tengah palatum keras.
4. Candidiasis Hiperplastik Kronis
Disebut juga leukoplakia candida. Gejala bervariasi dan bercak putih yang hampir tidak teraba sampai plak kasar yang melekat erat pada lidah, palatum atau mukosa bukal. Keluhan umumnya rasa kasar atau ped ih di daerah yang terkena. Tidak seperti candidiasis pseudomembran, plak disini tidak dapat dikerok. Harus dibedakan dengan leukoplakia oral oleh sebab lain yang sering dihubungkan dengan rokok dan keganasan. Paling banyak mengenai pria, umumnya diatas 30 tahun dan perokok. a. Glositis R homboid Median
Merupakan bentuk lanjutan atau varian candidiasis hiperplastik kronis. Pada bagian tengah permukaan dorsal lidah terjadi atrofi papilla.
Gambar 4 Glositis Rhomboid Median b. Kheilosis candida
Sinonim perleche, angular cheilitis, angular stomatitis. Khas ditandai eritema, fisura, maserasi dan pedih pada sudut mulut. Biasanya pada mereka yang mempunyai kebiasaan menjilat bibir atau pada pasien usia lanjut dengan kulit yang kendur pada komisura mulut dan karena hilangnya dimensi vertical pada 1/3 bawah muka karena hilangnya susunan gigi atau pemasangan gigi palsu yang jelek dan oklusi yang salah. Penyakit ini dihubungkan dengan candidiasis atrofi kronis karena pemakaian protesa.
Gambar 5 Kheilosis candida
c. Black H airy Tongue Di tandai dengan hipertrofi papilla lidah (khas), mungkin invasi sekunder Candida albicans dari papilla filiformis hipertrofi pada sisi dorsum lidah.
Gambar 6 Black Hairy Tongue
C. Faktor Risiko
Pada orang yang sehat, Candida albicans umumnya tidak menyebabkan masalah apapun dalam rongga mulut, namun karena berbagai faktor, jamur tersebut dapat tumbuh secara berlebihan dan menginfeksi rongga mulut. Faktor- faktor tersebut dibagi menjadi dua, yaitu (Mc Cullough and Savage, N.W., 2005) : a. Patogenitas jamur Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenitas dan proses infeksi Candida adalah adhesi, perubahan dari bentuk ragi ke b entuk hifa, dan produksi enzim ekstraseluler. Adhesi merupakan proses melekatnya sel Candida ke dinding sel epitel host. Perubahan
bentuk dari ragi ke hifa diketahui berhubungan dengan patogenitas dan proses penyerangan Candida terhadap sel host. Produksi enzim hidrolitik ekstraseluler seperti aspartic proteinase juga sering dihubungkan dengan patogenitas Candida Albicans. b. Faktor Host Faktor host dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Termasuk faktor lokal adalah adanya gangguan fungsi kelenjar ludah yang dapat menurunkan jumlah saliva. Saliva penting dalam mencegah timbulnya candidiasis oral karena efek pembilasan dan antimikrobial protein yang terkandung dalam saliva dapat mencegah pertumbuhan berlebih dari Candida, itu sebabnya candidiasis oral dapat terjadi pada kondisi Sjogren syndrome, radioterapi kepala dan leher, dan obat-obatan yang dapat mengurangi sekresi saliva. Pemakaian gigi tiruan lepasan juga dapat menjadi faktor risiko timbulnya candidiasis oral . Sebanyak 65% orang tua yang menggunakan gigi tiruan penuh rahang atas menderita infeksi Kandida, hal ini dikarenakan pH yang rendah, lingkungan anaerob dan oksigen yang sedikit mengakibatkan Kandida tumbuh pesat. Selain dikarenakan faktor lokal, kandidiasis juga dapat dihubungkan dengan keadaan sistemik, yaitu usia, penyakit sistemik seperti diabetes, kondisi imunodefisiensi seperti HIV, keganasan seperti leukemia, defisiensi nutrisi, dan pemakaian obat-obatan seperti antibiotik spektrum luas dalam jangka waktu lama, kortikosteroid, dan kemoterapi.
