FASE PERAWATAN PERIODONTAL
Jaringan periodontal meliputi jaringan yang mengelilingi dan mendukung gigi (gingiva), sementum yang menutupi permukaan akar setiap gigi, ligamentum periodontal yang melekatkan permukaan akar gigi, serta tulang alveolar. Penyakit pada periodontal merupakan suatu infeksi yang terjadi pada jaringan penyangga gigi yang menyebabkan kerusakan ligamen periodontal, pembentukan poket, resorbsi tulang alveolar, serta resesi gingiva (Fedi, 2005). Perawatan periodontal merupakan bagian dari perawatan gigi dan jaringan sekitarnya. Perawatan penyakit periodontal bertujuan untuk mempertahankan fungsi gigi geligi, mencegah atau mengurangi penjalaran atau keparahan penyakit. Keberhasilan perawatan dapat dilakukan dengan mengurangi jumlah bakteri pathogen, meningkatkan kemampuan jaringan untuk mempertahankan atau memperbaiki diri. Keberhasilan perawatan penyakit periodontal ditandai dengan adanya kapasitas penyembuhan yang baik dari jaringan periodontal. Perawatan penyakit periodontal dapat dilakukan dengan beberapa tahap perawatan yaitu, preliminary phase, phase, fase I, fase II, fase III, dan fase IV (Carranza, 2002).
Gambar 1.1 Fase Perawatan Periodontal Sumber: Carranza, 2002
1
A. Preliminary phase Keadaan darurat periodontal adalah suatu keadaan atau gabungan berbagai kondisi
yang
berpengaruh
buruk
terhadap
jaringan
periodontal
dan
memerlukan tindakan segera (Fedi, 20005). Situasi darurat yang berhubungan dengan penyakit periodontal yaitu: 1. Acute Gingival Disease a. Acute necrotizing ulcerative gingivitis b. Acute pericoronitis c. Acute/primary herpetic gingivostomatitis 2. Abscess a. Gingival abscess b. Periodontal abscess c. Pericoronal abscess
B. Fase I ( Non-surgical Non-surgical phase) phase) Terapi inisial disebut juga terapi fase I ( phase phase non-surgical ) atau terapi higienik. Terapi inisial bertujuan untuk membuang semua faktor lokal yang menyebabkan peradangan gingiva serta pemberian instruksi dan motivasi pasien dalam melakukan kontrol plak. Terapi inisial juga disebut sebagai fase etiotropik karena bertujuan untuk menghilangkan faktor etiologik penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada fase I yaitu: 1. Memberi pendidikan pada pasien tentang kontrol plak Instruksi kontrol plak harus dimulai sejak kunjungan pertama, yaitu penggunaan sikat gigi mencakup metode menyikat gigi yang benar, frekuensi menyikat gigi, lama menyikat gigi, sikat gigi yang digunakan dan prinsip penyikatan. Instruksi kontrol plak yang komperehensif selanjutnya meliputi penggunaan alat bantu selain sikat gigi yaitu benang gigi maupun pembersih daerah interdental lainnya. Konseling yang bersifat memotivasi pasien terhadap faktor resiko yang berpengaruh terhadap penyakit periodontal (seperti merokok) juga dimulai pada tahap ini (Manson, 2013).
2
2. Eliminasi kalkulus supragingiva dan subgingiva Kalkulus memiliki permukaan yang kasar sehingga menjadi tempat yang ideal bagi perlekatan bakteri, oleh karena itu kalkulus harus dihilangkan agar kontrol plak dapat dilaksanakan secara efektif. Scalling dan root planning termasuk dalam perawatan periodontal tahap awal. Tujuan utama tindakan ini adalah untuk memperbaiki kesehatan gingiva dengan cara menghilangkan faktor yang menimbulkan keradangan dari permukaan
gigi.
