PAPER
DISUSUN UNTUK MELAKSANAKAN TUGAS UTS
HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
Disusun Oleh :
Azizah Imamatun Nisa E0014058
Azizha Arrum Y.P E0014059
Parwila Qonitah E0014310
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Jalan Ir. Sutami 36 A, Surakarta, 57126
Telp. (0271) 646994 Fax. (0271) 646655
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia di belahan bumi manapun tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan barang dan jasa dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Setiap orang pemakai barang dan / atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan disebut dengan konsumen hal tersebut tertera pada Pasal 1 butir 2 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Tidak semua orang pemakai barang dan jasa untuk digunakan bagi kepentingan diri sendiri, Segelintir konsumen menggunakan barang dan jasa untuk di produksi kembali ataupun dijual kembali dengan tujuan mendapatkan keuntungan.
Dikarenakan hampir setiap manusia memiliki sifat konsumerisme. Namun terkadang para pihak produsen yang seharusnya menjual barang atau jasa yang layak kepada konsumen agar terpenuhi kebutuhannya justru menyimpangkan hak-hak konsumen yang seharusnya dilindungi. Dari hal tersebut dibentuklah hukum perlindungan konsumen yang dapat melindungi hak-hak setiap konsumen dalam pemenuhan kebutuhan kehidupan barang dan jasa sehari-hari. Telah jelas diterangkan dalam Pasal 4 UUPK bahwa ada beberapa hak yang harus dilindungi yaitu hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa, hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan, hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
Salah satu kebutuhan yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan konsumen yaitu adalah kebutuhan jasa dikarenakan tidak semua orang memiliki kemampuan di bidangnya dalam pemenuhan jasa. Bentuk jasa yang sangat dibutuhkan di kalangan kosnumen salah merupakan jasa penerbangan, manusia dalam pemenuhan kebutuhan di bidang transportasi sangat mengdepankan hak atas keselamatan, kenyamanan dan kemanan dalam mengkonsumsi atau menggunakan jasa dari maskapai penerbangan yang telah dipilih. Namun realitanya beberapa konsumen yang menggunakan jasa penerbangan kecewa akan haknya yang tidak terpenuhi sebagai konsumen.
Seperti halnya konsumen atau penumpang maskapai yang akan berpergian jauh dengan tujuan menghabiskan masa libur atau berpindah daerah tentu saja membawa berbagai barang-barang pribadi. Semua maskapai menyediakan jasa penyimpanan bagasi atas barang –barang pribadi bawaan penumpang dan hal tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak maskapai, dan segala sesuatu yang terjadi merupakan kewenangan pihak maskapai sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009. Namun ada beberapa oknum dari pihak maskapai ataupun pihak bandara yang mencari keuntungan, salah satunya dengan cara membongkar bagasi atau koper penumpang dan mengambil barang-barang berharga milik penumpang. Tentu saja hal ini sangat bertentangan dengan pemenuhan hak konsumen atau penumpang dalam hak keamanan. Pihak maskapai yang seharusnya tegas terhadap hal seperti ini dan mengdepankan hak-hak konsumen atau penumpang, justru tidak mengindahkan.
Permasalahan / Kasus
TANGERANG, KOMPAS.com - Pihak Manajemen Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, menyayangkan kejadian pencurian barang penumpang oleh oknum porter Lion Air di Terminal 1. Manajer Komunikasi Bandara Soekarno-Hatta Yudis Tiawan menjelaskan, semua yang terjadi pada barang penumpang di bagasi pesawat menjadi tanggung jawab sepenuhnya pihak maskapai, dalam hal ini Lion Air. "Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, sudah dijelaskan, barang penumpang di bagasi tanggung jawab maskapai. Segala sesuatu yang terjadi adalah kewenangan maskapai," kata Yudis kepada Kompas.com di Bandara Soekarno-Hatta, Sabtu (2/1/2016). Sebelumnya, Polres Kota Bandara Soekarno-Hatta bersama pihak bandara mengungkap pencurian barang penumpang oleh oknum porter Lion Air yang terekam CCTV milik PT Angkasa Pura II. Dari rekaman tersebut, terlihat dengan jelas koper penumpang dibuka dengan paksa dan oknum porter mengambil sejumlah barang. Rekaman itu terjadi pada tanggal 16 November 2015 lalu. Dari bukti rekaman tersebut, Polres bersama manajemen bandara mengamankan empat oknum porter Lion Air dengan dua orang berinisial A, M, dan S. Polisi masih mengembangkan kasus ini dengan menyelidiki peran porter lain yang sebelumnya disebut menjadi otak dari pencurian barang penumpang. Kompas.com telah menghubungi pihak Lion Air sejak pukul 16.00 WIB, namun hingga pukul 19.30 WIB masih belum ada respon.
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi Pencurian
Pengertian pencurian menurut dalam pasal 362 KHUP yaitu: "Barang siapa mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah".