2. A. Actinomycetemcomitans Bakteri Aa adalah bagian dari flora normal pada individu yang sehat, tetapi juga sebagai agen utama dalam beberapa bentuk periodontitis yang agresif. Dalam berbagai bentuk periodontitis agresif Aa sering ditemukan dengan jumlah yang tinggi pada sampel subgingiva dari bagian gigi yang terinfeksi. Dalam sebuah studi longitudinal menunjukkan bahwa anak-anak dengan keadaan periodontal yang sehat dengan adanya koloni Aa memiliki peningkatan risiko untuk berkembangnya periodontitis agresif lokalisata (cited from Van der Velden ; Fine dkk). Menurut taksonominya, Aa diklasifikasikan berdasarkan: Kingdom
: Bacteria
Filum
: Proteobacteria
Kelas
: Gammaproteobacteria
Ordo
: Parteurellales
Famili
: Pasteurellaceae
Genus
: Aggregatibacter
Spesies
: Actinomycetemcomitans
Karakteristik Pengkulturan dan Morfologi Aa
Aggregatibacter actinomycetemcomitans ( A. actinomycetemcomitans,), berbentuk bulat, oval atau batang. Bentuk bacillus (batang) adalah yang paling sering, tetapi bakteri ini juga bisa muncul dalam bentuk coccus (bulat), yang terlihat seperti kode Morse. Bakteri Aa memiliki ukuran sel 1,0-1,5 x 0,4-0,5 μm, singly, berpasangan, atau small clump. Mikroorganisme ini terkait dengan infeksi manusia yang berbeda, termasuk endokarditis yang menular, abses otak dan bentuk penyakit periodontal . A. actinomycetemcomitans adalah bakteri gram negatif facultative immobile coccobacillus , yang memiliki fimbria. Bakteri ini dapat tumbuh pada blood agar dan chocolate agar , di sana ia membentuk koloni setelah inkubasi selama 48 sampai 72 jam. Bakteri A. actinomycetemcomitans dapat tumbuh pada suhu 37º, tapi juga pada suhu 20 sampai 42º C (Kesić et al, 2009). Bakteri Aa yang baru diisolasi dari rongga mulut manusia yang selalu berfimbria dan berbentuk kecil (~ 1mm), permukaan kasar, koloni translusen, dengan morfologi internal berbentuk bintang. Subkultur yang berulang dari hasil isolat klinis menghasilkan perubahan morfologi koloni secara spontan dari kasar ke halus.
Gambar 7 Aggregatibacter actinomycetemcomitans (Kesić et al, 2009).
Karakteristik Biokimia
Pertumbuhan pada chocolate agar dan blood agar : a. Tumbuh lambat b. Koloni tampak setelah 48 -72 jam c. Koloni kecil, halus, transparan, non hemolitik da n memiliki tepi sedikit tidak teratur d. Isolat klinis baru melekat ke agar, sulit untuk mengemulsi e. Inkubasi lama (5 sampai 7) hari, koloni dapat berkembang dengan pusat kepadatan yang muncul seperti empat atau enam titik bintang. Karakteristik ini hilang pada subkultur berulang dan koloni menjadi kurang melekat. PH optimal untuk Aa adalah antara pH 7,0 - 8,0 dalam medium yang mengandung 0,5-1% NaCl.
Faktor Virulensi
Bakteri Aa adalah bakteri dengan susunan berbagai karakteristik virulensi potensial, termasuk beberapa mekanisme penghindaran imunitas dan mekanisme untuk mengikat matriks pejamu dan sel pejamu dan memainkan peranan penting dalam patologi periodontitis agresif lokalisata. A. actinomycetemcomitans biasanya ditemukan pada plak gigi, periodontal pockets dan sulkus gingiva. Bakteri Aa yang ditemukan di periodontal pockets dikaitkan dengan preadolescents,
localized
juvenile dan
penyakit
periodontal
agresif
lanjut
.