Scalling supragingiva
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan skeler manual, alat kuret dan instumen ultrasonic. Tindakan instrumentasi periodontal dapat direncanakan dalam beberapa kali kunjungan dan untuk pasien dengan inflamasi yang parah dan disertai deposit kalkulus yang banyak, tindakan debridemen seluruh mulut ( full( fullmouth debridement ) dapat dilakukan secara bertahap dalam dua kunjungan atau lebih. Penggunaan anastesi lokal juga diperlukan bila instrumentasi dilakukan pada sisi inflamasi yang lebih dalam, selanjutnya dilakukan pemolesan yang bertujuan untuk menghilangkan permukaan kasar setelah pembuangan sisa kalkulus supragingiva supragingiva (Widyastuti, 2009). 3. Perawatan karies dan lesi endodontik Langkah ini meliputi pembuangan karies secara sempurna kemudian dilakukan penumpatan dengan restorassi sementara atau restorasi akhir. Kontrol terhadap karies penting karena karies merupakan sumber infeksi sehingga perlu perawatan untuk memaksimalkan penyembuhan selama perawatan periodontal fase I. Karies khususnya pada daerah proksimal dan serikal gigi serta pada permukaan akar, merupakan daerah reservoir bakteri dan dapat memberikan pengaruh terhadap re-populasi bakteri plak. Kavitas yang terbentuk akibat proses karies merupakan wadah yang baik dimana plak terlindung dari usaha eliminasi secara mekanis. Oleh karena itu kontrol terhaap karies sangat penting, setidaknya penumpatan sementara harus diselesaikan dalam terapi fase I (Widyastuti, 2009).
3
4. Menghilangkan restorasi gigi yang overcountur dan dan over hanging over hanging Restorasi dengan permukaan yang kasar, overcountur , overhanging , atau terlalu menekan ke daerah subgingiva dapat menyebabkan akumulasi bakteri periodontal yang bersifat pathogen sehingga menyebabkan terjadinya inflamasi gusi, kehilangan perlekatan epitel dan kehilangan tulang alveolar. Restorasi tersebut mempengaruhi efektivitaas kontrol plak yang dilakukan pasien sehingga harus dikoreksi dengan cara penggantian seluruh restorasi atau mahkota, atau koreksi dengan menggunakan finishing bur atau file berlapis diamond (diamond-coated files) files) yang dipasang pada handpiece khusus. handpiece khusus. Untuk restorasi yang overhanging pada daerah subgingiva, memungkinkan melakukan tindakan flap yang sederhana untuk memfasilitasi akses akhiran restorasi (Manson, 2013). 5. Penyesuaian oklusal (occlusal (occlusal adjustment ) Tahapan setelah gigi-gigi menempati posisi yang semestinya, kemudian dilakukan occlusal adjustment untuk menghilangkan trauma oklusal serta oral hygiene yang baik (Ismail, 2015). 6. Splingting temporer pada gigi yang goyah Kegoyangan gigi merupakan salah satu gejala penyakit periodontal yang ditandai dengan hilangnya perlekatan serta kerusakan tulang vertikal. Salah satu cara untuk mengontrol dan menstablisasi kegoyangan gigi adalah splinting . Kegoyangan gigi diklasifikasikan menjadi 3 derajat. Derajat 1 yaitu kegoyangan sedikit lebih besar dari normal. Derajat 2 yaitu kegoyangan sekitar 1 mm, dan derajat 3 yaitu kegoyangan > 1 mm pada segala arah dan/ atau gigi dapat ditekan kea rah apikal. Splinting diindikasikan pada keadaan kegoyangan gigi derajat 3 dengan kerusakan tulang berat (Fedi, 2005). 7. Analisis diet dan evaluasinya Defisiensi nutrisional tidak menimbulkan penyakit gusi. Meskipun demikian, bila penyakit akibat plak sudah ada, defisiensi nutrisi akan mempengaruhi perkembangan penyakit, oleh karena itu diet yang seimbang sangat diperlukan. Konsumsi gula dalam bentuk apapun sebaiknya dikurangi (Manson, 2013).
4
8. Reevaluasi status periodontal setelah perawatan tersebut diatas Jaringan periodontal diperiksa kembali untuk menentukan kebutuhan perawatan lebih lanjut. Poket periodontal harus diukur ulang dan seluruh kondisi
anatomi
dievaluasi
untuk
memutuskan
perawatan
bedah.
Perawatan bedah periodontal seharusnya dilakukan jika pasien sudh dapat melakukan instruksi kontrol plak secara efektif dan gusi terbesas dari inflamasi (Fedi, 2005).