Saat ini, peraturan perudang-undangan yang menjadi dasar hukum perlindungan konsumen adalah UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Sebelum disahkannya UU No. 8 Tahun 1999, perlindungan konsumen tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam Ketentuan Umum UU No. 8 Tahun 1999, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan "Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan". Selain itu, perlindungan konsumen juga mengacu pada Pasal 8 Ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 yang berisi tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha.
Analisis berdasarkan dengan Hak dan Kewajiban Pengguna Bagasi Lion Air
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 dan 5 pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, maka kasus di atas bisa dikatakan bahwa di dalamnya terdapat pelanggaran hak konsumen yang dilakukan oleh pelaku usaha. Pelanggaran tersebut berupa tidak dipenuhinya hak pengguna atas keamanan. Hal ini terbukti dengan hilangnya barang penumpang Lion Air. Lion Air sebagai pelaku usaha, mempunyai kewajiban memberikan layanan yang membuat penumpang mereka nyaman dan aman. Pencurian tersebut dilakukan oleh para porter yang bekerja sama dengan pihak keamanan maskapai dan penadahan di kompleks Bandara Soekarno-Hatta. Dengan adanya kasus pencurian barang di bagasi ini yang merugikan banyak penumpangnya, maka secara otomatis pelaku usaha sudah melakukan pelanggaran terhadap hak konsumen atas keamanan.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, sudah dijelaskan bahwa barang penumpang di bagasi adalah merupakan tanggung jawab dari pihak maskapai. Segala sesuatu yang terjadi terhadap barang penumpang adalah kewenangan dan tanggung jawab dari maskapai. Dalam Pasal 4 huruf h pada UUPK disebutkan bahwa konsumen berhak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Maka pemilik barang sebagai konsumen berhak mendapatkan kompensasi atau ganti rugi jika pengguna tersebut merasa dirugikan oleh produsen atau pelaku usaha. Hak kompensasi tersebut harus dipenuhi oleh pihak produsen atau pelaku usaha sebagaimana mestinya.
Hak tersebut seharusnya bisa dipenuhi karena pihak konsumen yaitu penumpang Lion Air sudah memenuhi kewajiban, seperti yang ada dalam ketentuan pasal 5 UUPK. Dinyatakan bahwa pengguna sudah membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan, beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa, membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati, bahkan sudah mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Analisis berdasarkan Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Lion Air
Dalam UUPK, juga diatur tentang hak dan kewajiban pelaku usaha atau produsen. Dalam ketentuan umum dijelaskan bahwa, yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah "Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi".
Berdasarkan kasus pencurian bagasi yang berhubungan dengan pelaku usaha, dapat dikatakan bahwa pihak Lion Air berhak untuk melakukan pembelaan atau mendapatkan perlindungan hukum, jika kasus pencurian barang di atas bukan merupakan kesalahan dari pihak pelaku usaha. Pelaku usaha juga dapat menyalahkan pihak porter, disertai dengan bukti yang menguatkan bahwa hal tersebut bukan merupakan kesalahan pada pihaknya. Hal ini sesuai dengan UUPK Pasal 6 ayat 2 dan 3. Lion Air juga berhak untuk mendapatkan rehabilitasi nama baik, apabila terbukti secara hukum, bahwa kerugian yang dialami konsumen tidak diakibatkan oleh produk yang diperdagangkan. Hal ini sesuai dengan Pasal 6 ayat 4 UUPK.
Maka hal yang harus dilakukan oleh pihak produsen adalah sesuai pada pasal 6 ayat 6 dan 7 UUPK, yaitu memberikan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian atas kerugian yang ditanggung oleh pihak konsumen. Jika dilihat kasus-kasus di atas, sebenarnya, UU No. 8 Tahun 1999 menegaskan sebagai: "Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen".
Analisis berdasarkan Asas Perlindungan Konsumen
Pasal 2 UU No. 8/ 1999, tentang Asas Perlindungan Konsumen :
"Perlindungan konsumen berdasarkan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum".
Dalam kasus pencurian bagasi yang terjadi di kompleks bandara Soekarno-Hatta, tentu melanggar Asas Perlindungan Konsumen yaitu :
Perlindungan konsumen berdasarkan Keamanan
Pencurian yang dilakukan oleh porter yang bekerja sama dengan pihak keamanan maskapai tersebut sudah merugikan penumpang di mana yang sudah dijelaskan dalam artikel diatas. Dalam kasus ini, pihak pelaku usaha sudah jelas melanggar asas perlindungan konsumen ini dimana barang yang dititipkan oleh maskapai namun justru dicuri oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Perlindungan konsumen berdasarkan Kepastian Hukum
Konsumen berhak mendapatkan suatu kepastian hukum. Kepastian hukum untuk memberikan suatu perlindungan kepada konsumen antara lain dengan kompensasi atau ganti rugi yang layak. Kepastian hukum menurut aturan yang termuat dalam produk hukum berlaku dengan pasti kepada semua warga negaranya. Hukum sebagai tolok ukur objektif guna menyelesaikan konflik sosial, maka di dalam dirinya sendiri harus bersifat objektif. Masyarakat melalui hukum dijamin tidak akan diperlakukan secara diskriminatif, maka untuk menjamin kepastian hukum, suatu peraturan perlu dipositifkan (dirumuskan dalam undang-undang/ produk hukum tertulis) agar pelaksanaannya dapat berlaku sama. Dalam kasus di atas belum nampak jelas penegakan hukum perlindungan konsumen, karena kasus tersebut terjadi berulang-kali dan penanganan yang kurang serius baik untuk pihak maskapai maupun pihak-pihak lainnya yang terkait, sehingga konsumen yang dirugikan merasa tidak mendapat kepastian hukum.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 dan 5 pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, maka kasus di atas bisa dikatakan bahwa di dalamnya terdapat pelanggaran hak konsumen yang dilakukan oleh pelaku usaha. Pelanggaran tersebut berupa tidak dipenuhinya hak pengguna atas keamanan.