Mikroorganisme ini menghasilkan banyak faktor virulen: leukotoxin sebagai faktor yang paling penting, kemudian bakteriosin, chemotaxis inhibiting factor , faktor sitotoksik, Fc binding proteins, faktor imunosupresif, kolagenase lipopolisakarida, faktor penghambat fibroblas, faktor penentu resistensi antibiotik, adhesives, invasives dan faktor penghambat fungsi polimorfonuklir leukosit (Kesić et al, 2009).
Faktor kolonisasi Aa
Faktor kolonisasi Aa adalah: a. Pili atau fimbria b. Interaksi dengan bakteri lain c. Vesikel
d. Plasmid dan bakteriofag
Peranan Aggregatibacter actinomycetemcomitans ( Aa) dalam Penyakit Periodontal Bakteri Aa adalah bagian dari flora normal pada individu yang sehat, tetapi juga sebagai agen utama dalam beberapa bentuk periodontitis yang agresif. Dalam berbagai bentuk periodontitis agresif Aa sering ditemukan dengan jumlah yang tinggi pada sampel subgingiva dari bagian gigi yang terinfeksi. Dalam sebuah studi longitudinal menunjukkan bahwa anak-anak dengan keadaan periodontal yang sehat dengan adanya koloni Aa memiliki peningkatan risiko untuk berkembangnya periodontitis agresif lokalisata. Aggregatibacter actinomycetemcomitans dapat menghasilkan faktor virulensi yang dapat meningkatkan kemampuannya untuk bertahan pada rongga mulut. Faktor-faktor virulensi tersebut terlibat dalam patogenesis periodontitis. Faktor-faktor virulensi tersebut antara lain: 1. Faktor yang mendorong kolonisasi dan ketahanan pada rongga mulut: adesin, invasin, bakteriosin, ketahanan terhadap antibiotik. 2. Faktor yang menghalangi pertahanan inang: leukotoksin, penghambat kemotaktik, protein imunosupresif, dan fc-binding protein. 3. Faktor yang merusak jaringan inang: sitotoksin, kolagenase, agen resorpsi tulang, stimulator dari mediator inflamasi. 4. Faktor yang menghambat kemampuan inang untuk memperbaiki jaringan: penghambat proliferasi fibroblas, penghambat pembentukan tulang.
3. METODE Alat dan Bahan :
A) Flora normal dan Identifikasi Candida - Medium Pertumbuhan:
Media Sabourround Dextrose Agar (SDA)
20 µ penicillin
40 mgr Streptomycin
- Sampel: mukosa lidah diambil dengan cara swab B) Isolasi Bakteri Periodonto patogen - Medium Pertumbuhan:
Cooked Meat (medium untuk pengambilan sampel/media transport) Blood
sugar
(medium
untuk
menumbuhkan
koloni
bakteri
Porphyromonasgingivalis)
Media Luria Berthani (LB) atau media Aggregatibacteractinomycetemcomitans Growth
Medium
(AAGM),
untuk
menumbuhkan
bakteri
Actinobacillusactinomycetemcomitans/ Aggregatibacteractinomycetemcomitans - Sampel: Plak dari poket penderita infeksi jaringan periodontal - Ekskavator - Paper point CARA KERJA :
A) Flora Normal dan Identifikasi Candida 1. Sampel diambil dari mukosa pipi dan lidah dengan cara swab. 2. Sampel ditanam pada media Sabourround Dextrose Agar (SDA) + 20µ penicillin, 40 mgr Streptomycin dengan cara streaked (goseran sinambung) 3. Inkubasi 2-14 x 24 jam, pada suhu 370C secara aerob. 4. Media (koloni) diamati dan diperiksa secara mikroskopik.
B) Isolasi bakteri periodonto patogen 1. Sampel berupa plak diambil dari poket penderita dengan infeksi jaringan periodontal. Pengambilan sampel dengan menggunakan paper point atau dengan probe/ excavator ukuran kecil yang steril.