C. Fase II (Surgical (Surgical phase) phase ) Fase II ( Fase Fase surgical ) disebut juga fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas anatomikal seperti poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni oklusi yang berkembang sebagai suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan menjadi faktor predisposisi atau rekurensi dari penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang yang dilakukan pada fase ini: 1. Bedah periodontal Perawatan bedah untuk menghilangkan jaringan inflamasi dapat merangsang terjadinya perbaikan atau regenerasi jaringan yang mengalami kerusakan. a. Kuretase gingiva Kuretase merupakan tindakan membuang dinding poket yang mengalami granulasi dan inflamasi yang bertujuan membersihkan jaringan granulasi dan jaringan inflamasi, mengurangi kedalaman poket, mengambil papilla interdental yang rusak guna mempercepat penyembuhan. b. Gingivektomi Gingivektomi merupakan tindakan eksisi gingiva yang mengalami enlargement dengan tujuan mengeliminasi poket akibat pembengkakan gingiva ( Manson, 2013).
5
2. Prosedur flap periodontal Flap didefinisikan sebagai bagian dari gingiva, mukosa alveolar, atau periosteum yang masih memiliki suplai darah pada saat diangkat atau dipisahkan dari gigi dan tulang alveolar. Flap periodontal didesain untuk mencapai satu atau beberapa tujuan sebagai berikut: a. Memberikan akses untuk melakukan detoksifikasi akar b. Mengurangi
poket
yang
meluas
kea
tau
melebihi
pertautan
mukogingiva c. Menediakan atau mempertahankan daerah gingiva cekat yang cukup d. Membuka akses untuk mencapai tulang di bawahnya, untuk merawat cacat tulang e. Memudahkan prosedur regeneratif (Fedi, 2005). 3. Rekonturing tulang Bedah tulang merupakan istilah umum bagi semua prosedur yang dirancang untuk memperbaiki dan membentuk kembali cacat dan kelainan bentuk pada tulang yang mengelilingi mengelilingi gigi (Fedi, 2005). 4. Prosedur regenerasi periodontal (bone (bone and tissue graft ) 5. Penempatan implant
D. Fase III ( Restorative Restorative phase) phase) Fase dengan tahapan pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang hilang, serta evaluasi respon terhadap terapi fase III dengan pemeriksaan periodontal (Carranza, 2012).
E. Fase IV ( Maintenance Maintenance phase) phase) Fase IV dilakukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada penyakit periodontal sehingga perlu dilakukan kontrol periodic. Beberapa prosedur dalam fase ini adalah sebagai berikut: 1. Riwayat medis dan riwayat gigi pasien 2. Re-evaluasi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat skor plak 3. Ada tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi
6
4. Melakukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan tulang alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali 5. Scalling dan polishing tiap 6 bulan sekali, tergantung dari efektivitas kontol plak pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus 6. Aplikasi tablet fluoride secara topical untuk mencegah karies (Kiswaluyo, 2013).
7
DAFTAR PUSTAKA
Carranza, F.A., Newman, M.G., Takei, H.H., Klokkevold, P.R., 2002,
Carranza’s
Clinical Periodontology 9 th Edition, Edition, W.B Saunders Elseveir Company, Philadelphia, h. 965-975.
Fedi, P.F., Vernino A.R., Gray, J.L., 2005, Silabus Periodonti, Periodonti , Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, h. 135-173.
Ismail, A.K., 2015, Penatalaksanaan Ekstrusi Gigi Incisivus Lateral Pada Kasus Pathologic Tooth Migration Periodontitis Kronis Dengan Menggunakan Splint Fixed Appliance, Odonto Dental Jurnal , 2(2): 22-24.
Kiswaluyo.,
2013,
Perawatan
Periodontitis
pada
Puskesmas
Sumbersari,
Puskesmas Wuluhan dan RS Bondowoso, Jurnal Kedokteran Gigi Unej, Unej, 10(3): 115-120.
Manson, J.D., Eley, B.M., 2013, Buku Ajar Periodonti, Periodonti, Penerbit Hipokrates, Jakarta, h. 176-198.
Widyastuti, R., 2009, Periodontitis: Diagnosis dan Perawatannya, Jurnal Ilmiah Teknologi Kedokteran Gigi, Gigi , 9(6): 32-35.
8