Berdasarkan kasus pencurian bagasi yang berhubungan dengan pelaku usaha, dapat dikatakan bahwa pihak Lion Air berhak untuk melakukan pembelaan atau mendapatkan perlindungan hukum, jika kasus pencurian barang di atas bukan merupakan kesalahan dari pihak pelaku usaha. Pelaku usaha juga dapat menyalahkan pihak porter, disertai dengan bukti yang menguatkan bahwa hal tersebut bukan merupakan kesalahan pada pihaknya. Hal ini sesuai dengan UUPK Pasal 6 ayat 2 dan 3.
Dalam kasus pencurian bagasi yang terjadi di kompleks bandara Soekarno-Hatta, tentu melanggar Asas Perlindungan Konsumen yaitu :
Perlindungan konsumen berdasarkan Keamanan
Pencurian yang dilakukan oleh porter yang bekerja sama dengan pihak keamanan maskapai tersebut sudah merugikan penumpang di mana yang sudah dijelaskan dalam artikel diatas. Dalam kasus ini, pihak pelaku usaha sudah jelas melanggar asas perlindungan konsumen ini dimana barang yang dititipkan oleh maskapai namun justru dicuri oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Perlindungan konsumen berdasarkan Kepastian Hukum
Konsumen berhak mendapatkan suatu kepastian hukum. Kepastian hukum untuk memberikan suatu perlindungan kepada konsumen antara lain dengan kompensasi atau ganti rugi yang layak. Kepastian hukum menurut aturan yang termuat dalam produk hukum berlaku dengan pasti kepada semua warga negaranya. Dalam kasus di atas belum nampak jelas penegakan hukum perlindungan konsumen, karena kasus tersebut terjadi berulang-kali dan penanganan yang kurang serius baik untuk pihak maskapai maupun pihak-pihak lainnya yang terkait, sehingga konsumen yang dirugikan merasa tidak mendapat kepastian.
Saran
Dapat kita ketahui sebelumnya dalam kasus di atas telah terjadi pelanggar hak atas konsumen yaitu hak pengguna atas keamanan. Oleh sebab itu, semestinya pelaku usaha harus bertanggung jawab atas pelanggaran hak atas konsumen karena konsumen telah memenuhi kewajibannya kepada pelaku usaha maka sebaliknya pelaku usaha juga harus memenuhi kewajibannya kepada konsumen.
Sudah sewajarnya seluruh pihak baik pelaku usaha maupun konsumen mendapatkan perlindungan hukum dalam hubungan antar keduanya. Baik salah maupun benar mereka berhak untuk melakukan pembelaan. Selain itu, hika memang tidak bersalah maka harus ditunjukkan dengan bukti-bukti yang terkait.
Jika konsumen mengalami suatu kerugian akibat perilaku para pelaku usaha maka hal pertama yang dapat dilakukan konsumen adalah melaporkannya kepada Yayasan Lembaga Perlindungkan Konsumen Indonesia agar selanjutnya dapat diteruskan kepada pihak yang berwajib untuk diselesaikan secara hukum dan konsumen pun dengan segera akan mendapatkan kepastian hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Sutanto, Happy. 2008. Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan. Jakarta: Visi Media.
Kristiyanti, Celina. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar Grafika.
Zulham. 2013. Hukum Perlindungan Konsumen. JakartaL Kencana Prenada Media Group.
Nasution, Az. 2002. Hukum Perlindungan Konsumen, Suatu Pengantar. Jakarta: Diadit Media.
Internet
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/01/02/20365171/Pihak.Bandara.Soekarno-Hatta.Sebut.Maskapai.Harus.Bertanggung.Jawab.Atas.Pencurian.Koper.Penumpang, diakses pada tanggal 25 Maret 2016 pukul 19.42 WIB.
Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pasal 362 tentang Pencurian
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/01/02/20365171/Pihak.Bandara.Soekarno-Hatta.Sebut.Maskapai.Harus.Bertanggung.Jawab.Atas.Pencurian.Koper.Penumpang, pada tanggal 25 Maret 2016 pukul 19.42.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pasal 362 tentang Pencurian
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 pasal 4 dan 5 tentang Perlindungan Konsumen
Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visi Media Ciganjur, Jakarta, 2008, hlm. 34.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Pasal 6 dan 7 tentang Perlindungan Konsumen