2. Plak dimasukkan dalam medium cooked meat dalam tabung yang ditutup dengan penutup karet yang dilapisi parafin ( supaya tetap dalam keadaan anaerob) 3. Medium diinkubasikan pada jar. dalam keadaan anaerob dan setelah tumbuh ditanam pada blood agar . 4. Blood agar yang telah ditanam kultur bakteri, diinkubasikan lagi pada jaringan dalam keadaan anaerob (anaerobic jar ). 5. Sampel diambil dari kultur bakteri (dari media cooked meat ) yang telah diinkubasi. 6. Dioleskan pada obyek glass steril untuk dilakukan pengecatan Gram.
4. HASIL PRAKTIKUM
Gambar 8. Hasil praktikum penanaman sampel saliva dari rongg a mulut.
Pada praktikum ini, setelah menanam sampel saliva pada saburaud dextrose agar dan diinkubasi selama 2 x 24 jam, diharapkan tumbuh koloni bakteri candida, tetapi pertumbuhan terjadi dan media tetap bersih seperti saat sebelum dilakukan penanaman.
Gambar 9. Sediaan Candida albicans
Gambar sediaan diatas merupakan bakteri Candida albicans yang diambil dari sampel saliva, diinkubasi selama 2 x 24 jam dan diihat dengan menggunakan mikroskop. Sediaan tersebut disediakan oleh pembimbing pada praktikum ini.
5. PEMBAHASAN 1. Candida
Pada praktikum flora normal dan identifikasi candida dengan sampel swab dari mukosa lidah tidak dijumpai pertumbuhan mikroorganisme candida. Ada tidaknya spesies candida pada media pertumbuhan Sabourroud Dextrose Agar dapat ditandai dengan ciri makroskokopis pada permukaan media terdapat bentukan convex berwarna putih yang halus maupun kasar memiliki konsistensi lunak seperti krim dan memiliki bau seperti ragi. Pada percobaan ini tidak dijumpai koloni candida yang bisa disebabkan karena beberapa hal. Candida dapat ditumbuhkan pada suhu 37ᵒC ,tidak tumbuhnya candida pada percobaan ini mungkin disebabkan suhu yang kurang sesuai. Selain suhu, faktor lain seperti pH saliva dan banyaknya saliva pada swab mukosa rongga mulut memengaruhi pertumbuhan koloni. Saliva dari swab dorsum lidah yang memiliki pH asam akan meningkatkan pertumbuhan dan kolonisasi Candida. Tidak tumbuhnya Candida pada percobaan kali ini, mungkin karena pH saliva dari swab dorsum lidah dalam pH yang tidak memungkinkan dalam kolonisasi candida, pH tidak diketahui secara pasti karena tidak dilakukan pengukuran pH. Jumlah atau banyaknya saliva dari swab dorsum lidah d apat memengaruhi perlekatan candida pada permukaan media pertumbuhan. Selain faktor tersebut, banyak sedikitnya bakteri rongga mulut yang terdapat pada rongga mulut memengaruhi keberadaan jamur candida. Bakteri yang sangat banyak pada rongga mulut akan membuat jumlah candida tidak terlalu banyak karena adanya persaingan dalam perlekatan di epitel mukosa rongga mulut dan persaingan dalam mendapatkan nutrisi sehingga kolonisasi jamur candida terganggu. Oleh karena itu saat dilakukan swab pada mukosa dorsum lidah tidak banyak jamur candida yang didapatkan.
Gambar 10. Koloni Candida
Pada hasil swab yang berhasil, seharusnya ditemukan koloni Candida yang memiliki morfologi yeast like cell, pseudohypha dan chlamidiospora. Pada agar sabouraud yang diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jam, spesies Candida menghasilkan koloni-koloni halus berwarna krem yang mempunyai bau seperti ragi. Pertumbuhan permukaan terdiri atas sel-sel bertunas lonjong. Pertumbuhan di bawahnya terdiri atas pseudomiselium. Ini terdiri atas pseudohifa yang membentuk blastokonidia pada nodus-nodus dan kadang-kadang klamidokonidia pada ujung-ujungnya.
Gambar 11. Candida albicans. A. Blastospora B. Pseudohifa C. Klamidospora
2. Actinomycetemcomitans
Aggregatibacter actinomycetemcomitans merupakan bakteri kecil, bergerak cepat, non-motil, gram negatif, tidak berkapsul, tumbuhnya lambat, dan capnophilic, berbentuk batang dengan ujungnya bulat.Aggregatibacter actinomycetemcomitans dapat dijumpai pada individu yang sehat, tetapi juga sebagai agen utama dalam periodontitis agresif. A.actinomycetemcomitans sering ditemukan dalam jumlah yang banyak pada sampel subgingiva dari gigi yang terinfeksi. Proses penungguan media dilakukan selama 1 hari, namun kami baru melihat dan melakukan pengecakan setelah 1 minggu sesuai jadwal praktikum. Pada praktikum kali ini, sampel berupa plak diambil dari poket orang coba normal yang tidak mengalami infeksi pada jaringan periodontal. menggunakan paper point steril yang diambil menggunakan pinset.Paper point kemudian dicelupkan kedalam medium cooked meat dalam tabung. Penanaman pada medium cooked meat harus dalam keadaan anaerob agar bakteri dapat tumbuh dengan baik. Sampel dari plak yang telah ditanam pada blood agar diinkubasi dan diamati seminggu kemudian.Pada media tampak koloni bakteri yang konveks, hasulmengkilat, berdiameter 1-2 mm, dan jumlah koloni tidak terlalu banyak pada media blood agar. Hasil identifikasi bakteri pada media blood agar adalah black pigmented anaerobic bacteria yang merupakan coco-bacilli Gram-negatif yang sangat anaerob dan berpigmen hitam kecoklatan.Warna gelap yang progresif pada pusatnya ini karena produksi protoheme, suatu subtansi yang bertanggung jawab terhadap ti pikal warna koloni ini. Pengisolasian ditunggu hingga 1 hari, namun pada praktikum diambilkan pada media cooked meat kelompok C yang telah melakukan praktikum 1 hari sebelumnya. Setelah itu kultur cooked meat ditumbuhkan pada media blood agar. Pengambilan sampel menggunakan kapas dan dispreading kan pada blood agar. Setelah itu di inkubasi pada anaerobic jar selama 1 hari. Proses penungguan media dilakukan selama 1 hari, namun kami baru melihat dan melakukan pengecakan setelah 1 minggu sesuai jadwal praktikum. Pada hasil, didapatkan bentukan lingkaran secara makroskopis yang menandakan adanya pertumbuhan bakteri periodontopatogen. Setelah itu dilakukan pengecekan menggunakan mikroskop dan terlihat bentukan mirip bintang. Sehingga bakteri yang terlihat pada penanaman tersebut
kemungkinan besar adalah Aggregatibacter actinomycetemcomitans. Akan lebih jelas apabila dilakukan pengecatan gram, namun pada praktikum tidak dilakukan.
6. KESIMPULAN
Jamur Candidiasis dan bakteri Aggregatibacter actinomucetemcomitans merupakan flora normal di rongga mulut yang bersifat oportunistik patogen.
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, Boy, M., 2007. Beberapa faktor yang mempengaruhi virulensi Candida albicans pada patogenesis kandidiasis mulut. Jurnal kedokteran gigi Universitas Indonesia. Belibasakis, G. N., Johansson, A., 2012, Aggregatibacter actinomycetemcomitans Targets NLRP3 And NLRP6 Inflammasome Expression In Human Mononuclear Leukocytes Cytokine (abstr ), http://dx.doi.org/10.1016/ j.cyto.2012.03.016 (10/02/2014). Gayford, JJ, Haskell R. 2013. Penyakit Mulut (Clinical Oral Medicine). Ed 2. Jakarta: EGC. Kayser, FH., Bienz KA, Eckert J, Zinkernage RM. Medical microbiology. 10th Edition. Stuttgart : Thieme; 2005. Kesić et al. 2009. The importance of Aggregatibacter actinomycetemcomitans in etiology of periodeontal disease-mini review. Acta Medica Medianae 48(3): 35-37. Mc Cullough, Savage, N.W., 2005, Autralia Dent. J. Medication Suplement. Samaranayake, L. (2016). Essential microbiology for dentistry. Edinburgh [etc.]: Churchill Livingstone/Elsevier.